Kelompok A5 :
1. Della Nabila (102016190)
2. Gabriela Chivinversia (102016142)
3. Harry Sondrio Wibowo (102015109)
4. Edward Christianto (102016177)
5. Gabriel Cahyani Harefa (102013165)
6. Bernarda Karina Karwayu (102016090)
7. Merry Beatrix Da Clama Nusa(102016241)
8. Dhanny (102016279)
9. Hersi Khansa Alifah Helmy ( 102014164)
Mahasiswi Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Krida Wacana
Alamat Korespondensi : Jalan Arjuna Utara No.6 Jakarta 11510
e-mail : bernarda.2016fk090@civitas.ukrida.ac.id
Abstrak
Asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran napas yang ditandai dengan mengi
episodik, batuk, dan rasa sesak di dada akibat penyumbatan saluran napas. Secara umum
faktor risiko yang dapat memicu terjadinya asma terbagi atas faktor genetik dan lingkungan.
Tujuan pengobatan asma adalah tercapainya kontrol asma secara klinis. Tatalaksana asma
yang efektif merupakan hasil hubungan yang baik antara dokter dan pasien, dengan tujuan
pasien mandiri. Edukasi merupakan bagian dari interaksi antara dokter dan pasien.
Abstract:
Asthma is a chronic inflammatory disorder of the airways associated with airway
hyperresponsiveness that leads to recurrent episodes of wheezing, breathlessness, chest
tightness, and coughing. These episodes are usually associated with widespread, but variable,
airflow obtruction. Factors that influence the risk of asthma can be divided into those that
trigger asthma symptoms, the former include host factors which are primarily genetic and the
later are environmental factors. The goal of asthma treatment is to achieve and maintain
clinical control. The effective management of asthma requires the development of a
partnership between doctor and patient. Education should be an integral part of all
interactions between doctors and patients.
Keywords: asthma, risk factors, treatment
Pembahasan
A. Pembahasan
Asma adalah penyakit paru dengan karakteristik: 1) obstruksi saluran napas yang
reversibel baik secara spontan maupun dengan pengobatan; 2) inflamasi saluran napas; 3)
peningkatan respons saluran terhadap berbagai rangsangan (hipereaktivitas). Obstruksi
saluran napas ini memberikan gejala-gejala asma seperti batuk, mengi, dan sesak napas.
Penyempitan saluran napas pada asma dapat terjadi secara bertahap, perlahan-lahan, bahkan
menetap dengan pengobatan tetapi dapat pula terjadi mendadak, sehingga menimbulkan
kesulitan bernapas yang akut. Derajat obstruksi ditentukan oleh diameter lumen saluran
napas, dipengaruhi oleh edema dinding bronkus, produksi mukus, kontraksi dan hipertrofi
otot polos bronkus. Diduga baik obstruksi maupun peningkatan respons terhadap berbagai
rangsangan didasari oleh inflamasi saluran napas.
Anamnesis
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat bervariasi dari normal sampai didapatnya kelainan. Selain
itu perlu diperhatikan tanda-tanda asma dan penyakit alergi lainnya. Tanda asma paling
sering ditemukan adalah wheezing (mengi), tetapi pada sebagian pasien asma tidak
didapatkan mengi diluar serangan. Pada serangan asma umumnya terdengar mengi, disertai
tanda-tanda lainnya, pada asma yang sangat berat mengi dapat tidak terdengar (silent chest)
dan pasien dalam keadaan sianosis dan kesadaran menurun. Pasien yang mengalami serangan
asma, pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan:1
Pasien tampak sakit sedang, compos mentis. TD 110/70 mmHg. Nadi 112x/menit. RR
28x/menit cepat dangkal. T 36,70C. Paru: vesikuler
Inspeksi: pasien terlihat gelisah, sesak (napas cuping hidung, napas cepat, retraksi sela
iga, retraksi epigastrium, retraksi suprasternal), sianosis, kelainan bentuk dada (Barrel-
shape, kifosis, skoliosis, pectus excavatum, pectus carinatum). Pasien lebih nyaman
dalam posisi duduk.
