Laporan Komunitas
Laporan Komunitas
Oleh :
Kelompok 5B
Sunardiman 125070207111015
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
BAB I
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep
2.1.1 Pengertian Community As Partner
Konsep Community as Partner diperkenalkan Anderson dan McFarlane yang
merupakan pengembangan dari model Neuman yang menggunakan pendekatan totalitas
manusia untuk menggambarkan status kesehatan klien. Komunitas sebagai klien/partner
berarti bahwa kelompok masyarakat tersebut turut berperan serta secara aktif dalam
meningkatkan kesehatan, mencegah dan mengatasi masalah kesehatannya (Ekasari,
2006).
Model community as partner ada dua komponen penting yaitu roda pengkajian
komunitas dan proses keperawatan. Roda pengkajian komunitas terdiri dari dua bagian
utama yaitu inti (core) sebagai intrasistem terdiri dari demografi, riwayat, nilai dan keyakinan
komunitas. Ekstrasistemnya terdiri dari delapan subsistem yang mengelilingi inti yaitu
lingkungan fisik, pendidikan, keamanan dan transportasi, politik dan pemerintahan,
pelayanan kesehatan dan sosial, komunikasi, ekonomi dan rekreasi. Sedangkan proses
keperawatan yang dimaksud mulai dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi
dan evaluasi (Mubarak, 2009).
Senam diabetes adalah senam aerobic low impact dan rithmis gerakan
menyenangkan tidak membosankan dan dapat diikuti semua kelompok umur sehingga
menarik antusiasme kelompok dalam klub- klub diabetes. Pada waktu latihan jasmani
otot-otot tubuh, sistem jantung dan sirkulasi darah serta pernafasan diaktifkan. Oleh
sebab itu metabolisme tubuh, keseimbangan cairan dan elektrolit serta asam basa
harus menyesuaikan diri. Otot – otot akan menggunakan asam lemak bebas dan
glukosa yang berasal dari glikogen di otot – otot pada waktu latihan jasmani mulai
dipakai sebagai sumber tenaga. Apabila latihan jasmani terus ditingkatkan maka
sumber tenaga dan glikogen otot berkurang, selanjutnya akan terjadi pemakaian
glukosa darah dan asam lemak bebas. Makin ditingkatkan porsi olahraga makin
meningkat pula pemakaian glukosa yang berasal dari cadangan glikogen hepar. Apabila
porsi latihan ditingkatkan lagi, maka sumber tenaga terutama berasal dari asam lemak
bebas dan lipolisis jaringan lemak.
Manfaat olahraga ditentukan oleh tipe penyakit DM, yaitu DM tipe 1 atau DM tipe
2. Pada DM tipe 1 memiliki kadar darah yang rendah akibat kurang atau tidak adanya
produksi insulin oleh pancreas. DM tipe 1 mudah mengalami hipoglikemia selama dan
segera sesudah berolahraga. Meskipun olahraga pada DM tipe I tidak mempengaruhi
pengaturan kadar gula darah, namun mempunyai beberapa keuntungan, seperti dapat
mengurangi resiko penyakit jantung, gangguan pembuluh darah dan saraf.
Olahraga pada DM tipe II berperan utama dalam pengaturan kadar gula darah.
Pada tipe ini produksi insulin umumnya tidak terganggu terutama pada awal menderita
penyakit ini. Masalah utama adalah kurangnya respons reseptor insulin terhadap
insulin, sehingga insulin tidak dapat masuk ke dalam sel-sel tubuh kecuali otak. Otot
yang berkontraksi atau aktif tidak memerlukan insulin untuk memasukkan glukosa ke
dalam sel, karena pada otot yang aktif sensitivitas reseptor insulin meningkat. Oleh
karena itu olahraga pada DM tipe II akan menyebabkan berkurangnya kebutuhan insulin
eksogen. Selain bermanfaat dalam mengontrol kadar gula darah, olahraga pada DM
tipe II diharapkan dapat menurunkan BB dan ini merupakan salah satu sasaran yang
ingin dicapai, bahkan sebagian ahli menganggap bahwa manfaat olahraga bagi DM tipe
II akan lebih jelas bila disertai dengan penurunan BB.
