Anda di halaman 1dari 31

BAB I

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Siti Aminah
Umur : 35 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Rt. 34 Kel. Teluk Nilau, Kec Pengabuan
Masuk RS : 29-9-2011

B. ANAMNESIS
Keluhan Utama: Tidak bisa melihat sejak ± 6 bln SMRS.

Riwayat Perjalanan Penyakit :


Os mengeluhkan tidak bisa melihat sejak ± 6 bulan SMRS. Hal ini terjadi
perlahan-lahan, diawali dengan pandangan kabur. Os juga mengeluhkan
telinga susah mendengar dan bicara kadang tidak nyambung.
± 2 tahun belakangan ini os sering merasakan sakit kepala, sakit dirasakan
semakin hari semakin hebat, tidak sembuh dengan mengkonsumsi obat
sakit kepala, dan os sering muntah-muntah tiba-tiba tanpa didahului suatu
penyebab. Demam (-), batuk (-), pilek (-). BAB normal, BAK Normal

Riwayat Penyakit Dahulu :


 Riwayat Darah Tinggi disangkal
 Riwayat Trauma kepala disangkal
 Riwayat mengalami sakit yang sama sebelumnya disangkal
 Riwayat Operasi sebelumnya : (-)

C. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalisata :
Keadaan Umum : Tampk sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah: 110/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36,50C

1
Kepala :Conjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-), pupil
midriasis (+), lensa Keruh, refleks cahaya (+/+),
Visus 1/~
Telinga : Sekret (-/-), serumen (-/-)
Hidung : Septum di tengah, sekret (-/-), clotting (-/-)
Mulut : Mukosa basah, bibir merah muda
Lidah : Tidak kotor
Tenggorok :Tonsil tidak hiperemis, faring tidak hiperemis,
dinding rata.
Leher : JVP 5-2 cm H2O, trakea medial, struma (-),
pembesaran KGB (-), Kaku kuduk (-)
- Thorax :
Cor : I : ictus cordis tidak tampak
P : ictus cordis teraba di ICS V linea midclavikula sinistra
P : Batas jantung normal
A : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)
Pulmo: I : simetris kanan-kiri
P : stem fremitus ka=ki
P : sonor di kedua lapang paru
A : vesikuler normal, rhonki (-/-), wheezing (-/-).
- Abdomen :
I : Datar, tidak ada lesi kulit.
A : Bising Usus ( + ) Normal.
P : Lunak, nyeri tekan (-), H/L tidak teraba.
P : Thympani
- Tulang Belakang : Tidak tampak skoliosis, kifosis, dan lordosis
- Anus : Lubang intak, tidak tampak massa yang keluar dari
anus
- Genitalia : Tidak diperiksa
- Kulit : Kuning langsat, turgor kulit baik, tidak ikterik,
tidak ada ulkus.

2
- Ektremitas : Akral hangat, kekuatan motorik 5 5 , edema - -
5 5 - -
- Status Neurologis
Kesadaran : GCS E4 M6 V5 = 15
Kepala :
Bentuk : Mesosefal, Nyeri tekan : (-), Simetri : (+)
Mata : Pupil anisokor kanan Ø 3mm ≠ kiri Ø 1 mm, reflek cahaya (-/-),
Leher :
Sikap : Lurus
Pergerakan: Bebas
Kaku kuduk : (-)
 Nervus Kranialis :
 N. I (olfactorius ) : tidak ada kelainan
 N.II (Opticus) kanan kiri
Tajam penglihatan : 0 0
Lapang pandang : 0 0
 N.III (Occulomotorius) kanan
kiri
Pupil : 3 mm 1 mm
Bentuk : bulat bulat
Reflek cahaya : - -
Diplopia : - -
Pergerakan bulbus : normal normal
Strabismus : - -
Nistagmus : - -
 N.IV (Trochlearis)
Pergerakan bulbus : normal normal

 N.V (Trigeminus)
Membuka mulut : (+)↓
Mengunyah : (+)↓
Menggigit : (+)↓

3
Reflek kornea : - -
Sensibilitas muka : (+)↓
 N.VI (Abdusens)
Pergerakan mata : kesegala arah
 N.VII (Facialis)
Mengerutkan dahi : + +
Menutup mata : + +
Memperlihatkan gigi : + +
Perasaan lidah : tidak dilakukan
 N.VIII (vestibulocochlearis) kanan kiri
Detik Arloji: ↓ +
Tes Rinne : positif
Tes Weber : lateralisasi ke kanan
Tes Scwabach : memendek
Keseimbangan saat berdiri/berjalan: cenderung jatuh ke arah kanan
 N.IX (Glossopharyngeus)
Perasaan lidah belakang : tidak dilakukan
Sensibilitas faring : reflek batuk & muntah (+)
 N.X (Vagus)
Arkus faring : simetris
Menelan : ↓
Berbicara : ↓
 N.IX (Accesorius)
Mengangkat bahu : +
Memalingkan kepala : +
 N.XII (hypoglossus)
Pergerakan lidah : bebas, tidak ada lateralisasi
Tremor lidah :-
Artikulasi (disatria): tidak jelas (+)
Deviasi :-
Ekstremitas Superior Inferior
Motorik

4
Pergerakan + +
Kekuatan 5/5 5/5
Tonus + +
Trofi E E
Reflek fisiologis +N +N
Reflek Patologis - -
Klonus -/-
Sensibilitas Superior Inferior
Nyeri + +
Taktil + +
Thermal tidak dilakukan tidak dilakukan
Lokasi + +
Sensibilitas : Dalam batas normal
Vegetatif : Miksi : dalam batas normal
Defekasi : dalam batas normal
Gerakan-gerakan abnormal :
 Tremor : (-)
 Athetosis : (-)
 Miokloni : (-)
 Khorea : (-)
Koordinasi, gait, dan keseimbangan :
 Romberg tes : (+)

 Disdiadokokinesis : (+)

 Dismetri : (+)
Tanda Rangsang Meningeal :
 Kaku kuduk : (-)
 Perasat Brudzinski I : (-)
 Perasat Brudzinski II : (-)
 Perasat Kernig : (-)

