MAKALAH
disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam
Dosen Pembina
Drs. Endang Baihaqie, M.Hum
Disusun Oleh:
1
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat
waktu yang berjudul “Etika Seorang Farmasi Dalam Islam”.
Makalah ini di susun untuk memenuhi tugas Agama. Makalah ini berisikan
tentang informasi etika seorang farmasi dalam islam atau lebih khususnya dalam
pembuatan obat. Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna. Oleh
karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami
harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah
SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin
Bandung, 2015
Penyusun
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
BAB IV PENUTUP................................................................................................11
4.1 Kesimpulan................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................12
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
1.3 Tujuan
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tolak ukur era modern ini adalah sains dan teknologi. Sains dan teknologi
mengalami perkembangan yang begitu pesat bagi kehidupan manusia. Dalam setiap
waktu para ahli dan ilmuwan terus mengkaji dan meneliti sains dan teknologi sebagai
penemuan yang paling canggih dan modern. Keduanya sudah menjadi simbol
kemajuan pada abad ini. Oleh karena itu, apabila ada suatu bangsa atau negara yang
tidak mengikuti perkembangan sains dan teknologi, maka bangsa atau negara itu
dapat dikatakan negara yang tidak maju dan terbelakang.
Islam tidak pernah mengekang umatnya untuk maju dan modern. Justru
Islam sangat mendukung umatnya untuk melakukan research dan bereksperimen
dalam hal apapun, termasuk sains dan teknologi. Bagi Islam sains dan teknologi
adalah termasuk ayat-ayat Allah yang perlu digali dan dicari keberadaannya. Ayat-
ayat Allah yang tersebar di alam semesta ini, dianugerahkan kepada manusia sebagai
khalifah di muka bumi untuk diolah dan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.
6
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia Telah
menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha
pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar kepada
manusia apa yang tidak diketahuinya. (QS. Al-Isra: 1-5)”
Peradaban Islam pernah memiliki khazanah ilmu yang sangat luas dan
menghasilkan para ilmuwan yang begitu luar biasa. Ilmuwan-ilmuwan ini ternyata
jika kita baca, mempunyai keahlian dalam berbagai bidang. Sebut saja Ibnu Sina.
Dalam umurnya yang sangat muda, dia telah berhasil menguasai berbagai ilmu
kedokteran. Mognum opusnya al-Qanun fi al-Thib menjadi sumber rujukan utama di
berbagai Universitas Barat.
Selain Ibnu Sina, al-Ghazali juga bisa dibilang ilmuwan yang representatif
untuk kita sebut di sini. Dia teolog, filosof, dan sufi. Selain itu, dia juga terkenal
sebagai orang yang menganjurkan ijtihad kepada orang yang mampu melakukan itu.
Dia juga ahli fiqih. Al-Mushtasfa adalah bukti keahliannya dalam bidang ushul fiqih.
Tidak hanya itu, al-Ghazali juga ternyata mempunyai paradigma yang begitu modern.
Dia pernah mempunyai proyek untuk menggabungkan, tidak mendikotomi ilmu
agama dan ilmu umum. Baginya, kedua jenis ilmu tersebut sama-sama wajib
dipelajari oleh umat Islam.
7
their own individual requirements, for an adequate period time, and at the lowest
cost to them and their community.” Definisi WHO di atas jika diterjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia menjadi “Pasien menerima pengobatan yang sesuai dengan
kebutuhan klinis mereka, dalam dosis yang sesuai dengan kebutuhan individual,
untuk jangka waktu yang sesuai dan dalam biaya terapi yang terendah bagi pasien
maupun komunitas mereka.”
8
BAB III
PEMBAHASAN
9
kecil yang dapat mempengaruhi proses peracikan obat, agar peracikan obat dapat
dilakukan dengan tepat agar memperoleh suatu manfaat. Berdasarkan keterangan
tersebut, peresepan yang rasional dan tepat jika memenuhi persyaratan :
Tepat Pasien
Obat hanya diberikan berdasarkan ketepatan tenaga kesehatan dalam menilai
kondisi pasien dengan mempertimbangkan :
Adanya penyakit yang menyertai, misalnya pasien dengan kelainan ginjal atau
hati tidak boleh mendapatkan obat yang dapat mempengaruhi ginjal
(nefrotoksik) atau hati (hepatotoksik)
Kondisi khusus : hamil, menyusui, balita, lansia
Pasien dengan riwayat alergi
Pasien dengan riwayat psikologis.
