Anda di halaman 1dari 26

EDIBLE PACKACAGING

ANTI-BAKTERIAL
BERBAHAN DASAR
AMPAS TAHU

BIDANG KEGIATAN :
INOVASI INDUSTRI
BIDANG KEGIATAN :
INOVASI PRODUK

DISUSUN OLEH :
DISUSUNTRISNA
1. DIELLA OLEH :
1. DIELLA TRISNA AYUNINGTYAS
AYUNINGTYAS
2.CHRISNA RAHMAD IBRAHIM
2. CHRISNA RAHMAD IBRAHIM

MAN 1 JOMBANG
MAJOMBANG
NEGERI 1 JOMBANG
2019
JOMBANG
2019
ii

ii
iii

DAFTAR ISI

Halaman Judul .............................................................................................................. i


Lembar Pengesahan. .................................................................................................... ii
Daftar Isi. .................................................................................................................... iii
Daftar Tabel. ............................................................................................................... iv
Ringkasan. ................................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
I.2 Rumusan Masalah. ........................................................................................ 2
I.3 Tujuan Penulisan. ......................................................................................... 2
I.4 Manfaat Penulisan ........................................................................................ 2
BAB II TELAAH PUSTAKA
II.1 Ampas Tahu. ............................................................................................... 3
II.2 Pati Jagung. ................................................................................................. 3
II.3 Kitosan......................................................................................................... 4
II.4 Serbuk Jelly ................................................................................................. 5
II.5 Metode Casting............................................................................................ 5
BAB III METODOLOGI PEMBUATAN PRODUK
III.1 Waktu dan Tempat Penelitian .................................................................... 6
III.2 Alat dan Bahan ........................................................................................... 6
III.3 Prosedur Penelitian .................................................................................... 6
III.4 Metode Karakterisasi ................................................................................. 7
BAB IV DESKRIPSI ALAT/PRODUK DAN PEMBAHASAN
IV.1 Deskripsi Produk........................................................................................ 9
IV.2 Analisis dan Pembahasan ........................................................................... 9
BAB V PENUTUP
V.1 Kesimpulan. .............................................................................................. 12
V.2 Saran. ......................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA. ............................................................................................... 13
LAMPIRAN .............................................................................................................. 15

iii
iv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.3.1 ................................................................................................................... 4


Tabel 4.2.1.1. ............................................................................................................... 9
Tabel 4.2.2.1. ............................................................................................................... 9
Tabel 4.2.3.1 .............................................................................................................. 10

iv
v

RINGKASAN
Packaging berguna untuk melindungi produk yang dikemas. Banyaknya
kemasan pangan yang beredar di masyarakat tidak membuat para pedagang bingung
untuk mengemas produk makanan sehingga memiliki nilai jual tinggi. Tetapi
kemasan pangan yang beredar memungkinkan adanya bahan dasar kemasan
berbahaya bagi kesehatan konsumen, seperti kemasan kertas daur ulang dan plastik.
Hal ini disebabkan jika menggunakan kertas daur ulang, kandungan timah yang ada
akan berbahaya jika terkontaminasi pada produk makanan, jika menggunakan plastik
dengan produk makanan dalam keadaan panas, maka akan berbahaya bagi
pengonsumsi dikarenakan akan bercampurnya unsur pembentuk plastik dengan
produk makanan. Adapun bahan organik yang belum banyak dimanfaatkan oleh
masyarakat yaitu ampas tahu. Adanya konflik yang beredar di masyarakat, maka
kami berinisiatif untuk melakukan penelitian dengan judul edible packaging
antibakterial berbahan dasar ampas tahu. Dengan ini kami berharap sampah plastik
dan kertas akan berkurang dikalangan masyarakat, karena tidak hanya anti-bakterial
yang aman untuk pengemasan makanan, packaging ini juga ramah lingkungan jika
dibuang begitu saja. Produk yang dihasilkan memiliki ketahanan tarik 128,916 N/m,
ketahanan lemak yang baik pada sampel A. Kemasan ini juga memiliki kandungan
mikroba yang aman jika ikut dikonsumsi sesuai dengan standar SNI kemasan pangan.