5
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG :
Hasil Laboratorium :
WBC : 16,9 H 103/mm3
RBC : 4,96 106/mm3
HGB : 11,6 g/dl
HCT : 37,7 %
PLT : 331 H 103/mm3

E. DIAGNOSA : Suspek SOL

F. PEMERIKSAAN ANJURAN : CT-Scan Kepala

G. PENATALAKSANAAN :
 IVFD RL XX gtt/menit
 Inj. Cefotaxim 2 X 1 gr
 Inj. Ranitidin 2 X 50 mg
 Inj. Dexamethason 3x 5 mg
 Inj. Citicholin 3 X 500 mg
 Manitol 3 X 100 CC bila TD > 100/70 mmHg
 Pyracetam Syr 3 X 1 C

H. SARAN :
 Konsul Mata
 Konsul THT

Follow up

Tanggal Perjalanan Penyakit Therapi


4 – 10 – 2011 S : mata tidak bisa melihat  IVFD RL XX gtt/menit
O : KU: Tampak sakit sedang  Inj. Cefotaxim 2 X 1 gr
 Inj. Ranitidin 2 X 50 mg
Kes : Compos Mentis  Inj. Dexamethason3x5 mg
TD : 110/70 mmHg  Inj. Citicholin 3X 500 mg
 Manitol 3 X 100 CC bila TD
N : 80 X/i
> 100/70 mmHg
RR : 18 X/I
 Piracetam Syr 3 X 1 C
T : 360C
Bil.total : 0,7 Bil. Direc : 0,4

6
Bil. Indirec : 0,3 Albumin : 4,2
Prot. Total : 7,1 Globulin : 2,9
Ureum : 28,8 Creatinin :0,9
Asam Urat : 2,9 Kolesterol : 241
Trigliserida : 87 HDL : 50
LDL : 174 GDS :124
CT-Scan Kepala :

Telah dilakukan pemeriksaan CT Scan


kepala potongan Axial tanpa dan
dengan kontras dengan hasil sbb :
Sistem ventrikel asimetris & terdesak
Cysterna menyempit. Tampak midline
shifk ke arah kanan. Tampak mass
effek dengan isodens precontras
menjadi post contrast enhancement,
batas tegas, bentuk bulat, didaerah
parieto-occipitaalis sinistra dengan
perifocal edema (+). Diferensiasi grey
& White matter jelas.
Infratentorium : Pons & cerbellum tak
tampak les.
Tak tampak kalsifikasi patologis
Bola mata dan sinus paranasal baik

7
Tulang-tulang tak tampak kelainan
Kesan : Brain Mass e.c
Menningioma
Konsul SP.Mata : Pupil atropi OAD
e.c SOL
A : Meningioma
5 – 10 – 2011 S : Mata tidak bisa melihat  IVFD RL XX gtt/menit
O : KU: Tampak sakit sedang  Inj. Cefotaxim 2 X 1 gr
 Inj. Ranitidin 2 X 50 mg
Kes : Compos Mentis  Inj. Dexamethason3x5 mg
TD : 120/70 mmHg  Inj. Citicholin 3X 500 mg
 Manitol 3 X 100 CC bila TD
N : 84 X/i
> 100/70 mmHg
RR : 20 X/I
 Piracetam Syr 3 X 1 C
T : 360C  Rencana operasi craniotomi

6 – 10 – 2011 S : Mata tidak bisa melihat, sakit  IVFD RL XX gtt/menit


kepala (+)  Inj. Cefotaxim 2 X 1 gr
 Inj. Ranitidin 2 X 50 mg
O : KU: Tampak sakit sedang  Inj. Dexamethason3x5 mg
Kes : Compos Mentis  Inj. Citicholin 3X 500 mg
 Manitol 3 X 100 CC bila TD
TD : 100/60 mmHg
> 100/70 mmHg
N : 82 X/i
 Piracetam Syr 3 X 1 C
RR : 20 X/I  Rencana operasi craniotomi
T : 360C

7 – 10 2011 S : Mata tidak bisa melihat  IVFD RL XX gtt/menit


O : KU: Tampak sakit sedang  Inj. Cefotaxim 2 X 1 gr
 Inj. Ranitidin 2 X 50 mg
Kes : Compos Mentis  Inj. Dexamethason3x5 mg
TD : 120/70 mmHg  Inj. Citicholin 3X 500 mg
 Manitol 3 X 100 CC bila TD
N : 84 X/i
> 100/70 mmHg
RR : 20 X/I
 Piracetam Syr 3 X 1 C
T : 360C  Rencana operasi craniotomi

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tumor Otak Secara Umum

Tumor otak adalah suatu lesi ekspansif yang bersifat jinak (benigna)
ataupun ganas (maligna), membentuk massa dalam ruang tengkorak kepala (intra
cranial) atau di sumsum tulang belakang (medulla spinalis). Neoplasma pada
jaringan otak dan selaputnya dapat berupa tumor primer maupun metastase.
Apabila sel-sel tumor berasal dari jaringan otak itu sendiri, disebut tumor otak
primer dan bila berasal dari organ-organ lain (metastase) seperti ; kanker paru,
payudara, prostate, ginjal dan lain-lain, disebut tumor otak sekunder. 1

Berdasarkan gambaran histopatologi,klasifikasi tumor otak yang penting


dari segi klinis, dapat dilihat pada Tabel

9
Tumor otak merupakan penyakit yang sukar terdoagnosa secara dini,
karena pada awalnya menunjukkan berbagai gejala yang menyesatkan dan
eragukan tapi umumnya berjalan progresif.

