Anda di halaman 1dari 266

LAPORAN MASYARAKAT BINAAN DENGAN HIPERTENSI DAN DIABETES

MELLITUS DI WILAYAH RT 05 RW 03 KELURAHAN KEDUNGKANDANG


KECAMATAN KEDUNGKANDANG KOTA MALANG

Disusun untuk Memenuhi Tugas Pendidikan Profesi Ners Departemen Komunitas

Di Wialayah Kerja Puskesmas Kedungkandang Kota Malang

Oleh :

Kelompok 5B

Mahartika Lupita sari 135070218113030

Andhika Susila Widjaya 125070207111002

Sunardiman 125070207111015

Siti Rodliyah 135070200111001

Erfan Dani 135070200111002

Lala Aisyana 135070200111003

Dewi Pujiastuti 135070200111004

Esthi Dwi Yuliawati 135070200111007

Aulia Dian T 135070200111010

Arinda Rizky F 135070200111011

PROGRAM PROFESI NERS

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2017
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit tidak menular (PTM) merupakan salah satu masalah kesehatan dunia dan
Indonesia yang sampai saat ini masih menjadi perhatian dalam dunia kesehatan karena
penyakit tidak menular merupakan salah satu penyebab kematian. Penyakit tidak menular
antara lain adalah penyakit kardiovaskular (jantung, aterosklerosis, hipertensi, penyakit
jantung coroner dan stroke), diabetes mellitus, serta kanker. WHO (World Health
Organization) memperkirakan PTM menyebabkan sekitar 60% kematian dan 43% kesakitan
di seluruh dunia. Perubahan pola struktur masyarakat dari agraris ke industri dan perubahan
pola fertilitas gaya hidup dan sosial ekonomi masyarakat diduga sebagai hal yang
melatarbelakangi prevalensi Penyakit Tidak Menular (PTM).
Penyakit yang menjadi penyebab kematian utama di dunia adalah penyakit
kardiovaskular (17 juta kematian atau 48% dari kematian akibat penyakit tidak menular),
kanker (7,6 juta kematian atau 21% dari kematian akibat penyakit tidak menular), penyakit
pernapasan, termasuk asma dan PPOK (4,2 juta kematian), dan diabetes (1,3 juta
kematian). Lebih dari 80% kematian akibat penyakit kardiovaskular dan diabetes terjadi di
negara berpendapatan menengah ke bawah. Kasus kematian akibat penyakit tidak menular
tertinggi salah satunya berada di kawasan Asia Tenggara. Hipertensi merupakan penyebab
kematian utama ketiga di Indonesia untuk semua umur (6,8%), setelah stroke (15,4%) dan
tuberculosis (7,5%). Selain itu hipertensi menduduki peringkat kedua penyakit tidak menular
yang banyak diderita di Indonesia (WHO, 2011).
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 dan 2013 melakukan wawancara
untuk menghitung proporsi diabetes mellitus pada usia 15 tahun keatas. Hasil wawancara
mendapatkan bahwa proporsi diabetes mellitus pada Riskesdas 2013 meningkat hampir 2
kali lipat dibandungkan dari tahun 2007 yaitu sebanyak 1,1% pada tahun 2007 dan 2,1%
pada tahun 2013. Riskesdas tahun 2013 melakukan wawancara untuk mendapatkan
proporsi diabetes mellitus yang terdiagnosis dan yang merasakan gejala diabetes melitus
dengan jumlah terbanyak terdapat di Jawa Timur yaitu 28.855.895 penduduk.
Penyakit tidak menular dikaitkan dengan berbagai faktor risiko seperti kurang
aktivitas fisik, pola makan yang tidak sehat dan tidak seimbang, gaya hidup yang tidak
sehat, gangguan mental (emosional (stress), serta perilaku yang berkaitan dengan
kecelakaan dan cedera. Selain itu PTM juga terjadi karena beberapa hal lainnya seperti
transisi epidemiologi, transisi lingkungan, transisi demografis, perubahan sosial-budaya,
perubahan keadaan ekonomi dan perubahan keadaan politik.
Penyakit tidak menular yang menyebabkan kematian tertinggi di dunia adalah
penyakit kardiovaskular. Tingginya angka mortalitas tersebut disebabkan oleh faktor risiko
utama, yaitu peningkatan tekanan darah. Peningkatan tekanan darah akan meningkatkan
risiko terkena stroke dan penyakit jantung koroner (WHO, 2011). Diabetes mellitus
merupakan salah satu penyakit tidak menular yang prevalensi semakin meningkat dari tahun
ke tahun. Diabetes mellitus sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit ini
dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan. Keluhan
sangat bervariasi dan dapat timbul secara perlahan sehingga pasien tidak menyadari akan
adanya perubahan seperti minum yang lebih banyak, buang air kecil maupun berat badan
yang menurun. Seseorang dengan diabetes mellitus yang tidak terkontrol dalam waktu lama
dapat menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah dan saraf (penyakit jantung coroner,
serangan jantung mendadak, iskemia, stroke, baal pada ujung jari), sedangkan komplikasi
akut diabetes mellitus dapat menyebabkan ketoasidosis diabetic (KAD) atau Status
Hiperglikemi Hiperosmolar (SHH) yang dapat menyebabkan penderita jatuh dalam keadaan
tidak sadarkan diri (Regina, 2012).
Berbagai masalah dapat muncul pada klien dengan diabetes mellitus dan hipertensi
baik secara fisik, psikososial dan ekonomi. Secara fisik pasien diabetes mellitus akan
mengalami kelemahan tubuh, kesemutan, gatal-gatal pada daerah genetalia dan berat
badan menurun, bahkan dalam kondisi yang berat dapat mengalami kelumpuhan. Pada
pasien hipertensi umumnya terjadi pada orang yang sudah berusia lebih dari 4 tahun.
Penyakit ini biasanya tidak menunjukkan gejala yang nyata dan pada stadium awal belum
menimbulkan gangguan yang serius pada kesehatan penderitanya. Hipertensi tidak
mempunyai gejala khusus sehingga sering tidak disadari oleh penderitanya.Pada kondisi
seperti ini klien akan kehilangan kesempatan untuk bersosialisasi, rekreasi dan apabila
keadaan seperti ini berlangsung secara terus-menerus akan menyebabkan gangguan
konsep diri.
Menurut data dari Puskesmas Kedungkandang Kota Malang didapatkan data bahwa
dari 10 penyakit yang sering diderita oleh masyarakat Kedungkandang, penyakit hipertensi
berada pada nomor 2 teratas yaitu hipertensi sebanyak 17% (695 orang) setelah ISPA
(33%). Sedangkan diabetes mellitus merupakan penyakit nomor 5 teratas setelah ISPA,
hipertensi, osteoarthritis, dan gastritis yaitu sebanyak 7% (270 orang). Masyarakat RT.5
RW.3 didapatkan data bahwa sebanyak 18 orang (37%) pre hipertensi, 6 orang (12%)
hipertensi stadium 1, dan 8 orang (16%) hipertensi stadium 2.
Peran perawat komunitas membantu keluarga dan komunitas untuk menyelesaikan
masalah kesehatan dengan cara meningkatkan kesanggupan keluarga dan komunitas
melakukan fungsi dan tugas perawatan kesehatan keluarga. Adapun peran perawat yaitu
berupa pendidikan kesehatan agar keluarga dan komunitas mampu melakukan asuhan
keperawatan secara mandiri, sebagai coordinator untuk mengatur program kegiatan atau
dari berbagai disiplin ilmu, sebagai pengawas kesehatan, sebagai konsultan dalam
mengatasi masalah, sebagai fasilitator asuhan keperawatan dasar pada keluarga dan
komunitas yang menderita penyakit tidak menular.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan umum
Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan hipertensi dan diabetes mellitus
pada masyarakat serta mampu membantu masyarakat untuk bisa mengontrol hipertensi dan
diabetes mellitus.

1.2.2 Tujuan khusus


1. Mendapatkan data pengkajian keperawatan komunitas di RT 05 RW 03 Kelurahan
Kedungkandang Kota Malang
2. Menetapkan prioritas masalah kesehatan di RT 05 RW 03 Kelurahan Kedungkandang
Kota Malang
3. Menyusun rencana intervensi keperawatan komunitas terkait masalah kesehatan warga
di RT 05 RW 03 Kelurahan Kedungkandang Kota Malang
4. Melaksanakan implementasi keperawatan komunitas terkait masalah kesehatan warga
di RT.05 RW.03 Kelurahan Kedungkandang Kota Malang
5. Melakukan evaluasi keperawatan komunitas terkait masalah warga di RT.05 RW.03
Kelurahan Kedungkandang Kota Malang
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep
2.1.1 Pengertian Community As Partner
Konsep Community as Partner diperkenalkan Anderson dan McFarlane yang
merupakan pengembangan dari model Neuman yang menggunakan pendekatan totalitas
manusia untuk menggambarkan status kesehatan klien. Komunitas sebagai klien/partner
berarti bahwa kelompok masyarakat tersebut turut berperan serta secara aktif dalam
meningkatkan kesehatan, mencegah dan mengatasi masalah kesehatannya (Ekasari,
2006).
Model community as partner ada dua komponen penting yaitu roda pengkajian
komunitas dan proses keperawatan. Roda pengkajian komunitas terdiri dari dua bagian
utama yaitu inti (core) sebagai intrasistem terdiri dari demografi, riwayat, nilai dan keyakinan
komunitas. Ekstrasistemnya terdiri dari delapan subsistem yang mengelilingi inti yaitu
lingkungan fisik, pendidikan, keamanan dan transportasi, politik dan pemerintahan,
pelayanan kesehatan dan sosial, komunikasi, ekonomi dan rekreasi. Sedangkan proses
keperawatan yang dimaksud mulai dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi
dan evaluasi (Mubarak, 2009).

2.1.2 Pengkajian Community as Partner


Pengkajian komunitasadalahuntuk mengidentifikasifaktor(positifdan negatif) yang
berhubungan dengan kesehatan dalamrangkamembangun strategiuntuk
promosikesehatan. Pengkajian meliputidemografi,riwayat, nilaikeyakinandan
riwayatkesehatanindividu yangdipengaruhioleh sub system komunitas yang terdiri dari
lingkungan fisik, pendidikan, keamanan dan transportasi, politik dan pemerintahan,
pelayanan kesehatan dan sosial, komunikasi, ekonomi dan rekreasi.Aspek-aspek tersebut
dikajimelaluipengamatanlangsung, datastatistik,angketdan wawancara.
a. Data inti
1. Riwayat atau sejarah perkembangan komunitas
Riwayat terbentuknya sebuah komunitas (lama/baru). tanyakan pada orang-orang
yang kompeten atau yang mengetahui sejarah area atau daerah itu.
2. Data demografi
Karakteristik orang-orang yang ada di area atau daerah tersebut, distribusi (jenis
kelamin, usia, status perkawinan, etnis), jumlah penduduk,
3. Vital statistic
Meliputi kelahiran, kematian, kesakitan dan penyebab utama kematian atau
kesakitan.
4. Nilai dan kepercayaan
Nilai yang dianut oleh masyarakat yang berkaitan dengan kesehatan, kepercayaan-
kepercayaan yang diyakini yang berkaitan dengan kesehatan, kegiatan keagamaan
di masyarakat, kegiatan-kegiatan masyarakat yang mencerminkan nilai-nilai
kesehatan.
b. Subsistem
1. Lingkungan fisik
Catat lingkungan tentang mutu air, flora, perumahan, ruang, area hijau, binatang,
orang-orang, bangunan buatan manusia, keindahan alam, air, dan iklim.
2. Pelayanan kesehatan dan sosial
Catat apakah terdapat klinik, rumah sakit, profesi kesehatan yang praktek, layanan
kesehatan publik, pusat emergency, rumah perawatan atau panti werda, fasilitas
layanan sosial, layanan kesehatan mental, dukun tradisional/pengobatan alternatif.
3. Ekonomi
Catat apakah perkembangan ekonomi di wilayah komunitas tersebut maju dengan
pesat, industri, toko, dan tempat-tempat untuk pekerjaan, adakah pemberian bantuan
sosial (makanan), seberapa besar tingkat pengangguran, rata-rata pendapatan
keluarga, karakteristik pekerjaan.
4. Keamanan dan transportasi
Jenis transportasi publik dan pribadi yang tersedia di wilayah komunitas, catat
bagaimana orang-orang bepergian, apakah terdapat trotoar atau jalur sepeda,
apakah ada transportasi yang memungkinkan untuk orang cacat. jenis layanan
perlindungan apa yang ada di komunitas (misalnya: pemadam kebakaran, polisi, dan
lain-lain), apakah mutu udara di monitor, apa saja jenis kegiatan yang sering terjadi,
apakah orang-orang merasa aman.
5. Politik dan pemerintahan
Catat apakah ada tanda aktivitas politik, apakah ada pengaruh partai yang menonjol,
bagaimana peraturan pemerintah terdapat komunitas (misalnya: pemilihan kepala
desa, walikota, dewan kota), apakah orang-orang terlibat dalam pembuatan
keputusan dalam unit pemerintahan lokal mereka.
6. Komunikasi
Catat apakah oaring-orang memiliki tv dan radio, apa saja sarana komunikasi formal
dan informal yang terdapat di wilayah komunitas, apakah terdapat surat kabar yang
terlihat di stan atau kios, apakah ada tempat yang biasanya digunakan untuk
berkumpul.
7. Pendidikan
Catat apa saja sekolah-sekolah dalam area beserta kondisi, pendidikan lokal,
reputasi, tingkat drop-out, aktifitas-aktifitas ekstrakurikuler, layanan kesehatan
sekolah, dan tingkat pendidikan masyarakat.
8. Rekreasi
Catat dimana anak-anak bermain, apa saja bentuk rekreasi utama, siapa yang
berpartisipasi, fasilitas untuk rekreasi dan kebiasaan masyarakat menggunakan
waktu senggang (Mubarak, 2009).

2.2 Penyakit Tidak Menular (PTM)


Penyakit tidak menular (PTM), juga dikenal sebagai penyakit kronis, tidak ditularkan
dari orang ke orang, mereka memiliki durasi yang panjang dan pada umumnya berkembang
secara lambat. Yang tergolong ke dalam PTM antara lain adalah; Penyakit kardiovaskuler
(jantung, atherosklerosis, hipertensi, penyakit jantung koroner dan stroke), diabetes melitus
serta kanker.
1. Penyakit kardiovaskular
Penyakit kardiovaskular adalah semua penyakit yang mempengaruhi jantung dan
pembuluh darah yang termasuk di dalamnya adalah penyakit jantung coroner, penyakit
jantung, penyakit arteri (atherosclerosis), stroke, dan hipertensi.
a. Penyakit jantung koroner (PJK)
Penyakit jantung coroner adalah penyakit jantung yang terjadi akibat penyempitan
pembuluh darah coroner dan dapat menyebabkan serangan jantung. Penyakit ini
ditandai dengan:
- Rasa tertekan seperti ditimpa beban berat, rasa sakit, terjepit, atau terbakar di
dada
- Nyeri ini menjalar ke seluruh dada, bahu kiri, lengan kiri, punggung (di antara
kedua belikat), leher dan rahang bawah, terkadang di ulu hati sehingga
dianggap sakit maag
- Dirasakan speerti tercekik atau rasa sesak
- Lamanya 20 menit bahkan lebih
- Disertai keringat dingin, rasa lemah, berdebar
- Terkadang sampai pingsan
b. Stroke
Stroke disebabkan oleh kurangnya alirand arah yang mengalir ke otak yang
terkadang menyebabkan perdarahan di otak. Aliran darah ke otak terputus karena
gumpalan darah, endapan plak atau karena pecahnya pembuluhdarah otak
sehingga sel-sel otak mebgalami kekurangan oksigen serta energy dan
menyebabkan kerusakan otak permanen yang berakibat kecacatan/kematian dini
c. Hipertensi
Hieprtensi atau tekanan darah tinggi dalah peningkatan tekanan darah secara
menetap > 140/90 mmHg. Seringkali hipertensi terjadi tanpa gejala sehingga
penderita tidak merasa sakit (Kemenkes, 2012).
2. Penyakit Diabetes Mellitus (DM)
Diabetes mellitus adalah suatau penyakit menahun yang ditanda dengan kadar gula
dalam darah melebihi nilai normal kadar gula darah yang normal GDS <200 mg/dL dan
GDP <126 mg/dL. Dengan gejala:
a. Banyak minum (polidipsi)
b. Banyak manakan (polifagi)
c. Banyak kencing (poliuri)
d. Penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas
e. Seringkali disertai dengan gejala penyerta, seperti: gatal-gatal, mengantuk,
kesemutan, mata kabur, impotensi, dan keputihan pada wanita
Jenis DM:
a. DM tipe 1, disebabkan kerusakan sel beta pancreas sehingga tidak adanya produksi
insulin sama sekali
b. DM tipe 2: disebabkan karena penurunan sekresi insulin dan atau resistensi insulin
c. DM gestasional muncul ketika penderita hamil (usia 24 minggu)
d. DM tipe lain yang disebabkan oleh pemakaian obat, infeksi, sebab imunologi yang
jarang, penyakit lain-lain, dan sebagainya
Faktor risiko DM:
a. Yang tidak bisa dimodifikasi: ras/suku, riwayat keluarga, usia >45 tahun, riwayat
melahirkan bayi besar >4000 gr, riwayat BBLR <2500 gr
b. Yang bisa dimodifikasi: IMT >23 kg/m2, kurang aktifitas fisik, hipertensi,
dyslipidemia, diet yang tidak sehat (Kemenkes, 2012).
3. Kanker
Kanker memiliki beberapa istilah seperti:
a. Tumor, yaitu benjolan atau pembengkakan terdiri dari tumor ganas dan tumor jinak
b. Kanker = neoplasma = karsinoma = keganasan = tumor ganas
c. Onkologi, yaitu ilmu tentang kanker
Karsinoma adalah kanker yang mengenai jaringan epitel, termasuk sel-sel kulit,
ovarium, payudara, serviks, kolon, pankreas dan esophagus (Kemenkes, 2012).

2.3 Program Pengendalian PTM


1. Posbindu PTM
Posbindu PTM adalah peran serta masyarakat dalam kegiatan deteksi dini, pemantauan
dan tindak lanjut faktor risiko PTM secara mandiri dan berkesinambungan. Kegiatan ini
dikembangkan sebagai bentuk kewaspadaan dini masyarakat dalam mengendalikan
faktor risiko PTM karena pada umumnya faktor risiko PTM tidak bergejala dan seringkali
masyarakat datang ke fasilitas pelayanan kesehatan dalam keadaan komplikasi.
Sasaran Posbindu PTM untuk mengendalikan faktor risiko PTM yaitu masyaraat sehat,
masyarakat berisiko dan masyarakat dengan PTM berusia mulai dari 15 tahun ke atas.
Pengendalian faktor risiko PTM yang dilakukan meliputi masalah konsumsi rokok,
alkohol, kurang makan sayur-buah, potensi terjadinya cedera dan kekerasan dalam
rumah tangga, aktivitas fisik, Indeks Massa Tubuh (IMT), analisa lemak tubuh dan
tekanan darah, sedangkan peman-tauan lengkap yaitu meliputi pemeriksaan kadar gula
darah, kolesterol darah, pemeriksaan uji fungsi paru sederhana, pemeriksaan kadar
alko¬hol pernafasan, dan tes amfetamin urin. Tindak lanjutnya berupa pembinaan
secara terpadu dengan peningkatan pengetahuan dan kemampuan masyarakat tentang
cara mencegah dan mengendalikan faktor risiko PTM, yang dilakukan melalui
penyuluhan/ dialog interaktif secara massal dan atau konseling faktor risiko secara
terintegrasi pada individu dengan faktor risiko, sesuai dengan kebutuhan masyarakat
termasuk rujukan terstruktur.
Kegiatan posbindu PTM:
a. Wawancara tentang riwayat PTM pada keluarga dan diri pasien
b. Pengukuran IMT, lingkar perut
c. Pemeriksaan fungsi paru sederhana
d. Pemeriksaan gula darah
e. Pemeriksaan kolesterol total datah dan trigliserida
f. Pemeriksaan kadar alcohol pernapasan dan tes amfetamin urin bagi kelompok
pengemudi umum yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang berkompetensi
g. Konseling dan penyuluhan
h. Aktivitas fisik atau olahraga bersama
i. Rujukan ke fasilitas layanan kesehatan dasar di wialayahnya dengan pemanfaatan
sumber daya tersedia termasuk upaya respon cepat sederhana dalam penanganan
prarujukan (Kemenkes RI, 2013).
2. Pelayanan PTM di Fasilitas Kesehatan Dasar
Pelayanan PTM di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dasar adalah pelayanan PTM yang
meliputi: deteksi dini, tindak lanjut dini, respon cepat kegawatdaruratan, pengobatan,
rehabilitatif dan paliatif dengan pendekatan faktor risiko dan gejala PTM (rokok,
obesitas, hiperkolesterol, hipertensi, alkohol dan stress) secara terintegrasi dan
komprehensif (promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif) di fasilitas pelayanan
kesehatan dasar.Upaya pengendalian PTM di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dasar
ditekankan pada masyarakat yang masih sehat (well being) dan masyarakat yang
berisiko (at risk) dengan tidak melupakan masyarakat yang berpenyakit (deseased
population) dan masyarakat yang menderita kecacatan dan memerlukan rehabilitasi
(Rehabilitated population).
3. Program pengendalian hipertensi
Tujuan Program pengendalian Hipertensi adalah terselenggaranya upaya Pengendalian
Hipertensi guna menurunkan angka kesakitan, kematian dan kecacatan dan akibat
hipertensi di Indonesia. Program pengendalian hipertensi yaitu:
a. Prevensi dan penurunan faktor risiko
b. Deteksi dini dan pengobatan kontinyu
c. Surveilans dan monitoring (Kemenkes RI, 2013).

2.4 Strategi Intervensi Keperawatan Komunitas


Strategi intervensi keperawatan komunitas adalah sebagai berikut:
a. Proses kelompok (group process)
Seseorang dapat mengenal dan mencegah penyakit, tentunya setelah belajar dari
pengalaman sebelumnya, selain faktor pendidikan/pengetahuan individu, media masa,
Televisi, penyuluhan yang dilakukan petugas kesehatan dan sebagainya. Begitu juga
dengan masalah kesehatan di lingkungan sekitar masyarakat, tentunya gambaran
penyakit yang paling sering mereka temukan sebelumnya sangat mempengaruhi upaya
penangan atau pencegahan penyakit yang mereka lakukan. Jika masyarakat sadar
bahwa penangan yang bersifat individual tidak akan mampu mencegah, apalagi
memberantas penyakit tertentu, maka mereka telah melakukan pemecahan-pemecahan
masalah kesehatan melalui proses kelompok.
Dalam kasus ini, tenaga kesehatan bersama masyarakat membicarakan tentang
masalah kesehatan di desa, masyarakat juga harus ikut berpartisipasi demi menjaga
kesehatan desa (harlinawati, 2013).
b. Pendidikan Kesehatan (Health Promotion)
Pendidikan kesehatan adalah proses perubahan perilaku yang dinamis, dimana
perubahan tersebut bukan hanya sekedar proses transfer materi/teori dari seseorang ke
orang lain dan bukan pula seperangkat prosedur. Akan tetapi, perubahan tersebut
terjadi adanya kesadaran dari dalam diri individu, kelompok atau masyarakat sendiri.
Sedangkan tujuan dari pendidikan kesehatan menurut Undang-Undang Kesehatan No.
23 Tahun 1992 maupun WHO yaitu ”meningkatkan kemampuan masyarakat untuk
memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan; baik fisik, mental dan sosialnya;
sehingga produktif secara ekonomi maupun secara sosial.
Dalam kasus ini, perawat melakukan pendidikan kesehatan kepada masyarakat
tentang ispa pada anak, merokok remaja, atau diabetes. Dan diberikan cara untuk
mencegahnya juga dampak buruk bila masalah terus berlangsung. Masyarakat juga
bisa menanyakan apa saja yang kurang paham dari pembahasan pada saat pendidikan
kesehatan 9Harlinawati, 2013).
c. Kerjasama (Partnership)
Berbagai persoalan kesehatan yang terjadi dalam lingkungan masyarakat jika tidak
ditangani dengan baik akan menjadi ancaman bagi lingkungan masyarakat luas. Oleh
karena itu, kerja sama sangat dibutuhkan dalam upaya mencapai tujuan asuhan
keperawatan komunitas melalui upaya ini berbagai persoalan di dalam lingkungan
masyarakat akan dapat diatasi dengan lebih cepat.
Perawat atau pelayan kesehatan bekerja sama dengan seluruh perangkat yang ada
di masyarakat untuk mengurangi masalah kesehatan. Ini juga merupakan bentuk agar
masyarakat bisa lebih mandiri (Mubarak, 2009).
d. Pemberdayaan masyarakat
Pemberdayaan menggunakan strategi pemberdayaan untuk membantu masyarakat
mengembangkan keterampilan dalam menyelesaikan masalah, menciptakan jejaring,
negosiasi, lobbying, dan mendapatkan informasi untuk meningkatkan kesehatan dalam
upaya mencegah risiko penyakit tertentu (Supriyatna, 2014).
e. Advokasi
Individu dan masyarakat didukung oleh perawat kesehatan masyarakat untuk
menggunakan hak mereka dalam hubungannya dengan perawatan kesehatan yang
tepat dan di mana mereka tidak dapat melakukannya. Perawat kesehatan masyarakat
secara aktif melakukan advokasi atas nama mereka (Harlinawati, 2013).
f. Screening
Screening merupakan kegiatan mengidentifikasi individu dengan faktor risiko kesehatan
yang belum diakui untuk kondisi penyakit tanpa gejala pada populasi (Harlinawati,
2013).
2.5 Senam Diabetes

Senam diabetes adalah senam aerobic low impact dan rithmis gerakan
menyenangkan tidak membosankan dan dapat diikuti semua kelompok umur sehingga
menarik antusiasme kelompok dalam klub- klub diabetes. Pada waktu latihan jasmani
otot-otot tubuh, sistem jantung dan sirkulasi darah serta pernafasan diaktifkan. Oleh
sebab itu metabolisme tubuh, keseimbangan cairan dan elektrolit serta asam basa
harus menyesuaikan diri. Otot – otot akan menggunakan asam lemak bebas dan
glukosa yang berasal dari glikogen di otot – otot pada waktu latihan jasmani mulai
dipakai sebagai sumber tenaga. Apabila latihan jasmani terus ditingkatkan maka
sumber tenaga dan glikogen otot berkurang, selanjutnya akan terjadi pemakaian
glukosa darah dan asam lemak bebas. Makin ditingkatkan porsi olahraga makin
meningkat pula pemakaian glukosa yang berasal dari cadangan glikogen hepar. Apabila
porsi latihan ditingkatkan lagi, maka sumber tenaga terutama berasal dari asam lemak
bebas dan lipolisis jaringan lemak.

Manfaat olahraga ditentukan oleh tipe penyakit DM, yaitu DM tipe 1 atau DM tipe
2. Pada DM tipe 1 memiliki kadar darah yang rendah akibat kurang atau tidak adanya
produksi insulin oleh pancreas. DM tipe 1 mudah mengalami hipoglikemia selama dan
segera sesudah berolahraga. Meskipun olahraga pada DM tipe I tidak mempengaruhi
pengaturan kadar gula darah, namun mempunyai beberapa keuntungan, seperti dapat
mengurangi resiko penyakit jantung, gangguan pembuluh darah dan saraf.

Olahraga pada DM tipe II berperan utama dalam pengaturan kadar gula darah.
Pada tipe ini produksi insulin umumnya tidak terganggu terutama pada awal menderita
penyakit ini. Masalah utama adalah kurangnya respons reseptor insulin terhadap
insulin, sehingga insulin tidak dapat masuk ke dalam sel-sel tubuh kecuali otak. Otot
yang berkontraksi atau aktif tidak memerlukan insulin untuk memasukkan glukosa ke
dalam sel, karena pada otot yang aktif sensitivitas reseptor insulin meningkat. Oleh
karena itu olahraga pada DM tipe II akan menyebabkan berkurangnya kebutuhan insulin
eksogen. Selain bermanfaat dalam mengontrol kadar gula darah, olahraga pada DM
tipe II diharapkan dapat menurunkan BB dan ini merupakan salah satu sasaran yang
ingin dicapai, bahkan sebagian ahli menganggap bahwa manfaat olahraga bagi DM tipe
II akan lebih jelas bila disertai dengan penurunan BB.

Olahraga secara umum bermanfaat bagi penderita DM, manfaat tersebut adalah
sebagai berikut:

1. Mengontrol gula darah, terutama pada DM tipe II, sedangkan bagi DM tipe 1
masih merupakan problematic
2. Menghambat dan emmperbaiki faktor risiko penyakit kardiovaskular yang banyak
terjadi pada penderita DM
3. Menurunkan berat badan
4. Memperbaiki gejala-gejala musculoskeletal otoy, tulang sendi, yaitu gejala-gejala
neuropati perifer dan osteoarthritis
5. Memberikan keuntungan psikologis
6. Mencegah terjadinya DM yang dini, terutama bagi orang-oorang dengan riwayat
keluarga DM tipe II dan diabetes kehamilan atau predicable tes
Senam jenis apapun pada prinsipnya baik untuk semua orang. Tapi bagi
penderita diabetes manfaatnya akan lebih efektif bila jenis olahraga yang dilakukan
mayoritas menggunakan otot-otot besar tubuh, dengan gerakan-gerakan ritmis
(berirama) dan berkesinambungan (kontinyu) dalam waktu yang lama. Olahraga yang
dianjurkan untuk penderita DM adalah aerobic low impact dan ritmis, misalnya
berenang, jogging, naik sepeda, dan senam disco, sedangkan latihan resisten statis
tidak dianjurkan (misalnya olahraga beban angkat besi). Tujuan latihan adalah untuk
meningkatkan kesegaran jasmani atau nilai aerobic optimal.

Petunjuk olahraga:
1. Program latihan
Program latihan yang dianjurkan bagi penderita DM untuk meningkatkan kesegaran
jasmani adalah CRIPE, karena program ini dianggap memenuhi kebutuhan. CRIPE
adalah kepanjangan dari:
a. Continous, artinya latihan jasmani terus-menerus tidak berhenti dapat menurunkan
intensitas, kemudian aktif lagi dan seterusnya intensitas dikurangi lagi. Aktif lagi dan
seterusnya, melakukan aktivitas latihan terus menerus selama 50-60 menit.
b. Rhytmical, artinya latihan harus dilakukan berirama, melakukan latihan otot
kontraksi dan relaksasi. Jadi gerakan berirama tersebut diatur dan terus-menerus
c. Interval, artinya latihan dilaksanakan terselang-seling, kadang-kadang cepat,
kadang-kadang lambat tetapi kontinyu selama periode latihan
d. Progresif artinya latihan harus dilakukan peningkatan secara bertahap dan beban
latihan juga ditingkatkan secara perlahan-lahan
e. Endurance, artinya latihan untuk meningkatkan kesegaran dan ketahanan system
kardiovaskular dan kebutuhan tubuh pendeita DM
2. Porsi latihan
Porsi latihan harus ditentukan supaya maksud dan tujuan latihan oleh penderita DM
memberikan manfaat yang baik. Latihan yang berlebihan akan merugikan kesehatan,
sedangkan latihan yang terlalu sedikit tidak begitu bermanfaat. Penentuan porsi latihan
harus memperhatikan intensitas latihan, lama latihan, dan frekuensi latihan.
a. Intensitas latihan
Intensitas latihan dapat dinilai dengan:
1. Target nadi/area latihan
Penderita dapat menghitung denyut nadi maksimal yang harus dicapai
selama latihan. Meskipun perhitungan ini agak kasar tapi dapat digunakan
rumus denyut nadi maksimal = 220 – umur penderita.
Denyut nadi yang harus dicapai antara 60-79 % adalah target nadi/zone
latihan yang diperbolehkan. Bila lebih dari 79 %, maka dapat membahayakan
kesehatan penderita, apabila nadi tidak mencapai target atau kurang dari 60 %
kurang bermanfaat.
Area latihan adalah interval nadi yang ditargetkan dicapai selama
latihan/segera setelah latihan maksimum, yaitu antara 60 sampai 79 % dari
denyut nadi maksimal. Sebagai contoh penderita DM tidak tergantung insulin
umur 40 tahun, interval nadiyang diperbolehkan adalah 60 % kali (220 –40) dan
79 % kali (220-40) dan hasilnya interval nadi antara 108 sampai dengan 142
permenit. Jadi area latihan antara 108 –142 denyut nadi permenit.
2. Kadar gula darah
Sesudah latihan jasmani kadar gula darah 140-180 mg% pada usia lanjut
dianggap cukup baik, sedang usia muda sampai 140 mg%.
3. Tekanan darah sebelum dan sesudah latihan
Sebelum latihan tekanan tidak melebihi 140 mmHg dan setelah latihan meksimal
tidak lebih dari 180 mmHg
b. Lama latihan
Untuk mencapai efek metabolik, maka latihan inti berkisar antara 30-40 menit
dengan pemanasan dan pendinginan masing-masing 5-10 menit. Bila kurang, maka
efek metabolic sangat rendah, sebaliknya bila berlebihan menimbulkan efek buruk
terhadap sistem muskuloskeletal dan kardiovaskuler serta sistem respirasi.
c. Frekuensi
Frekuensi olahraga berkaitan erat dengan intensitas dan lamanya berolahraga,
Menurut hasil penelitian,ternyata yang paling baik adalah 5 kali seminggu. Tiga kali
seminggu sudah cukup baik, dengan catatan lama latihan harus diperpanjang 5
sampai 10 menit lagi. Jangan sampai 7 kali seminggu, karena tidak ada hari untuk
istirahat, lagipula kurang baik untuk metabolisme tubuh
3. Latihan kaki
Untuk mencegah atau menghambat dan memperbaiki neuropati perifer pada umumnya
dan pada orang tua yang sudah menderita osteoartrosis dan neuropati, maka latihan
kaki harus lebih intensif. Tujuan latihan kaki adalah untuk memperbaiki sirkulasi darah
tungkai bawah pergelangan kaki, telapak kaki dan jari-jari. Latihan kaki sebaiknya
dilakukan sebelum latihan jasmani sebenarnya (jalan, jogging dan sebagainya) atau
diluar hari-hari latihan dan dapat dilakukan dimana saja.
Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum latihan:
1. Berkonsultasi dengan dokter yang menangani DM
2. Sesuaikan obat-obat yang dipakai dengan latihan-latihan olahraganya
3. Kalau perlu, masukkan karbohidrat bisa ditambah
4. Bila berlatih dengan seorang instruktur, katakana kepada pelatih bahwa ada penderita
DM
5. Bawalah serta coklat yang dpaat segera digunakan, seandainya terjadi hipoglikemu
untuk menanggulanginya
6. Sebaiknya berlatih bersama teman yang sewaktu-waktu bisa menolong apabila terjadi
hal-hal yang tidak terduga
Beberapa catatan:
1. Memakai pakaian olahraga, kaos kaki yang nyaman dan biasanya dari katun cukup baik
2. Hindarkan latihan di udara terlalu panas atau terlalu dingin
3. Pada keadaan gula sangat tinggi sebaiknya latihan dihindarkan
4. Minum harus cukup pada saat dan sesudah olahraga
5. Kaki harus diperhatikan setiap selesai latihan ada lecet/luka
6. Penderita yang mendapat terapi insulin dan obat penurun gula darah (OHO) sebaiknya
pasien diperiksa gula darah sebelum, selama, dan sesudah latihan, terutama pasien
DM tipe 1 dan DM tiep II yang mendapat insulin

2.5 Brisk Walking


Brisk walking exercise bekerja melalui penurunan resistensi perifer. Pada saat
otot berkontraksi melalui aktivitas fisik akan terjadi peningkatan aliran darah 30 kali lipat
ketika kontraksi dilakukan secara ritmik. Adanya dilatasi sfinter prekapiler dan arteriol
menyebabkan peningkatan pembukaan 10–100 kali lipat pada kapiler. Dilatasi pembuluh
juga akan mengakibatkan penurunan jarak antara darah dan sel aktif, serta jarak tempuh
difusi O2 dan zat-zat metabolic sangat berkurang yang dapat meningkatkan fungsi sel
karena ketercukupan suplai darah, oksigen serta nutrisi dalam sel (Ganong, 2005/ 2008;
Price, 2003).
Pada pasien hipertensi, penurunan tekanan darah akan nyata jika brisk walking
dilakukan berulang-ulang dalam waktu lama (lebih 3 bulan), sehingga terjadi penurunan
tekanan darah dalam waktu yang lama. Pasien hipertensi, jika melakukan brisk walking
exercise secara teratur dan cukup takarannya, tekanan darah dapat turun 4–9 mmHg
(Brennan, 2011). Hasil dari penelitian ini pengaruh brisk walking terhadap tekanan darah
menunjukkan adanya penurunan tekanan darah setelah brisk walking exercise yaitu
terjadi rerata penurunan tekanan sistolik 5,048 mmHg dan diastolik rerata mengalami
penurunan 4,429 mmHg pada kelompok intervensi. Pengaruh brisk walking exercise
terhadap kelompok intervensi ini tidak terpengaruh dengan target pencapaian nadi oleh
aktivitas lain. Aktivitas sehari-hari yang meningkatkan denyut nadi seperti naik sepeda
ke tempat kerja, dan jalan kaki ke tempat kerja.
Brisk Walking exercise merupakan salah satu jenis latihan yang
direkomendasikan American Heart Association (AHA) dan American College of Sport
Medicine dengan frekwensi 3–5 kali dalam seminggu selama 30 menit. Latihan ini
sangat bermanfaat untuk menurunkan mortalitas penderita gangguan kardiovaskuler
termasuk hipertensi. Latihan yang tidak tepat, di sisi lain, terlalu kuat dan berlebihan
malah dapat meningkatkan risiko penurunan kemampuan curah jantung pada pasien
hipertensi (Kokkinos, 2008).
Brisk walking exercise yang dilakukan dengan segera dan tergesa selain
berdampak kurangnya kemampuan toleransi curah jantung dalam memenuhi kebutuhan
nutrisi dan oksigen yang mendadak juga dapat mengakibatkan cidera dan suasana jalan
yang kurang menyenangkan. Pada saat latihan juga perlu dikembangkan pola pikir yang
positif dan tidak berputus asa sehingga latihan dapat dilakukan dalam kurun waktu yang
panjang.
Pada penelitian jurnal “penurunan tekanan darah pada pasien hipertensi melalui
brisk walking exercise” diperoleh bahwa hasil penelitian menunjukkan adanya
penurunan tekanan darah yang signifikan kemungkinan pasien masih merasakan gejala
hipertensi lain seperti pusing, mudah berdebardebar, dan kesulitan tidur. Oleh karena itu
penerapan brisk walking exercise pada pasien hipertensi perlu bersamaan dengan
terapi-terapi yang lain seperti terapi obat-obatan hipertensi, pemberian diet rendah
garam, diet rendah kolesterol, penghentian kebiasaan merokok, dan pemberian tehnik
managemen stress (Black & Hawk, 2009).
2.6 Jus Belimbing Manis

Menurut Widharto (2007), pengobatan nonfarmakologis selain menjadi alternatif


pengobatan juga dapat dijadikan sebagai terapi komplementer yaitu pelengkap untuk
mempercepat penyembuhan. DASH (Dietary Approaches to Stop Hypertension),
merekomendasikan pasien hipertensi banyak mengkonsumsi buah-buahan dan sayuran,
meningkatkan kosumsi serat dan minum banyak air (Lewis, Hetkemper & Dirksen,
2004). Terapi jus buah sejak lama telah digunakan untuk membantu penyembuhan
berbagai penyakit termasuk hipertensi. Zat gizi yang dapat larut dalam jus buah paling
mudah dicerna juga diserap oleh tubuh dan jus buah merupakan media sempurna untuk
penyembuhan hipertensi (Jensen, 2003).
Salah satu buah-buahan yang sering digunakan sebagai obat komplementer darah
tinggi yaitu belimbing manis (Wulandari, 2011). Buah belimbing manis (Averrhoe
carambola) sangat bermanfaat untuk menurunkan tekanan darah karena kandungan serat,
kalium , fosfor dan vitamin C. Berdasarkan penelitian DASH (Dietary Approaches to
Stop Hypertension) dikatakan untuk menurunkan tekanan darah sangat dianjurkan
mengkonsumsi makanan yang tinggi kalium dan serat (Chaturvedi, 2009). Buah
belimbing manis memiliki efek diuretik yang dapat memperlancar air seni sehingga
dapat mengurangi beban kerja jantung. Suatu makanan dikatakan makanan sehat untuk
jantung dan pembuluh darah, apabila mengandung rasio kalium dengan natrium minimal
5:1. Buah belimbing mengandung kalium dan natrium dengan perbandingan
66:1sehingga sangat bagus untuk penderita hipertensi (Astawan, 2009).
Dalam penelitian yang berjudul “Pengaruh Pemberian Sari Buah Belimbing Manis
(Avverhoa Carambola) Terhadap Penurunan Tekanan Darah Tinggi Pada Lansia Di Desa
Botoputih Kecamatan Tikung Kabupaten Lamongan” dapat disimpulkan bahwa ada
pengaruh bermakna (signifikan) dari pemberian jus belimbing manis terhadap penurunan
tekanan darah. Penurunan tekanan darah terjadi karena konsumsi jus belimbing manis
menimbulkan efek diuretikefek antihipertensi dengan meningkatkan pelepasan air dan
garam natrium. Kalium yang terkandung dalam belimbing manis akan menjaga
kestabilan elektrolit tubuh melalui pompa kalium natrium, mengurangi jumlah air dan
garam didalam tubuh serta melonggarkan pembuluh darah sehingga jumlah garam
dipembuluh darah membesar, kondisi ini membantu tekanan darah menjadi normal
(Wiryowidagdo, 2002) . Buah belimbing manis yang kaya serat yang akan mengikat
lemak dan berdampak pada tidak bertambahnya berat badan, salah satu faktor risiko
hipertensi.
Belimbing manis juga mengandung fosfor dan vitamin C yang dapat menurunkan
ketegangan atau stress yang merupakan faktor risiko penyebab hipertensi (Murphy,
2009).Kalium juga berguna untuk menghambat renin dalam sistem angiotensin dimana
angiotensinogen tidak dapat membentuk angiotensin I. Selain mengandung kalium,
belimbing manis juga mengandung flavonoid catechin yang dapat menyebabkan efek
antihipertensi. Flavonoid menghambat kerja dari angiotensin converting enzyme,
sehingga angiotensin I tidak dapat diubah menjadiangiotensin II dan menyebabkan
berkurangnya efek vasokonstriksidan sekresi alodesteron untuk reabsorbsi natrium dan
air sehingga tekanan darah akan turun (Wirakusumah, 2006).
Penelitian lain juga menunjukkan konsumsi jus belimbing manis dengan campuran
dari 375gr belimbing manis dan 50cc selama 3 hari berturut-turut berpengaruh terhadap
penurunan tekanan darah sistole dan diastole. Konsumsi jus belimbing manis sebaiknya
dilakukan pada pagi hari selain dapat menyegarkan tubuh, akan terserap lebih sempurna
oleh usus serta pukul 08.00-11.00 menunjukkan tekanan darah mencapai angka paling
tinggi (Bangun, 2002).Hasil penelitian ini sesuai berdasarkan penelitian tentang efek
farmakologi Averrhoa carambola yang dilakukan oleh mahasiswa fakultas farmasi ITB
menunjukkan buah belimbing manis memiliki efek diuretik pada dosis 5 dan 10 ml/kg bb
(setara dengan 6,35 g buah segar) (Rianti & Pandawinata, 2007).
Pengaruh kandungan jus buah belimbing manis terhadap tekanan darah terlihat
jelas dalam peranan kalium, kalsium dan magnesium terhadap pompa kalium-natrium.
Kalium berperan dalam menjaga kestabilan elektrolit tubuh melalui pompa kalium-
natrium. Kurangnya kadar kalium dalam darah akan mengganggu rasio kalium-natrium
sehingga kadar natrium akan meningkat yang menyebabkan pengendapan kalsium pada
persendian dan tulang belakang yang meningkatkan kadar air tubuh sehingga
meningkatkan beban kerja jantung dan penggumpalan natrium dalam pembuluh darah.
Pembuluh darah yang terkikis dan terkelupas pada akhirnya menyumbat aliran darah
sehingga meningkatkan resiko hipertensi dan dengan terapi jus buah belimbing manis hal
ini kemungkinan dapat dihindari. Magnesium sendiri disini berperan dalam
mengaktifkan pompa kalium-natrium yang memompa natrium keluar dan kalium masuk
ke dalam sel (Julianti, 2005). Magnesium juga berperan dalam mempertahankan irama
jantung agar tetap dalam kondisi normal, memperbaiki aliran darah ke jantung dan
mendatangkan efek penenang bagi tubuh.
Magnesium juga memiliki ektivitas atau cara kerja yang sama seperti diltiazem,
verapamil dan isoptin yang dapat menjaga tekanan darah tetap teratur dan stabil
(Baverman & Baverman, 2006). Mengkonsumsi jus buah belimbing manis dapat
membantu mempertahankan.Berdasarkan hasil penelitian-penelitian yang telah dilakukan
dapat disimpulkan bahwa jus belimbing manis dapat dimanfaatkan sebagai salah satu
dari pengobatan alternatif yang bersifat non farmakologis, belimbing manis diharapkan
dapat menjadi suatu terobosan baru dalam mengatasi tekanan darah tinggi atau
hipertensi. Rasa buah yang menyegarkan, mudah diperoleh, jus buah yang mudah
diserap, belimbing manis mengandung zat-zat yang bermanfaat bagi kesehatan, selain itu
belimbing manis juga terbilang lebih murah dan ekonomis jika dibandingkan biaya
pengobatan dengan farmakologis .
2.7 Peran Perawat Komunitas
Keperawatan kesehatan komunitas adalah bidang perawatan khusus yang
merupakan gabungan ketrampilan ilmu keperawatan, ilmu kesehatan masyarakat dan
bantuan sosial, sebagai bagian dari program kesehatan masyarakat secara keseluruhan
guna meningkatkan kesehatan, penyempumaan kondisi sosial, perbaikan lingkungan
fisik, rehabilitasi, pencegahan penyakit dan bahaya yang lebih besar, ditujukan kepada
individu, keluarga, yang mempunyai masalah dimana hal itu mempengaruhi masyarakat
secara keseluruhan.
Keperawatan kesehatan komunitas adalah pelayanan keperawatan profesional
yang ditujukan kepada masyarakat dengan pendekatan pada kelompok resiko tinggi,
dalam upaya pencapaian derajat kesehatan yang optimal melalui pencegahan penyakit
dan peningkatan kesehatan dengan menjamin keterjangkauan pelayanan kesehatan
yang dibutuhkan dan melibatkan klien sebagai mitra dalam perencanaan, pelaksanaan
dan evaluasi pelayanan keperawatan. Keperawatan kesehatan komunitas terdiri dari
tiga kata yaitu keperawatan, kesehatan dan komunitas
Tujuan Keperawatan Kesehatan Komunitas
1. Tujuan Umum
Meningkatkan derajat kesehatan dan kemampuan masyarakat secara meyeluruh dalam
memelihara kesehatannya untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal secara
mandiri.
2. Tujuan khusus
a. Dipahaminya pengertian sehat dan sakit oleh masyarakat.
b. Meningkatnya kemampuan individu, keluarga, kelompok dan masyarakat untuk
melaksanakan upaya perawatan dasar dalam rangka mengatasi masalah
keperawatan.
c. Tertanganinya kelompok keluarga rawan yang memerlu¬kan pembinaan dan
asuhan keperawatan.
d. Tertanganinya kelompok masyarakat khusus/rawan yang memerlukan pembinaan
dan asuhan keperawatan di rumah, di panti dan di masyarakat.
e. Tertanganinya kasus-kasus yang memerlukan penanganan tindaklanjut dan asuhan
keperawatan di rumah.
f. Terlayaninya kasus-kasus tertentu yang termasuk kelompok resiko tinggi yang
memerlukan penanganan dan asuhan keperawatan di rumah dan di Puskesmas.
g. Teratasi dan terkendalinya keadaan lingkungan fisik dan sosial untuk menuju
keadaan sehat optimal.
Fungsi perawat komunitas dalam menjalankan perannya:
1. Independen adalah mandiri, tidak tergantung orang lain
2. Dependen adalah melaksanakan intrusi dari tenaga kesehatan lain
3. Interdependen adalah kerja tim dengan tenaga kesehatan lain

Peranan perawat komunitas memiliki ciri khusus dalam pelayanan keperawatannya


dengan menitikberatkan pada prinsi Community as Partner. Focus peran perawat komunitas
yaitu pencegahan penyakit, injury/kecacatan, promosi kesehatan dan pemeliharaan
kesehatan masyarakat. Perawat komunitas adalah perawat yang mampu:
1. Menggabungkan keterlibatan masyarakat
2. Memberikan pemahaman klinis terkait sehat sakit pada individu, keluarga dan populasi
3. Bekerja sendiri atau berkelompok
4. Berkolaborasi dengan disiplin ilmu yang lain (Harlinawati, 2013).

Peran perawat komunitas ada tujuh, yaitu:


1. Clinician
Peran perawat yang paling familiar sebagai care provider. Memberikan asuhan
keperawatan kepada individu, keluarga, kelompok, dan komunitas. Holistic practice
yang omprehensif, total care yang meliputi fisik, emosi, social, spiritual dan ekonomi.
Focus pada promosi kesehatan yaitu at risk population/vulnerable. Seorang perawat
komunitas harus memiliki Skill expansion: communication, listening, skill of observation,
counseling.
2. Educator
Disebut juga health teacher, memberikan pengajaran atau informasi tentang kesehatan.
Educator role merupakan peran kominan perawat komunitas dalam memberikan
pelayanan keperawatan. Mayoritas klien (community) dalam kondisi tidak sakit akut dan
mampu menangkap informasi kesehatan. Perawat harus signifikan dalam menjangkau
populasi yang lebih luas. Pemberian informasi dapat dilakukan pada institusi formal atau
pilihan sesuai dengan tingkat kemampuan masyarakat.
3. Advocate
Perawat komunitas berperan memberikan advocacy kepada klien (komunitas). Setiap
individu, kelompok, dan masyarakat berhal mendapatkan pelayanan kesehatan yang
sederajat.sistem pelayanan kesehatan yang ada bersifat terbagi-bagi dan
depersonalisasi. Masyarakat miskin, kurang beruntung, tanpa asuransi kesehatan.
Penduduk pendatang tidak merasakan pelayanan kesehatan yang sederajat. Perawat
komunitas memberikan arahan dan penjelasan terhadap kompleksitas system
pelayanan kesehatan yang tujuannya agar masyarakat mendapatkan pelayanan
kesehatan sesuai kebutuhan.
Tujuan advokat:
a. Membantu klien memperoleh informasi yang relevan terkait pelayanan kesehatan
atau sebagai self-determination
b. Membuat system pelayanan kesehatan lebih responsive dan relevan terhadap
kebutuhan kesehatan masyarakat
Tindakan advokasi:
a. Advokat harus tegas
b. Advokat mampu mengambil risiko
c. Advokat mampu komunikasi dan bernegosiasi
d. Advokat mampu mengidentfiikasi dan mendapatkan sumber daya untuk
kebermanfaat klien (komunitas)
4. Manager
Perawat komunitas dapat mengkaji, merencanakan, mengorganisasi kebutuhan klien,
mengatur, mengawasi dan mengevaluasi dari pelayanan yang diberikan. Peran ini
berkaitan dengan 4 hal yaitu
a. Nurse as planner, adalah melakukan kolaborasi, menentukan target dan evaluasi
b. Nurse as organizer adalah mendesain struktur dengan siapa bekerja dan apa tugas
yang akan dilakukan
c. Nurse as leader adalah perawat harus punya kemampuan mengatur,
mempengaruhi, membujuk orang lain agar memberikan perubahan positif terhadap
kesehatan masyarakat.
d. Nurse as Controller and evaluator adalah bagaimana program dan rencana berjalan
dengan baik
Ada dua konsep manager role yaitu:
a. Management bahviors:
1. Decision-making behaviors
2. Transfer of information bahviors
3. Interpersonal behaviors
b. Management skills:
1. Human skills
2. Conseptual skill
3. Technical skill
5. Collaborator
Perawat komunitas jarang bekerja sendiri. Berkolaborasi dengan tenaga professional
yang lain, speerti: dokter, bidan, ahli gizi, LSM, ahli lingkungan, kesmas. Perawat
komunitas dalam melakukan kolaborasi harus memiliki kemampuan komunikasi,
kerjasama tim, sikap asertif terhadap anggota tim yang lain.
6. Leadership
Kepemimpinan berfokus pada terjadinya perubahan. Disebut juga agent of change.
Perawat komunitas memulai perubahan positif untuk kesehatan masyarakat. Mengajak
orang lan untuk melakukan perubahan. Dalam mewujudkan perubahan tersebut,
perawat juga bekerjasama dengan tim professional lainnya.
7. Researcher
Perawat juga sebagai peneliti. Perawat terlibat dalam investigasi sistematis,
pengumpulan data, analisa data, mencari pemecahan maslaah dan menerapkan
solusi/intervensi. Harapannya hasil penelitian dapat diterapkan di lapangan/praktik
dengan tujuan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat (Harlinawati, 2013).

