Anda di halaman 1dari 29

BAB III B

Disusun Oleh :

KELOMPOK III

Kasmawati L 216190063
Gustiani 216190
Muhammad Fadriansyah 216190
Agung Sabarlian 216190

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PAREPARE

2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah swt. atas segala berkat serta anugerahnya
sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dengan baik dan
dalam bentuk yang sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai
salah satu acuan petunjuk maupun pedoman bagi pembaca. Semoga makalah ini
dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca, walaupun saya
akui masih banyak terdapat kekurangan dalam penyajian makalah ini.

Akhir kata saya sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini. Saya sangat mengharapkan kritik
dan saran yang membangun untuk pembuatan makalah berikutnya, terima kasih.

Parepare, 10 Juli 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang ............................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ......................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan ........................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi Jalan Raya........................................................................ 3


B. Klasifikasi Jalan Raya ................................................................... 3
C. Jenis-jenis Kerusakan pada Jalan .................................................. 9
D. Identifikasi Kerusakan pada Jalan ................................................. 20
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................... 25
B. Saran ............................................................................................. 25

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan bertujuan untuk


mendukung distribusi lalu lintas barang maupun manusia dan membentuk struktur
ruang wilayah (Renstra Kementerian PU 2010-2014,2010), sehingga
pembangunan infrastruktur memiliki 2 (dua) sisi yaitu : tujuan pembangunan dan
dampak pembangunan. Setiap kegiatan pembangunan yang dilaksanakan pasti
menimbulkan dampak terhadap lingkungan baik dampak positif maupun dampak
negatif, yang perlu diperhatikan adalah bagaimana melaksanakan pembangunan
untuk mendapatkan hasil dan manfaat yang maksimum dengan dampak negatif
terhadap lingkungan yang minimum.
Para pemangku kepentingan (stakeholder) yang terlibat dalam kegiatan
pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan, yang terdiri dari pemerintah
sebagai pemilik (owner) sekaligus pembuat kebijakan (policy maker),
pengusaha/kontraktor sebagai penyedia jasa dan lembaga swadaya masyarakat
(LSM) yang peduli terhadap infrastruktur jalan dan jembatan, haruslah bersama-
sama melaksanakan dan mengawasi kegiatan pembangunan sehingga infrastruktur
jalan dan jembatan yang dibangun tersebut dapat berjalan sesuai fungsinya.
Secara umum kegiatan pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan
dimulai dari perencanaan, pelaksanaan dan operasi serta pemeliharaan. Setiap
tahapan harus memperhatikan dampaknya terhadap lingkungan, dalam tahap
perencanaan pembangunan jalan dan jembatan supaya rute (trase) jalan dan
jembatan tidak melalui daerah konservasi serta dalam pelaksanaan dan
pengoperasian serta pemeliharaannya haruslah seminimal mungkin gangguannya
terhadap lingkungan, baik flora dan fauna maupun masyarakat sekitarnya.

B. Rumusan Masalah

1
Bagaimanakah kondisi infrastruktur jalan raya yang berlokasi di Desa
Kariangho.

C. Tujuan Masalah

Tujuan penulisan makalah ini adalah bagaimana kita dapat memahami


materi dan mengetahui kondisi infrastruktur jalan yang berlokasi di Desa
Kariango

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Jalan Raya

Jalan raya ialah jalur-jalur diatas permukaan bumi yang sengaja dibuat
oleh manusia dengan ukuran,konstruksi dan bentuk tertentu sehingga dapat
dipakai sebagai jalur lalulintas orang, hewan dan kendaraan.

B. Klasifikasi Jalan Raya

Klasifikasi jalan atau hirarki jalan adalah pengelompokan jalan


berdasarkan fungsi jalan, berdasarkan administrasi pemerintahan dan berdasarkan
muatan sumbu yang menyangkut dimensi dan berat kendaraan. Penentuan
klasifikasi jalan terkait dengan besarnya volume lalu lintas yang menggunakan
jalan tersebut, besarnya kapasitas jalan, keekonomian dari jalan tersebut serta
pembiayaan pembangunan dan perawatan jalan.

