Anda di halaman 1dari 22

REFLEKSI KASUS September 2018

DIARE AKUT DENGAN DEHIDRASI RINGAN SEDANG

Disusun Oleh :
Rifka Ulfa Rosyida
N 111 17 092

Pembimbing :
dr. I Njoman Widajandja, M. Kes
dr. Geraldy Galfany Hiariej

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2018

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Diare masih merupakan masalah kesehatan utama pada masyarakat
Indonesia dengan angka kesakitan adalah sekitar 200 – 400 kejadian per 1000
penduduk tiap tahun dan sebagian besar dari penderita ini berusia kurang dari 5
tahun.1
Penyakit diare merupakan masalah utama kesehatan masyarakat di negara
berkembang seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitasnya yang
masih tinggi. Menurut data World Health Organization (WHO) pada tahun 2013,
setiap tahunnya ada sekitar 1,7 miliar kasus diare dengan angka kematian 760.000
anak dibawah 5 tahun. Pada negara berkembang, anak-anak usia dibawah 3 tahun
rata-rata mengalami 3 episode diare pertahun.2
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2013) menunjukkan insidens diare
pada kelompok umur balita adalah paling tinggi yaitu 6,7%. Lima provinsi
dengan insiden diare tertinggi adalah Aceh (10,2%), Papua (9,6%), DKI Jakarta
(8,9%), Sulawesi Selatan (8,1%), dan Banten (8,0%). Karakteristik diare balita
tertinggi terjadi pada kelompok umur 12-23 bulan (7,6%).3
Diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi
defekasi lebih dari biasanya (> 3kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja
(menjadi cair) dengan/tanpa darah dan/atau lendir. Salah satu masalah
kesehatan yang sering terjadi pada masyarakat adalah diare atau sering disebut
juga gastroenteritis, terutama pada bayi dan anak di Indonesia. Diare adalah
penyakit gangguan pencernaan yang disebabkan oleh infeksi beberapa kuman.4
Mikroorganisme masuk lewat makanan yang biasanya disebabkan oleh
kebersihan dan kehigienisan yang tidak terjaga. Menurut Nelsondiare menjadi
masalah serius diberbagai tempat diseluruh dunia dan sering bertumpangtindih
dengan malnutrisi. Diare menjadi salah satu penyebab utama morbiditas dan

2
mortalitas anak-anak diberbagai Negara berkembang. Diperkirakan lebih dari 1
milyar kasus diare di dunia dengan 4-5 juta kasus kematian. Dampak yang
ditimbulkan oleh diare adalah dehidrasi, hipokalemi, hipokalsem, hiponatremi,
syok hipovolemik, asidosis bahkan kematian.Terjadinya kehilangan cairan
tubuh atau dehidrasi dalam jumlah besar dapat mengganggu proses
metabolisme. Dehidrasi merupakan masalah gawat dalam diare, pemberian
cairan paling penting bila terjadi kasus dehidrasi, keterlambatan dalam
pemberian pertolongan dapat mengakibatkan 50 – 60 % klien meninggal.3
Kondisi lingkungan yang buruk adalah salah satu faktor meningkatnya
kejadian diare karena status kesehatan suatu lingkungan yang mencakup
perumahan, pembuangan kotoran, dan penyediaan air bersih.Hal ini dapat
menyebabkan masalah kesehatan lingkungan yang besar karena dapat
menyebabkan mewabahnya penyakit diare dan mempengaruhi kondisi
kesehatan masyarakat. 5
Menurut data Puskesmas Bulili angka kejadian diare pada tahun 2016
sebanyak 643 penderita atau sebesar 92,0% dari perkiraan 699 kasus yang
kesemuanya mendapatkan penanganan dan pengobatan. Penyakit Diare
merupakan salah satu penyakit yang berpotensi untuk terjadinya kejadiaan luar
biasa (KLB) dan kasus ini menduduki urutan ke-9 dari 10 pola penyakit
terbesar di Puskesmas Bulili.6

1.2. Tujuan
Adapun tujuan penyusunan laporan refleksi kasus ini meliputi :
1. Sebagai syarat penyelesaian tugas akhir di bagian Ilmu Kesehatan
Masyarakat.
2. Sebagai gambaran penyebaran penyakit diare dan beberapa resiko
penyebarannya di wilayah kerja Puskesmas Bulili.

