Anda di halaman 1dari 17

HIPOKALEMIA DAN HIPERKALEMIA DI ICU

DAFTAR ISI

Halaman Judul............................................................................................. 1

Daftar Isi...................................................................................................... 2

BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 6

2.1 Definisi ........................................................................................ 6

2.2 Klasifikasi…………………………………………………………….
6

2.3 Etiologi ........................................................................................ 6

2.4 Patofisiologi ................................................................................ 9

2.6 Manifestasi Klinik ....................................................................... 13

2.8 Terapi ........................................................................................... 14

BAB 3 KESIMPULAN ............................................................................. 16

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 17


BAB I
PENDAHULUAN

Sebagian besar komposisi berat badan manusia adalah cairan. Pada seorang

pria, 60% berat badan adalah cairan. Sedangkan pada wanita, 50% berat badan

adalah cairan. Cairan tersebut pada umumnya dibagi menjadi dua yaitu, cairan

intraseluler dan ekstraseluler.

Cairan ekstraseluler didefinisikan sebagai cairan tubuh yang berada diluar sel,

dan pada umumnya dibagi menjadi cairan plasma dan interstisial. Cairan

ekstraseluler normalnya bernilai 20% dari total cairan tubuh, dengan pembagian

15% cairan interstisial dan 5% cairan plasma. Pada penyakit akut atau kronik,

volume cairan ekstraseluler akan meningkat dan sebaliknya cairan intraseluler akan

menurun.

Kompartemen cairan intraseluler, tidak seperti kompartemen cairan

ekstraseluler, bersifat tidak homogen. Komposisi ion dan pH cairan intraseluler

bergantung pada kebutuhan masing-masing jaringan atau organ terkait. Cairan

intraseluler terdiri dari 40% total cairan dalam tubuh.

Didalam cairan tubuh terdapat komponen kimia yang terdiri dari elektrolit

dan non-elektrolit. Non-elektrolit adalah komponen kimia yang tetap utuh atau

tidak dapat terdisosiasi seperti glukosa dan urea. Sedangkan elektrolit adalah

komponen kimia yang dapat terdisosiasi membentuk ion yang membawa muatan

listrik. Ion dengan muatan positif yang disebut kation akan tertarik dengan ion

bermuatan negatif yang disebut anion. Setiap kompartemen cairan tubuh

mengandung elektrolit dengan berbagai komposisi dan konsentrasi.

2
Intensive care unit (ICU) adalah bagian rumah sakit yang dilengkapi dengan

staf dan perlengkapan khusus yang ditujukan untuk observasi, perawatan dan terapi

pasien-pasien yang menderita penyakit akut, cedera atau penyulit-penyulit yang

mengancam nyawa atau potensial mengancam nyawa dengan prognosis yang

diharapkan masih reversibel. Tujuan pengelolaan di ICU ada tiga. Pertama,

melakukan tindakan-tindakan untuk mencegah terjadinya kematian atau cacat.

Kedua, mencegah terjadinya penyulit atau komplikasi. Dan yang ketiga adalah

menerima rujukan dari level yang lebih rendah dan melakukan rujukan ke level

yang lebih tinggi. Intensif Care Unit menyediakan kemampuan dan sarana,

prasarana serta peralatan khusus untuk menunjang fungsi-fungsi vital dengan

menggunakan keterampilan staf medik, perawat dan staf lain yang berpengalaman

dalam pengelolaan keadaan-keadaan tersebut.

Gangguan cairan dan elektrolit adalah salah satu masalah kinik yang paling

sering terjadi di Unit rawat intensif (Intensive Care Unit/ICU). Studi terakhir di

Korea melaporkan bahwa ketidakseimbagan cairan dan elektrolit berhubungan

dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas pada pasien ICU. Untuk

menyediakan pelayanan kesehatan yang optimal, tenaga kesehatan harus familiar

dengan prinsip dan praktik dari fisiologi dan patofisiologi cairan dan elektrolit.