Manifestasi klinis tumor otak dapat berupa:

 Gejala serebral umum

Dapat berupa perubahan mental yang ringan (Psikomotor asthenia), yang


dapat dirasakan oleh keluarga dekat penderita berupa: mudah tersinggung, emosi,
labil, pelupa, perlambatan aktivitas mental dan sosial, kehilangan inisiatif dan
spontanitas, mungkin diketemukan ansietas dan depresi. Gejala ini berjalan
progresif dan dapat dijumpai pada 2/3 kasus

10
1. Nyeri Kepala

Diperkirakan 1% penyebab nyeri kepala adalah tumor otak dan 30% gejala
awal tumor otak adalah nyeri kepala. Sedangkan gejala lanjut diketemukan 70%
kasus. Sifat nyeri kepala bervariasi dari ringan dan episodik sampai berat dan
berdenyut, umumnya bertambah berat pada malam hari dan pada saat bangun
tidur pagi serta pada keadaan dimana terjadi peninggian tekanan tinggi
intrakranial. Adanya nyeri kepala dengan psikomotor asthenia perlu dicurigai
tumor otak.

2. Muntah

Terdapat pada 30% kasus dan umumnya meyertai nyeri kepala. Lebih
sering dijumpai pada tumor di fossa posterior, umumnya muntah bersifat proyektif
dan tak disertai dengan mual.

3. Kejang

Bangkitan kejang dapat merupakan gejala awal dari tumor otak pada 25%
kasus, dan lebih dari 35% kasus pada stadium lanjut. Diperkirakan 2% penyebab
bangkitan kejang adalah tumor otak. Perlu dicurigai penyebab bangkitan kejang
adalah tumor otak bila:

 Bagkitan kejang pertama kali pada usia lebih dari 25 tahun


 Mengalami post iktal paralisis
 Mengalami status epilepsi
 Resisten terhadap obat-obat epilepsi
 Bangkitan disertai dengan gejala TTIK lain
 Bangkitan kejang ditemui pada 70% tumor otak dikorteks, 50% pasen
dengan astrositoma, 40% pada pasen meningioma, dan 25% pada
glioblastoma.

4. Gejala Tekanan Tinggi Intrakranial

11
Berupa keluhan nyeri kepala di daerah frontal dan oksipital yang timbul
pada pagi hari dan malam hari, muntah proyektil dan enurunan kesadaran. Pada
pemeriksaan diketemukan papil udem. Keadaan ini perlu tindakan segera karena
setiap saat dapat timbul ancaman herniasi. Selain itu dapat dijumpai parese N.VI
akibat teregangnya N.VI oleh TTIK. Tumor-tumor yang sering memberikan gejala
TTIK tanpa gejala-gejala fokal maupun lateralisasi adalah meduloblatoma,
spendimoma dari ventrikel III, haemangioblastoma serebelum dan
craniopharingioma.

Gejala spesifik tumor otak yang berhubungan dengan lokasi:

1. Lobus frontal

 Menimbulkan gejala perubahan kepribadian


 Bila tumor menekan jaras motorik menimbulkan hemiparese kontra
lateral, kejang fokal
 Bila menekan permukaan media dapat menyebabkan inkontinentia
 Bila tumor terletak pada basis frontal menimbulkan sindrom foster
kennedy
 Pada lobus dominan menimbulkan gejala afasia

2. Lobus parietal

 Dapat menimbulkan gejala modalitas sensori kortikal hemianopsi


homonym
 Bila terletak dekat area motorik dapat timbul kejang fokal dan pada girus
angularis menimbulkan gejala sindrom gerstmann’s

3. Lobus temporal

 Akan menimbulkan gejala hemianopsi, bangkitan psikomotor, yang


didahului dengan aura atau halusinasi
 Bila letak tumor lebih dalam menimbulkan gejala afasia dan hemiparese
 Pada tumor yang terletak sekitar basal ganglia dapat diketemukan gejala
choreoathetosis, parkinsonism.

12
4. Lobus oksipital

 Menimbulkan bangkitan kejang yang dahului dengan gangguan


penglihatan
 Gangguan penglihatan yang permulaan bersifat quadranopia berkembang
menjadi hemianopsia, objeckagnosia

5. Tumor di ventrikel ke III

 Tumor biasanya bertangkai sehingga pada pergerakan kepala


menimbulkan obstruksi dari cairan serebrospinal dan terjadi peninggian
tekanan intrakranial mendadak, pasen tiba-tiba nyeri kepala, penglihatan
kabur, dan penurunan kesadaran

6. Tumor di cerebello pontin angie

 Tersering berasal dari N VIII yaitu acustic neurinoma


 Dapat dibedakan dengan tumor jenis lain karena gejala awalnya berupa
gangguan fungsi pendengaran
 Gejala lain timbul bila tumor telah membesar dan keluar dari daerah
pontin angel

7. Tumor Hipotalamus

 Menyebabkan gejala TTIK akibat oklusi dari foramen Monroe


 Gangguan fungsi hipotalamus menyebabkan gejala: gangguan
perkembangan seksuil pada anak-anak, amenorrhoe,dwarfism, gangguan
cairan dan elektrolit, bangkitan

8. Tumor di cerebelum

 Umumnya didapat gangguan berjalan dan gejala TTIK akan cepat erjadi
disertai dengan papil udem
 Nyeri kepala khas didaerah oksipital yang menjalar keleher dan spasme
dari otot-otot servikal

13
9. Tumor fosa posterior

 Diketemukan gangguan berjalan, nyeri kepala dan muntah disertai dengan


nystacmus, biasanya merupakan gejala awal dari medulloblastoma
2.2 Meningioma

Meningioma adalah tumor meningen di susunan saraf pusat yang berasal


dari neuroektoderm, yaitu muncul dari sel-sel meningoendotelial yang banyak
terkonsentrasi di vili arachnoid. Hal ini menjelaskan mengapa meningioma
tumbuh disekitar sinus dursl. Pertumbuhannya lamban dan umumnya benigna.2

2.3 Epidemiologi dan Insidensi


Tumor ini mewakili 20% dari semua neoplasma intrakranial dan 12 % dari
semua tumor medulla spinalis. Meningioma biasanya jinak, tetapi bisa kambuh
setelah diangkat. Tumor ini lebih sering ditemukan pada wanita dan biasanya
muncul pada usia 40-60 tahun, tetapi tidak tertutup kemungkinan muncul pada
masa kanak-kanak atau pada usia yang lebih lanjut.Paling banyak meningioma
tergolong jinak (benign) dan 10 % malignan. Meningioma malignant dapat terjadi
pada wanita dan laki-laki,meningioma benign lebih banyak terjadi pada wanita.2,3