3
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Menentukan Prioritas Masalah Menggunakan Rumus Hanlon Kuantitatif
Tabel 2.1 Prioritas Masalah di Puskesmas Bulili Tahun 2016

N Masalah Besar Kegawatdar Kemungkina Nilai


o Kesehatan masalah uratan n diatasi

1 ISPA 4 2 4 10
2 Penyakit dan 3 2 2 7
kelainan saraf
lainnya
3 Gastritis 3 2 2 7
4 Hipertensi 4 4 1 9
5 Diare 4 4 2 10
Dilihat dari tabel diatas masalah yang menjadi prioritas pada puskesmas Bulili
adalah ISPA, hipertensi, dan diare.
a. KRITERIA A : Besar masalah, dapat dilihat dari besarnya insidensi atau
prevalensi. Skor 1-10

Masalah kesehatan Besar masalah Nilai


1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
X (ISPA) V 8
Y (HIPERTENSI) V 7
Z (DIARE) V 6

b. KRITERIA B : Kegawatan Masalah (SKOR 1-5)

Masalah Keganasan Tingkat Biaya yang Nilai


kesehatan urgency dikeluarkan
X (ISPA) 2 2 4 8
Y 3 4 4 11
(HIPERTENSI)
Z (DIARE) 3 4 4 11

4
c. KRITERIA C : Kemudahan dalam Penanggulangan

Sangat sulit Y Z X sangat mudah

1 2 3 4 5

d. KRITERIA D : PEARL factor

Masalah P E A R L Hasil
kesehatan perkalian
X 1 1 1 1 1 1
Y 1 1 1 1 1 1
Z 1 1 1 1 1 1

e. PENETAPAN NILAI
 ISPA
NPD : (A+B) C = (8+8) 4= 16x4 = 64
NPT : (A+B) CxD = (8+8) 4x1 = 16x4 = 64

 Hipertensi
NPD : (A+B) C = (7+11) 2 = 18 x2 = 36
NPT : (A+B) CxD = (7+11 ) 2x1 = 18 x3 =36

 Diare
NPD : (A+B) C = (6+11) 3 = 17x3 = 51
NPT : (A+B) CxD = (6+11) 3x1 = 17x3 = 51

f. KESIMPULAN

Masalah kesehatan A B C NPD D NPT Prioritas


(PEARL)
ISPA 8 8 4 64 1 64 1
Hipertensi 7 10 2 36 1 36 3
Diare 6 10 3 51 1 51 2

5
Kesimpulan dari rumus ini yaitu ISPA, diare, dan hipertensi
merupakan prioritas masalah yang menempati tiga urutan teratas prioritas
masalah yang ada di Puskesmas Bulili.

2.2 Kasus
A. Identitas pasien
Nama Pasien : An. R
Umur : 1 tahun 11 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Jl. Karajalembah
Tanggal Pemeriksaan : 14 September 2018

B. Anamnesis
Keluhan utama:
BAB cair sebanyak 6 kali

Riwayat Penyakit Sekarang:


Pasien datang ke puskesmas dengan keluhan BAB cair dengan frekuensi
±6 kali sejak pagi sebelum ke puskesmas. BAB disertai lendir, berbau seperti
telur busuk, tidak berampas, berwarna sedikit kehijauan, dan tidak ada darah.
Muntah (-). Ibu pasien mengatakan bahwa tampak tidak ada tenaga, nafsu
makan menurun, dan ingin minum terus semenjak BAB cair. Pasien juga
mengalami demam sejak 1 hari sebelumnya. Sebelum mengalami BAB cair
pasien makan nasi dan ikan yang dihaluskan. BAK lancar.