Praktik keperawatan komunitas:


1. Home health nursing
Klien baru saja keluar RS dan dirujuk untuk melakukan perawatan/follow up kepada
perawat komunitas (kunjungan rumah). Kunjungan rumah dapat juga berupa upaya
promosi kesehatan, seperti mengkaji perilaku kesehatan keluarga yang juga termasuk
PHBS rumah tangga.
2. School nursing atau UKS
Perawat bekerja di sekolah. Melakukan program kesehatan bagi siswa yaitu
penjaringan kesehatan pada siswa baru. Dpaat pula memberikan imunisasi, penkes
personal hygiene, pola makan, jajan sehat, perkembangan reproduksi.
3. Occupational health nursing
Kesehatan pekerja penting terkait dengan kesehatan individu, produktivitas
usaha/industry, kesejahteraan Negara. Perawat dan anggota perusahaan atau tempat
kerja berupaya untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman dan sehat. Mislanya
dengan memberikan asuransi kesehatan contohnya Jamsostek, menyediakan jajan
sehat seperti buah, kegiatan olahraga pada hari jumat/sebelum bekerja, mengadakan
pendidikan kesehatan terkait keselamatan pekerja, menyediakan APD.
4. Correctional health nursing
Lembaga pemasyarakatan merupakan at risk population. Biasanya terjadi peristiwa
seperti:
- Communication disease
- Substance abuse
- Depression
- Rape
- Pregnancy
Disana diperlukan peran perawat untuk memperbaiki kesehatan komunitas berisiko
agar tercipta kesehatan yang lebih baik dari segi psikososial maupun fisik (Harlinawati,
2013).
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS

Asuhan keperawatan komunitas dilaksanakan oleh mahasiswa jurusan keperawatan


FKUB melalui praktek keperawatan di masyarakat yang dimulai pada tanggal 11 September
2017 sampai 28 Oktober 2017. Kelompok mendapatkan tempat praktek di wilayah RT 05
RW 3Kelurahan Kedungkandang Malang

3.1 Tahap Persiapan


Keperawatan komunitas merupakan salah satu departemen dalam pendidikan profesi
keperawatan dengan kegiatan yang difokuskan pada praktek lapangan, namun tidak
mengesampingkan tugas jaga mahasiswa di Puskesmas Kedungkandang, Malang.
Kelompok melakukan pengkajian pada daerah binaan didasarkan pada penemuan masalah
kesehatan yakni terkait PTM (Penyakit tidak menular)yang fokus pada masalah hipertensi
dan diabetes di wilayah RT 05 RW 3Kelurahan Kedungkandang Malang. Kelompok dalam
melakukan pengkajian di daerah binaan menggunakan model community as partner serta
berkoordinasi dengan pembimbing lahan dan pembimbing akademik terkait masalah di
lingkungan komunitas tersebut.
Pada minggu pertama tanggal 11 September 2017, setelah mendapatkan
pengarahan dari pembimbing lahan di puskesmas Kedungkandang, mahasiswa
mendapatkan daerah binaan di RW 3. Mahasiswa kemudian memberikan surat pengantar
kepada Kelurahan Kedungkandang dari puskesmas kemudian mendapatkan surat
pengantar lagi untuk diberikan kepada Ketua RW 3. Setelah menyerahkan surat pengantar
dan meminta ijin kepada ketua RW 3, kemudian mahasiswa diarahkan untuk menemui ketua
RT 5.Tanggal 12 September 2017 mahasiswa meminta izin kepada ketua RT 5 untuk
melakukan pengkajian ke masyarakat RT 5. Tanggal 12-14 September 2017
mahasiswamenyiapkan instrumen pengkajian berupa pengkajian secara umum dan
pengkajian terkait PTM (DM dan hipertensi). Instrumen yang digunakan yaitu kuesioner,
pedoman wawancara, pedoman wonshield survey, dan pedoman literatur review. Kuisioner
ditujukan kepada Kepala Keluarga (KK) di RT 5. Pedoman wawancara dan literatur review
digunakan untuk memperoleh data dari stakeholder seperti kelurahan, ketua RW, ketua RT,
kader, dan puskesmas di wilayah tersebut. Pedoman windshieldsurvey digunakan sebagai
pedoman observasi wilayah. Setelah itu kelompok menentukan jumlah sampel yang akan
dilakukan intervensi. Jumlah estimasi seluruh KK RT 5 sekitar 77 KK dengan metode
pemilihan sampling menggunakan totalsampling.Pengkajian kemudian dilakukan tanggal 15
September 2017 di RT 5 RW 3. Setelah pengkajian didapatkan hasil 49 KK telah dikaji untuk
survey.
Pada minggu ke-2, dimulai sejak tanggal 18 September 2017, mahasiswa mulai
melakukan tabulasi hasil pengkajian. Setelah data terkumpul, dilakukan pengolahan data
melalui editing, coding, data entry, dan tabulasi. Data yang telah diolah kemudian disajikan
dalam bentuk diagram. Dari data yang ada kemudian dibuat bagan permasalahan (web of
causation) yang akhirnya ditemukan beberapa masalah keperawatan. Pengkajian
didasarkan pada model pengkajian Anderson & Mc Farlane yang meliputi pengkajian
terhadap core problem, subsistem, dan persepsi

3.2 Hasil Pengkajian Core


3.2.1 Riwayat (Sejarah)
3.2.1.1 Perubahan dari segi lingkungan di kelurahan Kedungkandang
Berdasarkan wawancara dengan pihak Kelurahan Kedungkandang perubahan dari
segi lingkungan di kelurahan Kedungkandang adalah berubahnya wilayah perkebunan,
dan perladangan menjadi area perumahan.Selain itu wilayah kelurahan Kedungkandang
yang dulunya sepi sekarang mulai ramai. Sedangkan perubahan dari segi lingkungan
yang terjadi di sekitar RT 5 / RW 3 adalah adanya taman edukasi yang dibuat sekitar 1
tahun yang lalu dengan dana dari swadaya masyarakat.

3.2.1.2 Perubahan dari segi masyarakat di kelurahan Kedungkandang


Berdasarkan wawancara dengan pihak Kelurahan Kedungkandang perubahan
dari segi masyarakat di kelurahan Kedungkandang adalah pola pikir masyarakat yang
dulunya “jadul” dan kurang terpapar informasi kini mulai berubah karena adanya paparan
informasi. Sedangkan perubahan dari segi masyarakat yang terjadi di sekitar RT 5 / RW
3 adalah kerukunan yang semakin baik, karena sebelumnya pernah terjadi perpecahan
dan bentrok antar organisasi agama.

3.2.1.3 Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat Penyakit Keluarga

33%
51%
4%
4% 2%
2% 2%
2%

Hipertensi DM Hipertensi-DM Stroke


Jantung Paru Kolesterol Tidak ada

Gambar 3.1 Karakteristik Riwayat Penyakit Keluarga Warga Di RW 3 RT 5


Dari hasil survei didapatkan data bahwa responden yang memiliki keluarga
dengan riwayat Hipertensi sebanyak 33% (16 orang), DM 4%(2 orang),
Hipertensi+DM 2% (1 orang), stroke 2% (1 orang), jantung 2% (1 orang), paru 2% (1
orang), kolesterol tinggi 2% (1 orang), dan selebihnya 51% (25 orang) mengatakan
tidak ada anggota keluarganya yang memiliki riwayat penyakit yang telah disebutkan
sebelumnya.

3.2.2 Data Demografi

3.2.2.1 Data demografi Kelurahan Kedungkandang


3.2.2.1.1 Usia Warga di Kelurahan Kedungkandang

Usia

18% 18%

64%

0-15 tahun 15-65 tahun >65 tahun

Gambar 3.2 KarakteristikUsiaResponden


Berdasarkan data dari sekretaris kelurahan Kedungkandang didapatkan
pada diagram diatas bahwa usia 0-15 tahun sebanyak 18% (1861 jiwa), usia 15-65
tahun sebanyak 64% (6678 jiwa), usia >65 tahun sebanyak 18% (1873 jiwa). Dari
data tersebut usia yang paling banyak yaitu usia 15-65 tahun.

3.2.2.1.2 Jenis Kelamin Warga di Kelurahan Kedungkandang

Jenis Kelamin

51% 49%

Perempuan Laki - laki


Gambar 3.3 Karakteristik Jenis KelaminWarga Kelurahan Kedungkandang
Berdasarkan data dari sekertaris kelurahan Kedungkandang didapatkan
pada diagram diatas bahwa dari total penduduk 10.412 jiwa, 51 % (5259 jiwa)
adalah laki-laki dan 49 % (5153 jiwa) adalah perempuan.

3.2.2.1.3 Angka kematian Warga di Kelurahan Kedungkandang

Angka kematian di kelurahan


Kedungkandang 8 bulan terakhir
0%
5% 5%
5%
37%
16%

16% 16%

Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Augustus

Gambar 3.4 KarakteristikUsiaResponden


Berdasarkan hasil pengkajian berupa wawancara dengan sekertaris
kelurahan didapatkan hasil jumlah orang yang meninggal pada bulan januari 2017
0% (0 orang), bulan februari 2017 5% (1 orang), bulan maret 2017 5% (1 orang),
bulan april 2017 5% (1 orang), bulan mei 2017 16% (3 orang), bulan juni 2017 16%
(3 orang) bulan juli 2017 16% (3 orang), bulan agustus 2017 37% (7 orang).Dari
data tersebut angka kematian banyak yaitu pada bulan Agustus yakni 7 orang.

3.2.2.1.4 Angka kesakitan Warga di Kecamatan Kedungkandang

Angka kesakitan dan Top ten disease Kecamatan


Kedungkandang Bulan Agustus 2017

5%5%2%
1%
6% 33%
7%
8%
16% 17%

ISPA Hipertensi Osteoartritis Gastritis DM


Asma Batuk Diare Dyspepsia Scabies

Gambar 3.5 KarakteristikAngka kesakitan kecamatan kedungkandang


Berdasarkan hasil pengkajian berupa wawancara dengan puskesmas
didapatkan hasil angka kesakitan masyarakat kecamatan kedungkandang selama
bulan Agustus 2017 antara lain ISPA 33% (1358 orang), Hipertensi 17% (695
orang), Osteoartritis 16% (656 orang), Gastritis 8% (328 orang), DM 7% (270
orang), Asma 6% (240 orang), Batuk 5% (192 orang), Diare 5% (192 orang),
Dyspepsia 2% (62 orang), Scabies 1% (60 orang). Dari data tersebut angka
kesakitan terbanyak adalah ISPA (33%), sedangkan HT menduduki posisi kedua
dan DM posisi kelima.

3.2.2.2 Data responden di RT 5 RW 3 Kelurahan Kedungkandang


3.2.2.2.1 Responden menurut Usia

Usia
8% 4% 8%
16%
25%

7%
16%

16-25 tahun 26-35 tahun 36-45 tahun 46-55 tahun


56-65 tahun 66-75 tahun >75 tahun

Gambar 3.6 KarakteristikUsiaResponden


Berdasarkan hasil pengkajian berupa wawancara dan form survei yang
dilakukan pada 49 responden dalam 49 KK di Kelurahan KedungKandang RW 3
RT 05 didapatkan pada diagram diatas bahwa usia 16-25 tahun sebanyak 8% (4
orang), usia 26-35 tahun sebanyak 16% (8 orang), usia 36-45 tahun sebanyak
23% (11 orang), usia 46-55 tahun sebanyak 16% (8 orang), usia 56-65 tahun
sebanyak 25% (12 orang), usia 66-75 tahun sebanyak 8% (4 orang), dan usia
diatas 75 tahun sebanyak 4% (2 orang). Dari data tersebut usia yang paling banyak
yaitu 56 – 65 tahun.

3.2.2.2.2 Respondenmenurut Jenis Kelamin


Jenis Kelamin

20%

80%

Perempuan Laki - laki

Gambar 3.7 Karakteristik Jenis KelaminResponden


Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan pada 49 responden dalam
49 KK di Kelurahan Kedung Kandang RW 3 RT 05 didapatkan pada diagram
diatas bahwa jenis kelamin perempuan lebih mendominasi daripada laki-laki
dengan persentase laki-laki sebesar 28% (12 orang), dan persentase
perempuan sebanyak 72% (37 orang).

3.2.2.2.3 Respondenmenurut Status Pernikahan

Status Pernikahan

16% 2%
4%

78%

Menikah Belum Menikah Cerai Mati Cerai Hidup

Gambar 3.8 Karakteristik Status Pernikahan Responden


Berdasarkan hasil pengkajian, didapatkan pada diagram diatas bahwa
responden yang sudah menikah sebanyak 78% (38 orang), belum menikah 4%
(2 orang), cerai mati 16% (8 orang), dan Cerai hidup 2% (1 orang). Dari data
tersebut,mayoritas responden sudah menikah.

3.2.2.2.4 Respondenmenurut Agama


Agama

100%

Islam

Gambar 3.9 Karakteristik Agama Warga Responden


Distribusi agama responden di Kelurahan kedung Kandang RW 3 RT 5
sebanyak 100% (229 orang) beragama Islam.

3.2.2.2.5 Respondenmenurut IMT

IMT
2%
4%4%
21%
69%

BB Kurang BB Ideal BB Lebih Gemuk Sangat Gemuk

Gambar 3.10 Karakteristik IMTResponden


Berdasarkan diagram diatas, didapatkan data bahwa 4% (2 orang)
responden memiliki BB kurang, 69% (34 orang) dengan BB ideal, 21% (10
orang) BB lebih, 4% (2 orang) gemuk, dan sangat gemuk 2% (1 orang).

3.2.2.2.6 Responden menurut Tingkat Stress

Tingkat Stress
6%
23%
55%
16%

Sering Jarang Kadang-kadang Tidak Pernah

Gambar 3.11Karakteristik Tingkat Stress Responden


Dari hasil pengkajian daidapatkan data bahwa responden yang sering
mengalami stress sebaganyak 6% (3 orang), jarang 22% (11 orang), kadang-
kadang 16% (8 orang), dan Tidak pernah 56% (27 orang).

3.2.2.2.7Responden menurut Masalah Kesehatan 3 Bulan Terakhir

Masalah Kesehatan 3 Bulan Terakhir

4% 6% 8%
6% 2%
47%
4%
10%
13%

Tidak ada Batuk-pilek pusing nyeri dada linu,pegal


penglihatan nyeri leher DM HT

Gambar 3.12 Karakteristik Masalah Kesehatan 3 Bulan Terakhir Responden


Berdasarkan diagram, didapatkan data 47% (23 orang)tidak memiliki
masalah kesehatan selama 3 bulan terakhir, 13% (6 orang) batuk pilek, 10% (5
orang) pusing, 6% (4 orang) hipertensi, 6% (3 orang) DM, 4% (2 orang) nyeri
leher dan tengkuk, 4% (3 orang) mengalami pegal linu, 2% (2 orang) nyeri
dada, dan 1% (1 orang) mengalami masalah penglihatan.

3.2.2.2.8 Respondenmenurut Masalah Kesehatan Saat ini

Masalah Kesehatan Saat ini


6%
6%
2%
4%
51%
27%
4%

Tidak ada Batuk-pilek pusing nyeri dada linu,pegal penglihatan nyeri leher/ pinggang

Gambar 3.13 Karakteristik Masalah Kesehatan Saat Ini Responden


Berdasarkan diagram, didapatkan data 51% (25 orang) tidak memiliki
masalah kesehatan saat ini, 27% (13 orang) pusing, 6% (3 orang) pegal linu,
6% (3 orang) nyeri leher, 4% (2 orang) batuk pilek, 4% (2 orang) nyeri dada,
2% (1 orang) mangalami masalah penglihatan.
3.2.2.9 Respondenmenurut Klasifikasi Tekanan Darah

Klasifikasi Tekanan Darah


16%
35%
12%

37%

Normal Pre Hipertensi HT Stadium 1 HT Stadium 2

Gambar 3.14 Karakteristik Klasifikasi Tekanan Darah Responden


Berdasarkan diagram diatas, didapatkan data bahwa sebanyak 35%
(17 orang) responden memiliki tekanan darah normal, Pre Hipertensi 37% (18
orang), Hipertensi stadium 1 12% (6 orang), dan hipertensi stadium 2 16% (8
orang).
3.2.3 Suku dan Budaya
3.2.3.1Suku

Suku

4%

96%

Jawa Madura

Gambar 3.15 Karakteristik Suku Responden


Berdasarkan hasil pengkajian, didapatkan pada diagram diatas bahwa
mayoritas responden dari suku jawa yaitu sebanyak 96% (47 orang), dan
sisanya 4% (2 orang) dari suku Madura.
3.2.3.2 Bahasa

Bahasa

4%

45% 51%

Jawa Indonesia-Jawa Indonesi-Jawa Madura

Gambar 3.16 Karakteristik Bahasa Responden


Dari data diatas, dapat dilihat bahwa mayoritas 51% (25 orang) warga RT
5 memakai Bahasa jawa dalam berkomunikasi, sebanyak 45% (22 orang) warga
memakai Bahasa Indonesia-Jawa, dan sisanya 4% (2 orang) menggunakan
Bahasa Indonesia-Jawa-Madura.

3.2.3.2 Kebiasaan
Masyarakat RT 5 memiliki kebiasaan kumpul di sekitar taman edukasi
pada sore hari sekitar pukul 16.00 WIB. Biasanya warga hanya duduk-duduk
disekitar taman atau hanya sekedar berjalan-jalan. Tidak ada perkumpulan
khusus, semua warga memiliki hak untuk menggunakan taman tersebut.

3.2.4 Value
3.2.4.1 Merokok
Berdasarkan hasil survey kepada 49 KK, didapatkan hasil 12 KK yang dapat
ditanyakan terkait persepsi merokok.Sebanyak 6 responden (50%) memiliki
kebiasaan merokok, dan sebanyak 6 responden (50%) tidak memiliki kebiasaan
merokok.Sebanyak 6 responden (100%) memiliki kebiasaan merokok lebih dari 10
tahun.Sebanyak 6 responden (100%) memiliki kebiasaan merokok akibat ikut-ikutan
teman/terbawa oleh pergaulan.Sebanyak 6 responden (100%) memiliki kebiasaan
merokok sebanyak 1-10 batang per harinya. Sebanyak 6 responden (100%) memiliki
kebiasaan merokok 6-30 menit di awal hari. Sebanyak 6 responden (100%) memiliki
kebiasaan tetap merokok disaat sakit.

3.2.4.2 Konsumsi Sayur dan Buah


Konsumsi Sayur dan Buah

2%
20%
49%
29%

Sering Jarang Kadang-kadang Tidak Pernah

Gambar 3.17Karakteristik Konsumsi Sayur dan Buah Responden


Dari hasil pengkajian daidapatkan data bahwa responden yang sering makan
buah dan sayur sebanyak 49% (24 orang), jarang 29% (14 orang), kadang-kadang
20% (10 orang), dan tidak pernah makan sayur dan buah 2% (1 orang).

3.2.4.3 Konsumsi Gorengan

Konsumsi Gorengan

0%
37% 35%

28%

Sering Jarang Kadang-kadang Tidak Pernah

Gambar 3.18Karakteristik Konsumsi Gorengan Responden


Dari hasil pengkajian daidapatkan data bahwa responden yang sering makan
gorengan sebanyak 35% (17 orang), jarang 28% (14 orang), kadang-kadang 37%
(18 orang), dan tidak ada satupun responden yang tidak pernah makan gorengan.

3.2.4.5 Tingkat Konsumsi Alkohol


Konsumsi Alkohol

100%

Tidak pernah

Gambar 3.19Karakteristik Tingkat Konsumsi Alkohol Responden


Dari hasil pengkajian didapatkan data bahwa semua responden (100%) tidak
pernah mengonsumsi alkohol.

3.2.4.6 Keaktifan berolahraga

Frekuensi Olahraga

14% 25%

37% 24%

Sering Jarang Kadang-kadang Tidak Pernah

Gambar 3.20Karakteristik Frekuensi Olahraga Responden


Dari diagram diatas, didapatkan data bahwa responden yang sering olahraga
25% (12 orang), jarang 24% (12 orang), kadang-kadang 37% (18 orang), dan tidak
pernah olahraga 14% (7 orang).

3.2.5 Lingkungan Fisik


3.2.5.1 Gambaran Kelurahan Kedungkandang
Kelurahan kedungkandang merupakan kelurahan yang terletak di wilayah
Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang. Kelurahan kedungkandang memiliki
luas wilayah 4,94 km2, yang terdiri dari 7 RW dan 49 RT.
Gambar 3.21 Peta Wilayah Kelurahan Kedungkandang

3.2.5.2 Batas Wilayah Kelurahan Kedungkandang


Sebelah utara : Kelurahan Sawojajar, Kecamatan Kedungkandang, Kota
Malang.
Sebelah timur: Kelurahan Lesanpuro, Kecamatan Kedungkandang, Kota
Malang.
Sebelahselatan: Kelurahan Buring, Kecamatan Kedungkandang, Kot
Malang.
Sebelah barat: Kelurahan Polehan, Kecamatan Blimbing, Kota Malang.

3.2.5.3Gambaran Wilayah Binaan RT 5 RW 3 Kelurahan Kedungkandang


Wilayah Binaan RT 5 RW 3 Kelurahan Kedungkandang terdiri dari 77 KK
dengan batas wilayah sebagai berikut : Batas daerah : Barat : Sungai, Timur : RT 4
Selatan : Taman edukasi, Utara : Jalan utama.Mayoritas bangunan rumah penduduk
adalah bangunan permanen terbuat dari tembok, saling berdempetan tanpa ada
jarak antar rumah, halaman rumah terbuat dari plester dan terdapat jendela dengan
pencahayaan yang baik.Sarana dan Prasarana Umum yang terdapat di wilayah
adalahtaman edukasi, lahan terbuka dengan luas sekitar 600 m2 yang digunakan
sebagai taman edukasi, 2 TK dan 1 PAUD, Posyandu. Selain itu juga terdapat
sekitar 3 warung penjual makanan dan 2 toko penjual kebutuhan pokok di sekitar RT
5.Di RT 5 tidak terdapat lapangan olahraga, lahan pertanian, tanaman toga, tanaman
sayur, maupun restoran siap saji.

3.2.6 Pelayanan Kesehatan Sosial


3.2.6.1 Pelayanan Kesehatan di Puskesmas Kedungkandang
Menurut sekertaris kelurahan kedungkandang pelayanan kesehatan yang ada
di kelurahan Kedungkandang terdiri dari : 1 puskesmas, 7 posyandu, dan 1 poliklinik
3.2.6.2 Pelayanan Kesehatan yang dipilih Masyarakat
Pelayanan Kesehatan yang dipilih
2%
4%
12%
27%

55%

Rumah Sakit Puskesmas


Praktek dokter/ Bidan/ Perawat Lain-lain
Tidak Pernah

Gambar 3.22 Karakteristik Pelayanan Kesehatan yang dipilih Responden


Berdasarkan diagram diatas, didapatkan data bahwa responden yang
memilih Rumah sakit 12% (6 orang), Puskesmas 55% (27 orang), praktek dokter/
bidan/ perawat 27% (13 orang), lain-lain sepert poliklinik 4% (2 orang), dan yang
tidak pernah ke pelayanan kesehatan 2% (1 orang).

3.2.6.3 Frekuensi Pemeriksaan Kesehatan

Frekuensi

14% 25%
6%
55%

1 bulan sekali >2 bulan sekali hanya saat sakit Tidak pernah

Gambar 3.23 Karakteristik Frekuensi Pemeriksaan Kesehatan Responden


Berdasarkan diagram diatas, didapatkan data bahwa responden yang melakukan
pemeriksaan kesehatan 1 bulan sekali sebanyak 25% (12 orang), >2 bulan sekali 6%
(3 orang), hanya saat sakit 55% (27 orang), dan tidak pernah melakukan
pemeriksaan kesehatan sebanyak 14% (7 orang).Jadi, mayoritas responden
melakukan pemeriksaan kesehatan hanya saat ada keluhan saja

3.2.6.4 Pendapat Tentang pentingnya Melakukan Pemeriksaan Kesehatan


Pendapat Tentang Pentingnya
Melakukan Pemeriksaan Kesehatan
12% 10%

78%

Sangat Penting Penting Kurang Penting

Gambar 3.24 Karakteristik Pendapat Responden TentangPentingnya Melakukan


Pemeriksaan Kesehatan
Berdasarkan diagram diatas, didapatkan data bahwa responden yang
menganggap pemeriksaan kesehatan sangat penting 10% (5 orang), penting 78%
(38 orang) ,dan kurang penting 12% (6 orang). Jadi, mayoritas responden
menganggap bahwa melakukan pemeriksaan kesehatan itu penting.

3.2.6.5 Pengetahuan dan Keikutsertaan Responden Terkait Program Pelayanan


Kesehatan Puskesmas Terkait DM Dan HT

Pengetahuan dan Keikutsertaan Program

30% 33%

37%

Tidak tahu dan Tidak ikut Tahu tapi tidak ikut Tahu dan ikut

Gambar 3.25 Karakteristik Pengetahuan dan Keikutsertaan Responden dalam


Program Puskesmas

Berdasarkan diagram diatas, didapatkan data bahwa sebanyak 33% (16


orang) responden tidak mengetahui bahwa terdapat program terkait HT dan DM,
37% (18 orang) responden mengetahui adanya program tapi tidak ikut, dan
responden yang tahu dan ikut sebanyak 30% (15 orang).
3.2.6.6 Pengetahuan Terkait Program Posyandu dan Keikutsertaan

Pengetahuan dan Keikutsertaan

4%

39%
57%

Tidak tahu dan tidak ikut Tahu tapi tidak ikut Tahu dan ikut

Gambar 3.26 Karakteristik Pengetahuan dan Keikutsertaan Responden pada


Program Posyandu
Berdasarkan hasil pengkajian, didapatkan pada diagram diatas bahwa
sebanyak 4% (2 orang) responden tidak mengetahui program posyandu, 39% (19
orang) responden mengetahui program posyandu tapi tidak ikut, 57% (28 orang)
responden tahu dan ikut program posyandu.

3.2.6.7 Pengobatan Tradisional

Pengobatan Tradisional

29%

71%

Ya Tidak

Gambar 3.27 Karakteristik Responden terkait Pengobatan Tradisional


Berdasarkan hasil pengkajian, didapatkan pada diagram diatas bahwa
sebanyak 29% (14 orang) responden menggunakan pengobatan tradisional baik
berupa jamu maupun pijat tradisional , sedangkan yang tidak menggunakan
pengobatan tradisional sebanyak 71% (35 orang)

3.2.6.8 Pengalaman Pemeriksaan GD dan TD di Posyandu


Pengalaman Pemeriksaan GD
dan TD
43%
57%

Pernah Tidak pernah

Gambar 3.28 Karakteristik Pengalaman Pemriksaan GD dan TD Responden


Berdasarkan diagram diatas, didapatkan data bahwa sebanyak 57% (28 orang)
responden pernah memeriksakan TD dan/atau GD ke posyandu, sedangkan 43%
(21 orang) responden belum pernah memeriksakan TD dan/atau GD ke posyandu
sebelumnya.

3.2.6.10 Program pengendalian PTM di Puskesmas


Menurut wawancara dengan petugas puskesmas didapatkan hasil bahwa
belum ada program maupun anggaran dana khusus terkait program pengendalian
PTM biasanya hanya ikut serta di posyandu lansia. Namun sudah memiliki PJ yakni
Bu Linda dengan pelaksana kader. Program dikhususkan untuk usia 15 tahun keatas
dan lansia. Menurut petugas puskesmas Partisipasi masyarakat masih kurang
karena kurang sosialisasi.Belum pernah ada pelatihan khusus kepada kader
posyandu namun setiap ada kegiatan kader selalu didampingi oleh petugas
puskesmas.
3.2.6.11 Program pelayanan kesehatan di RW 3 kelurahan kedungkandang
Menurut wawancara dengan kader posyandu RW 3, pelayanan kesehatan di
RW 3 terdiri dari posyandu (balita dan lansia) dan posbindu yang diadakan setiap
hari jumat di awal bulan di balai RW 3. Masyarakat yang hadir kurang lebih 30 orang,
dengan tenaga kesehatan yang terlibat perawat, mahasiswa, dan kader. Program
terkait PTM yang masih berjalan adalah senam kaki diabetes di RT 2 dan RT
6.Jumlah kader yang melaksanakan program tersebut ada 2 orang.Tidak ada
anggaran khusus untuk program tersebut, namun ada donator dari warga.Tempat
pelaksanaan juga di balai RW dengan kehadiran kurang lebih 30 orang.Sebelumnya
warga juga pernah mendapatkan penyuluhan tentang Hipertensi, DM, makanan
seimbang.Kader juga sebelumnya pernah mendapatkan pelatihan terkait tensi dan
mengukur gula darah.Ketersediaan alat cukup, kegiatan yang dilakukan antara lain
ukur BB, TB, tensi dan Gula darah.

3.2.7 Ekonomi
3.2.7.1 Mata pencaharian warga kelurahan Kedungkandang

Mata pencaharian warga kelurahan


kedungkandang
40%
11%2%%
1%
6%2%
12%
44%
18%

PNS ABRI Swasta Pedagang Petani


Tukang Buruh tani Pensiun Pemulung Jasa :

Gambar 3.29 Karakteristik Mata pencaharian warga di kelurahan kedungkandang


Berdasarkan diagram diatas, didapatkan data bahwaPNS : 127 jiwa
ABRI : 46 jiwa, Swasta : 882 jiwa, Pedagang : 348 jiwa, Petani : 231 jiwa, Tukang :
216 jiwa. Buruh tani : 43 jiwa, Pensiun : 76 jiwa, Pemulung : 0, Jasa : 21 jiwa

3.2.2.2.4 Pekerjaan

Pekerjaan
4% 4%
4% 2%
8%
21% 57%

IRT Wiraswasta Karyawan Swasta


Buruh Penjahit Guru
Pensiunan

Gambar 3.30 Karakteristik Pekerjaan Responden


Dari diagram diatas, didapatkan data bahwa responden sebagai IRT
sebanyak 57% (28 orang), Wiraswasta 21% (10 orang), Karyawan Swasta 8%
(4 orang), buruh 4% (2 orang), penjahit 4% (2 orang), guru 2% (1 orang), dan
pensiunan 4%(2 orang). Jadi, mayoritas responden adalah Ibu Rumah
Tangga.

3.2.7.2 Pendapatan Perbulan


Pendapatan Perbulan

18% 2%
35%

45%

<500 500-1juta 1juta-2juta >2juta

Gambar 3.31 Karakteristik Pendapatan perbulan responden


Berdasarkan diagram diatas, didapatkan data bahwa responden yang
memiliki pendapatan <500 2%(1 orang), 500-1 juta sebanyak 35% (17 orang),
1juta-2juta 45% (22 orang), dan yang >2 juta sebanyak 18% (9 orang).

3.2.8 Keamanan dan transportasi


Menurut wawancara dengan ketua RT 5, warga tidak memiliki pos kamling
sendiri namun hanya mengikuti kegiatan pos kampling RW 3.Untuk masalah
keamanan selama ini belum pernah ada tindakan kriminal di lingkungan RT
5.Berdasarkan hasil observasi kondisi jalan sudah baik dan beraspal. Alat transortasi
yang banyak lalu lalang adalah motor dan mobil hanya sesekali.

3.2.8.1 Jarak Tempuh ke Pelayanan Kesehatan

Jarak Tempuh

10%
14%
43%
6%
27%

<1 km 1 km 2 km 3 km >3 km

Gambar 3.32 Karakteristik Jarak Tempuh Responden ke Pelayanan Kesehatan


Berdasarkan hasil pengkajian, didapatkan pada diagram diatas bahwa
sebanyak 43% (21 orang) responden memiliki jarak tempuh kepelayanan kesehatan
sejauh <1 km, 27% (13 orang) responden menempuh jarak 1 km untuk kepelayanan
kesehatan, 6% (3 orang) responden berjarak 2 km dari pelayanan kesehatan, jarak
tempuh 3 km sebanyak 14% (7 orang) responden, dan sebanyak 10% (5 orang)
responden menempuh jarak >3 km untuk sampai ke pelayanan kesehatan.

3.2.8.2 Transportasi ke pelayanan kesehatan

10%
4%

86%

Jalan Kaki Sepeda Motor/ Mobil

Gambar 3.33 Karakteristik Transportasi yang digunakan Oleh Responden ke


Pelayanan Kesehatan
Berdasarkan diagram diatas, didapatkan data bahwa responden yang jalan
kaki ke pelayanan kesehatan sebanyak 10% (5 orang), 4% (2 orang) naik sepeda,
dan sisanya 86% (42 orang) menggunakan motor/mobil.

3.2.9 Politik dan Pemerintahan


Menurut wawancara dengan ketua RT 5, tidak ada ada partai politik yang
mendukung kegiatan warga.Berdasarkan hasil observasi, di lingkungan warga juga
tidak terlihat adanya kegiatan partai politik maupun poster kampanye yang ada
hanyalah kegiatan posyandu balita dan lansia 1x setiap minggu dan untuk organisasi
kemasyarakatan warga ada PKK dan paguyupan bapak-bapak. Untuk strukur
organisasi posyandu lansia di wilayah RW 3 Kelurahan Kedung Kandang terdiri dari
Ketua : Bu Imroti, Wakil : Sukarno, Sekretaris : Maisaroh, Bendahara I : Bu Wati,
Bendahara II : Dialika. Setiap menentukan kebijakan di wilayah RT 5 selalu
menggunakan sistem musyawarah warga.

3.2.10 Komunikasi

Menurut wawancara dengan pak RT 5, biasanya informasi dari


kelurahan/RW/RT di berikan ke warga melalui pengumuman speaker masjid.
3.2.10.1 Alat Komunikasi yang digunakan

Alat Komunikasi

100%

HP

Gambar 3.34Karakteristik Alat Komunikasi yang digunakan Responden


Dari diagram diatas, didapatkan data bahwa seluruh responden (49 orang)
menggunakan HP sebagai alat komunikasi sehari-hari.

3.2.10.2 Sumber Informasi Kesehatan

Sumber Informasi Kesehatan

2% 2%
4% 4% 2%

86%

TV Papan Informasi TV dan Internet


TV dan Papan Informasi TV dan Posyandu Lansia Tidak pernah

Gambar 3.35Karakteristik Sumber Infromasi Kesehatan Responden


Dari diagram diatas, didapatkan data bahwa mayoritas responden
mendapatkan informasi kesehatan dari TV yaitu sebanyak 86% (42 orang), 4% (2
orang) dari papan informasi, 4% (2 orang) dari TV dan internet, 2% (1 orang) dari TV
dan papan infomasi, 2% (1 orang) dari Tv dan posyandu lansia, dan Tidak pernah
mendapatkan informasi kesehatan 2% (1 orang).

3.2.11 Pendidikan

3.2.11.1 Pendidikan Warga di Kelurahan Kedungkandang


16%
51%
33%

SD SMP SMA

Gambar 3.36 Karakteristik PendidikanWarga Kelurahan Kedungkandang


Berdasarkan data dari sekertaris kelurahan Kedungkandang didapatkan
pada diagram diatas bahwa 51% (3386 jiwa) berpendidikan terakhir SD, 33%
(2176 jiwa) berpendidikan terakhir SMP, 16% %(1069 jiwa) berpendidikan
terakhir SMA

3.2.11.2 Pendidikan Responden

Pendidikan

4%
37% 43%

16%

SD SMP SMA KPA

Gambar 3.37 Karakteristik Pendidikan Responden


Berdasarkan hasil pengkajian, didapatkan pada diagram diatas bahwa
responden yang memiliki pendidikan terakhir KPA 4% (2 orang), SD 43% (21
orang), SMP 16% (8 orang), dan SMA 37% (18 orang).Dari data
tersebut,mayoritas responden lulusan SD.

3.2.11.3 Informasi tentang Hipertensi dan DM


Pernah Mendapat Informasi tentang Ht
dan DM?
41%
59%

Pernah Belum Pernah

Gambar 3.38Karakteristik Informasi tentang HT dan DM Responden


Dari 49 responden, yang pernah mendapatkan informasi tentang Hipertensi
dan DM terdapat 59% (29 orang) baik dari televise maupun dari mahasiswa UB yang
sebelumnya praktek di Kedungkandang, dan sebanyak 41% (20 orang) responden
belum pernah mendapatkan informasi tentang hipertensi dan DM.

3.2.12 Rekreasi
Menurut wawancara dengan ketua RT 5 dan whindshield didapatkan hasil
bahwa di RT 5 ada taman edukasi yang biasa warga kunjungi setiap hari pada sore
hari ukul 16.00 WIB. Selain taman edukasi, warga juga biasanya mengadakan
karnaval sebagai hiburan warga di setiap hari besar.

3.2.12.1 Tempat Rekreasi

Tempat Rekreasi

4% 8%

88%

Taman dekat rumah Rumah Saudara Tempat Wisata

Gambar 3.39Karakteristik Tempet Rekreasi yang dikunjungi Responden


Dari diagram diatas, mayoritas responden berekreasi di taman dekat rumah
(taman edukasi) yaitu sebanyak 88% (43 orang), yang ke tempat wisata 8% (4
orang), dan 4% (2 orang) ke rumah saudara.

3.2.12.2 Frekuensi Berkunjung ke Tempat Rekreasi


Frekuensi

10% 8%
12%

70%

Selalu Sering Kadang-kadang Jarang

Gambar 3.40Karakteristik Frekuensi Berkunjung ke Tempat Rekreasi Responden


Dari diagram diatas, mayoritas frekuensi rekreasi responden adalah kadang-
kadang (1 bulan sekali) yaitu sebanyak 70% (34 orang), 12% (6 orang) dengan
frekuensi Sering (3x/minggu), jarang (1x/tahun) sebanyak 10% (5 orang), dan 8% (4
orang) mengnujungi tempat rekreasi dengan frekuensi selalu (setiap hari).
TABULASI PENGKAJIAN HIPERTENSI DAN DM

1. Pengetahuan Hipertensi
Rata-rata pengetahuan responden tentang hipertensi dalam kategori cukup (mean :
64,84). Sebanyak 10 responden (62,5%) memiliki tingkat pengetahuan yang cukup, 5
responden (31,25%) memiliki pengetahuan yang baik, dan 1 responden (6,25%)
memiliki pengetahuan yang buruk.

PENGETAHUAN HIPERTENSI
6,25 %
62,5 %

31,25%

Buruk Cukup Baik

Gambar 1. Diagram Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Hipertensi

2. Sikap Hipertensi
Rata-rata responden memiliki sikap terhadap hipertensi dalam kategori cukup (mean
: 56,25%). Sebanyak 7 (43,75%) responden memiliki sikap yang buruk, 5 responden
(31,25%) dengan sikap yang cukup, dan 5 responden (31,25%) dengan sikap yang
baik.

SIKAP TERHADAP HIPERTENSI

31,25%
43,75%

31,35%

Buruk Cukup Baik

Gambar 2. Diagram Sikap Responden Tentang Hipertensi


3. Perilaku Hipertensi
a. DASH
Rata-rata responden memiliki perilaku diet hipertensi dalam kategori cukup
(mean: 12). Sebanyak 15 responden (93,75%) memiliki perilaku diet yang cukup,
1 responden (6,25%) memiliki diet yang baik.

PERILAKU DIET DASH


6,25%

93,75%

Buruk Cukup Baik

Gambar 3. Diagram Perilaku Diet Hipertensi Responden


b. DSQR
Rata-rata responden memiliki perilaku diet rendah garam dalam kategori cukup
(mean: 7,06). Sebanyak 8 responden (50%) memiliki perilaku diet rendah garam
yang buruk, 7 responden (43,75%) dengan perilaku rendah garam yang cukup,
dan 1 responden (6,25%) dengan perilaku diet rendah garam yang baik.

PERILAKU DIET RENDAH GARAM


(DSQR)
6,25%

50%
43,75%

Buruk Cukup Baik

Gambar 4. Diagram Perilaku Diet Rendah Garam Responden


c. Aktivitas Fisik
Sebanyak 15 responden (93,75%) memiliki aktivitas fisik berupa berdiri, dan
berjalan. Bentuk aktivitas yang dilakukan responden meliputi: berjalan-jalan,
berbelanja, bekerja, menjalankan pekerjaan rumah, mengasuh cucu, dll.
Sedangkan 1 responden (6,25%) memiliki aktivitas fisik berupa duduk di kantor
dalam jangka waktu yang lama.

LATIHAN FISIK
6,25%

93,75%

Berdiri dan Berjalan Duduk

Gambar 5. Diagram Aktifitas Fisik Responden


d. Merokok
Dari total responden, diketahui 12 responden adalah laki-laki. Sebanyak 6
responden (50%) memiliki kebiasaan merokok, dan sebanyak 6 responden (50%)
tidak memiliki kebiasaan merokok.
Sebanyak 6 responden (100%) memiliki kebiasaan merokok lebih dari 10 tahun.
Sebanyak 6 responden (100%) memiliki kebiasaan merokok akibat ikut-ikutan
teman/terbawa oleh pergaulan.
Sebanyak 6 responden (100%) memiliki kebiasaan merokok sebanyak 1-10
batang per harinya
Sebanyak 6 responden (100%) memiliki kebiasaan merokok 6-30 menit di awal
hari
Sebanyak 6 responden (100%) memiliki kebiasaan tetap merokok disaat sakit.
KEBIASAAN MEROKOK

50% 50%

Merokok Tidak Merokok

Gambar 6. Diagram Kebiasaan Merokok Responden

e. MMAS
Dari total responden dengan hipertensi, sebanyak 9 responden (56,25%)
mengkonsumsi obat antihipertensi.
Sebanyak 2 responden (22,2%) mengkonsumsi obat hipetensi bila muncul
keluhan. Sebanyak 1 responden memiliki kebiasaan mengkonsumsi jamu/obat-
obatan tradisional, dan sebanyak 6 responden (66,6%) memiliki kebiasaan
minum obat antihipertensi secara rutin.

KEBIASAAN MINUM OBAT

56,25%

22,2%
66,6%

Rutin minum obat


Minum obat tradisional
Minum obat hanya saat muncul keluhan

Gambar 7. Perilaku Minum Obat Antihipertensi Responden

DIABETES MELLITUS

1. Pengetahuan DM
Rata-rata responden memiliki pengetahuan tentang DM dalam kategori baik (mean:
100). Sebanyak 4 responden (100%) memiliki pengetahuan yang baik mengenai
diabetes mellitus.

PENGETAHUAN DIABETES MELLITUS

100%

Baik

Gambar 8. Tingkat Pengetahuan Responden Terhadap Diabetes Mellitus

2. Sikap DM
Rata-rata responden memiliki sikap terhadap DM dalam kategori baik (mean: 5,25).
Sebanyak 3 responden (75%) memiliki sikap yang baik, dan 1 responden (25%)
memilliki sikap yang buruk.

SIKAP TERHADAP DIABETES


MELLITUS

25%

75%

Buruk Baik

Gambar 9. Diagram Sikap Responden Terhadap Diabetes Mellitus


3. Perilaku DM
a. Edukasi DM
Sebanyak 4 responden (100%)
mencaritahutentangcarapenatalaksanaandiabetes mellitus (seperti ; diet yang
baik, pengobatan yang teratur, olah ragayang efektif, perawatan kaki) . Rata-rata
media yang diakses oleh responden adalah melaluitelevisi dan dokter, atau
tenaga medis lain.

PENATALKSANAAN DIABETES
MELLITUS

100%

Mencari tahu tentang penatalaksanaan DM

Gambar 10. Diagram Perilaku Edukasi DM Responden

Sebanyak 2 responden (50%) mengikuti penyuluhan terkait penatalaksanaan


DM, dan 2 responden (50%) tidak mengikuti penyuluhan terkait penatalaksanaan
DM.

PENYULUHAN DIABETES MELLITUS

50% 50%

Ikut Serta Penyuluhan Tidak Ikut Penyuluhan

Gambar 11. Diagram Keikutsertaan Penyuluhan DM Responden

b. Diet
Rata-rata responden menjalankan pola diet yang cukup (mean: 8,25). Sebanyak
3 responden (75%) menjalankan diet yang cukup, dan 1 responden (25%)
menjalankan diet yang baik
PERILAKU DIET DIABETES MELLITUS

25%

75%

Cukup Baik

Gambar 12. Diagram Perilaku Diet DM pada Responden


c. Latihan Fisik
Rata-rata responden memiliki latihan fisik yang buruk (mean: 3). Sebanyak 2
responden (50%) menjalankan latihan fisik yang buruk, dan sebanyak 2
responden (50%) menjalankan aktivitas fisik yang baik.

LATIHAN FISIK

50% 50%

Buruk Baik

Gambar 13. Diagram Latihan Fisik pada Responden


d. Terapi Obat
Sebanyak 3 responden (75%) rutin minum obat atau suntik insulin mandiri secara
teratur sesuai jadwal dari dokter.
KEBIASAAN MINUM OBAT

25%

75%

Tidak Rutin Rutin Minu Obat

Gambar 14. Diagram Kebiasaan Minum Obat Responden


Sebanyak 4 responden (100%) minum obat sesuai dosis yang dianjurkan oleh
dokter.

KEBIASAAN MINUM OBAT


SESUAI DOSIS

100%

Sesuai Dosis100.0

Gambar 15. Diagram Kebiasaan Responden Minum Obat Sesuai Dosis

Sebanyak 3 responden (75%) rutin kontrol ke dokter setiap 1 bulan sekali, atau
setiap obat habis.
KEBIASAAN KONTROL KE
DOKTER/YANKES

25%

75%

Tidak Rutin Kontrol Rutin Kontrol

Gambar 16. Diagram Kebiasaan Responden Kontrol ke Dokter/Yankes

e. Pemantauan Gula Darah


Sebanyak 3 responden (75%) rutin melakukan pemeriksaan gula darah sesaat
setiap 1 bulan sekali, dan sebanyak 1 responden (25%) hanya memeriksakan
GDS hanya saat sakit.

PEMERIKSAAN GULA DARAH

25%

75%

Tidak Rutin Rutin Setiap Bulan

Gambar 17. Diagram Kebiasaan Responden untuk Memeriksakan GDS

Sebanyak 3 responden (75%) rutin melakukan pengukuran tekanan darah setiap


bulan, dan sebanyak 1 responden (25%) hanya mengukur tekanan darah saat
sakit.
PEMERIKSAAN TEKANAN DARAH

25%

75%

Tidak Rutin Rutin Setiap Bulan

Gambar 18. Diagram Kebiasaan Responden Memeriksakan Tekanan Darah

Sebanyak 2 responden (50%) rutin melakukan memeriksaan kolesterol tiap 3


bulan sekali, dan sebanyak 2 responden (50%) tidak pernah melakukan
pemeriksaan kolesterol.

PEMERIKSAAN KOLESTEROL

50% 50%

Tidak Rutin Rutin setiap 3 bulan sekali

Gambar 19. Diagram Kebiasaan Responden Memeriksakan Kolesterol


f. Perawatan Kaki
Rata-rata responden memiliki perawatan kaki yang buruk (mean: 2,25).
Sebanyak 1 responden (25%) menjalankan program perawatan kaki dengan
baik, dan sebanyak 3 responden (75%) menjalankan program perawtan kaki
yang buruk.
Seluruh responden (100%) memiliki kebiasaan tidak memakai kaus kaki.
50% responden memiliki kebiasaan tidak mencuci kaki setiap hari.
50% responden memiliki kebiasaan mengerikan sela-sela kaki setiap kali selesai
mencuci kaki.
50% responden memiliki kebiasaan memotong kuku kaki yang panjang.
75% reponden memiliki kebiasaan tidak memakai lotion pada kaki.
75% responden memiliki kebiasaan tidak segera mengobati luka yang ada pada
kaki.

PERAWATAN KAKI DIABETES

25%

75%

Baik Buruk

Gambar 20. Diagram Perawatan Kaki DM pada Responden


3.3 ANALISA DATA

No DATA INDIKATOR KESIMPULAN MASALAH


. KEPERAWATAN
1. a) Survey a) Pemberdayaan Warga RT 05 Defisiensi Kesehatan
Berdasarkan survey KS, masyarakat dalam mrngetahui program Komunitas
didapatkan data bahwa meningkatkan di pelayanan
sebanyak 33% (16 orang) kewaspadaan diri dalam kesehatan tapi tidak
responden tidak memonitoring faktor ikut program yang
mengetahui bahwa resiko menjadi salah satu diselenggarakan
terdapat program terkait tujuan dalam program tersebut.
HT dan DM, 37% (18 pengendalian penyakit
orang) responden tidak menular termasuk
mengetahui adanya diabetes mellitus dan
program tapi tidak ikut, dan hipertensi. Posyandu
responden yang tahu dan merupakan salah satu
ikut sebanyak 30% (15 program pengendalian
orang). faktor resiko penyakit
Wawancara tidak menular berbasis
Selain dari survey KS, masyarakat yang
dilakukan juga wawancara bertujuan meningkatkan
menanyakanan alasan kewaspadaan masyarakat
warga tidak mengikuti terhadap faktor resiko
program pelayanan baik terhadap dirinya,
kesehatan(posyandu).Seb keluarga dan masyarakat
agian besar warga tahu lingkungan
program di elayanan sekitarnya.(Depkes,2014)
kesehatan tapi tidak ikut
dikarenakan karena
banyak warga yang
memilih untuk bekerja dari
pada mengikuti program di
pelayanan kesehatan
Wawancara PJ Program
Pelaksanaan program PTM
hanya ada skrining di
posyandu (ukur TD dan
BB).
Tidak ada anggaran dalam
pelaksanaan program
tersebut.
Serta belum adanya
monitoring evaluasi
program
Wawancara Kader
Pelaksaan posyandu
dilakukan pada hari jumat
minggu pertama.
Pelatihan kader biasanya
dari puskesmas dan
mahasiswa
Jumlah kader per RT
adalah 1 orang.
kader lansia 5 orang,
Kader balita 7 orang jadi
jumlahnya 12 orang se-RW
03.
Jumlah peserta poyandu
sebanyak 30 orang

2. a) Survey a) Peningkatan tekanan Warga RT 05 masih Ketidakefektifan


Berdasarkan survey KS, darah yang berlangsung jarang Manajemen
didapatkan data bahwa lama (persisten) dapat memeriksakan TD Kesehatan
sebanyak 57% (28 orang) menimbulkan kerusakan atau GD ke
responden pernah pada ginjal, jatung, dan posyandu.
memeriksakan TD stroke apabila tidak
dan/atau GD ke dideteksi secara dini dan
posyandu, sedangkan tidak terkontrol .
43% (21 orang) (Riskesdas,2013)
responden belum pernah b) Program posyandu untuk
memeriksakan TD mengatasi Diabetes
dan/atau GD ke posyandu Posyandu:
sebelumnya. - Memeriksakan
kesehatan secara rutin
Survey Hipertensi
dan ikuti anjuran dokter
Pengetahuan: - Atasi penyakit dengan

Rata-rata pengetahuan pengobatan yang tepat

responden tentang dan teratur

hipertensi dalam kategori - Tetap diet sehat dengan

cukup (mean : 64,84). gizi seimbang

Sebanyak 10 responden - Upayakan beraktivitas

(62,5%) memiliki tingkat fisik dengan aman

pengetahuan yang cukup, - Hindari rokok, alcohol

5 responden (31,25%) dan zat karsinogenik

memiliki pengetahuan lainnya

yang baik, dan 1


responden (6,25%)
memiliki pengetahuan
yang buruk.