v
1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Kemasan produk adalah suatu benda yang berfungsi untuk melindungi,


mengamankan produk tertentu yang berada di dalamnya dan memberikan suatu
citra tertentu (Dhameria, 2014). Jenis kemasan produk ada dua yaitu, kemasan
pangan dan kemasan nonpangan. Industri kemasan mengalami peningkatan
berkat adanya industri makanan dan minuman. Pada tahun 2014, industri
kemasan mendapat keuntungan sebesar 72 triliun. Angka yang cukup signifikan
untuk industri di Indonesia, dengan sumbangan terbesar pada kemasan pangan
sebanyak 67% dari total nilai pasar (Fatmayanti, 2016). Pada batas waktu
tertentu, kemasan dapat mengurangi pengaruh buruk dari luar, namun bukan
berarti kemasan dapat mengawetkan makanan (Hanifah, 2012).
Berbagai kemasan produk yang beredar adalah plastik, kertas, mika, kaca,
sterofoam dengan kemasan yang sering digunakan oleh masyarakat adalah
plastik dan kertas daur ulang yang memiliki dampak (efek samping) penggunaan.
Dampak penggunaan kemasan plastik adalah apabila bahan yang dibungkus
dalam keadaan panas, kemungkinan besar akan terkontaminasi oleh bahan dasar
plastik tersebut (Damanik, 2012). Sedangkan dampak penggunaan kemasan
kertas daur ulang adalah rawan terjadi kontaminasi bakteri dari lingkungan luar
bahkan adanya logam berat seperti timbal pada tinta (Suwaidah, 2014).
Mayarakat yang mengikuti perkembangan zaman sedang menaruh minat pada
produk kemasan yang inovatif dan ramah lingkungan (Fatmayanti. 2016).
Kemasan tersebut dapat diupayakan menggunakan ampas tahu dari limbah
industri tahu.
Industri tahu di Indonesia banyak diolah melalui industri rumahan maupun
industri kalangan menengah seperti pabrik tahu. Jumlah indutri tahu di Indonesia
84 ribu unit usaha dengan kapasitas produksi 2,56 juta ton per tahun (Fatmayanti,
2016). Direktorat Bina Produksi Peternakan IPB menyatakan bahwa kandungan
nutrisi pada ampas tahu adalah 18,21% protein kasar, 3,26% abu, 26,81% serat
kasar, 7,79% lemak, 43,93% bahan ekstrak tanpa nitrogen. Pada data tersebut
menunjukan bahwa ampas tahu di Indonesia melimpah dan memiliki kandungan
gizi yang cukup tinggi, tetapi belum banyak yang menggunakan untuk inovasi
lanjutan dari beberapa inovasi yang ada.
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis akan melaporkan hasil penelitan
yang berjudul “EDIBLE PACKAGING ANTI-BAKTERIAL BERBAHAN
DASAR AMPAS TAHU”
2

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengaruh penambahan kitosan sebagai anti-bakterial pada edible


packaging?

2. Bagaimana komposisi optimal pada edible packaging yang dihasilkan?

3. Bagaimana karakteristik dari edible packaging yang dihasilkan?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Mengidentifikasi pengaruh penambahan kitosan sebagai anti-bakterial pada


edible packaging.

2. Mengidentifikasi komposisi optimal pada edible packaging yang dihasilkan.

3. Mengidentifikasi karakteristik fisik dari edible packaging yang dihasilkan.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Dapat menemukan inovasi terbaru dari penelitian sebelumnya.