Riwayat Penyakit Dahulu:


Pasien tidak pernah mengalami sakit yang sama sebelumnya.

6
Riwayat Penyakit Keluarga:
Di keluarga tidak ada yang mengalami penyakit yang sama dengan pasien.

Riwayat sosial-ekonomi:
Pasien berasal dari keluarga ekonomi menengah ke bawah.

Riwayat kehamilan dan persalinan :


Riwayat Antenatal : Ibu pasien rutin melakukan pemeriksaan ANC (1 kali
pada trimester pertama, 1 kali pada trimester kedua dan 2 kali pada trimester
ketiga). Riwayat sakit selama hamil (-) riwayat hipertensi selama hamil (-)

Riwayat Natal :
Pasien lahir normal dibantu oleh bidan. Berat badan lahir : 2600 gram, panjang
badan lahir 48 cm.

Kemampuan dan Kepandaian anak:


Tidak ada keterlambatan

Anamnesis Makanan:
 ASI : usia 0 – sekarang
 Susu formula : 1 tahun – sekarang
 MPASI : 1 tahun - sekarang

Riwayat Imunisasi :
Imunisasi lengkap

7
Riwayat Kebiasaan dan Lingkungan
Pasien tinggal di lingkungan yang jarang penduduk. Ayah pasien
bekerja sebagai petani di sekitar rumahnya dan ibu pasien seorang ibu rumah
tangga.
Rumah pasien berukuran 7x7meter, ditinggali oleh ayah, ibu, kedua
nenek, dan pasien sendiri, terdiri dari 2 kamar tidur, 1 ruang tamu, 1 ruang
dapur sekaligus tempat mencuci, 1 tempat mandi, 1 jamban yang sedang
rusak. Rumah permanen dimana seluruh bagian rumah berdinding bata,
beratap seng. Lantai rumah pada ruang tamu, ruang tengah, dan kamar berupa
semen yang ditutupi oleh karpet tipis, sedangkan dapur dan tempat mencuci
berlantai tanah. Rumah memiliki pencahayaan dan ventilasi yang baik.
Didepan rumah terdapat halaman yang cukup dan tidak terdapat rumah
tetangga. Tempat ini cukup bersih karena sering disapu. Di samping kanan
rumah berbatasan langsung dengan hutan dan kiri rumah terdapat sawah yang
luas.
Sumber makanan berasal dari bahan makanan yang dibeli di pasar.
Sebelum mengolah makanan, tangan dan bahan makanan di cuci terlebih
dahulu. Makanan dimasak menggunakan tungku api.
Air untuk minum, makanan, mandi, dan mencuci berasal dari sumber
yang sama, yaitu diambil dari rumah tetangga. Air cukup bersih untuk dipakai
mandi, mencuci, dan memasak air. Limbah air rumah mengalir ke belakang
rumah dengan sanitasi yang buruk karena tidak ada saluran untuk
mengalirkannnya.
Pasien buang air kecil di tempat mandi, sedangkan saat buang air besar
pasien harus jalan ke samping rumah dekat sawah dengan membawa air
secukupnya. Dan setelah BAB pasien tidak mencuci tangan menggunakan
sabun. Sebelum dan sesudah makan ibu pasien dan tangan pasien tidak dicuci
tangan dengan sabun.

8
Anamnesis makanan:
Pasien makan biasanya 3 kali sehari pagi, siang dan malam. Porsi sekali
makan pasien, yaitu setengah piring nasi berisi 1 sendok nasi, lauk yang
dikonsumsi berupa ikan, tahu atau tempe yang di goreng. Pasien jarang
memakan sayur.