Olahraga secara umum bermanfaat bagi penderita DM, manfaat tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Mengontrol gula darah, terutama pada DM tipe II, sedangkan bagi DM tipe 1
masih merupakan problematic
2. Menghambat dan emmperbaiki faktor risiko penyakit kardiovaskular yang banyak
terjadi pada penderita DM
3. Menurunkan berat badan
4. Memperbaiki gejala-gejala musculoskeletal otoy, tulang sendi, yaitu gejala-gejala
neuropati perifer dan osteoarthritis
5. Memberikan keuntungan psikologis
6. Mencegah terjadinya DM yang dini, terutama bagi orang-oorang dengan riwayat
keluarga DM tipe II dan diabetes kehamilan atau predicable tes
Senam jenis apapun pada prinsipnya baik untuk semua orang. Tapi bagi
penderita diabetes manfaatnya akan lebih efektif bila jenis olahraga yang dilakukan
mayoritas menggunakan otot-otot besar tubuh, dengan gerakan-gerakan ritmis
(berirama) dan berkesinambungan (kontinyu) dalam waktu yang lama. Olahraga yang
dianjurkan untuk penderita DM adalah aerobic low impact dan ritmis, misalnya
berenang, jogging, naik sepeda, dan senam disco, sedangkan latihan resisten statis
tidak dianjurkan (misalnya olahraga beban angkat besi). Tujuan latihan adalah untuk
meningkatkan kesegaran jasmani atau nilai aerobic optimal.
Petunjuk olahraga:
1. Program latihan
Program latihan yang dianjurkan bagi penderita DM untuk meningkatkan kesegaran
jasmani adalah CRIPE, karena program ini dianggap memenuhi kebutuhan. CRIPE
adalah kepanjangan dari:
a. Continous, artinya latihan jasmani terus-menerus tidak berhenti dapat menurunkan
intensitas, kemudian aktif lagi dan seterusnya intensitas dikurangi lagi. Aktif lagi dan
seterusnya, melakukan aktivitas latihan terus menerus selama 50-60 menit.
b. Rhytmical, artinya latihan harus dilakukan berirama, melakukan latihan otot
kontraksi dan relaksasi. Jadi gerakan berirama tersebut diatur dan terus-menerus
c. Interval, artinya latihan dilaksanakan terselang-seling, kadang-kadang cepat,
kadang-kadang lambat tetapi kontinyu selama periode latihan
d. Progresif artinya latihan harus dilakukan peningkatan secara bertahap dan beban
latihan juga ditingkatkan secara perlahan-lahan
e. Endurance, artinya latihan untuk meningkatkan kesegaran dan ketahanan system
kardiovaskular dan kebutuhan tubuh pendeita DM
2. Porsi latihan
Porsi latihan harus ditentukan supaya maksud dan tujuan latihan oleh penderita DM
memberikan manfaat yang baik. Latihan yang berlebihan akan merugikan kesehatan,
sedangkan latihan yang terlalu sedikit tidak begitu bermanfaat. Penentuan porsi latihan
harus memperhatikan intensitas latihan, lama latihan, dan frekuensi latihan.
a. Intensitas latihan
Intensitas latihan dapat dinilai dengan:
1. Target nadi/area latihan
Penderita dapat menghitung denyut nadi maksimal yang harus dicapai
selama latihan. Meskipun perhitungan ini agak kasar tapi dapat digunakan
rumus denyut nadi maksimal = 220 – umur penderita.
Denyut nadi yang harus dicapai antara 60-79 % adalah target nadi/zone
latihan yang diperbolehkan. Bila lebih dari 79 %, maka dapat membahayakan
kesehatan penderita, apabila nadi tidak mencapai target atau kurang dari 60 %
kurang bermanfaat.
Area latihan adalah interval nadi yang ditargetkan dicapai selama
latihan/segera setelah latihan maksimum, yaitu antara 60 sampai 79 % dari
denyut nadi maksimal. Sebagai contoh penderita DM tidak tergantung insulin
umur 40 tahun, interval nadiyang diperbolehkan adalah 60 % kali (220 –40) dan
79 % kali (220-40) dan hasilnya interval nadi antara 108 sampai dengan 142
permenit. Jadi area latihan antara 108 –142 denyut nadi permenit.
2. Kadar gula darah
Sesudah latihan jasmani kadar gula darah 140-180 mg% pada usia lanjut
dianggap cukup baik, sedang usia muda sampai 140 mg%.