Palpasi: statis (pemeriksaan kelenjar getah bening untuk kanker paru, pemeriksaan
posisi trakea dan apeks jantung, pemeriksaan kelainan dinding dada seperti tumor, nyeri
tekan pada dindind dada, krepitasi akibat emfisema subkutis dan lain-lain); dinamis
(pemeriksaan vokal fremitus mengeras pada pneumonia, tuberkulosis paru aktif dan
yang melemah pada emfisema, hidrothoraks, atelektasis).
Perkusi: biasanya tidak ada kelainan yang nyata.
Auskultasi: ekspirasi memanjang, wheezing +/+. Ronki basah kasar -/-
Penemuan tanda pada fase pemeriksaan fisik pasien asma, tergantung dari derajat
obstruksif saluran napas. Ekspirasi memanjang, mengi, hiperinflasi dada, pernapasan cepat
sampai sianosis dapat dijumpai pada pasien asma. Dalam praktek jarang dijumpai kesulitan
dalam membuat diagnosis asma, tetapi sering pula dijumpai pasien bukan asma mempunyai
mengi, sehingga diperlukan pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis.1
Pemeriksaan penunjang
1. Spirometri. Alat pengukur faal paru, selain penting untuk menegakkan diagnosis juga
untuk menilai beratnya obstruksi dan efek pengobatan. Pemeriksaan spirometer
dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator aerosol (inhaler atau
nebulizer) golongan adrenergik. Penurunan FEV1/FVC sebanyak lebih dari 20%
menunjukkan diagnosis asma. (normal 80%)Banyak penderita tanpa keluhan tetapi
pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.2
2. Peak Flow Meter/PFM. Alat pengukur faal paru sederhana yang digunakan untuk
mengukur jumlah udara yang berasal dari paru. Oleh karena pemeriksaan jasmani dapat
normal, dalam menegakkan diagnosis asma diperlukan pemeriksaan obyektif
(spirometer/FEV1 atau PFM). Spirometer lebih diutamakan dibanding PFM oleh
karena PFM tidak begitu sensitif dibanding FEV. Untuk diagnosis obstruksi saluran
napas, PFM mengukur terutama saluran napas besar, PFM dibuat untuk pemantauan
dan bukan alat diagnostik.2
3. X-ray dada/thorax. Dilakukan untuk menyingkirkan penyakit yang tidak disebabkan
asma. Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan
menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah
dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila
terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:2
Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah.
Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan
semakin bertambah.
Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru.
Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan pneumoperikardium,
maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru.
4. Pemeriksaan IgE. Uji tusuk kulit (skin prick test) untuk menunjukkan adanya antibodi
IgE spesifik pada kulit. Uji tersebut untuk menyokong anamnesis dan mencari faktor
pencetus. Uji alergen yang positif tidak selalu merupakan penyebab asma.2
5. Pemeriksaan sputum. Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:2
Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinopil.
Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang
bronkus.
Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid
dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.
6. Pemeriksaan darah2
Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi
Hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana
menandakan terdapatnya suatu infeksi.
Diagnosis kerja
Diagnosis Banding
Paru Obstruksi Kronik [PPOK] adalah penyakit paru dengan terjadinya sumbatan aliran udara
pada paru yang berlangsung lama. Dalam istilah Inggrisnya dikenal sebagai Chronic
Obstructive Pulmonary Disease [COPD]. Normalnya,saat kita bernapas, udara akan masuk
melalui hidung atau mulut, melalui tenggorokan, trakea, bronchus [cabang trachea,
mengandung lendir dan cilia yang berfungsi untuk proses pembersihan udara], bronchiolus
[cabang bronchus], dan kemudian ke alveoli [kantung-kantung udara di paru]. Setelah itu
terjadi pertukaran antara oksigen dan carbon dioksida. Oksigen akan diserap ke dalam
pembuluh darah, sedangkan carbon dioksida akan dikeluarkan melalui saluran napas.3
PPOK mempunyai 3 gejala umum utama, yaitu : sesak napas, batuk menahun, dan batuk
berdahak. Namun pada kasus yang ringan tidak menimbulkan gejala apapun. Beberapa ciri
dari PPOK yaitu : biasanya dialami oleh perokok berat, gejala muncul pada usia 40-an, gejala
semakin lama semakin bertambah buruk, gejala memburuk pada musim hujan/dingin, dan
tidak ada hubungannya dengan alergi.