C. Pemeriksaan Fisik
Kondisi Umum : Sakit sedang Berat Badan : 10 kg
Tingkat Kesadaran : Compos Mentis Tinggi Badan : 122 cm
Status Gizi : Gizi normal

Tanda Vital

Nadi : 112 kali/menit (kuat angkat, reguler)


Suhu : 37.80C
Pernapasan : 38 kali/menit
Kulit : Warna kuning langsat, turgor kembali 1 detik

Kepala : Normosefal, rambut berwarna hitam dan tipis,


konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterus, pupil
bulat isokor (diameter 2,5 mm). Tidak terdapat sekret
pada hidung, tidak terdapat pernapasan cuping hidung.
Tidak ada sekret pada telinga, bibir tidak sianosis.
Tenggorokan- : Tonsil dan faring tidak tampak kelainan.
Leher Tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening.

Thoraks
Paru : Inspeksi : permukaan dada simetris, penggunaan
otot-otot bantu pernapasan (-).
Palpasi : massa (-), nyeri tekan (-) taktil
fremitus kiri = kanan.
Perkusi : sonor pada kedua lapang paru

9
Auskultasi : bronkovesikuler +/+,
wheezing (-/-), ronkhi (-/-).
Jantung : Inspeksi : iktus kordis tampak
Palpasi : iktus kordis teraba pada ICS V linea
midclavicula sinistra
Perkusi : pekak
Auskultasi : bunyi jantung I dan II murni, reguler,
bising jantung (-).
Abdomen : Inspeksi : permukaan datar, seirama gerak napas
Auskultasi : peristaltik kesan meningkat
Perkusi : Tympani
Palpasi : massa (-), nyeri tekan (-), hepar dan
lien tidak teraba.
Turgor : Turgor kembali cepat
Ekstremitas
Atas : Akral hangat, edema (-)
Bawah : Akral hangat, edema (-)

Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis Kerja
Diare akut dengan dehidrasi ringan sedang

Diagnosis Banding
Diare akut et causa rotavirus

Anjuran Pemeriksaan
1) Pemeriksaan feses

Terapi
 Medikamentosa :

10
- Oralit diberi 100-200 ml setiap kali BAB Cair
- Paracetamol syr 3 x 1 cth (jika perlu)
- Zink 20 mg 1x1 tab
- Nifudiar 2 x 1 cth
 Non medikamentosa :
- Menganjurkan pasien untuk istirahat yang cukup.
- Menganjurkan keluarga pasien untuk menggunakan air bersih. Tanda-
tanda air bersih adalah ‘3 Tidak ‘ yaitu tidak berwarna, tidak berbau,
dan tidak berasa.
- Menganjurkan keluarga untuk memasak air sampai mendidih sebelum
diminum untuk mematikan sebagian besar kuman penyakit.
- Mengajarkan keluarga dan pasien cara mencuci tangan yang benar dan
waktu yang tepat untuk mencuci tangan menggunakan sabun.
- Menganjurkan ibu pasien untuk memberikan ASI pada anak sampai
berusia dua tahun.
- Menganjurkan keluarga dan pasien untuk menjaga higienitas makanan
dan minuman yang dikonsumsi pasien.
- Menganjurkan pasien saat BAB sebaiknya di jamban yang bersih.
- Mengajarkan keluarga untuk membuang tinja bayi dan anak dengan
benar.

11
BAB III

PEMBAHASAN

Pada kasus ini, pasien adalah anak usia 1 tahun 11 bulan dengan keluhan
utamanya adalah BAB cair dengan frekuensi ±6x/hari, dengan konsistensi cair serta
lendir, berwarna sedikit kehijauan, bau seperti telur busuk, dan tidak ada darah yang
berlangsung sejak pagi hari sebelum ke puskesmas.
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan adanya tanda-
tanda dehidrasi ringan sedang pada pasien ini dengan sering haus, keadaan umum
pasien sedang, denyut nadi 112 x/menit, kuat angkat, isi cukup, pernapasan 38
kali/menit, suhu tubuh meningkat yaitu 37,8ºC. Dari pemeriksaan abdomen juga
didapatkan peristaltik usus meningkat.