Sikap:
Rata-rata responden
memiliki sikap terhadap
hipertensi dalam kategori
cukup (mean : 56,25%).
Sebanyak 7 (43,75%)
responden memiliki sikap
yang buruk, 5 responden
(31,25%) dengan sikap
yang cukup, dan 5
responden (31,25%)
dengan sikap yang baik

Perilaku:
a. Rata-rata responden
memiliki perilaku diet
hipertensi dalam
kategori cukup (mean:
12). Sebanyak 15
responden (93,75%)
memiliki perilaku diet
yang cukup, 1
responden (6,25%)
memiliki diet yang baik
b. Rata-rata responden
memiliki perilaku diet
rendah garam dalam
kategori cukup (mean:
7,06). Sebanyak 8
responden (50%)
memiliki perilaku diet
rendah garam yang
buruk, 7 responden
(43,75%) dengan
perilaku rendah garam
yang cukup, dan 1
responden (6,25%)
dengan perilaku diet
rendah garam yang
baik
c. Sebanyak 15
responden (93,75%)
memiliki aktivitas fisik
berupa berdiri, dan
berjalan. Bentuk
aktivitas yang
dilakukan responden
meliputi: berjalan-
jalan, berbelanja,
bekerja, menjalankan
pekerjaan rumah,
mengasuh cucu, dll.
Sedangkan 1
responden (6,25%)
memiliki aktivitas fisik
berupa duduk di
kantor dalam jangka
waktu yang lama.
d. Sebanyak 6
responden (50%)
memiliki kebiasaan
merokok, dan
sebanyak 6 responden
(50%) tidak memiliki
kebiasaan merokok.
Sebanyak 6
responden (100%)
memiliki kebiasaan
merokok lebih dari 10
tahun.
Sebanyak 6
responden (100%)
memiliki kebiasaan
merokok akibat ikut-
ikutan teman/terbawa
oleh pergaulan.\
Sebanyak 6
responden (100%)
memiliki kebiasaan
merokok sebanyak 1-
10 batang per harinya
Sebanyak 6
responden (100%)
memiliki kebiasaan
merokok 6-30 menit di
awal hari
Sebanyak 6
responden (100%)
memiliki kebiasaan
tetap merokok disaat
sakit.
e. Dari total responden
dengan hipertensi,
sebanyak 9 responden
(56,25%)
mengkonsumsi obat
antihipertensi.
Sebanyak 2
responden (22,2%)
mengkonsumsi obat
hipetensi bila muncul
keluhan. Sebanyak 1
responden memiliki
kebiasaan
mengkonsumsi
jamu/obat-obatan
tradisional, dan
sebanyak 6 responden
(66,6%) memiliki
kebiasaan minum obat
antihipertensi secara
rutin.
Survey DM
Pengetahuan:
Rata-rata responden
memiliki pengetahuan
tentang DM dalam kategori
baik (mean: 100). Sebanyak
4 responden (100%)
memiliki pengetahuan yang
baik mengenai diabetes
mellitus.

Sikap:
Rata-rata responden
memiliki sikap terhadap DM
dalam kategori baik (mean:
5,25). Sebanyak 3
responden (75%) memiliki
sikap yang baik, dan 1
responden (25%) memilliki
sikap yang buruk.
Perilaku:
a. Sebanyak 4
responden (100%)
mencaritahutentangc
arapenatalaksanaand
iabetes mellitus
(seperti ; diet yang
baik, pengobatan
yang teratur, olah
ragayang efektif,
perawatan kaki) .
Rata-rata media yang
diakses oleh
responden adalah
melaluitelevisi dan
dokter, atau tenaga
medis lain.
Sebanyak 2
responden (50%)
mengikuti
penyuluhan terkait
penatalaksanaan
DM, dan 2 responden
(50%) tidak mengikuti
penyuluhan terkait
penatalaksanaan
DM.
b. Rata-rata responden
menjalankan pola
diet yang cukup
(mean: 8,25).
Sebanyak 3
responden (75%)
menjalankan diet
yang cukup, dan 1
responden (25%)
menjalankan diet
yang baik
c. Rata-rata responden
memiliki latihan fisik
yang buruk (mean:
3). Sebanyak 2
responden (50%)
menjalankan latihan
fisik yang buruk, dan
sebanyak 2
responden (50%)
menjalankan aktivitas
fisik yang baik.
Sebanyak 3
responden (75%)
rutin minum obat
atau suntik insulin
mandiri secara
teratur sesuai
jadwal dari
dokter.
Sebanyak 4
responden
(100%) minum
obat sesuai dosis
yang dianjurkan
oleh dokter.
d. Sebanyak 3
responden (75%)
rutin kontrol ke dokter
setiap 1 bulan sekali,
atau setiap obat
habis
e. Sebanyak 3
responden (75%)
rutin melakukan
pemeriksaan gula
darah sesaat setiap 1
bulan sekali, dan
sebanyak 1
responden (25%)
hanya memeriksakan
GDS hanya saat
sakit.
Sebanyak 3
responden (75%)
rutin melakukan
pengukuran tekanan
darah setiap bulan,
dan sebanyak 1
responden (25%)
hanya mengukur
tekanan darah saat
sakit.
Sebanyak 2
responden (50%)
rutin melakukan
memeriksaan
kolesterol tiap 3
bulan sekali, dan
sebanyak 2
responden (50%)
tidak pernah
melakukan
pemeriksaan
kolesterol
f. Rata-rata responden
memiliki perawatan
kaki yang buruk
(mean: 2,25).
Sebanyak 1
responden (25%)
menjalankan
program perawatan
kaki dengan baik,
dan sebanyak 3
responden (75%)
menjalankan
program perawtan
kaki yang buruk.
Seluruh responden
(100%) memiliki
kebiasaan tidak
memakai kaus kaki.
50% responden
memiliki kebiasaan
tidak mencuci kaki
setiap hari.
50% responden
memiliki kebiasaan
mengerikan sela-sela
kaki setiap kali
selesai mencuci kaki.
50% responden
memiliki kebiasaan
memotong kuku kaki
yang panjang.
75% reponden
memiliki kebiasaan
tidak memakai lotion
pada kaki.
75% responden
memiliki kebiasaan
tidak segera
mengobati luka yang
ada pada kaki.

Wawancara
Selain dari survey KS,
dilakukan juga wawancara
menanyakanan alasan
warga jarang memeriksakan
TD dan GD di posyandu .
Selain karena sibuk bekerja
biasanya warga hanya
memeriksakan TD dan GD
hanya pada saat
diselenggarakannya
pemeriksaan gratis.
Informasi tentang HT dan
DM yang didapat lewat
posyandu dan media massa

a) Survey Merokok dapat menimbulkan Warga belum Perilaku Kesehatan


Berdasarkan survey KS, beban kesehatan sosial, memiliki Cenderung Beresiko
didapatkan data bahwa ekonomi, dan lingkungan pengetahuan yang
Sebanyak 6 responden tidak saja bagi perokok cukup tentang
(50%) memiliki kebiasaan tetapi juga bagi orang lain. bahaya merokok.
merokok, dan sebanyak 6 (Riskesdas,2013)
responden (50%) tidak
memiliki kebiasaan
merokok.
Wawancara
Berdasarkan hasil
wawancara warga sulit
mengubah perilaku
merokoknya karena
sudah mulai merokok
sejak kecil, jadi susah
untuk berhenti walaupun
sudah mengatahui
banaya yang ditimbulkan
oleh rokok.

Sikap
kebiasaan merokok akibat
ikut-ikutan teman/terbawa
oleh pergaulan.
Dan memiliki kebiasaan
merokok sebanyak 1-10
batang per harinya

Perilaku
Warga memiliki kebiasaan
merokok 6-30 menit di awal
hari tetap merokok disaat
sakit.

3.4 PENETAPAN PRIORITAS MASALAH


DX. Keperawatan Pentingnya Motivasi Peningkatan Rangking Jumlah
masalah Masyarakat Kualitas masalah
skor
Untuk Untuk Hidup dari 1
Diselesaikan Menyelesaikan Masyarakat sampai 6
Masalah bila masalah
1 : rendah 1 : paling
diselesaikan
0 : tidak ada tidak
2 : sedang
0 : tidak ada penting
1 : rendah
3 : tinggi
1 : rendah 6 : yang
2 : sedang
paling
2 : sedang
3 : tinggi penting
3 : tinggi

Defisiensi 3 2 3 5 13
kesehatan
komunitas

Ketidakefektifan 3 2 2 4 11
manajemen
kesehatan

Perilaku Kesehatan 2 2 2 3 9
Cenderung
beresiko

Prioritas masalah keperawatan :

1. Defisiensi kesehatan komunitas


2. Ketidakefektifan manajemen kesehatan
3. Perilaku Kesehatan Cenderung beresiko
3.5 WEB OF CAUTION

Tidak Tidak terdapat Tidak Tidak terdapat


sebanyak 4% (2 orang)
terdapat lahan pertanian terdapatnya tanaman
responden tidak
mengetahui program lapangan tanaman toga sayur melakukan
Kurang aktifnya warga posyandu, 39% (19 olahraga pemeriksaan
dalam mengikuti orang) responden kesehatan
program posyandu mengetahui program hanya saat
37% (18 orang) Kurangnya wawasan
posyandu tapi tidak ikut ada keluhan
responden untuk mencegah saja
mengetahui adanya terjadinya penyakit
program tapi tidak
Defisiensi Pendidikan warga kelurahan
ikut
Kesehatan
Kedungkandang:
Komunitas
Ketidakefektifan SD : 3386 jiwa

Manajemen Kesehatan SMP : 2176 jiwa

Warga belum memiliki SMA : 1069 jiwa


Belum ada
pengetahuan yang Perilaku Cenderung
penyuluhan tentang
cukup tentang bahaya Beresiko
bahaya merokok
merokok
33% (16 orang) warga hanya memeriksakan
Pekerjaan
responden tidak TD dan GD hanya pada saat
swasta dan
susah untuk berhenti mengetahui bahwa diselenggarakannya
karyawawan
walaupun sudah pemeriksaan gratis
terdapat program terbanyak di RT
Warga memiliki mengatahui bahaya terkait HT dan DM 5
kebiasaan merokok 6- yang ditimbulkan oleh 43% (21 orang) responden
30 menit di awal hari rokok belum pernah
tetap merokok disaat
memeriksakan TD
sakit. Kurangnyainformasi dan
dan/atau GD ke posyandu
kepedulian tentang Sibuk
sebelumnya
informasi kesehatan

Jarang memeriksana kesehatan ke


kebiasaan merokok 6 responden (50%) memiliki sulit mengubah perilaku
pelayanan kesehatan
akibat ikut-ikutan kebiasaan merokok merokoknya karena sudah
teman/terbawa oleh mulai merokok sejak kecil
pergaulan
3.6RENCANA INTERVENSI

NO Diagnosa NOC NIC


1 Ketidakefektifan Manajemen PREVENSI PRIMER
Kesehatan Pengetahuan : Manajemen Hipertensi Teaching disease process
Indikator 1 2 3 4 5 1. Menjelaskan tanda dan gejala umum dari
Kisaran normal untuk penyakit
tekanan darah sistolik 2. Menjelaskan proses jalannya penyakit
Kisaran normal untuk 3. Mengidentifikasi kemungkinan penyebab
tekanan darah diastolik 4. Menjelaskan alasan manajemen
Komplikasi potensial terapi/penanganan yang direkomendasikan
hipertensi 5. Mengkaji tingkat pengetahuan Klien terkait proses
Manfaat modifikasi gaya penyakit
hidup 6. Menjelaskan patofisiologi penyakit dan
Strategi mengelola stres hubungannya dengan anatomi fisiologis

1. Tidak ada pengetahuan


2. Pengetahuan terbatas Identifikasi resiko

3. Pengetahuan sedang 1. Mendiskusikan dan merencanakan aktivitas

4. Pengetahuan banyak pengurangan resiko penyakit, serta berkolaborasi

5. Pengetahuan sangat banyak dengan individu dan kelompok di lingkungan


sekitar.

Pengetahuan : Manajemen Diabetes 2. Merencanakan kajian resiko kesehatan dalam


jangka panjang
Indikator 1 2 3 4 5 3. Merencanakan tindak lanjut strategi, dan aktivitas
Tanda dan gejala awal pengurangan resiko jangka panjang
penyakit 4. Mengidentifikasi resiko biologis, lingkungan, dan
Hiperglikemia, perilaku serta hubungan timbal balik
Hipoglikemia, dan gejala 5. Mempertimbangkan kriteria yang berguna dalam
terkait memprioritaskan area-area untuk mengurangi
Pentingnya menjaga kadar faktor resiko (misalnya kesadaran dan motivasi,
glukosa darah dalam efektifitas, biaya, kelayakan)
kisaran target
Manfaat modifikasi gaya
hidup
Dampak penyakit akut
pada kadar glukosa darah
1. Tidak ada pengetahuan
2. Pengetahuan terbatas
3. Pengetahuan sedang
4. Pengetahuan banyak
5. Pengetahuan sangat banyak

PREVENSI SEKUNDER
Kontrol resiko hipertensi
Indikator 1 2 3 4 5
Mencari informasi
terkait hipertensi
Mengidentifikasi
faktor resiko
hipertensi
Mengenal faktor
resiko individu
terkait hipertensi
Memanfaatkan
fasilitas kesehatan
untuk skrining
hipertensi
Memanfaatkan
fasilitas di
masyarakat untuk
mengurangi resiko
hipertensi
1 = tidak pernah menunjukkan
2= jarang menunjukkan
3= kadang-kadang menunjukkan
4= sering menunjukkan
5= secara konsisten menunjukkan
Kadar Glukosa Darah
Indikator 1 2 3 4 5
Kadar Glukosa Darah
1. Sangat terganggu
2. Banyak terganggu
3. Cukup terganggu
4. Sedikit terganggu
5. Tidak terganggu

PREVENSI TERSIER
Perilaku Patuh : Pengobatan Yang Pengajaran: Peresepan Obat-Obatan
Disarankan 1. Menginstruksikan Klien mengenai tujuan dan kerja
Indikator 1 2 3 4 5 setiap obat
Membuat daftar 2. Menginstruksikan Klien mengenai dosisi, rute dan
semua obat-obatan durasi setiap obat
dengan dosis dan 3. Meninjau pengetahuan Klien mengenai obat-
frekuensi obatan
pemberian 4. Mengenali pengetahuan Klien mengenai obat-
Mengetahuimanfaat obatan
obat yang 5. Menginformasikan Klien konsekuensi tidak
digunakan memakai obat atau menghentikan pemakaian obat
Meminum obat secara tiba-tiba
sesuai dosis yang 6. Mengintruksikan Klien mengenai kemungkinan
dianjurkan efek samping setiap obat yang digunakan
Memantau efek 7. Mengnstruksikan Klien mengenai cara menyimpan
samping obat obat-obatan dengan tepat
Menyimpan obat 8. Memberikan informasi tertulis mengenai kerja,
dengan tepat tujuan, efek samping, dan lain-lain dari obat-
1 = tidak pernah menunjukkan obatan pada klien
2= jarang menunjukkan
3= kadang-kadang menunjukkan
4= sering menunjukkan
5= secara konsisten menunjukkan

Perilaku Patuh : Diet Yang Disarankan


Indikator 1 2 3 4 5 Pengajaran: Peresepan Diet

Berpartisipasi 1. Mengkaji tingkat pengetahn Klien mengenai diet


dalam yang disarankan
menetapkan 2. Mengkaji pola makan Klien saat ini dan
tujuan diet yang sebelumnya, termasuk makanan yang disukai dan
bisa dicapai pola makan saat ini
dengan petugas 3. Menjelaskan pada Klien mengenai tujuan
kesehatan kepatuhan terhdapat diet yang disarankan terkait
profesional dengan kesehatan secara umum

Memilih makanan 4. Menginstruksikan Klien untuk menghindari

dan cairan yang makanan yang dipantang dan mengkonsumsi


makanan yang diperbolehkan
sesuai dengan 5. Menginstruksikan kepada Klien untuk
diet yang merencanakan diet yang sesuai
ditentukan
Memakan
makanan yang
sesuai dengan
diet yang
ditentukan
Meminum
minuman yang
sesuai dengan
diet yang
ditentukan
Menghindari
makanan dan
minuman yang
tidak
diperbolehkan
dalam diet
Rencana makan
sesuai dengan
diet yang
ditentukan
1 = tidak pernah menunjukkan Pengajaran: peresepan latihan
2= jarang menunjukkan 1. Menginformasikan Klien mengenai tujuan, manfaat
3= kadang-kadang menunjukkan dari latihan yang diresepkan
4= sering menunjukkan 2. Menginstruksikan Klien bagaimana melakukan
5= secara konsisten menunjukkan latihan yang diresepkan
3. Menginstruksikan Klien bagaimana
Perilaku patuh : aktivitas yang disarankan mempertahankan latihan rutin setiap hari, sesuai
Indikator 1 2 3 4 5 kebutuhan
Membahas 4. Menginstruksikan Klien mengenai bagaimana
aktivitas melakukan peregangan sebelum dan sesudah
rekomendasi latihan olahraga/aktifitas fisik
dengan
professional
kesehatan
Mengidentifikasi
manfaat yang
diharapkan dari
aktivitas fisik
Mengidentifikasi
hambatan untuk
melaksanakan
aktivitas fisik yang
ditentukan
Menggunakan
strategi untuk
mengalokasikan
waktu untuk
aktivitas fisik
Berpartisipasi
dalam aktivitas
fisik sehari-hari
yang ditentukan
1 = tidak pernah menunjukkan
2= jarang menunjukkan
3= kadang-kadang menunjukkan
4= sering menunjukkan
5= secara konsisten menunjukkan
2 Defisiensi Kesehatan Prevensi Primer
Komunitas Community Health Status Community health development
Indikator 1 2 3 4 5 1. Mengidentifikasi kekuatan dan prioritas masalah
Status kesehatan kesehatan dengan warga di komunitas
dewasa dan 2. Menyediakan kesempatan untuk berpartisipasi
lansia dalam semua segmen komunitas
Meratanya 3. Menyediakan member komunitas untuk
program promosi peningkatan kepercayaan dari masalah kesehatan
kesehatan 4. Memfasilitasi implementasi dan perbaikan dari
Angka partisipasi rencana komunitas
warga dalam 5. Membentuk hubungan yang erat antara individu
program dan kelompok untuk mendiskusikan masalah
kesehatan kesehatan
komunitas 6. Mengadvokasi warga di komunitas pembuatan
Angka penyakit keputusan untuk masalah kesehatan
tidak menular
(PTM)
Monitoring
standar
kesehatan
komunitas untuk
ukuran kesehatan
dan evaluasi
1=buruk
2=cukup
3=bagus
4=sangat bagus
5=bagus sekali

PREVENSI SEKUNDER Skrining test


Community risk control : chronic disease 1. Menentukan populasi target untuk dilakukan
Indikator 1 2 3 4 5 pemeriksaan kesehatan
penetapan 2. Mengiklankan layanan skrining kesehatan untuk
program untuk meningkatkan kesadaran masyarakat
penyakit kronik 3. Menyediakan akses yang mudah bagi layanan
Angka partisipasi skrining (waktu dan tempat)
warga dalam 4. Menggunakan instrumen skrining yang valid dan
program terpercaya
pengurangan 5. Menginstruksikan Klien akan rasional dan tujuan
resiko hipertensi pemeriksaan kesehatan
Tersedianya 6. Memberi kenyamanan selama prosedur skrining
program 7. Mengukur TD, BB, TB, kolesterol, fsn gula darah
pendidikan 8. Memberikan informasi pemeriksaan diri yang tepat
managemen diri selama skrining
penyakit
Tersedianya
pelayanan
kesehatan untuk
mengobati
penyakit kronis
Monitor insiden
penyakit kronis
1=buruk
2=cukup
3=bagus
4=sangat bagus
5=bagus sekali

Keefektifan skrining kesehatan komunitas


Indikator 1 2 3 4 5
Identifikasi kondisi
yang bisa
mendapatkan
manfaat dari
deteksi dini dan
pengobatan
Identifikasi
kebutuhan
skrining untuk
orang dewasa
Pendidikan
kepada anggota
komunitas akan
pentingnya
skrining
Mengiklankan
peluang untuk
skrining
Identifikasi
sumber daya yang
dibutuhkan untuk
skrining
Penyediaan
skrining untuk
lansia
1. Buruk
2. Cukup baik
3. Baik
4. Sangat baik
5. Sempurna
PREVENSI TERSIER
Community program effectiveness Program development
Indikator 1 2 3 4 5 1. Membantu kelompok atau masyarakat dalam
Tujuan program mengidentifikasi kebutuhan atau masalah
konsisten dengan kesehatan yang signifikan
pengkajian 2. Mengedukasi anggota kelompok perencanaan
komunitas mengenai proses perencanaan, yang sesuai
Tujuan program 3. Mengembangkan tujuan dan sasaran untuk
yang dapat mengatasi kebutuhan atau masalah
dicapai 4. Menjelaskan metode, kegiatan, dan kerangka
Tingkat partisipasi waktu untuk dilakukannya implementasi
program 5. Merencanakan evaluasi program
Peningkatkan 6. Mendapatkan penerimaan terhadap program dari
status kesehatan kelompok sasaran, penyedia, dan kelompok terkait
peserta lainnya
Pengukuran 7. Memfasilitasi penerapan program oleh kelompok
tujuan program atau komunitas
Kepuasan peserta
dan komunitas
terhadap program
1=buruk 4=sangat bagus
2=cukup 5=bagus sekali
3=bagus
3 Perilaku kesehatan cenderung PREVENSI PRIMER Health Education
beresiko Health promoting behavior 1. Mengidentifikasi faktor internal / eksternal yang
dapat meningkatkan / mengurangi motivasi untuk
Indikator 1 2 3 4 5 berperilaku hidup sehat.
Menggunakan 2. Mempertimbangkan riwayat individu dalam konteks
perilaku personal dan riwayat sosial budaya individu,
menghindari keluarga dan masyarakat.
resiko 3. Menentukan pengetahuan kesehatan dan gaya
Monitor hidup perilaku saat ini pada individu,keluarga atau
lingkungan kelompok sasaran
terkait dengan 4. Identifikasi karakteristik populasi target yang
resiko mempengaruhi pemilihan strategi belajar.
Monitor 5. Membuat target sasaran khusus pada kelompok
perilaku beresiko tinggi dan rentang usia yang akan
personal mendapat manfaat besar dari pendidikan
terkait dengan kesehatan.
resiko 6. Menekankan manfaat kesehatan positif yang
Menghindari langsung atau (manfaat) jangka pendek yang bisa
penggunaan diterima oleh perilaku gaya hidup positif daripada
tembakau menekankan pada manfaat jangka panjang atau
Menghindari efek negatif dari ketidakpatuhan.
paparan asap 7. Mengajarkan strategi yang dapat digunakan untuk
rokok menolak perilaku yang tidak sehat.
8. Memberikan penjelasan dengan padat dan jelas.
9. Menggunakan media untuk mempermudah
penjelasan.
10. Melibatkan klien dalam melakukan implementasi.
11. Memanfaatkan dukungan sosial dan keluarga
untuk meningkatkan perilaku kesehatan yang lebih
Kontrol resiko : penggunaan tembakau baik.
Indikator 1 2 3 4 5 12. Merencanakan tindak lanjut jangka panjang untuk
Mengidentifikasi memperkuat perilaku kesehatan.
faktor resiko 13. Mengembangkan materi pendidikan tertulis yang
penggunaan tersedia dan sesuai dengan audiens yang menjadi
rokok/tembakau sasaran
Mengenali
faktor resiko
penggunaan
rokok/tembakau
Mengenali
pengaruh
lingkungan
dalam
penggunaan
rokok
Menggunakan
dukungan
personal untuk
mencegah
penggunaan
rokok
Mencegah
situasi yang
mendukung
oenggunaan
rokok
PREVENSI SEKUNDER Risk Identification
Health seeking behavior 1. Mengidentifikasi faktor biologis, lingkungan, dan
Indikator 1 2 3 4 5 perilaku berisiko
Melakukan 2. Merencanakan monitoring jangka panjang
skrening dini. terhadap resiko kesehatan
Mendapat 3. Mengkaji ulang riwayat kesehatan masa lalu dan
bantuan dari dokumentasikan bukti yang menunjukan adanya
kesehatan penyakit medis , diagnose keperawatan serta
profesional keperawatanya
Melakukan 4. Mempertimbangkan ketersediaan dan kualitas
perilaku sumber sumber yang ada (misalnya psikologis,
kesehatan finansial, tingkat pendidikan, keluarga dan
yang komunitas)
disarankan 5. Merencanakan monitor kesehatan dalam jangka
Menggunakan panjang
informasi
kesehatan
yang
terpercaya
Mencari
bantuan bila
diperlukan.
PREVENSI TERSIER Prevensi tersier
Smoking Cessation Behavior Smoking Cessation Assistance
Indikator 1 2 3 4 5 1. Membantu Klien untuk mengenali isyarat yang
Mengekspresikan membuatnya merokok ( misalnya, berada disekitar
keinginan untuk orang lain yang merokok, sering mengunjungi
berhenti merokok tempat-tempat dimana merokok diperbolehkan,
Membangun 2. Membantu Klien untuk mengembangkan metode
strategi yang praktis untuk menolong keinginan mereka
efektif untuk (misalnya, menghabiskan waktu dengan teman-
berhenti merokok teman yang tidak merokok, sering berada ditempat
Menyesuaikan dimana merokok diperbolehkan, latihan relaksasi )
strategi berhenti 3. Membantu memilih metode terbaik untu berhenti
merokok sesuai merokok, ketika Klien siap untuk berhenti
dengan 4. Memberikan dorongan untuk mempertahankan
kebutuhan gaya hidup bebas asap rokok (misalnya,
Komitmen merayakan hari berhenti merokok; mendorong
terhadap srategi pemberian imbalan pada diri sendiri pada interval
berhenti merokok waktu tertentu setelah berhenti merokok, seperti
Mengikuti strategi pada satu minggu, 1 bulan, 6 bulan; mendorong
berhenti merokok menabung; yang digunakan sebelumnya untuk
yang telah dipilih membeli rokok; untuk memberi hadiah khusus)
Menggunakan 5. Merujuk pada program kelompok atau terapis
strategi individu yang sesuai
modifikasi 6. Membantu Klien untuk dengan metode bantuan diri

perilaku sendiri

Menggunaka 7. Menentukan kesiapan Klien untuk belajar berhenti


merokok
strategi koping 8. Memberikan saran yang konsisten dan jelas untuk
yang efektif berhenti merokok
Menggunakan 9. Mengnformasikan Klien mengenai gejala fisik
terapi alternative pemutusan nikotin (sakit
Menggunakan kepala,pusing,mual,iritabilitas dan insomnia
obat obatan 10. Membantu Klien untuk mengembangkan rencana
sesuai resep berhenti yang membahas aspek psikososial yang
Berpartisipasi mempengaruhi perilaku merokok
dalam konseling

3.7Plan Of Action

Strategi Bentuk Waktu dan PJ


No. Tujuan Sasaran Media Dana
kegiatan Tempat Kegiatan
- Mempresentasikan hasil Perwakilan
Tempat:
pengkajian awal yang RT dan RW,
Rumah Ketua
telah dilakukan pada struktur LCD
RT 5
MMRT 1 warga binaan RT 5 RW 3, keanggotaa Seminar & Proyektor, Swadaya
1 Dani
Kec. Kedung Kandang n RT dan Musyawarah Powerpoint, Mahasiswa
Minggu, 24
- Memaparkan RW, kader Laptop
September
permasalahan yang Kesehatan
2017
sering terjadi di RT 5 RW 3
masyarakat
- Menentukan rencana
kegiatan bersama
perwakilan warga (ketua
RT, RW dan kader
kesehatan)
- Mengevaluasi kegiatan
yang sudah dilaksanakan
di masyarakat
Skrining - Mengetahui sejak dini Rumah Bu
Diabetes & gangguan kesehatan& Muarofah Leaflet,
Hipertensi; faktor pemicunya dalam Melakukan Spygmomano
kehidupan masyarakat registrasi, 8 Oktober meter, Andhika
Gerakan
RT 5 RW 3 Kedung Pemeriksaan 2017 stetoskop,
Masyarakat
Kandang, terutama Kesehatan, Pagi timbangan dan
Hidup Sehat
masalah Hipertensi & Warga RT 5 Edukasi, jam 07.30- meteran, Swadaya
2
(SEGER- Diabetes Mellitus RW 3 Diskusi singkat selesai glukotest, Mahasiswa
MAS) - Mengurangi angka (Ask, Advise, kartu sehat
kejadian Hipertensi& Refer),
Diabetes Mellitus yang pembagian Jus
mungkin terjadi di RT 5 Blimbing
RW 3 Kedung Kandang
- Meningkatkan
pengetahuan, kesadaran,
kemauan dan
kemampuan masyarakat
agar berperilaku hidup
sehat
- Mengidentifikasi &
memfasilitasi proses
mengurangi s/d berhenti
merokok
- Memberikan intervensi
berupa pemberian jus
Blimbing

Sekitar gapura
RT 5 RW 3

Senam Anti- Warga RT 5 8 Oktober Swadaya


- Memberikan senam
3 Diabetes Senam Sound, Laptop Dani
diabetes RW 3 2017 Mahasiswa
Pagi
jam 06.30-
selesai
Keluarga Rumah warga Leaflet, Stiker Sunardiman
Penyuluhan - Masyarakat mampu Diskusi& Swadaya
4 yang perokok
Rokok mengubah perilaku Edukasi mahasiswa
memiliki
merokoknya anggota 17 Oktober
keluarga 2017
- Masyarakat mampu
perokok
menetapkan kawasan
14.00 WIB -
bebas rokok pada
Selesai
rumahnya.

- Kader mengetahui tentang Balai RW 3 Booklet, Siti


PTM, faktor risiko, dampak Pelatihan Spygmomano Swadaya
dan pengendalian PTM Kader berupa materi 19 Oktober meter, Mahasiswa
- Kader mengetahui tentang Posbindu dan praktek 2017 Stetoskop
Pelatihan
posbindu PTM PTM RW 3 16.00 WIB-
Kader
- Kader mempunyai 18.00 WIB
5 Kesehatan
kemampuan dan
(PDKT) keterampilan dalam
memantau faktor risiko PTM
- Kader terampil dalam
melakukan konseling serta
tindak lanjut lainnya

Pelatihan - Menanamkan kebiasaan Forum Ceramah, Spygmomano Sunardiman Swadaya

hidup sehat pada Dasawisma Diskusi, &Role Rumah Ketua meter, Mahasiswa
Tensi dan
6 komunitas hipertensi di RT 5 RW 3 Play RT 5 Stetoskop,
Penyuluhan
Hipertensi RT 5 RW 3 Leaflet
20 Oktober
Kedungkandang 2017

utamanya dengan
mengajarkan konsep 18.00 WIB -
Selesai
hipertensi, sehingga
dapat menurunkan resiko
komplikasi hipertensi dan
menjadi acuan
pencegahan bagi yang
tidak menderita
hipertensi.

- Meningkatkan
kemampuan
&pengetahuan peserta
untuk dapat melakukan
kontrol tekanan darah dan
patuh dalam pengobatan
secara mandiri.

- Memberikan pengetahuan
kepada masyarakat
tentang diet yang baik
dan benar bagi komunitas
hipertensi.
- Mempresentasikan hasil Perwakilan
intervensi yang telah RT dan RW, Tempat:
dilakukan pada warga struktur Rumah Ketua LCD
binaan RT 5 RW 3, Kec. keanggotaa Seminar & RT 5 Proyektor, Swadaya
7 MMRT 2 Arin
Kedung Kandang n RT dan Musyawarah Powerpoint, Mahasiswa
- Mengevaluasi kegiatan RW, kader 26 Oktober Laptop
yang sudah dilaksanakan Kesehatan 2017
di masyarakat RT 5 RW 3
3.8 IMPLEMENTASI
Hari / Tanggal / Jam /
NO Implementasi TTD
Tempat
1 MMRT 1 - Menjelaskan hasil pengkajian dan
Minggu, 24September permasalahan yang sering terjadi di RT 05 /
2017 RW 03 Kedungkandang
18.00 – 20.00 WIB - Membuka sesi diskusi dan klarifikasi hasil
Di rumah Ketua RT 05/ pengkajian dan permasalahan
RW 03 - Menetapkan masalah dengan perwakilan warga
(ketua RT,Ketua PKK, Ibu – Ibu Dasawisma)
- Menetapkan prioritas masalah dengan
perwakilan warga (ketua RT,Ketua PKK, Ibu –
Ibu Dasawisma)
- Menentukan rencana kegiatan bersama
perwakilan warga (ketua RT,Ketua PKK, Ibu –
Ibu Dasawisma.

2 SEGER – MAS (Skrining - Membimbing warga RT 05 untuk melakukan


Diabetes dan Hipertensi senam diabetes
Gerakan Masyarakat - Membimbing warga RT 05 untuk melakukan
Hidup Sehat) brisk-walkingdi sekitar wilayah RW 03
Minggu,08Oktober 2017 - Melakukan pemeriksaan kesehatan (Tekanan
06.00 – 10.00 WIB Darah, Berat Badan, Glukosa Darah, Asam
Di Rumah Ibu Muarofah Urat dan Kolesterol) dan screening terkait
hipertensi, hiperkolesterol, asam urat dan DM
kepada warga RT 05
- Memberikan jus belimbing sebagai terapi non
farmakologis hipertensi dan edukasi terkait
manfaat jus belimbing dalam menurunkan
tekanan darah setelah dilakukan pemeriksaan.

3 Penyuluhan Rokok - Memberikan penyuluhan terkait bahaya


Selasa, 17 Oktober 2017 merokok, zat yang terkandung dalam rokok,
14.00 – selesai penyakit yang ditimbulkan dari rokok dan tips
RT 05 RW 03 berhenti merokok.
Kedungkandang - Menjelaskan bahaya merokok di dalam rumah
dan berdiskusi terkait kawasan tanpa rokok di
dalam rumah
- Menempelkan stiker sebagai tanda kawasan
tanpa rokok dirumah.

4 Pelatihan PTM Kader - Menjelaskan materi terkait 5 meja pada


Posyandu posbindu [terutama meja 2 (wawancara faktor
Kamis, 19 Oktober 2017 resiko dan meja 4 (penyuluhan)] dan
16.00 – 18.00 WIB pemaparan materi terkait PTM.
Di Balai RW 03 - Memberikan contoh kepada semua kader
Kedungkandang terkait cara mewawancara faktor resiko dan
cara memberikan penyuluhan PTM.
- Membimbing warga dalam melakukan role play
terkait wawancara faktor resiko dan penyuluhan
PTM.
- Mengajarkan cara penggunaan tensi manual
dan penginterpresiaan hasil nilai tekanan
darah.
- Mengevaluasi kemampuan peserta dalam
penggunaan tensi manual.

5 Pelatihan Tensi dan - Menjelaskan terkait hipertensi ( definisi, faktor


Penyuluhan Hipertensi resiko, tanda gejala, komplikasi,
20 Oktober 2017 penatalaksanaan dan pemeriksaan yang
18.00 – 19.30 dilakukan).
Di Rumah Ketua RT 05/ - Berdiskusi mengenai hal yang belum dipahami
RW 03 terkait hipertensi.
- Mengajarkan cara penggunaan tensi digital dan
penginterpresiaan hasil nilai tekanan darah.
- Mengevaluasi kemampuan peserta dalam
penggunaan tensi digital.

6 MMRT 2 - Pemaparan hasil program yang sudah


Rabu, 25Oktober 2017 dilaksanakan
18.00 – 20.00 WIB - Pemaparan hasil evaluasi terhadap program
Di rumah Ketua RT 05/ yang sudah dilaksanakan
RW 03 - Penyampaian Rencana Tindak Lanjut (RTL)
bersama warga
- Terminasi dengan masyarakat RT 05 / RW
03.

7 Pelaksanaan Home Visit - Melakukan pencegahan dan penanganan


Di keluarga binaan terkait permasalahan dalam keluarga binaan
21September – 28 selama 6 minggu untuk memandirikan keluarga
Oktober 2017
3.9 Evaluasi
3.9.1 Evaluasi Formatif

A. MMRT 1

a. Evaluasi Struktur
 Ruangan kondusif untuk kegiatan MMRT.
 Media dan materi tersedia dan memadai.
 Peserta yang hadir sebanyak 11 warga dari 15 orang yang
diundang dalam dasawisma dikarenakan hujan

b. Evaluasi Proses
 Peserta memperhatikan dan mendengarkan hasil pengkajian dengan
seksama
 Peserta aktif dan antusias selama proses diskusi berlangsung
 Proses diskusi berjalan lancar dan peserta antusias dalam
menyampaikanpendapatnya terkait program yang akan
diselenggarakan.
 Seluruh peserta mengikuti kegiatan mulai dari awal hingga akhir
acara.
c. Evaluasi Hasil
 Peserta mampu menerima dan memahami permasalahan yang terjadi
di RT 05 RW 03 Kelurahan Kedungkandang
 Didapatkan rencana kegiatan yang telah disepakati antara mahasiswa
dan peserta MMRT.

d. Faktor Pendukung:
 Beberapa perlengkapan seperti mic, sound system telah tersedia di rumah
pak RT, sehingga kelompok hanya menyiapkan LCD dan Proyektor.
 Adanya dukungan penuh dari ketua RT 05 dan kader terhadap kegiatan yang
akan dilakukan di masyarakat RT 05, kelurahan Kedungkandang
 Kerjasama yang baik dengan kader membuat acara yang melibatkan warga
dapat berjalan lancar.
e. Faktor Penghambat:
 Kurang luasnya rumah pak RT untuk kegiatan MMRT untuk peserta,
sehingga peserta sedikit berdesakan
f. Rencana Tindak Lanjut:
 Melakukan program kerja sesuai dengan kesepakatan MMRT-1
 Melakukan evaluasi dan monitoring dari setiap kegiatan yang
dilaksanakan

B. SEGER-MAS

a. Evaluasi Struktur
- Persiapan yang dilakukan panitia sudah cukup baik. Panitia sudah berkumpul pada
jam 05.00 WIB untuk mempersiapkan acara, menata tempat, dan membawa jus
belimbing

b. Evaluasi Proses
- Warga antusias terhadap kegiatan yang berlangsung.
- Rute jalan sehat sudah sesuai dan tidak terlalu memberatkan warga.
- Karena adanya sistem antrian dan pembatasan warga yang masuk di pos
pemeriksaan, maka kondisi tempat menjadi lebih kondusif dan tidak sesak.

c. Evaluasi Hasil
1) Skrining Deteksi Dini
a. Yang mengukur tekanan darah sebanyak 53 orang, 35 orang
memeriksakan gula darah, 30 orang memeriksakan asam urat, dan 22
orang memeriksakan kolestrol.
b. Dari hasil rekap form pemeriksaan yang dilakukan pada 53 warga yang
hadir, 20 warga memiliki tekanan darah tinggi, 4 warga memiliki gula
darah sewaktu tinggi, 14 warga memili asam urat tinggi, 3 warga memiliki
kolestrol tinggi.
2) Brisk walking
a. Warga antusias mengikuti jalan sehat (brisk walking excersice) kurang
lebih sepanjang 2,5km memutari RT 1,2,5,dan 6.
b. Warga mengetahui manfaat jalan sehat untuk mengurangi tekanan darah.
3) Jus belimbing
a. Warga yang hadir 88% dari total 60 kupon yang disebar untuk
mendapatkan jus timun gratis.
b. Warga mengetahui manfaat dan cara pengolahan jus belimbing untuk
mengurangi tekanan darah.
4) Senam Diabetes
a. Sebanyak 30 warga mengikuti senam diabetes.
b. Warga mengetahui gerakan senam diabetes.
d. Faktor Pendukung
 Adanya dukungan dari RT 05 untuk menyelenggrakan SEGER-MAS
 Tersedianya tempat untuk pemeriksaan gratis yang cukup untuk peserta
 Warga menyiapkan door prize dalam acara SEGER-MAS sehingga acara
semakin meriah
e. Faktor Penghambat
 Kurangnya jumlah alat pemeriksaan gula darah, kolestrol, dan asama urat
sehingga warga mengantri cukup lama
 Tidak tersedianya kartu antrian sehingga warga ada yang menerobos untuk
ingin didahulukan dalam pemeriksaan gratis
f. Rencana Tindak Lanjut
1. Skrining
Hasil pemeriksaan yang tidak normal diperiksa kembali dan dianjurkan untuk
melakukan pemeriksaan rutin ke pelayanan kesehatan.
2. Brisk Walking
Menganjurkan latihan fisik yaitu brisk walking sebagai salah satu alternative
bentuk latihan fisik yang dapat dilakukan oleh warga
3. Jus belimbing
Memberikan informasi untuk meningkatkan konsumsi jus belimbing sebagai salah
satu terapi komplementer untuk menurunkan tekanan darah yang murah dan
mudah dicari
4. Senam Diabetes
Menganjurkan warga untuk rutin mengikuti senam diabetes dan mengajak warga
yang lainnya untuk mengikuti senam diabetes

C. Penyuluhan rokok
a. Evaluasi Struktur
1. Ruangan kondusif untuk kegiatan penyuluhan
2. Media dan materi tersedia dan memadai
3. Peserta yang mengikuti kegiatan sebanyak 100% yaitu sebanyak 21 perokok di
RT.5 RW.3 Keluarahan Kedungkandang Malang
b. Evaluasi Proses
1. Peserta memperhatikan dan mendengarkan materi yang diberikan oleh
mahasiswa
2. Peserta tampak aktif melakukan tanya jawab
3. Warga yang dikunjungi nampak antusias dengan kunjungan mahasiswa ke
rumahnya
c. Evaluasi Hasil
Sebagian besar 90% warga setuju untuk menjadikan rumahnya sebagai kawasan
bebas rokok. 10% warga hanya mengambil stiker tanpa menempelkan dikaca
(masih belum pasti ditempel atau tidak)
Melakukan follow up keluarga terkait pelaksanaan kawasan tanpa asap rokok di
rumah keluarga hari rabu 25 oktober 2017 didapatkan hasil bahwa dari 21 keluarga,
15 keluarga sudah benar-benar melaksanakan bebas asap rokok
d. Faktor Pendukung
Keluarga yang tidak merokok yang turut aktif dalam kegiatan penyuluhan sehingga
dapat meningkatkan motivasi perokok untuk mengurangi rokok dan merokok di luar
rumah
e. Faktor Penghambat
Beberapa warga memiliki jam kerja hingga sore menjelang petang sehingga panitia
menunggu hingga petang
f. Rencana Tindak Lanjut
Follow up keluarga yang merokok dilanjutkan melalui wawancara faktor resiko di
posbindu PTM dan posyandu lansia

D. Pelatihan Kader Posbindu PTM


a. Evaluasi Struktur
Persiapan yang dilakukan panitia sudah cukup baik. Panitia sudah berkumpul pada
jam 15.30 WIB untuk mempersiapkan acara, menata tempat, dan membawa materi
maupun alat peraga
b. Evaluasi Proses
1. Seluruh kader antusias terhadap kegiatan yang berlangsung.
2. Kader yang datang 10 orang dan perwakilan RT yang datang sebanyak 3 orang,
sedangkan yang tidak datang sebanyak 7 orang.
3. Karena banyaknya kader yang bertanya saat diskusi, waktu yang dibutuhkan
sedikit molor.
4. Waktu pelatihan dan penyuluhan sangat singkat sehingga hanya 3 orang kader
yang dapat melakukan role play
5. Waktu yang digunakan untuk penyuluhan dan pelatihan cukup singkat sehingga
kurang dapat mengevaluasi cara mengukur tekanan darah
c. Evaluasi Hasil
1. Kader yang hadir 65% dari total 20 undangan
2. Hasil pelatihan tensi didapatkan 85% kader dapat mengukur tekanan darah
dengan tensi manual.
3. Hasil dari pelatihan PTM didapatkan 3 orang yang role play mampu melakukan
penyuluhan tentang PTM.
4. Hasil Pre test dan post test menunjukkan
d. Faktor Pendukung
1. Gedung Balai RW.3 yang mendukung untuk dilaksanakan kegiatan pelatihan
kader
2. Adanya dukungan penuh dari ketua RW .3, ketua kader posyandu lansia dan
ketua kader posyandu balita terhadap kegiatan pelatihan yang akan dilakukan
e. Faktor Penghambat
Pemaparan materi yang dilakukan hanya satu kali sehingga pengetahuan tentang
PTM ketika dilakukan role play masih kurang mendalam
f. Rencana Tindak Lanjut
1. Setelah mendapatkan hasil rekap data pre dan post test yang terdapat
perbedaan pengetahuan dari sebelum dan sesuadah penyuluhan, diharapkan
kader dapat menerapkan kegiatan posbindu di wilayahnya.
2. Menerapkan kegiatan di meja 2 yaitu wawancara factor resiko penyakit tidak
menular
3. Menerapkan kegiatan di meja 4 yaitu penyuluhan terkait penyakit tidak menular.
4. Melakukan follow up secara berkala kepada peserta posbindu yang memiliki
resiko tinggi terhadap penyakit tidak menular.
5. Dapat dilakukukan posbindu dengan alternative dilakukannya posbindu:
Posbindu dilakukan bersamaan dengan Posyandu Lansia
Posbindu dilakukan bersamaan dengan Posyandu Balita
Posbindu dilakukan bersamaan dengan Posyandu Lansia dan Posyandu Balita

E. Pelatihan Tensi dan Penyuluhan Hipertensi


a. Evaluasi Struktur
- Ruangan kondusif untuk kegiatan penyuluhan
- Media dan materi tersedia dan memadai.
- Peserta yang hadir sebanyak 80% yaitu sebanyak 16 orang dari total peserta yang
seharusnya 20 orang.
b. Evaluasi Proses
- Peserta memperhatikan dan mendengarkan ketika materi disampaikan
- Peserta sangat antusias bertanya saat ada sesi tanya jawab
- Seluruh peserta mengikuti kegiatan mulai dari awal hingga akhir acara
- Seluruh peserta tampak antusias saat dipersilahkan untuk mencoba melakukan
pengukuran tekanan darah dengan tensi digital
c. Evaluasi Hasil
- Diperoleh adanya peningkatan pengetahuan anggota dasawisma sebelum dan
sesudah diberikan materi tentang hipertensi. Presentase pre-test menunjukkan
peserta dengan skor benar 4 ada 31%, dan hasil post-test peserta degan skor benar
4 meningkat menjadi 63%.
- Berdasarkan hasil observasi saat praktek, semua peserta memahami tentang cara
pengukuran tekanan darah dengan menggunakan tensi digital setelah pelatihan
- Diperoleh hasil adanya peningkatan pengetahuan yang signifikan sebelum dan
setelah pelatihan dasawisma mengenai hipertensi.
d. Faktor Pendukung
 Antusiasme yang sangat bagus dari peserta, sehingga acara dapat dilaksanakan
dengan suasana yang menyenangkan, dan tidak kaku.
 Ibu RT 5 mengingatkan perihal pelaksanaan acara ini di forum PKK RT,
sehingga tentu saja turut mempengaruhi antusiasme peserta untuk datang
e. Faktor Penghambat
 Keterbatasan jumlah spygmomanometer digital untuk praktek & role play
 Tidak adanya mic, dan sound, sehingga peserta yang duduk agak jauh dari
pemateri kurang nyaman menyimak pemateri
 Keterlambatan kehadiran peer educator membuat panitia harus sedikit
mengubah rundown acara
f. Rencana Tindak Lanjut
 Kader kesehatan RW 3 melakukan follow-up terkait pelatihan yang telah
diberikan pada peserta forum dasawisma
F. MMRT 2
a. Evaluasi Struktur

 Ruangan kondusif untuk kegiatan MMRT.

 Media dan materi tersedia dan memadai.

 Peserta yang hadir sebanyak 11 warga dari 20 orang yang diundang

b. Evaluasi Proses

 Peserta memperhatikan dan mendengarkan hasil pengkajian dengan seksama


 Peserta aktif dan antusias selama proses diskusi berlangsung

 Proses pemaparan hasil kegiatan dan diskusi rencana tindak lanjut berjalan lancar

dan peserta antusias dalam menyampaikan kesan-pesannya dari setiap kegiatan.