1. Bronchitis Chronic
Bronchitis akut adalah radang mendadak pada bronchus yang biasanya mengenai trachea
dan laring, sehingga sering dinamai juga dengan “laringotracheobronchitis”. Radang ini
dapat timbul sebagai kelainan jalan nafas tersendiri atau sebagai bagian dari penyakit
sistemik, misalnya pada morbili, pertusis, difteri.
Ditandai dengan batuk kronik mengeluarkan sputum 3 bulan dalam setahun paling
sedikti terjadi dua tahun. Gejala utama batuk disertai sputum biasanya terjadi pada
penderita > 35 tahun dan perokok berat. Gejalanya berupa batuk di pagi hari, lama-lama
disertai mengi, menurunya kemampuan kegiatan jasmani pada stadium lanjut ditemukan
sianosis dan tanda-tanda kor pumonal.2
Gambar 2. Bronkitis
Gejala :
2. Emphysema
Emfisema merupakan pembesaran/pelebaran ruang udara bronkhiolus terminalis dari
alveolus, terjadi destruksi dinding alveolus dan dinding kapiler.
Factor-faktor karna asap rokok/polusi udara.1
Gejala klinis :
1. Sesak napas dengan ekspirasi memanjang
2. Batuk menahun
3. Pembesaran dada
Gambar 3. Emphysema
Patogenesis
Terdapat 4 perubahan patologik yang dapat timbul pada klien emfisema, yaitu :
a. Hilangnya elastisitas paru
Protease (enzim paru) merubah atau merusakkan alveoli dan saluran nafas kecil dengan jalan
merusakkan serabut elastin. Akibat hal tersebut, kantung alveolar kehilangan elastisitasnya
dan jalan nafas kecil menjadi kollaps atau menyempit. Beberapa alveoli rusak dan yang
lainnya mungkin dapat menjadi membesar.
b. Hyperinflation paru
Pembesaran alveoli mencegah paru-paru untuk kembali kepada posisi istirahat normal selama
ekspirasi.
c. Terbentuknya bullae
Dinding alveolar membengkak dan berhubungan untuk membentuk suatu bullae (ruangan
tempat udara) yang dapat dilihat pada pemeriksaan X-ray.
d. Kollaps jalan nafas kecil dan udara terperangkap
Ketika klien berusaha untuk ekshalasi secara kuat, tekanan positif intratorak akan
menyebabkan kollapsnya jalan nafas.
Mekanisme penyakit :
Sesak merupakan gejala utama emfisema, sedangkan batuk dan mengi jarang
menyertainya. Penderita biasanya kurus. Berbeda dengan asma, emfisema biasanya tida ada
fase remisi, penderita selalu merasa sesak pada saat melakukan aktivitas. Pada pemeriksaan
fisik di dapat dada seperti tong, gerakan nafas terbatas, hipersonor, pekak hati menurun, suara
vesikuler sangat lemah. Pada foto dada di dapat adanya hiperinflasi.1
Diagnosis PPOK Eksaserbasi akut
Penyakit paru obstruktif kronik sering dikaitkan dengan gejala eksaserbasi akut.PPOK
dikatakan mengalami eksaserbasi akut bila kondisi pasien mengalami perburukan yang
bersifat akut dari kondisi sebelumnya yang stabil dan dengan variasi gejala harian normal
sehingga pasien memerlukan perubahan pengobatan yang sudah biasa dilakukan. Pasien yang
mengalami eksaserbasi akut dapat ditandai dengan gejala yang khas seperti sesak napas yangs
emakin bertambah, batuk ptoduktif dengan perubahan volume atau purulensi sputum dan ada
juga gejala seperti malaise, fatique dan gangguan susah tidur.
PNEUMONIA
Pneumonia adalah suatu proses peradangan dimana terdapat konsolidasi yang disebabkan
pengisian rongga alveoli oleh eksudat. Pertukaran gas berlangsung pada daerah yang
mengalami konsolidasi dan darah dialirkan kesekitar alveoli yang tidak berfungsi.
Hipoksemia dapat terjadi tergantung banyaknya jaringan paru-paru yang sakit. Dengan kata
lan Pneumonia adalah peradangan paru di mana asinus tensi dengan cairan, dengan atau tanpa
disertai infiltrasi sel radang kedalam dinding alveol dan rongga interstisium.