2.4 Etiologi
Para ahli tidak memastikan apa penyebab tumor meningioma, namun
beberapa teori telah diteliti dan sebagian besar menyetujui bahwa kromoson yang
jelek yang meyebabkan timbulnya meningioma. Para peneliti sedang mempelajari
beberapa teori tentang kemungkinan asal usul meningioma. Di antara 40% dan
80% dari meningiomas berisi kromosom 22 yang abnormal pada lokus gen
neurofibromatosis 2 (NF2). NF2 merupakan gen supresor tumor pada 22Q12,
ditemukan tidak aktif pada 40% meningioma sporadik. Pasien dengan NF2 dan
beberapa non-NF2 sindrom familial yang lain dapat berkembang menjadi
meningioma multiple, dan sering terjadi pada usia muda. Disamping itu, deplesi
gen yang lain juga berhubungan dengan pertumbuhan meningioma .4
Kromosom ini biasanya terlibat dalam menekan pertumbuhan tumor.
Penyebab kelainan ini tidak diketahui. Meningioma juga sering memiliki salinan
tambahan dari platelet diturunkan faktor pertumbuhan (PDGFR) dan epidermis

14
reseptor faktor pertumbuhan (EGFR) yang mungkin memberikan kontribusi pada
pertumbuhan tumor ini. Sebelumnya radiasi ke kepala, sejarah payudara kanker,
atau neurofibromatosis tipe 2 dapat risiko faktor untuk mengembangkan
meningioma. Multiple meningioma terjadi pada 5% sampai 15% dari pasien,
terutama mereka dengan neurofibromatosis tipe 2. Beberapa meningioma
memiliki reseptor yang berinteraksi dengan hormon seks progesteron, androgen,
dan jarang estrogen. Ekspresi progesteron reseptor dilihat paling sering pada
meningioma yang jinak, baik pada pria dan wanita. Fungsi reseptor ini belum
sepenuhnya dipahami, dan demikian, sering kali menantang bagi dokter untuk
menasihati pasien perempuan mereka tentang penggunaan hormon jika mereka
memiliki sejarah suatu meningioma. Meskipun peran tepat hormon dalam
pertumbuhan meningioma belum ditentukan, peneliti telah mengamati bahwa
kadang-kadang mungkin meningioma tumbuh lebih cepat pada saat kehamilan.2,3,4

2.5 Anatomi
Meninges craniales (pembungkus-pembungkus meningeal otak) terdiri
dari tiga lapis, yaitu:5,6
 Duramater craniales, lapis luar yang tebal dan kuat.

 Arachnoidea mater craniales, lapis antara yang menyerupai sarang laba-


laba.

 Piamater cranialis, lapis terdalam yang halus dan mengandung banyak


pembuluh darah.

Duramater cranialis terdiri dari dua lapisan:5,6


 Lapisan endosteal (periosteal) sebelah luar dibentuk oleh periosteum yang
membungkus permukaan dalam calvaria.

 Lapisan meningeal sebelah dalam adalah suatu selaput fibrosa yang kuat
yang berlanjut terus di foramen magnum dengan duramater spinalis yang
membungkus medulla spinalis.

Vaskularisasi dan persarafan duramater cranialis5,6

15
Arteri-arteri duramater mengantar lebih banyak darah kepada calvaria
dibandingkan kepada duramater cranialis. Arteri meningeal terbesar, yakni arteria
meningea media, adalah cabang arteria maxillaries. Arteria meningea media
memasuki cavitas cranii melalui foramen spinosum, melintas ke arah lateral pada
dasar fossa cranii media, dan berbelok ke arah superolateral pada ala major ossis
spheinodalis, dan disini terbagi menjadi ramus posterior dan anterior. Ramus
anterior melintas ke superiorke titik pterion, lalu melengkung ke posterior dan
naik kea rah puncak kepala. Ramus posterior melintas ke superoposterior dan
melepas cabang-cabang untuk bagian posterior cranium. Vena-vena duramater
mengiringi arteri-arteri meningeal dan juga dapat terobek pada fraktur calvaria.3
Persarafan duramater cranialis terutama terjadi melalui ketiga divisi nervus
cranialis V. cabang-cabang sensoris juga berasal dari nervus vagus ( nervus
cranialis X) dan ketiga saraf servikal teratas. Badan-badan akhir sensoris dalam
duramater cranialis terdapat lebih banyak sepanjang kedua sisi sinus sagittalis
superior dan dalam tentorium cerebelli disbanding dasar cranium. Serabut untuk
rasa sakit jugabanyak terdapat pada tempat arteri-arteri dan vena-vena menembus
duramater cranialis

Ruang-ruang meningeal
Salut-salut otak berhubungan dengan tiga ruang meningeal:
 Spatium epidurale terdapat ossa cranii dan lapis endostial duramater
cranialis (karean duramater melekat pada tulang-tulang, spatium epidurale
bersifat potensial, ruang potensial inimenjadi ruang yang nyata, jika darah
dari pembuluh darah yang koyak, tertimbun didalamnya)

 Spatium subdural adlah sebuah ruang potensial yang dapat berkembang


pada bagian terdalamduramater setelah cedera kepala.

 Spatium subarachnoideum yang tedapat antara arachnoidea mater dan


piamater, berisi CSS.