Kriteria 1 2 3
Keadaan umum Baik Lemas Gelisah, lemas
Mata Biasa Cekung Sangat cekung
Mulut Biasa Kering Sangat kering
Pernapasan < 30 x/menit 30-40 x/menit > 40 x/menit
Turgor Baik Kurang Jelek
Nadi < 120 x/menit 120-140 x/menit > 140 x/menit
Total Skor : 9
Interpretasi :
6 : Tidak dehidrasi
7-12 : Dehidrasi ringan-sedang
≥ 13 : Dehidrasi berat

12
Berdasarkan skor dehidrasi modifikasi UNHAS terdapat skor dengan total 9
yaitu dehidrasi ringan-sedang. Pada kasus tidak dilakukan pemeriksaan penunjang
dikarenakan tidak tersedia di Puskesmas Bulili. Berdasarkan dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik mengarahkan bahwa diare ini bersifat akut. Hal ini didukung oleh
adanya keluhan yang khas yaitu nyeri abdomen, demam, dan tinja yang cair disertai
adanya lendir yang berlangsung kurang dari 1 minggu.

Gejala Rotavirus Salmonella ETEC EIEC Shigella Vibrio


disentri cholera
Mual & Permulaan + - - + Jarang
muntah
Demam + + - + + -
Sakit Tenesmus Kolik (+) Kadang- Tenesmus Tenesmus Kolik
kadang kolik kolik,
pusing
Volume Sedang Menurun Banyak Menurun Menurun Sangat
banyak
Frekuensi >10x Sering Sering Sering Sering Terus
sekali menerus
Konsistensi Berair Berair Berair Kental Kental Lendir
Mukus Jarang + + + Sering Flacks
Darah - Kadang- - + Sering -
kadang
Bau - Telur busuk Tinja Tidak Tidak Anyir
spesifik berbau
Warna Hijau Hijau Tidak Hijau Hijau Putih
kuning berwarna darah darah keruh
Leukosit +/- + - + + +

13
Adapun penyebab dari diare yang diderita oleh pasien dalam kasus ini adalah
bakteri salmonella dimana didapatkan tanda-tanda seperti adanya BAB cair sebanyak
6 kali berwarna kehijauan, berlendir (+), darah (-), bau seperti telur busuk dan disertai
demam (+) 1 hari sebelum ke Puskesmas. Pemberian makanan harus diteruskan
selama diare dan ditingkatkan setelah sembuh. Meneruskan pemberian makanan akan
mempercepat kembalinya fungsi usus yang normal termasuk kemampun menerima
dan mengabsorbsi berbagai nutrien.

Cara penularan diare pada umumnya melalui fekal-oral yaitu melalui 4F


finger (jari-jari tangan), flies (lalat), fluid (cairan), field (lingkungan)}. Faktor resiko
yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen antara lain: tidak memberikan ASI
secara penuh untuk 4-6 bulan pertama kehidupan bayi, tidak memadainya penyediaan
air bersih, pencemaran air oleh tinja, kurangnya sarana kebersihan (MCK),
kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk, penyiapan dan penyimpanan makanan
yang tidak higienis dan cara penyapihan yang tidak baik.

Pada kasus ini, faktor yang paling berperan dalam penularan diare ialah faktor
perilaku dan lingkungan. Dari anamnesa diketahui bahwa pasien memiliki jamban
yang tidak dapat digunakan sehingga Pasien BAB di dekat sawah dengan
menggunakan air secukupnya dan setelah BAB pasien tidak mencuci tangan
menggunakan sabun. Sebelum dan sesudah makan ibu pasien dan pasien tidak
mencuci tangan menggunakan sabun.