Menurut Misnadiarly (2008), tanda dan gejala pneumonia secara umum dapat dibagi
menjadi:
1. Manifestasi non spesifik infeksi dan toksisitas berupa demam,sakit kepala, iritabel, gelisah,
malaise, nafsu makan kurang, keluhan gastrointestinal.
2. Gejala umum: demam, sesak nafas, nadi berdenyut lebih cepat, dan dahak berwarna
kehijauan seperti karet.
3. Tanda pneumonia berupa retraksi ( penarikan dinding dada bagian bawah ke dalam saat
bernafas bersama dengan peningkatan frekuensi nafas), perkusi pekak, fremitus melemah,
suara nafas melemah, dan ronki
4. Tanda efusi pleura atau empiema berupa gerak ekskursi dada tertinggal di daerah efusi,
perkusi pekak, fremitus melemah, suara nafas melemah, suara nafas tubuler tepat di atas batas
cairan, friction rub, nyeri dada karena iritasi pleura (nyeri berkurang apabila efusi bertambah
dan berubah menjadi nyeri tumpul), kuku kuduk / meningismus( iritasi meningen tanpa
inflamasi) bila terdapat iritasi pleura atas, nyeri abdomen( kadang terjadi bila iritasi mengenai
difragma pada pneumonia lobus kanan bawah).
5. Tanda infeksi intrapulmonal
Patogenesis Pneumonia
Pneumonia dapat terjadi akibat menghirup bibit penyakit di udara, atau kuman di
tenggorokan terisap masuk ke paru-paru. Penyebaran bisa juga melalui darah dari luka di
tempat lain, misalnya di kulit. Bakteri pneumokokus secara normal berada di tenggorokan
dan rongga hidung (saluran napas bagian atas) pada anak dan dewasa sehat, sehingga infeksi
pneumokokus dapat menyerang siapa saja dan dimana saja, tanpa memandang status sosial.
Percikan ludah sewaktu bicara, bersin dan batuk dapat memindahkan bakteri ke orang lain
melalui udara. Terlebih dari orang yang berdekatan misalnya tinggal serumah, tempat
bermain, dan sekolah. Jadi, siapa pun dapat menularkan kuman pneumokokus.
Bakteri masuk ke dalam paru-paru melalui udara, akan tetapi kadang kala juga masuk
melalui sistem peredaran darah apabila pada bagian tubuh kita ada yang terinfeksi. Sering
kali bakteri itu hidup pada saluran pernafasan atas yang kemudian masuk ke dalam arteri.
Ketika masuk ke dalam alveoli, bakteri melakukan perjalanan diantara ruang antar sel dan
juga diantara alveoli. Dengan adanya hal tersebut, sistem imun melakukan respon dengan
cara mengirim sel darah putih untuk melindungi paru-paru. Sel darah putih (neutrofil)
kemudian menelan dan membunuh organisme tersebut serta mengeluarkan sitokin yang
merupakan hasil dari aktivitas sistem imun itu. Hal ini yang mengakibatkan terjadinya
demam, rasa dingin (menggigil), lemah yang merupakan gejala umum dari pneumonia yang
disebabkan oleh bakteri ataupun jamur. Neutrofil, bakteri, dan cairan mempengaruhi keadaan
sekitarnya dan juga mempengaruhi transportasi O2.
B. Epidemiologi3
C. Etiologi3
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu :
1. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang spesifik,
seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora
jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik
terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang
disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik.
2. Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik
atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi
saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan
dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema.
Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.
3. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan
non-alergik.
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan
asma bronkhial.
Faktor predisposisi
Genetik. Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya
mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini,
penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan foktor
pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
Faktor presipitasi
a. Alergen, dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan (debu, bulu binatang, serbuk bunga,
spora jamur, bakteri dan polusi)
Ingestan, yang masuk melalui mulut (makanan dan obat-obatan)
Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit (perhiasan, logam dan jam
tangan)
b. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfir yang
mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang
serangan berhubungan dengan musim, seperti musim hujan, musim kemarau, musim bunga.
Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
c.Stres
Stress/gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa
memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus
segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguan emosi perlu diberi nasehat
untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala
asmanya belum bisa diobati.
d. Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan
dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri
tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
D. Patofisiologi4
Ostruksi saluran nafas pada asma merupakan kombinasi spasme otot bronkus,
sumbatan mucus, edema, dan inflamasi dinding bronkus. Ostruksi bertambah berat selama
ekspirasi karena secara fisiologi saluran nafas menyempit pada fase tersebut. Hal ini
mengakibatkan udara distal tempat terjadinya obstruksi terjebak tidak bias diekspirasi.
Selanjutnya terjadi peningkatan volume residu, kapasitas residu fungsional (KRF) dan pasien
akan bernapas pada volume yang tinggi mendekati kapasitas paru total (KPT). Keadaan
hiperinflasi ini bertujuan agar saluran napas tetap terbuka dan pertukaran gas berjalan lancar.
Untuk mempertahankan hiperinflasi ini diperlukan otot-otot bantu napas.
Gangguan yang berupa obstruksi saluran napas dapat di nilai secara objektif dengan
VEP1 (Volume Ekspirasi Paksa detik pertama) atau APE (Arus Puncak Ekspirasi) sedangkan
penurunan KVP (Kapasitas Vital Paksa) menggambarkan derajat derajat hiperinflasi paru.
Penyempitan saluran nafas dapat terjadi baik pada saluran napas yang besar, sedang, maupun
kecil. Gejala mengi, menandakan ada penyempitan di saluran napas besar, sedangkan pada
saluran napas kecil gejala batuk dan sesak lebih dominan dibandingkan mengi.1,4
Penyimpatan saluran napas ternyata tidak merata di seluruh bagian paru. Ada daerah-
daerah yang kurang mendapat ventilasi, sehingga darah kapiler yang melalui daerah tersebut
mengalami hipoksemia. Penurunan PaO2 mungkin merupakan kelainan pada asma sub-klinis.
Untuk mengatasi kekurangan oksigen, tubuh melakukan hiperventilasi, agar kebutuhan
oksigen terpenuhi. Tetapi akibatnya pengeluaran CO2 menjadi berlebihan sehingga PaCO2
menurun yang kemudian menimbulkan alkalosis respiratorik. Pada serangan asma yang lebih
berat lagi banyak saluran napas dan alveolus tertutup oleh mucus sehingga tidak
memungkinkan lagi terjadinya pertukaran gas. Hal ini mengakibatkan hipoksemia dan kerja
otot-otot pernapasan bertambah berat serta terjadi peningkatan produksi CO2. Peningkatan
produksi CO2 yang disertai dengan penurunan ventilasi alveolus menyebabkan retensi CO2
(hiperkapnia) dan terjadi asidosis respiratorik atau gagal napas. Hipoksemia yang
berlangsung lama meyebabkan asidosis metabolic dan kontraksi pembuluh darah paru yang
kemudian menyebakan shunting yaitu peredaran darah tanpa melalui unit pertukaran gas
yang baik yang akibatnya memperburuk hiperkapnia. Dengan demikian penyempitan saluran
napas pada asma akan menimbulkan hal-hal sebagai berikut :
a. Gangguan ventilasi beupa hipoventilasi
b. Ketidakseimbangan ventilasi perfusi di mana distribusi ventilasi tidak
setara dengan sirkulasi darah paru.