Resusitasi cairan dan elektrolit bertujuan untuk merestorasi hemodinamika dan

perfusi jaringan. Selain itu, resusitasi cairan berhubungan dengan perpanjangan

masa rawat di ICU dan biaya perawatan yang tinggi. (Jay Wook Lee,2010).

Gangguan cairan dan elektrolit terdiri dari hiponatremia, hipernatremia,

hipokalemia, hiperkalemia, hipokalsemia, hiperkalsemia, hipofosfatemia,

hiperfosfatemia, hipomagnesemia, dan hipermagnesemia. Menurut institusi

3
Cleveland, ditemukan 20% pasien rawat inap dengan hipokalemia. Sedangkan

untuk hiperkalemia dilaporkan memiliki insiden 1,1-10% pasien rawat inap (Teo

Bon Wee & Nurko Saul,2010).

Hipokalemia dapat menyebabkan kegagalan ventilasi,ventricular takikardi,

atrial takikardi, dan bahkan koma. Sedangkan hyperkalemia dapat menyebabkan

parastesia, kelemahan dan kelumpuhan, serta dapat menyebabkan asistol. Kondisi

diatas dapat mengancam jiwa. Sehingga pasien hypokalemia dan hyperkalemia

dapat dirawat di ICU

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Hipokalemia adalah keadaan dimana konsentrasi serum kalium

dibawah 3,5 mEq/L dalam darah. Sedangkan hiperkalemia adalah keadaan

dimana konsentrasi serum kalium lebih dari 5,5 mEq/L. Hipokalemia

merupakan kondisi yang dapat ditoleransi oleh tubuh dengan baik, namun

hiperkalemia merupakan kondisi yang dapat mengancam jiwa. (Marino,2007)

2.2 Klasifikasi

A. Hipokalemia

 Ringan : Serum Kalium 3-3.5 mEq/L

 Sedang : Serum Kalium 2.5 – 3mEq/L

 Berat : Serum Kalium kurang dari 2.5 mEq/L

(Gareth,2017)

B. Hiperkalemia

 Ringan : Serum Kalium 5.5 – 6,.5 mEq/L

 Sedang : Serum Kalium 6.5 – 7.5 mEq/L

 Berat : Serum Kalium diatas 7.5 mEq/L

(Lehnhardt,2017)

2.2 Etiologi

A. Hipokalemia

1. Perubahan Transeluler

Penyebab ini sering ditemukan pada pasien di ICU dengan :

5
 Penggunaan bronkodilator β-agonis dengan atau tanpa

glukosa dan insulin atau diuretik.

 Alkalosis, dapat menyebabkan kadar kalium tidak dapat

diprediksi.

 Hipotermia, dapat menyebabkan penurunan mendadak

serum kalium dan akan membaik saat suhu tubuh meningkat.

Kecuali pada kasus hipotermia yang dapat menyebabkan

kematian, keadaan hypokalemia dapat berubah menjadi

hiperkalemia karena terjadinya kematian sel yang luas.

 Insulin

(Marino,2007)

2. Deplesi Kalium

 Renal potassium loss ,dapat terjadi akibat pemberian terapi

diuretik, drainase nasogastrik, alkalosis, dan deplesi

magnesium. Deplesi magnesium mengganggu reabsorpsi

kalium di tubulus renal dan mendorong serta

mempertahankan penurunan kalium/deplesi kalium pada

pasien kritis. Terutama pada pasien yang mendapatkan terapi

diuretik.

 Extrarenal potassium loss, dapat disebabkan oleh diare.

Konsentrasi kalium didalam feses normalnya 75mEq/L

dalam 200mL feses setiap harinya. Pada kondisi diare

volume feses dapat mencapai 10L, sehingga konsentrasi

kalium yang keluar juga akan meningkat.