Untuk itu, selain menatalaksanai pasien dengan terapi sesuai tatalaksana diare
tanpa dehidrasi, keluarga pasien juga diberi informasi mengenai cara penularan diare
melalui perilaku mereka yang salah selama ini serta cara mencegahnya muncul lagi
dikemudian hari.

Suatu penyakit dapat terjadi oleh karena ketidakseimbangan faktor-faktor


utama yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Paradigma hidup
sehat yang diperkenalkan oleh H.L. Blum mencakup 4 faktor yaitu faktor

14
genetik/biologis, faktor perilaku individu atau masyarakat, faktor lingkungan dan
faktor pelayanan kesehatan (jenis, cakupan dan kualitasnya). Berdasarkan kasus di
atas, jika dilihat dari segi konsep kesehatan masyarakat, maka ada beberapa yang
menjadi faktor risiko yang mempengaruhi derajat kesehatan Diare, yaitu:
1. Faktor genetik
Berdasarkan teori diare bukanlah penyakit keturunan.
2. Faktor Perilaku
 Pengetahuan tentang penularan penyakit diare
Pengetahuan tentang diare yang baik sangat penting untuk kita dalam
pengambilan keputusan dan tindakan. Jika tidak memiliki pengetahuan yang
baik maka kita juga tidak akan tahu cara untuk mencegah penularan
penyakit tersebut. Seperti pada pasien ini yang masih meimiliki
pengetahuan kurang tentan apa itu diare dan bagaimana penularannya,
sehingga pasien masih memiliki kebiasaan yang dapat meningkatkan resiko
terjadinya penyakit diare.
 Kebiasaan tidak mencuci tangan menggunakan sabun
Keefektifan mencuci tangan pada saat sebelum makan, sesudah
makan, sebelum mempersiapkan makanan, sesudah BAK dan BAB pada
pasien masih kurang, pasien tetap melakukan rutinitas cuci tangan, namun
pasien tidak menggunakan sabun. Hal ini dapat memudahkan penyebaran
penyakit. Budaya cuci tangan yang benar adalah kegiatan terpenting.
Kegiatan ini sangat penting baik bagi pasien, penyaji makanan, atau warung
serta orang-orang yang merawat dan mengasuh anak. Setiap tangan kontak
dengan feses, urin atau dubur harus dicuci dengan sabun dan kalau perlu
disikat, hal ini diperlukan untuk memutuskan rute transmisi penyakit
 Mengolah makanan dengan tidak higienis
Pengolahan makanan yang tidak higienis bisa menjadi salah satu
penyebab, misalnya makanan yang tercemar debu sampah, dihinggapi lalat

15
dan air yang kurang masak. Pengelolaan makanan sesuai WHO yakni 1)
jaga kebersihan, 2) pisahkan bahan makanan matang dan mentah, 3) masak
makanan hingga matang, 4) simpan makanan pada suhu aman, 5) gunakan
air bersih dan bahan makanan yang baik.
 Kebiasaan BAB di dekat sawah
Buang air besar merupakan salah satu perilaku yang harus
diperhatikan. Sebelum dan sesudah BAB seharusnya melakukan cuci tangan
dengan dengan sabun. Selain itu kebersihan jamban harus diperhatikan
untuk menuju jamban sehat. Namun pada pasien ini BAB dilakukan di
tengah hutan dengan air secukupnya dan tidak mencuci tangan dengan
sabun sebelum dan sesudah BAB. Hal ini dapat meningkatkan faktor risiko
terjadinya diare dimana penyebaran kuman yang dapat menyebabkan diare
melalui fekal-oral (penyebaran melalui makanan atau tangan yang terpapar
feses).
3. Faktor Lingkungan
 Sosio-ekonomi menengah
Pasien termasuk dalam keluarga dengan sosio-ekonomi yang
menengah ke atas. Walaupun dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari, pasien
terkadang tidak memikirkan kualitas makanan yang dipilih. Hal ini
kemungkinan disebabkan oleh budaya setempat yang hanya mencuci dengan
air tanpa memakai sabun, terkadang hanya terkena air dianggap sudah
bersih.
 Tidak terdapatnya jamban sehat sehingga pasien harus BAB di sebelah
rumah dengan air secukupnya dan tidak mencuci tangan dengan sabun
sebelum dan sesudah BAB.
4. Faktor Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan masyarakat terkait kinerja puskesmas untuk
menanggulangi Diare mulai dari pelayanan UKP berbasis pelayanan di polik