2. Dapat mengurangi sampah kemasan pangan yang tidak ramah lingkungan.

3. Dapat menumbuhkan sikap peduli lingkungan dan kesehatan.


3

BAB II
TELAAH PUSTAKA
2.1. Ampas Tahu
Ampas tahu merupakan hasil samping dari proses pengolahan tahu.
Kandungan protein ampas tahu relatif tinggi karena pada proses pembuatan tahu
tidak semua bagian protein pada kacang kedelai bisa diekstrak, apalagi jika
menggunakan proses penggilingan tradisional. Diketahui jumlah ampas tahu di
Indonesia cukup tinggi, konsumsi kacang kedelai di Indonesia tercatat pada tahun
2013 sebanyak 2.115.700 ton. Bila 50% kacang kedelai tersebut digunakan untuk
membuat tahu dan konversi kacang kedelai menjadi ampas tahu sebesar 100-
112%, maka jumlah ampas tahu tercatat 1.184.792 ton secara nasional (Ariyanti,
2015)
Ampas tahu berasal dari 2 proses yaitu ampas dari proses pencucian bahan
baku dan ampas dari proses penyaringan bubur kedelai. Dari kedua bagian
tersebut ampas tahu yang dihasilkan tidak begitu banyak (0,3% dari bahan baku
kedelai). Ampas tahu yang terbentuk besarannya berkisar antara 25-35% dari
produk yang dihasilkan. Pada ampas tahu terdapat kandungan protein yang tinggi
sehingga bisa dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak dan ikan. Karakteristik
ampas tahu adalah mempunyai sifat yang tidak tahan lama, mudah basi, dan cepat
tengik. Untuk memperpanjang umur simpan ampas tahu dapat dilakukan
pengeringan yang bertujuan untuk mengurangi asam lemak bebas dan ketengikan
ampas tahu (Hanifah, 2012)

2.2. Pati Jagung


Pati jagung atau maizena merupakan pati yang berasal dari biji jagung kering
yang melalui proses penghalusan dan pengendapan sebanyak 3 kali (Iffan, 2010).
Maizena mengandung zein. Zein tidak larut air karena komposisi asam amino
penyusunnya sebagian besar berupa asam amino non polar seperti leusin, prolin,
dan alanin (Krochta, 1994). Dalam air, bagian hidrofobik dari asam amino-asam
amino tersebut cenderung untuk berikatan satu dengan lainnya. Hal tersebut
mencegah larutnya protein dalam air (Krochta, 1994). Zein juga mempunyai sifat
thermoplastik dan hidropobicitas yang unik. Bila zein dipanaskan dengan pati
pada suhu lebih besar 60°C campuran tersebut akan menjadi suatu adonan dan
mempunyai sifat viscolatine (Krochta, 1994).
Yang menarik dari zein adalah kemampuannya untuk membentuk film yang
kaku, mengkilap, tahan lecet, dan tahan lemak (Krochta, 1994). Gugus hidrofobik
dan ikatan hidrogen berkembang dalam matriks film. Ikatan disulfida ada, tetapi
dalam jumlah yang terbatas karena rendahnya kandungan-kandungan cystin
4

dalam zein komersial. Kerapuhan film memerlukan pemanbahan plasticizer


seperti gliserin dan asam lemak (Krochta., 1994).

2.3. Kitosan
Kitosan adalah kopolimer D-glucosamine dan N-asityl D-glucosamine dengan
ikatan yang diperoleh dari alkali atau deacetylasi enzimatik dari
polisakarida kitin. Kitosan dan kitin bersifat non tastik, dapat mengalami
biodegradasi dan bersifat biokompatibel (Rianta, 2008). Berbagai bidang
industri kesehatan dan terapan lebih relatif menggunakan kitosan karena kitosan
dapat dengan mudah berinteraksi dengan zat-zat organik lainnya seperti protein.
Kitosan diisolasi dari kerangka hewan invertebrata kelompok Arthopoda sp,
Molusca sp,Ceolenterata sp, Annelida sp, dan beberapa dari kelompok jamur.
Selain dari kerangka hewan invertebrata, juga banyak ditemukan pada bagian
insang ikan, trachea dinding usus dan pada kulit cumi cumi. Sebagai sumber
utamanya ialah cangkang Crustaceae sp, yaitu udang, lobster, kepiting, dan
hewan yang bercangkang lainnya, terutama asal hewan laut. Sumber ini
diutamakan karena bertujuan untuk memberdayakan limbah udang (Hawab,
2005).
Tabel 2.3.1 Sumber sumber kitin dan kitosan(Sembiring, 2011)
Jenis Kadar kitosan
Jamur/Cendawan 5-20%
Cumi-cumi 3-20%
Kalajenking 30
Laba-laba 38
Kumbang 35
Ulat sutra 44
Kepiting 69%
Udang 70%