Jalan umum menurut fungsinya di Indonesia dikelompokkan ke dalam


jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal, dan jalan lingkungan. Klasifikasi
fungsional seperti ini diangkat dari klasifikasi di Amerika Serikat dan Canada. Di
atas arteri masih ada Freeway dan Highway.

Klasifikasi jalan fungsional di Indonesia berdasarkan peraturan perundangan yang


berlaku adalah:

1. Jalan arteri, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan


utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan
jumlah jalan masuk (akses) dibatasi secara berdaya guna.
2. Jalan kolektor, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan
rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi.

3
3. Jalan lokal, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah,
dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
4. Jalan lingkungan, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani
angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan
rata-rata rendah.

Pengelompokan jalan dimaksudkan untuk mewujudkan kepastian hukum


penyelenggaraan jalan sesuai dengan kewenangan Pemerintah dan pemerintah
daerah. Jalan umum menurut statusnya dikelompokkan ke dalam jalan nasional,
jalan provinsi, jalan kabupaten, jalan kota, dan jalan desa.

1. Jalan nasional, merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem
jaringan jalan primer yang menghubungkan antaribukota provinsi, dan
jalan strategis nasional,serta jalatol.
2. Jalan provinsi, merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan
primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota
kabupaten/kota, atau antaribukota kabupaten/kota, dan jalan strategis
provinsi.
3. Jalan kabupaten, merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer
yang tidak termasuk jalan yang menghubungkan ibukota kabupaten
dengan ibukota kecamatan, antaribukota kecamatan, ibukota kabupaten
dengan pusat kegiatan lokal, antarpusat kegiatan lokal, serta jalan umum
dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam wilayah kabupaten, dan jalan
strategis kabupaten.
4. Jalan kota, adalah jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang
menghubungkan antarpusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat
pelayanan dengan persil, menghubungkan antarpersil, serta
menghubungkan antarpusat permukiman yang berada di dalam kota.
5. Jalan desa, merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan
dan/atau antarpermukiman di dalam desa, serta jalan lingkungan.

4
Klasifikasi berdasarkan muatan sumbu Distribusi beban muatan sumbu ke badan
jalan

Untuk keperluan pengaturan penggunaan dan pemenuhan kebutuhan


angkutan, jalan dibagi dalam beberapa kelas yang didasarkan pada kebutuhan
transportasi, pemilihan moda secara tepat dengan mempertimbangkan keunggulan
karakteristik masing-masing moda, perkembangan teknologi kendaraan bermotor,
muatan sumbu terberat kendaraan bermotor serta konstruksi jalan.
Pengelompokkan jalan menurut muatan sumbu yang disebut juga kelas jalan,
terdiri dari:

1. Jalan Kelas I, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor
termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter,
ukuran panjang tidak melebihi 18.000 milimeter, dan muatan sumbu
terberat yang diizinkan lebih besar dari 10 ton, yang saat ini masih belum
digunakan di Indonesia, namun sudah mulai dikembangkan diberbagai
negara maju seperti di Prancis telah mencapai muatan sumbu terberat
sebesar 13 ton.
2. Jalan Kelas II, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor
termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter,
ukuran panjang tidak melebihi 18.000 milimeter, dan muatan sumbu
terberat yang diizinkan 10 ton, jalan kelas ini merupakan jalan yang sesuai
untuk angkutan peti kemas.
3. Jalan Kelas III A, yaitu jalan arteri atau kolektor yang dapat dilalui
kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi
2.500 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 milimeter, dan
muatan sumbu terberat yang diizinkan 8 ton.
4. Jalan Kelas III B, yaitu jalan kolektor yang dapat dilalui kendaraan
bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500

5
milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 12.000 milimeter, dan muatan
sumbu terberat yang diizinkan 8 ton.
5. Jalan Kelas III C, yaitu jalan lokal dan jalan lingkungan yang dapat dilalui
kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi
2.100 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 9.000 milimeter, dan
muatan sumbu terberat yang diizinkan 8 ton.