3. Tekanan darah sebelum dan sesudah latihan
Sebelum latihan tekanan tidak melebihi 140 mmHg dan setelah latihan meksimal
tidak lebih dari 180 mmHg
b. Lama latihan
Untuk mencapai efek metabolik, maka latihan inti berkisar antara 30-40 menit
dengan pemanasan dan pendinginan masing-masing 5-10 menit. Bila kurang, maka
efek metabolic sangat rendah, sebaliknya bila berlebihan menimbulkan efek buruk
terhadap sistem muskuloskeletal dan kardiovaskuler serta sistem respirasi.
c. Frekuensi
Frekuensi olahraga berkaitan erat dengan intensitas dan lamanya berolahraga,
Menurut hasil penelitian,ternyata yang paling baik adalah 5 kali seminggu. Tiga kali
seminggu sudah cukup baik, dengan catatan lama latihan harus diperpanjang 5
sampai 10 menit lagi. Jangan sampai 7 kali seminggu, karena tidak ada hari untuk
istirahat, lagipula kurang baik untuk metabolisme tubuh
3. Latihan kaki
Untuk mencegah atau menghambat dan memperbaiki neuropati perifer pada umumnya
dan pada orang tua yang sudah menderita osteoartrosis dan neuropati, maka latihan
kaki harus lebih intensif. Tujuan latihan kaki adalah untuk memperbaiki sirkulasi darah
tungkai bawah pergelangan kaki, telapak kaki dan jari-jari. Latihan kaki sebaiknya
dilakukan sebelum latihan jasmani sebenarnya (jalan, jogging dan sebagainya) atau
diluar hari-hari latihan dan dapat dilakukan dimana saja.
Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum latihan:
1. Berkonsultasi dengan dokter yang menangani DM
2. Sesuaikan obat-obat yang dipakai dengan latihan-latihan olahraganya
3. Kalau perlu, masukkan karbohidrat bisa ditambah
4. Bila berlatih dengan seorang instruktur, katakana kepada pelatih bahwa ada penderita
DM
5. Bawalah serta coklat yang dpaat segera digunakan, seandainya terjadi hipoglikemu
untuk menanggulanginya
6. Sebaiknya berlatih bersama teman yang sewaktu-waktu bisa menolong apabila terjadi
hal-hal yang tidak terduga
Beberapa catatan:
1. Memakai pakaian olahraga, kaos kaki yang nyaman dan biasanya dari katun cukup baik
2. Hindarkan latihan di udara terlalu panas atau terlalu dingin
3. Pada keadaan gula sangat tinggi sebaiknya latihan dihindarkan
4. Minum harus cukup pada saat dan sesudah olahraga
5. Kaki harus diperhatikan setiap selesai latihan ada lecet/luka
6. Penderita yang mendapat terapi insulin dan obat penurun gula darah (OHO) sebaiknya
pasien diperiksa gula darah sebelum, selama, dan sesudah latihan, terutama pasien
DM tipe 1 dan DM tiep II yang mendapat insulin
33%
51%
4%
4% 2%
2% 2%
2%
Usia
18% 18%
64%
Jenis Kelamin
51% 49%
16% 16%
5%5%2%
1%
6% 33%
7%
8%
16% 17%
Usia
8% 4% 8%
16%
25%
7%
16%
20%
80%
Status Pernikahan
16% 2%
4%
78%
100%
Islam
IMT
2%
4%4%
21%
69%
Tingkat Stress
6%
23%
55%
16%
4% 6% 8%
6% 2%
47%
4%
10%
13%
Tidak ada Batuk-pilek pusing nyeri dada linu,pegal penglihatan nyeri leher/ pinggang
37%
Suku
4%
96%
Jawa Madura
Bahasa
4%
45% 51%
3.2.3.2 Kebiasaan
Masyarakat RT 5 memiliki kebiasaan kumpul di sekitar taman edukasi
pada sore hari sekitar pukul 16.00 WIB. Biasanya warga hanya duduk-duduk
disekitar taman atau hanya sekedar berjalan-jalan. Tidak ada perkumpulan
khusus, semua warga memiliki hak untuk menggunakan taman tersebut.