 Seluruh peserta mengikuti kegiatan mulai dari awal hingga akhir acara.

c. Evaluasi Hasil

 Peserta mampu menerima dan memahami permasalahan yang terjadi di RT 05 RW

03 Kelurahan Kedungkandang, hingga mampu menyepakati dan membuat rencana

tindak lanjut dari setiap kegiatan yang telah dilaksanakan kelompok mahasiswa

profesi (panitia)

 Didapatkan rencana kegiatan yang telah disepakati antara mahasiswa dan peserta

MMRT.

d. Faktor Pendukung

 Persiapan alat dan konsumsi sudah dilakukan sejak pagi hari, dan dititipkan dirumah

Bu Muarofah yang letaknya berdekatan dengan rumah Pak RT, sehingga walau

cuaca gerimis tidak menghambat persiapan acara

 Adanya kesan yang sangat bagus dari ketua RT 05 dan kader terhadap kegiatan

yang telah dilakukan di masyarakat RT 05, kelurahan Kedungkandang

 Peserta datang tepat waktu sehingga pelaksanaan acara tidak molor

e. Faktor Penghambat

 Beberapa peserta yang diundang tidak bisa datang, karena terbentur acara

pengajian, dan ada yang menjaga keluarganya yang sedang opname

f. Rencana Tindak Lanjut:

 Follow-up hasil acara oleh kader kesehatan

3.9.2 Evaluasi Sumatif

1. Diagnosa 1 : Ketidakefektifan Manajemen Kesehatan


a. Terdapat peningkatan pengetahuan warga terkait pengetahuan penyakit
hipertensi, dan diabetes mellitus
b. Terdapat pengetahuan sikap dan perilaku warga terkait pengertian, komplikasi,
pengobatan dan kontrol teratur ke pelayanana kesehatan.
2. Diagnosa 2 : Defisiensi Kesehatan Komunitas
a. Terdapat peningkatan pengetahuan warga tentang salah satu terapi yang bisa
mengkontrol tekanan darah yaitu brisk walking (jalan sehat)
b. Terdapat peningkatan pengetahuan warga tentang salah satu terapi yang bisa
mengkontrol diabetes mellitus yaitu senam diabetes.
c. Terdapat peningkatan sikap warga tentang salah satu terapi mengkontrol
hipertensi dengan jalan sehat yang dilakukan setiap minggu.
d. Terdapat peningkatan sikap warga tentang salah satu terapi yang dapat
dilakukan untuk mengontrol dengan mengadakan senam diabetes setiap
minggu
e. Sebanyak 10 kader, dan 3 warga perwakilan dari tiap tiap RT di RW 03
Kedungkandang mengikuti kegiatan pelatihan kader PTM dan pelatihan
pengukuran tensi.
f. Sebanyak 16 warga RT 05 Kedungkandang mengikuti kegiatan penyuluhan
hipertensi dan pelatihan pengukuran tensi dengan tensimeter digital.
3. Diagnosa 3 : Perilaku Kesehatan Cenderung Beresiko
a. Sebanyak 53 warga RT 05 Kedungkandang mengikuti kegiatan SEGER-MAS
(Skrinning Diabetes Mellitus dan Hipertensi Gerakan Masyarakat Hidup Sehat)
yaitu pemeriksaan kesehatan (BB, tekanan darah, gula darah, asam urat, dan
kolesterol), senam diabetes, dan jalan sehat
b. Terdapat peningkatan pengetahuan, sikap, dan perilaku wargaterkait
pengobatan dan kontrol penyakit hipertensi (konsumsi jus belimbing).
c. Terdapat peningkatan pengetahuan, sikap, dan perilaku warga terkait
kebiasaan merokok dengan diberikannya penyuluhan mengenai rokok, dan
penetapan rumah sebagai kawasan bebas asap rokok.
BAB IV
PEMBAHASAN

Praktik keperawatan komunitas di RT 5 RW 3 Kelurahan Kedungkandang,


Kecamatan Kedungkadang, Kota Malang yang dilaksanakan mahasiswa Program Studi
Profesi Ners Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Kelompok 5B adalah salah satu
program profesi untuk mengaplikasikan konsep keperawatan komunitas dengan
menggunakan proses keperawatan komunitas sebagai dasar ilmiah.
Upaya pendidikan untuk mencetak seorang perawat yang profesional, mandiri dan
mempunyai kompetensi sesuai dengan yang diinginkan dapat dilakukan dengan
menerapkan konsep tersebut, dan secara resmi mahasiswa melakukan praktik klinik
keperawatan komunitas di RT 5 RW 3 Kelurahan Kedungkandang, Kecamatan
Kedungkadang, Kota Malang mulai 11Sepetember sampai 28Oktober 2017 dengan
melakukan berbagai kegiatan.
Di dalam kegiatan tersebut mahasiswa melakukan berbagai intervensi keperawatan
yang di aplikasikan dalam beberapa program. Program yang dijalankan sesuai dengan
review jurnal yang dilakukan mahasiswa. Jurnal yang digunakan sebagai acuhan dalam
program yang dilaksanakan yaitu Pengaruh Pemberian Sari Buah Belimbing Manis
(Avverhoa Carambola) Terhadap Penurunan Tekan Darah Tinggi Pada Lansia di Desa
Botoputih Kecamatan Tikung Kabupaten Lamongan.. Dalam jurnal tersebut dibahas
mengenai bagaimana menurunkan tekanan darah dengan pemeberian sari buah blimbing.
Jurnal lain yang digunakan sebagai acuan dalam program adalah Exercise Training and
Cardiac Autonomic Function in Type 2 Diabetes Mellitus: A Systematic Reviewmenunjukkan
bahwa Brisk walking dapat meningatkan kesehatan jantung, mengurangi resiko diabetes,
mengurangi tingkat stress, meningkatkan kesehatan seksual, menurunkan berat badan, dan
menstimulasi atau merangsang otak.
Adapun beberapa faktor penghambat dalam beberapa program yang dilakukan oleh
mahasiswa yaitu pada acara SEGER-MAS terdapat usia dan ketahanan fisik yang berbeda
dari tiap masyarakat, sehingga pada saat brisk walking Panjang rute hanya 2,5 km
memutari RT 1, 2, 5, dan 6.Beberapa warga ada yang tidak ikut kegiatan tersebut
dikarenakan sibuk. Selain itu mahasiswa hanya membawa 20 buah strip kolesterol sehingga
ada 2 warga yang tidak bisa cek kolesterol karena kehabisan strip. Pada penyuluhan rokok
terdapat hambatan yaitu ada beberapa warga yang anggota keluarganya merokok namun
tidak ada dirumah sehingga tidak dapat membrikan penyuluhan. Pada pelatihan kader PTM
juga terdapat habatan yaitu waktu yang kurang memedai yang dilakukan menjelang Magrib
sehingga waktu yang diperlukan untuk melakukan roleplay kurang. Pada pelatihan
pengukuran tekanan darah terdapat hambatan yaitu kekurangan jumlah tensi digital yang
digunakan untuk melakukan roleplay. Namun dengan berbagai macam penghambat
tersebut mahasiswa mampu melaksanakan berbagai program implementasi di RT 5
tersebut.
Hasil dari kegiatan yang telah dilakukan adalah sebagai berikut:

4.1. Diagnosa 1 : Ketidakefektifan managemen kesehatan


.Untuk melakukan intervensi diagnosa pertama, kelompok mengadakan kegiatan
“Edukasi Terstruktur” dimana pada edukasi ini dibahas tentang pengertian
hipertensi,mengapa dapat timbul hipertensi, bagaimana dampaknya terhadap bagian tubuh
penderita, menjelaskan pengobatan hipertensi, menjelskan konsekuensi dari ketidak
patuhan dalam meminum obat, rekomendasi untuk pemantauan diri sendiri serta
mengevaluasi kembali pemahaman pasien.
Edukasi terstruktur ini dilakukukan oleh mahasiswa kepada warga RT 5 RW 3
kelurahan kedungkandang yang menderita ataupun memiliki riwayat hipertensi, Edukasi
dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan warga terkait hipertensi dan
penatalaksanaannya, supaya masyarakat RT 5 RW 3 yang menderita hipertensi ataupun
mempunyai riwayat hipertensi mengetahui terkait penyakit yang sedang dialami, sehingga
diharapkan warga yang menderita hipertensi tidak sampai pada komplikasi hipertensi.
Metode yang digunakan dalam edukasi ini adalah ceramah, role play, dan diskusi, warga
sangat antusias dalam edukasi ini dibuktikan dengan aktifnya warga bertanya pada saat
dilakukan edukasi.
Dalam edukasi ini, media yang digunakan adalah leaflet, tensi digital, soal pre dan
post tesr. Pada saat edukasi, dijelskan juga terkait penatalaksanaan hipertensi dengan
menggunakan non farmakologi yaitu jus blimbing, hal ini di dasari oleh jurnal yang berjudul
Pengaruh Pemberian Sari Buah Belimbing Manis (Avverhoa Carambola) Terhadap
Penurunan Tekan Darah Tinggi Pada Lansia di Desa Botoputih Kecamatan Tikung
Kabupaten Lamongan.
Figar et al (2006) menyebutkan bahwa pemberian edukasi terstruktur 90 hari pada
pasien usia lanjut dengan hipertensi dapat menurunkan tekanan darah sistolik(TDS).
Khomaini, dkk (2017) juga membuktikan bahwa eduaksi trestruktur dapat menurunkan
tekanan darah sistolik ketika dilakukan dalam 90 hari. Karena kelompok 5B baru melakukan
sekali edukasi, jadi belum didapatkan hasil penurunan tekanan darah pada penderita
hipertensi yang ada di RT 5 RW 3. Tetapi edukasi ini dapat meningkatkan pengetahuan
warga mengenai hipertensi dan tatalaksana non farmakologi untuk penderita hipertensi.
Diana dkk (2015) menyebutkan bahwa pemberian air sari buah blimbing dapat
menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi setelah diminum 2 kali sehari selama
7 hari.

4.2 Diagnosa 2 : Defisiensi kesehatan komunitas


SEGER-MAS (Skrining Diabetes dan Hipertensi; Gerakan Masyarakat Hidup Sehat)
Untuk melakukan intervensi dari diagnosa kedua yang dinamai dengan “SEGER-MAS”
senam diabetes dan jalan santai yang dilkukan selama 15 menit dan jalan santa sepanjang
kurang lebih 2,5km. Kegiatan jalan santai dilakukan pada tanggal 8 Oktober 2017 di depan
rumah bu Muarofahmemutari RT 1,2,5 dan 6 pada pukul 06-30 s/d 07.00. tujuan dari
kegiatan ini adalah memperkenalkan metode non farmakologi bagi penderita hipertensi yang
berupa jalan santai. Jalan santai ini ditujukan peda semua warga RT 3 RW 5 Kelurahan
KedungKandang. Setelah warga melakukan jalan santai, warga di istirahatkan dalam waktu
15-30 menit, setelah itu dilakukan pengukuran tekanan darah pada warga. Sembari
menunggu pemeriksaan, warga diberikan dorprise.
Jalan santai merupakan kegiatan yang dapat menunrunkan factor resiko penyakit
degenerative seperrti hipertensi, stroke, dan diabetes melitus (Hasibuan,2010). Peningkatan
darah ini terjadi karena perubahan hemodinamik yang terjadi saat beraktifitas khususnya
olahraga baik olahraga aerobic maupun anaerobic, keadaan ini disebut dengan keadaan
hipertensi hiperdinamik. Saat tubuh melakukan aktivitas yang lebih dari biasanya otot-otot
melakukan asupan oksigen dan nutrisi yang lebih oleh karena itu aliran darah dipusatkan
pada otot-otot yang berkontrakasi, pada kasus ini aliran darah akan berpusat di daerah
ekstremitas inferior maupun superior (Silbernagle al, 2013).
Penelitian yang dikaukan oleh Nugroho (2015) menunjukkan bahwa ada perbedaan
tekanan darah yang bermakna antara sebelum dan sesudah melakukan jalan santai yang
dilakukan pra lansia di Posyandu Lansia Sejahtera Abadi IX, Candi Baru. jalan santai yang
dilakukan selama 8 minggu dapat menurunakan tekanan darah sistolik dan diastolik secara
bermakna. Tetapi karena kelompok 5B baru melakukan 1 kali pada warga RT 5 RW 3, jadi
belum ditemukan penurunan tekanan darah secara bermakna. Diharapkan warga dapat
melakukan jalan santai secara mandiri sehingga terjadi penurunan tekanan darah pada
penderita hipertensi yang ada di RT 5 RW 3.
Penelitian yang dilakukan oleh Afriza (2015) yang berjudul Pengaruh Senam Diabetes
terhadap Kadar Gukosa Darah pada Penderita Diabetes Melitus di Puskesmas Lapai
Kecamatan Nanggalo Kota Padang menyebutkan bahwa terdapat pengaruh secara
signifikan perlakuan senam diabtes terhadap penurunan kadar glukosa darah di Puskesmas
Lapai Kecamatan Nanggalo Kota Padang. Penelitian ini dilakukan selama 30-60 menit per
kali latihan sedangkan untuk frekuensi latihan 3-5 kali dalam seminggu namun karena
kelompok 5B baru melakukan 1 kali pada warga RT 5 RW 3, jadi belum ditemukan
penurunan kadar glukosa darah secara bermakna. Diharapkan warga dapat melakukan
senam diabetes secara rutin sehingga terjadi penurunan gula darah darah pada penderita
diabetes melitus yang ada di RT 5 RW 3.

4.3 Diagnosa 3 : Perilaku Kesehatan cenderung Beresiko


Penyuluhan Rokok
Penyuluhan dilakukan pada hari Selasa tanggal 17 Oktober 2017, kegiatan ini
dilakukan secara door to door, dengan sasaran semua warga RT 5 RW 3 Kelurahan
KedungKandang yang anggota keluarganya merokok. kegiatan ini berupa penyuluhan
terkait bahaya merokok bagi perokok aktif maupun pasif dan menyepakati rumah bebas
asap rokok dengan menempelkan stiker.Penyuluhan rokok ini bertujuan untuk
meminimalkan factor resiko penaykit hipertensi. Sedangkan warga yang mempunyai riwayat
merokok diharapkan dapat mengurangi konsumsi rokok dan tidak merokok di dalam rumah .
Media yang digunakan pada saat penyuluhan adalah leaflet tentang rokok dan stiker
rumah bebas asap rokok. Pada saat mengunjungi warga secara door to door, kelompok 5B
memberikan penyuluhan serta diskusi tanya jawab kepada keluarga yang anggota
keluarganya merokok dan memberikan tawaran untuk menyepakati rumahnya sebagai
rumah dengan bebas asap rokok. Setelah keluarga menyepakata hal tersebut, kelompok 5B
menempelkan stiker di jendeal depan rumah.
Peneliltian yang dilakukan oleh Rusmilawaty (2016) yang berjudul Pengaruh
Penyuluhan Metode Ceramah tentang Bahaya Rokok Terhadap Perubahan Sikap Perokok
Aktif menjelaskan bahwa ada pengaruh penyuluhan dengan metode ceramah tentang
bahaya rokok terhadap sikap perokok aktf sebelum dan sesudah diberi penyuluhan dengan
nilai p=0,00. Perubahan perilaku kesehatan dalam Notoatmojo (2012) melalui cara
Pendidikan atau penyuluhan kesehatan diawali dengan cara pemberian informasi-informasi
kesehatan. Dengan memberikan informasi-informasi tentang cara-cara mencapai hidup
sehat, cara pemeliharaan kesehatan, cara menghindari penyakit, dan sebagainya akan
meningkatkan pengetahuan tentang hal tersebut. Selanjutnya dengan pengetahuan-
pengetahuan itu akan menimbulkan kesadaran mereka, dan akhirnya akan menyebabkan
orang berperilaku dengan sesuai pengetahan yang dimilikinya.
BAB V

PENUTUP

Pada bab ini disajikan kesimpulan dan saran dari hasil kegiatan di RW 03
Kelurahan Kedungkandang, Kota Malang yang dilaksanakan pada 11 September 2017
sampai 28 Oktober 2017, sebagai berikut:
5.1 Kesimpulan
1. Pada kegiatan MMRT 1 yang dilaksanakan pada tanggal 24 September 2017
dipaparkan hasil pengkajian yang telah dilakukan di setiap rumah warga RT 05
RW 03 dan didapatkan masalah yang berhubungan dengan defisiensi kesehatan
komunitas berhubungan dengan kurang memperoleh informasi tentang adanya
Posbindu, ketidakefektifan manajemen kesehatan berhubungan dengan
manajemen pada penyakit hipertensi dan diabetes melitus, dan perilaku
kesehatan cenderung beresiko berhubungan dengan perilaku merokok. Berikut
merupakan data terkait penyakit hipertensi di RT 05 RW 03 : sebanyak 20 orang
(37,7%) warga menderita hipertensi maupun memiliki riwayat penyakit
hipertensi, rata-rata responden memiliki sikap terhadap hipertensi dalam
kategori cukup (mean:56,25%),Sebanyak 15 responden (93,75%) memiliki
perilaku diet yang cukup, diantaranya tidak melakukan pengobatan secara rutin,
Sebanyak 10 responden (50%) memiliki perilaku diet rendah garam yang buruk.
Sebanyak 4 warga di RT 05 memiliki penyakit Diabetes Mellitus, sebanyak 4
responden yang memiliki riwayat hipertensi didapatkan 100% responden
memiliki pengetahuan yang baik tentang hipertensi, dan sebanyak 3 responden
memiliki sika yang baik terhadap penyakit diabetes mellitus. Selain itu, masalah
lainnya adalah perilaku kesehatan masyarakat RT 05 RW 03 yang cenderung
beresiko salah satunya adalah sebanyak 6 responden (18%) merupakan
perokok aktif. Dari kegiatan Musyawarah Mufakat Rukun Tetangga (MMRT)
Didapatkan hasil dari warga RT 05 setuju untuk dilaksanakan kegiatan SEGER-
MAS dengan rangkaian acara berupa senam Diabetes, jalan sehat anti
hipertensi (brisk walking excercise), deteksi dini hipertensi dan diabetes
(pemeriksaan Tekanan darah dan gula darah), pembagian jus belimbing
(pengenalan terapi non farmakologi untuk menurunkan tekanan darah). Kegiatan
SEGER-MAS dilaksanakan tanggal 8 Oktober 2017.
2. Penyuluhan Rokok untuk Warga RT 05 Yang dilaksanakan pada tanggal 17
Oktober 2017 di RT 05 dengan jumlah sasaran sebanyak 21 warga yang
merokok. Dari acara penyuluhan ini didapatkan bahwa seluruh sasaran tampak
antusias ketika mahasiswa memberikan penyuluhan, media serta materi yang
disampaikan memadai. Hasil dari penyuluhan sebanyak 100 % responden yang
menjadi sasaran berkomitmen untuk menjadikan rumahnya menjadi rumah
bebas rokok.
3. Penyuluhan PTM dan Pelatihan Wawancara Faktor Resiko Hipertensi dan
Diabetes Mellitus. Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 19 Agustus 2017 di
balai RW 03 dengan sasaran warga RT 05. Merupakan pelaksanaan intervensi
keperawatan kesehatan komunitas yang diadakan oleh mahasiswa program
profesi keperawatan PSIK FKUB. Kegiatan berjalan dengan lancar dan tepat
waktu. Jumlah peserta sebanyak 15 orang. Warga cukup antusias terhadap
acara yang ada. Hasil Pre test menunjukkan dari 5 soal : sebanyak 7 % atau
sebanyak 1 orang mendapatkan nilai 80,sebanyak 46 % atau sebanyak 6 orang
mendapatkan nilai 60, sebanyak 30 % atau sebanyak 4 orang mendapatkan,
sebanyak 15 % atau sebanyak 2 orang mendapatkan nilai 20. Pada penyuluhan
faktor resiko mayoritas kader sangat tertarik dengan materi yang disampaikan
sehingga terjadi diskusi antara mahasiswa dan kader posyandu lansia dan
balita.
4. Penyuluhan Hipertensi di Dasawisma yang dilaksanakan pada tanggal 20
Oktober 2017 dihadiri oleh 16 warga RT 05 RW 03. Kegiatan berjalan dengan
cukup lancar, warga sangat antusias, dan panitia dapat bekerja sama dengan
warga. Terdapat pelatihan untuk mengukur tekanan darah tensi digital dan
banyak warga yang antusias dalam belajar menggunakan tensi digital.
5.2 Saran
1. Untuk Puskesmas
Sebaiknya diadakan kegiatan rutin tentang penyuluhan kesehatan sebagai
upaya pencegahan primer sehingga dapat meningkatkan pengetahuan serta
kesadaran warga akan pentingnya menjaga kesehatan sebelum terlambat.
Selain itu perlu adanya deteksi dini kesehatan yang dilakukan oleh petugas
untuk mengurangi perilaku beresiko pada warga sehingga dapat menjadi salah
satu upaya preventif sekunder terhadap kejadian penyakit–penyakit yang
disebabkan oleh karena perilaku beresiko yang dilakukan warga.
Puskesmas perlu mengadakan program follow up lebih lanjut terhadap kegiatan
Posbindu di RW 03 dalam rangka meningkatkan kunjungan warga ke Posbindu.
Selain itu puskesmas perlu melakukan follow terhadap kegiatan pelatihan
wawancara faktor resiko PTM.
2. Untuk perangkat kelurahan dan warga binaan
a. Untuk Perangkat kelurahan sebaiknya berkerja sama dengan tenaga
kesehatan atau kader desa untuk memfasilitasi pemberian penyuluhan
kesehatan pada kegiatan warga. Sehingga dengan diadakannya penyuluhan
pengetahuan dan kesadaran warga untuk berperilaku bersih dan sehat
meningkat.
b. Kader perlu melakukan follow up pada beberapa kegiatan misalnya pelatihan
tensi di dasawisma. Dan kader perlu untuk berlatih dalam melakukan
wawancara terkait faktor resiko PTM.
c. Untuk seluruh warga RT 05 sebaiknya rajin dalam melakukan cek kesehatan,
sehingga pengobatan dan pencegahan penyakit berbahaya dapat dilakukan
dengan tepat. Dan sebaiknya warga aktif dalam mengikuti kegiatan posyandu
lansia, posyandu balita dan posbindu.
DAFTAR PUSTAKA
Achjar, K A H. 2012. Teori dan Praktik Asuhan Keperawatan Komunitas. Jakarta: EGC.
Allender, J A., Rector C., Warner K. 2009. Community Health Nursing: Promoting and
Protecting the Public’s Health. Philadelphia: Wolters Kluwer Health/ Lippincott
Williams & Walkins.
Ekasari, Mia Fatmawati. 2006. Panduan Pengalaman Belajar Lapangan Keperawatan
Keluarga, Keperawatan Gerontik, Keperawatan Komunitas. Jakarta: EGC
Harlinawati. 2013. Pengantar Ilmu Keperawatan Komunitas. Takalar: Pustaka As Salam.
Kemenkes. 2012. Modul Training of Trainer (TOT) Teknis Pengendalian Penyakit Tidak
Menular
Kemenkes RI. 2013. Program PTM. Online.
http://www.pptm.depkes.go.id/cms/frontend/?p=progptm diakses pada tanggal 22
September 2017 pukul 23.20 WIB
Mubarak, Wahit Iqbal. 2009. Ilmu Keperawatan Komunitas. Jakarta: Salemba Medika
Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI (Infodatin). 2014. Waspada Diabetes:
Eat Well Live Well. Jakarta Selatan
Regina, Graciella. 2012. Komplikasi Diabetes Melitus. Online.
http://diabetesmelitus.org/komplikasi-diabetes-melitus/. Diakses pada tanggal 22
September 2017 jam 22.36 WIB
Supriyatna, Nana. 2014. Drug Abuse Resistance Education (DARE) sebagai Strategi
Intervensi Keperawatan Komunitas Mencegah Risiko Penyalahgunaan Narkoba
pada remaja di SMK “TB” Cimanggis, Depok. Jakarta: Universitas Indonesia.
LAMPIRAN 1 MMRT 1
LAPORAN PENDAHULUAN

MUSYAWARAH MASYARAKAT I RT 05 RW 03
KELURAHANKEDUNGKANDANG
KOTA MALANG

Disusun Oleh:

MAHASISWA PRAKTIK PROFESI NERS

(KELOMPOK 5B)

PUSKESMAS KEDUNGKANDANG

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2017
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit gangguan kronik pada
metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemia yang berhubungan dengan
abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein, disebabkan oleh
defisiensi insulin relatif atau absolut (Guyton, 2006). Hipertensi sering dijumpai
pada penderita DM. Penderita diabetik hipertensi lebih sering menderita
kardiovaskuler disbanding diabetic normotensi (Bandiara, 2008). Hingga saat ini
hipertensi dan DM masih merupakan masalah kesehatan yang serius di seluruh
dunia. Penyebabnya antara lain prevalensi yang semakin meningkat, sedikitnya
penderita yang mendapatkan terapi adekuat, masih banyaknya penderita yang tidak
terdeteksi, serta tingginya morbiditas dan mortalitas akibat komplikasi hipertensi
dan DM.
Praktek klinik keperawatan komunitas bertujuan untuk meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat yang ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat itu sendiri dengan sasaran warga RT 5 RW 7 Kedungkandang.
Berdasarkan data hasil pengkajian didapatkan data 36,7% warga mengatakan
anggota keluarga menderita hipertensi dan 8,1% menderita DM. Dari hasil
pengkajian baru tentang hipertensi didapatkan 50% warga memiliki perilaku diet
rendah garam yang buruk, 50% memiliki kebiasaan merokok, 25% melakukan
pengecekan tekanan darah hanya saat sakit, dan 22,2 % mengkonsumsi obat
antihipertensi bila muncul keluhan saja, sedangkan hasil pengkajian terbaru tentang
DM didapatkan data 50% responden kurang memiliki kebiasaan latihan fisik, 25%
memeriksakan GDS saat sakit, dan 75% kurang bisa menjalankan pola diet yang
baik.
Berdasarkan data-data yang diperoleh dari hasil pengkajian dengan metode
kuisioner tersebut, diperlukan kerjasama dari semua pihak untuk mengatasi
masalah kesehatan pada warga RT 5 RW 7Kedungkandang. Dalam menggalang
kerja sama, maka dipandang perlu mengadakan Musyawarah Masyarakat I dengan
tokoh masyarakat setempat. Hal ini dilakukan sebagai tindak lanjut dari kegiatan
pengumpulan data status kesehatan.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Setelah dilakukan Musyawarah Masyarakat I, warga dapat menentukan
masalah dan menyusun rencana program kegiatan untuk menyelesaikan
masalah tersebut.

1.2.2 Tujuan Khusus


Mahasiswa dan tokoh masyarakat diharapkan mampu bekerjasama dalam :
i. Menentukan masalah kesehatan yang terjadi
ii. Membuat prioritas masalah
iii. Merencanakan program yang akan dilakukan untuk mengurangi
masalah tersebut

1.3 Manfaat
1.3.1 Mahasiswa
Kegiatan Musyawarah Masyarakat I yang dilaksakan diharapkan bermanfaat
bagi mahasiswa dalam proses pemebelajaran untuk memfasilitasi
masyarakat dan merencanakan program kesehatan komunitas dalam
rangka memberikan asuhan keperawatan komunitas.
1.3.2 Masyarakat
Kegiatan Musyawarah Masyarakat I yang dilaksakan diharapkan bermanfaat
bagi masyarakat RT 5 RW 3 Kedungkandang untuk mengenali masalah
kesehatan yang terjadi pada wilayahnya secara objektif berdasarkan data
pengkajian, sehingga masyarakat mampu mengatasi dengan swadaya dari
masyarakat sendiri.
.
BAB II

DESKRIPSI KEGIATAN

2.1 Nama Kegiatan


Musyawarah Masyarakat I RT 05 RW 03, Kelurahan Kedungkandang, Kota
Malang.

2.2 Sasaran Kegiatan dan Kegiatan Umum

2.2.1 Sasaran Kegiatan


Masyarakat RT 05 RW 03, Kelurahan Kedungkandang, Kota Malang.

2.2.2 KegiatanUmum
Kegiatan ini adalah kegiatan musyawarah masyarakat yang diadakkan oleh
mahasiswa program profesi ners PSIK FKUB. Pelaksanaan kegiatan ini dilakukan
setelah pengkajian pada agregat yang kemudian hasilnya akan disampaikan pada
Musyawarah Masyarakat I. Data hasil yang disampaikan harapannya mampu menjadi
pemicu masyarakat untuk berdiskusi menentukan masalah kesehatan dan
memprioritaskan masalah yang terjadi di wilayahnya. Hasil akhirnya adalah suatu
program untuk mengatasi masalah yang terjadi maupun resiko.

2.3 Pelaksanaan Kegiatan

2.3.1 Waktu Kegiatan

Kegiatan ini dilaksanakan pada Minggu, 24 September 2017, pukul 18.00 –


19.30 WIB.

2.3.2 Tempat Kegiatan

Kediaman bapak ketua RT 05

2.4 Susunan Acara Kegiatan

No Waktu Kegiatan
1 18.00 – 18.15 Pembukaan
2 18.15 – 18.20 Sambutan ketua koordinator kelompok
3 18.20 – 18.35 Sambutan ketua RW
5 18.35 – 18.55 Pemaparan hasil pengkajian
6 19.55 – 19.10 Penetapan prioritas masalah
9 19.10 -19.20 Solusi dari RW,RT,dan tokoh masyarakat
10 19.20 – 19.30 Penutup
2.5 Susunan Kepanitiaan

Ketua Pelaksana : Erfan Dani

Divisi acara : Mahartika Lupita

Aulia Dian T

Esthi Dwi

Divisi Humas : Siti Rodliyah

Divisi Kestari : Lala Aisyana

Divisi Perkap : Andhika Widjaya

Sunardiman

Divisi PDDM : Dwi Puji Astuti

Divisi Konsumsi : Arinda Rizky F

2.5 Anggaran Dana


2.5.1 Pemasukan
Swadaya Kelompok : Rp 200.000,00
Total : Rp 200.000,00

2.5.2 Pengeluaran
-

2.6 Indikator Keberhasilan dan Target


2.6.1 Evaluasi Struktur
i. Tempat dan waktu telah ditentukan 2 hari sebelum kegiatan Musyawarah
Masyarakat I.
ii. Media dan materi tersedia dan memadai.
2.6.2 Evaluasi Proses
i. 70% peserta dapat menghadiri kegiatan Musyawarah Masyarakat I.
ii. Peserta mengikuti kegiatan Musyawarah Masyarakat I dari awal sampai akhir.
iii. Peserta aktif dalam kegiatan diskusiMusyawarah Masyarakat I.
iv. Peserta memperhatikan dan mendengarkan materi dengan seksama.
v. Pelaksanaan kegiatan sesuai dengan waktu dan tempat yang telah
direncanakan
2.6.3 Evaluasi Hasil
i. Peserta mampu memahami permasalahan yang terjadi di RT 05 RW 03
Kelurahan Kedungkandang.
ii. Peserta dan mahasiswa mensepakati rencana kegiatan untuk RT 05 RW 03
Kelurahan Kedungkandang.
BAB III

PENUTUP

Demikian Proposal kegiatan Musyawarah Masyarakat I ini kami susun untuk


memberikan gambaran tentang kegiatan yang akan dilaksanakan dengan harapan agar
dapat dijadikan bahan pertimbangan dan pedoman penyelenggaraan kegiatan. Segala
bentuk dan dukungan baik dalam bentuk moril maupun materil sangat kami harapkan demi
kesuksesan acara ini.

Kami selaku penyelenggara kegiatanmengucapkan terima kasih atas segala


perhatian dan kerjasama semua pihak yang terkait dalam kegiatan ini. Semoga kegiatan ini
bermanfaat bagi semua pihak.
KEMENTRIAN RISET, TEKNILOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS KEDOKTERAN
Jalan Veteran Malang – 65145
Telp. (0341) 551611 Pes. 213.214; 569117, 567192
Fax (62)(0341) 564755
e-mail: sekr.fk@ub.ac.id http:fk.ub.ac.id
JAWA TIMUR - INDONESIA

Berita Acara Kegiatan Musyawarah Masyarakat I


Nama Kegiatan :Musyawarah Masyarakat I RT 05 RW 03 Kelurahan
Kedungkandang Kota Malang
Hari/Tanggal : Minggu, 24 September 2017
Pukul : 18.00-20.00 WIB
Tempat : Rumah pak RT 05 RW 03
Pemateri : Mahartika Lupitasari dan Siti Rodliyah
Jumlah Peserta : 11 Orang
Kronologis Acara : Acara di mulai pada pukul 18.40 WIB di rumah bapak RT 05 RW 03
Kelurahan Kedungkandang Kota Malang. Acara sempat tertunda 40
menit dikarenakan hujan di wilayah tersebut. Peserta MMRT yang
hadir terdiri dari ketua RT 05, ketua PKK RT 05, perwakilan kader
kesehatan RT 05, perwakilan ibu-ibu yang tergabung dalam
dasawisma RT 05, dan pembimbing klinik. Acara dimulai dengan
pembukaan pada pukul 18.40 oleh Ibu RT selaku ketua pkk RT 05.
Selanjutnya adalah sambutan dari Ibu Wati selaku perwakilan kader
dan Erfan Dani selaku ketua kelompok pada pukul 18.42. Acara
selanjutnya ialah pemaparan hasil pengkajian pada pukul 18.48 yang
disampaikan oleh Mahartika Lupitasari dan Siti Rodliyahkemudian
dilanjutkan oleh Andhika S Wijaya untuk memandu dalam penentuan
prioritas masalah bersama dan membacakan rencana kegiatan
selama di RT 05 dengan peserta MMRT pada pukul 19.00. Acara
yang selanjutnya adalah diskusi bersama warga yang dibantu oleh
mahasiswa dan perwakilan puskesmas untuk merumuskan solusi
dan menentukan program yang sesuai terkait permasalahan yang
sudah disepakati bersama sebelumnya. Setelah diskusi selesai,
dilakukan klarifikasi bersama terkait kegiatan apa saja yang akan
dilakukan untuk menyelesaikan masalah yang ada yang
disampaikan oleh perwakilan warga yang hadir. Peserta MMRT
tampak antusias dan aktif selama proses diskusi berlangsung.
Setelah diskusi maka disepakati kegiatan yang akan dilakukan
adalah sebagai berikut :
1. SEGER MANTEP(Skrining Diabetes & Hipertensi : Gerakan
Masyarakat Hidup Sehatdan Tobacco Education) yang akan
dilaksanakan pada hari Minggu, 8 Oktober 2017
2. Pelatihan Kader Kesehatan(PDKT)setelah tanggal 8 Oktober
2017 (waktu dan tempat akan disepakati pada saat PKK RT
tanggal 1 Oktober 2017)
3. Senam Anti-Hipertensi & Anti Diabetes(SENADA)setelah tanggal
8 Oktober 2017 (waktu dan tempat akan disepakati pada saat
PKK RT tanggal 1 Oktober 2017)
4. Pemeriksaan Kesehatan dan konseling kesehatan(PEKAT-
KONTAN) yang akan dilaksanakan pada hari Minggu, 15 Oktober
2017.
5. MMRT 2 yang akan dilaksanakan sebelum tanggal 29 Oktober
2017 (waktu dan tempat akan disepakati pada saat PKK RT
tanggal 1 Oktober 2017)

Acara yang terakhir adalah penutup dan salam pada pukul 20.44
yang dipandu oleh Arinda Rizky F selaku moderator acara MMRT-1.

Pertanyaan selama proses diskusi berlangsung:

1. Apakah pelatihan hanya untuk kader ? Bagaimana apabila diperluas ke warga yang
tergabung dalam dasawisma juga ?
2. Apakah pemeriksaan kesehatannya gratis atau warga perlu membayar ?
3. Apa yang dimaksud dengan terapi non farmakologi ? seperti apa contoh
kegiatannya ?

Evaluasi :

1. Evaluasi Struktur
b. Ruangan kondusif untuk kegiatan MMRT.
c. Media dan materi tersedia dan memadai.
d. Peserta yang hadir sebanyak 11 warga dari 15 orang yang diundang dalam
dasawisma dikarenakan hujan
2. Evaluasi Proses
a. Peserta memperhatikan dan mendengarkan hasil pengkajian dengan seksama
b. Peserta aktif dan antusias selama proses diskusi berlangsung
c. Proses diskusi berjalan lancar dan peserta antusias dalam menyampaikan
pendapatnya terkait program yang akan diselenggarakan.
d. Seluruh peserta mengikuti kegiatan mulai dari awal hingga akhir acara.
3. Evaluasi Hasil
a. Peserta mampu menerima dan memahami permasalahan yang terjadi di RT 05
RW 03 Kelurahan Kedungkandang
b. Didapatkan rencana kegiatan yang telah disepakati antara mahasiswa dan
peserta MMRT.

Rencana tindak lanjut :

a. Melakukan program kerja sesuai dengan kesepakatan MMRT-1

b. Melakukan evaluasi dan monitoring dari setiap kegiatan yang dilaksanakan

Malang, 24 September 2017


Ketua Kelompok

Erfan Dani
NIM. 135070200111002
Lampiran dokumentasi MMRT 1
LAMPIRAN 2 SEGER-MAS

LAPORAN PENDAHULUAN

SEGER-MAS (SKRINING DIABETES DAN HIPERTENSI: GERAKAN MASYARAKAT


HIDUP SEHAT) DI WILAYAH BINAAN PUSKESMAS KEDUNGKANDANG RT 5 RW 3
KELURAHAN KEDUNGKANDANG KECAMATAN KEDUNGKANDANG

Disusun Oleh:

MAHASISWA PRAKTIK PROFESI NERS

(KELOMPOK 5B)

PUSKESMAS KEDUNGKANDANG

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2017

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit tidak menular (PTM) merupakan salah satu masalah kesehatan dunia dan
Indonesia yang sampai saat ini masih menjadi perhatian dalam dunia kesehatan
karena penyakit tidak menular merupakan salah satu penyebab kematian. Penyakit
tidak menular antara lain adalah penyakit kardiovaskular (jantung, aterosklerosis,
hipertensi, penyakit jantung coroner dan stroke), diabetes mellitus, serta kanker. WHO
(World Health Organization) memperkirakan PTM menyebabkan sekitar 60% kematian
dan 43% kesakitan di seluruh dunia. Perubahan pola struktur masyarakat dari agraris
ke industri dan perubahan pola fertilitas gaya hidup dan sosial ekonomi masyarakat
diduga sebagai hal yang melatarbelakangi prevalensi Penyakit Tidak Menular (PTM).

Penyakit yang menjadi penyebab kematian utama di dunia adalah penyakit


kardiovaskular (17 juta kematian atau 48% dari kematian akibat penyakit tidak
menular), kanker (7,6 juta kematian atau 21% dari kematian akibat penyakit tidak
menular), penyakit pernapasan, termasuk asma dan PPOK (4,2 juta kematian), dan
diabetes (1,3 juta kematian). Lebih dari 80% kematian akibat penyakit kardiovaskular
dan diabetes terjadi di negara berpendapatan menengah ke bawah. Kasus kematian
akibat penyakit tidak menular tertinggi salah satunya berada di kawasan Asia
Tenggara. Hipertensi merupakan penyebab kematian utama ketiga di Indonesia untuk
semua umur (6,8%), setelah stroke (15,4%) dan tuberculosis (7,5%). Selain itu
hipertensi menduduki peringkat kedua penyakit tidak menular yang banyak diderita di
Indonesia (WHO, 2011).

Menurut data dari Puskesmas Kedungkandang Kota Malang didapatkan data


bahwa dari 10 penyakit yang sering diderita oleh masyarakat Kedungkandang, penyakit
hipertensi berada pada nomor 2 teratas yaitu hipertensi sebanyak 17% (695 orang)
setelah ISPA (33%). Sedangkan diabetes mellitus merupakan penyakit nomor 5 teratas
setelah ISPA, hipertensi, osteoarthritis, dan gastritis yaitu sebanyak 7% (270 orang).

Berdasarkan hasil wawancara dengankuisioner kepada 49 warga di RT 5,


didapatkan hasil terdapat 17 warga yang menderita hipertensi dan terdapat 4 warga
yang menderita diabetes.Dari 17 warga yang menderita hipertensi didapatkan hasil
sebanyak 10 responden (62,5%) memiliki tingkat pengetahuan yang cukup tentang
hipertensi, tanda gejala, dan cara pengobatannya. Berdasarkan penilaian sikap
diperoleh hasil bahwa sebanyak 7 responden (43,75%) responden memiliki sikap yang
buruk. Untuk penilaian perilaku didapatkan hasil bahwa penderita hipertensi yang
melakukan diet dengan baik sebanyak 93,75%, yang melakukan diet rendah garam
dengan baik sebanyak 50%, aktifitas fisik terbanyak adalah berdiri, dan berjalan
(93,75%), memiliki kebiasaan merokok sebanyak 50%, dan yang memiliki tingkat
kepatuhan minum obat yang baik sebanyak 56,25%.

Dari 4 warga yang menderita DM didapatkan hasil semua responden (100%)


memiliki tingkat pengetahuan yang baikterkait diabetes mellitus. Berdasarkan penilaian
sikap diperoleh hasil sebanyak 75% memiliki sikap yang baik. Untuk penilaian perilaku
didapatkan hasil bahwa penderita DMyang melakukan diet dengan cukup baik
sebanyak 75%, aktifitas fisik dengan teratur sebanyak 50%, rutin minum obat atau
suntik insulin mandiri secara teratur sesuai jadwal dari dokter sebanyak 75%, minum
obat sesuai dosis yang dianjurkan oleh dokter sebanyak 100%, rutin kontrol ke dokter
dan pemeriksaan gula darah setiap 1 bulan sekali, atau setiap obat habis sebanyak
75%,rutin melakukan memeriksaan kolesterol tiap 3 bulan sekali sebanyak 50%,
menjalankan program perawatan kaki yang buruk sebanyak 75%.

Dari data-data yang diperoleh dari pengkajian melalui observasi, wawancara


melalui penyebaran angket, dan data-data dari Puskesmas diatas muncul beberapa
masalah untuk selanjutnya dapat ditindak lanjuti oleh masyarakat dibantu oleh
mahasiswa dan tenaga kesehatan terkait sehingga permasalahan kesehatan tersebut
dapat teratasi. Berdasarkan data pengkajian yang telah disampaikan kepada warga RT
5 RW 3 melalui MMRT telah disepakati adanya tiga masalah keperawatan komunitas
utama, antaralain defisiensi kesehatan komunitas, ketidakefektifan manajemen
kesehatan, perilaku kesehatan cenderung beresiko.

Berdasarkan uraian diatas perlu adanya solusi untuk mengatasi permasalahan


yang ada di komunitas. Salah satu caranya yaitu dengan diadakannya program
SEGER-MAS (Skrining Diabetes dan Hipertensi: Gerakan Masyarakat Hidup Sehat).
Program ini merupakan salah satu kegiatan dalam pelaksanaan keperawatan
komunitas dengan tujuan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat RT 5. Dalam
program tersebut akan diadakan berbagai macam kegiatan antaralain, pemeriksaan
kesehatan, jalan sehat, senam, dan pembagian jus belimbing. Kegiatan yang
diselenggarakan dalam program tersebut mengacu pada hasil telaah jurnal komunitas
yang telah dipresentasikan sebelumnya.

Dalam pelaksanaan program tersebut, tenaga kesehatan yang dimaksud adalah


mahasiswa profesi keperawatan yang tengah melakukan praktek keperawatan
komunitas akan didampingi oleh pembimbing komunitas dan pembimbing klinik selama
program tersebut berlangsung di RT 5 RW 3 kelurahan Kedungkandang, Kota Malang.
Oleh karena itu, program ini penting untuk dijalankan dalam sebagai upaya pemberian
asuhan keperawatan komunitas yang bertujuan untuk peningkatan derajat kesehatan
masyarakat.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum:
Melakukan skrining serta meningkatkan status kesehatan masyarakat dengan
diabetes dan hipertensidi RT 5 RW 3 Kedungkandang
1.2.2 Tujuan khusus:
Setelah melaksanakan Skrining Diabetes dan Hipertensi: Gerakan Masyarakat
Hidup Sehat (SEGER-MAS), mahasiswa mampu:
1. Mengetahui sejak dini gangguan kesehatan & faktor pemicunya dalam
kehidupan masyarakat RT 5 RW 3 Kedung Kandang, terutama masalah
Hipertensi & Diabetes Mellitus
2. Menanamkan kebiasaan hidup sehat pada komunitas diabetes pada RT 5 RW 3
Kedungkandang dengan mengajarkan aktivitas yang dapat menurunkan gula
darah
3. Menanamkan kebiasaan hidup sehat pada komunitas hipertensi pada RT 5 RW
3 Kedungkandang dengan mengajarkan aktivitas dan diet yang dapat
menurunkan tekanan darah
BAB II
DESKRIPSI KEGITAN

2.1. Nama Kegiatan


SEGER-MAS (Skrining Diabetes & Hipertensi; Gerakan Masyarakat Hidup Sehat)
2.2. Sasaran Kegiatan dan Kegiatan Umum
2.2.1. Sasaran Kegiatan
Seluruh warga RT 05 RW 03 Kelurahan Kedung Kandang Malang
2.2.2. Kegiatan Umum
Pelaksanaan Senam Diabetes, dilanjutkan dengan Jalan Sehat, kemudian
dilanjutkan dengan Terapi Non Farmakologis yaitu pembagian jus belimbing
disertai dengan Pemeriksaan Gratis.
2.3. Pelaksanaan Kegiatan
2.3.1. Waktu Kegiatan
Kegiatan ini dilaksanakan pada : 08 Oktober 2017
2.3.2. Tempat Kegiatan
Rumah Warga RT 05
2.3.3. Metode
Pelaksanaan Senam Diabetes dengan dipandu oleh Kader dan Mahasiswa
Pelaksanaan jalan sehat yang dipandu oleh ketua RT 05 dan Mahasiswa
Pelaksanaan Terapi Non Farmakologs yaitu pembagian jus blimbing yang
dibagikan oleh Mahasiswa
Pemeriksaan Gratis yaitu pemeriksaan tekanan darah dan gula darah

2.4. Susunan acara kegiatan

No. Waktu Kegiatan


1 06.00 – 06.30 Persiapan Mahasiswa
2 06.30 – 07.00 Senam Diabetes
3 07.00 – 08.30 Jalan Sehat
4 08.30 – 09.00 Istirahat + Pemberian jus belimbing
5 09.00 – 10.00 Pemeriksaan Gratis + Pembacaan
Doorprize
6 10.00 - Selesai Evaluasi dan Persiapan pulang

2.5. Susunan Kepanitiaan


Ketua Pelaksana : Andhika Wijaya
Devisi Acara : Mahartika Lupita
Devisi Humas : Siti Rodlyah
Dewi Puji Astuti
Devisi PDDM : Esthi Dwi Y
Devisi Kestari : Lala Aisyana
Devisi Konsumsi : Aulia Dian T
Arinda Rizky F
Devisi Perkap : Erfan Dani
Sunardiman

2.6. Anggaran Dana


2.6.1. Pemasukan
Swadaya Kelompok : Rp. 500.000
Total : Rp. 500.000
2.6.2. Pengeluaran
Print kupon Pemeriksaan : Rp. 10.000
Jus blimbing : Rp. 300.000
Strip gluko test : Rp. 190.000
Air mineral 2 dus : Rp. 38.000
SATUAN ACARA PENYULUHAN

Pokok Bahasan : Pelaksanaan SEGER-MAS (Skrining Diabetes & Hipertensi;


Gerakan Masyarakat Hidup Sehat)
Sasaran : Warga RT 05 RW 03 Kelurahan Kedung Kandang Malang
Tempat : Depan rumah pak RT
Hari, Tanggal : Minggu, 08 Oktober 2017
Jam : Pukul 06.00 – 10.00 WIB
Alokasi waktu : 4 jam
Pemandu : Ketua RT 05
Konsultan dan Pemeriksa : Mahasiswa Profesi Ners PSIK UB

2.1. Tujuan Intruksional Umum


Setelah dilakukan senam diabetes, jalan sehat, terapi non farmakologis, dan
pemeriksaan gratis peserta dapat meningkatkan status kesehatan dan mengontrol
tekanan darah serta kadar gula darah.
2.2. Tujuan Intruksional Khusus
1. Peserta mampu meningkatkan kesehatan berupa pola aktivitas senam diabetes
yang telah diajarkan
2. Peseta mampu mengontrol dan mencegah tekanan darah tinggi
3. Peseta mampu mengontrol dan mencegah kadar gula darah yang tinggi
4. Peserta mampu meningkatkan kesehatan dengan rutin meminum jus blimbing
2.3. Sub Pokok Bahasan
1. Pelaksanaan senam diabetes
2. Pelaksanaan jalan sehat
3. Pelaksanaan terapi non farmakologis dengan pembagian jus blimbing
4. Pemeriksaan tekanan darah dan glukosa darah

2.4. Media
Sound

2.5. Metode
Pelaksanaan Senam Diabetes dengan dipandu oleh Kader dan Mahasiswa
Pelaksanaan jalan sehat yang dipandu oleh ketua RT 05 dan Mahasiswa
Pelaksanaan Terapi Non Farmakologs yaitu pembagian jus blimbing yang
dibagikan oleh Mahasiswa
Pemeriksaan Gratis yaitu pemeriksaan tekanan darah dan gula darah

2.6. Materi
Terlampir

2.7. Kriteria Evaluasi


2.7.1. Kriteria Evaluasi Struktur
a. Media yang diperlukan sudah tersedia sebelum hari H
b. Pelatih semam telah diberika video untuk pelaksanaan senam diabetes
2.7.2. Kriteria Evaluasi Proses
Pelaksanaan Senam, Jalan sehat, terapi non farmakologi, dan pemeriksaan
tekanan darah dan gula darah
a. Diharapkan proses senam dan jalan sehat diikuti dengan antusias oleh
warga
b. Diharapkan pembagian jus blimbing untuk warga dapat tepat sasaran
c. Diharapkan pemeriksaan tekanan darah dan gula darah dapat tepat
sasaran
2.7.3. Kriteria evaluasi hasil
a. Peserta yang mengikuti senam dan jalan sehat mencapai 30 orang
b. Peserta yang melakukan pemeriksaan tekanan darah dan gula darah
mencapai 20 orang
DOKUMENTASI
MATERI SENAM DIABETES

1. Pengertian
Senam diabetes adalah senam aerobic low impact dan rithmis gerakan
menyenangkan tidak membosankan dan dapat diikuti semua kelompok umur sehingga
menarik antusiasme kelompok dalam klub- klub diabetes. Pada waktu latihan jasmani otot-
otot tubuh, sistem jantung dan sirkulasi darah serta pernafasan diaktifkan. Oleh sebab itu
metabolisme tubuh, keseimbangan cairan dan elektrolit serta asam basa harus
menyesuaikan diri. Otot – otot akan menggunakan asam lemak bebas dan glukosa yang
berasal dari glikogen di otot – otot pada waktu latihan jasmani mulai dipakai sebagai
sumber tenaga. Apabila latihan jasmani terus ditingkatkan maka sumber tenaga dan
glikogen otot berkurang, selanjutnya akan terjadi pemakaian glukosa darah dan asam
lemak bebas. Makin ditingkatkan porsi olahraga makin meningkat pula pemakaian glukosa
yang berasal dari cadangan glikogen hepar. Apabila porsi latihan ditingkatkan lagi, maka
sumber tenaga terutama berasal dari asam lemak bebas dan lipolisis jaringan lemak.

2. Peran Olahraga Bagi Penderita Diabetes Mellitus


Manfaat olahraga ditentukan oleh tipe penyakit DM, yaitu DM tipe 1 atau DM tipe 2.
Pada DM tipe 1 memiliki kadar darah yang rendah akibat kurang atau tidak adanya
produksi insulin oleh pancreas. DM tipe 1 mudah mengalami hipoglikemia selama dan
segera sesudah berolahraga. Meskipun olahraga pada DM tipe I tidak mempengaruhi
pengaturan kadar gula darah, namun mempunyai beberapa keuntungan, seperti dapat
mengurangi resiko penyakit jantung, gangguan pembuluh darah dan saraf.
Olahraga pada DM tipe II berperan utama dalam pengaturan kadar gula darah.
Pada tipe ini produksi insulin umumnya tidak terganggu terutama pada awal menderita
penyakit ini. Masalah utama adalah kurangnya respons reseptor insulin terhadap insulin,
sehingga insulin tidak dapat masuk ke dalam sel-sel tubuh kecuali otak. Otot yang
berkontraksi atau aktif tidak memerlukan insulin untuk memasukkan glukosa ke dalam sel,
karena pada otot yang aktif sensitivitas reseptor insulin meningkat. Oleh karena itu
olahraga pada DM tipe II akan menyebabkan berkurangnya kebutuhan insulin eksogen.
Selain bermanfaat dalam mengontrol kadar gula darah, olahraga pada DM tipe II
diharapkan dapat menurunkan BB dan ini merupakan salah satu sasaran yang ingin
dicapai, bahkan sebagian ahli menganggap bahwa manfaat olahraga bagi DM tipe II akan
lebih jelas bila disertai dengan penurunan BB.

3. Manfaat Olahraga Bagi Penderita Diabetes Mellitus


Olahraga secara umum bermanfaat bagi penderita DM, manfaat tersebut adalah sebagai
berikut:
7. Mengontrol gula darah, terutama pada DM tipe II, sedangkan bagi DM tipe 1 masih
merupakan problematic
8. Menghambat dan emmperbaiki faktor risiko penyakit kardiovaskular yang banyak
terjadi pada penderita DM
9. Menurunkan berat badan
10. Memperbaiki gejala-gejala musculoskeletal otoy, tulang sendi, yaitu gejala-gejala
neuropati perifer dan osteoarthritis
11. Memberikan keuntungan psikologis
12. Mencegah terjadinya DM yang dini, terutama bagi orang-oorang dengan riwayat
keluarga DM tipe II dan diabetes kehamilan atau predicable test.