Menurut (Fernández, l2006) kitosan memberikan aktivitas antibakteri (E.


coli, S. aureus, Pseudomona aeruginosa dan Salmonella paratyphi B).
Kemampuan kitosan mengkoagulasi dan membentuk komplek dengan DNA,
menyebabkan mekanisme antara sel dan gugus kationik pada polimer kitosan
masih perlu dikaji lebih lanjut (Dunn, 1992). Performance sifat-sifat kitosan
sangat dipengaruhi oleh dua parameter penting yaitu: derajat deasetilasi (DD)
dan berat molekul (BM). Besarnya DD dan BM ini sangat dipengaruhi oleh
konsentrasi basa, temperatur, waktu dan pengulangan proses selama
pembentukan kitosan (Mardiyah, 2009).
5

2.4. Serbuk Jelly


Serbuk Jelly merupakan produk yang dibuat dengan bahan utama berupa
hidrokoloid, yang jika dicampur dengan air akan menghasilkan struktur kenyal
(Astawan, 2009: 101 ). Hidrokoloid adalah suatu polimer larut dalam air, mampu
membentuk koloid dan mampu mengentalkan larutan atau membentuk gel dari
larutan tersebut. Komposisi Serbuk jelly terdiri dari karagenan dan tepung
konyaku. Karagenan merupakan komposisi utama dari jelly powder. Karagenan
adalah polisakarida berantai lurus dari D-galaktosa dan 3,6 anhidro D-galaktosa
yang mengandung sulfat yang diekstrak dari berbagai ganggang merah (Fardiaz,
1989). Pada umumnya jelly digunakan sebagai makanan rigan berbentuk gel
yang diizinkan menurut (SNI 01-3552-1994).

2.5. Metode Casting


Metode casting merupakan salah satu metode yang sering digunakan untuk
membuat film. Pada metode ini protein atau polisakarida didispersikan pada
campuran air dan plasticize, yang sekaligus dilakukan proses pengandukan.
Setelah pengadukan dan pengaturan pH, lalu sesegera mungkin campuran tadi
dipanaskan dalam beberapa waktu dan dituangkan pada casting plate. Setelah
dituangkan selanjutnya dibiarkan mengering dengan sendirinya pada kondisi
lingkungan dan waktu tertentu. Film yang telah mengering kemudian dilepaskan
dari cetakan (casting plate) yang selanjutnya dilakukan pengujian terhadap
karakteristik yang dihasilkan. (Hui, 2006)
6

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian


3.1.1 Waktu Penelitian
Pelaksanaan penelitian dilakukan mulai 16 Desember 2018 hingga 2
Februari 2019 . Kemudian untuk pengujian dilakukan pada 4 Februari 2019.
3.1.2 Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia MAN 1 JOMBANG.

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat Penelitian
Alat yang dibutuhkan adalah cawan petri, gelas beker, batang pengaduk,
neraca, pipet tetes, kaki tiga, bunsen, blender, kain, kaca (sebagai alat cetak).
3.2.2 Bahan Penelitian
Bahan yang dibutuhkan adalah ampas tahu, serbuk jelly , pati maizena,
serbuk kitosan, air.

3.3 Prosedur Penelitian


3.3.1 Tahap Persiapan
Pengambilan ampas tahu dari pabrik tahu. Kemudian diukur massanya
sebanyak 500 gram dan dicampur dengan 15% asam asetat selama 12 jam.
Selanjutnya, dinetralkan dengan cara dicuci hingga pH kembali pada pH 4.
Lalu, dijemur hingga kadar air habis.

3.3.2 Tahap Pembuatan Tepung


Ampas tahu yang telah kering, selanjutnya diblender. Kemudian
disaring menggunakan kain hingga strukturnya menjadi butiran halus seperti
karakteristik tepung pada umumnya. Struktur yang telah menjadi menjadi
tepung itulah yang disebut sebagai tepung ampas tahu.