3.2.4 Value
3.2.4.1 Merokok
Berdasarkan hasil survey kepada 49 KK, didapatkan hasil 12 KK yang dapat
ditanyakan terkait persepsi merokok.Sebanyak 6 responden (50%) memiliki
kebiasaan merokok, dan sebanyak 6 responden (50%) tidak memiliki kebiasaan
merokok.Sebanyak 6 responden (100%) memiliki kebiasaan merokok lebih dari 10
tahun.Sebanyak 6 responden (100%) memiliki kebiasaan merokok akibat ikut-ikutan
teman/terbawa oleh pergaulan.Sebanyak 6 responden (100%) memiliki kebiasaan
merokok sebanyak 1-10 batang per harinya. Sebanyak 6 responden (100%) memiliki
kebiasaan merokok 6-30 menit di awal hari. Sebanyak 6 responden (100%) memiliki
kebiasaan tetap merokok disaat sakit.
2%
20%
49%
29%
Konsumsi Gorengan
0%
37% 35%
28%
100%
Tidak pernah
Frekuensi Olahraga
14% 25%
37% 24%
55%
Frekuensi
14% 25%
6%
55%
1 bulan sekali >2 bulan sekali hanya saat sakit Tidak pernah
78%
30% 33%
37%
Tidak tahu dan Tidak ikut Tahu tapi tidak ikut Tahu dan ikut
4%
39%
57%
Tidak tahu dan tidak ikut Tahu tapi tidak ikut Tahu dan ikut
Pengobatan Tradisional
29%
71%
Ya Tidak
3.2.7 Ekonomi
3.2.7.1 Mata pencaharian warga kelurahan Kedungkandang
3.2.2.2.4 Pekerjaan
Pekerjaan
4% 4%
4% 2%
8%
21% 57%
18% 2%
35%
45%
Jarak Tempuh
10%
14%
43%
6%
27%
<1 km 1 km 2 km 3 km >3 km
10%
4%
86%
3.2.10 Komunikasi
Alat Komunikasi
100%
HP
2% 2%
4% 4% 2%
86%
3.2.11 Pendidikan
SD SMP SMA
Pendidikan
4%
37% 43%
16%
3.2.12 Rekreasi
Menurut wawancara dengan ketua RT 5 dan whindshield didapatkan hasil
bahwa di RT 5 ada taman edukasi yang biasa warga kunjungi setiap hari pada sore
hari ukul 16.00 WIB. Selain taman edukasi, warga juga biasanya mengadakan
karnaval sebagai hiburan warga di setiap hari besar.
Tempat Rekreasi
4% 8%
88%
10% 8%
12%
70%
1. Pengetahuan Hipertensi
Rata-rata pengetahuan responden tentang hipertensi dalam kategori cukup (mean :
64,84). Sebanyak 10 responden (62,5%) memiliki tingkat pengetahuan yang cukup, 5
responden (31,25%) memiliki pengetahuan yang baik, dan 1 responden (6,25%)
memiliki pengetahuan yang buruk.
PENGETAHUAN HIPERTENSI
6,25 %
62,5 %
31,25%
2. Sikap Hipertensi
Rata-rata responden memiliki sikap terhadap hipertensi dalam kategori cukup (mean
: 56,25%). Sebanyak 7 (43,75%) responden memiliki sikap yang buruk, 5 responden
(31,25%) dengan sikap yang cukup, dan 5 responden (31,25%) dengan sikap yang
baik.
31,25%
43,75%
31,35%
93,75%
50%
43,75%
LATIHAN FISIK
6,25%
93,75%
50% 50%
e. MMAS
Dari total responden dengan hipertensi, sebanyak 9 responden (56,25%)
mengkonsumsi obat antihipertensi.
Sebanyak 2 responden (22,2%) mengkonsumsi obat hipetensi bila muncul
keluhan. Sebanyak 1 responden memiliki kebiasaan mengkonsumsi jamu/obat-
obatan tradisional, dan sebanyak 6 responden (66,6%) memiliki kebiasaan
minum obat antihipertensi secara rutin.
56,25%
22,2%
66,6%
DIABETES MELLITUS
1. Pengetahuan DM
Rata-rata responden memiliki pengetahuan tentang DM dalam kategori baik (mean:
100). Sebanyak 4 responden (100%) memiliki pengetahuan yang baik mengenai
diabetes mellitus.
100%
Baik
2. Sikap DM
Rata-rata responden memiliki sikap terhadap DM dalam kategori baik (mean: 5,25).
Sebanyak 3 responden (75%) memiliki sikap yang baik, dan 1 responden (25%)
memilliki sikap yang buruk.