C.Jenis-jenis Kerusakan pada Jalan


Menurut Manual Pemeliharaan Jalan No : 03/MN/B/1983 yang
dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga, kerusakan jalan dapat
dibedakan atas :

1. Retak (cracking)
Retak adalah suatu gejala kerusakan/ pecahnya permukaan
perkerasan sehingga akan menyebabkan air pada permukaan perkerasan
masuk ke lapisan dibawahnya dan hal ini merupakan salah satu faktor
yang akan membuat luas/ parah suatu kerusakan (Departemen Pekerjaan
Umum, 2007).
Di dalam pendekatan mekanika retak diasumsikan ada bagian yang
lemah pada setiap material. Ketika pembebanan terjadi, ada konsentrasi
tegangan yang lebih tinggi di sekitar bagian tersebut, sehingga material
tersebut tidak lagi memiliki distribusi tegangan yang seragam dan
terjadilah kerusakan/ retak pada bagian tersebut dan berkembang ke bagian
yang lainnya. Mekanika retak juga menggambarkan perkembangan retak
tergantung pada sifat material tersebut (Roque, 2010).
a. Retak kulit buaya (alligator cracks)

6
Gambar 1.2 Retak Kulit Buaya (alligator cracks)
Sumber : (http://blogserbaneka.blogspot.co.id/2016/07/ciri-ciri-
jalan-aspal-beton-tanah-yang.html)
Pengertian :
Lebar celah lebih besar atau sarna dengan 3 mm. Saling merangkai
membentuk serangkaian kotak-kotak kecil yang menyerupai kulit buaya.
Retak ini disebabkan oleh bahan perkerasan yang kurang baik, pelapukan
permukaan, tanah dasar atau bagian perkerasan di bawah lapis permukaan
kurang stabil, atau bahan lapis pondasi dalam keadaan jenuh air (air tanah
baik). Umumnya daerah dimana terjadi retak kulit buaya tidak luas. Jika
daerah dimana terjadi retak kulit buaya luas, mungkin hal ini disebabkan
oleh repetisi beban lalulintas yang melampaui beban yang dapat dipikul
oleh lapis an permukaan tersebut.

b. Retak pinggir (edge cracks)

Gambar 1.3 Retak Pinggir (edge cracks)


Sumber : (Axa, Moh, 2016)
Pengertian :
Retak memanjang jalan dengan atau tanpa cabang yang mengarah ke
bahu jalandan terletak dekat bahu. Retak ini disebabkan oleh tidak baiknya
sokongan dari arah samping, drainase kurang baik, terjadinya penyusutan
tanah, atau terjadinya settlement di bawah daerah tersebut. Akar tanaman

7
yang tumbuh di tepi perkerasan dapat pula menjadi sebab terjadinya retak
pinggir ini. Di lokasi retak, air dapat meresap yang dapat semakin merusak
lapis permukaan.
Kemungkinan penyebab:
1. Bahan dibawah retak pinggir kurang baik atau perubahan volume
akibat jenis ekspansif clay pada tanah dasar .
2. Sokongan bahu samping kurang baik.
3. Drainase kurang baik.
4. Akar tanaman yang tumbuh di tepi perkerasan dapat pula menjadi
sebab terjadinya retak tepi.
Akibat lanjutan:
1. Kerusakan menyeluruh atau setempat pada perkerasan jalan
sehingga mengganggu kenyamanan berkendaraan.
2. Retak akan berkembang menjadi besar yang diikuti oleh pelepasan
butir pada tepi retak.

c. Retak sambungan bahu dan perkerasan (edge joint cracks)