3.3.3 Tahap Pembuatan Kemasan


Tepung ampas tahu, pati maizena dan kitosan diukur massanya
kemudian dipanaskan terlebih dahulu dan dicampur menggunakan air 120
ml. Ketika sudah mencapai suhu 50℃ dicampur dengan serbuk jelly yang
telah dilarutkan dengan 100 ml air, dan diaduk hingga suhu 70℃ lalu
dituangkan pada cetakan dan dibiarkan pada suhu ruang hingga mengering.
7

3.4 Metode Karakterisasi


3.4.1 Uji Total Bakteri
Uji Total bakteri dilakukan dengan seri pengenceran. Metode seri
pengenceran dilakukan dengan cara : 1 gram sampel yang telah
dihancurkan dimasukan ke dalam 9 ml larutan pengencer steril secara
aseptis untuk mendapatkan pengenceran 10-1. Pada pengenceran 10-2
diambil 1 ml suspense sampel dari tabung pengencer 10-1 dan masukan ke
dalam tabung pengencer yang berisi 9 ml larutan pengencer yang berisi 9
ml larutan fisiologis kemudian dikocok hingga homogen. Hal yang sama
dilakukan sampai mendapatkan pengenceran 10-7. Kemudian masukan 1 ml
suspense hasil pengenceran 10-1, 10-2, 10-3 ke dalam cawan petri diikuti 15
ml medium Nutrient Agar (NA) yang telah steril lalu goyangkan cawan
petri supaya sampel menyebar merata. Inkubasi dilakukan selama 48 jam
pada temperatur 30ºC lalu koloni yang tumbuh diamati dan dihitung
jumlahnya untuk memperoleh Total Plate Count (TPC) secara duplo
(Waluyo, 2005). Perhitungan TPC dilakukan berdasarkan interval 25-250,
dengan rumus sebagai berikut :
TPC (Cfu/g)= Jumlah Koloni per cawan x (1/faktor pengenceran)

3.4.2 Uji Ketahanan Tarik


Penentuan ketahanan tarik dan regangan putus dilakukan
menggunakan Paper Tensile Strength Tester dengan contoh uji berukuran
2×10 cm. Bagian ujung contoh uji dipasang pada bagian penjepit alas dan
dikeraskan. Ujung kertas lainnya dipasang pada klem bawah dan
dikeraskan. Selanjutnya beri beban mulai dari 5 gram hingga sampel
terputus dari alat uji. Pada uji tersebut yang dihitung adalah panjang awal
sampel, luas sampel, massa beban, pertambahan panjang.

3.4.3 Uji Ketahanan Lemak


Analisa ketahanan lemak dilakukan secara kualitatif yaitu dengan
membungkus setiap sampel dengan kadar lemak yang sama untuk
mengidentifikasi adanya perbedaan ketahanan lemak pada setiap sampel
yaitu dengan menyamakan waktu pengujian pada setiap sampel .

3.3.5 Uji Umur Simpan


Penentuan umur simpan produk dengan ESS, yang sering disebut
dengan metode konvesional, melalui penentuan kadar tanggal kadaluwarsa
dengan cara menyimpan satu seri produk pada kondisi normal sehari-hari
sambil dilakukan pengamatan terhadap penurunan mutunya (usable
8

quality) hingga mencapai tingkat mutu kadaluwarsa. Metode ini akurat dan
tepat namun pada awal penemuan dan penggunaan metode ini dianggap
memerlukan waktu yang panjang dan analisis parameter mutu yang relatif
banyak serta mahal. Metode ini sering digunakan untuk produk yang
kadaluwarsanya kurang dari 3 bulan.
9

BAB IV
DESKRIPSI PRODUK DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Produk

Hasil cetak dari produk yang dihasilkan terbagi menjadi 3 sampel dengan
perbedaan komposisi kitosan. Sampel A dengan komposisi 0,1 gram kitosan
memiliki dimensi 22×32,5 cm dan ketebalan 0,1 mm, sampel B dengan
komposisi 0,3 gram kitosan memiliki dimensi 22×32,5 cm dan ketebalan 0,08
mm, sampel C dengan komposisi 12 gram tepung ampas tahu memiliki dimensi
22×32,5 cm dan ketebalan 0,06 mm. Sampel A, B, dan C memiliki massa 2 gram,
dengan pH 7, memiliki warna agak kuning.
4.2 Analisis dan Pembahasan