25%
75%
Buruk Baik
PENATALKSANAAN DIABETES
MELLITUS
100%
50% 50%
b. Diet
Rata-rata responden menjalankan pola diet yang cukup (mean: 8,25). Sebanyak
3 responden (75%) menjalankan diet yang cukup, dan 1 responden (25%)
menjalankan diet yang baik
PERILAKU DIET DIABETES MELLITUS
25%
75%
Cukup Baik
LATIHAN FISIK
50% 50%
Buruk Baik
25%
75%
100%
Sesuai Dosis100.0
Sebanyak 3 responden (75%) rutin kontrol ke dokter setiap 1 bulan sekali, atau
setiap obat habis.
KEBIASAAN KONTROL KE
DOKTER/YANKES
25%
75%
25%
75%
25%
75%
PEMERIKSAAN KOLESTEROL
50% 50%
25%
75%
Baik Buruk
Sikap:
Rata-rata responden
memiliki sikap terhadap
hipertensi dalam kategori
cukup (mean : 56,25%).
Sebanyak 7 (43,75%)
responden memiliki sikap
yang buruk, 5 responden
(31,25%) dengan sikap
yang cukup, dan 5
responden (31,25%)
dengan sikap yang baik
Perilaku:
a. Rata-rata responden
memiliki perilaku diet
hipertensi dalam
kategori cukup (mean:
12). Sebanyak 15
responden (93,75%)
memiliki perilaku diet
yang cukup, 1
responden (6,25%)
memiliki diet yang baik
b. Rata-rata responden
memiliki perilaku diet
rendah garam dalam
kategori cukup (mean:
7,06). Sebanyak 8
responden (50%)
memiliki perilaku diet
rendah garam yang
buruk, 7 responden
(43,75%) dengan
perilaku rendah garam
yang cukup, dan 1
responden (6,25%)
dengan perilaku diet
rendah garam yang
baik
c. Sebanyak 15
responden (93,75%)
memiliki aktivitas fisik
berupa berdiri, dan
berjalan. Bentuk
aktivitas yang
dilakukan responden
meliputi: berjalan-
jalan, berbelanja,
bekerja, menjalankan
pekerjaan rumah,
mengasuh cucu, dll.
Sedangkan 1
responden (6,25%)
memiliki aktivitas fisik
berupa duduk di
kantor dalam jangka
waktu yang lama.
d. Sebanyak 6
responden (50%)
memiliki kebiasaan
merokok, dan
sebanyak 6 responden
(50%) tidak memiliki
kebiasaan merokok.
Sebanyak 6
responden (100%)
memiliki kebiasaan
merokok lebih dari 10
tahun.
Sebanyak 6
responden (100%)
memiliki kebiasaan
merokok akibat ikut-
ikutan teman/terbawa
oleh pergaulan.\
Sebanyak 6
responden (100%)
memiliki kebiasaan
merokok sebanyak 1-
10 batang per harinya
Sebanyak 6
responden (100%)
memiliki kebiasaan
merokok 6-30 menit di
awal hari
Sebanyak 6
responden (100%)
memiliki kebiasaan
tetap merokok disaat
sakit.
e. Dari total responden
dengan hipertensi,
sebanyak 9 responden
(56,25%)
mengkonsumsi obat
antihipertensi.
Sebanyak 2
responden (22,2%)
mengkonsumsi obat
hipetensi bila muncul
keluhan. Sebanyak 1
responden memiliki
kebiasaan
mengkonsumsi
jamu/obat-obatan
tradisional, dan
sebanyak 6 responden
(66,6%) memiliki
kebiasaan minum obat
antihipertensi secara
rutin.
Survey DM
Pengetahuan:
Rata-rata responden
memiliki pengetahuan
tentang DM dalam kategori
baik (mean: 100). Sebanyak
4 responden (100%)
memiliki pengetahuan yang
baik mengenai diabetes
mellitus.
Sikap:
Rata-rata responden
memiliki sikap terhadap DM
dalam kategori baik (mean:
5,25). Sebanyak 3
responden (75%) memiliki
sikap yang baik, dan 1
responden (25%) memilliki
sikap yang buruk.
Perilaku:
a. Sebanyak 4
responden (100%)
mencaritahutentangc
arapenatalaksanaand
iabetes mellitus
(seperti ; diet yang
baik, pengobatan
yang teratur, olah
ragayang efektif,
perawatan kaki) .