Gambar 1.4 Retak Sambungan Bahu dan Perkerasan (edge joint


cracks)
Sumber : (Asphalt Institute, 2017,
http://www.asphaltinstitute.org/asphalt-pavement-distress-summary/)
Pengertian :
Retak memanjang yang umumnya terjadi pada sambungan bahu
dengan perkerasan. Retak dapat disebabkan dengan kondisi drainase

8
di bawah bahu jalan lebih buruk dari pada di bawah perkerasan,
terjadinya settlement di bahu jalan, penyusutan material bahu atau
perkerasanjalan, atau akibat lintasan trucklkendaraan berat di bahu
jalan.
d. Retak sambungan jalan (lane joint cracks)

Gambar 1.5 Retak Sambungan Jalan (lane joint cracks)


Sumber : (Internet, 2017)
Pengertian :
Sesuai dengan namanya retak ini terjadi pada sambungan dua jalur
lalu lintas dan berbentuk retak memanjang (longitudinal cracks). Retak ini
dapat terdiri atas beberapa celah yang saling sejajar.
Kemungkinan penyebab : Ikatan sambungan kedua jalur yang
kurang baik.
Akibat lanjutan:
- Kerusakan menyeluruh atau setempat pada perkerasan jalan dan akan
mengganggu kenyamanan berkendaraan.
- Lepasnya butir pada tepi retak dan bertambah lebar.

9
e. Retak sambungan pelebaran jalan (widening cracks)

Gambar 1.6 Retak Sambungan Pelebaran Jalan (widening cracks)


Sumber : (Sajjad, Ahmed, 2005, https://sajjadzaidi.com/2005/oct/)

Pengertian :
Bentuk retak ini adalah retak memanjang (longitudinal cracks) yang
akan terjadi pada sambungan antara perkerasan lama dengan perkerasan
pelebaran. Retak ini dapat terdiri atas beberapa celah yang saling sejajar
dan akan meresapkan air pada lapisan perkerasan.
Kemungkinan penyebab:
- Ikatan sambungan yang kurang baik.
- Perbedaan kekuatan/ daya dukung perkerasan pada jalan pelebaran
dengan jalan lama.
Akibat lanjutan:
- Ikatan sambungan kedua jalur yang kurang baik.
- Kerusakan menyeluruh atau setempat pada perkerasan jalan dan
akan mengganggu kenyamanan berkendaraan.
- Lepasnya butir pada tepi retak dan bertambah lebar.

10
f. Retak refleksi (reflection cracks)

Gambar 1.7 Retak Refleksi (reflection cracks)


Sumber : (Internet, 2017)
Pengertian :
Kerusakan ini terjadi pada lapisan tambahan (overlay), dapat
berbentuk memanjang (longitudinal cracks), diagonal (diagonal cracks),
melintang (transverse cracks), ataupun kotak (blocks cracks) yang
menggambarkan pola retakan perkerasan dibawahnya. Retak ini dapat
terjadi bila retak pada perkerasan lama tidak diperbaiki secara benar
sebelum pekerjaan pelapisan ulang (overlay) dilakukan.
Kemungkinan penyebab:
- Pergerakan vertikal/ horizontal di bawah lapis tambahan (lapisan
overlay)sebagai akibat perubahan kadar air pada tanah dasar yang
ekspansif.
- Perbedaan penurunan ( settlement ) dari timbunan/ pemotongan
badan jalandengan struktur perkerasan.
Akibat lanjutan:
- Kerusakan menyeluruh atau setempat pada perkerasan jalan dan
akan mengganggu kenyamanan berkendaraan.
Lepasnya butir pada tepi retak sehingga kerusakan akan bertambah parah.