4.2.1 Analisis Uji Ketahanan Tarik


Pengujian ketahanan tarik dilakukan dengan alat sederhana yang ada
di Laboratorium Fisika.
Tabel 4.2.1.1 Hasil Uji Ketahanan Tarik
Hasil Uji
No M Parameter Satuan
A B C
e 1. Ketahanan Tarik N/m 101,250 128,916 118,750
n
Tabel tersebut menunjukkan hasil sampel A,B,C adalah 101,250
N/m, 128,916 N/m, 118,750 N/m. Pada sampel B terjadi peningkatan
kualitas ketahanan tarik kemasan pangan. Hal ini disebabkan adanya
perbandingan kitosan paling baik. Oleh karena itu, penggunaan sampel yang
baik menurut uji ketahanan tarik ini adalah sampel B.
Nilai ketahanan tarik kertas mampu berkisar antara 89-97 Nm/g
(Nasdi, 2013) dan nilai ketahanan tarik kertas dari serat blustru berkisar
antara 6,02-18,27 Nm/g (Rahayu, 2012). Ketahanan tarik kertas dari ampas
tahu dengan perbedaan komposisi tepung ampas tahu telah memenuhi syarat
mutu ketahanan tarik kertas berdasarkan SNI 0698-1989 yaitu 30 Nm/g.

4.2.2 Analisis Uji Ketahanan Lemak


Tabel 4.2.2.1 Hasil Uji Ketahanan Lemak

Hasil Uji
No Parameter
A B C
1. Ketahanan Lebih Sulit Stabil Mudah
Lemak Menyerap Menyerap
10

Pada uji ketahanan lemak dilakukan 3 sampel yaitu A, B, C dengan


hasil yang ditunjukkan pada tabel 4.2. Hal ini terjadi karena perbedaan lama
pemasakan pada setiap sampel, yaitu sampel A dengan waktu 15 menit,
sampel B 20 menit dan sampel C 25 menit. Dari hasil dugaan tersebut,
terbukti bahwa laju daya tahan lemak setiap sampel berbeda, yaitu pada
sampel A 4 menit B 3 menit C 2 menit. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
sampel yang mengalami daya tahan terhadap lemak yang tinggi adalah
sampel A.
4.2.3 Analisis Uji Total Bakteri
Tabel 4.2.3.1 Hasil Uji Bakteri
Hasil Uji
No Parameter Keterangan
P A B C
e Total Bakteri 3×104
1. 1×104 2×102 Aman
n
Pengukuran kandungan mikroba dilakukan pada tiga sampel dengan
komposisi kitosan yang berbeda. Perbedaan komposisi kitosan bertujuan
untuk mengetahui komposisi optimal yang dapat berfungsi sebagai anti-
bakterial dengan komposisi tetap bahan dasar pembuatan edible packaging.
Pada gambar 4.2.3.1 Sampel A,B,dan C menunjukkan dalam kondisi aman
untuk dikonsumsi dengan jumlah bakteri 3×104, 1×104 dan 2×102 . Hal
tersebut dapat dilihat pada batas angka lempeng total (ALT) standart BPOM
tahun 2009 dari bahan baku tepung yaitu (1×106 koloni/gram). Nilai standart
ALT pada SNI tepung dijadikan dasar untuk bahan pangan dengan bahan
baku tepung (Rusdi, 2013). Bakteri ini timbul karena beberapa sebab yaitu
adanya kontaminasi bakteri pada tepung ampas tahu yang melalui beberapan
tahapan terlebih dahulu sebelum menjadi tepung ampas tahu. Karena
semakin banyak proses maka semakin panjang proses produksi, maka
semakin besar terjadi kontaminasi bakteri (Rusdi, 2013), untuk pembuatan
proses kemasan pangan sendiri memerlukan proses yang lama. Adapun
proses pengeringan digunakan suhu ruangan yang dapat memicu timbulnya
bakteri, pada saat melepas kemasan dari cetakan digunakan air sebagai
media pelepasan diperkirakan hal ini menjadi penyebab tumbuhnya bakteri,
pencetakan kemasan juga masih menggunakan metode secara manual
sehingga masih rawan terjadi kontaminasi bakteri. Untuk penelitian yang
lebih lanjut maka diperlukan media cetak yang lebih baik, dan diperlukan
adanya proses yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba.