4. Prinsip Senam Diabetes


Senam jenis apapun pada prinsipnya baik untuk semua orang. Tapi bagi penderita
diabetes manfaatnya akan lebih efektif bila jenis olahraga yang dilakukan mayoritas
menggunakan otot-otot besar tubuh, dengan gerakan-gerakan ritmis (berirama) dan
berkesinambungan (kontinyu) dalam waktu yang lama. Olahraga yang dianjurkan untuk
penderita DM adalah aerobic low impact dan ritmis, misalnya berenang, jogging, naik
sepeda, dan senam disco, sedangkan latihan resisten statis tidak dianjurkan (misalnya
olahraga beban angkat besi). Tujuan latihan adalah untuk meningkatkan kesegaran
jasmani atau nilai aerobic optimal.
Petunjuk olahraga:
3. Program latihan
Program latihan yang dianjurkan bagi penderita DM untuk meningkatkan kesegaran
jasmani adalah CRIPE, karena program ini dianggap memenuhi kebutuhan. CRIPE
adalah kepanjangan dari:
f. Continous, artinya latihan jasmani terus-menerus tidak berhenti dapat menurunkan
intensitas, kemudian aktif lagi dan seterusnya intensitas dikurangi lagi. Aktif lagi
dan seterusnya, melakukan aktivitas latihan terus menerus selama 50-60 menit.
g. Rhytmical, artinya latihan harus dilakukan berirama, melakukan latihan otot
kontraksi dan relaksasi. Jadi gerakan berirama tersebut diatur dan terus-menerus
h. Interval, artinya latihan dilaksanakan terselang-seling, kadang-kadang cepat,
kadang-kadang lambat tetapi kontinyu selama periode latihan
i. Progresif artinya latihan harus dilakukan peningkatan secara bertahap dan beban
latihan juga ditingkatkan secara perlahan-lahan
j. Endurance, artinya latihan untuk meningkatkan kesegaran dan ketahanan system
kardiovaskular dan kebutuhan tubuh pendeita DM
4. Porsi latihan
Porsi latihan harus ditentukan supaya maksud dan tujuan latihan oleh penderita DM
memberikan manfaat yang baik. Latihan yang berlebihan akan merugikan kesehatan,
sedangkan latihan yang terlalu sedikit tidak begitu bermanfaat. Penentuan porsi latihan
harus memperhatikan intensitas latihan, lama latihan, dan frekuensi latihan.
d. Intensitas latihan
Intensitas latihan dapat dinilai dengan:
4. Target nadi/area latihan
Penderita dapat menghitung denyut nadi maksimal yang harus dicapai
selama latihan. Meskipun perhitungan ini agak kasar tapi dapat digunakan
rumus denyut nadi maksimal = 220 – umur penderita.
Denyut nadi yang harus dicapai antara 60-79 % adalah target nadi/zone
latihan yang diperbolehkan. Bila lebih dari 79 %, maka dapat membahayakan
kesehatan penderita, apabila nadi tidak mencapai target atau kurang dari 60 %
kurang bermanfaat.
Area latihan adalah interval nadi yang ditargetkan dicapai selama
latihan/segera setelah latihan maksimum, yaitu antara 60 sampai 79 % dari
denyut nadi maksimal. Sebagai contoh penderita DM tidak tergantung insulin
umur 40 tahun, interval nadiyang diperbolehkan adalah 60 % kali (220 –40) dan
79 % kali (220-40) dan hasilnya interval nadi antara 108 sampai dengan 142
permenit. Jadi area latihan antara 108 –142 denyut nadi permenit.
5. Kadar gula darah
Sesudah latihan jasmani kadar gula darah 140-180 mg% pada usia lanjut
dianggap cukup baik, sedang usia muda sampai 140 mg%.
6. Tekanan darah sebelum dan sesudah latihan
Sebelum latihan tekanan tidak melebihi 140 mmHg dan setelah latihan
meksimal tidak lebih dari 180 mmHg
e. Lama latihan
Untuk mencapai efek metabolik, maka latihan inti berkisar antara 30-40 menit
dengan pemanasan dan pendinginan masing-masing 5-10 menit. Bila kurang,
maka efek metabolic sangat rendah, sebaliknya bila berlebihan menimbulkan efek
buruk terhadap sistem muskuloskeletal dan kardiovaskuler serta sistem respirasi.
f. Frekuensi
Frekuensi olahraga berkaitan erat dengan intensitas dan lamanya berolahraga,
Menurut hasil penelitian,ternyata yang paling baik adalah 5 kali seminggu. Tiga kali
seminngu sudah cukup baik, dengan catatan lama latihan harus diperpanjang 5
sampai 10 menit lagi. Jangan sampai 7 kali seminggu, karena tidak ada hari untuk
istirahat, lagipula kurang baik untuk metabolisme tubuh
4. Latihan kaki
Untuk mencegah atau menghambat dan memperbaiki neuropati perifer pada
umumnya dan pada orang tua yang sudah menderita osteoartrosis dan neuropati,
maka latihan kaki harus lebih intensif. Tujuan latihan kaki adalah untuk memperbaiki
sirkulasi darah tungkai bawah pergelangan kaki, telapak kaki dan jari-jari. Latihan kaki
sebaiknya dilakukan sebelum latihan jasmani sebenarnya (jalan, jogging dan
sebagainya) atau diluar hari-hari latihan dan dapat dilakukan dimana saja.
Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum latihan:
1. Berkonsultasi dengan dokter yang menangani DM
2. Sesuaikan obat-obat yang dipakai dengan latihan-latihan olahraganya
3. Kalau perlu, masukkan karbohidrat bisa ditambah
4. Bila berlatih dengan seorang instruktur, katakana kepada pelatih bahwa ada
penderita DM
5. Bawalah serta coklat yang dpaat segera digunakan, seandainya terjadi
hipoglikemu untuk menanggulanginya
6. Sebaiknya berlatih bersama teman yang sewaktu-waktu bisa menolong apabila
terjadi hal-hal yang tidak terduga
Beberapa catatan:
1. Memakai pakaian olahraga, kaos kaki yang nyaman dan biasanya dari katun cukup
baik
2. Hindarkan latihan di udara terlalu panas atau terlalu dingin
3. Pada keadaan gula sangat tinggi sebaiknya latihan dihindarkan
4. Minum harus cukup pada saat dan sesudah olahraga
5. Kaki harus diperhatikan setiap selesai latihan ada lecet/luka
6. Penderita yang mendapat terapi insulin dan obat penurun gula darah (OHO) sebaiknya
pasien diperiksa gula darah sebelum, selama, dan sesudah latihan, terutama pasien
DM tipe 1 dan DM tiep II yang mendapat insulin
MATERI BRISK WALKING

1. Pengertian Jajanan Sehat


Brisk walkingmerupakan salahsatu aktivitas fisik yaitu berjalan cepatdaripada
kecepatan anda berjalannormal denganwaktuyangditentukansertadalam jaraktertentu.
Briskwalking adalah olahraga terbaik dan dianjurkan untuk umur 40 tahun atau
lebih, karena Brisk walking (Jalan Cepat)tidak berat dilakukan untukusia tersebut
dibandingkandengan olahraga lari.Porsibrisk walkingyang disarankan sekitar40-
50menit,namun jika belummampu mencapai waktutersebut bisa dilakukan secara
bertahap.Caranyajalan cepat selama 15 menit, karena umumnya setelah15 menit
tersebut denyut nadi aerobik barutercapaidan dilakukan setiap hari dengan jeda
istirahat pada hari ke 7 atau minimal 3 kali perminggu.
Brisk walking exercise sebagai salah satu bentuk latihan aerobik merupakan
bentuk latihan aktivitas sedang pada pasien hipertensi dengan menggunakan tehnik
jalan cepat selama 20-30 menit dengan rerata kecepatan 4-6 km/jam.
Kelebihannya adalah latihan ini cukup efektif untuk meningkatkan kapasitas
maksimal denyut jantung, merangsang kontraksi otot, pemecahan glikogen dan
peningkatan oksigen jaringan. Latihan ini juga dapat mengurangi pembentukan plak
melalui peningkatan penggunaan lemak dan peningkatan penggunaan glukosa
(Kowalski, 2010).
Brisk walking exercise berdampak pada penurunan risiko mortalitas dan morbiditas
pasien hipertensi melalui mekanisme pembakaran kalori, mempertahankan berat
badan, membantu
tubuh rileks dan peningkatan senyawa beta endorphin yang dapat menurunkan stres
serta tingkat keamanan penerapan brisk walking exercise pada semua tingkat umur
penderita hipertensi (Kowalski, 2010). Target penurunan tekanan darah yang belum
optimal dan belum adanya penerapan brisk walking exercisepada penatalaksanaan
pasien hipertensi di Kudus, mendorong penelitian ini.Tujuan penelitian ini adalah
mengidentifikasi pengaruh brisk walking exerciseterhadap tekanan darah pasien
hipertensi.

2. Manfaat Brisk Walking


Manfaat brisk walkingdiantaranya:
1. Meningkatkan kesehatan jantung
Jalan cepat dapat mengurangi kolesterol jahat didalam tubuh dan melindungi
jantung dari penyakit. Membantu dalam meningkatkan kesehatan kardiovaskular
anda dengan memperkuat kesehatan jantung dan memompa aliran darah ke
seluruh sistem tubuh anda.
2. Mengurangi resiko diabetes
Selama berjalan cepat, otot tubuh anda juga banyak bergerak dan menggunakan
energi yang dapat memecah kelebihan glukosa dalam darah anda sehingga dapat
membantu dalam mencegah diabetes dan juga menjaga agar kadar gula darah
anda tetap normal.
3. Mengurangi tingkat stress
Berjalan cepat dapat mengurangi tingkat stress ataupun ketegangan yang anda
rasakan yang menjadi beban dalam kehidupan anda sehari-hari, bagi anda yang
mengalami depresi atau stress mungkin dapat mencoba brisk walking.
4. Meningkatkan kesehatan seksual
Berjalan membuat sirkulasi darah dalam tubuh meningkat yang juga dapat
mengurangi kemungkinan impotensi atau gairah seksual yang rendah.
5. Menurunkan berat badan
Salah satu cara yang dapat dilakukan dan juga salah satu pilihan efektif dalam
menurunkan berat badan adalah brisk walking. Tidak hanya anda membakar kalori
dan lemaj selama berjalan cepat, tetapi dapat kuga mencegah akumulasi lemah
yang tidak diinginkan dalam tubuh. Oleh sebab itu, brisk walking dapat menjadi
salah satu pilihan olahraga yang dapat dilakukan untuk mendapatkan bentuk tubuh
langsing.
6. Meningkatkan kesehatan
Brisk walking atau jalan cepat dapat mencegah penyakit yang berkaitan dengan
usia, terkait dengan kondisi seperti memburuknya kesehatan tulang, penglihatan,
dll. Brisk Walking dapat juga bertindak sebagai salah satu bagian dari terapi
penderita osteoporosis, obesitas, dll. Tentunya hal ini juga dapat dikonsultasikan
terlebih dahulu dengan dokter anda apabila anda memiliki masalah kesehatan
sebelum melakukannya. Hal ini juga dapat meyakinkan anda tentang manfaat dari
brisk walking.
7. Menstimulasi atau merangsang otak
Dengan berjalan cepat, sirkulasi darah juga dapat meningkat dan memungkinkan
jantung anda untuk memompa darah yang kaya akan oksigen dengan lebih efisien,
aliran darah ke otak juga meningkat. Oleh sebab itu brisk walking dapat
merangsang otak.
MATERI JUS BELIMBING MANIS

Menurut Widharto (2007), pengobatan nonfarmakologis selain menjadi alternatif


pengobatan juga dapat dijadikan sebagai terapi komplementer yaitu pelengkap untuk
mempercepat penyembuhan. DASH (Dietary Approaches to Stop Hypertension),
merekomendasikan pasien hipertensi banyak mengkonsumsi buah-buahan dan sayuran,
meningkatkan kosumsi serat dan minum banyak air (Lewis, Hetkemper & Dirksen, 2004).
Terapi jus buah sejak lama telah digunakan untuk membantu penyembuhan berbagai
penyakit termasuk hipertensi. Zat gizi yang dapat larut dalam jus buah paling mudah
dicerna juga diserap oleh tubuh dan jus buah merupakan media sempurna untuk
penyembuhan hipertensi (Jensen, 2003).
Salah satu buah-buahan yang sering digunakan sebagai obat komplementer darah
tinggi yaitu belimbing manis (Wulandari, 2011). Buah belimbing manis (Averrhoe
carambola) sangat bermanfaat untuk menurunkan tekanan darah karena kandungan serat,
kalium , fosfor dan vitamin C. Berdasarkan penelitian DASH (Dietary Approaches to Stop
Hypertension) dikatakan untuk menurunkan tekanan darah sangat dianjurkan
mengkonsumsi makanan yang tinggi kalium dan serat (Chaturvedi, 2009). Buah belimbing
manis memiliki efek diuretik yang dapat memperlancar air seni sehingga dapat mengurangi
beban kerja jantung. Suatu makanan dikatakan makanan sehat untuk jantung dan
pembuluh darah, apabila mengandung rasio kalium dengan natrium minimal 5:1. Buah
belimbing mengandung kalium dan natrium dengan perbandingan 66:1 sehingga sangat
bagus untuk penderita hipertensi (Astawan, 2009).
Dalam penelitian yang berjudul “Pengaruh Pemberian Sari Buah Belimbing Manis
(Avverhoa Carambola) Terhadap Penurunan Tekanan Darah Tinggi Pada Lansia Di Desa
Botoputih Kecamatan Tikung Kabupaten Lamongan” dapat disimpulkan bahwa ada
pengaruh bermakna (signifikan) dari pemberian jus belimbing manis terhadap penurunan
tekanan darah. Penurunan tekanan darah terjadi karena konsumsi jus belimbing manis
menimbulkan efek diuretik efek antihipertensi dengan meningkatkan pelepasan air dan
garam natrium. Kalium yang terkandung dalam belimbing manis akan menjaga kestabilan
elektrolit tubuh melalui pompa kalium natrium, mengurangi jumlah air dan garam didalam
tubuh serta melonggarkan pembuluh darah sehingga jumlah garam dipembuluh darah
membesar, kondisi ini membantu tekanan darah menjadi normal (Wiryowidagdo, 2002) .
Buah belimbing manis yang kaya serat yang akan mengikat lemak dan berdampak pada
tidak bertambahnya berat badan, salah satu faktor risiko hipertensi.
Belimbing manis juga mengandung fosfor dan vitamin C yang dapat menurunkan
ketegangan atau stress yang merupakan faktor risiko penyebab hipertensi (Murphy,
2009).Kalium juga berguna untuk menghambat renin dalam sistem angiotensin dimana
angiotensinogen tidak dapat membentuk angiotensin I. Selain mengandung kalium,
belimbing manis juga mengandung flavonoid catechin yang dapat menyebabkan efek
antihipertensi. Flavonoid menghambat kerja dari angiotensin converting enzyme, sehingga
angiotensin I tidak dapat diubah menjadi angiotensin II dan menyebabkan berkurangnya
efek vasokonstriksi dan sekresi alodesteron untuk reabsorbsi natrium dan air sehingga
tekanan darah akan turun (Wirakusumah, 2006).
Penelitian lain juga menunjukkan konsumsi jus belimbing manis dengan campuran
dari 375 gr belimbing manis dan 50cc selama 3 hari berturut-turut berpengaruh terhadap
penurunan tekanan darah sistole dan diastole. Konsumsi jus belimbing manis sebaiknya
dilakukan pada pagi hari selain dapat menyegarkan tubuh, akan terserap lebih sempurna
oleh usus serta pukul 08.00-11.00 menunjukkan tekanan darah mencapai angka paling
tinggi (Bangun, 2002). Hasil penelitian ini sesuai berdasarkan penelitian tentang efek
farmakologi Averrhoa carambola yang dilakukan oleh mahasiswa fakultas farmasi ITB
menunjukkan buah belimbing manis memiliki efek diuretik pada dosis 5 dan 10 ml/kg bb
(setara dengan 6,35 g buah segar) (Rianti & Pandawinata, 2007).
Pengaruh kandungan jus buah belimbing manis terhadap tekanan darah terlihat
jelas dalam peranan kalium, kalsium dan magnesium terhadap pompa kalium-natrium.
Kalium berperan dalam menjaga kestabilan elektrolit tubuh melalui pompa kalium-natrium.
Kurangnya kadar kalium dalam darah akan mengganggu rasio kalium-natrium sehingga
kadar natrium akan meningkat yang menyebabkan pengendapan kalsium pada persendian
dan tulang belakang yang meningkatkan kadar air tubuh sehingga meningkatkan beban
kerja jantung dan penggumpalan natrium dalam pembuluh darah. Pembuluh darah yang
terkikis dan terkelupas pada akhirnya menyumbat aliran darah sehingga meningkatkan
resiko hipertensi dan dengan terapi jus buah belimbing manis hal ini kemungkinan dapat
dihindari. Magnesium sendiri disini berperan dalam mengaktifkan pompa kalium-natrium
yang memompa natrium keluar dan kalium masuk ke dalam sel (Julianti, 2005).
Magnesium juga berperan dalam mempertahankan irama jantung agar tetap dalam kondisi
normal, memperbaiki aliran darah ke jantung dan mendatangkan efek penenang bagi
tubuh.
Magnesium juga memiliki ektivitas atau cara kerja yang sama seperti diltiazem,
verapamil dan isoptin yang dapat menjaga tekanan darah tetap teratur dan stabil
(Baverman & Baverman, 2006). Mengkonsumsi jus buah belimbing manis dapat membantu
mempertahankan. Berdasarkan hasil penelitian-penelitian yang telah dilakukan dapat
disimpulkan bahwa jus belimbing manis dapat dimanfaatkan sebagai salah satu dari
pengobatan alternatif yang bersifat non farmakologis, belimbing manis diharapkan dapat
menjadi suatu terobosan baru dalam mengatasi tekanan darah tinggi atau hipertensi. Rasa
buah yang menyegarkan, mudah diperoleh, jus buah yang mudah diserap, belimbing manis
mengandung zat-zat yang bermanfaat bagi kesehatan, selain itu belimbing manis juga
terbilang lebih murah dan ekonomis jika dibandingkan biaya pengobatan dengan
farmakologis .
MATERI PEMERIKSAAN KESEHATAN

Keperawatan komunitas belum menjadi suatu trend dikalangan masyarakat


secara merata. Sementara ini masyarakat hanya mengenal Posyandu, Puskesmas atau
Rumah Sakit manakala menjumpai masalah kesehatan aktual atau emergency.
Masyarakat mungkin sering lupa atau kurang terbiasa berpikir dan berperilaku yang dapat
meningkatkan derajat kesehatan atau pencegahan penyakit. Belum lagi adanya pemikiran
bahwa status kesehatan komunitas adalah semata-mata menjadi tanggung jawab petugas
kesehatan dan bukan bagian dari kinerja kehidupan masyarakat pada umumnya.
Keperawatan komunitas memprioritaskan pada upaya untuk meningkatkan kesehatan
(promotif dan preventif) dengan tidak mengabaikan usaha-usaha kuratif dan rehabilitatif hal
ini sesuai dengan motto: “lebih baik mencegah dari pada mengobati.“ Keperawatan
Komunitas juga berguna untuk mengingatkan dan membawa masyarakat untuk
mengantisipasi masalah kesehatannya sendiri, serta menggali potensi dan menggunakan
sumber daya manusia yang ada di masyarakat.

Untuk menunjang terlaksananya keperawatan komunitas yang berkualitas


tersebut, diadakanlah kegiatan pemeriksaan kesehatan yang dilaksanakan langsung
ditengah-tengah masyarakat. Pelaksanaan pemeriksaan kesehatan yang utamanya
bermaterikan pemeriksaan fisik, dan tekanan darah ini dilaksanakan tanpa pungutan biaya,
kecuali untuk pemeriksaan gula darah (gratis, hanya untuk anggota keluarga binaan yang
mempunyai kartu pemeriksaan khusus dari panitia), kolesterol, dan asam urat yang biaya
pemeriksaannya telah disepakati dalam MMRT 1. Tujuan dilaksanakannya kegiatan ini
antara lain untuk skrining kondisi kesehatan masyarakat, & pencegahan penyakit seperti
Hipertensi & Diabetes Mellitus tipe-2. Mekanisme pemeriksaan kesehatan ini dilakukan
setelah kegiatan jalan sehat, dan pemberian jus belimbing yang menurut telaah jurnal
sudah cukup terbukti dapat menurunkan tekanan darah.

Kategori kriteria hasil yang diterapkan dalam pemeriksaan kesehatan yang akan
dilaksanakan, antara lain:

1. Tekanan Darah
2. Gula Darah

3. Asam Urat
4. Kolesterol
Berita Acara Kegiatan SEGER-MAS

Nama Kegiatan : SEGER-MAS Masyarakat RT 05 / RW 03 Kelurahan


Kedungkandang Kota Malang

Hari/tanggal : Minggu/ 8 Oktober 2017

Waktu : 06.00-10.00 WIB

Tempat : Rumah bu Muarofah

Jumlah Peserta : 53 orang

Kronologis Acara : Acara dimulai pada pukul 06.00 WIB diawali dengan senam
diabetes sebelum jalan sehat. Warga cukup antusias terhadap acara
yang ada. Senam berlangsung selama kurang lebih 15 menit.
Kemudian pada pukul 06.30 WIB warga diberangkatkan untuk jalan
sehat menyesuaikan rute yang sudah disusun oleh mahasiswa dan
pak RT memutari wilayah RT 5,1,6 sejauh kurang lebih 2 km.
Penetapan alokasi jarak 2,5 km mengacu pada jurnal tentang brisk
walking excersice terbukti dapat menurunkan hipertensi, yakni
penderita hipertensi diharapkan melakukan jalan cepat sejauh + 4 m
dalam 1 detik atau 2-3 km dalam + 30 menit. Masing-masing warga
yang mengikuti jalan sehat mendapat kupon yang nanti akan diundi
untuk mendapatkan doorprize.

Mahasiswa dibagi menjadi beberapa jobdesc yakni;

a) Tim yang memimpin rute selama jalan sehat berlangsung. Tim ini
berada di depan untuk menunjukkan rute jalan sehat juga
memantau warga selama kegiatan jalan sehat ini berlangsung.
b) Dokumentasi yang bertugas untuk mendokumentasikan segala
bentuk kegiatan yang berlangsung.
c) Tim korlap bertugas untuk mendampingi warga selama jalan
sehat berlangsung dan bertanggung jawab untuk menjaga
keamanan jalan.
d) Tim kupon dan konsumsi bertugas untuk standby di pos jaga rute
terakhir untuk menggunting kupon yang kemudian akan
dimasukkan di kotak kupon dan memberikan konsumsi berupa
roti dan air mineral.
e) MC yang bertugas untuk memberangkatkan dan menyambut
warga yang sudah sampai balai RW terlebih dahulu. Kemudian
MC akan memandu jalannya undian doorprize.

Kegiatan jalan sehat selesai pada pukul 07.30 WIB. Warga


kemudian diminta untuk beristirahat selama 20-30 menit sembari
mahasiswa mempersiapkan untuk pemeriksaan gratis. Kemudian,
pada pukul 08.00 WIB, posko pemeriksaan gratis dimulai. Posko
berada di dalam rumah Bu.Muarofah yang berisi: registrasi (1
mahasiswa), antropometri (1 mahasiswa), pengukuran TD (3
mahasiswa), cek GDS/Gula Darah Sewaktu,kolestrol,asam urat (3
mahasiswa), dan yang terakhir sebelum warga keluar ada pemberian
jus belimbing (1 mahasiswa). Semua warga bisa datang untuk
pemeriksaan. Namun hanya warga RT 5 yang membawa kupon
pemeriksaan yang diberikan panitia pada hari sebelumnya.
Pemberian jus belimbing selain untuk menyediakan konsumsi juga
merupakan bentuk intervensi guna menurunkan tekanan darah.
Jurnal penelitian menyebutkan bahwa jus belimbing terbukti mampu
menurunkan tekanan darah.Selama pemeriksaan berlangsung,
warga yang menunggu antrian dihibur oleh MC dengan dibagi-
bagikan doorprize dengan tujuan supaya warga tidak bosan
menunggu giliran masuk ke pos pemeriksaan. Semua pemeriksaan
selesai pada pukul 10.00 WIB. Saat sudah tidak ada lagi warga yang
datang untuk periksa, mahasiswa membereskan semua alat-alat .

Evaluasi

a) Evaluasi Struktur
- Persiapan yang dilakukan panitia sudah cukup baik. Panitia sudah berkumpul
pada jam 05.00 WIB untuk mempersiapkan acara, menata tempat, dan membawa
jus timun.
b) Evaluasi Proses
- Warga antusias terhadap kegiatan yang berlangsung.
- Rute jalan sehat sudah sesuai dan tidak terlalu memberatkan warga.
- Karena adanya sistem antrian dan pembatasan warga yang masuk di pos
pemeriksaan, maka kondisi tempat menjadi lebih kondusif dan tidak sesak.
c) Evaluasi Hasil
- Warga yang hadir 88% dari total 60 kupon yang disebar.
- Yang mengukur tekanan darah sebanyak 53 orang, 35 orang memeriksakan gula
darah, 30 orang memeriksakan asam urat, dan 22 orang memeriksakan kolestrol.
- Dari hasil rekap form pemeriksaan yang dilakukan pada 53 warga yang hadir, 20
warga memiliki tekanan darah tinggi, 4 warga memiliki gula darah sewaktu tinggi,
14 warga memili asam urat tinggi, 3 warga memiliki kolestrol tinggi.
- Warga mendapatkan pengetahuan baru tentang jalan sehat (brisk walking
excersice) dan jus timun dapat menurunkan TD.

Rencana Tindak Lanjut

Setelah mendapatkan hasil rekap data warga, sebaiknya ada kelanjutkan intervensi
dan monitoring tentang hipertensi karena ditemukan masih banyak warga yang tidak
melakukan pengobatan hipertensi secara rutin. Hal tersebut berdasarkan salah satu jurnal
bahwa layanan pesan singkat pengingat minum obat pada pasien hipertensi dapat
meningkatkan kepatuhan minum obat pasien hipertensi.
DAFTAR PUSTAKA

Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes


melitus tipe 2 di Indonesia 2011. hlm.4-10, 15-29. Standards of medical care in
Diabetes 2014. Diabetes Care Volume 37, Supplement 1, Januari 2014.
Lindstrom J, Peltonen M, Eriksson JG, et al. Improved lifestyle and decreased diabetes risk
over 13 years : long-term follow-up ot the randomised Finnish Diabetes
Prevention Study (DPS). Diabetologia. 2013;56(2):284-293.
Knowler WC, Barrett-Connor E, Fowler SE, Hamman RF, Lachin JM, Walker EA, Nathan
DM. Reduction in the incidence of type 2 diabetes melitus with lifestyle
intervention or metformin. New
Berkala Ilmiah Kedokteran Duta Wacana England Journal of Medicine. 2002;346(6):393-
403.
Tan B, Chung-Sien Ng, Lim I. Exercise Prescription Guide. Exercise is Medicine
Singapore.Changi General Hospital : Marshall Cavendish Editions, 20
Riskesdas.Pedoman Pengukuran dan Pemeriksaan.Jakarta 2007 Avaiable
from:URL:http://www.riskesdas.litbang.depkes.go.Id/download/
PedomanPengukuran.pdf
Santoso, Mardi. 2008. Senam Diabetes Indonesia Seri 4 Persatuan Diabetes Indonesia.
Jakarta: Yayasan Diabetes Indonesia
Agadoni L. 2014.Brisk Walking,[cited 5 Oktober 2015].Available from
http://www.livestrong.com/article/467323-what -is -the -meaning-of -brisk-walking
LAMPIRAN 3 PENYULUHAN ROKOK

DEPARTEMEN KOMUNITAS

LAPORAN PENDAHULUAN “PENYULUHAN ROKOK”

DI WILAYAH BINAAN PUSKESMAS KEDUNGKANDANG

RT 5 RW 3 KELURAHAN KEDUNGKANDANG KEC. KEDUNGKANDANG

Disusun Oleh:

MAHASISWA PRAKTIK PROFESI NERS

(KELOMPOK 5B)

PUSKESMAS KEDUNGKANDANG

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2017
BAB I

PENDAHULUAN

1.3 Latar Belakang

Menurut World Health Organization (WHO) 2008, merokok adalah penyebab kematian
tiga juta penduduk dunia setiap tahunnya, sebanyak 8.219 kematian perhari dan 57
kematian permenit. Pada tahun 2006 diketahui 3,5 juta penduduk dunia meninggal akibat
rokok pertahunnya, dan meningkat menjadi 5,4 juta angka kematian pada tahun 2007.
Merokok juga merupakan penyebab utama penyakit kronik dan kematian di negara-negara
berkembang. Untuk wilayah Asia Tenggara diketahui sebanyak 124 juta orang dewasa
yang merokok. Lebih dari 5 juta orang meninggal langsung akibat menghisap rokok secara
langsung, dan 600 ribu lebih meninggal akibat terpapar asap rokok (WHO, 2013).
Dalam sebatang rokok diketahui terkandung sekitar 4.000 senyawa kimia, diantaranya
karbomonoksida, nikotin, dan tar (Kementrian Kesehatan, 2012). Terkadang para perokok
sudah mengetahui mengenai informasi ini, namun tetap tidak mampu melepaskan
kebiasaan merokoknya. Keinginan seseorang untuk tetap merokok daat disebabkan oleh
beberapa hal, diantaranya adalah untuk melepas penat, mengurangi stress, dan untuk
memberikan image. Faktor sosiodemografi yang terdiri dari banyak faktor juga menjadi
pencetus timbulnya kebiasaan merokok pada seseorang (Noel dkk, 2011; Nazary dkk,
2010; Rozi, dkk 2007).
Menurut Elisna (2007) merokok dapat meningkatkan resiko terjadinya penyakit kanker,
kardiovaskular, dan sistem pernafasan. Selain itu asap rokok juga berbahaya bagi perokok
pasif disekitar para perokok aktif. Menurut Undang-Undang no 36 tahun 2009 pasal 115,
pemerintah telah menetapkan kawasan bebas rokok. Selain untuk mengendalikan
keinginan merokok, adanya kawasan bebas rokok juga memberikan udara yang bebas
bagi perokok pasif, dan mempertahankan kesehatan baik pada perokok aktif maupun pasif.
Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan di RT 05 RW 03 Kedungkandang
diketahui sebanyak 6 responden (50%) memiliki kebiasaan merokok, dan sebanyak 6
responden (50%) tidak memiliki kebiasaan merokok. Sebanyak 6 responden (100%)
memiliki kebiasaan merokok lebih dari 10 tahun. Sebanyak 6 responden (100%) memiliki
kebiasaan merokok akibat ikut-ikutan teman/terbawa oleh pergaulan. Sebanyak 6
responden (100%) memiliki kebiasaan merokok sebanyak 1-10 batang per harinya.
Sebanyak 6 responden (100%) memiliki kebiasaan merokok 6-30 menit di awal hari.
Sebanyak 6 responden (100%) memiliki kebiasaan tetap merokok disaat sakit.
Berdasarkan hasil wawancara, perokok kebanyakan merupakan laki-laki, mereka biasanya
merokok didalam rumah, dan dekat dengan anggota keluargayang lain.
Berdasarkan pada data-data diatas dapat disimpulkan bahwa angka merokok pada RT
05 RW 03 masih tinggi, dan pengetahuan masyarakat terdapat merokok masih rendah.
Oleh karena itu, pemberian penyuluhan terhadap bahaya merokok dapat menjadi salah
satu alternatif tindakan untuk mengurangi dan mengubah kebiasaan merokok pada
masyarakat di RT 03 RW 05 Kedungkandang.

1.4 Tujuan
1.4.1 Tujuan Umum:
Masyarakat mengetahui tentang bahaya merokok
1.4.2 Tujuan khusus:
1. Masyarakat mampu mengubah perilaku merokoknya

2. Masyarakat mampu menetapkan kawasan bebas rokok pada rumahnya.


BAB II

DESKRIPSI KEGIATAN

2.1 Nama Kegiatan

Penyuluhan Rokok

2.2 Sasaran Kegiatan dan Kegiatan Umum

2.2.1 Sasaran Kegiatan

Masyarakat yang mengonsumsi rokok RT 05 RW 03 Kelurahan Kedungkandang,


Malang

2.2.2 Kegiatan Umum

- Penyuluhan tentang rokok door to door

- Penempelan stiker

2.3 Pelaksanaan Kegiatan

2.3.1 Waktu Kegiatan

Kegiatan ini dilaksanakan pada hari Selasa, 17 Oktober 2017, pukul 14.00 WIB –
Selesai.

2.3.2 Tempat Kegiatan

Rumah warga RT 5 RW 3, Kedungkandang

2.3.3 Metode

Diskusi

2.4 Susunan Acara Kegiatan


Sebelum Acara
13.30-14.00 Perjalanan panitia ke desa
Saat Acara
14.00 – 16.00 Penyuluhan di rumah warga dan penempelan
stiker
Setelah Acara
16.00 – 16.30 Perjalanan Pulang
2.5 Susunan Kepanitiaan

 Ketua Pelaksana : Sunardiman

 Divisi Acara : Arinda

 Divisi Humas : Andhika

 Divisi Kestari : Dewi,Lala

 Divisi Perkap : Dani

 Divisi PDDM : Siti

 Divisi Konsumsi : Tika dan Aulia

2.5 Anggaran Dana


NO ITEM HARGA JUMLAH TOTAL
SATUAN
1 Leaflet 700 40 lembar 28.000
2 Sticker 100 40 lembar 4.000
PENGELUARAN 32.000

2.7 Kriteria Evaluasi


2.7.1 Evaluasi Struktur
a. Tempat dan waktu di rumah warga

b. Media dan materi tersedia

2.7.2 Evaluasi Proses


a. 80 % warga ada di rumah saat penyuluhan

b. Peserta mengikuti penyuluhan dengan baik

c. Peserta memperhatikan dan mendengarkan materi dengan seksama

d. Pelaksanaan kegiatan sesuai dengan waktu dan tempat yang telah

direncanakan

2.7.3 Evaluasi Hasil


a. Peserta mampu memahami materi tentang rokok
BAB III
PENUTUP

Demikian Proposal kegiatan Penyuluhan Rokok ini kami susun untuk memberikan
gambaran tentang kegiatan yang akan dilaksanakan dengan harapan agar dapat dijadikan
bahan pertimbangan dan pedoman penyelenggaraan kegiatan. Segala bentuk saran dan
dukungan baik dalam bentuk moril maupun materil sangat kami harapkan demi
kesuksesan acara ini.

Kami selaku penyelenggara kegiatan mengucapkan terima kasih atas segala


perhatian dan kerjasama semua pihak yang terkait dalam kegiatan ini. Semoga kegiatan ini
bermanfaat bagi semua pihak.
KEMENTERIAN RISET, TEKNILOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

FAKULTAS KEDOKTERAN

Jalan Veteran Malang – 65145

Telp. (0341) 551611 Pes. 213.214; 569117, 567192 – Fax (62)(0341)


564755

e-mail: sekr.fk@ub.ac.id http:fk.ub.ac.id

JAWA TIMUR - INDONESIA

Berita Acara Kegiatan Penyuluhan Rokok

Nama Kegiatan : Penyuluhan Rokok

Hari/tanggal : Selasa, 17 Oktober 2017

Waktu : 14.00 WIB - Selesai

Tempat : RT 5 RW 3, Kelurahan Kedungkandang, Kota Malang

Pemateri : Semua anggota kelompok 5B

Kronologis Acara : Acara dimulai pada pukul 14.00 dilakukan dengan door to door ke
rumah warga dengan salah satu atau lebih anggota keluarga ada
yang merokok. Kegiatan dimulai dengan perkenalan dari mahasiswa
kepada keluarga yang salah satu atau lebih anggota keluarga ada
yang merokok. Setelah perkenalan, mahasiswa membagikan leaflet
kepada keluarga berisi tentang merokok, bahaya merokok, cara
mengurangi rokok, dan bagaimana merokok yang baik agar tidak
menularkan kepada anggota keluarga yang lain. Setelah berdiskusi
dengan keluarga, keluarga dipersilahkan untuk bertanya jika ada
yang kurang dipahami. Setelah keluarga memahami materi,
mahasiswa ijin untuk menutup kegiatan. Kunjungan dalam rangka
penyuluhan yang dilakukan mahasiswa kepada warga yang merokok
dalam jangka waktu kurang lebih 10 menit. Setelah penyuluhan
mahasiswa menanyakan komitmen anggota keluarga yang merokok
untuk menjadikan rumahnya menjadi salah satu kawasan bebas
rokok. Kemudian setelah penyuluhan selesai sebagai tanda bahwa
rumah tersebut berkomitmen untuk menjadikan rumahnya menjadi
kawasan bebas rokok maka dilakukan penempelan stiker.

Evaluasi

1. Evaluasi Struktur

- Ruangan kondusif untuk kegiatan penyuluhan


- Media dan materi tersedia dan memadai
- Peserta yang mengikuti kegiatan sebanyak 100% yaitu sebanyak 21 perokok di
RT.5 RW.3 Keluarahan Kedungkandang Malang
2. Evaluasi Proses
- Peserta memperhatikan dan mendengarkan materi yang diberikan oleh mahasiswa
- Peserta tampak aktif melakukan tanya jawab
- Warga yang dikunjungi nampak antusias dengan kunjungan mahasiswa ke
rumahnya
3. Evaluasi Hasil
- Sebagian besar 90% warga setuju untuk menjadikan rumahnya sebagai kawasan
bebas rokok. 10% warga hanya mengambil stiker tanpa menempelkan dikaca
(masih belum pasti ditempel atau tidak)
- Mem-follow up keluarga terkait pelaksanaan kawasan tanpa asap rokok di rumah
keluarga hari rabu 25 oktober 2017 didapatkan hasil bahwa dari 21 keluarga, 15
keluarga sudah benar-benar melaksanakan bebas asap rokok
4. Rencana Tindak Lanjut
Follow up keluarga yang merokok dilanjutkan melalui wawancara faktor resiko di
posbindu PTM dan posyandu lansia
Lampiran materi

Bahaya Merokok

A. Pengertian
Rokok adalah hasil olahan tembakau terbungkus termasuk cerutu atau bentuk
lainnya yang dihasilkan dari tanaman atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari
tanaman nicotiana tobacum, nicotiana rustica dan spesies lainnya atau sintetisnya
yang mengandung nikotin, tar dan zat adiktif dengan atau tanpa bahan tambahan.

B. Tipe Perokok
1. Perokok Aktif
Perokok aktif adalah seseorang yang dengan sengaja menghisap lintingan atau
gulungan tembakau yang dibungkus biasanya dengan kertas, daun, dan kulit
jagung. Secara langsung mereka juga meenghisup asap rokok yang mereka
hembuskan dari mulut mereka. Tujuan mereka merokok pada umumnya adalah
untuk menghangatkan badan dari suhu yang dingin. Tapi seiring dengan perjalnan
waktu pemanfaatan rokok disalah artikan, sekarang rokok dianggap sebagai suatu
sarana untuk pembuktian jati diri bahwa mereka yang merokok adalah “keren”.
Ciri-ciri fisik seorang perokok:
a. Gigi kuning karena nikotin
b. Kuku kotor karena nikotin
c. Mata pedih
d. Sering batuk-batuk
e. Mulut dan nafas bau rokok

2. Perokok Pasif
Perokok Pasif adalah seseorang atau sekelompok orang yang menghirup asap
rokok orang lain. Telah terbukti bahwa perokok pasif mengalami risiko gangguan
kesehatan yang sama seperti perokok aktif, yaitu orang yang menghirup asap
rokoknya sendiri.
Adapun gejala awal yang dapat timbul pada perokok pasif:
a. Mata pedih
b. Hidung beringus
c. Tekak yang serak
d. Pening/pusing kepala
Apabila perokok pasif terus-menerus “menekuni” kebiasannya, maka akan
mempertinggi risiko gangguan kesehatan, seperti:
a. Kanker paru-paru
b. Serangan jantung dan mati mendadak
c. Bronchitis akut maupun kronis
d. Emfisema
e. Flu dan alergi, serta berbagai penyakit pada orga tubuh seperti yang
disebutkan diatas

C. Komponen-Komponen pada Rokok yang Membahayakan Kesehatan


Setiap batang rokok mengandung lebih dari 4000 jenis bahan kimia
berbahaya bagi tubuh. 400 diantaranya bisa berefek racun, sedangkan 40
diantaranya bisa mengakibatkan kanker. Ini adalah sebagian dari contoh-
contohnya:
1. Nikotin
Nikotin merupakan zat yang menyebabkan adiksi (ketagihan) dengan toleransi
tinggi yaitu semakin lama dikonsumsi semakin bertambah. Gejala—gejala
ketagihan juga terjadi pada seseorang yang mulai berhenti merokok. Memang
pada awalnya nikotin dapat merangsang kerja otak, sehingga si perokok menjadi
cerdas. Namun, apabila hal ini terjadi secara terus menerus, makan justru akan
melamahkan kecerdasan otak itu sendiri. Hal ini diakibatkan oleh nikotin yang
memicu produksi hormon adrenalin. Terpacunya prooduksi hormon ini akan
menyebabkan denyut jantung lebih cepat dan jantung bekerja lebih kuat. Jantung
akan memerlukan lebih banyak oksigen kebih banyak daripada biasanya.
Otomatis, risiko terjadinya serangan jantung koroner akan lebih tinggi.
2. Karbon Monoksida (CO)
Gas berbahaya ini seharusnya ada dalam pembuangan asap kendaraan. Namun,
dengan ada sumbangan dari pada perokok, gas yang juga dapat berikatan kuat
dengan hemoglobin darah ini menjadi lebih banyak di udara dan di dalan tubuh
manusia. Dengan adanya karbon monoksida yang berikatan dengan hemoglobin
darah, maka jantung seorang perokok yang memerlukan banyak oksigen ternyata
mendapatoksigen lebih sedikit. Ini akan menyebabkan bertambahnya risiko
penyakit jantung dan paru-paru serta penyakit saluran nafas. Selain sesak nafas,
batuk terus menerus, stamina dan daya tahan tubuh si perokok juga akan
berangsur-angsur menurun. Terganggunya sistem peredaran darah normal yaitu
dengan adanya gas karbon monoksida pada darah juga akan mengakibatkan
rusaknya pembuluh darah sebagai distributor aliran darah. akan terdapat endapan
lemak sehingga pembuluh darah tersumbat. Hal ini meningkatakan lagi risikok
terkena serangan jantung dan mati mendadak.
3. Tar
Tar biasanya digunakan untuk mengaspal jalan raya. Apabila terdapat pada tubuh
melalui menghisap rokok, maka secara berangsur-angsur dan pasti, akan
menyebabkan kanker. Beberapa contohnya adalah benzoa pyrene, nitrosamine,
B-napththylamine, dan nikel.
4. DDT (Dikloro Difenil Trikloroetana)
DDT merupakan racun serangga, yang biasanya digunakan untuk membunuh
nyamuk, semut, dan kecoa.
5. Aseton
Aseton adalah zat yang digunakan untuk melunturkan cat. Bisa dibayangkan
bahayanya, apabila zat ini berada dalam tubuh kita.
6. Formaldehid
Formaldehid atau lebih sering kita kenal sebagai zat formalin, digunakan untuk
mengawetkan mayat.
7. Kadmium
Kadmium adalah bahan kimia yang biasanya terdapat pada accu atau aki
kendaraan bermotor.
8. Arsenik
Seperti DDT, arsenik merupakan bahan kimia yang sering digunakan untuk
membasmi serangga-serangga pengganggu. Biasanya kutu atau serangga
sekalasnya akan mempan bila diberantas dengan arsenik ini.
9. Ammonia
Ammonia merupakan bahan aktif yang terdapat dalam pembersih lantai.
10. Pollonium-210
Bahan ini merupakan slaah satu zat radioaktif, yaitu zat yang mampu
mengeluarkan radiasi aktif, yang bisa menyebabkan perubahan struktur dan
fungsi sel normal. Bahan-bahan radioaktif juga bisa menyebabkan kanker.
11. Hidrogen sianida
Hidrogen sianida merupakan bahan yang digunakan sebagai racun dalam bentuk
gas.
12. Vinil klorida
Zat ini biasanya digunakan sebagai bahan baku pembuatan plastik.
13. Naftalena
Seperti DDT dan arsenik, bahan ini teradpaat pada obat-obat pembasmi
serangga.
D. Berbagai Penyakit akibat Kebiasaan Merokok
Kebiasaan merokok dapat menyababkan berbagai penyakit dan bahkan
bisa menyebabkan kematian. Berbagai penyakit berdasarkan organ tubuh yang
terkena, adalah sebagai berikut:
1. Penyakit pada organ sistem pernafasan
a. Kanker paru-paru
b. Kanker tenggorokan
c. Asma dan berbagai bentuk alergi
d. Radang rongga tenggorokan akut
e. Terhambatnya perkembangan paru-paru
f. Radang pita suara
2. Penyakit pada organ sisten pencernaan
a. Radang mulut, bibir, lidah, gigi, gusi, dan pecahnya email gigi
b. Kanker mulut, gigi, gusi dan rahang
c. Kanker pankreas
d. Radang dan luka pada lambung dan usus
3. Penyakit pada organ sistem sirkulasi dan hati
a. Arterosklerosis/penyempitan pembuluh darah
b. Pembekuan darah otak
c. Radang pada hati
4. Penyakit pada porgan sistem perkemihan
a. Kanker vesica urinarius (kandung kemih)
b. Kanker ginjal
5. Penyakit pada organ sistem genetalia
Produksi sperma tidak berkualitas, produksi sperma yang berkualitas
dapat ditinjau dari beberapa aspek, yaitu kekentalan cement, serta jumlah sperma
yang dihasilkan. Pada perokok, terutama perokok berat, produksi sperma bisa
sedikit, dan dengan cement yang cair. Apabila hal ini terjadi secara terus-
menerus, maka bukan tidak mungkin akan menyebabkan kemandulan.
6. Penyakit pada kelompok khusus, seperti ibu hamil dan menyusui
Selain berpotensi mengidap penyakit-penyakit di atas, pada kelompok
khusus ini juga akan menambah risiko terkena penyakit-penyakit seperti:
a. Kanker leher rahim
b. Abortus (keguguran) spontan
c. BBLR (Berat Badan Bayi Lahir Rendah)
d. Apabila lahir, perkembangan fisik dan mental bayi akan
terganggu, seperti terjadi retardasi mental dan gangguan
pertumbuhan.

E. Dampak Merokok Bagi Orang Lain


Dampak kesehatan akibat paparan Asap Rokok Orang Lain
Paparan terhadap AROL menyebabkan penyakit jantung dan
meningkatkan resiko kematian akibat penyakit ini sebesar kira-kira 30%.
Sementara dampak pada kehamilan dapat menyebabkan (1) berat badan bayi
lahir rendah (BBLR) dan bayi lahir prematur; (2) sindroma kematian bayi
mendadak (sudden infant death syndrome (SIDS)); dan (3) efek pada bayi berupa
pertumbuhan janin dalam rahim terhambat dan keguguran spontan. Dengan
kumulasi bukti-bukti ilmiah yang ada, amak sejak tahun 1986, Amerika Serikat
telah meyimpulkan: AROL memperlambat pertumbuhan dan menurunkan fungsi
paru pada masa anak-anak, ada hubungan antara ibu yang merokok pada masa
hamil dengan akibatnya setelah melahirkan.

F. Cara Mengurangi Kebiasaan Rokok


1. Kuatkan niat bulatkan tekad
Bagi seseorang yang sudah kecanduan rokok, berhenti merokok memang akan
terasa sangat sulit. Meskipun hanya 15 menit, pasti akan terasa sukar. Tapi bukan
berarti anda tidak bisa berhenti merokok, tidak ada yang tak mungkin di dunia ini.
Langkah pertama yang harus anda lakukan jika memutuskan untuk berhenti
merokok yaitu menguatkan niat dan tekad anda untuk berhenti merokok.

2. Minta bantuan teman dan keluarga


Publikasikan keinginan anda untuk berhenti merokok kepada keluarga dan teman
anda. Dapatkan dukungan dari keluarga dan teman dekat untuk berhenti merokok,
minta mereka untuk selalu mengingatkan bahaya merokok untuk kesehatan tiap kali
keinginan anda untuk merokok datang lagi. Dan minta para keluarga dan teman
yang memang pecandu rokok untuk tidak merokok didepan anda atau
meninggalkan rokok didepan anda. ini bisa menjadi salah satu awal yang baik
untuk cara jitu berhenti merokok . Selain itu ini akan menguatkan tekad anda untuk
berhenti merokok ketika dukungan banyak datang dari orang yang anda sayang
seperti keluarga dan teman terdekat anda.
3. Atur target waktu anda
Jika anda sudah memutuskan untuk berhenti merokok, pastikan target waktu untuk
benar – benar bisa berhenti merokok. Anda tidak bisa langsung berhenti begitu
saja, itu akan menjadi sangat sulit dan akan terasa menyiksa anda. Jika anda ingin
berhasil untuk berhenti merokok anda bisa mulai dengan cara mengurangi sedikit
demi sedikit, namun anda juga diharuskan untuk menentukan waktunya. Pasang
target waktu sekitar 2 – 3 minggu untuk benar – benar bisa berhenti tidak merokok.
Ini merupakan salah satu yang ampuh untuk cara ampuh berhenti merokok tanpa
harus menyiksa anda, karena anda melakukannya dengan cara bertahap namun
tetap ditargetkan waktunya.

4. Dimulai dari cara yang mudah


cara berhenti merokok dengan mudah bisa anda lakukan dengan cara memberikan
tanda untuk keadaan anda. Jika anda sedang dalam kondisi yang sangat stress
anda diperbolehkan untuk merokok namun tidak dalam porsi yang sama dan
banyak. Anda bisa merokok dengan kadar yang dikurangi, jadi tidak sama dengan
porsi yang dulu. Jika anda dulu dalam kondisi stress mampu menghabiskan rokok
dalam satu bungkus dengan cepat, saat ini coba lah hanya merokok lima batang
dalam satu hari. Namun jika kondisi anda baik – baik saja dan tidak dalam keadaan
stress anda lebih baik tidak mengkonsumsi sama sekal. Jadi anda merokok dalam
keadaan tertentu dan sebutuhnya saja, ini bisa sangat membantu anda untuk
berhenti merokok dengan mudah.

5. Hindari kebiasaan untuk memancing rasa ingin merokok


Hindari beberapa kebiasaan yang bisa membuat anda merokok seperti minum kopi,
alkohol, begadang dan juga bedebat. Namun jika anda tidak mampu untuk
menghindari itu semua anda bisa memulai untuk mengkonsumsi buah – buahan
dan juga susu karena itu akan memberikan kesan yang tidak enak jika didampingin
dengan rokok. Selain itu jangan kombinasikan merokok dengan kegiatan yang
santai seperti menonton tv, membaca majalah sampai dengan sufing internet, itu
akan memperburuk kebiasaan anda dan juga tidak bagus bagi kesehatan anda.

6. Cari kesibukan
Jika anda ingin berhasil untuk berhenti merokok anda bisa memulai dihari pertama
dengan cara menyibukkan diri anda dengan aktifitas anda. Jangan sampai terjebak
dalam kesendirian sehingga timbul keinginan anda untuk merokok lagi, cari
kegiatan yang lebih intens dan membuat anda lupa untuk merokok seperti
bersepeda, berolahraga, berenang dll. Dengan aktifitas yang banyak dan terlalu
padatnya waktu akan membuat anda semakin melupakan keinginan untuk merokok
karena tidak ada waktu untuk melakukan itu.

7. Minum lebih banyak air putih


Dengan mengkonsumsi air putih yang banyak itu akan membuat racun rokok dalam
tubuh anda dengan cepat. Selain itu mengkonsumsi air juga bisa membantu anda
untuk berhenti merokok karena tidak akan nikmat rasanya jika merokok dengan
ditemani air putih. Jadi perbanyak minum air putih, selain bagus untuk kesehatan
tubuh anda air putih juga akan sangat membantu anda untuk berhenti dari
kebiasaan buruk merokok yang bisa merusak kesehatan tubuh anda.

8. Sibukkan diri anda setelah makan


Banyak perokok yang setelah makan mereka lebih memilih untuk menghisap rokok,
namun jika anda sudah memutuskan anda harus benar – benar berhenti. Caranya
mudah, kebiasaan anda setelah makan merokok hilangkan dengan cara setelah
makan langsung pergi untuk menggosok gigi atau berjalan – jalan dengan begitu
anda bisa melupakan keinginan anda untuk merokok setelah makan. Meskipun
agak berat jika anda lakukan secara rutin dan bertahap anda akan terbiasa dengan
itu semua.

9. Hindari tempat tanpa asap rokok


Menghindari tempat yang bebas asap rokok memang sangat sulit dilakukan saat ini,
namun anda bisa melakukannya dengan memilih tempat yang bebas asam rokok
seperti perpustakaan, atau toko buku. Dan jika anda sedang bersama teman –
teman anda, ajak mereka ketempat yang no smoking area.

10. Mengganti rokok (nikotin) dengan yang lain


Biasanya orang-orang akan merokok dipagi hari ditemani dengan segelas kopi,
selain itu orang biasa merokok setelah selesai makan. banyak yang bilang "wis
mangan ora udud enek". Jika anda termasuk kedalam kategori orang-orang seperti
itu, makan mulai dari sekarang, gantilah rokok dengan makanan lain, bisa dengan
perment karet, coklat, dsb. Mungkin awalnya akan sulit tapi jika dibiasakan, lama-
lama juga akan terbiasa.

11. Tetap Berfikir Positif


Jika anda berniat untuk berhenti merokok, maka jangan anggap itu sebagai
pengorbanan. anggaplah hal tersebut sebagai langkah untuk meninggalkan hal-hal
yang tidak bermanfaat.