11
g. Retak susut (shrinkage cracks)

Gambar 1.8 Retak Susut (shrinkage scracks)


Sumber : (Internet, 2017)
Pengertian :
Retak yang terjadi tersebut saling bersambungan membentuk kotak
besar dengan sudut tajam atau dapat dikatakan suatu interconnected cracks
yang membentuk suatu seri blocks cracks. Umumnya penyebaran retak ini
menyeluruh pada perkerasan jalan.
Kemungkinan penyebab:
- Perubahan volume perkerasan yang mengandung terlalu banyak
aspal dengan penetrasi rendah.
- Perubahan volume pada lapisan pondasi dan tanah dasar.
Akibat lanjutan:
- Retak ini akan menyebabkan meresapnya air pada badan jalan
sehingga akan menimbulkan kerusakan setempat atau menyeluruh
pada perkerasan jalan danmengganggu kenyamanan berkendaraan.
- Lepasnya butir pada tepi retak sehingga timbul lubang ( potholes ).

12
h. Retak selip (slippage cracks)

Gambar 1.9 Retak Selip (slippage cracks)


Sumber : (Internet, 2017)
Pengertian :
Kerusakan ini sering disebut dengan parabolic cracks, shear cracks,
atau crescent shaped cracks. Bentuk retak lengkung menyerupai bulan
sabit atau berbentuk seperti jejak mobil disertai dengan beberapa retak.
Kadang-kadang terjadi bersama denganterbentuknya sungkur ( shoving ).
Kemungkinan penyebab:
- Ikatan antar lapisan aspal dengan lapisan bawahnya tidak bail yang
disebabkan kurangnya aspal/ permukaan berdebu
- Pengunaan agregat halus terlalu banyak.
- Lapis permukaan kurang padat/ kurang tebal
- Penghamparan pada temperature aspal rendah atau tertarik roda
penggerak olehmesin penghampar aspal/ mesin lainnya.
Akibat lanjutan:
- Kerusakan setempat atau menyeluruh pada perkerasan jalan dan
akanmengganggu kenyamanan berkendaraan.
Lepasnya butir pada tepi retak sehingga timbul lubang ( potholes).

13
2. Distorsi (distortion)
Jenis kerusakan lentur atau flexible berupa distorsi dapat terjadi alas
Iemahnya tanah dasar, pemadatan yang kurang pada lapis pondasi sehingga
terjadi tambahan pemadatan akibat beban lalu lintas. Untuk kerusakan jalan
yang satu ini dibagi atas beberapa jenis diantaranya:
a. Alur (ruts)

Gambar 1.10 Alur (ruts)


Sumber : (Internet, 2017)
Pengertian :
Terjadi pada lintasan roda sejajar dengan as jalan, dapat merupakan
tempat menggenangnya air hujan yang jatuh di alas permukaan jalan,
mengurangi tingkat kenyamanan dan akhirnya timbul retak-retak.
Disebabkan oleh lapis perkerasan yang kurang padat, dengan demikian
terjadi penambahan pcmadatan akibat repetisi beban lalu lintas pada
lintasan roda. Campuran aspal stabilitas rendah dapat pula menimbulkan
defonnasi plastis.
b. Keriting (corrugation)

14
Gambar 1.11 Keriting (corrugation)
Sumber : (Internet, 2017)
Pengertian :
Dapat terjadi karena rendahnya stabilitas campuran yang dapat
berasal dari terlalu tingginya kadar aspal, terlalu banyak menggunakan
agregat halus, agregat bulat dan licin, aspal yang dipakai mempunyai
penetrasi yang tinggi. Keriting juga dapat terjadi jika lalu lintas dibikin
sebelum perkerasan mantap.

c. Sungkur (shoving)

Gambar 1.12 Sungkur (shoving)


Sumber : (Internet, 2017)
Pengertian :
Deformasi plastis yang terjadi setempat di tempat kendaraan sering
berhenti, kelandaian curam, dan tikungan tajam. Kerusakan dapat terjadi
dengan atau tanpa retak. Penyebab kerusakan sama dengan keriting.

d. Amblas (grade depressions)

15
Gambar 1.13 Amblas (grade depressions)
Sumber : (Internet, 2017)
Pengertian :
Terjadi setempat/tertentu dengan atau tanpa retak, terdeteksi dengan
adanya air yang tergenang. Amblas adalah beban kendaraan yang melebihi
apa yang direncanakan, pelaksanaan yang kurang baik, atau penurunan
bagian perkerasan di karenakan tanah
dasar mengalami settlement.

e. Jembul (upheaval)
Pengertian :
Jenis kerusakan Jembul terjadi setempat dengan atau tanpa retak. Hal
ini terjadi akibat adanya pengembangan tanah dasar ekspansip.