6
(Marino,2007)

B. Hiperkalemia

1. Perubahan Intraselular (Konsentrasi K>30mEq/L dalam urine)

 Asidosis yang berkaitan dengan gagal ginjal dan asidosis

tubulus renal dapat meningkatkan pengeluaran K+ dari sel

dan menurunkan ekskresi K+ renal.

 Rhabdomiolisis dapat menyebabkan K+ keluar dari dalam

sel ke cairan ekstraseluler. Namun jika fungsi ginjal dalam

batas normal, maka K+ akan dieliminasi oleh ginjal dari

cairan ekstraeluler.

 Pemakaian obat-obat reseptor β-antagonis dan digitalis.

(Marino,2007)

2. Perburukan eksresi renal (Konsentrasi K+<30mEq/L dalam urine)

 Insufisiensi renal. Dapat dinilai dari GFR<10 ml/menit dan

Urine Output <1L/hari. Kecuali pada interstisial nephron dan

hiperenemik hipoaldosteron.

 Insufisiensi adrenal, namun tidak biasa didapatkan di ICU.

 Pemakaian obat dibawah ini :

 ACE Inhibitor

 Angiotensisn Receptor Blocker

 Β-blocker

 Siklosporin

 Digitalis

7
 Diuretic

 Heparin

 NSAID

 Pentamidine

 Potassium penicillin

 Tacroimus

 Trimethoprim sulfametoxazole

 Suksinilkolin

(Marino,2007)

2.3 Patofisiologi

Kalium memegang peranan penting dalam elektrofisiologi dari membran

sel. Potensial membran sel yang sedang beristirahat normalnya bergantung pada

rasio konsentrasi kalium pada intrasel dan ekstrasel. Konsentrasi kalium intrasel

diperkirakan 140 mEq/L, sedangkan konsentrasi kalium ekstrasel normalnya 4

mEq/L. (Morgan et al,2013)

Rata-rata konsumsi kalium pada orang dewasa adalah 80 mEq/hari. Sekitar

70 mEq dari konsumsi kalium harian diekskresikan melalui urine, sedangkan 10

mEq dari konsumsi kalium akan hilang melalu traktus gastrointestinal. (Morgan et

al,2013)

Ekskresi kalium dari renal dapat bervaiasi mulai 5 mEq/L sampai 100

mEq/L. Semua kalium difiltrasi dalam glomerulus, direabsorbsi dalam tubulus

proksimalis dan lengkung henle, serta disekresikan di tubulus distal. Sekresi kalium

di tubulus distal mendorong reabsorpsi sodium yang dimediasi oleh aldosterone.

(Morgan et al,2013)

8
Perubahan kalium antar kompartemen menyebabkan perubahan pada pH

ekstrasel, sirkulasi level insulin, sirkulasi aktivitas katekolamin, osmolalitas

plasma, dan kemungkinan hipotermia. (Morgan et al,2013)

Karena cairan intrasel dapat mempertahankan keseimbangan asam-basa

sampai 60% dari masuknya asam, perubahan konsentrasi ion hydrogen pada

ekstrasel secara langsung mempengaruhi konsentrasi ion kalium ekstrasel. Pada

kasus asidosis, ion hydrogen ekstrasel masuk kedalam sel, menggantikan ion

kalium dalam sel sehingga ion kalium akan keluar dari sel. Hal ini terjadi untuk

mempertahankan keseimbangan elektrolit namun meningkatkan konsentrasi ion

kalium dalam ekstrael dan plasma. Sedangkan pada kasus alkalosis, kalium

ekstrasel masuk kedalam sel untuk menyeimbangkan pergerakan ion hidrogen yang

keluar dari dalam sel. Hasilnya ion kalium pada plasma akan menurun. (Morgan et

al,2013)

Perubahan kadar insulin di sirkulasi dapat secara langsung merubah

konsentrasi kalium plasma yang berefek pada transportasi glukosa. Insulin

meningkatkan serapan kalium di dalam hepar dan otot skeletal. Sekresi insulin

dapat berperan penting dalam mengkontrol konsentrasi kalium plasma dan dalam

respon fisiologis untuk meningkatkan muatan kalium. (Morgan et al,2013)