16
umum, melakukan pengukuran TB, BB, menilai status gizi serta penyuluhan
terkait diagnosa penyakit pasien, melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
diagnosa, apotik sebagai penyedia obat yang sesuai dengan diagnosa, juga
pelayanan UGD jika ditemukan kondisi buruk terkait komplikasi diare seperti
dehidrasi dan lain sebagainya, perlunya juga ditingkatan mengenai pelayanan
kesehatan lingkungan yang sangat berperan penting dalam mengendalikan
masalah diare di lingkungan kerja Puskesmas Bulili.
Pada pelayanan kesehatan yakni Puskesmas Bulili, terdapat 1 tim pemegang
program dan beberapa kader yang mengurusi masalah PM khususnya penyakit
diare.
Kuman penyebab penyakit diare, keluar dari tubuh penderita bersama tinja
atau muntahan dan menular dengan perantaraan makanan dan minuman yang
telah terkontaminasi oleh bibit penyakitnya. Pengotoran (kontaminasi) ini dapat
terjadi karena:
 Makanan / minuman dimasak kurang matang atau sengaja dimakan mentah
misalnya sayur
 Makanan / alat-alat makan dihinggapi lalat yang memindahkan bibit
penyakitnya (vektor)
 Tidak mencuci tangan dengan sabun sebelum makan.
Pada pasien ini tempat memasak cukup lumayan higienis. Namun
penyimpanan alat-alat makan kurang baik, karena ada beberapa alat makan yang
disimpan di bawah lantai. Penyimpanan makanan kurang baik, karena sisa makanan
tidak ditutup dengan penutup makanan sehingga dihinggapi lalat.
Pada Kasus ini, penggunaan yang masih disatukan dengan tempat lain seperti
tempat mencuci peralatan makan dan penyimpanan air yang digunakan untuk masak.
Dan sarana pembuangan limbah yang tergenang dan pengaliran kakus yang tidak
memiliki saluran yang diarahkan ke belakang rumah.

17
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik ddapat didiagnosis diare
akut dehidrasi ringan sedang dengan menggunakan skor dehidrasi modifikasi
UNHAS. Pada kasus ini, faktor yang paling berperan dalam penularan diare
ialah faktor perilaku dan lingkungan.
Kesimpulan dari laporan refleksi kasus ini adalah diare masih menempati
posisi ke 9 dari 10 Penyakit Terbanyak di Puskesmas Bulili. Diare merupakan
penyakit yang dapat dicegah dengan penerapan gaya hidup sehat,
mengaplikasikan perilaku hidup bersih dan sehat, serta menjaga kebersihan
rumah agar tetap sehat. Kejadian penyakit diare pada kasus ini di pengaruhi
faktor perilaku dan faktor lingkungan.

5.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut.
1. Promosi kesehatan (health promotion)
 Penyediaan makanan sehat dan cukup (kualitas maupun kuantitas)
 Perbaikan hygiene dan sanitasi lingkungan, misalnya penyediaan air
bersih, pembuangan sampah, pembuangan tinja dan limbah.
 Edukasi tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat, salah satunya
pentingnya mencuci tangan dengan sabun.
 Pendidikan kesehatan
Dalam hal ini perlu untuk memberikan promosi kesehatan tentang
makanan sehat dan cukup, bagaimana menjaga higinitas dan sanitasi