3. Cacat permukaan (disintegration)


Jenis kerusakan yang satu ini mengarah pada kerusakan secara kimiawi
&mekanis dari lapisan permukaan, yang termasuk cacat permukaan adalah
sebagai berikut:
a. Lubang (potholes)

Gambar 1.14 Lubang (potholes)

16
Sumber : (Harian Tangerang, 2014, www.hariantangerang.com)
Pengertian :
Kerusakan jalan berbentuk lubang (potholes) memiliki ukuran yang
bervariasi dari kecil sampai besar. Lubang-lubang ini menampung dan
meresapkan air sampaike dalam lapis permukaan yang dapat menyebabkan
semakin parahnya kerusakan jalan.
Proses pembentukan lubang dapat terjadi akibat :
1. Campuran lapis permukaan yang buruk seperti :
a) Kadar aspal rendah, sehingga film aspal tipis dan mudah
lepas.
b) Agregat kotor sehingga ikatan antar aspal dan agregat
tidak baik.
c) Temperature campuran tidak memenuhi persyaratan.
2. Lapis permukaan tipis sehingga lapisan aspal dan agregat mudah
lepas akibat pengaruh cuaca.
3. System drainase jelek sehingga air banyak yang meresap dan
mengumpul dalam lapis perkerasan.
4. Retak-retak yang terjadi tidak segera ditangani sehingga air
meresap masuk dan mengakibatkan terjadinya lubang-lubang kecil.

b. Pelepasan butir (ravelling)

Gambar 1.16 Pelepasan Butir (ravelling)

17
Sumber : (Internet, 2017)

Dapat terjadi secara meluas dan mempunyai efek serta disebabkan


oleh halyang sama dengan lubang.

c. Pengelupasan lapisan permukaan (stripping)

Gambar 1.17 Pengelupasan Lapisan Permukaan (stripping)


Sumber : (Internet, 2017)
Disebabkan oleh kurangnya ikatan antar lapis permukaan dan lapis
bawahnya atau terlalu tipisnya lapis permukaan.

4. Pengausan (polished aggregate)

Gambar 1.18 Pengausan (polished aggregate)


Sumber : (Internet)

18
Pengausan terjadi karena agregat berasal dari material yang tidak tahan
aus terhadap roda kendaraan / agregat yang digunakan berbentuk bulat dan
licin.

5. Kegemukan (bleeding or flushing)

Gambar 1.19 Kegemukan (bleeding or flushing)


Sumber : (Internet, 2017)
Pada temperature tinggi, aspal menjadi lunak, dan akan terjadi jejak roda,
dapatdisebabkan pemakaian kadar aspal yang tinggi pada campuran aspal,
pemakaian terlalu banyak aspal pada pengerjaan prime coat / teak coat.

6. Penurunan pada bekas penanaman utilitas (utility cut depression)

Gambar 1.20 Penurunan pada bekas penanaman utilitas (utility cut


depression)
Sumber : (Internet, 2017)

19
Terjadi di sepanjang bekas penanaman utilitas. Hal ini terjadi karena pemadatan
yang tidak memenuhi syarat.

D.Identifikasi Kondisi Jalan Raya


 Lokasi Jalan : Kariango,Kabupaten Pinrang (Jalan Poros Pinrang-
Parepare)
 Tipe Jalan : Jalan provinsi, merupakan jalan kolektor dalam sistem
jaringan jalan primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan
ibukota kabupaten/kota, atau antaribukota kabupaten/kota, dan jalan
strategis provinsi.
 Kondisi Jalan :
Dari hasil survey dilapangan maka kami memperoleh data-data kerusakan
yang terjadi pada ruas Jalan Poros Parepare-Pinrang meliputi :