Peningkatan akut dalam osmolalitas plasma (hypernatremia, hiperglikemia,

atau administrasi manitol) dapat meningkatkan kalium plasma (sekitar 0,6 mEq/L

per 10 mOsm/L). Dalam kasus seperti ini, pergerakan air keluar dari sel bersamaan

dengan pergerakan ion kalium keluar dari sel. Pada akhirnya kondisi seperti ini

dapat menyebabkan dehidrasi seluler karena terjadi peningkatan kalium

intraseluler. (Morgan et al,2013)

9
Hipotermia telah dilaporkan menyebabkan penurunan kalium plasma

sebagai hasil dari penyerapan seluler. Pemanasan akan membalikkan perubahan ini

dan mungkin menghasilkan transien hyperkalemia jika kalium telah diberikan

selama keadaan hipotermia. (Morgan et al,2013)

Ekskresi kalium dalam urin secara umum sesuai dengan konsentrasi kalium

di ekstraseluler. Kalium diekskresikan oleh sel tubular dari distral nefron.

Konsentrasi kalium ekstrasel adalah determinan umum dari sekresi aldosterone dari

kelenjar adrenal. Hyperkalemia menstimulasi sekresi aldosterone, sedangkan

hypokalemia menekan sekresi aldosteron. Aliran tubulus renal pada distal nefron

dapat menjadi determinan penting dari eksresi kalium dalam urin dikarenakan laju

aliran tubuler yang tinggi meningkatkan sekresi kalium dengan menjaga gradient

yang tinggi dari kapiler sampai tubulus renal untuk sekresi kalium. (Morgan et

al,2013)

A. Hipokalemia

Hipokalemia dapat disebabkan oleh perubahan transeluler (dari

ekstraseluler ke dalam ruang intraseluler) atau saat terjadi penurunan kalium

total didalam tubuh, peningkatan ini dapat disebabkan oleh penyebab renal

atau nonrenal. Perubahan intraseluler dapat terjadi pada kondisi patologis

yang berhubungan dengan peningkatan katekolamin, seperti sindrom nyeri

dada, atau dikarenakan oleh gangguan asam-basa. Penggunaan loop diuretik

atau tiazid, aldosteronism, atau penyakit ginjal lain (postobstruksi diuresis,

nekrosis kortikal) dapat menyebabkan hilangnya kalium renal yang

berlebihan. Penyebab renal dan nonrenal dapat diketahui dari tes

laboratorium. (Boon Wee dan Saul,2010)

10
Hipokalemia

Tidak Ya

Hipokalemia palsu Riwayat perubahan transeluler ?

Tidak Ya

Cek kalium urine Terapi penyebabnya

K+ < 20mmol/L K+ > 20mmol/L

Penyebab ekstrarenal :
- Diare Lain-lain : Serum bikarbonat Asidosis metabolik :
- Muntah - Nekrosis tubular akut normal atau tinggi - Asidosis tubulus
- Obat renal
(platinum,aminoglikos - Diabetik
ida) ketoasidosis
- Post obstruksi

Hipertensi : Hipotensi :
- Hiperaldosteron - Diuretic
- Cushing’s syndrome - Muntah
- Liddle syndrome - Bartter’s syndrome
- Kelebihan - Gitelman’s syndrome
mineralokortikoid - Deplesi magnesium

(Boon Wee dan Saul,2010)

B. Hiperkalemia

Lebih dari 80% episode hiperkalemia disebabkan oleh terganggunya

eksresi kalium akibat insufiensi renal. Gangguan eksresi kalium atau gangguan

masuknya kalium kedalam sel termasuk kedalam penyebab lain dari hyperkalemia.

