ANTI-BAKTERIAL
BERBAHAN DASAR
AMPAS TAHU
BIDANG KEGIATAN :
INOVASI INDUSTRI
BIDANG KEGIATAN :
INOVASI PRODUK
DISUSUN OLEH :
DISUSUNTRISNA
1. DIELLA OLEH :
1. DIELLA TRISNA AYUNINGTYAS
AYUNINGTYAS
2.CHRISNA RAHMAD IBRAHIM
2. CHRISNA RAHMAD IBRAHIM
MAN 1 JOMBANG
MAJOMBANG
NEGERI 1 JOMBANG
2019
JOMBANG
2019
ii
ii
iii
DAFTAR ISI
iii
iv
DAFTAR TABEL
iv
v
RINGKASAN
Packaging berguna untuk melindungi produk yang dikemas. Banyaknya
kemasan pangan yang beredar di masyarakat tidak membuat para pedagang bingung
untuk mengemas produk makanan sehingga memiliki nilai jual tinggi. Tetapi
kemasan pangan yang beredar memungkinkan adanya bahan dasar kemasan
berbahaya bagi kesehatan konsumen, seperti kemasan kertas daur ulang dan plastik.
Hal ini disebabkan jika menggunakan kertas daur ulang, kandungan timah yang ada
akan berbahaya jika terkontaminasi pada produk makanan, jika menggunakan plastik
dengan produk makanan dalam keadaan panas, maka akan berbahaya bagi
pengonsumsi dikarenakan akan bercampurnya unsur pembentuk plastik dengan
produk makanan. Adapun bahan organik yang belum banyak dimanfaatkan oleh
masyarakat yaitu ampas tahu. Adanya konflik yang beredar di masyarakat, maka
kami berinisiatif untuk melakukan penelitian dengan judul edible packaging
antibakterial berbahan dasar ampas tahu. Dengan ini kami berharap sampah plastik
dan kertas akan berkurang dikalangan masyarakat, karena tidak hanya anti-bakterial
yang aman untuk pengemasan makanan, packaging ini juga ramah lingkungan jika
dibuang begitu saja. Produk yang dihasilkan memiliki ketahanan tarik 128,916 N/m,
ketahanan lemak yang baik pada sampel A. Kemasan ini juga memiliki kandungan
mikroba yang aman jika ikut dikonsumsi sesuai dengan standar SNI kemasan pangan.
v
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
BAB II
TELAAH PUSTAKA
2.1. Ampas Tahu
Ampas tahu merupakan hasil samping dari proses pengolahan tahu.
Kandungan protein ampas tahu relatif tinggi karena pada proses pembuatan tahu
tidak semua bagian protein pada kacang kedelai bisa diekstrak, apalagi jika
menggunakan proses penggilingan tradisional. Diketahui jumlah ampas tahu di
Indonesia cukup tinggi, konsumsi kacang kedelai di Indonesia tercatat pada tahun
2013 sebanyak 2.115.700 ton. Bila 50% kacang kedelai tersebut digunakan untuk
membuat tahu dan konversi kacang kedelai menjadi ampas tahu sebesar 100-
112%, maka jumlah ampas tahu tercatat 1.184.792 ton secara nasional (Ariyanti,
2015)
Ampas tahu berasal dari 2 proses yaitu ampas dari proses pencucian bahan
baku dan ampas dari proses penyaringan bubur kedelai. Dari kedua bagian
tersebut ampas tahu yang dihasilkan tidak begitu banyak (0,3% dari bahan baku
kedelai). Ampas tahu yang terbentuk besarannya berkisar antara 25-35% dari
produk yang dihasilkan. Pada ampas tahu terdapat kandungan protein yang tinggi
sehingga bisa dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak dan ikan. Karakteristik
ampas tahu adalah mempunyai sifat yang tidak tahan lama, mudah basi, dan cepat
tengik. Untuk memperpanjang umur simpan ampas tahu dapat dilakukan
pengeringan yang bertujuan untuk mengurangi asam lemak bebas dan ketengikan
ampas tahu (Hanifah, 2012)
2.3. Kitosan
Kitosan adalah kopolimer D-glucosamine dan N-asityl D-glucosamine dengan
ikatan yang diperoleh dari alkali atau deacetylasi enzimatik dari
polisakarida kitin. Kitosan dan kitin bersifat non tastik, dapat mengalami
biodegradasi dan bersifat biokompatibel (Rianta, 2008). Berbagai bidang
industri kesehatan dan terapan lebih relatif menggunakan kitosan karena kitosan
dapat dengan mudah berinteraksi dengan zat-zat organik lainnya seperti protein.