Tepat Indikasi
Apabila ada indikasi yang benar untuk penggunaan obat tersebut sesuai
diagnosa dan telah terbukti manfaat terapinya. Prinsip Tepat Indikasi adalah tidak
semua pasien memerlukan intervensi obat. Misalnya obat penurun panas pada bayi,
seharusnya hanya diberikan jika bayi mengalami demam > 38,5 C. Jika bayi tidak
demam, tidak perlu diberikan obat.
Tepat Obat
Adalah ketepatan pemilihan obat dengan mempertimbangkan:
1. Ketepatan kelas terapi dan jenis obat sesuai dengan efek terapi yang
diperlukan.
2. Kemanfaatan dan keamanan obat sudah terbukti, baik resiko efek
sampingnya maupun adanya kontraindikasi.
3. Jenis obat paling mudah didapat.
4. Sedikit mungkin jumlah jenis obat yang dipakai
10
Pemilihan obat harus disesuaikan dengan efek klinik yang diharapkan.
Tepat Dosis
adalah ketepatan jumlah obat yang diberikan pada pasien, dimana dosis
berada dalam range dosis terapi yang direkomendasikan serta disesuaikan dengan
usia dan kondisi pasien. Misalnya pasien anak > 60 kg biasanya disarankan
menggunakan dosis dewasa. Usia lanjut atau pasien dengan kerusakan ginjal dan hati
biasanya memerlukan penyesuaian dosis.
adalah ketepatan pemilihan bentuk sediaan obat yang diberikan sesuai dengan
diagnosa, kondisi pasien dan sifat obat. Misalnya per oral (melalui mulut), per rektal
(melalui dubur), per vaginal (melalui vagina), parenteral (melalui suntikan, bisa
intravena, intramuskular, subkutan) atau topikal (dioleskan di kulit, seperti krim, gel,
salep). Jika obat masih bisa diberikan melalui oral, hindari pemberian melalui
parenteral. Jika terapi cukup secara lokal melalui obat-obat topikal, tidak perlu
diberikan melalui oral.
11
adalah ketepatan penentuan frekuensi atau interval pemberian obat sesuai
dengan sifat obat dan profil farmakokinetiknya, misalnya tiap 4 jam, 6 jam, 8 jam, 12
jam atau 24 jam. Jika obat dalam tubuh akan habis dalam waktu 8 jam, sebaiknya
obat diberikan 3 kali sehari.
adalah penetapan lama pemberian obat sesuai dengan diagnosa penyakit dan
kondisi pasien. Apakah obat cukup diminum hingga gejala hilang saja, atau obat perlu
diminum selama 3 hari, 5 hari, 3 bulan, dll.
adalah ketepatan menentukan saat terbaik pemberian obat sesuai dengan sifat
obat dan kondisi pasien. Apakah obat diberikan sebelum makan, sesudah makan, saat
makan, sebelum operasi atau sesudah operasi, dll.
3.1 Manfaat penerapan Rational Use of Medicine atau Penggunaan Obat yang
Rasional
1. Mencegah dampak penggunaan obat yang tidak tepat yang dapat
membahayakan pasien. Hal ini berhubungan dengan poin 1 hingga 4 dari 6 poin
RUM, yaitu tepat pasien, tepat indikasi, tepat obat, tepat cara pemberian, dosis dan
frekuensi.
2. Mempermudah dan membuka akses seluas-luasnya bagi masyarakat
untuk memperoleh obat dengan harga terjangkau. Sehingga semakin banyak
masyarakat yang dapat ikut ‘menikmati’ obat dengan adanya prinsip tepat biaya.
3. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi belanja obat di institusi-
institusi seperti RSUD, Puskesmas sebagai salah satu upaya cost effective medical
intervention. Dengan demikian semakin banyak pasien yang bisa diobati.
12
4. Meningkatkan kepercayaan masyarakat (pasien) terhadap mutu
pelayanan kesehatan.
13
bermerek atau obat originator / paten. Mari kembali galakkan penggunaan obat yang
rasional demi taraf hidup sehat yang lebih baik.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Agar peracikan obat dapat secara tepat diberikan maka diharuskan para
peracik obat mengetahui kondisi dan kebutuhan pasien. Suatu penyakit dan kondisi
fisik pasien juga mempengaruhi dalam peracikan obat sehingga diharapkan di dalam
melakukan peracikan obat para apoteker maupun asisten apoteker dapat
memperhatikan hal-hal kecil yang dapat mempengaruhi proses peracikan obat, agar
14
peracikan obat dapat dilakukan dengan tepat agar memperoleh suatu manfaat yang
salah satunya dan yang terpenting adalah kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
http://lapodding.com/2009/07/06/sain-dan-teknologi-dalam-pandangan-
islam/comment-page-1, diakses pada tanggal 17 Oktober 2012
15