16
Gambar 1. Anatomi lapisan otak

2.6 Patofisiologi
Seperti banyak kasus neoplasma lainnya, masih banyak hal yang belum
diketahui dari meningioma. Tumor otak yang tergolong jinak ini secara
histopatologis berasal dari sel pembungkus arakhnoid (arakhnoid cap cells) yang
mengalami granulasi dan perubahan bentuk. Patofisiologi terjadinya meningioma
sampai saat ini masih belum jelas. Kaskade eikosanoid diduga memainkan
peranan dalam tumorogenesis dan perkembangan edema peritumoral.4

2.7 Klasifikasi
WHO mengembangkan sistem klasifikasi untuk beberapa tumor yang telah
diketahui, termasuk meningioma. Tumor diklasifikasikan melalui tipe sel dan
derajat pada hasil biopsi yang dilihat di bawah mikroskop. Penatalaksanaannya
pun berbeda-beda di tiap derajatnya.7
a. Grade I
Meningioma tumbuh dengan lambat, jika tumor tidak menimbulkan gejala,

17
mungkin pertumbuhannya sangat baik jika diobservasi dengan MRI secara
periodik. Jika tumor semakin berkembang, maka pada akhirnya dapat
menimbulkan gejala, kemudian penatalaksanaan bedah dapat direkomendasikan.
Kebanyakan meningioma grade I diterapi dengan tindakan bedah dan observasi
yang berkelanjutan. 7
b. Grade II
Meningioma grade II disebut juga meningioma atypical. Jenis ini tumbuh lebih
cepat dibandingkan dengan grade I dan juga mempunyai angka kekambuhan yang
lebih tinggi. Pembedahan adalah penatalaksanaan awal pada tipe ini. Meningioma
grade II biasanya membutuhkan terapi radiasi setelah pembedahan.7
c. Grade III
Meningioma berkembang dengan sangat agresif dan disebut meningioma
malignan atau meningioma anaplastik. Meningioma malignan terhitung kurang
dari 1 % dari seluruh kejadian meningioma. Pembedahan adalah penatalaksanaan
yang pertama untuk grade III diikuti dengan terapi radiasi. Jika terjadi rekurensi
tumor, dapat dilakukan kemoterapi.7
Meningioma juga diklasifikasikan ke dalam subtipe berdasarkan lokasi
dari tumor7 :
a. Meningioma falx dan parasagital (25% dari kasus meningioma). Falx adalah
selaputyang terletak antara dua sisi otak yang memisahkan hemisfer kiri dan
kanan. Falx cerebri mengandung pembuluh darah besar. Parasagital
meningioma terdapat di sekitar falx.
b. Meningioma Convexitas (20%). Tipe meningioma ini terdapat pada
permukaan atas otak.
c. Meningioma Sphenoid (20%) Daerah Sphenoidalis berlokasi pada daerah
belakang mata. Banyak terjadi pada wanita.
d. Meningioma Olfactorius (10%). Tipe ini terjadi di sepanjang nervus yang
menghubungkan otak dengan hidung.
e. Meningioma fossa posterior (10%). Tipe ini berkembang di permukaan bawah
bagian belakang otak.
f. Meningioma suprasellar (10%). Terjadi di bagian atas sella tursica, sebuah
kotak pada dasar tengkorak dimana terdapat kelenjar pituitari.

18
g. Spinal meningioma (kurang dari 10%). Banyak terjadi pada wanita yang
berumur antara 40 dan 70 tahun. Akan selalu terjadi pda medulla spinbalis
setingkat thorax dan dapat menekan spinal cord. Meningioma spinalis dapat
menyebabkan gejala seperti nyeri radikuler di sekeliling dinding dada,
gangguan kencing, dan nyeri tungkai.
h. Meningioma Intraorbital (kurang dari 10%). Tipe ini berkembang paa atau di
sekitar mata cavum orbita.
i. Meningioma Intraventrikular (2%). Terjadi pada ruangan yang berisi cairan di
seluruh bagian otak.

2.8 Gambaran Histopatologi


Meningioma intrakranial banyak ditemukan di regio parasagital,
selanjutnya di daerah permukaan konveks lateral dan falx cerebri. Di kanalis
spinalis meningioma lcbih sering menempati regio torakal. Pertumbuhan tumor ini
mengakibatkan tekanan hebat pada jaringan sekitamya, namun jarang menyebuk
ke jaringan otak. Kadang-kadang ditemukan fokus-fokus kalsifikasi kecil-kecil
yang berasal dari psammoma bodies, bahkan dapat ditemukan pembentukan
jaringan tulang baru.4
Secara histologis, meningioma biasanya berbentuk globuler dan meliputi
dura secara luas. Pada permukaan potongan, tampak pucat translusen atau merah
kecoklatan homogen serta dapat seperti berpasir. Dikatakan atipikal jika
ditemukan proses mitosis pada 4 sel per lapangan pandang elektron atau terdapat
peningkatan selularitas, rasio small cell dan nukleus sitoplasma yang tinggi,
uninterupted patternless dan sheet-like growth. Sedangkan pada anaplastik akan
ditemukan peningkatan jumlah mitosis sel, nuklear pleomorphism, abnormalitas
pola pertumbuhan meningioma dan infiltrasi serebral. Imunohistokimia dapat
membantu diagnosis meningioma. Pada pasien dengan meningioma, 80%
menunjukkan adanya epithelial membrane antigen (EMA) yang positif. Stain
negatif untuk anti-Leu 7 antibodi (positif pada Schwannomas) dan glial fibrillary
acidid protein (GFAP).3

2.9 Diagnosa

19
Gejala meningioma dapat bersifat umum (disebabkan oleh tekanan tumor
pada otak dan medulla spinalis) atau bisa bersifat khusus (disebabkan oleh
terganggunya fungsi normal dari bagian khusus dari otak atau tekanan pada
nervus atau pembuluh darah). Secara umum, meningioma tidak bisa didiagnosa
pada gejala awal.6,7
Gejala umumnya seperti :6,7
 Sakit kepala, dapat berat atau bertambah buruk saat beraktifitas atau pada pagi
hari.
 Perubahan mental
 Kejang
 Mual muntah
 Perubahan visus, misalnya pandangan kabur.