c. Gangguan difusi gas di tingkat alveoli
Ketiga factor tersebut akan mengakibatkan: hipoksemia, hiperkapnia, asidosis respiratorik
pada tahap yang sangat lanjut.1
Gambar 5. Patofisiologi Asma
Tabel 1. Klasifikasi derajat berat asma berdasarkan gambaran klinis
(Sebelum Pengobatan)
Derajat Asma Gejala Gejala Malam Faal paru
I. Intermiten
Bulanan APE 80%
* Gejala < 1x/minggu * 2 kali sebulan * VEP1 80% nilai prediksi
* Tanpa gejala di luar APE 80% nilai terbaik
serangan * Variabiliti APE < 20%
* Serangan singkat
II. Persisten
Ringan Mingguan APE > 80%
* Gejala > 1x/minggu, * > 2 kali sebulan * VEP1 80% nilai prediksi
tetapi < 1x/ hari APE 80% nilai terbaik
* Serangan dapat * Variabiliti APE 20-30%
mengganggu aktiviti
dan tidur
III. Persisten
Sedang Harian APE 60 – 80%
* Gejala setiap hari * > 1x / seminggu * VEP1 60-80% nilai prediksi
* Serangan mengganggu APE 60-80% nilai terbaik
aktiviti dan tidur * Variabiliti APE > 30%
*Membutuhkan
bronkodilator
setiap hari
IV. Persisten
Berat Kontinyu APE 60%
* Gejala terus menerus * Sering * VEP1 60% nilai prediksi
* Sering kambuh APE 60% nilai terbaik
* Aktiviti fisik terbatas * Variabiliti APE > 30%
Tabel 2. Klasifikasi berat serangan asma akut
Gejala dan Berat Serangan Akut Keadaan
Tanda Ringan Sedang Berat Mengancam jiwa
Sesak napas Berjalan Berbicara Istirahat
E. Gejala Klinis4
Keluhan utama penderita asma ialah sesak napas mendadak, disertai fase inspirasi yang
lebih pendek dibandingkan dengan fase ekspirasi, dan diikuti bunyi mengi (wheezing), batuk
yang disertai serangn napas yang kumat-kumatan. Pada beberapa penderita asma, keluhan
tersebut dapat ringan, sedang atau berat dan sesak napas penderita timbul mendadak,
dirasakan makin lama makin meningkatatau tiba-tiba menjadi lebih berat.
Wheezing terutama terdengar saat ekspirasi. Berat ringannya wheezing tergantung cepat atau
lambatnya aliran udara yang keluar masuk paru. Bila dijumpai obstruksi ringan atau
kelelahan otot pernapasan, wheezing akan terdengar lebih lemah atau tidak terdengar sama
sekali. Batuk hamper selalu ada,bahkan seringkali diikuti dengan dahak putih berbuih. Selain
itu, makin kentaldahak, maka keluhan sesak akan semakin berat. Dalam keadaan sesak napas
hebat, penderita lebih menyukai posisi duduk membungkuk dengan kedua telapak tangan
memegang kedua lutut. Posisi ini didapati juga pada pasien dengan Chronic Obstructive
Pulmonary Disease(COPD). Tanda lain yang menyertai sesak napas adalah pernapasan
cuping hidungyang sesuai dengan irama pernapasan. Frekuensi pernapasan terlihat
meningkat(takipneu), otot Bantu pernapasan ikut aktif, dan penderita tampak gelisah.
Padafase permulaan, sesak napas akan diikuti dengan penurunan PaO2 dan PaCO2,tetapi pH
normal atau sedikit naik. Hipoventilasi yang terjadi kemudian akanmemperberat sesak napas,
karena menyebabkan penurunan PaO2 dan pH sertameningkatkan PaCO2 darah. Selain itu,
terjadi kenaikan tekanan darah dan denyutnadi sampai 110-130/menit, karena peningkatan
konsentrasi katekolamin dalam darah akibat respons hipoksemia.
F. Penatalaksanaan6,7,8
Tujuan pengobatan asma :
a. Menghilangkan & mengendalikan gejala asma
b. Mencegah eksaserbasi akut
c. Meningkatkan & mempertahankan faal paru optimal
d. Mengupayakan aktivitas normal (exercise)
e. Menghindari ESO
f. Mencegah airflow limitation irreversible
g. Mencegah kematian
Tabel 3. Dosis dan frekuensi pemberian bronkodilator secara inhalasi dosis terukur (IDT).
Obat Dosis/puff Frekuensi pemberian
Salbutamol (Ventolin®) 100 mcg 3 - 6 kali/hari
Feneterol (Berotec®) 200 mcg 3 - 6 kali/hari
Terbutalin (Bricasma®) 250 mcg 3 - 6 kali/hari
Orciprenalin (Alupent®) 750 mcg 4 - 6 kali/hari
Ipratropium bromid 20 mcg 3 - 4 kali/hari
(Atrovent®)
Gambar 8. Nebulizer
G. Prognosis
Pada umumnya bila segera ditangani dengan adekuat, prognosa terhadap adalah baik.
Mortalitas akibat asma sedikit nilainya. Gambaran yang paling akhir menunjukan kurang dari
5000 kematian setiap tahun dari populasi berisiko yang berjumlah kira-kira 10 juta. Namun,
angka kematian cenderung meningkat di pinggiran kota dengan fasilitas kesehatan terbatas.6
H. Komplikasi5
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah:
1. Status asmatikus adalah setiap serangan asma berat atau yang kemudian menjadi
berat dan tidak memberikan respon (refrakter) adrenalin dan atau aminofilin suntikan
dapat digolongkan pada status asmatikus. Penderita harus dirawat dengan terapi yang
intensif.