18
lingkungan serta penyuluhan kesehatan tentang diare di tingkat
masyarakat dan sekolah-sekolah di wilayah Puskesmas Bulili.
2. Perlindungan umum dan khusus terhadap penyakit-penyakit tertentu
(general and specific protection)
 Pembuangan tinja di tempat yang aman, terutama yang berasal dari
penderita diare, baik penderita bayi, anak ataupun dewasa;
 Cuci tangan setelah buang air besar, setelah membersihkan kotoran
bayi/anak, sebelum makan, menyuapi atau menyiapkan makanan;
 Menjaga agar air minum terbebas dari pencemaran, baik di rumah
maupun di sumbernya.
 Memastikan kebersihan tempat penyimpanan makanan sehingga tidak
dihinggapi serangga ataupun tercemari oleh debu.
3. Penegakkan diagnosa secara dini dan pengobatan yang cepat dan
tepat(early diagnosis and prompt treatment)
Jika ada didapatkan penderita diare segera dilakukan penegakkan diagnosa
dan pengobatan yang cepat dan tepat.
4. Pembatasan kecacatan (dissability limitation)
Pengobatan dan perawatan yang sempurna agar penderita sembuh dan tak
terjadi komplikasi, sehingga apabila telah ditegakkan diagnosa diare
diberikan pengobatan sesuai dengan gejala dan dianjurkan untuk ke faskes
terdekat untuk mendapatkan penanganan awal apabila didapatkan diare
dengan dehidrasi.
5. Pemulihan kesehatan (rehabilitation)
Pada tingkat ini, pasien diberikan konseling tentang jika munculnya gejala
baru atau bertambah parah agar segera dibawa ke puskesmas, misalnya
BAB cair lebih banyak, lebih sering, disertai darah, muntah, rasa haus
terus, dan tidak mau minum, dan sebagainya.

19
LAMPIRAN

20
21
DAFTAR PUSTAKA

1. Putri, M. Perbedaan Lama Diare Pada Penderita Diare Akut yang Diterapi
dengan Zink dan Probiotik Dibanding Probiotik di RSUD Dr. Moewardi
Surakarta. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNS/ RSUD Dr. Moewardi. Jurnal
Kedokteran Indonesia. Vol.1/No.1. Surakarta. 2009.
2. Christy, M.Y. 2014. Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Dehidrasi Diare
pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kalijudan. Jurnal Berkala
Epidemiologi, Vol.2, No.3, 297-308. [Cited : 31 Juli 2017]. Diakses pada :
<http://e-journal.unair.ac.id/index.php/JBE/article/download/1232/1005>.
3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013. Riset Kesehatan Dasar.
Kementerian Kesehatan RI : Jakarta.
4. Ahmad, Y. Citra, W, M, S,. Sheizi, P, S,.Upaya Ibu Memiliki Balita Dalam
Pencegahan Dan Penanggulangan Diare DI Daerah Kerja Puskesmas Cililin Desa
Cililin Kabupaten Bandung Barat. Vol. 10, No. XVIII. 2008
5. S. Fiesta O., Dharma S & Marsaulina, I. 2012. Hubungan Kondisi Lingkungan
Perumahan Dengan Kejadian Diare Di Desa Sialang Buah Kecamatan Teluk
Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2012. [Cited 3 Agustus 2017].
Diakses dari <http//jurnal.usu.ac.id/index.php/lkk/article/download/3282/1609>
6. Puskesmas Bulili, 2016, Buku Profil Kesehatan Pemerintah UPT Puskesmas
Bulili. Tahun 2016
7. Depkes, R. I., 2010. Buku Pedoman Pelaksanaan Program P2 Diare. Jakarta :
Ditjen PPM dan PL.
8. Depkes, R.I., 2011. Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare. Jakarta : Ditjen
PPM dan PL.
9. Depkes, R.I., 2014. Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare. Jakarta : Ditjen
PPM dan PL.

22

Anda mungkin juga menyukai