 Retak (cracking)
Retak adalah suatu gejala kerusakan/ pecahnya permukaan perkerasan
sehingga akan menyebabkan air pada permukaan perkerasan masuk ke
lapisan dibawahnya dan hal ini merupakan salah satu faktor yang akan
membuat luas/ parah suatu kerusakan (Departemen Pekerjaan Umum,
2007).Tipe-tipe retak yang terjadi meliputi :

1) Retak kulit buaya (alligator cracks)

Lebar celah lebih besar atau sarna dengan 3 mm. Saling merangkai
membentuk serangkaian kotak-kotak kecil yang menyerupai kulit buaya.
Retak ini disebabkan oleh bahan perkerasan yang kurang baik, pelapukan

20
permukaan, tanah dasar atau bagian perkerasan di bawah lapis permukaan
kurang stabil, atau bahan lapis pondasi dalam keadaan jenuh air (air tanah
baik). Umumnya daerah dimana terjadi retak kulit buaya tidak luas. Jika
daerah dimana terjadi retak kulit buaya luas, mungkin hal ini disebabkan
oleh repetisi beban lalulintas yang melampaui beban yang dapat dipikul
oleh lapisan permukaan tersebut.
2) Retak pinggir (edge cracks)

Retak memanjang jalan dengan atau tanpa cabang yang mengarah ke


bahu jalandan terletak dekat bahu. Retak ini disebabkan oleh tidak baiknya
sokongan dari arah samping, drainase kurang baik, terjadinya penyusutan
tanah, atau terjadinya settlement di bawah daerah tersebut. Akar tanaman
yang tumbuh di tepi perkerasan dapat pula menjadi sebab terjadinya retak
pinggir ini. Di lokasi retak, air dapat meresap yang dapat semakin merusak
lapis permukaan.Kerusakan menyeluruh atau setempat pada perkerasan
jalan sehingga mengganggu kenyamanan berkendaraan. Retak akan
berkembang menjadi besar yang diikuti oleh pelepasan butir pada tepi
retak.
3) Retak sambungan jalan (lane joint cracks)

21
Sesuai dengan namanya retak ini terjadi pada sambungan dua jalur
lalu lintas dan berbentuk retak memanjang (longitudinal cracks). Retak ini
dapat terdiri atas beberapa celah yang saling sejajar. Kemungkinan
penyebab : Ikatan sambungan kedua jalur yang kurang baik. Akibat
lanjutan:
- Kerusakan menyeluruh atau setempat pada perkerasan jalan dan akan
mengganggu kenyamanan berkendaraan.
- Lepasnya butir pada tepi retak dan bertambah lebar
4) Retak sambungan pelebaran jalan (widening cracks)

Bentuk retak ini adalah retak memanjang (longitudinal


cracks) yang akan terjadi pada sambungan antara perkerasan lama
dengan perkerasan pelebaran. Retak ini dapat terdiri atas beberapa
celah yang saling sejajar dan akan meresapkan air pada lapisan
perkerasan.Kemungkinan penyebab: Ikatan sambungan yang
kurang baik. Perbedaan kekuatan/ daya dukung perkerasan pada
jalan pelebaran dengan jalan lama. Akibat lanjutan:
- Ikatan sambungan kedua jalur yang kurang baik.
- Kerusakan menyeluruh atau setempat pada perkerasan jalan dan
akan mengganggu kenyamanan berkendaraan.
- Lepasnya butir pada tepi retak dan bertambah lebar.