12. Perbanyak tidur atau istirahat


Setelah seharian berusaha menahan kebiasaan merokok anda, tubuh anda pasti
akan terasa lelah. Jadi alangkah baiknya jika anda menambah waktu istirahat anda.
Selain itu, dengan cara tidur, anda tidak akan berfikir lagi untuk merokok.

13. Berhenti merokok dari sekarang


Anda sudah membaca tips bagaimana cara untuk berhenti merokok diatas, anda
sudah punya kemauan untuk berhenti merokok, langkah selanjutnya yaitu tentu saja
memulai untuk berhenti merokok sekarang juga! Yakinlah bahwa berhenti
merokok adalah keputusan yang tepat dan akan lebih bermanfaat bagi anda.

G. Kawasan Bebas Rokok


Kawasan dilarang merokok adalah ruangan atau arena yang dinyatakan
dilarang untuk merokok. KTR (Kawasan Tanpa Rokok) adalah ruangan atau area
yang dinayatakan dilarang untuk melakukan kegiatan produksi, penjualan, iklan,
promosi dan atau penggunaan rokok. Penetapan KTR merupakan upaya
perlindungan untuk masyarakat terhadap risiko ancaman gangguan kesehatan
karena lingkungan tercemar asap rokok. Secara umum, penetapan KTR bertujuan
untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat rokok, dan secara
khusus, tujuan penetapan KTR adalah mewujudkan lingkungan yang bersih,
sehat, aman dan nyaman, memberikan perlindungan bagi masyarakat bukan
perokok, menurunkan angka perokok, mencegah perokok pemula dan melindungi
generasi muda dari penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan zat Adiktif
(NAPZA).

Perlunya Kawasan Tanpa Asap Rokok


Tidak ada batas aman terhadap asap rokok orang lain sehingga saat
penting untuk menerapkan 100% kawasan tanpa asap rokok untuk dapat
menyelamatkan kehidupan. Menurut estimasi International Labor Organization
(ILO) tahun 2005 tidak kurang dari 200.000 pekerja yang mati setiap tahun karena
paparan asap rokok orang lain di tempat kerja. Kematian karena paparan asap
rokok orang lain merupakan 1 dari 7 penyebab kematian akibat kerja
Daftar Pustaka
Departemen Kesehatan RI. 2007. Pedoman Pelayanan di Rumah Sakit. Jakarta:
Direktorat Jendral Bina Pelayanan Medik.
Dinkes Bali. 2011. www.diskes.baliprov.go.id/berita/2011/5/penting-adanya-peraturan-
daerah-tentang-kawasan-tanpa-rokok-di-provinsi-bali. Diunduh pada tanggal 25
Desember 2014 jam 13.50 WIB
Wibawani, L. 2015. Paket Penyuluhan Bahaya Rokok.
Lintas berita. 2014. www.lintasberita.com/nasional/berita-lokal/waw..-ri-rakning -3-
perokok-terbesar-di-dunia. Diunduh pada tanggal 25 Desember 2014 jam 13.30
WIB
Potter, P.A & Perry, A.G. 2009. Fundamental of Nursing, Fundamental keperawatan
Buku 1 edisi 7. Jakarta: Salemba Medika
Pradana, Arif. 2014. http://www.slideshare.net/arifpradana3/kawasan-bebas-asap-
rokok# diunduh tanggal 25 Desember 2014 jam 14.00 WIB
Dokumentasi Kegiatan

Penyuluhan dirumah warga


Penempelan Stiker “Rumah BEBAS Asap Rokok”

Penempelan Stiker “Rumah BEBAS Asap Rokok”


Stiker “Rumah BEBAS Asap Rokok”

Leaflet “Ayo Berhenti Merokok”

Malang, 17 Oktober 2017


Ketua Pelaksana

Sunardiman, S.Kep

170070301111020
LAMPIRAN 4 PELATIHAN PTM KADER POSYANDU

LAPORAN PENYULUHAN DAN PELATIHAN KADER POSBINDU TENTANG PENYAKIT


TIDAK MENULAR dan PENGUKURAN TEKANAN DARAH DI WILAYAH RW 03
KELURAHAN KEDUNGKANDANGKECAMATAN KEDUNGKANDANG KOTA MALANG

Disusun untuk Memenuhi Tugas Pendidikan Profesi Ners Departemen Komunitas

Di Wilayah Kerja Puskesmas Kedung Kandang Kota Malang

Oleh :

Kelompok 5B

Mahartika Lupita sari 135070218113030

Andhika Susila Widjaya 125070207111002

Sunardiman 125070207111015

Siti Rodliyah 135070200111001

Erfan Dani 135070200111002

Lala Aisyana 135070200111003

Dewi Pujiastuti 135070200111004

Esthi Dwi Yuliawati 135070200111007

Aulia Dian T 135070200111010

Arinda Rizky F 135070200111011

PROGRAM PROFESI NERS

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG
2017

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular (Posbindu PTM)
merupakan salah satu upaya kesehatan berbasis masyarakat yang bersifat promotif
dan preventif dalam rangka deteksi dini dan pemantauan faktor risiko PTM utama
yang dilaksanakan secara terpadu, rutin, dan periodic. Faktor risiko PTM meliputi
merokok, konsumsi minuman beralkohol, pola makan tidak sehat, kurang aktivitas
fisik, obesitas, stress, hipertensi, hiperglikemi, hiperkolesterol serta menindaklanjuti
secara dini faktor risiko yang ditemukan melalui konseling kesehatan dan segera
merujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan dasar.
Pembangunan kesehatan diarahkan untuk mempertinggi derajat kesehatan,
yangtertuang dalam system kesehatan nasional yang merupakan upaya bangsa
Indonesia untuk meningkatkan kemampuannya mancapai derajat kesehatan yang
optimal sebagai perwujudan kesejahteraan umum. Hal ini sejalan dengan Undang-
Undang No.36 tahun 2009 tentang kesehatan yang menggariskan bahwa
pembangunan kesehatan merupakan salah satu unsur kesejahteraan umum.
Masalah kesehatan masyarakat yang dihadapi saat ini adlaah semakin
meningkatnya kasus Penyakit Tidak Menular (PTM). PTM adalah penyakit yang
bukan disebabkan oleh infeksi kuman termasuk Diabetes Mellitus (DM), kanker,
penyakit jantung dna pembuluh darah (PJPD), Penyakit Paru Obstruktif Kronis
(PPOK), dan gangguan akibat kecelakaan dan tindak kekerasan.
Upaya pengendalian PTM dibangun berdasarkan komitmen bersama dari
seluruh elemen masyarakat yang peduli terhadap ancaman PTM melalui posbindu
PTM. Posbindu PTM akan berjalan dengan baik jika dipersiapkan kader yang akan
mengelola dan melaksanakan posbindu. Untuk hal tersebut, maka diperlukan
Pelatihan Kader Posbindu PTM

B. Tujuan
1. Tujuan umum
Peserta (kader) mampu melaksanakan kegiatan posbindu PTM
2. Tujuan khusus
a. Kader mengetahui tentang PTM, faktor risiko, dampak dan pengendalian
PTM
b. Kader mengetahui tentang posbindu PTM
c. Kader mempunyai kemampuan dan keterampilan dalam memantau faktor
risiko PTM
d. Kader terampil dalam melakukan konseling serta tindak lanjut lainnya
BAB II

MATERI

Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular (Posbindu PTM)


Sesuai Juknis Posbindu PTM, Kemenkes RI 2012, disebutkan bahwa saat ini
peningkatan prevalensi penyakit tidak menular telah menjadi ancaman yang serius,
khususnya dalam perkembangan kesehatan masyarakat. Salah satu strategi yang
dikembangkan pemerintah untuk mengendalikan penyakit tidak menular ini, kemudian
dikembangkan model Pengendalian Penyakit Tidak Menular (PTM) berbasis masyarakat
melalui Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) PTM. Posbindu PTM merupakan bentuk peran
serta masyarakat dalam upaya pengendalian faktor risiko secara mandiri dan
berkesinambungan. Pengembangan Posbindu PTM dapat dipadukan dengan upaya yang
telah terselenggara di masyarakat. Melalui Posbindu PTM, dapat sesegeranya dilakukan
pencegahan faktor risiko PTM sehingga kejadian PTM di masyarakat dapat ditekan.
Posbindu PTM merupakan peran serta masyarakat dalam melakukan kegiatan
deteksi dini dan pemantauan faktor risiko PTM Utama yang dilaksanakan secara terpadu,
rutin, dan periodik. Faktor risiko penyakit tidak menular (PTM) meliputi merokok,
konsumsi minuman beralkohol, pola makan tidak sehat, kurang aktifitas fisik, obesitas,
stres, hipertensi, hiperglikemi, hiperkolesterol serta menindak lanjuti secara dini faktor
risiko yang ditemukan melalui konseling kesehatan dan segera merujuk ke fasilitas
pelayanan kesehatan dasar. Kelompok PTM Utama adalah diabetes melitus (DM), kanker,
penyakit jantung dan pembuluh darah (PJPD), penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), dan
gangguan akibat kecelakaan dan tindak kekerasan.
Tujuan Posbindu PTM adalah meningkatkan peran serta masyarakat dalam
pencegahan dan penemuan dini faktor risiko PTM. Sasaran utama kegiatan adalah kelompok
masyarakat sehat, berisiko dan penyandang PTM berusia 15 tahun ke atas.
Posbindu PTM dapat dilaksanakan terintegrasi dengan upaya kesehatan bersumber
masyarakat yang sudah ada, di tempat kerja atau di klinik perusahaan, di lembaga
pendidikan, tempat lain di mana masyarakat dalam jumlah tertentu berkumpul/beraktivitas
secara rutin, misalnya di mesjid, gereja, klub olah raga, pertemuan organisasi politik
maupun kemasyarakatan. Pengintegrasian yang dimaksud adalah memadukan pelaksanaan
Posbindu PTM dengan kegiatan yang sudah dilakukan meliputi kesesuaian waktu dan
tempat, serta memanfaatkan sarana dan tenaga yang ada.Pelaku Kegiatan: Pelaksanaan
Posbindu PTM dilakukan oleh kader kesehatan yang telah ada atau beberapa orang dari
masing-masing kelompok/organisasi/lembaga/tempat kerja yang bersedia
menyelenggarakan posbindu PTM, yang dilatih secara khusus, dibina atau difasilitasi untuk
melakukan pemantauan faktor risiko PTM di masing-masing kelompok atau organisasinya.
Kriteria Kader Posbindu PTM antara lain berpendidikan minimal SLTA, mau dan mampu
melakukan kegiatan berkaitan dengan Posbindu PTM.
Adapun bentuk kegiatan di Posbindu antara lain terdapat sebanyak 10 kegiatan pada
Posbindu PTM, yaitu:
1. Kegiatan penggalian informasi faktor risiko dengan wawancara sederhana tentang
riwayat PTM pada keluarga dan diri peserta, aktifitas fisik, merokok, kurang makan
sayur dan buah, potensi terjadinya cedera dan kekerasan dalam rumah tangga, serta
informasi lainnya yang dibutuhkan untuk identifikasi masalah kesehatan berkaitan
dengan terjadinya PTM. Aktifitas ini dilakukan saat pertama kali kunjungan dan
berkala sebulan sekali.
2. Kegiatan pengukuran berat badan, tinggi badan, Indeks Massa Tubuh (IMT), lingkar
perut, analisis lemak tubuh, dan tekanan darah sebaiknya diselenggarakan 1 bulan
sekali. Analisa lemak tubuh hanya dapat dilakukan pada usia 10 tahun ke atas. Untuk
anak, pengukuran tekanan darah disesuaikan ukuran mansetnya dengan ukuran
lengan atas.
3. Kegiatan pemeriksaan fungsi paru sederhana diselenggarakan 1 tahun sekali bagi
yang sehat, sementara yang berisiko 3 bulan sekali dan penderita gangguan paru-
paru dianjurkan 1 bulan sekali. Pemeriksaan Arus Puncak Ekspirasi dengan
peakflowmeter pada anak dimulai usia 13 tahun. Pemeriksaan fungsi paru sederhana
sebaiknya dilakukan oleh tenaga kesehatan yang telah terlatih.
4. Kegiatan pemeriksaan gula darah bagi individu sehat paling sedikit diselenggarakan
3 tahun sekali dan bagi yang telah mempunyai faktor risiko PTM atau penyandang
diabetes melitus paling sedikit 1 tahun sekali. Untuk pemeriksaan glukosa darah
dilakukan oleh tenaga kesehatan (dokter, perawat/bidan/analis laboratorium dan
lainnya).
5. Kegiatan pemeriksaan kolesterol total dan trigliserida, bagi individu sehat
disarankan 5 tahun sekali dan bagi yang telah mempunyai faktor risiko PTM 6 bulan
sekali dan penderita dislipidemia/gangguan lemak dalam darah minimal 3 bulan
sekali. Untuk pemeriksaan Gula darah dan Kolesterol darah dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang ada di lingkungan kelompok masyarakat tersebut.
6. Kegiatan pemeriksaan IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat) dilakukan sebaiknya
minimal 5 tahun sekali bagi individu sehat, setelah hasil IVA positif, dilakukan
tindakan pengobatan krioterapi, diulangi setelah 6 bulan, jika hasil IVA negatif
dilakukan pemeriksaan ulang 5 tahun, namun bila hasil IVA positif dilakukan
tindakan pengobatan krioterapi kembali. Pemeriksaan IVA dilakukan oleh
bidan/dokter yang telah terlatih dan tatalaksana lanjutan dilakukan oleh dokter
terlatih di Puskesmas.
7. Kegiatan pemeriksaan kadar alkohol pernafasan dan tes amfemin urin bagi
kelompok pengemudi umum yang dilakukan oleh tenaga kesehatan (dokter,
perawat/bidan/analis laboratorium dan lain nya).
8. Kegiatan konseling dan penyuluhan, harus dilakukan setiap pelaksanaan Posbindu
PTM. Hal ini penting dilakukan karena pemantauan faktor risiko kurang bermanfaat
bila masyarakat tidak tahu cara mengendalikannya.
9. Kegiatan aktifitas fisik dan atau olah raga bersama, sebaiknya tidak hanya dilakukan
jika ada penyelenggaraan Posbindu PTM namun perlu dilakukan rutin setiap
minggu.
10. Kegiatan rujukan ke fasilitas layanan kesehatan dasar di wilayahnya dengan
pemanfaatan sumber daya tersedia termasuk upaya respon cepat sederhana dalam
penanganan pra-rujukan:
Pengelompokan Tipe Posbindu:
Berdasarkan jenis kegiatan deteksi dini, pemantauan dan tindak lanjut yang dapat dilakukan
oleh Posbindu PTM, maka dapat dibagi menjadi 2 kelompok Tipe Posbindu PTM, yaitu;
1. Posbindu PTM Dasar meliputi pelayanan deteksi dini faktor risiko sederhana, yang
dilakukan dengan wawancara terarah melalui penggunaan instrumen untuk
mengidentifikasi riwayat penyakit tidak menular dalam keluarga dan yang telah
diderita sebelumnya, perilaku berisiko, potensi terjadinya cedera dan kekerasan
dalam rumah tangga, pengukuran berat badan, tinggi badan, lingkar perut, Indeks
massa tubuh (IMT), alat analisa lemak tubuh, pengukuran tekanan dara, pemeriksaan
uji fungsi paru sederhana serta penyuluhan mengenai pemeriksaan payudara sendiri
2. Posbindu PTM Utama yang meliputi pelayanan Posbindu PTM Dasar ditambah
pemeriksaan gula darah, kolesterol total dan trigliserida, pemeriksaan klinis
payudara, pemeriksaan IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat), pemeriksaan kadar
alkohol pernafasan dan tes amfetamin urin bagi kelompok pengemudi umum,
dengan pelaksana tenaga kesehatan terlatih (Dokter, Bidan, perawat
kesehatan/tenaga analis laboratorium/lainnya) di desa/kelurahan, kelompok
masyarakat, lembaga/institusi. Untuk penyelenggaraan Posbindu PTM Utama dapat
dipadukan dengan Pos Kesehatan Desa atau Kelurahan siaga aktif, maupun di
kelompok masyarakat/lembaga/institusi yang tersedia tenaga kesehatan tersebut
sesuai dengan kompetensinya
Standar Sarana Posbindu PTM
Sarana dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan Posbindu PTM adalah
sebagai berikut :
1. Untuk standar minimal lima set meja-kursi, pengukur tinggi badan, timbangan berat
badan, pita pengukur lingkar perut, dan tensimeter serta buku pintar kader tentang
cara pengukuran tinggi badan dan berat badan, pengukuran lingkar perut, alat ukur
analisa lemak tubuh dan penguku ran tekanan darah dengan ukuran manset dewasa
dan anak, alat uji fungsi paru sederhana (peakflowmeter) dan media bantu edukasi.
2. Sarana standar lengkap diperlukan alat ukur kadar gula darah, alat ukur kadar
kolesterol total dan trigliserida, alat ukur kadar pernafasan alkohol, tes amfetamin
urin kit, dan IVA kit.
3. Untuk kegiatan deteksi dini kanker leher rahim (IVA) dibutuhkan ruangan khusus
dan hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan (Dokter ataupun Bidan di
kelompok masyarakat/lembaga/institusi) yang telah terlatih dan tersertifikasi.
4. Untuk pelaksanaan pencatatan hasil pelaksanaan Posbindu PTM diperlukan kartu
menuju sehat Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular (KMS FR-PTM) dan buku
pencatatan.
5. Mendukung kegiatan edukasi dan konseling diperlukan media KIE (Komunikasi,
Informasi dan Edukasi) yang memadai, seperti serial buku pintar kader, lembar
balik, leaflet, brosur, model makanan (food model) dan lainnya.

A. DEFINISI

Hipertensi didefenisikan sebagai peningkatan tekanan darah persisten dengan


tekanan sistolik sedikitnya 140 mmHg dan tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg
(Price dan Wilson, 2005).
Menurut American Heart Association bahwa tekanan darah dapat berubah dari
waktu ke waktu mengikuti perubahan posisi tubuh, latihan/gerakan, stress dan
istirahat (tidur), tekanan darah dapat dikatakan normal bila kurang dari 120/80
mmHg(kurang dari 120 untuk sistolik dan kurang dari 80 untuk diastolik) untuk
orang dewasa berusia 20 tahun atau lebih. Namun, jelas terdapat korelasi langsung
antara tekanan darah dan resiko penyakit kardiovaskuler; makin tinggi tekanan darah
makin tinggi pula resiko terjadinya penyakit gagal jantung, penyakit pembuluh
darah, stroke, dan gagal ginjal.

Batasan defenisi untuk hipertensi hanya dapat dibuat secara operasional yaitu tingkat
tekanan darah yang mana deteksi dan pengobatan lebih menguntungkan daripada
merugikan (Joewono, 2003).

Sementara itu, yang dimaksudkan dengan tekanan darah sistolik dan tekanan darah
diastolik oleh Beevers (2002) antara lain :

1) Tekanan sistolik adalah periode berlangsungmya kontraksi jantung dimana


tekanan ini dapat diketahui dengan cara mendengar denyut pertama pada saat
mengukur tekanan darah.
2) Tekanan diastolik adalah masa relaksasi jantung yaitu masa dimana jantung terisi
oleh darah, di antara tiap denyutan. Tekanan darah diastolik diketahui dengan
cara mendengar denyut terakhir saat mengukur tekanan darah.

B. ETIOLOGI
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi dua, yaitu :

1) Hipertensi primer atau essensial


Merupakan bagian terbesar (90%) dari penderita hipertensi yang ada di
masyarakat. Hipertensi jenis ini belum dapat diketahui pasti penyebabnya.

2) Hipertensi sekunder
Hipertensi ini diketahui penyebabnya karena :

a) Kelainan ginjal, seperti glomerulonefritis akut (GNA), glomerulonefritis


kronis (GNC), pyelonefritis kronis (PNC), dan penyempitan arteri renalis.
b) Kelainan hormon, seperti diabetes mellitus, pil KB, dan pheochromocytoma.
c) Kelainan neurologis, seperti polineuritis dan polimyelitis.
d) Penyebab lain seperti penggunaan obat-obatan, keadaan preeklampsia, dan
koarktasio aorta.

 Faktor Predisposisi
Adapun faktor predisposisi hipertensi yang dikemukakan oleh Bustan
(2007) antara lain :

1) Faktor genetik
Hal ini menunjukkan hipertensi dapat diwariskan melalui garis
keturunan. Beevers (2002) mengatakan bahwa hal tersebut termasuk
pengaruh ras atau suku, misalnya pada orang kulit hitam (Afro-Karibia dan
Asia Selatan) lebih banyak beresiko daripada orang kulit putih. Masyarakat
ini mengalami peningkatan sensitivitas terhadap garam karena tingkat
hormon rennin dan angiotensin II yang dimiliki lebih rendah. Walaupun
diberikan pengobatan, kebanyakan hasilnya kurang efektif karena sebagian
obat-obatan yang menurunkan tekanan darah bekerja dengan cara
menghambat pengaruh hormon-hormon tersebut sehingga tidak dapat bekerja
dengan baik pada masyarakat keturunan ras ini.

Selain itu, menurut McGowan, (2001), dua kelainan yang sudah


dikenal berhubungan dengan faktor genetik yaitu familial
hypercholesterolemia dan familial combined hyperlipidemia yang keduanya
cukup banyak dijumpai. Orang dengan hiperkolesterolemia turunan telah
mewarisi ketidaknormalan genetika dalam pemrosesan kolesterol LDL.
Kondisi ini cenderung terdapat pada populasi orang Kanada, Perancis,
Afrikaner di Afrika Selatan, Finlandia, Libanon, dan Yahudi Ashkenazi.
Sementara penyakit genetik kedua yaitu hiperlipidemia gabungan turunan
merupakan kelainan kolesterol turunan yang paling umum. Hubungan
genetiknya belum dapat diketahui secara pasti, namun yang jelas telah
diketahui bahwa, jika seseorang memiliki hiperlipidemia gabungan turunan,
maka kurang lebih separuh dari anggota keluarga dekatnya juga memiliki
kelainan yang sama. Kedua kondisi kelainan genetik diatas dapat
meningkatkan resiko terjadinya penyakit jantung tidak terkecuali hipertensi.

2) Umur
Tekanan darah meningkat sesuai umur dan gejalanya mulai dirasakan
sejak berumur 40 tahun.

Menurut Amiruddin, dkk., (2007) penyakit hipertensi pada kelompok


umur paling dominan berumur 31-51 tahun. Hal ini dikarenakan seiring
bertambahnya usia, tekanan darah cenderung meningkat. Yang mana
penyakit hipertensi umumnya berkembang pada saat umur seseorang
mencapai paruh baya yakni meningkat khususnya yang berusia lebih dari 40
tahun bahkan pada usia lebih dari 60 tahun ke atas.

Sedangkan teori dasar yang dapat mendukung kondisi tersebut telah


diutarakan oleh Price dan Wilson (2005) yaitu peningkatan pembentukan
plak fibrosa atau plak ateromatosa pada pembuluh darah terjadi pada usia 30
sampai mendekati 50 tahun. Pembentukan plak ini akhirnya menimbulkan
penyempitan pada lumen maka resistensi terhadap aliran darah akan
meningkat dan membahayakan aliran darah miokardium.

3) Urban/rural
Orang yang berada di kota lebih banyak beresiko daripada orang di
desa. Daerah perkotaan yang identik dengan kehidupan glamor, serba ada,
aktivitas padat, serta pola hidup masa kini yang praktis dapat merupakan
suatu resiko meningkatnya hipertensi. Berbeda dengan keadaan tersebut,
pedesaan lebih menjanjikan kehidupan yang tenang daripada di kota.

4) Geografis
Penduduk sekitar daerah pantai lebih beresiko daripada penduduk di
pegunungan. Menurut Amiruddin, dkk., (2000) daerah pesisir pantai
merupakan daerah yang lebih berpotensi dengan kandungan natrium
sehingga penduduk pun mengkonsumsi garam dalam jumlah yang lebih
tinggi daripada penduduk di daerah pegunungan yang kemungkinan lebih
banyak mengkonsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan.

5) Seks
Lebih banyak wanita yang menderita hipertensi dibandingkan dengan
pria. Pria memang lebih awal menderita penyakit jantung termasuk
hipertensi. Namun, lebih banyak wanita menderita hipertensi dan penyakit
jantung lainnya, bahkan tidak sedikit yang akhirnya meninggal setelah
menopause. Hal ini dikarenakan tingkat estrogen darah yang menurun tajam
pada masa tersebut. Adapun estrogen sangat berpengaruh terhadap kesehatan
jantung. McGowan, (2001) menguraikan bahwa estrogen melindungi dari
penyakit jantung dengan berbagai cara antara lain :

a) Meningkatkan HDL dan menurunkan LDL yang merupakan 50%


efek proteksi dari estrogen.
b) Menurunkan tingkat lipopotein (a) yang merupakan salah satu faktor
resiko penyakit jantung prematur. Tingkat Lp(a) ini ditentukan secara
genetik dan tidak dapat diubah dengan diet ataupun latihan. Obat
yang dapat menguranginya hanyalah estrogen dan niacin.
c) Estrogen adalah zat antioksidan yang mirip dengan vitamin E dan C
yang melindungi LDL agar tidak teroksidasi, karena LDL yang
teroksidasi dapat memasuki plak aterosklerosis sehingga
menyebabkan penyumbatan.
d) Estrogen adalah pelebar nadi jantung yang sangat kuat.
e) Estrogen dapat menghambat platelet, atau sel penggumpal darah agar
tidak mengumpul dan menyebabkan penghambatan pada nadi
jantung.
Pada wanita yang telah mengalami menopause, dianjurkan agar dapat
mengikuti terapi penggantian estrogen sehingga dapat menurunkan resiko
terjadinya penyakit jantung dan hipertensi.

6) Perubahan gaya hidup


Gaya hidup di dalamnya mencakup :

 Kegemukan atau obesitas.


 Kurang aktivitas dan olah raga.
 Emosi dan stress (terutama pada orang dengan personality tipe A)
 Minum banyak alkohol dan kopi.
 Merokok.
 Makan banyak garam dan lemak.
7) Pengaruh penyakit lain
 Keturunan.
 Penyakit ginjal.
 Penyakit pembuluh darah.
 Kelainan hormon.

C. KLASIFIKASI HIPERTENSI

Berikut adalah tabel klasifikasi tekanan darah untuk dewasa berusia lebih
dari atau sama dengan 18 tahun menurut petunjuk dari WHO-ISH :

TABEL

KLASIFIKASI TEKANAN DARAH UNTUK DEWASA BERUSIA

LEBIH DARI ATAU SAMA DENGAN 18 TAHUN

Sistolik Diastolik
No. Kategori
(mmHg) (mmHg)
1. Optimal < 120 < 80
2. Normal < 130 < 85
3 Normal tinggi 130 – 139 85 – 89
Hipertensi derajat 1 (ringan) 140 – 159 90 – 99
4.
Subgrup : perbatasan 140 – 149 90 – 94
5. Hipertensi derajat 2 (sedang) 160 – 179 100 – 109
6. Hipertensi derajat 3 (berat) ≥ 180 ≥ 110
Hipertensi Sistolik ≥ 140 < 90
7.
Subgrup : perbatasan 149 – 149 < 90

Sumber : Joewono, 2003, Ilmu Penyakit Jantung; modifikasi dari WHO-ISH


Guidelines for The Management of Hypertension, 1999.

Sementara menurut American Heart Association, klasifikasi hipertensi


seperti pada tabel di bawah ini :
TABEL KLASIFIKASI HIPERTENSI MENURUT

AMERICAN HEART ASSOCIATION 2011

Blood Pressure Systolic Diastolic


Category mmHg mmHg (lower #)
(upper#)
Normal Less than 120 And Less than 80
Prehypertension 120-139 Or 80-89
High Blood Pressure 140-159 Or 90-99
(Hypertension)
Stage 1
High Blood Pressure 160 or higher Or 100 or higher
(Hypertension)
Stage 2
Hypertension Crisis Higher than or Higher than 110
(Emergency Care 180
Needed)
American Heart Association, 2011

Bila dalam pengelompokan, hipertensi terbagi atas :

a. Menurut kausanya
1. Hipertensi primer atau essensial.
2. Hipertensi sekunder.
b. Menurut gangguan tekanan darah
1. Hipertensi sistolik; peninggian tekanan darah sistolik saja.
2. Hipertensi diastolik; peninggian tekanan diastolik.
c. Menurut berat atau tingginya peningkatan tekanan darah
1. Hipertensi ringan
2. Hipertensi sedang
3. Hipertensi berat
Selain pengelompokan yang telah dijelaskan di atas, ada pula dikenal tentang
”White Coat Hypertension” dan ”Masked Hypertension”. White coat hipertensi
merupakan peningkatan tekanan darah pada pengukuran di tempat pelayanan
kesehatan atau praktik dokter sedangkan dalam kehidupan sehari-hari tekanan darah
dalam batas normal. Hal ini berkebalikan dengan Masked Hypertension yang
menunjukkan tekanan darah yang normal saat pengukuran di pelayanan kesehatan
namun meningkat secara sporadis ketika pasien berada di komunitas.

D. PATOFISIOLOGI

Hipertensi adalah penyakit multifaktorial yang timbul terutama karena


interaksi faktor-faktor resiko tertentu. Selain faktor predisposisi yang telah
dijelaskan di atas, ada beberapa faktor lain yang juga berkontribusi dalam kenaikan
tekanan darah, yaitu :
1. Sistem saraf simpatis yang meliputi tonus simpatis dan variasi diurnal.
2. Keseimbangan antara modulator vasodilatasi dan vasokonstriksi:
endotel pembuluh darah berperan utama, tetapi remodeling dari endotel,
otot polos dan interstitium juga memberikan kontribusi akhir.
3. Pengaruh sistem autokrin setempat yang berperan pada sistem renin,
angiotensin dan aldosteron.
Kontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat vasomotor
pada medula di otak. Rangsangan dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak
ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis dan melepaskan asetil
kolin pada neuron preganglion, akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke
pembuluh darah melepaskan norepinefrin yang mengakibatkan vasokonstriksi.
Faktor kecemasan, ketakutan pun dapat mempengaruhi rangsang vasokonstriksi ini,
dan orang dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin.

Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh


darah sebagai respon emosi, kelenjar medula adrenal juga terangsang dengan
mensekresikan epinefrin, sementara korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid
lainnya. Hal ini yang menyebabkan vasokonstriksi semakin kuat. Vasokonstriksi
yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal mengaktivasi sistem RAA.
Terjadi pelepasan renin yang merangsang pembentukan angiotensin I, dan kemudian
diubah menjadi angiotensin II (vasokonstriktor kuat) yang juga akhirnya merangsang
sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi air dan
natrium yang meningkatkan volume intravaskuler. Rangsangan simpatis dan aktivasi
sistem RAA ini memacu mekanisme Frank-Starling melalui peningkatan volume
diastolik ventrikel sampai tahap tertentu dan pada akhirnya akan terjadi gangguan
kontraksi miokard (penurunan/gangguan fungsi sistolik) (Smeltzer & Bare, 2001).

Sementara itu pada keadaan atherosklerosis, gangguan struktur anatomi


pembuluh darah perifer yang berlanjut dengan kekakuan pembuluh darah. Kekakuan
pembuluh darah disertai dengan penyempitan dan kemungkinan pembesaran plaque
yang menghambat gangguan peredaran darah perifer. Kekakuan dan perlambatan
aliran darah menyebabkan beban jantung bertambah berat yang akhirnya
dikompensasi dengan peningkatan upaya pemompaan jantung yang memberikan
gambaran peningkatan tekanan darah dalam sistem sirkulasi (Bustan, 2007).
Hipertrofi Ventrikel Kiri (HVK) merupakan kompensasi jantung menghadapi
tekanan darah tinggi ditambah dengan faktor neurohumoral yang ditandai oleh
penebalan konsentrik otot jantung (hipertrofi konsentrik). Fungsi diastolik akan
mulai terganggu akibat dari gangguan relaksasi ventrikel kiri, kemudian disusul oleh
dilatasi ventrikel kiri (hipertrofi eksentrik).
Iskemia miokard (asimtomatik, angina pectoris, infark jantung, dll) dapat
terjadi karena kombinasi akselerasi proses atherosklerosis dengan peningkatan
kebutuhan oksigen miokard akibat dari HVK. HVK, iskemia miokard, dan gangguan
fungsi endotel merupakan faktor utama kerusakan miosit pada hipertensi.
Pada pertimbangan gerontologis, terjadi perubahan struktural dan fungsional
pembuluh darah meliputi atherosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat,
penurunan relaksasi otot polos pembuluh darah berakibat menurunkan kemampuan
distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar
berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa
jantung, mengakibatkan penurunan curah jantung dan meningkatkan tahanan perifer
sehingga tekanan darah pun mengalami peningkatan.
Sindrom Multipel HIPERTENSI Tekanan pembuluh
darah perifer
miningkat
Krisis
Situasional/krisis Resistensi ejeksi darah
kondisional Perubahan Struktur
dari ventrikel
vaskuler arteri & arteriol

Koping Individu
Inefektif Curah jantung Bbeban
Jika berlangsung lama menurun ventrikel
dapat merusak meningkat
Cardiac output
Otak menurun Hipertropi
ventrikel
Sirkulasi sitemik untuk
Pecahnya Serangan Sirkulasi Ginjal Mata Jantung menurun meningkatak
pembuluh iskemik serebral an kekuatan
darah mikro transient terganggu Ketidak seimbangan kontraksi
Sklerosis Sklerosis Oklusi Arteri suplai O2 dengan
Hemoragic Paralisis TIK Progresif Pembuluh Coroner kebutuhan jaringan Jantung
intra sementara meningkat pembuluh darah mata tidak mampu
serebral darah renal menahan
Metabolisme
Sirkulasi ke PJK beban kerja
menurun
Stroke hemiplegia Nyeri Disfungsi mata dalam batas
hemoragic renal menurun Energy menurun kemampuan

Kesadaran Gangguan Kelemahan


Gagal Ginjal Gagal
menurun penglihatan
Akut jantung kiri
Intoleransi aktivitas
koma Risiko injury
E. MANIFESTASI KLINIS

Pada tahap awal, biasanya tanpa keluhan. Bila simtomatik, maka biasanya
disebabkan oleh :

1) Peninggian tekanan darah itu sendiri, seperti berdebar-debar, rasa melayang


(dizzy), dan impoten.
2) Perubahan vaskular seperti cepat capek, sesak napas, sakit dada, sakit kepala,
pusing, muntah, gelisah, bengkak pada kaki atau perut. Gangguan vaskular
lainnya adalah epistaksis, hematuria, pandangan kabur, edema pupil, perdarahan
pada retina.
3) Penyakit dasar seperti pada hipertensi sekunder: polidipsia, poliuria, dan
kelemahan otot pada aldosteronisme primer, nokturia, azotemia. Peningkatan
berat badan dengan emosi yang labil pada sindrom Cushing. Pheochromocytoma
dapat muncul dengan keluhan episode sakit kepala, palpitasi, banyak keringat
dan rasa melayang saat berdiri (postural dizzy).
4) HVK sebagai respon peningkatan beban kerja ventrikel, dan dapat terjadi gagal
jantung kiri bila jantung tidak mampu lagi menahan peningkatan beban kerja.
5) Bila sampai melibatkan pembuluh darah otak dapat menimbulkan stroke dengan
manifestasi hemiplegia.

F. EVALUASI DIAGNOSTIK
1) Urinalisis : protein, leukosit, eritrosit, dan silinder.
2) Hemoglobin / hematokrit.
3) Elektrolit darah : kalium.
4) Ureum / kreatinin.
5) Gula darah puasa.
6) Kolesterol total.
7) EKG menunjukkan HVK sekitar 20-50%.
8) TSH
9) Leukosit darah
10) Trigliserida, HDL, dan kolesterol LDL
11) Kalsium dan fosfor
12) Foto toraks
13) Echokardiogram untuk menemukan HVK lebih dini dan spesifik
14) USG karotis dan femoral
15) Funduskopi
16) CT-Scan dan MRI pada pasien dengan keluhan gangguan neural, kehilangan
memori atau gangguan kognitif.
17) ABPM (Ambulatory Blood Pressure Monitoring) yaitu pemantauan tekanan
darah selama 24 jam. Dapat diketahui perubahan tekanan darah setiap 15 menit
pada pagi hari dan setiap 30 menit pada malam hari (Sanif, 2008).
Menurut PDSPDI (2006), ABPM dapat dilakukan dengan indikasi berikut :

a. Hipertensi borderline atau bersifat episodik.


b.Menyingkirkan kemungkinan hipertensi office atau white coat.
c. Adanya disfungsi saraf otonom.
d.Hipertensi sekunder.
e. Sebagai pedoman pemilihan jenis obat antihipertensi.
f. Tekanan darah yang resisten terhadap pengobatan antihipertensi.
g.Gejala hipotensi yang berhubungan dengan pengobatan antihipertensi.

G. PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan adalah untuk menurunkan tekanan darah menjadi normal,
mengobati payah jantung karena hipertensi, mengurangi morbiditas dan mortalitas
terhadap penyakit kardiovaskular, dan menurunkan faktor resiko terhadap penyakit
kardiovaskular semaksimal mungkin (Mansjoer, 2000).

Tujuan utamanya adalah untuk mencapai tekanan darah kurang dari 140/90 mmHg
dan mengendalikan setiap faktor resiko kardiovaskuler melalui perubahan pola atau
gaya hidup. Bila perubahannya tidak cukup memadai, maka harus dimulai terapi
obat (Price dan Wilson, 2005).

 Terapi nonfarmakologi mencakup perubahan gaya hidup antara lain :


1) Mengurangi asupan garam dan lemak
Setiap hari umumnya kita mengonsumsi > 10 gr garam dalam
berbagai makanan. Menurut Beveers (2002) natrium yang dianjurkan
untuk konsumsi per hari hendaknya tidak melebihi 5 gr. Pengurangan
setiap gram garam sehari dapat memberikan efek penurunan tensi 1
mmHg.

Perlu untuk menghindari sumber-sumber makanan yang tinggi


natrium, lemak dan kolesterol seperti snack; kue kering; biscuit; cake;
ikan, daging, sayuran yang diasinkan; fast food; jeroan; kuning telur;
coklat; santan dan lain sebagainya.

Sebaliknya dianjurkan untuk mengonsumsi banyak buah dan


sayuran karena terbukti dapat membantu menurunkan TD.

2) Mengurangi asupan alkohol dan cafein


Alkohol sebenarnya memiliki banyak khasiat antara lain
vasodilatasi, peningkatan HDL, fibrinolitis, dan mengurangi
kecenderungan pembekuan darah. Batasan normal yang dapat dianjurkan
adalah tidak melebihi 1 – 2 unit konsumsi perhari (1 unit = 10 gr alkohol,
setara dengan 1 gelas anggur atau 1 kaleng bir). Konsumsi berlebihan
dalam jangka waktu panjang dapat meningkatkan tekanan diastolik
sampai 0,5 mmHg/10 gr alkohol. (D’Angelo & Yang, 2008).

Konsumsi kopi (cafein), sebaiknya tidak lebih dari 3 cangkir sehari


karena efek vasokonstriksi yang dapat ditimbulkannya.

3) Menghentikan merokok
Nikotin dapat memperberat kerja jantung, dan menyebabkan efek
vasokonstriksi dan aterosklerosis pada arteri yang kecil sehingga sirkulasi
darah berkurang dan meningkatkan TD. (Tan & Kirana, 2002).

4) Mengurangi berat badan bagi penderita obesitas


Berat badan yang berlebihan dapat menyebabkan bertambahnya
volume darah dan perluasan sistem sirkulasi. Bila bobot ekstra
dihilangkan, Td dapat turun lebih kurang 0,7/0,5 mmHg pada setiap kg
penurunan berat badan. (Tan & Rahardja, 2002).

5) Meningkatkan aktivitas fisik dan olahraga teratur


Dengan berolahraga, kita bisa membakar setiap kalori tubuh,
sehingga merasa lebih sehat, bugar, dan bahkan mengendalikan berat
badan. Berolahraga dapat mengendurkan semua otot yang kaku melalui
peregangan, sehingga kelenturan tubuh terjaga. Peredaran darah dari dan
menuju jantung akan menjadi lancar dan mampu mengalirkan oksigen ke
seluruh tubuh jika ditunjang dengan berolahraga. Hal ini akan
menyehatkan jantung dan resiko hipertensi pun dapat dihindari.

Walaupun TD meningkat pada waktu mengeluarkan tenaga akut,


namun bila olahraga secara teratur dapat menurunkan TD yang tinggi
karena saraf parasimpatik akan menjadi relatif lebih aktif daripada sistem
simpatik dengan kerja vasokonstriksinya (Tan & Rahadrja, 2002).
Olahraga aerobik teratur minimal 3x seminggu selama 30 menit setiap
hari cukup untuk memberikan hasil penurunan TD 4-9 mmHg (Riaz,
2011).

Kurangnya olahraga dan aktivitas fisik menimbulkan resiko


hipertensi dengan penimbunan lemak tanpa adanya pembakaran.

6) Menghindari stres atau ketegangan serta istirahat yang cukup


Hubungan stres dengan aktivitas saraf simpatis yang dapat
meningkatkan tekanan darah secara bertahap. Bila stres berkepanjangan
tekanan darah menjadi tetap tinggi sebagai akibat dari pelepasan
adrenalin dan noradrenalin yang bersifat vasokontriksi sehingga
meningkatkan tekanan darah.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terlalu besarnya rasa


khawatir, cemas, menghadapi situasi yang tegang, serta banyaknya agresi
dan rasa permusuhan yang ditekan-tekan dapat menyebabkan aritmia
jantung yang membahayakan (McGowan, 2001).

Dengan cukup istirahat, tidur, relaksasi mental, serta mengurangi


stres dapat membantu menurunkan TD.

 Terapi farmakologi antara lain :


1) Diuretika
Yang termasuk dalam golongan diuretik antara lain:
a. Diuretik thiazid
Bekerja dengan menurunkan volume darah, aliran darah ginjal,
dan curah jantung. Yang termasuk obat golongan ini adalah
Chlorthalidone (Hygroton), Quinethazone (Hydromox),
Chlorothiazide (Diuril) dan Hydrochlorothiazide (Esidrix;
Hydrodiuril).
b. Diuretik loop
Contoh golongan ini adalah Furosemide (lasix) dengan cara
kerjanya menurunkan volume darah, menghambat reabsorpsi
natrium dan air dalam ginjal, serta sebagai antagonis terhadap
aldosterone.
c. Diuretik pengganti kalium
Yang termasuk golongan obat ini adalah Spironolactone
(Aldactone) dan Triamterene (Dyrenium). Spironolactone bekerja
dengan menginhibisi kompetitif aldosterone, sementara Triamterene
tidak tergantung pada aldosterone dan bekerja langsung pada
tubulus ginjal terhadap retensi kalium.

2) β – Blocker
Obat-obatan golongan Beta-reseptor blockers ini bekerja sebagai
anti-adrenergik dengan jalan menempati secara bersaing terhadap
reseptor Beta adrenergik, baik 1(terdapat di jantung, SSP dan ginjal)
maupun 2 (terdapat di bronkus, dinding pembuluh darah dan usus) dan
mengakibatkan penurunan aktivitas adrenalin dan noradrenalin. Beberapa
obat yang termasuk dalam golongan ini adalah :

a. Propanolol (Inderal; Indiretic), menyekat system saraf simpatik


khususnya saraf simpatik ke jantung yang menghasilkan
kecepatan jantung lebih lambat dan tekanan darah yang menurun.
b. Metoprolol (Lopressor), menyekat akses norepinefrin ke reseptor
1 adrenergik khususnya di jantung, menurunkan tekanan darah
dengan menurunkan curah jantung dan tahanan perifer.
c. Labetolol (Trandate, Normodyne), -blocker nonselektif yang
menyekat reseptor adrenergic sehingga mengakibatkan dilatasi
perifer dan menurunkan tahanan vaskuler perifer.
Jenis-jenis lain golongan -blocker antara lain :

Nama
Generik Patent
Asebutolol Spectral
Alprenolol Alpresol
Atenolol Tenormin
Betaxolol Kerlon
Bevantolol Ranestol
Bisoprolol Concor
Carteolol Mikelan
Carvedilol Eucardic
Celiprolol Dilanorm
Esmolol Brevibloc
Metipranolol -Ophtiol
Nadolol Corgard
Oxprenolol Trasicor
Pindolol Visken
Sotalol Sotacor
timolol Blocarden

3) α – Blocker
Bekerja dengan memblok reseptor -adrenergik, baik pada 1 (post-
synaptic) maupun 2 (pre-synaptic) pada otot polos pembuluh (dinding),
khususnya di pembuluh kulit dan mukosa. Bila reseptor ini diaktivasi
oleh adrenalin dan noradrenalin maka otot polos akan menciut. -blocker
melawan efek vasokonstriksi tersebut baik secara selektif maupun
nonselektif. Beberapa contoh obat golongan ini adalah :

a. Golongan nonselektif, yaitu Phentolamine (Regitin).


b. Golongan 1-blocker selektif: Prazosin, Doxazosin, Terazosin,
Alfuzosin, Bunazosin (Detantol) dan Tamsulosin (Omnic).
c. Golongan 2-blocker selektif : Yohimbin
4) Obat-obat SSP
a. Clonidine (Catapres; Dixarit), bekerja melalui saraf pusat melalui
stimulasi mediasi 2-adrenergik pusat di otak yang mengakibatkan
penurunan tekanan darah.
b. Methyldopa (Aldomet), penghambat dekarboksilase, mengganti
norepinefrin dari tempat penyimpanannya yang menghambat
aktivitas adrenergik dan menurunkan tekanan darah, diperkirakan
berikatan dengan reseptor 2 sentral.
5) Vasodilator
a. Hydralazine (Apresoline): menurunkan tekanan perifer namun
secara berlawanan dapat meningkatkan curah jantung, bekerja
langsung pada otot polos pembuluh darah.
b. Minoxidil: menyebabkan vasodilatasi langsung pada pembuluh
arteriol, mengakibatkan penurunan tekanan vaskuler, menurunkan
tekanan sistolik dan diastolik.
c. Natrium nitroprusside (Nipride, Nitropress), Nitro glycerin dan
Diazoxide (Hyperstat): efek relaksasi otot polos sehingga terjadi
vasodilatasi perifer.
6) Inhibitor ACE
Captopril (Capoten) bekerja dengan menghambat konversi
angiotensin I menjadi angiotensin II dan menurunkan tahanan perifer
total.

7) Antagonis kalsium
a. Nifedipine (Procardea; Adalat): menghambat masukan ion
kalsium ke dalam sel melalui membran. Efek vasodilatasinya
pada arteriol koroner dan perifer. Dapat menurunkan kerja
jantung dan konsumsi energy, serta meningkatkan pengiriman
oksigen ke jantung.
b. Diltiazem (Cardizem) : menghambat pemasukan ion kalsium ke
dalam sel dan menurunkan afterload jantung.
c. Varapamil (Calan; Isoptin) : menghambat aliran masuk ion
kalsium ke dalam sel, serta memperlambat kecepatan hantaran
impuls jantung.
 Upaya Pencegahan
Upaya-upaya yang dilakukan untuk pencegahan penyakit hipertensi menurut
Bustan (2007) adalah :

1) Pencegahan primordial.
Upaya ini dimaksudkan untuk memberi kondisi pada masyarakat
yang memungkinkan sehingga penyakit tidak mendapat dukungan dari
kebiasaan, gaya hidup, ataupun faktor resiko lainnya. Pada prinsipnya,
upaya pencegahan primordial adalah mempertahankan gaya hidup yang
sudah ada dan benar dalam masyarakat ; serta melakukan modifikasi,
penyesuaian terhadap resiko yang ada atau berlangsung dalam
masyarakat.

2) Promosi kesehatan : meliputi pendidikan kesehatan dan kampanye


kesadaran masyarakat.
3) Proteksi spesifik : misalnya dengan mengurangi garam, makan rendah
lemak dan kalori, reduksi stres, exercise, dan no smoking. sebagai salah
satu faktor resiko.
4) Diagnosis dini : screening, pemeriksan check-up.
5) Pengobatan tepat : segera mendapatkan pengobatan komprehensif dan
kausal awal keluhan.
6) Rehabilitasi : upaya perbaikan dampak lanjut hipertensi yang tidak bisa
diobati.

TINGKATAN UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT HIPERTENSI

Level Level Perjalanan


Intervensi Pencegahan
Patogenesis Pencegahan Hipertensi
Level I :  Sehat/norma  Meningkatkan derajat
 Primordia l kesehatan dengan gizi
l  Interaksi trias dan perilaku hidup
 Promotif epidemiologi sehat
Prepato-
 Proteksi  Belum ada  Pertahankan
genesis
spesifik gejala tapi keseimbangan trias
ada resiko epidemiologi
 Turunkan atau hindari
resiko
Level II :  Hipertensi  Pemeriksaan periodik
 Diagnosa ringan tekanan darah
awal  Hipertensi  Hindari lingkungan yang
Patogenesis
 Pengoba- sedang stres
tan yang  Hipertensi
tepat berat
 Komplikasi
Post- Level III : Jaga kualitas hidup
 Kronis
Patogenesis Rehabilitasi optimum
 Meninggal
Sumber : Bustan, 2007, Epidemiologi Penyakit Tidak Menular

H. KOMPLIKASI

Komplikasi pada hipertensi yang mungkin terjadi mencakup :


1) Retinopati dan penyakit arteri perifer
Kerusakan pembuluh darah akibat hipertensi terlihat jelas di seluruh
pembuluh darah perifer. Perubahan pembuluh darah retina mudah diketahui
dengan pemeriksaan oftalmoskopik, dan sangat berguna untuk menilai
perkembangan penyakit dan respon terhadap terapi yang diberikan.
2) Gagal jantung
Peningkatan tekanan darah sistemik meningkatkan resistensi pemompaan
darah dari ventrikel kiri sehingga beban kerja jantung bertambah. Akibatnya,
terjadi hipertrofi ventrikel untuk meningkatkan kekuatan kontraksi. Akan tetapi,
kemampuan ventrikel untuk mempertahankan curah jantung dengan hipertrofi
kompensasi akhirnya terlampaui, maka terjadi dilatasi dan payah jantung. Bila
disertai dengan aterosklerosis koroner yang berlanjut maka penyediaan oksigen
miokardium berkurang. Peningkatan kebutuhan oksigen miokardium akibat
hipertrofi ventrikel dan peningkatan beban kerja jantung ini akhirnya akan
menyebabkan angina atau infark miokardium yang berlanjut menjadi gagal
jantung.
3) Insufisiensi ginjal kronis
Penyakit ginjal yang terjadi dapat mencakup kelainan pada glomerulus
maupun pada kelainan vaskuler. Keadaan ini dapat terjadi karena akibat
langsung dari kenaikan tekanan darah pada ginjal yang mengaktivasikan sistem
RAA secara terus-menerus dalam memelihara hemodinamik dan homeostatis
kardiovaskuler.
4) CVA atau stroke
Perubahan struktur arteriola dan arteri-arteri kecil menyebabkan
penyumbatan pembuluh darah progresif. Bila pembuluh darah menyempit, maka
aliran arteri terganggu dan dapat menyebabkan mioinfark jaringan. Obstruksi dan
vasokonstriksi ini semakin memperparah peningkatan tekanan dan beresiko
terjadinya ruptur pada pembuluh darah di otak atau stroke.
DIABETES MELITUS TIPE II

1. DEFINISI
Diabetes melitus adalah keadaan hiperglikemi kronis disertai berbagai kelainan
metabolik yang mengakibatkan gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai
komplikasi kronis pada mata, ginjal, syaraf dan pembuluh darah. (Mansjoer Arief,
2000)
Diabetes melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth,
2002)
Diabetes melitus adalah kumpulan gejala yang timbul pada seseorang akibat
peningkatan kadar glukosa darah yang disebabkan oleh kekurangan insulin baik
absolut maupun relatif. (Suyono, 2003)
 Absolut terjadi apabila sel beta pankreas tidak dapat menghasilkan insulin
dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan sehingga penderita
membutuhkan suntikan insulin.
 Relatif apabila sel beta pankreas masih mampu memproduksi insulin yang
dibutuhkan tetapi hormon yang dihasilkan tersebut tidak dapat bekerja secara
optimal.