Gejala dapat pula spesifik terhadap lokasi tumor :6,7


 Meningioma falx dan parasagittal : nyeri tungkai
 Meningioma Convexitas : kejang, sakit kepala, defisit neurologis fokal,
perubahan status mental
 Meningioma Sphenoid : kurangnya sensibilitas wajah, gangguan lapangan
pandang, kebutaan, dan penglihatan ganda.
 Meningioma Olfactorius : kurangnya kepekaan penciuman, masalah visus.
 Meningioma fossa posterior : nyeri tajam pada wajah, mati rasa, dan spasme
otot-otot wajah, berkurangnya pendengaran, gangguan menelan, gangguan
gaya berjalan,
 Meningioma suprasellar : pembengkakan diskus optikus, masalah visus
 Spinal meningioma : nyeri punggung, nyeri dada dan lengan
 Meningioma Intraorbital : penurunan visus, penonjolan bola mata
 Meningioma Intraventrikular : perubahan mental, sakit kepala, pusing

2.10 Pemeriksaan Radiologi

20
Umumnya pada banyak pasien, tidak ditemukan kelainan pada
pemeriksaan radiografi. Foto polos kepala dapat memberikan gambaran kalsifikasi
karena ada meningioma pada dasar tulang kepala dengan bentuk yang konveks.
Meningioma dapat mengakibatkan reaktif hyperostosis yang tidak berhubungan
dengan ukuran tumor. Osteolisis jarang mengakibatkan meningioma yang jinak
dan malignan.8

Pemeriksaan foto polos kepala sebagai penunjang penyakit meningioma


masih memiliki derajat kepercayaan yang tinggi. Gambaran yang sering terlihat
plak yang hyperostosis, dan bentuk sphenoid , dan pterion.

Kalsifikasi tanpa adanya tumor pada foto polos kepala dapat menunjukkan
hasil false-negatif pada meningioma. Banyak pasien dengan meningioma otak
dapat ditegakkan secara langsung dengan menggunakan CT atau MRI.8

a. Foto polos Otak


Hiperostosis adalah salah satu gambaran mayor dari meningioma pada
foto polos. Foto polos diindikasikan untuk tumor pada meninx. Tampak erosi
tulang dan dekstruksi sinus sphenoidales, kalsifikasi dan lesi litik pada tulang
tengkorak. Pembesaran pembuluh darah meninx menggambarkan dilatasi arteri
meninx yang mensuplai darah ke tumor. Kalsifikasi terdapat pada 20-25% kasus
dapat bersifat fokal maupun difus.6,7,8

b. Computed Tomography (CT scan)


Karena CT-Scan dapat menampilkan perbedaan halus absorbsi sinar X
berbagai jaringan intracranial, maka dapat dengan jelas menampilkan sistem
ventrikel dan sistem otak, struktur substansia grisea dan substansia alba serta
jaringan lesi, sangat membantu dalam diagnosis tumor intrakranial.7
CT-scan kontras dan CT-scan tanpa kontras memperlihatkan paling banyak
meningioma. Tampak gambaran isodense hingga hiperdense pada foto sebelum
kontras, dan gambaran peningkatan densitas yang homogen pada foto kontras.
Tumor juga memberikan gambaran komponen kistik dan kalsifikasi pada
beberapa kasus. Udem peritumoral dapat terlihat dengan jelas. Perdarahan dan
cairan intratumoral sampai akumulasi cairan dapat terlihat.5,6
Gambaran CT-Scan pada meningioma adalah sebagai berikut :9

21
 Tanpa kontras gambaran meninioma 75% hiperdens dan 14,4% isodens
 Gambaran spesifik dari meninioma berupa enchancement dari tumor
dengan pemberian kontras. Meninioma tampak sebagai masa yang
homogen dengan densitas tinggi, tepi bulat dan tegas.
 Dapat terlihat juga adanya hiperostosis kranialis, destruksi tulang, udem
otak yang terjadi sekitar tumor, dan adanya dilatasi ventrikel.

Gambar Meningioma Parasagital.


A. MRI nonkontras potongan sagital T1 menunjukkan massa dural yang
padat dengan invasi dan kompresi terhadap korteks parietal. B. MRI dengan zat
kontras potongan sagittal T1 menunujukkan perlekatan sebagian tumor. C.
Potongan Koronal T2 menunjukkan massa padat yang menunjukkan jaringan
padat. Gambaran ini menunjukkan meningioma fibroblastik. D. MRI potongan
axial T1 dengan zat kontras menujukkan hiperintensitas yanr terletak di sumsum
tulang.

c. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

MRI merupakan pencitraan yang sangat baik digunakan untuk


mengevaluasi meningioma. MRI memperlihatkan lesi berupa massa, dengan
gejala tergantung pada lokasi tumor berada, gambaran meningioma 62-70 terdapat
dural tail.6

22
d. Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi dapat memberikan gambaran lokasi dari intratumoral
hemorrhage, perubahan kista yang terdapat di bagian dalam dan luar massa tumor,
kalsifikasi, invasi parenkim oleh meningioma malignan, dan massa lobus atau
multi lobules yang hanya dapat digambarkan dengan ultrasonografi.

e. Angiografi
Umumnya meningioma merupakan tumor vascular. Dan dapat
menimbulkan gambaran “spoke wheel appearance”. Selanjutnya arteri dan kapiler
memperlihatkan gambaran vascular yang homogen dan prominen yang disebut
dengan mother and law phenomenon.5,6,7
Magnetic resonance angiography (MRA and MRV) merupakan
pemeriksaan penunjang yang berkembang dari ilmu angiografi klasik, yang
belakangan ini merupakan alat diagnostik yang kuat untuk mengetahui embolisasi
dan perencanaan untuk operasi. Agiografi masih bisa digunakan jika terjadi
embolisasi akibat tumor.
Meningioma mendapat asupan makanan oleh meningeal branches dari
arteri carotid internal dan external. Basal meningiomas pada anterior dan fossa
cranial media dan meningioma pada tulang sphenoid umumnya mendapat
vaskularisasi dari arteri carotid interna. Meningioma supratentorial
divaskularisasikan dari arteri carotid interna dan eksternal.

23
Angiografi dapat menunjukkan peta distribusi arterial yang berguna untuk
persiapan preoperasi embolisasi. Lihat gambar berikut.