22
 Distorsi (distortion)
Jenis kerusakan lentur atau flexible berupa distorsi dapat terjadi alas
Iemahnya tanah dasar, pemadatan yang kurang pada lapis pondasi sehingga
terjadi tambahan pemadatan akibat beban lalu lintas. Untuk kerusakan jalan
yang satu ini dibagi atas beberapa jenis diantaranya:
1) Alur (ruts)

Terjadi pada lintasan roda sejajar dengan as jalan, dapat merupakan


tempat menggenangnya air hujan yang jatuh di alas permukaan jalan,
mengurangi tingkat kenyamanan dan akhirnya timbul retak-retak.
Disebabkan oleh lapis perkerasan yang kurang padat, dengan demikian
terjadi penambahan pcmadatan akibat repetisi beban lalu lintas pada
lintasan roda. Campuran aspal stabilitas rendah dapat pula menimbulkan
defonnasi plastis.
2) Keriting (corrugation)

Dapat terjadi karena rendahnya stabilitas campuran yang dapat


berasal dari terlalu tingginya kadar aspal, terlalu banyak menggunakan
agregat halus, agregat bulat dan licin, aspal yang dipakai mempunyai

23
penetrasi yang tinggi. Keriting juga dapat terjadi jika lalu lintas dibikin
sebelum perkerasan mantap.
 Cacat permukaan (disintegration)
Jenis kerusakan yang satu ini mengarah pada kerusakan secara kimiawi
&mekanis dari lapisan permukaan, yang termasuk cacat permukaan adalah
sebagai berikut:
1) Lubang (potholes)

Kerusakan jalan berbentuk lubang (potholes) memiliki ukuran yang


bervariasi dari kecil sampai besar. Lubang-lubang ini menampung dan
meresapkan air sampaike dalam lapis permukaan yang dapat menyebabkan
semakin parahnya kerusakan jalan.
2) Pengelupasan lapisan permukaan (stripping)

Disebabkan oleh kurangnya ikatan antar lapis permukaan dan lapis bawahnya
atau terlalu tipisnya lapis permukaan.

24
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Secara umum kegiatan pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan


dimulai dari perencanaan, pelaksanaan dan operasi serta pemeliharaan. Setiap
tahapan harus memperhatikan dampaknya terhadap lingkungan, dalam tahap
perencanaan pembangunan jalan dan jembatan supaya rute (trase) jalan dan
jembatan tidak melalui daerah konservasi serta dalam pelaksanaan dan
pengoperasian serta pemeliharaannya haruslah seminimal mungkin gangguannya
terhadap lingkungan, baik flora dan fauna maupun masyarakat sekitarnya.

B. Saran

Para pemangku kepentingan (stakeholder) yang terlibat dalam kegiatan


pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan, yang terdiri dari pemerintah
sebagai pemilik (owner) sekaligus pembuat kebijakan (policy maker),
pengusaha/kontraktor sebagai penyedia jasa dan lembaga swadaya masyarakat
(LSM) yang peduli terhadap infrastruktur jalan dan jembatan, haruslah bersama-
sama melaksanakan dan mengawasi kegiatan pembangunan serta pemeliharaan
sehingga infrastruktur jalan dan jembatan yang dibangun tersebut dapat berjalan
sesuai fungsinya.

25
DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Jenderal Bina Marga. 1983. Manual Pemeliharaan Jalan.Jakarta: Bina


Marga

Wijaya,Eka. Pemeliharaan Kerusakan Jalan,(Online) dalam


(https://id.scribd.com/document/49528558/Pemeliharaan-Kerusakan-Jalan)
diakses tanggal 29 april 2017

Setyaningrum,Endarwati.2011. Jenis Kerusakan Pada Perkerasan


Lentur,(Online)dalam(https://ernimulyandari.wordpress.com/2011/05/12/ker
usakan-jalan/) diakses tanggal 29 april 2017

Wahyu,Jaka.2016. Kerusakan Perkerasan Jalan Raya, (Online) dalam


(http://wahyunugrahajaka.blogspot.co.id/2016/01/kerusakan-perkerasan-
jalan-raya.html) diakses tanggal 29april 2017

26

Anda mungkin juga menyukai