4.2.4 Uji Umur Simpan


Umur simpan menjadi salah satu parameter yang harus ada dalam
11

kemasan produk pangan. Informasi tentang umur simpan dimaksudkan


untuk menjamin kualitas produk dalam keadaan baik saat dikonsumsi dan
tidak membahayakan kesehatan konsumen.Pengujian ini menggunakan
metode Accelerated Shelf-life Testing (ASLT) yaitu dengan cara
menyimpan produk dengan suhu ruangan. Dilakukan pengamatan setiap dua
hari sekali dan terbukti tidak mengalami perubahan pada bentuk fisik.
Adapun dilakukan analisa dengan pengukuran pH dari awal adonan hingga
pencetakan kemasan dan pengujian pertumbuhan kapang dengan
menggunakan mikroskop. Pada sampel kemasan yang di hasilkan, memiliki
pH stabil yaitu 5 dari hari pertama hingga hari ke 4. Dugaan adanya kapang
pada kemasan setelah di simpan 2 minggu, ketika di cek menggunakan
mikroskop, masih belum terlihat adanya pertumbuhan kapang. Dari dua
percobaan tersebut dapat disimpulkan bahwa kemasan masih tahan terhadap
lingkungan jika disimpan 2 minggu dalam suhu 28℃-30℃ dan diharapkan
dapat
12

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
5.1.1 Penambahan kitosan di setiap sampel menyebabkan berkurangnya
ketahanan tarik dan ketahanan lemak. Sedangkan pada total bakteri
memberikan hasil yang signifikan yaitu berkurangnya total bakteri yang ada
disetiap sampel.
5.1.2 Komposisi optimal menurut uji total bakteri adalah sampel C dengan total
bakteri yang paling sedikit. Sedangkan komposisi optimal pada uji tarik
adalah sampel B dan komposisi optimal pada uji lemak adalah sampel A.
5.1.3 Sampel B memiliki ketahanan tarik dan ketahanan lemak yang paling baik
diantara sampel A dan C. karena sampel B memiliki ketahanan tarik hingga
128,916 N/m dan memiliki ketahanan lemak yang stabil.

5.2 Saran
5.2.1 Perlu adanya tempat yang lebih higienis untuk mengurangi resiko
tumbuhnya mikroba pada edible packaging dan alat yang memadai untuk
mendapatkan hasil yang lebih akurat.
5.2.2 Adanya penambahan pengujian pada edible packaging, untuk mendapatkan
kualitas kemasan yang memenuhi standart nasional kemasan pangan.
5.2.3 Adanya peningkatan kualitas dengan penggunaan variabel lain, agar
mendapatkan kualitas produk edible packaging yang lebih efisien.
13