Gambar Meningioma Otak. Parasellar meningioma. Angiograpi proyeksi lateral


dari arteri carotid menunjukkan mutipel tumor yang opak dengan dikelilingi
pembuluh darah. Terlihat carotid supraclinoid sirkumferensial.
2.11 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan meningioma tergantung dari lokasi dan ukuran tumor itu
sendiri. Terapi meningioma masih menempatkan reseksi operatif sebagai pilihan
pertama. Beberapa faktor yang mempengaruhi operasi removal massa tumor ini
antara lain lokasi tumor, ukuran dan konsistensi, vaskularisasi dan pengaruh
terhadap sel saraf, dan pada kasus rekurensi, riwayat operasi sebelumnya dan atau
radioterapi. Lebih jauh lagi, rencana operasi dan tujuannya berubah berdasarkan
faktor resiko, pola, dan rekurensi tumor. Tindakan operasi tidak hanya
mengangkat seluruh tumor tetapi juga termasuk dura, jaringan lunak, dan tulang
untuk menurunkan kejadian rekurensi.5,6,7

Rencana preoperatif
Pada pasien dengan meningioma supratentorial, pemberian antikonvulsan
dapat segera diberikan, deksametason diberikan dan dilindungi pemberian H2
antagonis beberapa hari sebelum operasi dilaksanakan. Pemberian antibiotik
perioperatif digunakan sebagai profilaksis pada semua pasien untuk organisme
stafilokokkus, dan pemberian cephalosporin generasi III yang memiliki aktifitas
terhadap organisem pseudomonas, serta pemberian metronidazol (untuk
organisme anaerob) ditambahkan apabila operasi direncanakan dengan
pendekatan melalui mulut, sinus paranasal, telinga, atau mastoid.5,6,7

Klasifikasi Simptom dari ukuran reseksi pada meningioma intracranial5,6,7

24
 Grade I : Reseksi total tumor, perlekatan dural dan tulang abnormal
 Grade II : Reseksi total tumor, koagulasi dari perlekatan dura
 Grade III : Reseksi total tumor, tanpa reseksi atau koagulasi dari perlekatan
dura atau mungkin perluasan ekstradural ( misalnya sinus yang terserang atau
tulang yang hiperostotik)
 Grade IV : Reseksi parsial tumor
 Grade V : Dekompresi sederhana (biopsy)

2.12 Radioterapi
Penggunaan external beam irradiation pada meningioma semakin banyak
dipakai untuk terapi. External beam irradiation dengan 4500-6000 cGy dilaporkan
efektif untuk melanjutkan terapi operasi meningioma reseksi subtotal, kasus-kasus
rekurensi baik yang didahului dengan operasi sebelumnya ataupun tidak. Pada
kasus meningioma yang tidak dapat dioperasi karena lokasi yang sulit, keadaan
pasien yang buruk, atau pada pasien yang menolak dilakukan operasi, external
beam irradiation masih belum menunjukkan keefektifitasannya. Teori terakhir
menyatakan terapi external beam irradiation tampaknya akan efektif pada kasus
meningioma yang agresif (atyppical, malignan), tetapi informasi yang mendukung
teori ini belum banyak dikemukakan.
Efektifitas dosis yang lebih tinggi dari radioterapi harus dengan
pertimbangan komplikasi yang ditimbulkan terutama pada meningioma. Saraf
optikus sangat rentan mengalami kerusakan akibat radioterapi. Komplikasi lain
yang dapat ditimbulkan berupa insufisiensi pituitari ataupun nekrosis akibat
radioterapi 12.

Radiasi Stereotaktik
Terapi radiasi tumor menggunakan stereotaktik pertama kali diperkenalkan
pada tahun 1960an menggunakan alat Harvard proton beam. Setelah itu
penggunaan stereotaktik radioterapi ini semakin banyak dilakukan untuk
meningioma. Sumber energi yang digunakan didapat melalui teknik yang
bervariasi, yang paling sering digunakan adalah sinar foton yang berasal dari Co
gamma (gamma knife) atau linear accelerators (LINAC) dan partikel berat
(proton, ion helium) dari cyclotrons. Semua teknik radioterapi dengan stereotaktik
ini dapat mengurangi komplikasi, terutama pada lesi dengan diameter kurang dari

25
2,5 cm 12. Steiner dan koleganya menganalisa pasien meningioma yang diterapi
dengan gamma knife dan diobservasi selama 5 tahun. Mereka menemukan sekitar
88% pertumbuhan tumor ternyata dapat dikontrol. Kondziolka dan kawan-kawan
memperhitungkan pengontrolan pertumbuhan tumor dalam 2 tahun pada 96 %
kasus. Baru-baru ini peneliti yang sama melakukan studi dengan sampel 99 pasien
yang diikuti selama 5 hingga 10 tahun dan didapatkan pengontrolan pertumbuhan
tumor sekitar 93 % kasus dengan 61 % massa tumor mengecil. Kejadian defisit
neurologis baru pada pasien yang diterapi dengan stereotaktik tersebut
kejadiannya sekitar 5 %.5,6,7

Kemoterapi
Modalitas kemoterapi dengan regimen antineoplasma masih belum banyak
diketahui efikasinya untuk terapi meningioma jinak maupun maligna. Kemoterapi
sebagai terapi ajuvan untuk rekuren meningioma atipikal atau jinak baru sedikit
sekali diaplikasikan pada pasien, tetapi terapi menggunakan regimen kemoterapi
(baik intravena atau intraarterial cis-platinum, decarbazine (DTIC) dan
adriamycin) menunjukkan hasil yang kurang memuaskan (DeMonte dan Yung),
walaupun regimen tersebut efektifitasnya sangat baik pada tumor jaringan lunak.
Laporan dari Chamberlin pemberian terapi kombinasi menggunakan
cyclophosphamide, adriamycin, dan vincristine dapat memperbaiki angka harapan
hidup dengan rata-rata sekitar 5,3 tahun. Pemberian obat kemoterapi lain seperti
hydroxyurea sedang dalam penelitian. Pertumbuhan sel pada meningioma
dihambat pada fase S dari siklus sel dan menginduksi apoptosis dari beberapa sel
dengan pemberian hydroxyurea. Dan dilaporkan pada satu kasus pemberian
hydroxyurea ini memberikan efek pada pasien-pasien dengan rekurensi dan
meningioma yang tidak dapat direseksi. Pemberian Alfainterferon dilaporkan
dapat memperpanjang waktu terjadinya rekurensi pada kasus meningioma yang
agresif. Dilaporkan juga terapi ini kurang menimbulkon toksisitas dibanding
pemberian dengan kemoterapi.5,6,7
Pemberian hormon antogonis mitogen telah juga dilakukan pada kasus
dengan meningioma. Preparat yang dipakai biasanya tamoxifen (anti estrogen)
dan mifepristone (anti progesteron). Tamoxifen (40 mg/m2 2 kali/hari selama 4
hari dan dilanjutkan 10 mg 2 kali/hari) telah digunakan oleh kelompok onkolologi
Southwest pada 19 pasien dengan meningioma yang sulit dilakukan reseksi dan