Kitosan diisolasi dari kerangka hewan invertebrata kelompok Arthopoda sp,
Molusca sp,Ceolenterata sp, Annelida sp, dan beberapa dari kelompok jamur.
Selain dari kerangka hewan invertebrata, juga banyak ditemukan pada bagian
insang ikan, trachea dinding usus dan pada kulit cumi cumi. Sebagai sumber
utamanya ialah cangkang Crustaceae sp, yaitu udang, lobster, kepiting, dan
hewan yang bercangkang lainnya, terutama asal hewan laut. Sumber ini
diutamakan karena bertujuan untuk memberdayakan limbah udang (Hawab,
2005).
Tabel 2.3.1 Sumber sumber kitin dan kitosan(Sembiring, 2011)
Jenis Kadar kitosan
Jamur/Cendawan 5-20%
Cumi-cumi 3-20%
Kalajenking 30
Laba-laba 38
Kumbang 35
Ulat sutra 44
Kepiting 69%
Udang 70%
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
quality) hingga mencapai tingkat mutu kadaluwarsa. Metode ini akurat dan
tepat namun pada awal penemuan dan penggunaan metode ini dianggap
memerlukan waktu yang panjang dan analisis parameter mutu yang relatif
banyak serta mahal. Metode ini sering digunakan untuk produk yang
kadaluwarsanya kurang dari 3 bulan.
9
BAB IV
DESKRIPSI PRODUK DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Produk
Hasil cetak dari produk yang dihasilkan terbagi menjadi 3 sampel dengan
perbedaan komposisi kitosan. Sampel A dengan komposisi 0,1 gram kitosan
memiliki dimensi 22×32,5 cm dan ketebalan 0,1 mm, sampel B dengan
komposisi 0,3 gram kitosan memiliki dimensi 22×32,5 cm dan ketebalan 0,08
mm, sampel C dengan komposisi 12 gram tepung ampas tahu memiliki dimensi
22×32,5 cm dan ketebalan 0,06 mm. Sampel A, B, dan C memiliki massa 2 gram,
dengan pH 7, memiliki warna agak kuning.
4.2 Analisis dan Pembahasan
Hasil Uji
No Parameter
A B C
1. Ketahanan Lebih Sulit Stabil Mudah
Lemak Menyerap Menyerap
10
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
5.1.1 Penambahan kitosan di setiap sampel menyebabkan berkurangnya
ketahanan tarik dan ketahanan lemak. Sedangkan pada total bakteri
memberikan hasil yang signifikan yaitu berkurangnya total bakteri yang ada
disetiap sampel.
5.1.2 Komposisi optimal menurut uji total bakteri adalah sampel C dengan total
bakteri yang paling sedikit. Sedangkan komposisi optimal pada uji tarik
adalah sampel B dan komposisi optimal pada uji lemak adalah sampel A.
5.1.3 Sampel B memiliki ketahanan tarik dan ketahanan lemak yang paling baik
diantara sampel A dan C. karena sampel B memiliki ketahanan tarik hingga
128,916 N/m dan memiliki ketahanan lemak yang stabil.
5.2 Saran
5.2.1 Perlu adanya tempat yang lebih higienis untuk mengurangi resiko
tumbuhnya mikroba pada edible packaging dan alat yang memadai untuk
mendapatkan hasil yang lebih akurat.
5.2.2 Adanya penambahan pengujian pada edible packaging, untuk mendapatkan
kualitas kemasan yang memenuhi standart nasional kemasan pangan.
5.2.3 Adanya peningkatan kualitas dengan penggunaan variabel lain, agar
mendapatkan kualitas produk edible packaging yang lebih efisien.
13
DAFTAR PUSTAKA
Riahtasari, M.B. 2016. Komposisi Tepung Jagung (Zea Mays L) Dan Tepung
Tapioka Dengan Penambahan Daging Ikan Patin (Pangasius Sp)
Terhadap Karakteristik Mie Jagung. Bandung : Fakultas Teknik
Universitas Pasundan.
Rusdi, Bertha., Maulana., It., Kodir, Ra. 2013. Analisis Kualitas Tepung
Ampas Tahu. Jurnal Matematika Dan Sains. 18(2).
Suwaidah, Is., Achyadi, Ns., Cahyadi, Wisnu. 2014. Kajian Cemaran
Logam Berat Timbal Dari Kemasan Kertas Bekas Kedalam
Makanan Gorengan. Panel Gizi Makan. 37(2) : 145-154.
Waluyo, L., 2005. Mikrobiologi Lingkungan. UMM Press. Malang. (469
Halaman)
15
LAMPIRAN
b. Tahap Pembuatan
Pembuatan tepung
Pemerasan Penjemuran
16
Penghalusan Pengayakan
Pencetakan Pendinginan
17
Pelepasan
Hasil