DAFTAR PUSTAKA

Ariyanti, V., Fadlun A., Firdauz M. 2015. “Pelor Pasta”(Pelet Organik


Ampas Tahu) Peluang Usaha Hasil Pemanfaatan Limbah Ampas
Tahu di Desa Tempel Sari, Wonosobo. PKM-Kewirausahaan,
Universitas Negeri Semarang.
Astawan, M. 2009. Panduan Karbohidrat Terlengkap. Jakarta : Dian Rakyat.
Damanik, E. 2012. Perilaku Konsumen Dalam Penggunaan Plastik Kresek
Hitam Daur Ulang Sebagai Wadah Makanan Siap Santap Di
Pusat Pasar Tavip Binjai. Jurnal Precure. 1(1)
Dunn, E. T.; Li, Q.; Grandmaison, E. W. dan Goosen, M. F. A, 1992,
Applications and Properties of Chitosan, J. Bioact. Compat.
Polym., 7, 370.
Dhameria, Vita. 2014. Analisis Pengaruh Keunikan Desain Kemasan
Produk, Kondisivitas Stone Environment, Kualitas Display
Produk Terhadap Keputusan Pembelian Impulsif. Jurnal Sains
Pemasaran Indonesia. 13[1] : 1-44
Fatmayanti. 2016. Kemasan Sebagai Daya Saring Produk. Jakarta : Warta
Ekspor.
Fardiaz, Srikandi. 1993. Analisis Mikrobiologi Pangan. Raja Grafindo
Persada : Jakarta.
Fernández, M.; Plessing, C.V. dan Cárdenas, G., 2006, Preparation and
characterization of chitosan gels, J. Chil. Chi. Soc., 51, 1022-1024
Hanifah, Millaty., Renita, Nt., Inayah, Nuha., Fauzi, Ra., Muliyanti,
Santi.,Zhillullahi, Jeni. 2012. Regulasi Kemasan Bahan Pangan.
Bandung : Fpmipa Upi.
Hawab,HM, 2005. Pengantar Biokimia Edisi Revisi. Banyumedia. Medan
Hui, Y. H. 2006, Handbook of Food Science, Technology, and,
Engineering Volume I. CRC Press, USA
Krochta,J.M., Baldwin, E.A., dan Nisperos-Carriedo M.O.,1994. Edible
Coatings and Films to Improve Food Quality. Technomis
Publishing.Co.Inc. Lancester. Bosel.
Kurniasih, Mardiyah; Kartika, Dwi. 2009. Aktivitas antibakteri kitosan
terhadap bakteri S. aureus. Molekul, 4.1: 1-5.
Maflahah, Iffan. 2010. Analisis proses pembuatan pati jagung (maizena)
berbasis neraca massa. Jurnal Embryo, , 7.1: 40-45.
Nasdi A W. 2013. Kualitas kayu ampupu (Eucalyptus urophylla s. T. Blake)
berbagai umur tanam sebagai bahan baku pulp dan kertas. Skripsi
Fakultas Kehutanan Insitut Pertanian Bogor. Bogor.
Pratiwi, Rianta. 2008. Aspek Biologi Udang Ekonomis Penting. Oseana.
103(2): 15–24
Rahayu, Y. 2012. Serat blustru sebagai bahan baku dissolving pulp dan
kertras. Skripsi Fakultas Kehutanan Insitut Pertanian Bogor.
Bogor.
14

Riahtasari, M.B. 2016. Komposisi Tepung Jagung (Zea Mays L) Dan Tepung
Tapioka Dengan Penambahan Daging Ikan Patin (Pangasius Sp)
Terhadap Karakteristik Mie Jagung. Bandung : Fakultas Teknik
Universitas Pasundan.
Rusdi, Bertha., Maulana., It., Kodir, Ra. 2013. Analisis Kualitas Tepung
Ampas Tahu. Jurnal Matematika Dan Sains. 18(2).
Suwaidah, Is., Achyadi, Ns., Cahyadi, Wisnu. 2014. Kajian Cemaran
Logam Berat Timbal Dari Kemasan Kertas Bekas Kedalam
Makanan Gorengan. Panel Gizi Makan. 37(2) : 145-154.
Waluyo, L., 2005. Mikrobiologi Lingkungan. UMM Press. Malang. (469
Halaman)
15

LAMPIRAN

Lampiran 1. Dokumentasi Pembuatan Alat/Produk


a. Tahap Persiapan

Tepung Ampas Tahu, Tepung Mazena, Serbuk Jelly, Serbuk Kitosan

b. Tahap Pembuatan
 Pembuatan tepung

Pemberian cuka Penyaringan

Pemerasan Penjemuran
16

Penghalusan Pengayakan

 Pembuatan Edible Packaging

Variabel Penelitian Pemanasan

Pencetakan Pendinginan
17

Pelepasan

Hasil

Uji Kuat Tarik Uji Ketahanan Lemak


18

Uji Total Bakteri


19
20
21

Anda mungkin juga menyukai