26
refrakter. Terdapat pertumbuhan tumor pada 10 pasien, stabilisasi sementara
pertumbuhan tumor pada 6 pasien, dan respon minimal atau parsial pada tiga
pasien.5,6,7
Pada dua studi terpisah dilakukan pemberian mifepristone (RU486) 200
mg perhari selama 2 hingga 31 bulan. Pada studi yang pertama didapatkan 5 dari
14 pasien menunjukkan perbaikan secara objektif yaitu sedikit pengurangan massa
tumor pada empat pasien dan satu pasien gangguan lapang pandangnya membaik
walaupun tidak terdapat pengurangan massa tumor; terdapat pertumbuhan ulang
pada salah satu pasien tersebut. Pada studi yang kedua dari kelompok Netherlands
dengan jumlah pasien 10 orang menunjukkan pertumbuhan tumor berlanjut pada
empat pasien, stabil pada tiga pasien, dan pengurangan ukuran yang minimal pada
tiga pasien. Tiga jenis obat tersebut sedang dilakukan penelitian dengan jumlah
sampel yang lebih besar pada meningioma tetapi sampai sekarang belum ada
terapi yang menjadi prosedur tetap untuk terapi pada tumor ini.5,6,7

2.13 Prognosis
Pada umumnya prognosa meningioma adalah baik, karena pengangkatan
tumor yang sempurna akan memberikan penyembuhan yang permanen. Pada
orang dewasa snrvivalnya relatif lebih tinggi dibandingkan pada anak-anak,
dilaporkan survival rate lima tahun adalah 75%. Pada anak-anak lebih agresif,
perubahan menjadi keganasan lebih besar dan tumor dapat menjadi sangat besar.
Pada penyelidikan pengarang-pengarang barat lebih dari 10% meningioma akan
mengalami keganasan dan kekambuhannya tinggi.5,6
Sejak 18 tahun meningioma dipandang sebagai tumor jinak, dan bila
letaknya mudah dapat diangkat seluruhnya. Degenerasi keganasan tampak bila
ada invasi dan kerusakan tulang tumor tidak berkapsul pada saat operasi invasi
pada jaringan otak. Angka kematian (mortalitas) meningioma sebelum operasi
jarang dilaporkan, dengan kemajuan teknik dan pengalaman operasi para ahli
bedah maka angka kematian post operasi makin kecil. Diperkirakan angka
kematian post operasi selama lima tahun (1942–1946) adalah 7,9% dan (1957–
1966) adalah8,5%. Sebab-sebab kematian menurut laporan-laporan yang
terdahulu yaitu perdarahan dan edema otak.5,6
DAFTAR PUSTAKA

27
1. Iskandar Japardi. Tumor otak.(diakses tanggal 16 oktober 2011) diunduh dari :
http://belibis-a17.com/2008/10/23/602/
2. Sadewo Wismaji. Sinopsis Ilmu Bedah Saraf. Cetakan pertama. : Departemen
Bedah Saraf FKUI-RSCM; Jakarta. 2011. Hal 145
3. Mardjono M, Sidharta P. Dalam: Neurologi klinis dasar. : Fakultas Kedokteran
Universtas Indonesia; 2003. Hal 393-394.
4. Patogenesis, histopatologi, dan klasifikasi meningioma[cited 2011 Oktober
16]. Availble from:
http://www.neuroonkologi.com/articles/Patogenesis,%20histopatologi%20dan
%20klasifikasi%20meningioma.doc
5. Luhulima JW. Menings. Dalam: Anatomi susunan saraf pusat. Makassar:
Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin; 2003.
6. Anonim. Makalah Radio. (diakses tanggal 16 oktober 2011). Diunduh dari :
http://www.abta.org/meningioma.pdf
7. Anonim. Meningioma. (diakses tanggal 16 oktober 2011).
http://www.neuroonkologi.com/articles/Patogenesis,%20histopatologi%20dan
%2
8. Wan Dosen. Buku Ajar Onkologi Klinis. Edisi 2. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia: Jakarta; 2008. Hal 320-324

28
Laporan Kasus

CASE REPORT SECTION


MENINGIOMA

Pembimbing:
dr. Apriyanto, Sp. BS

Oleh:

Afriska Norma Utama, S.Ked


(G1A105042)

KEPANITRAAN KLINIK SENIOR BAGIAN ILMU BEDAH

29
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH RADEN MATTAHER JAMBI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JAMBI
2011

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kepada ALLAH SWT, karena atas berkat dan rahmat-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul
Meningioma. Di kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada dr. Apriyanto, Sp.BS selaku pembimbing yang telah
membantu penyelesaian laporan kasus ini.
Penulisan juga mengucapan terima kasih kepada teman-teman, dan semua
pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan laporan kasus ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini
masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran
dan kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan.
Demikianlah penulisan laporan ini, semoga bermanfaat, amin.

Jambi, Oktober 2011

Penulis

30
HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN KASUS

JUDUL :
MENINGIOMA

Oleh:
AFRISKA NORMA UTAMA
(G1A105042)

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Bedah Fakultas Univesitas Jambi
Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Jambi

Jambi, Oktober 2011

dr. Apriyanto, Sp.BS

31

Anda mungkin juga menyukai