Obat-obatan seperti potasssium-sparing diuretic (spironolakton,triamterene), atau

11
obat-obatan yang menghambat produksi atau reseptor aldosterone

(eplerenone,ACE-inhibitor, NSAID, heparin) dapat mengganggu eksresi kalium.

(Boon Wee dan Saul,2010)

2.4 Manifestasi Klinik

A. Hipokalemia

 K+<2,5mEq/L = kelemahan otot menyeluruh (Marino,2007)

 K+ 2,5-3,5 mEq/L = asimptomatik (Marino,2007)

 Paralisis neuromuscular

 Lemah

 Mual dan muntah

 Konstipasi

(Jay Wook,2010)

 Miopati yang berujung rhabdomiolisis (Boon Wee dan Saul,2010)

 Cardiac aritmia (Jay Wook,2010)

 Pada EKG didapatkan :

 Gelombang U prominen

 Gelombang T makin mendatar dan akhirnya terbalik

 Depresi segmen ST

12
 Interval PR memanjang

(PAPDI,2014)

B. Hiperkalemia

 Mulai terdapat perbahan EKG pada kadar kalium 6 mEq/L

(Marino,2007)

 Didapatkan EKG abnormal dimulai pada kadar kalium 8 mEq/L

(Marino,2007)

 Berturut-turut akan didapatkan kelainan pada EKG :

 T menjadi tinggi dan lancip

 Amplitudo gelombang P menurun

 Interval PR memanjang

 Gelombang P menghilang & QRS memanjang

 Ventrikular asistol

(Marino,2007)

(PAPDI,2014)

13
2.5 Terapi

A. Hipokalemia

Terapi Hipokalemia
Tentukan penyebab hipokalemia (hentikan obat, ganti diet, hentikan drainase
gaster)
Indikasi untuk Kalium IV (20mmol/jam dengan monitoring jantung, periksa
kembali setelah 60mmol)
Aritmia jantung dengan respon ventricular cepat
 Aritmia jantung disebabkan oleh keracunan digoxin
 Diare berat
 Miopati berat dengan nekrosis otot
 Paralisis
Indikasi untuk kalium klorida oral (20-80mmol/hari dalam dosis terbagi) :
 Semua situasi kecuali untuk asidosis tubulus renal: gantikan dengan
kalium bikarbonat oral, sitrat, asetat, atau glukonat.
(Boon Wee dan Saul,2010)

Kehilangan kalium dapat terjadi terus menerus karena tidak adanya

mekanisme kompensasi yang dapat menjaga. Karena kalium berada di dalam

sel,maka kadar kalium serum yang rendah menggambarkan hilangnya cairan tubuh

secara massif. Abnormalitas kadar kalium serum dapat menyebabkan aritmia

jantung sehingga kadarnya perlu terus dimonitor. Kristaloid tidak cukup untuk

menjaga kadar kalium. Oleh karena itu, kalium tambahan perlu dimasukkan ke

dalam kolf kristaloid. Administrasi cairan kalium tambahan diakukan secara

intravena dengan cairan KCl dan dilakukan monitoring dengan serum kalium.

B. Hiperkalemia

Terapi Hiperkalemia
Situasi klinik Terapi Waktu respon Durasi efek
Terapi Emergensi
Abnormalitas EKG Kalsium glukonase IV atau klorida Secepatnya 15-30 menit
(10 mL dari 10% larutan)
K+ > 6,5mmol/L atau Glukosa IV (50 mL dari 50%) + 10-20 menit 2-3 jam
meningkat Insulin regular IV 10 U