Klasifikasi diabetes melitus:

a. Diabetes Melitus tipe 1


Diabetes melitus tipe 1 adalah diabetes yang bergantung pada insulin, pada
awalnya diagnosa biasa dilakukan pada anak-anak, remaja atau dewasa muda.
Pada diabetes ini, sel beta pankreas tidak dapat membuat insulin. Diabetes tipe 1
biasanya dijumpai pada orang yang tidak gemuk, berusia kurang dari 30 tahun.

b. Diabetes Melitus tipe 2


Diabetes melitus ini tipe yang tidak bergantung pada insulin. Diabetes melitus ini
disebabkan insulin yang tidak dapat bekerja dengan baik, kadar insulin dapat
normal, rendah atau bahkan meningkat tetapi fungsi insulin untuk metabolisme
glukosa tidak ada atau kurang.

c. Diabetes Gestasional
Diabetes ini terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak mengidap
diabetes. Sekitar 50% wanita pengidap kelainan ini akan kembali ke status non-
diabetes setelah kehamilan berakhir. Namun, risiko mengalami diabetes tipe 2
pada waktu mendatang lebih besar daripada normal. Wanita yang mengidap
diabetes gestasional mungkin sudah memiliki gangguan subklinis pengontrolan
glukosa bahkan sebelum diabetesnya muncul.

d. Diabetes Melitus tipe lain


- Diabetes genetik fungsi sel beta
Beberapa bentuk diabetes dihubungkan dengan defek monogen pada fungsi
sel beta
- Defek genetik kerja insulin
Terdapat mutasi pada reseptor insulin yang mengakibatkan hiperinsulinemia,
hiperglikemia, dan diabetes.
- Penyakit eksokrin pankreas
Meliputi pankreatitis, trauma, pankreatektomi dan carcinoma pankreas.
- Endokrinopati
Beberapa hormon seperti GH, kortisol, glukagon, dan epinefrin bekerja
mengantagonis aktivitas insulin. Kelebihan hormon-hormon ini, seperti pada
sindroma cushing, Glukagonoma, feokromositoma dapat menyebabkan
diabetes.
- Karena obat/zat kimia
Beberapa obat dapat mengganggu sekresi dan kerja insulin. Vocor (racun
tikus) dan pentamidin dapat merusak sel beta. Asam nikotinat dan
glukortikoid mengganggu kerja insulin.
- Infeksi
Virus tertentu dihubungkan dengan kerusakan sel beta, seperti rubella,
coxsackie virus B, CMW, adenovirus dan mumps.
- Imunologi
Ada 2 kelainan imunologi yang diketahui yaitu sindrom stiffmon dan
antibodi antiinsulin reseptor.
- Sindroma genetik lain
Down’s syndrome, Kimefeller syndrome, Turner syndrome dll.
2. ETIOLOGI
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin pada diabetes tipe 2 masih belum diketahui. Faktor genetik memegang
peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin (disertai penurunan reaksi intrasel,
dengan demikian menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa
oleh jaringan sehingga mengganggu ikatan dengan reseptor khusus di permukaan).
- Etiologi DM tipe 2 merupakan multifaktor yang belum punya/sepenuhnya
terungkap dengan jelas.
- Etiologi DM tipe 2 tidak seperti pada DM tipe 1, DM tipe 2 tidak memiliki
hubungan dengan aktivitas HLA, virus atau autoimunitas dan biasanya pasien
mempunyai sel beta yang masih berfungsi (walau terkadang memerlukan insulin
eksogen tetapi tidak bergantung seumur hidup)
- DM tipe 2 ini bervariasi mulai dari yang predominan gangguan sekresi insulin
bersama resistensi insulin.
- Pada DM tipe 2 resistensi insulin terjadi pada otot, lemak dan hati serta terdapat
respons yang inadekuat pada sel beta pankreas.
- Terjadi peningkatan kada asam lemak bebas di plasma, penurunan transport
glukosa di oto, peningkatan produksi glukosa hati dan peningkatan produksi
glukosa hati dan peningkatan lipolisis.
- Defek yang terjadi pada DM tipe 2 disebabkan oleh gaya hidup yang diabetonik
(asupan kalori yang berlebihan, aktivitas fisik yang rendah, obesitas) ditambah
kecenderungan secara genetik.
- Nilai BMI yang dapat memicu terjadinya DM tipe 2 adalah berbeda-beda untuk
setiap hari.
3. FAKTOR RESIKO
Faktor resiko yang dapat mempengaruhi DM tipe 2 dapat dibagi menjadi dua yaitu:
a. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi
- Umur
Manusia mengalami penurunan fisiologis setelah umur 40 tahun. Diabetes
melitus sering muncul setelah manusia memasuki umur rawan tersebut.
Semakin bertambahnya umur, maka resiko menderita DM akan meningkat
terutama 45 tahun.
- Jenis kelamin
Distribusi penderita DM menurut jenis kelamin sangat bervariasi. Di
Amerika Serikat penderita DM lebih banyak terjadi pada perempuan
daripada laki-laki. Namun mekanisme yang menghubungkan jenis kelamin
dengan kejadian DM belum jelas.
- Bangsa dan etnik
Berdasarkan penelitian terakhir di 10 negara menunjukkan bahwa Asia lebih
beresiko terserang DM dibandingkan bangsa barat. Disebabkan penduduk
Asia kurang berolahraga dibandingkan bangsa-bangsa di benua barat.
- Faktor keturunan
Adanya riwayat DM dalam keluarga terutama orang tua dan saudara kandung
memiliki resiko yang lebih besar terkena penyakit ini dibandingkan anggota
keluarga yang tidak menderita diabetes. Ahli menyebutkan bahwa diabetes
melitus merupakan penyakit yang terpaut kromosom seks atau kelamin.
Umumnya pada laki-laki menjadi penderita sesungguhnya, sedangkan
perempuan sebagai pihak yang membawa gen untuk diwariskan kepada
anak-anaknya.
- Riwayat penderita diabetes gestasional
Diabetes gestasional dapat terjadi sekitar 2-5% pada ibu hamil. Biasanya
diabetes akan hilang setelah anak lahir. Namun, dapat pula terjadi diabetes di
kemudian hari. Ibu hamil yang menderita diabetes akan melahirkan bayi
besar dengan BB lebih dari 4000 gram. Apabila hal ini terjadi, maka
kemungkinan besar si ibu akan mengidap DM tipe 2 kelak.
- Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir lebih dari 4000 gram.

b. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi


- Obesitas
Semakin banyak jaringan lemak pada tubuh, maka tubuh semakin resisten
terhadap kerja insulin, terutama bila lemak tubuh atau kelebihan berat badan
terkumpul di daerah sentral atau perut (central obesity). Lemak dapat
memblokir kerja insulin sehingga glukosa tidak dapat diangkut ke dalam sel
dan menumpuk dalam pembuluh darah, sehingga terjadi peningkatan kadar
glukosa darah. Obesitas merupakan faktor resiko terjadinya DM tipe 2 sekitar
80-90% penderita obesitas.
- Aktifitas fisik yang kurang
Prevalensi DM mencapai 2-4 kali lipat terjadi pada individu yang kurang
aktif dibandingkan dengan individu yang aktif. Semakin kurang aktifitas
fisik, maka semakin mudah seseorang terkena diabetes. Olahraga atau
aktifitas fisik dapat membantu mengontrol berat badan. Glukosa dalam darah
akan dibakar menjadi energi, sehingga sel-sel tubuh menjadi lebih sensitif
terhadap insulin.
- Hipertensi
Hipertensi juga dapat menimbulkan resisten insulin dan menjadi salah satu
faktor resiko DM. Resistensi insulin merupakan penyebab utama peningkatan
kadar glukosa darah.
- Stress
Kondisi stress kronik cenderung membuat seseorang mencari makanan yang
manis-manis dan berlemak tinggi untuk meningkatkan kadar serotonin pada
otak. Serotonin mempunyai efek penenang sementara untuk meredakan
stress. Tetapi efek konsumsi makanan yang manis dan berlemak tinggi terlalu
banyak berbahaya bagi orang DM.
- Pola makan
Pola makan yang salah dapat mengakibatkan kurang gizi atau kelebihan BB.
Kurang gizi (malnutrisi) dapat mengganggu fungsi pankreas dan
mengakibatkan gangguan sekresi insulin. Sedangkan kelebihan BB dapat
mengakibatkan gangguan kerja insulin.
- Penyakit pada pankreas: pankreatitis, neoplasma, fibrostik kistik
- Alkohol
Dapat menyebabkan terjadinya inflamasi kronis pada pankreas (pankreatitis).
Penyakit tersebut dapat menimbulkan gangguan produksi insulin dan
akhirnya dapat menjadi DM.
- Dislipidemia
Adalah keadaan yang ditandai dengan kenaikan kadar lemak darah
(trigliserida > 250 mg/dl). Terdapat hubungan antara kenaikan plasma insulin
dengan rendahnya HDL (< 35 mg/dl) sering didapat pada pasien diabetes.
4. PATOFISIOLOGI

Penuaan, infeksi, gaya hidup: Diit, kehamilan, obesitas

Sel  pankreas rusak/terganggu

Defisiensi insulin

Katabolisme protein  Glukagon  Lipolisis 

BUN  As. Amino  Hiperglikemia Hiperosmolalitas As. Lemak bebas 

As. Laktat  Glukosuri Koma As. Lemak teroksidasi

Glukoneogenesis  Diuretik osmotik Kalori keluar Ketonemia

Sel kelaparan Poliuri Rasa lapar Ketonuri

Hilang protein Prod. Energi Dehidrasi Polifagi Ketoasidosis


tubuh metabolisme

Respon Kelelahan < Volume cairan Defisiensi Asidosis


peredaran dan elektrolit pengetahuan metabolik
darah lambat

Resiko infeksi Syok Ketidakseimbangan nutrisi:


lebih dari keb. tubuh
5. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klini diabetes melitus:
a. Poliuria (peningkatan pengeluaran urin)
Kekurangan insulin untuk mengangkut glukosa melalui membran dalam sel
menyebabkan cairan intrasel berdifusi ke dalam sirkulasi atau cairan
intravaskuler, aliran darah ke ginjal meningkat sebagai akibat dari
hiperosmolariti dan akibatnya akan terjadi diuresis osmotik (poliuria).
b. Polidipsia (peningkatan rasa haus)
Akibat meningkatnya difusi cairan dari intrasel ke dalam vaskuler menyebabkan
penurunan volume inttrasel sehingga efeknya dehidrasi sel. Akibat dari dehidrasi
sel, mulut menjadi kering dan sensor haus teraktivasi menyebabkan seseorang
haus terus dan ingin selalu minum (polidipsia).
c. Poliphagia (peningkatan rasa lapar)
Karena glukosa tidak dapat masuk ke sel akibat dari penurunannya kadar insulin
maka produksi energi menurun, penurunan energi akan menstimulasi rasa lapar.
Maka reaksi yang terjadi adalah seseorang akan lebih banyak makan
(poliphagia).
d. Penurunan berat badan
Akibat glukosa tidak dapat ditransport ke dalam sel maka sel kekurangan cairan
dan tidak mampu mengadakan metabolisme, akibat dari sel itu maka sel akan
menciut, sehingga seluruh jaringan terutama otot mengalami atrofi dan
penurunan secara otomatis.
e. Rasa lelah dan kelemahan otot
Akibat aliran darah pada pasien DM lambat, katabolisme protein di otot dan
ketidakmampuan sebagian besar sel untuk menggunakan glukosa sebagai energi.
f. Kesemutan/rasa baal akibat neuropathy
Pada penderita DM regenerasi sel persarafan mengalami gangguan akibat
kekurangan bahan dasar utama yang berasal dari unsur protein. Akibatnya
banyak sel persarafan terutama perifer mengalami kerusakan.
g. Peningkatan angka infeksi
Akibat penurunan protein sebagai bahan dasar pembentuk antibodi, peningkatan
konsentrasi glukosa disekresi mukus, gangguan imun dan penurunan aliran darah
pada penderita DM kronis.
h. Mata kabur
Disebabkan oleh katarak/gangguan refraksi akibat perubahan pada lensa oleh
karena hiperglikemia, mungkin juga disebabkan kelainan pada corpus vitreum.
i. Luka sukar sembuh
Proses penyembuhan luka membutuhkan bahan dasar utama protein dan unsur
makanan lain. Pada penderita DM bahan protein banyak diformulasikan untuk
kebutuhan energi sel sehingga bahan yang dipergunakan untuk penggantian
jaringan yang rusak tergganggu. Selain itu luka yang sulit sembuh dapat
diakibatkan oleh pertumbuhan mikroorganisme yang cepat pada orang DM.
j. Kelainan kulit: gatal/bisul
Biasanya terjadi di daerah kemaluan/ daerah lipatan kulit seperti ketiak dan
dibawah payudara. Sering pula dikeluhkan timbulnya bisul dan luka yang lama
sembuhnya. Luka ini dapat timbul akibat hal yang sepele seperti luka lecet
karena sepatu atau tertusuk peniti atau akibat timbulnya jamur.
k. Impotensi
Mengalami penurunan produki hormon seksual akibat kerusakan testoteron dan
sistem yang berperan.
l. Keputihan
Pada wanita, keputihan dan gatal merupakan keluhan yang sering ditemukan dan
kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala yang dirasakan.

6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan glukosa darah sewaktu (GDS)
b. Pemeriksaan glukosa darah puasa (GDP)
Bukan DM Belum pasti DM Pasti DM
Kadar glukosa darah sewaktu:
- Plasma vena < 110 110 – 199 > 200
- Darah kapiler < 90 90 – 199 > 200
Kadar glukosa darah puasa:
- Plasma vena < 110 110 – 125 > 126
- Darah kapiler < 90 90 – 109 > 110

c. Pemeriksaan glukosa darah 2 jam setelah makan (GDPP)


d. Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO)
Cara pemeriksaan TTGO menurut WHO adalah:
1. 3 hari sebelum pemeriksaan, pasien makan seperti biasa
2. Kegiatan jasmani sementara cukup, tidak terlalu banyak
3. Pasien puasa semalam selama 10 – 12 jam
4. Periksa glukosa darah puasa
5. Berikan glukosa 75 gram yang dilarutkan dalam air 250 ml, lalu minum
dalam waktu 5 menit
6. Periksa glukosa darah 1 jam dan 2 jam sesudah beban glukosa
7. Selama pemeriksaan, pasien yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok
e. Osmolalitas serum: meningkat tapi biasanya < 330 mOsm/l
f. Gas darah arteri: biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada HCO3
(asidosis metabolik) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
g. Pemeriksaan fungsi tiroid: peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat
meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
h. Insulin darah: mungkin menurun/bahkan tidak ada (pada tipe 1) atau normal
sampai tinggi (pada tipe 2)
i. Urine: gula dan aseton positif, berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat.
j. Kultur dan sensitivitas: kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi
pernapasan dan infeksi pasa luka.
k. Tes HbA1c: dianggap DM jika kadar HbA1c  6,5 % pada 2 pemeriksaan yang
terpisah.

7. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas
insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi vaskuler
serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar
glukosa darah normal.
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :
a. Diet
Suatu perencanaan makanan yang terdiri dari 10% lemak, 15% Protein, 75%
Karbohidrat kompleks direkomendasikan untuk mencegah diabetes. Kandungan
rendah lemak dalam diet ini tidak hanya mencegah arterosklerosis, tetapi juga
meningkatkan aktivitas reseptor insulin.
b. Latihan
Latihan juga diperlukan untuk membantu mencegah diabetes. Pemeriksaan
sebelum latihan sebaiknya dilakukan untuk memastikan bahwa klien lansia
secara fisik mampu mengikuti program latihan kebugaran. Pengkajian pada
tingkat aktivitas klien yang terbaru dan pilihan gaya hidup dapat membantu
menentukan jenis latihan yang mungkin paling berhasil. Berjalan atau berenang,
dua aktivitas dengan dampak rendah, merupakan permulaan yang sangat baik
untuk para pemula. Untuk lansia dengan NIDDM, olahraga dapat secara
langsung meningkatkan fungsi fisiologis dengan mengurangi kadar glukosa
darah, meningkatkan stamina dan kesejahteraan emosional, dan meningkatkan
sirkulasi, serta membantu menurunkan berat badan.
Penderita diabetes harus diajarkan untuk selalu melakukan latihan pada saat yang
sama (sebaiknya ketika kadar glukosa darah mencapai puncaknya) dan intesitas
yang sama setiap harinya. Olahraga yang dianjurkan adalah aerobik low impact
dan rhitmis, misalnya berenang, jogging, naik sepeda, sedangkan latihan resisten
statis tidak dianjurkan (misalnya olahraga beban angkat besi dll). Olahraga yang
disarankan adalah olahraga yang bersifat CRIPE.
- Continous: latihan harus berkesinambungan dan dilakukan terus-menerus
tanpa henti. Contoh: bila dipilih jogging 30 menit, maka selama 30 menit
pasien melakukan jogging tanpa istirahat.
- Rhytmical: latihan olahraga yang dipilih yang berirama, yaitu otot-otot
berkontraksi dan relaksasi secara teratur. Contoh: jalan kaki, jogging,
berenang, bersepeda.
- Interval: latihan dilakukan selang-seling antara gerak cepat dan lambat.
Contoh: jalan cepat diselingi jalan lambat.
- Progressive: latihan dilakukan secara bertahap sesuai dengan kemampuan
dari intensitas ringan sampai sedang hingga mencapai 30-60 menit.
- Endurance: latihan daya tahan untuk meningkatkan kemampuan
kardiorespirasi, seperti jalan (jalan santai atau cepat, sesuai umur), jogging,
berenang, dan bersepeda.
c. Pemantauan
Pada pasien dengan diabetes, kadar glukosa darah harus selalu diperiksa secara
rutin. Selain itu, perubahan berat badan lansia juga harus dipantau untuk
mengetahui terjadinya obesitas yang dapat meningkatkan resiko DM pada lansia.
d. Terapi (jika diperlukan)
Sulfoniluria adalah kelompok obat yang paling sering diresepkan dan efektif
hanya untuk penanganan NIDDM. Pemberian insulin juga dapat dilakukan untuk
mepertahankan kadar glukosa darah dalam parameter yang telah ditentukan
untuk membatasi komplikasi penyakit yang membahayakan.
Pada diabetes tipe 2, insulin mungkin diperlukan sebagai terapi jangka panjang
untuk mengendalikan kadar glukosa darah jika diet dan obat hipoglikemia oral
tidak berhasil mengontrolnya.
Terapi Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
Untuk sediaan obat hipoglikemik oral terbagi menjadi 3 golongan:
- Obat-obatan yang meningkatkan sekresi insulin atau merangsang sekresi
insulin di kelenjar pankreas meliputi golongan Sulfonilurea dan Glinida.
Contoh senyawa dari golongan ini adalah Gliburida/Glibenklamid, Glipizida,
Glikazida, Glimepirida, Glikaidon, Repaglinide, Nateglinide.
- Sensitiser Insulin (obat-obat yang dapat meningkatkan sensitifitas sel
terhadap insulin), meliputi obat golongan Biguanida dan Tiazolodindion,
yang dapat membantu tubuh untuk memanfaatkan insulin secara efektif.
Contoh-contoh senyawa dari golongan ini adalah Metformin, Rosiglitazone,
Troglitazone, Proglitazone.
- Inhibitor Katabolisme Karbohidrat, antara lain inhibitor -glukosidase yang
bekerja menghambat absorbsi glukosa dan umum digunakan untuk
mengendalikan hiperglikemia post pandrial. Contoh dari senyawa golongan
ini adalah Acarbase dan Miglitol.
e. Pendidikan
Pengelolaan mandiri diabetes secara optimal membutuhkan partisipasi aktif
pasien dalam merubah perilaku yang tidak sehat. Tim kesehatan harus
mendampingi pasien dalam perubahan perilaku tersebut, yang berlangsung
seumur hidup. Keberhasilan dalan mencapai perubahan perilaku membutuhkan
edukasi, pengembangan keterampilan dan motivasi yang berkenaan dengan:
- Diet yang harus dikomsumsi
- Latihan
- Penggunaan insulin

8. KOMPLIKASI
a. Hipoglikemia
Hipoglikemia (kadar gula darah yang abnormal rendah) terjadi apabila kadar
glukosa darah turun dibawah 50 mg/ dl. Keadaan ini dapat terjadi akibat
pemberian insulin atau preparat oral yang berlebihan, konsumsi makanan yang
terlalu sedikit atau karena aktivitas fisik yang berat. Hipoglikemia dapat terjadi
setiap saat pada siang atau malam hari. Kejadian ini dapat terjadi sebeum makan,
khususnya jika makan yang tertunda atau bila pasien lupa makan camilan.
b. Diabetes Ketoasidosis
Diabetes ketoasidosis disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak cukup
jumlah insulin yang nyata. Keadaan ini mengakibatkan gangguan metabolisme
karbohidrat, protein dan lemak. Ada tiga gambaran klinik yang penting pada
diabetes ketoasidosis :
- Dehidrasi
- Kehilangan elektrolit
- Asidosis

Apabila jumlah insulin berkurang, maka jumlah glukosa yang memasuki sel akan
berkurang pula. Selain itu prroduksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali,
kedua faktor tersebut akan mengakibatkan hiperglikemia. Dalam upaya untuk
menghilangkan glukosa dalam tubuh, ginjal akan mensekresikan glukosa
bersama-sama air dan elektrolit (natriun dan kalium). Diuresis osmotik yang
ditandai oleh urinasi yang berlebihan (poliuria) ini akan menyebabkan dehidrasi
dan kehilangan elektrolit.

c. Syndrom Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik (SHHNK)


Merupakan keadaan yang didominasi oleh hiperosmolaritas dan hipergklikemia
yang disertai perubahan tingkat kesadaran (Sense of Awareness). Keadaan
hiperglikemia persisten menyebabkan diuresis osmotik sehingga terjadi
kehilangan cairan dan elektrolit. Untuk mempertahankan keseimbangan osmotik,
cairan akan berpindah dari intrasel keruang ekstrasel. Dengan adanya glukosuria
dan dehidrasi, maka akan dijumpai keadaan hipernatremia dan peningkatan
osmolaritas.
d. Mikroangiopati Diabetik
Merupakan lesi spesifik Diabetes Melitus yang menyerang kapiler dan arteriola
retina (retinopati diabetik) dan saraf-saraf perifer (neuropati diabetik), otot-otot
dan kulit.
- Neuropatik Diabetik: pada neuropati diabetik keluhan yang sering muncul
adalah kesemutan, rasa lemah dan baal.
- Retinopati Diabetik: pasien dengan retinopati diabetik akan mengalami
gejala penglihatan kabur sampai dengan kebutaan.
e. Makroangiopati Diabetik
Mempunyai gambaran histopatologis berupa aterosklerosis. Gabungan dari
gangguan biokimia yang disebabkan karena insufisiensi insulin yang menjadi
penyebab jenis penyakit vaskuler. Gangguan–gangguan ini berupa penimbunan
sorbitol dalam intima vaskuler, hiperproteinemia dan kelainan pembekuan darah.
Pada akhirnya makroangiopati diabetik ini akan mengakibatkan penyumbatan
vaskuler. Jika yang terkena adalah arteri koronaria dan aorta, maka dapat
mengakibatkan angina dan infark miokardium
f. Nefropati Diabetik
Pasien dengan nefrotik diabetik dapat menunjukkan gambaran gagal ginjal
menahun seperti lemas, mual, pucat sampai keluhan sesak nafas akibat
penimbunan cairan.
g. Kaki Diabetik
Empat faktor utama pada kejadian kaki DM:
- Kelainan vaskuler: angiopati, contoh: aterosklerosis
- Kelainan saraf: neuropati otonom dan perifer
- Infeksi
- Perubahan biomekanika kaki
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddart. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Ed 8. Vol 2. Jakarta: EGC

Guyton, AC. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC

Doctermen. 2005. Nursing Intervention Classification (NIC). Edisi 5. USA: Mosby

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta: Media Aescupius

Nanda Internasional. 2012. Diagnosa Keperawatan. jakarta: EGC

Perkeni. 2011. Revisi Final Konsesus DM tipe 2. Diunduh dari www.scribd.com pada hari
selasa, 6 November 2012

Price, SA. 2005. Patofisiologi: Konsep klinis, Prose-proses penyakit edisi 4. Jakarta: EGC

Soegondo, Sidartawan. 2009. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta: Balai


penerbitan FKUI

Sudoyo, Aris. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: EGC

Tjokroanegoro, Arjatmo. 2002. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu cet. 2. Jakarta:


Balai Penerbit FKUI

Waspadji, S. 2002. Komplikasi Kronik Diabetes: Mekanisme Terjadinya, Diagnosis dan


Strategi Pengelolaan. Jakarta: FKUI

Petunjuk Teknis Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular


(PosbinduPTM),Kementerian Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan, Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular, 2012
KEMENTRIAN RISET, TEKNILOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

FAKULTAS KEDOKTERAN

Jalan Veteran Malang – 65145

Telp. (0341) 551611 Pes. 213.214; 569117, 567192 – Fax (62)(0341) 564755

e-mail: sekr.fk@ub.ac.id http:fk.ub.ac.id

JAWA TIMUR - INDONESIA

Berita Acara Kegiatan Pelatihan PTM Kader Posyandu

Nama Kegiatan : Pelatihan PTM Kader Posyandu RW 03 Kelurahan Kedungkandang


Kota Malang

Hari/tanggal : Kamis, 9 Oktober 2017

Waktu : 16.00 – 18.00 WIB

Tempat : Balai RW 03

Jumlah Peserta : 13 orang

Kronologis Acara : Acara dimulai pada pukul 16.00 WIB diawali dengan pembukaan,
16.15 pelaksanaan pre test dengan membagi soal pre test dan
memberikan kesempatan kepada peserta untuk mengerjakan soal pre
test. 16.20 pemaparan materi terkait 5 meja pada posbindu,
dilanjutkan dengan pemaparan materi tentang PTM. 16.40
memberikan contoh kepada semua kader bagaimana cara memberikan
penyuluhan PTM terhadapat peserta posyandu yang memiliki resiko
tinggi. 16.45 melakukan role play dengan pesertanya adalah kader
posyandu. 17.00 membuat kelompok kecil untuk memaparkan dan
memberikan pelatihan, bagaimana cara menggunakan tensi digital
maupun manual. 17.30 membagikan soal post test dan memberikan
kesempatan peserta untuk mengisi soal post test. 17.45 penutupan dan
pemberian hadiah berupa tensi manual kepada ketua kader posyandu.
Mahasiswa dibagi menjadi beberapa jobdesc yakni;

f) Sie acara bertugas membuat rundown dan menajdi time keeper


saat acara berlangsung
g) Sie kestari bertugas menyiapkan absensi dan mengusahakan untuk
semua peserta mengisi absensi
h) Sie konsumsi menyiapkan konsumsi berupa kue dan air mineral
dan memberikannya kepada para peserta penyuluhan dan
pelatihan
i) Sie PDDM bertugas menyiapkan materi, media, dan dokumentasi
selama acara berlangsung
j) Sie perkap bertugas menyiapkan ruangan sebelum acara dimulai,
dan membereskan ruangan setelah acara selesai
k) Sie humas bertugas mengkoordinasikan dengan undangan maupun
seluruh peserta yang hadir pada pelaksanaan acara.

Pada pukul 15.30 Mahasiswa persiapan dan briefing acara. Acara


dimulai pada pukul 16.00 WIB diawali dengan pembukaan oleh MC,
mahasiswa lainnya menyiapkan soal pre test, 16.15 pelaksanaan pre
test dengan membagi soal pre test dan memberikan kesempatan
kepada peserta untuk mengerjakan soal pre test. 16.20 pemaparan
materi terkait 5 meja pada posbindu, dilanjutkan dengan pemaparan
materi tentang PTM. 16.40 memberikan contoh kepada semua kader
bagaimana cara memberikan penyuluhan PTM terhadapat peserta
posyandu yang memiliki resiko tinggi. 16.45 melakukan role play
dengan pesertanya adalah kader posyandu. 17.00 membuat kelompok
kecil untuk memaparkan dan memberikan pelatihan, bagaimana cara
menggunakan tensi digital maupun manual, mahasiswa terbagi
menjadi kelompok kecil untuk mengajarkan bagaimana cara
menggunakan tensi secara digital maupun manual. 17.30 membagikan
soal post test dan memberikan kesempatan peserta untuk mengisi soal
post test. 17.45 penutupan dan pemberian hadiah berupa tensi manual
kepada ketua kader posyandu.
Evaluasi

d) Evaluasi Struktur
- Persiapan yang dilakukan panitia sudah cukup baik. Panitia sudah berkumpul
pada jam 15.30 WIB untuk mempersiapkan acara, menata tempat, dan
membawa materi maupun alat peraga
e) Evaluasi Proses
- Seluruh kader antusias terhadap kegiatan yang berlangsung.
- Kader yang datang 10 orang dan perwakilan RT yang datang sebanyak 3
orang, sedangkan yang tidak datang sebanyak 7 orang.
- Karena banyaknya kader yang bertanya saat diskusi, waktu yang dibutuhkan
sedikit molor.
- Waktu pelatihan dan penyuluhan sangat singkat sehingga hanya 3 orang
kader yang dapat melakukan role play
- Waktu yang digunakan untuk penyuluhan dan pelatihan cukup singkat
sehingga kurang dapat mengevaluasi cara menguur tekanan darah
f) Evaluasi Hasil
- Kader yang hadir 65% dari total 20 undangan
- Hasil pelatihan tensi didapatkan 85% kader dapat mengukur tekanan darah
dengan tensi manual.
- Hasil dari pelatihan PTM didapatkan 3 orang yang role play mampu melakukan
penyuluhan tentang PTM.
- Hasil Pre test dan post test menunjukkan

Rencana Tindak Lanjut


- Setelah mendapatkan hasil rekap data pre dan post test yang terdapat perbedaan
pengetahuan dari sebelum dan sesuadah penyuluhan, diharapkan kader dapat
menerapkan kegiatan posbindu di wilayahnya.
- Menerapkan kegiatan di meja 2 yaitu wawancara factor resiko penyakit tidak
menular
- Menerapkan kegiatan di meja 4 yaitu penyuluhan terkait penyakit tidak menular.
- Melakukan follow up secara berkala kepada peserta posbindu yang memiliki resiko
tinggi terhadap penyakit tidak menular.
- Dapat dilakukukan posbindu dengan alternative dilakukannya posbindu:
 Posbindu dilakukan berbarengan dengan Posyandu Lansia
 Posbindu dilakukan berbarengan dengan Posyandu Balita
 Posbindu dilakukan berbarengan dengan Posyandu Lansia dan Posyandu
Balita
DOKUMENTASI
LAMPIRAN 5 PELATIHAN TENSI AND PENYULUHAN HIPERTENSI

LAPORAN PENDAHULUAN PELATIHAN TENSI DAN PENYULUHAN HIPERTENSI

RT 05 RW 03 KELURAHAN KEDUNGKANDANG KOTA MALANG

Disusun Oleh:

MAHASISWA PRAKTIK PROFESI NERS

(KELOMPOK 5B)

PUSKESMAS KEDUNGKANDANG

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2017

BAB I
PENDAHULUAN

1.5 Latar Belakang


Kesehatan merupakan hal dasar yang sangat diperlukan dan penting bagi manusia.
Setiap manusia mempunyai kondisi fisik yang berbeda-beda, seperti halnya tekanan
darah pada manusia yang mempengaruhi kesehatan dan aktivitas manusia sehari-hari.
Tekanan darah yang normal sangat diinginkan oleh setiap manusia, karena dengan
kondisi yang normal manusia mampu menjalankan aktivitasnya dengan nyaman tanpa
adanya gangguan.Di era modern ini, banyak timbul berbagai masalah mengenai
gangguan terhadap tekanan darah pada manusia. Gangguan tersebut diantaranya
tekanan darah tinggi yang dikenal dengan sebutan hipertensi serta tekanan darah
rendah yang biasanya disebut dengan hipotensi.

Hal tersebut dikarenakan berbagai faktor, yang meliputi pola hidup yang tidak
sehat, faktor lingkungan sekitar, dan aktivitas yang tidak seimbang dengan kondisi
tubuh. Oleh karena itu setiap manusia harus mengetahui tekanan darah pada dirinya
sendiri. Untuk itu diperlukan pengetahuan dan langkah-langkah pengukuran tekanan
darah. Dengan demikian setiap individu mampu untuk menjaga kesehatannya serta
mengatur pola hidupnya dengan baik. Sehingga dapat hidup sehat dan lancar dalam
menjalankan aktivitas kehidupan sehari-hari.

Dari data-data yang diperoleh dari pengkajian melalui observasi, dan data-data dari
Puskesmas muncul beberapa masalah untuk selanjutnya dapat ditindak lanjuti oleh
masyarakat dibantu oleh mahasiswa, kader, dan tenaga kesehatan terkait sehingga
permasalahan kesehatan tersebut dapat teratasi. Berdasarkan data pengkajian yang
telah disampaikan kepada warga RT 5 RW 3 Kedungkandang melalui MMRT telah
disepakati untuk diadakan pendidikan kesehatan berupa penyuluhan hipertensi serta
pelatihan pengukuran & interpretasi pemeriksaan tekanan darah yang dilakukan dalam
forum dasawisma sebagai salah satu komponen & perwakilan dalam lingkup RT, yang
dianggap mampu mewakili untuk implementasi yang lebih berkesinambungan dalam
komunitas RT 5 RW 3 Kedungkandang.

Kegiatan ini merupakan salah satu pelaksanaan keperawatan komunitas dengan


tujuan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat RT 5. Dalam kegiatan tersebut
berisi pelatihan prosedur pengukuran tekanan darah menggunakan spygmomanometer
digital, dan menjelaskan interpretasi setiap hasil yang mungkin didapat dari setiap
pemeriksaan, mulai dari kategori hipertensi, sampai penatalaksaan & pencegahan
hipertensi. Pelaksanaan kegiatan ini cukup penting untuk menekan faktor resiko,
hingga komplikasi yang mungkin terjadi pada penderita hipertensi

1.6 Tujuan
1.6.1 Tujuan Umum:
Meningkatkan pengetahuan kesehatan serta menjadikan masyarakat RT 5 RW 3
Kedungkandang dapat menjadi lebih mandiri dan patuh dalam pencegahan
hipertensi

1.6.2 Tujuan khusus:


Setelah melaksanakan kegiatan pelatihan dasawisma, mahasiswa mampu:
4. Menanamkan kebiasaan hidup sehat pada komunitas hipertensi di RT 5 RW 3
Kedungkandang utamanya dengan mengajarkan konsep hipertensi, sehingga
dapat menurunkan resiko komplikasi hipertensi dan menjadi acuan pencegahan
bagi yang tidak menderita hipertensi.
5. Meningkatkan kemampuan & pengetahuan peserta untuk dapat melakukan
kontrol tekanan darah dan patuh dalam pengobatan secara mandiri.
6. Memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang diet yang baik dan benar
bagi komunitas hipertensi.
BAB II

DESKRIPSI KEGIATAN

2.1 Nama Kegiatan


Pelatihan Tensi dan Penyuluhan Hipertensi

2.2 Sasaran Kegiatan dan Kegiatan Umum

2.2.1 Sasaran Kegiatan


Masyarakat yang tergabung dalam Dasawisma RT 05 RW 03 Kelurahan
Kedungkandang Malang
2.2.2 Kegiatan Umum
- Pre Test
- Penyuluhan tentang hipertensi
- Pelatihan tensi
- Post Test
2.3 Pelaksanaan Kegiatan

2.3.1 Waktu Kegiatan


Kegiatan ini dilaksanakan pada hari Jumat 20 Oktober 2017, jam 18.00-selesai

2.3.2 Tempat Kegiatan


Rumah ketua RT 05 RW 03 Kelurahan Kedungkandang Malang

2.3.3 Metode
diskusi.

2.6 Susunan Acara Kegiatan


Sebelum Acara

16.30-17.00 Perjalanan panitia ke desa

17.00- 17.45 Persiapan Panitia

17.45 – 18.00 Sholat Maghrib

Saat Acara

18.00 – 18.10 Pembukaan Acara oleh MC

18.10 – 18.15 Pretest


18.15 – 18.45 Penyuluhan Hipertensi

18.45 – 19.15 Pelatihan Tensi

19.15 – 19.20 Posttest

19.20 – 19.25 Penutup

Setelah Acara

19.25 – 19.45 Merapikan ruangan dan berpamitan

19.45 -20.00 Perjalanan Pulang

2.5 Susunan Kepanitiaan

2.1. Susunan Kepanitiaan


1. Ketua Pelaksana : Sunardiman
2. Divisi Acara : Dewi
3. Divisi Humas : Andhika
4. Divisi Kestari : Siti Rodliyah
5. Divisi Perkap : Erfan
6. Divisi PDDM :Esthi
7. Divisi Konsumsi : Tika dan Arinda
8. Presentator + Moderator : Aulia dan lala
9. Notulensi : Siti Rodliyah

2.7 Anggaran Dana


NO ITEM HARGA JUMLAH TOTAL
SATUAN
1 Konsumsi Warga 32.000 1 kardus 32.000

2 Air Mineral 20.000 1 kardus 20.000

PENGELUARAN 52.000
2.8 Kriteria Evaluasi
1. Evaluasi Struktur
c. Tempat dan waktu telah ditentukan 2 hari sebelum kegiatan dasawisma
d. Media dan materi tersedia
2. Evaluasi Proses
e. 80 % peserta dapat menghadiri dasawisma
f. Peserta mengikuti kegitan dasawisma dari awal sampai akhir
g. Peserta aktif dalam kegiatan pelatihan dasawisma
h. Peserta memperhatikan dan mendengarkan materi dengan seksama
i. Pelaksanaan kegiatan sesuai dengan waktu dan tempat yang telah
direncanakan
3. Evaluasi Hasil
b. Peserta mampu memahami materi dan pelatihan tentang hipertensi di RT
05 RW 03 Kelurahan Kedungkandang
Materi Penyuluhan
1. HIPERTENSI
E. DEFINISI
Hipertensi didefenisikan sebagai peningkatan tekanan darah persisten
dengan tekanan sistolik sedikitnya 140 mmHg dan tekanan diastolik sedikitnya 90
mmHg (Price dan Wilson, 2005).

Menurut American Heart Association bahwa tekanan darah dapat berubah


dari waktu ke waktu mengikuti perubahan posisi tubuh, latihan/gerakan, stress dan
istirahat (tidur), tekanan darah dapat dikatakan normal bila kurang dari 120/80
mmHg(kurang dari 120 untuk sistolik dan kurang dari 80 untuk diastolik) untuk
orang dewasa berusia 20 tahun atau lebih. Namun, jelas terdapat korelasi langsung
antara tekanan darah dan resiko penyakit kardiovaskuler; makin tinggi tekanan
darah makin tinggi pula resiko terjadinya penyakit gagal jantung, penyakit pembuluh
darah, stroke, dan gagal ginjal.

Batasan defenisi untuk hipertensi hanya dapat dibuat secara operasional


yaitu tingkat tekanan darah yang mana deteksi dan pengobatan lebih
menguntungkan daripada merugikan (Joewono, 2003).

Sementara itu, yang dimaksudkan dengan tekanan darah sistolik dan


tekanan darah diastolik oleh Beevers (2002) antara lain :

3) Tekanan sistolik adalah periode berlangsungmya kontraksi jantung dimana


tekanan ini dapat diketahui dengan cara mendengar denyut pertama pada saat
mengukur tekanan darah.
4) Tekanan diastolik adalah masa relaksasi jantung yaitu masa dimana jantung
terisi oleh darah, di antara tiap denyutan. Tekanan darah diastolik diketahui
dengan cara mendengar denyut terakhir saat mengukur tekanan darah.

F. ETIOLOGI
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi dua, yaitu :

3) Hipertensi primer atau essensial


Merupakan bagian terbesar (90%) dari penderita hipertensi yang ada di
masyarakat. Hipertensi jenis ini belum dapat diketahui pasti penyebabnya.

4) Hipertensi sekunder
Hipertensi ini diketahui penyebabnya karena :
e) Kelainan ginjal, seperti glomerulonefritis akut (GNA), glomerulonefritis kronis
(GNC), pyelonefritis kronis (PNC), dan penyempitan arteri renalis.
f) Kelainan hormon, seperti diabetes mellitus, pil KB, dan pheochromocytoma.
g) Kelainan neurologis, seperti polineuritis dan polimyelitis.
h) Penyebab lain seperti penggunaan obat-obatan, keadaan preeklampsia, dan
koarktasio aorta.

 Faktor Predisposisi
Adapun faktor predisposisi hipertensi yang dikemukakan oleh Bustan
(2007) antara lain :

8) Faktor genetik
Hal ini menunjukkan hipertensi dapat diwariskan melalui garis
keturunan. Beevers (2002) mengatakan bahwa hal tersebut termasuk
pengaruh ras atau suku, misalnya pada orang kulit hitam (Afro-Karibia dan
Asia Selatan) lebih banyak beresiko daripada orang kulit putih. Masyarakat
ini mengalami peningkatan sensitivitas terhadap garam karena tingkat
hormon rennin dan angiotensin II yang dimiliki lebih rendah. Walaupun
diberikan pengobatan, kebanyakan hasilnya kurang efektif karena sebagian
obat-obatan yang menurunkan tekanan darah bekerja dengan cara
menghambat pengaruh hormon-hormon tersebut sehingga tidak dapat
bekerja dengan baik pada masyarakat keturunan ras ini.

Selain itu, menurut McGowan, (2001), dua kelainan yang sudah


dikenal berhubungan dengan faktor genetik yaitu familial
hypercholesterolemia dan familial combined hyperlipidemia yang keduanya
cukup banyak dijumpai. Orang dengan hiperkolesterolemia turunan telah
mewarisi ketidaknormalan genetika dalam pemrosesan kolesterol LDL.
Kondisi ini cenderung terdapat pada populasi orang Kanada, Perancis,
Afrikaner di Afrika Selatan, Finlandia, Libanon, dan Yahudi Ashkenazi.
Sementara penyakit genetik kedua yaitu hiperlipidemia gabungan turunan
merupakan kelainan kolesterol turunan yang paling umum. Hubungan
genetiknya belum dapat diketahui secara pasti, namun yang jelas telah
diketahui bahwa, jika seseorang memiliki hiperlipidemia gabungan turunan,
maka kurang lebih separuh dari anggota keluarga dekatnya juga memiliki
kelainan yang sama. Kedua kondisi kelainan genetik diatas dapat
meningkatkan resiko terjadinya penyakit jantung tidak terkecuali hipertensi.
9) Umur
Tekanan darah meningkat sesuai umur dan gejalanya mulai
dirasakan sejak berumur 40 tahun.

Menurut Amiruddin, dkk., (2007) penyakit hipertensi pada kelompok


umur paling dominan berumur 31-51 tahun. Hal ini dikarenakan seiring
bertambahnya usia, tekanan darah cenderung meningkat. Yang mana
penyakit hipertensi umumnya berkembang pada saat umur seseorang
mencapai paruh baya yakni meningkat khususnya yang berusia lebih dari 40
tahun bahkan pada usia lebih dari 60 tahun ke atas.

Sedangkan teori dasar yang dapat mendukung kondisi tersebut telah


diutarakan oleh Price dan Wilson (2005) yaitu peningkatan pembentukan
plak fibrosa atau plak ateromatosa pada pembuluh darah terjadi pada usia
30 sampai mendekati 50 tahun. Pembentukan plak ini akhirnya
menimbulkan penyempitan pada lumen maka resistensi terhadap aliran
darah akan meningkat dan membahayakan aliran darah miokardium.

10) Urban/rural
Orang yang berada di kota lebih banyak beresiko daripada orang di
desa. Daerah perkotaan yang identik dengan kehidupan glamor, serba ada,
aktivitas padat, serta pola hidup masa kini yang praktis dapat merupakan
suatu resiko meningkatnya hipertensi. Berbeda dengan keadaan tersebut,
pedesaan lebih menjanjikan kehidupan yang tenang daripada di kota.

11) Geografis
Penduduk sekitar daerah pantai lebih beresiko daripada penduduk di
pegunungan. Menurut Amiruddin, dkk., (2000) daerah pesisir pantai
merupakan daerah yang lebih berpotensi dengan kandungan natrium
sehingga penduduk pun mengkonsumsi garam dalam jumlah yang lebih
tinggi daripada penduduk di daerah pegunungan yang kemungkinan lebih
banyak mengkonsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan.

12) Seks
Lebih banyak wanita yang menderita hipertensi dibandingkan
dengan pria. Pria memang lebih awal menderita penyakit jantung termasuk
hipertensi. Namun, lebih banyak wanita menderita hipertensi dan penyakit
jantung lainnya, bahkan tidak sedikit yang akhirnya meninggal setelah
menopause. Hal ini dikarenakan tingkat estrogen darah yang menurun tajam
pada masa tersebut. Adapun estrogen sangat berpengaruh terhadap
kesehatan jantung. McGowan, (2001) menguraikan bahwa estrogen
melindungi dari penyakit jantung dengan berbagai cara antara lain :

a) Meningkatkan HDL dan menurunkan LDL yang merupakan 50% efek


proteksi dari estrogen.
b) Menurunkan tingkat lipopotein (a) yang merupakan salah satu faktor
resiko penyakit jantung prematur. Tingkat Lp(a) ini ditentukan secara
genetik dan tidak dapat diubah dengan diet ataupun latihan. Obat
yang dapat menguranginya hanyalah estrogen dan niacin.
c) Estrogen adalah zat antioksidan yang mirip dengan vitamin E dan C
yang melindungi LDL agar tidak teroksidasi, karena LDL yang
teroksidasi dapat memasuki plak aterosklerosis sehingga
menyebabkan penyumbatan.
d) Estrogen adalah pelebar nadi jantung yang sangat kuat.
e) Estrogen dapat menghambat platelet, atau sel penggumpal darah
agar tidak mengumpul dan menyebabkan penghambatan pada nadi
jantung.
Pada wanita yang telah mengalami menopause, dianjurkan agar
dapat mengikuti terapi penggantian estrogen sehingga dapat menurunkan
resiko terjadinya penyakit jantung dan hipertensi.

13) Perubahan gaya hidup


Gaya hidup di dalamnya mencakup :

 Kegemukan atau obesitas.


 Kurang aktivitas dan olah raga.
 Emosi dan stress (terutama pada orang dengan personality tipe A)
 Minum banyak alkohol dan kopi.
 Merokok.
 Makan banyak garam dan lemak.
14) Pengaruh penyakit lain
 Keturunan.
 Penyakit ginjal.
 Penyakit pembuluh darah.
 Kelainan hormon.

G. KLASIFIKASI HIPERTENSI
Berikut adalah tabel klasifikasi tekanan darah untuk dewasa berusia lebih
dari atau sama dengan 18 tahun menurut petunjuk dari WHO-ISH :

TABELKLASIFIKASI TEKANAN DARAH UNTUK DEWASA BERUSIA


LEBIH DARI ATAU SAMA DENGAN 18 TAHUN
Sistolik Diastolik
No. Kategori
(mmHg) (mmHg)
1. Optimal < 120 < 80
2. Normal < 130 < 85
3 Normal tinggi 130 – 139 85 – 89
Hipertensi derajat 1 (ringan) 140 – 159 90 – 99
4.
Subgrup : perbatasan 140 – 149 90 – 94
5. Hipertensi derajat 2 (sedang) 160 – 179 100 – 109
6. Hipertensi derajat 3 (berat) ≥ 180 ≥ 110
Hipertensi Sistolik ≥ 140 < 90
7.
Subgrup : perbatasan 149 – 149 < 90
Sumber : Joewono, 2003, Ilmu Penyakit Jantung; modifikasi dari WHO-ISH
Guidelines for The Management of Hypertension, 1999.

Sementara menurut American Heart Association, klasifikasi hipertensi


seperti pada tabel di bawah ini :

TABEL KLASIFIKASI HIPERTENSI MENURUT


AMERICAN HEART ASSOCIATION 2011
Blood Pressure Category Systolic Diastolic
mmHg mmHg (lower #)
(upper#)
Normal Less than 120 And Less than 80
Prehypertension 120-139 Or 80-89
High Blood Pressure 140-159 Or 90-99
(Hypertension) Stage 1
High Blood Pressure 160 or higher Or 100 or higher
(Hypertension) Stage 2
Hypertension Crisis Higher than or Higher than 110
(Emergency Care Needed) 180
American Heart Association, 2011

Bila dalam pengelompokan, hipertensi terbagi atas :


a. Menurut kausanya
1. Hipertensi primer atau essensial.
2. Hipertensi sekunder.
b. Menurut gangguan tekanan darah
1. Hipertensi sistolik; peninggian tekanan darah sistolik saja.
2. Hipertensi diastolik; peninggian tekanan diastolik.
c. Menurut berat atau tingginya peningkatan tekanan darah
1. Hipertensi ringan
2. Hipertensi sedang
3. Hipertensi berat

H. PATOFISIOLOGI
Hipertensi adalah penyakit multifaktorial yang timbul terutama karena
interaksi faktor-faktor resiko tertentu. Selain faktor predisposisi yang telah
dijelaskan di atas, ada beberapa faktor lain yang juga berkontribusi dalam
kenaikan tekanan darah, yaitu :
1. Sistem saraf simpatis yang meliputi tonus simpatis dan variasi diurnal.
2. Keseimbangan antara modulator vasodilatasi dan vasokonstriksi:
endotel pembuluh darah berperan utama, tetapi remodeling dari
endotel, otot polos dan interstitium juga memberikan kontribusi akhir.
3. Pengaruh sistem autokrin setempat yang berperan pada sistem renin,
angiotensin dan aldosteron.
Kontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat vasomotor
pada medula di otak. Rangsangan dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak
ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis dan melepaskan asetil
kolin pada neuron preganglion, akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke
pembuluh darah melepaskan norepinefrin yang mengakibatkan vasokonstriksi.
Faktor kecemasan, ketakutan pun dapat mempengaruhi rangsang vasokonstriksi
ini, dan orang dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin.

Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh


darah sebagai respon emosi, kelenjar medula adrenal juga terangsang dengan
mensekresikan epinefrin, sementara korteks adrenal mensekresi kortisol dan
steroid lainnya. Hal ini yang menyebabkan vasokonstriksi semakin kuat.
Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal mengaktivasi
sistem RAA. Terjadi pelepasan renin yang merangsang pembentukan angiotensin I,
dan kemudian diubah menjadi angiotensin II (vasokonstriktor kuat) yang juga
akhirnya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini
menyebabkan retensi air dan natrium yang meningkatkan volume intravaskuler.
Rangsangan simpatis dan aktivasi sistem RAA ini memacu mekanisme Frank-
Starling melalui peningkatan volume diastolik ventrikel sampai tahap tertentu dan
pada akhirnya akan terjadi gangguan kontraksi miokard (penurunan/gangguan
fungsi sistolik) (Smeltzer & Bare, 2001).