2. Atelektasis adalah pengerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat penyumbatan
saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan yang sangat dangkal.
3. Hipoksemia adalah tubuh kekurangan oksigen
4. Pneumotoraks adalah terdapatnya udara pada rongga pleura yang menyebabkan
kolapsnya paru.
I. Pencegahan8
Semua serangan penyakit asma harus dicegah. Serangan penyakit asma dapat
dicegah jika faktor pemicunya diketahui dan bisa dihindari. Serangan yangdipicu oleh olah
raga bisa dihindari dengan meminum obat sebelum melakukanolah raga. Ada
usaha-usaha pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah datangnya serangan
penyakit asma, antara lain :
1 . Menjaga kesehatan
Menjaga kesehatan merupakan usaha yang tidak terpisahkan dari pengobatan asma. Bila
penderita lemah dan kurang gizi, tidak saja mudah terserang penyakit tetapi juga berate
mudah untuk mendapat serangan penyakit asma beserta komplikasinya. Usaha menjaga.
ini antara lain berupa makan makanan yang bernilai gizi baik, minum banyak, istirahat
yang cukup, rekreasi dan olahraga yang sesuai.
J. Kesimpulan
Asma adalah penyakit paru obstruktif, difus dengan hiperreaktivitas jalan napas
terhadap berbagai rangsangan dan tingginya tingkat reversibilitas proses obstruktif,
yang dapat terjadi secara spontan atau sebagai akibat pengobatan. Juga dikenal sebagai
penyakit jalan napas reaktif, kompleks asma mungkin mencakup bronkitis mengi, mengi
akibat virus, dan asma terkait atopic. Secara umum gejala asma adalah sesak napas,
batuk berdahak dan suara napas yang berbunyi ngik-ngik dimana seringnya gejala ini
timbul pada pagi hari menjelang waktu subuh, hal ini karena pengaruh keseimbangan
hormone kortisol yang kadarnya rendah ketika pagi dan berbagai factor lainya. Penderita
asma akan mengeluhkan sesak nafas karena udara pada waktu bernafas tidak dapat mengalir
dengan lancer pada saluran nafas yang sempit dan hal ini juga yang menyebabkan timbulnya
bunyi ngik-ngik pada saat bernapas. Pada penderita asma , penyempitan saluran pernapasan
yang terjadi dapat berupa pengerutan dan tetutupnya saluran pleh dahak yang diproduksi
secra berlebihan dan menimbulkan batuk sebagai respon untuk mengeluarkan dahak tersebut.
Untuk menghindari adanya komplikasi, diperlukan diagnose tepat dan pengobatan yang tepat
sehingga dapat mengurangi terjadinya komplikasi.
Daftar pustaka
1. Sudoyo AW. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid III. Edisi 4. Jakarta (Indonesia): Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia;2006. h. 404-414
2. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman diagnosis & penatalaksanaan asma di
Indonesia. 2003.h.41-53.
3. Antariksa, Budhi,. Diagnosis dan Penatalaksanaan Asma. Departemen Pulmonologi dan
ilmu kedokteran Respiratori. Jakarta, FKUI. 2009, h.
4. Djojodibroto DR. Respirologi (respiratory medicine). Jakarta: EGC. 2009.h.110-5.
5. Price, Slyvia A dan Lorraine M. Wilson. Patofisiologi konsep dasar klinis proses-proses
penyakit, Edisi 4. Jakarta : EGC, 2004
6. Rengganis I. Diagnosis dan tatalaksana asma bronkial. Maj Kedokt Indon, vol 58 no 11,
hal 446-9, 2008.
7. Baratawidjaja K, Sundaru H. Asma bronkial: patofisiologi dan terapi. Cemin Dunia
Kedokteran 2005; 121:29-30.
8. Setiawati, Arini, dan Sulistia Gan. Obat Adrenergik. Dalam: Farmakologi dan Terapi.
Gunawan, Sulistia Gan, dkk. Ed. Ke-5. Jakarta: Departemen Farmakologi FKUI, 2008:
11-20