14
Albuterol (10-20 mg) dengan inhaler 20-30 menit 2-3 jam
diatas 10 menit
Sodium bikarbonat IV (jika asidosis Tertunda
metabolic)
Kayexalate (Sodium polistirine), 15- 4-6 jam (PO),
30 g dengan sorbitol 1 jam (retensi
enema)
Diuretik (IV) 1 jam
Hemodialisa 15-30 menit
Terapi Lanjutan
Restriksi diet kalium 2-3 gram/hari
Pemberhentian suplemen kalium (subtitusi garam)
Pemberhentian obat yang mengganggu homeostasis kalium
Penambahan eksresi kalium dengan loop diuretic, diuretic thiazide, fludrokortison, jika terdapat
hipoaldosteron.
Terapi kayexalate kronik
(Boon Wee dan Saul,2010)

BAB III

KESIMPULAN

Hipokalemia dan hyperkalemia adalah kondisi yang dapat terjadi pada

pasien di Intensive Care Unit (ICU). Hipokalemia adalah kondisi dimana serum

kalium bernilai dibawah 3,5mEq/L. Hipokalemia dibagi menjadi tiga yaitu ringan,

sedang, dan berat. Hipokalemia ringan adalah keadaan dengan nilai serum kalium

3 – 3.5 mEq/L. Hipokalemia sedang keadaan serum kalium dengan nilai 2.5 – 3

mEq/L. Hipokalemia berat adalah keadaan serum kalium dengan nilai dibawah 2.5

mEq/L. Kondisi ini dapat ditandai dengan kelemahan otot, mual,muntah, konstipasi

dan aritmia. Penyebab dari hypokalemia dapat dibagi menjadi dua yaitu renal dan

nonrenal, ha ini dapat diperiksa dengan tes laboratorium. Setengah kasus dari

hypokalemia didapatkan perubahan pada pemeriksaan EKG. Manajemen

hypokalemia dilakukan dengan cara administasi KCl secara intravena dan

monitoring dilakukan dengan pengecekan serum kalium.

15
Hiperkalemia adalah kondisi dimana serum kalium bernilai diatas 5,5

mEq/L. Hiperkalia dapat diklasifikasikan menjadi yaitu, ringan dengan nilai serum

kalium 5.5 – 6.5 mEq/L, sedang 6.5 – 7.5 mEq/L, dan berat serum kalium lebih dari

7.5 mEq/L. Hiperkalemia dapat ditandai oleh didapatkannya abnormalitas EKG

berupa gelombang T tinggi dan lancip serta pelebaran kompleks QRS. Manajemen

dari hyperkalemia berupa pemberian calcium gluconase secara intravena.

DAFTAR PUSTAKA

Boon Wee, Teo, and Nurko Saul. 2010. Hypokalemia And Hyperkalemia.

Clevelandclinicmeded.com. (Diakses pada tanggal 7 Mei 2017).

Depkes. 2010. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1778/MENKES/SK/XII/2010. Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan

ICU di Rumah Sakit, www.hukor.depkes.go.id

Gareth MD,David. 2017. Hypokalemia in Emergency Medicine: Background,

Pathophysiology, Epidemiology.

http://emedicine.medscape.com/article/767448-overview (Diakses

pada tanggal 12 Mei 2017).

Lee,Jay Wook,M.D. 2010. Fluid and Electrolyte Distubances in Critically Ill

Patients. Electrolyte Blood Press 8:72-81.

Lehnhardt, A. dan Kemper, M. 2017. Pathogenesis, diagnosis and management

of hyperkalemia. US National Library of Medicine and Ntional Health

16
Institute. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3061004/.

(Diakses pada tanggal 12 Mei 2017).

Marino,Paul L. 2007. The ICU Book : Third Edition. Philadelphia : Lippincott

Williams & Wilkins.

Morgan, G., Mikhail, M., Murray, M., et al. 2013. Clinical anesthesiology : Fifth

edition. New York: McGraw-Hill.

Oh, T E. 1990. Intensive Care Manual : Third Edition. Hongkong : Butterworths.

PAPDI. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.: Edisi Keenam. Jakarta : Interna

Publishing.

Tanto,Chris , Frans Liwang, Sonia Hanifati et al. 2014. Kapita Selekta

Kedokteran : Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius.

17

Anda mungkin juga menyukai