Sementara itu pada keadaan atherosklerosis, gangguan struktur anatomi


pembuluh darah perifer yang berlanjut dengan kekakuan pembuluh darah.
Kekakuan pembuluh darah disertai dengan penyempitan dan kemungkinan
pembesaran plaque yang menghambat gangguan peredaran darah perifer.
Kekakuan dan perlambatan aliran darah menyebabkan beban jantung bertambah
berat yang akhirnya dikompensasi dengan peningkatan upaya pemompaan
jantung yang memberikan gambaran peningkatan tekanan darah dalam sistem
sirkulasi (Bustan, 2007).
Hipertrofi Ventrikel Kiri (HVK) merupakan kompensasi jantung menghadapi
tekanan darah tinggi ditambah dengan faktor neurohumoral yang ditandai oleh
penebalan konsentrik otot jantung (hipertrofi konsentrik). Fungsi diastolik akan
mulai terganggu akibat dari gangguan relaksasi ventrikel kiri, kemudian disusul
oleh dilatasi ventrikel kiri (hipertrofi eksentrik).
Iskemia miokard (asimtomatik, angina pectoris, infark jantung, dll) dapat
terjadi karena kombinasi akselerasi proses atherosklerosis dengan peningkatan
kebutuhan oksigen miokard akibat dari HVK. HVK, iskemia miokard, dan
gangguan fungsi endotel merupakan faktor utama kerusakan miosit pada
hipertensi.
Pada pertimbangan gerontologis, terjadi perubahan struktural dan
fungsional pembuluh darah meliputi atherosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan
ikat, penurunan relaksasi otot polos pembuluh darah berakibat menurunkan
kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta
dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah
yang dipompa jantung, mengakibatkan penurunan curah jantung dan
meningkatkan tahanan perifer sehingga tekanan darah pun mengalami
peningkatan.
Sindrom Multipel HIPERTENSI Tekanan pembuluh
darah perifer
miningkat
Krisis
Situasional/krisis Resistensi ejeksi darah
kondisional Perubahan Struktur
dari ventrikel
vaskuler arteri & arteriol

Koping Individu
Inefektif Curah jantung Bbeban
Jika berlangsung lama menurun ventrikel
dapat merusak meningkat
Cardiac output
Otak menurun Hipertropi
ventrikel
Sirkulasi sitemik untuk
Pecahnya Serangan Sirkulasi Ginjal Mata Jantung menurun meningkatak
pembuluh iskemik serebral an kekuatan
darah mikro transient terganggu Ketidak seimbangan kontraksi
Sklerosis Sklerosis Oklusi Arteri suplai O2 dengan
Hemoragic Paralisis TIK Progresif Pembuluh Coroner kebutuhan jaringan Jantung
intra sementara meningkat pembuluh darah mata tidak mampu
serebral darah renal menahan
Metabolisme
Sirkulasi ke PJK beban kerja
menurun
Stroke hemiplegia Nyeri Disfungsi mata dalam batas
hemoragic renal menurun Energy menurun kemampuan

Kesadaran Gangguan Kelemahan


Gagal Ginjal Gagal
menurun penglihatan
Akut jantung kiri
Intoleransi aktivitas
koma Risiko injury
I. MANIFESTASI KLINIS
Pada tahap awal, biasanya tanpa keluhan. Bila simtomatik, maka biasanya
disebabkan oleh :

6) Peninggian tekanan darah itu sendiri, seperti berdebar-debar, rasa melayang


(dizzy), dan impoten.
7) Perubahan vaskular seperti cepat capek, sesak napas, sakit dada, sakit kepala,
pusing, muntah, gelisah, bengkak pada kaki atau perut. Gangguan vaskular
lainnya adalah epistaksis, hematuria, pandangan kabur, edema pupil,
perdarahan pada retina.
8) Penyakit dasar seperti pada hipertensi sekunder: polidipsia, poliuria, dan
kelemahan otot pada aldosteronisme primer, nokturia, azotemia. Peningkatan
berat badan dengan emosi yang labil pada sindrom Cushing.
Pheochromocytoma dapat muncul dengan keluhan episode sakit kepala,
palpitasi, banyak keringat dan rasa melayang saat berdiri (postural dizzy).
9) HVK sebagai respon peningkatan beban kerja ventrikel, dan dapat terjadi gagal
jantung kiri bila jantung tidak mampu lagi menahan peningkatan beban kerja.
10) Bila sampai melibatkan pembuluh darah otak dapat menimbulkan stroke dengan
manifestasi hemiplegia.

J. EVALUASI DIAGNOSTIK
1) Urinalisis : protein, leukosit, eritrosit, dan silinder.
2) Hemoglobin / hematokrit.
3) Elektrolit darah : kalium.
4) Ureum / kreatinin.
5) Gula darah puasa.
6) Kolesterol total.
7) EKG menunjukkan HVK sekitar 20-50%.
8) TSH
9) Leukosit darah
10) Trigliserida, HDL, dan kolesterol LDL
11) Kalsium dan fosfor
12) Foto toraks
13) Echokardiogram untuk menemukan HVK lebih dini dan spesifik
14) USG karotis dan femoral
15) Funduskopi
16) CT-Scan dan MRI pada pasien dengan keluhan gangguan neural, kehilangan
memori atau gangguan kognitif.
17) ABPM (Ambulatory Blood Pressure Monitoring) yaitu pemantauan tekanan darah
selama 24 jam. Dapat diketahui perubahan tekanan darah setiap 15 menit pada
pagi hari dan setiap 30 menit pada malam hari (Sanif, 2008).
Menurut PDSPDI (2006), ABPM dapat dilakukan dengan indikasi berikut :

a. Hipertensi borderline atau bersifat episodik.


b. Menyingkirkan kemungkinan hipertensi office atau white coat.
c. Adanya disfungsi saraf otonom.
d. Hipertensi sekunder.
e. Sebagai pedoman pemilihan jenis obat antihipertensi.
f. Tekanan darah yang resisten terhadap pengobatan antihipertensi.
g. Gejala hipotensi yang berhubungan dengan pengobatan
antihipertensi.

K. PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan adalah untuk menurunkan tekanan darah menjadi
normal, mengobati payah jantung karena hipertensi, mengurangi morbiditas dan
mortalitas terhadap penyakit kardiovaskular, dan menurunkan faktor resiko terhadap
penyakit kardiovaskular semaksimal mungkin (Mansjoer, 2000).

Tujuan utamanya adalah untuk mencapai tekanan darah kurang dari 140/90
mmHg dan mengendalikan setiap faktor resiko kardiovaskuler melalui perubahan
pola atau gaya hidup. Bila perubahannya tidak cukup memadai, maka harus dimulai
terapi obat (Price dan Wilson, 2005).

 Terapi nonfarmakologi mencakup perubahan gaya hidup antara lain :


1) Mengurangi asupan garam dan lemak
Setiap hari umumnya kita mengonsumsi > 10 gr garam dalam
berbagai makanan. Menurut Beveers (2002) natrium yang dianjurkan
untuk konsumsi per hari hendaknya tidak melebihi 5 gr. Pengurangan
setiap gram garam sehari dapat memberikan efek penurunan tensi 1
mmHg.

Perlu untuk menghindari sumber-sumber makanan yang tinggi


natrium, lemak dan kolesterol seperti snack; kue kering; biscuit; cake;
ikan, daging, sayuran yang diasinkan; fast food; jeroan; kuning telur;
coklat; santan dan lain sebagainya.

Sebaliknya dianjurkan untuk mengonsumsi banyak buah dan


sayuran karena terbukti dapat membantu menurunkan TD.

2) Mengurangi asupan alkohol dan cafein


Alkohol sebenarnya memiliki banyak khasiat antara lain vasodilatasi,
peningkatan HDL, fibrinolitis, dan mengurangi kecenderungan
pembekuan darah. Batasan normal yang dapat dianjurkan adalah tidak
melebihi 1 – 2 unit konsumsi perhari (1 unit = 10 gr alkohol, setara
dengan 1 gelas anggur atau 1 kaleng bir). Konsumsi berlebihan dalam
jangka waktu panjang dapat meningkatkan tekanan diastolik sampai 0,5
mmHg/10 gr alkohol. (D’Angelo & Yang, 2008).

Konsumsi kopi (cafein), sebaiknya tidak lebih dari 3 cangkir sehari


karena efek vasokonstriksi yang dapat ditimbulkannya.

3) Menghentikan merokok
Nikotin dapat memperberat kerja jantung, dan menyebabkan efek
vasokonstriksi dan aterosklerosis pada arteri yang kecil sehingga sirkulasi
darah berkurang dan meningkatkan TD. (Tan & Kirana, 2002).

4) Mengurangi berat badan bagi penderita obesitas


Berat badan yang berlebihan dapat menyebabkan bertambahnya
volume darah dan perluasan sistem sirkulasi. Bila bobot ekstra
dihilangkan, Td dapat turun lebih kurang 0,7/0,5 mmHg pada setiap kg
penurunan berat badan. (Tan & Rahardja, 2002).

5) Meningkatkan aktivitas fisik dan olahraga teratur


Dengan berolahraga, kita bisa membakar setiap kalori tubuh,
sehingga merasa lebih sehat, bugar, dan bahkan mengendalikan berat
badan. Berolahraga dapat mengendurkan semua otot yang kaku melalui
peregangan, sehingga kelenturan tubuh terjaga. Peredaran darah dari
dan menuju jantung akan menjadi lancar dan mampu mengalirkan
oksigen ke seluruh tubuh jika ditunjang dengan berolahraga. Hal ini akan
menyehatkan jantung dan resiko hipertensi pun dapat dihindari.

Walaupun TD meningkat pada waktu mengeluarkan tenaga akut,


namun bila olahraga secara teratur dapat menurunkan TD yang tinggi
karena saraf parasimpatik akan menjadi relatif lebih aktif daripada sistem
simpatik dengan kerja vasokonstriksinya (Tan & Rahadrja, 2002).
Olahraga aerobik teratur minimal 3x seminggu selama 30 menit setiap
hari cukup untuk memberikan hasil penurunan TD 4-9 mmHg (Riaz,
2011).

Kurangnya olahraga dan aktivitas fisik menimbulkan resiko hipertensi


dengan penimbunan lemak tanpa adanya pembakaran.

6) Menghindari stres atau ketegangan serta istirahat yang cukup


Hubungan stres dengan aktivitas saraf simpatis yang dapat
meningkatkan tekanan darah secara bertahap. Bila stres berkepanjangan
tekanan darah menjadi tetap tinggi sebagai akibat dari pelepasan
adrenalin dan noradrenalin yang bersifat vasokontriksi sehingga
meningkatkan tekanan darah.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terlalu besarnya rasa


khawatir, cemas, menghadapi situasi yang tegang, serta banyaknya
agresi dan rasa permusuhan yang ditekan-tekan dapat menyebabkan
aritmia jantung yang membahayakan (McGowan, 2001).

Dengan cukup istirahat, tidur, relaksasi mental, serta mengurangi


stres dapat membantu menurunkan TD.

 Terapi farmakologi antara lain :


8) Diuretika
Yang termasuk dalam golongan diuretik antara lain:

d. Diuretik thiazid
Bekerja dengan menurunkan volume darah, aliran darah
ginjal, dan curah jantung. Yang termasuk obat golongan ini adalah
Chlorthalidone (Hygroton), Quinethazone (Hydromox), Chlorothiazide
(Diuril) dan Hydrochlorothiazide (Esidrix; Hydrodiuril).
e. Diuretik loop
Contoh golongan ini adalah Furosemide (lasix) dengan cara
kerjanya menurunkan volume darah, menghambat reabsorpsi natrium
dan air dalam ginjal, serta sebagai antagonis terhadap aldosterone.

f. Diuretik pengganti kalium


Yang termasuk golongan obat ini adalah Spironolactone
(Aldactone) dan Triamterene (Dyrenium). Spironolactone bekerja
dengan menginhibisi kompetitif aldosterone, sementara Triamterene
tidak tergantung pada aldosterone dan bekerja langsung pada tubulus
ginjal terhadap retensi kalium.

9) β – Blocker
Obat-obatan golongan Beta-reseptor blockers ini bekerja sebagai
anti-adrenergik dengan jalan menempati secara bersaing terhadap
reseptor Beta adrenergik, baik 1(terdapat di jantung, SSP dan ginjal)
maupun 2 (terdapat di bronkus, dinding pembuluh darah dan usus) dan
mengakibatkan penurunan aktivitas adrenalin dan noradrenalin. Beberapa
obat yang termasuk dalam golongan ini adalah :

a. Propanolol (Inderal; Indiretic), menyekat system saraf simpatik


khususnya saraf simpatik ke jantung yang menghasilkan
kecepatan jantung lebih lambat dan tekanan darah yang menurun.
b. Metoprolol (Lopressor), menyekat akses norepinefrin ke reseptor
1 adrenergik khususnya di jantung, menurunkan tekanan darah
dengan menurunkan curah jantung dan tahanan perifer.
c. Labetolol (Trandate, Normodyne), -blocker nonselektif yang
menyekat reseptor adrenergic sehingga mengakibatkan dilatasi
perifer dan menurunkan tahanan vaskuler perifer.
Jenis-jenis lain golongan -blocker antara lain :

Nama
Generik Patent
Asebutolol Spectral
Alprenolol Alpresol
Atenolol Tenormin
Betaxolol Kerlon
Bevantolol Ranestol
Bisoprolol Concor
Carteolol Mikelan
Carvedilol Eucardic
Celiprolol Dilanorm
Esmolol Brevibloc
Metipranolol -Ophtiol
Nadolol Corgard
Oxprenolol Trasicor
Pindolol Visken
Sotalol Sotacor
timolol Blocarden

10) α – Blocker
Bekerja dengan memblok reseptor -adrenergik, baik pada 1 (post-
synaptic) maupun 2 (pre-synaptic) pada otot polos pembuluh (dinding),
khususnya di pembuluh kulit dan mukosa. Bila reseptor ini diaktivasi oleh
adrenalin dan noradrenalin maka otot polos akan menciut. -blocker
melawan efek vasokonstriksi tersebut baik secara selektif maupun
nonselektif. Beberapa contoh obat golongan ini adalah :

a. Golongan nonselektif, yaitu Phentolamine (Regitin).


b. Golongan 1-blocker selektif: Prazosin, Doxazosin, Terazosin,
Alfuzosin, Bunazosin (Detantol) dan Tamsulosin (Omnic).
c. Golongan 2-blocker selektif : Yohimbin
11) Obat-obat SSP
a. Clonidine (Catapres; Dixarit), bekerja melalui saraf pusat melalui
stimulasi mediasi 2-adrenergik pusat di otak yang mengakibatkan
penurunan tekanan darah.
b. Methyldopa (Aldomet), penghambat dekarboksilase, mengganti
norepinefrin dari tempat penyimpanannya yang menghambat
aktivitas adrenergik dan menurunkan tekanan darah, diperkirakan
berikatan dengan reseptor 2 sentral.
12) Vasodilator
d. Hydralazine (Apresoline): menurunkan tekanan perifer namun
secara berlawanan dapat meningkatkan curah jantung, bekerja
langsung pada otot polos pembuluh darah.
e. Minoxidil: menyebabkan vasodilatasi langsung pada pembuluh
arteriol, mengakibatkan penurunan tekanan vaskuler, menurunkan
tekanan sistolik dan diastolik.
f. Natrium nitroprusside (Nipride, Nitropress), Nitro glycerin dan
Diazoxide (Hyperstat): efek relaksasi otot polos sehingga terjadi
vasodilatasi perifer.
13) Inhibitor ACE
Captopril (Capoten) bekerja dengan menghambat konversi
angiotensin I menjadi angiotensin II dan menurunkan tahanan perifer
total.

14) Antagonis kalsium


d. Nifedipine (Procardea; Adalat): menghambat masukan ion kalsium
ke dalam sel melalui membran. Efek vasodilatasinya pada arteriol
koroner dan perifer. Dapat menurunkan kerja jantung dan
konsumsi energy, serta meningkatkan pengiriman oksigen ke
jantung.
e. Diltiazem (Cardizem) : menghambat pemasukan ion kalsium ke
dalam sel dan menurunkan afterload jantung.
f. Varapamil (Calan; Isoptin) : menghambat aliran masuk ion kalsium
ke dalam sel, serta memperlambat kecepatan hantaran impuls
jantung.
 Upaya Pencegahan
Upaya-upaya yang dilakukan untuk pencegahan penyakit hipertensi
menurut Bustan (2007) adalah :

7) Pencegahan primordial.
Upaya ini dimaksudkan untuk memberi kondisi pada masyarakat
yang memungkinkan sehingga penyakit tidak mendapat dukungan dari
kebiasaan, gaya hidup, ataupun faktor resiko lainnya. Pada prinsipnya,
upaya pencegahan primordial adalah mempertahankan gaya hidup yang
sudah ada dan benar dalam masyarakat ; serta melakukan modifikasi,
penyesuaian terhadap resiko yang ada atau berlangsung dalam
masyarakat.

8) Promosi kesehatan : meliputi pendidikan kesehatan dan kampanye


kesadaran masyarakat.
9) Proteksi spesifik : misalnya dengan mengurangi garam, makan rendah
lemak dan kalori, reduksi stres, exercise, dan no smoking. sebagai salah
satu faktor resiko.
10) Diagnosis dini : screening, pemeriksan check-up.
11) Pengobatan tepat : segera mendapatkan pengobatan komprehensif dan
kausal awal keluhan.
12) Rehabilitasi : upaya perbaikan dampak lanjut hipertensi yang tidak bisa
diobati.

TINGKATAN UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT HIPERTENSI

Level
Level Perjalanan
Pencegaha Intervensi Pencegahan
Patogenesis Hipertensi
n

Level I :  Sehat/normal  Meningkatkan derajat


 Interaksi trias kesehatan dengan gizi dan
 Primordia
Prepato- epidemiologi perilaku hidup sehat
l
genesis  Belum ada  Pertahankan keseimbangan
 Promotif
gejala tapi trias epidemiologi
 Proteksi
ada resiko  Turunkan atau hindari resiko
spesifik
Level II :  Hipertensi  Pemeriksaan periodik
ringan tekanan darah
 Diagnosa
 Hipertensi  Hindari lingkungan yang stres
Patogenesis awal
sedang
 Pengoba-
 Hipertensi
tan yang
berat
tepat

Post- Level III :  Komplikasi


 Kronis Jaga kualitas hidup optimum
Patogenesis Rehabilitasi
 Meninggal
Sumber : Bustan, 2007, Epidemiologi Penyakit Tidak Menular

L. KOMPLIKASI
Komplikasi pada hipertensi yang mungkin terjadi mencakup :
1) Retinopati dan penyakit arteri perifer
Kerusakan pembuluh darah akibat hipertensi terlihat jelas di seluruh pembuluh
darah perifer. Perubahan pembuluh darah retina mudah diketahui dengan
pemeriksaan oftalmoskopik, dan sangat berguna untuk menilai perkembangan
penyakit dan respon terhadap terapi yang diberikan.
2) Gagal jantung
Peningkatan tekanan darah sistemik meningkatkan resistensi pemompaan
darah dari ventrikel kiri sehingga beban kerja jantung bertambah. Akibatnya, terjadi
hipertrofi ventrikel untuk meningkatkan kekuatan kontraksi. Akan tetapi,
kemampuan ventrikel untuk mempertahankan curah jantung dengan hipertrofi
kompensasi akhirnya terlampaui, maka terjadi dilatasi dan payah jantung. Bila
disertai dengan aterosklerosis koroner yang berlanjut maka penyediaan oksigen
miokardium berkurang. Peningkatan kebutuhan oksigen miokardium akibat
hipertrofi ventrikel dan peningkatan beban kerja jantung ini akhirnya akan
menyebabkan angina atau infark miokardium yang berlanjut menjadi gagal jantung.
3) Insufisiensi ginjal kronis
Penyakit ginjal yang terjadi dapat mencakup kelainan pada glomerulus
maupun pada kelainan vaskuler. Keadaan ini dapat terjadi karena akibat langsung
dari kenaikan tekanan darah pada ginjal yang mengaktivasikan sistem RAA secara
terus-menerus dalam memelihara hemodinamik dan homeostatis kardiovaskuler.
4) CVA atau stroke
Perubahan struktur arteriola dan arteri-arteri kecil menyebabkan penyumbatan
pembuluh darah progresif. Bila pembuluh darah menyempit, maka aliran arteri
terganggu dan dapat menyebabkan mioinfark jaringan. Obstruksi dan
vasokonstriksi ini semakin memperparah peningkatan tekanan dan beresiko
terjadinya ruptur pada pembuluh darah di otak atau stroke.

2. SPHYGMOMANOMETER

Hipertensi pada dasarnya adalah kenaikan tekanan darah arterial yang seringnya
tanpa bergejala. Kalau pun menimbulkan gejala, biasanya juga sering diabaikan, karena
merasa bukan suatu yang harus diberi perhatian khusus. Gejala yang amat umum sebagai
gejala awal suatu hipertensi adalah seseorang sering merasa sakit di bagian belakang
kepalanya dan bagian tengkuk saat ia terbangun dari tidur di pagi hari. Namun
sesungguhnya hipertensi merupakan penyakit yang amat sangat mudah untuk dideteksi
yaitu dengan hanya mengukur tekanan darah, sehingga harusnya menjadi mudah
ditangani. Masalahnya, karena tidak bergejala tadi seseorang menjadi tidak sadar dan luput
memeriksakan tekanan darahnya sehingga sering menimbulkan komplikasi yang mematikan
karena terlambat ditangani atau malah tidak tertangani sama sekali. Untuk mengetahui
lebih dalam tentang hipertensi, silakan

Bila diperiksa menggunakan tensi meter atau sphygmomanometer, maka hasil yang
didapatkan adalah 2 angka yang merupakan tekanan systolic dan tekanan diastolic.
Tekanan systolic merupakan tekanan darah saat keluar dari jantung yang sering dikatakan
sebagai tekanan atas, sementara diastolic adalah tekanan darah saat kembali ke jantung
yang sering dikatakan sebagai tekanan bawah. Kedua angka ini memiliki satuan tekanan
fluida dalam satu sistem saluran yang dapat menggunakan dua satuan yaitu mmHg
(millimeter Hg / atau millimeter air raksa) dan KPa atau Kilo Pascal. Walaupun salah satu
satuan dari tekanan fluida dalam satu sistem saluran, seperti halnya tekanan darah di dalam
sistem peredaran darah manusia adalah mmHg, bukan berarti setiap manometer atau alat
ukurnya harus menggunakan air raksa atau mercury. Ini hanya sebuah satuan yang dalam
sejarahnya dulu dipakai manometer mercury. Seiring dengan perkembangan zaman dan
teknologi, lahir lah manometer berbentuk jarum atau dikenal dengan nama gauge yang
merupakan tipe aneroid, dan manometer berbentuk LCD yang merupakan tipe digital. Apa
pun manometer-nya, selama ada dalam akurasi ± 3 mmHg, yang diuji pada enam titik
tekanan yang berbeda, maka manometer tersebut sudah akurat. Ini sesuai dengan standar
Uni Eropa (EN 1060-1/2) dan standar Amerika Serikat (AAMI ANSI).

Contoh Tensi Meter dengan


Contoh Tensi Meter dengan Manometer Aneroid Manometer Digital

Sebaliknya walau pun sebuah tensi meter memakai manometer mercury atau air
raksa, belum tentu selalu akurat karena akan selalu kembali lagi kepada akurasi seperti di
atas. Yang sebenarnya terjadi adalah setiap satu tensi meter sudah dipakai pada siklus
10.000 kali (yang lagi-lagi sesuai dengan dua standar di atas), tensi meter tersebut harus
dikalibarsi ulang; walau pun untuk tensi meter yang menggunakan manometer air raksa.
Karena bila sudah dipakai siklus 10.000 kali pengukuran, jumlah air raksa yang terdapat
dalam tabung penampungannya akan sedikit berkurang yang membuat angka yang
ditunjukkan menjadi tidak akurat. Lebih jauh lagi, air raksa yang berkurang tersebut
sesungguhnya terlepas ke udara dan membahayakan tenaga medis, pasien, dan bahkan
lingkungan. Ini lah sebabnya mengapa di tahun 2017 nanti, WHO akan mengupayakan
setidaknya 70% sentra pelayanan kesehatan di seluruh dunia sudah tidak menggunakan
mercury lagi, di mana tensi meter termasuk di dalam program WHO tersebut menjadi alat
yang juga akan dihilangkan.Sekarang kita sudah memahami bahwa ternyata semua jenis
manometer yang terdapat pada tensi meter akurat selama dapat memenuhi standar kriteria
akurasinya. Tapi tingkat akurasi alat ukur bukan satu-satunya faktor yang menentukan
sebuah pengukuran tensi seseorang itu sudah benar dan memberikan hasil sebenarnya dari
kondisi tekanan darah orang tersebut. Ada hal-hal lain yang harus diperhatikan agar
hasilnya tepat. Akan dijelaskan di bawah Rule of Thumb atau syarat utama yang harus
diperhatikan dalam memeriksa tekanan darah (apa pun jenis tensi meternya).

1. Pasien yang akan diperiksa harus sudah beristirahat dan dalam kondisi rileks dan
santai 15 menit sebelum pemeriksaan. Jadi yang bersangkutan harus duduk
beristirahat, menenangkan diri dalam waktu 15 menit sebelum pemeriksaan
dilakukan.
2. Semua aktivitas yang dapat mempengaruhi tekanan darah harus dihindarkan
setidaknya 30 menit sebelum pemeriksaan. Aktivitas yang termasuk di sini adalah:
olah raga, makan, minum alkohol dan merokok.
3. Pemeriksaan harus dilakukan dalam kondisi yang tenang dan tidak berisik. Apa lagi
saat pemeriksa harus menggunakan stethoscope saat pemeriksaan (saat
menggunakan tensi meter manual). Ini dimaksudkan agar bunyi yang harus
didengar pemeriksa terdengar jelas dan tidak terganggu dengan suara-suara lain
seperti suara kendaraan, suara mesin, dll.
Selain Rule of Thumb di atas, ada lagi yang diperhatikan yaitu cara
pemeriksaannya sendiri. Banyak orang yang merasa bisa menggunakan tensi meter
(bahkan dokter dan perawat sekali pun), tapi sering mereka melupakan dan melewati
hal-hal penting sehingga membuat sebuah pengukuran menjadi tidak tepat. Akan
dijelaskan di bawah yang harus diperhatikan saat menggunakan tensi meter baik manual
mau pun automatis.

Cara menggunakan Sphygmomanometer manual yang benar:

1. Yakinkan semua sisa udara yang masih terdapat di dalam bladder pada manset sisa
pemeriksaan sebelumnya, sudah habis dikeluarkan dengan cara menekan-
nekannya. Bila masih ada sisa udara, maka hasil yang didapatkan nanti akan
menjadi kurang tepat.
2. Lilitkan manset pada lengan atas dengan menggunakan manset yang sesuai dengan
ukuran lingkar lengan atas pasien. Tensi meter yang bermutu tinggi, akan memiliki
acuan atau petunjuk arm circumference ini pada mansetnya yang dapat
dimanfaatkan oleh pemeriksa untuk melihat apa kah manset yang digunakan sudah
tepat atau harus diganti dengan yang lebih besar atau lebih kecil.Paha, dewasa
besar, dewasa, anak-anak, bayi, dan neonatus. Bila salah menggunakan manset,
maka hasil yang didapatkan nanti bisa menjadi sangat salah.
3. Saat memasangkan manset, juga harus diperhatikan artery marking atau garis tanda
arteri, yang dicetak pada manset. Garis tanda arteri ini harus diletakkan pada vossa
cubiti atau lipat dalam siku saat pemasangan manset.
4. Kunci air valve atau katup udara dengan kencang.
5. Letakkan chest piece dari stethoscope proximal dari vossa cubiti (biasanya sedikit
dibawah manset).
6. Pompa bulb sampai dengan nadi yang ada pada distal dari pemasangan manset
(bila di lengan biasanya vena radialis yang diperiksa) sudah tidak teraba lagi,
pertanda tekanan sudah melewati tekanan systolic dari pasien.
7. Lepaskan tekanan dengan memutar air valve berlawanan arah dengan jarum jam
dengan kecepatan ± 5 mmHg per detik. Jangan terlalu cepat melepaskannya,
karena degupan awal pertanda tekanan systolic pasien akan terlewat atau tidak
terdengar sehingga pembacaan tekanan pasien terbaca lebih rendah dari
sebenarnya.
8. Baca lah hasil tekanan darah pasien dengan satuan sampai 5 mmHg. Jangan
membulatkan ke puluhan terdekat, tapi bulatkanlah ke kelipatan 5 terdekat.

Cara menggunakan Sphygmomanometer automatis / digital yang benar:

1. Seperti pada tipe manual, juga harus dipastikan tidak ada udara yang tersisa di
dalam bladder pada manset. Kecuali untuk tipe advance yang memiliki sistem
menguras udara residu pemeriksaan sebelumnya.
2. Juga seperti tipe manual, ukuran manset juga harus sesuai dengan pemasangan
yang benar. Walau pun tipe automatis/digital bila manset yang digunakan tidak tepat,
maka hasil pengukurannya pun akan tidak tepat.
3. Bila memakai model sphygmomanometer digital yang wrist (model di pergelangan
tangan), gunakanlah pergelangan tangan kiri, kecuali karena ada kondisi yang tidak
memungkinkannya. Mengapa harus tangan kiri? Model wrist ini sangat sensitif
sehingga lebih baik menggunakan tangan yang paling dekat dengan jantung.
Jangan lupa juga untuk melepaskan jam tangan dan gelang.
4. Posisi pemasangan manset (tipe apa pun juga) harus memperhatikan artery marking
(penanda posisi arteri) yang ada pada manset.
5. Sebelum menekan tombolnya, pastikan tingginya manset sama dengan jantung,
sehingga disarankan diperiksa dalam keadaan duduk. Bila memakai model wrist,
tempelkan pergelangan tangan yang diperiksa ke dada.
6. Tekan tombol pemompa, dan tunggulah dengan sabar sampai alat benar-benar
berhenti bekerja. Jangan bergerak, jangan bicara, dan jangan banyak bergoyang
saat pemeriksaan; karena tensi meter digital terutama model wrist sangat sensitif,
sehingga getaran kecil dapat membuat salah pembacaan.
7. Baca hasilnya pada layar dan jangan dibulatkan. Angka yang ditunjukkan merupakan
angka yang biasanya sampai ke 1-an mmHg.
8. Bila akan dilakukan pemeriksaan kedua, berilah jarak interval setidaknya 5 menit
untuk memberikan sistem peredaran darah kembali normal setelah tertekan saat
pengukuran sebelumnya. Kemudian ulangi proses dengan cara yang sama.

Hal terakhir yang harus juga selalu mendapatkan perhatian adalah perawatan
terhadap alat sphygmomanometer-nya sendiri. Seperti alat-alat ukur lainnya,
sphygmomanometer harus dirawat, dipakai, dan simpan dengan baik. Cara
pemeriksaan sudah benar, apa bila alatnya tidak dalam kondisi baik, hasil pemeriksaan
tekanan darah pun menjadi tidak tepat. Berikut yang harus diperhatikan:

1. Hindari suhu dan kelembaban yang tinggi baik pada saat penggunaan atau pun saat
penyimpanan, apa pun jenis tensi meternya. Suhu dan kelembaban tinggi akan lebih
cepat merusak alat.
2. Hindari dari kontak dengan zat-zat kimia. Di rumah sakit banyak zat kimia yang dapat
merusak alat.
3. Hindari dari benda-benda tajam yang juga dapat merusak alat.
4. Jagalah agar manometer (tabung mercury,gauge, atau LCD) dari benturan benda
keras.
5. Jangan mengisi bladder dengan udara dan pastikan bladder pada manset sekosong-
kosongnya pada saat penyimpanan.
6. Jangan lupa mengunci tuas pada mercury flask (tabung penyimpanan air raksa)
pada saat sphygmomanometer mercury akan disimpan. Bila sering lupa, maka akan
mengakibatkan kebocoran atau residu mercury pada tabung kaca manometer.
Sudah pasti bila terjadi demikian tensi meter tersebut sudah tidak akurat lagi.
BAB III
PENUTUP

Demikian Proposal kegiatan Pelatihan Tensi dan Penyuluhan Hipertensi ini kami
susun untuk memberikan gambaran tentang kegiatan yang akan dilaksanakan dengan
harapan agar dapat dijadikan bahan pertimbangan dan pedoman penyelenggaraan
kegiatan. Segala bentuk saran dan dukungan baik dalam bentuk moril maupun materil
sangat kami harapkan demi kesuksesan acara ini.

Kami selaku penyelenggara kegiatan mengucapkan terima kasih atas segala


perhatian dan kerjasama semua pihak yang terkait dalam kegiatan ini. Semoga kegiatan ini
bermanfaat bagi semua pihak.
KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS KEDOKTERAN
Jalan Veteran Malang – 65145
Telp. (0341) 551611 Pes. 213.214; 569117, 567192
Fax (62)(0341) 564755
e-mail: sekr.fk@ub.ac.id http:fk.ub.ac.id
JAWA TIMUR - INDONESIA

Berita Acara Kegiatan Pelatihan Tensi dan Penyuluhan Hipertensi

Nama Kegiatan : Pelatihan Tensi dan Penyuluhan Hipertensi


Hari/Tanggal : Jumat, 20 Oktober 2017
Pukul : 18.00 – 19.30 WIB
Tempat : Rumah Ketua RT 5 RW 3
Pemateri : Aulia Dian T dan Lala Aisyana
Jumlah Peserta : 16 Orang
Kronologis Acara : Acara di mulai dengan registrasi pada pukul 18.00 WIB di rumah
ketua RT 5 RW 3. Peserta yang hadir terdiri dari ibu-ibu yang
tergabung dalam dasawisma di RT 5. Acara dimulai dengan
pembukaan pada pukul 18.20. Setelah itu, panitia membagikan
lembar pre-test kepada seluruh peserta. Kemudian dibagikan leaflet
tentang hipertensi. Setelah itu, acara dilanjutkan dengan materi
pertama yang disampaikan oleh Aulia Dian. Materi pertama ini
menjelaskan tentang segala hal yang terkait dengan hipertensi. Materi
pertama sempat istirahat selama 3 menit karena mendengar adzan
isya. Diakhir sesi,diadakan tanya jawab mengenai materi yang sudah
disampaikan. Kemudian, dilanjutkan dengan materi kedua yang
disampaikan oleh Lala Aisyana. Materi kedua ini membahas tentang
bagaimana cara menggunakan tensi digital untuk mengukur tekanan
darah. Kemudian, dilanjutkan dengan sesi tanya jawab. Setelah
dipaparkan didepan mengenai cara penggunaan tensi digital, para
peserta dipersilahkan untuk mencoba sendiri bagaimana
mengoperasikan alat tersebut. Setelah materi kedua selesai,
dilakukan post-test tentang pengetahuan peserta mengenai
hipertensi. Acara yang terakhir adalah penutup dan salam.
Pertanyaan saat sesi tanya jawab

1. Apakah hipertensi itu memang menyebabkan marah?

2. Apakah konsumsi obat hipertensi itu harus sampai habis atau bisa berhenti saat
sudah sembuh?

3. Apakah obat hipertensi tidak berbahaya bagi ginjal jika dikonsumsi seumur hidup?

4. Lebih akurat mana hasil pengukuran menggunakan tensi digital dengan


menngunakan tensi manual?

5. Berapa kisaran harga tensi digital?

Evaluasi:

1. Evaluasi Struktur
- Ruangan kondusif untuk kegiatan penyuluhan.
- Media dan materi tersedia dan memadai.
- Peserta yang hadir sebanyak 80% yaitu sebanyak 16 orang dari total peserta
yang seharusnya 20 orang.
2. Evaluasi Proses
- Peserta memperhatikan dan mendengarkan ketika materi disampaikan
- Peserta sangat antusias bertanya saat ada sesi tanya jawab
- Seluruh peserta mengikuti kegiatan mulai dari awal hingga akhir acara
- Seluruh peserta tampak antusias saat dipersilahkan untuk mencoba melakukan
pengukuran tekanan darah dengan tensi digital.
3. Evaluasi Hasil
- Diperoleh adanya peningkatan pengetahuan anggota dasawisma sebelum dan
sesudah diberikan materi tentang hipertensi. Presentase pre-test menunjukkan
peserta dengan skor benar 4 ada 31%, dan hasil post-test peserta degan skor
benar 4 meningkat menjadi 63%.

Dari data pretest peserta yang menjawab dengan skor benar 0 yaitu 6% (1
orang), skor benar 1 yaitu 31% ( 5 orang), skor benar 2 yaitu 31% (5 orang), skor
benar 3 yaitu 0% (0 orang), skor benar 4 terdapat 31% (5 orang), dan skor benar
5 yaitu 0% (0 orang). Rata-rata nilai pretest yang didapatkan peserta adalah
43,75.
Terdapat peningkatan pada hasil post test peserta yaitu dengan skor benar 3
yaitu 37% (6 orang), skor benar 4 yaitu 63% (10 orang), dan tidak ada yang
mendapatkan skor benar 0, benar 1, benar 2, dan benar 5. Diketahui nilai rata-
rata post test yang didapatkan peserta sebesar 72,50.
Berikut ini merupakan grafik perbedaan pengetahuan peserta pre dan post test.

80
70
60
50
pre test
40
post test
30
20
10
0

- Berdasarkan hasil observasi saat praktek, semua peserta memahami dan


mampu untuk mempraktekan cara pengukuran tekanan darah yang benar
dengan menggunakan tensi digital setelah pelatihan. Peserta diharapkan juga
mampu mengintepretasikan hasil pengukuran tekanan darah.
- Diperoleh hasil adanya peningkatan pengetahuan yang signifikan sebelum dan
setelah pelatihan dasawisma mengenai hipertensi.

Rencana tindak lanjut :

 Dilakukan evaluasi dan monitoring oleh kader RW 03 secara berkala tiap 1


bulan sekali (tiap pertemuan dasawisma).
 Diharapkan setelah diberi pelatihan tensi mulai muncul bibit kader baru di
lingkungan RT 05 RW 03 dan dapat membatu apabila ada kegiatan posyandu
lansia maupun posbindu PTM.

Malang, 23 Oktober 2017


Ketua Kelompok

Erfan Dani, S.Kep


NIM. 135070200111002
Tabulasi Hasil Penyuluhan

a. Tingkat Pengetahuan Tentang Hipertensi Sebelum Pelatihan

Pretest
Benar 0 Benar 1 Benar 2 Benar 3 Benar 4 Benar 5
7%
31%
31%

31%

Dari data pretest peserta yang menjawab dengan skor benar 0 yaitu 6% (1
orang), skor benar 1 yaitu 31% ( 5 orang), skor benar 2 yaitu 31% (5 orang), skor
benar 3 yaitu 0% (0 orang), skor benar 4 terdapat 31% (5 orang), dan skor benar 5
yaitu 0% (0 orang)
b. Tingkat Pengetahuan Tentang Hipertensi Setelah Pelatihan

Postest
Benar 0 Benar 1 Benar 2
Benar 3 Benar 4 Benar 5

37%

63%

Dari tabel di atas didapatkan data bahwa terdapat peningkatan pada hasil
post test peserta yaitu dengan skor benar 3 yaitu 37% (6 orang), skor benar 4 yaitu
63% (10 orang), dan tidak ada yang mendapatkan skor benar 0, benar 1, benar 2,
dan benar 5.
LAMPIRAN DOKUMENTASI

Gb 1. Peserta mengisi lembar pre-test

Gb 2. P

Gb 3. Peserta Mempraktekkan Pengukuran


Tekanan Darah dengan Tensi Digital
LAMPIRAN 6 MMRT 2

LAPORAN PENDAHULUAN

MUSYAWARAH MASYARAKAT II RT 05 RW 03
KELURAHANKEDUNGKANDANG
KOTA MALANG

Disusun Oleh:

MAHASISWA PRAKTIK PROFESI NERS

(KELOMPOK 5B)

PUSKESMAS KEDUNGKANDANG

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2017
BAB I

PENDAHULUAN

1.7 Latar Belakang


Keperawatan kesehatan komunitas adalah pelayanan keperawatan profesional yang
ditujukan kepada masyarakat dengan pendekatan pada kelompok resiko tinggi, dalam
upaya pencapaian derajat kesehatan yang optimal melalui pencegahan penyakit dan
peningkatan kesehatan dengan menjamin keterjangkauan pelayanan kesehatan yang
dibutuhkan dan melibatkan klien sebagai mitra dalam perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi pelayanan keperawatan (Spradley, 1985; Logan and Dawkin, 1987).
Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit gangguan kronik pada metabolisme yang
ditandai dengan hiperglikemia yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme
karbohidrat, lemak, dan protein, disebabkan oleh defisiensi insulin relatif atau absolut
(Guyton, 2006). Hipertensi sering dijumpai pada penderita DM. Penderita diabetik hipertensi
lebih sering menderita kardiovaskuler disbanding diabetic normotensi (Bandiara, 2008).
Hingga saat ini hipertensi dan DM masih merupakan masalah kesehatan yang serius di
seluruh dunia. Penyebabnya antara lain prevalensi yang semakin meningkat, sedikitnya
penderita yang mendapatkan terapi adekuat, masih banyaknya penderita yang tidak
terdeteksi, serta tingginya morbiditas dan mortalitas akibat komplikasi hipertensi dan DM.
Musyawarah masyarakat RT (MMRT) kedua ini berisi pemaparan terkait hasil evaluasi
program yang telah terlaksana dan juga menetapkan rencana tindak lanjut dari setiap
program. Harapannya setelah masyarakat mengerti terkait masalah yang ada di lingkungan
RT 5 RT 3 dan bersama-sama melaksanakan program, masyarakat juga dapat meneruskan
program yang dijalankan agar terpeliharanya masyarakat RT 5 RW 3 Kedungkandang yang
sehat. Dalam pelaksanaan praktik asuhan keperawatan komunitas mahasiswa
menggunakan pendekatan proses keperawatan komunitas yang diawali dari pengkajian
dengan cara pengumpulan data, kemudian menyusun rencana sesuai dengan
permasalahan yang ditemukan sampai pelaksanaan dan terakhir evaluasi. Setelah MMRT 1,
didapatkan kesepakatan program yang dilakukan di RT 5 RW 3 Kedungkandang adalah
Skrining Skrining Diabetes & Hipertensi; dan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Senam
Diabetes, Jalan Sehat & Pemeriksaan Kesehatan), Penyuluhan Anti-Rokok, Pelatihan
pengukuran & interpretasi pemeriksaan tekanan darah dalam forum Dasawisma, dan
Pelatihan Kader Posbindu PTM.
Pelaksanaan program dimulai pada tanggal 8 Oktober dan diakhiri pada tanggal 20
Oktober. Setelah dilaksanakan kegiatan tersebut kemudian dilakukan evaluasi pada setiap
kegiatan dan perencanaan untuk tindak lanjut program setelah praktek profesi di RT 5 RW 3
Kedungkandang ini selesai. Pada MMRT II ini diharapkan peserta dapat memahami terkait
evaluasi hasil program yang telah terlaksana dan juga dapat melakukan tindak lanjut untuk
program-program tersebut.
1.8 Tujuan
1.8.1 Tujuan Umum:
Memaparkan hasil kegiatan dan evaluasi yang telah dilaksanakan bersama dengan
warga masyarakat di wilayah RT 5 RW 3 Kelurahan Kedungkandang.
1.8.2 Tujuan khusus:
1. Memaparkan hasil program yang sudah dilaksanakan di wilayah RT 5 RW 3
Kelurahan Kedungkandang.
2. Memaparkan evaluasi terhadap program yang sudah dilaksanakan di wilayah RT 5
RW 3 Kelurahan Kedungkandang
3. Menentukan Rencana Tindak Lanjut (RTL) bersama warga masyarakat di wilayah
RT 5 RW 3 Kelurahan Kedungkandang
BAB II
DESKRIPSI KEGIATAN
2.1. Nama Kegiatan

Musyawarah Mufakat Rukun Tetangga (MMRT) 2

2.2. Sasaran Kegiatan dan Kegiatan Umum


2.2.1. Sasaran Kegiatan
Masyarakat yang tergabung dalam Dasawisma RT 05 RW 03sebanyak 20
orang ditambah ketua RW 03, ketua RT 05, ketua kader posyandu lansia RW
03, ketua kader posyandu balita RW 03 Kelurahan KedungkandangKota
Malang, pembimbing klinik, dan pembimbing akademik.
2.2.2. Kegiatan Umum
- Pemaparan hasil program yang sudah dilaksanakan
- Pemaparan hasil evaluasi terhadap program yang sudah dilaksanakan
- Penyampaian Rencana Tindak Lanjut (RTL) bersama warga
2.3. Pelaksanaan Kegiatan
2.3.1. Waktu Kegiatan
a. Hari/tanggal : Rabu, 25Oktober 2017
b. Waktu : 18.00 WIB - selesai
2.3.2. Tempat Kegiatan
Rumah ketua RT 05 RW 03 Kelurahan Kedungkandang Malang
2.3.3. Metode
Diskusi
2.4. Susunan Acara Kegiatan
Sebelum acara
Jam Kegiatan
16.30-17.00 Perjalanan panitia ke desa
17.00-17.45 Persiapan panitia
17.45-18.00 Sholat magrib

Saat acara
18.00-18.05 Pembukaan acara oleh MC
18.05-18.10 Sambutan dari kapel
18.10-18.15 Sambutan ketua RT 05
18.15-19.00 Pemaparan hasil program yang sudah dilaksanakan
dan evaluasi program
19.00-19.30 Diskusi rencana tindak lanjut program
19.30-19.40 Penutup
19.40-19.45 Foto bersama

Setelah acara
19.45-20.00 Merapikan ruangan dan berpamitan
20.00-20.30 Perjalanan pulang

2.5. Susunan Kepanitiaan


1. Ketua Pelaksana : Arinda Rizky F
2. Divisi acara : Andhika S Widjaya , Mahartika Lupita
3. Divisi Humas : Dewi Puji, Esthi Dwi Y
4. Divisi Kestari : Siti Rodliyah
5. Divisi Perkap : Erfan Dani
6. Divisi PDDM : Aulia
7. Divisi Konsumsi : Sunardiman, Lala Aisyana
8. Presentator + moderator : Dewi Puji dan Sunardiman
9. Notulensi : Siti Rodliyah dan Lala Aisyana
2.6. Anggaran Dana

NO ITEM HARGA JUMLAH TOTAL


SATUAN
1 Sewa LCD 25.000 1 buah 25.000
2 Sewa Proyektor 120.000 1 buah 120.000
3 Konsumsi warga 3.000 20 buah 60.000
5 Air mineral 15.000 1 karton 15.000
6 Pengeluaran tidak terduga 50.000 - 50.000
TOTAL PENGELUARAN 270.000,-

2.7. Kriteria Evaluasi


2.8.1 Evaluasi Struktur
iii. Tempat dan waktu telah ditentukan 2 hari sebelum kegiatan MMRT.
iv. Media dan materi tersedia
2.8.2 Evaluasi Proses
vi. Sebanyak 18 orang (70% peserta) dapat menghadiri kegiatan MMRT.
vii. Peserta mengikuti kegiatan MMRT dari awal sampai akhir.
viii. Peserta aktif dalam kegiatan diskusi MMRT.
ix. Peserta memperhatikan dan mendengarkan materi dengan seksama.
x. Pelaksanaan kegiatan sesuai dengan waktu dan tempat yang telah
direncanakan
2.8.3 Evaluasi Hasil
- Peserta mampu memahami hasil dan evaluasi dari pelaksanaan program di
RT 05 RW 03 Kelurahan Kedungkandang
- Peserta dan mahasiswa mensepakati rencana tindak lanjut untuk kegiatan
program yang dilakukan di RT 05 RW 03 Kelurahan Kedungkandang
BAB III

PENUTUP

Demikian Laporan Pendahuluan kegiatan Musyawarah Masyarakat I ini kami susun


untuk memberikan gambaran tentang kegiatan yang akan dilaksanakan dengan harapan
agar dapat dijadikan bahan pertimbangan dan pedoman penyelenggaraan kegiatan. Segala
bentuk dan dukungan baik dalam bentuk moril maupun materil sangat kami harapkan demi
kesuksesan acara ini.

Kami selaku penyelenggara kegiatanmengucapkan terima kasih atas segala


perhatian dan kerjasama semua pihak yang terkait dalam kegiatan ini. Semoga kegiatan ini
bermanfaat bagi semua pihak.
KEMENTRIAN RISET, TEKNILOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS KEDOKTERAN
Jalan Veteran Malang – 65145
Telp. (0341) 551611 Pes. 213.214; 569117, 567192
Fax (62)(0341) 564755
e-mail: sekr.fk@ub.ac.id http:fk.ub.ac.id
JAWA TIMUR - INDONESIA

Berita Acara Kegiatan Musyawarah Masyarakat

Nama Kegiatan : Musyawarah Masyarakat 2RT 05 RW 03 Kelurahan


Kedungkandang
Hari/Tanggal : Rabu, 25 Oktober 2017
Pukul : 18.00-19.30 WIB
Tempat : Rumah Ketua RT 05 RW 03
Pemateri : Dewi Pujiastuti dan Sunardiman
Jumlah Peserta : 11 orang
Kronologis Acara : Registrasi acara dimulai pukul 18.00 WIB. Peserta yang hadir adalah
Ibu-ibu RT 05 yang tergabung dalam anggota dasawisma, Ketua
Kader balita RW 03, dan ketua kader lansia RW 03. Acara dimulai
dengan pembukaan pada pukul 18.20 WIB yang disampaikan oleh
Andika S. Wijaya selaku moderator. Setelah itu, pemateri
menyampaikan evaluasi terkait semua kegiatan yang telah dilakukan
mahasiswa di RT 05. Setelah penyampaian evaluasi,moderator
memimpin musyawarah mahasiswa dengan peserta terkait tindak
lanjut kegiatan-kegiatan yang sudah dilakukan oleh mahasiswa di RT
05. Kemudian, mahasiswa mempersembahkan video perpisahan
pada peserta. Setelah itu, Bapak ketua RT 05memberikan kesan
kepada mahasiswa dimana beliau menyampaikan terima kasih dan
mohon maaf jika selama ini terdapat warga yang kurang sopan
maupun berperilaku yang kurang berkenan. Selain itu, beliau juga
mengatakan bahwa kegiatan yang dilakukan mahasiswa sangat
bermanfaat bagi warga RT 05dan warga sangat antusias dengan
kegiatan mahasiswa. Dari mahasiswa, diwakili oleh Lala Aisyan yang
menyampaikan terima kasih kepada seluruh warga RT 05 yang sudah
menerima mahasiswa dengan tangan terbuka serta maaf jika
mahasiswa mempunyai kesalahan yang disengaja maupun tidak.
Setelah itu, dilanjutkan dengan penyerahan kenang-kenangan dari
mahasiswa kepada RT 05. Acara yang terakhir adalah penutup dan
salam.
Berikut ini beberapa kesepakatan warga terkait tindak lanjut program:
1. Pelaksanaan posbindu akan dilakukan bersamaan dengan
posyandu balita karena saat pelaksanaan posyandu balita
terdapat banyak ibu-ibu yang mengantarkan anaknya sehingga
merupakan saat yang tepat untuk sekalian ikut posbindu
2. Pada saat acara PKK atau tempat kumpul warga disosialisasikan
bahwa posbindu merupakan program untuk warga yang berusia
15-44 tahun jadi yang tidak memiliki balita pun diharapkan bisa
ikut
3. Terkait dengan monitoring kemampuan anggota dasawisma yang
telah dilatih untuk menggunakan tensi digital akan diserahkan ke
kader yang berada di RT 05 (Bu wati)
4. Tensi dan stetoskop yang diberikan oleh mahasiswa sebagai
tambahan fasilitas pelaksanaan posbindu yang diberikan oleh
mahasiswa akan dititipkan ke ketua RW agar lebih jelas untuk
menghubungi siapa ketika dibutuhkan sewaktu-waktu

Pertanyaan yang muncul selama musyawarah:


1. Apakah kepanjangan SEGER-MAS?
2. Tensi yang sudah diberikan kemarin, sebaiknya dibawa siapa?
3. Posbindu sebaiknya dimasukkan ke posyandu balita atau posyandu lansia?

Evaluasi :

1. Evaluasi Struktur
a. Materi tersedia dan memadai
b. Peserta yang hadir sebanyak 11 orang dari 20 orang yang diundang
2. Evaluasi Proses
a. Peserta memperhatikan dan mendengarkan dengan seksama ketika pemateri
menyampaikan materi.
b. Peserta terlihat antusias dan aktif selama diskusi berlangsung.
c. Seluruh peserta mengikuti kegiatan mulai dari awal hingga akhir acara.
3. Evaluasi Hasil
a. Peserta mampu menerima dan memahami permasalahan yang terjadi di RT
05 RW 03, Kelurahan Kedungkandang Malang.
b. Warga RT 05 menyatakkan sangat puas dengan kegiatan yang dilakukan
mahasiswa.
Saran:
1. Bapak RT berharap ada kegiatan lagi dari Mahasiswa terkait kesehatan warga.

Malang, 26 Oktober 2017


Ketua Kelompok

Erfan Dani
NIM. 135070200111002
LAMPIRAN DOKUMENTASI

Anda mungkin juga menyukai