Rata-rata media yang
diakses oleh
responden adalah
melaluitelevisi dan
dokter, atau tenaga
medis lain.
Sebanyak 2
responden (50%)
mengikuti
penyuluhan terkait
penatalaksanaan
DM, dan 2 responden
(50%) tidak mengikuti
penyuluhan terkait
penatalaksanaan
DM.
b. Rata-rata responden
menjalankan pola
diet yang cukup
(mean: 8,25).
Sebanyak 3
responden (75%)
menjalankan diet
yang cukup, dan 1
responden (25%)
menjalankan diet
yang baik
c. Rata-rata responden
memiliki latihan fisik
yang buruk (mean:
3). Sebanyak 2
responden (50%)
menjalankan latihan
fisik yang buruk, dan
sebanyak 2
responden (50%)
menjalankan aktivitas
fisik yang baik.
Sebanyak 3
responden (75%)
rutin minum obat
atau suntik insulin
mandiri secara
teratur sesuai
jadwal dari
dokter.
Sebanyak 4
responden
(100%) minum
obat sesuai dosis
yang dianjurkan
oleh dokter.
d. Sebanyak 3
responden (75%)
rutin kontrol ke dokter
setiap 1 bulan sekali,
atau setiap obat
habis
e. Sebanyak 3
responden (75%)
rutin melakukan
pemeriksaan gula
darah sesaat setiap 1
bulan sekali, dan
sebanyak 1
responden (25%)
hanya memeriksakan
GDS hanya saat
sakit.
Sebanyak 3
responden (75%)
rutin melakukan
pengukuran tekanan
darah setiap bulan,
dan sebanyak 1
responden (25%)
hanya mengukur
tekanan darah saat
sakit.
Sebanyak 2
responden (50%)
rutin melakukan
memeriksaan
kolesterol tiap 3
bulan sekali, dan
sebanyak 2
responden (50%)
tidak pernah
melakukan
pemeriksaan
kolesterol
f. Rata-rata responden
memiliki perawatan
kaki yang buruk
(mean: 2,25).
Sebanyak 1
responden (25%)
menjalankan
program perawatan
kaki dengan baik,
dan sebanyak 3
responden (75%)
menjalankan
program perawtan
kaki yang buruk.
Seluruh responden
(100%) memiliki
kebiasaan tidak
memakai kaus kaki.
50% responden
memiliki kebiasaan
tidak mencuci kaki
setiap hari.
50% responden
memiliki kebiasaan
mengerikan sela-sela
kaki setiap kali
selesai mencuci kaki.
50% responden
memiliki kebiasaan
memotong kuku kaki
yang panjang.
75% reponden
memiliki kebiasaan
tidak memakai lotion
pada kaki.
75% responden
memiliki kebiasaan
tidak segera
mengobati luka yang
ada pada kaki.
Wawancara
Selain dari survey KS,
dilakukan juga wawancara
menanyakanan alasan
warga jarang memeriksakan
TD dan GD di posyandu .
Selain karena sibuk bekerja
biasanya warga hanya
memeriksakan TD dan GD
hanya pada saat
diselenggarakannya
pemeriksaan gratis.
Informasi tentang HT dan
DM yang didapat lewat
posyandu dan media massa
Sikap
kebiasaan merokok akibat
ikut-ikutan teman/terbawa
oleh pergaulan.
Dan memiliki kebiasaan
merokok sebanyak 1-10
batang per harinya
Perilaku
Warga memiliki kebiasaan
merokok 6-30 menit di awal
hari tetap merokok disaat
sakit.
Defisiensi 3 2 3 5 13
kesehatan
komunitas
Ketidakefektifan 3 2 2 4 11
manajemen
kesehatan
Perilaku Kesehatan 2 2 2 3 9
Cenderung
beresiko
PREVENSI SEKUNDER
Kontrol resiko hipertensi
Indikator 1 2 3 4 5
Mencari informasi
terkait hipertensi
Mengidentifikasi
faktor resiko
hipertensi
Mengenal faktor
resiko individu
terkait hipertensi
Memanfaatkan
fasilitas kesehatan
untuk skrining
hipertensi
Memanfaatkan
fasilitas di
masyarakat untuk
mengurangi resiko
hipertensi
1 = tidak pernah menunjukkan
2= jarang menunjukkan
3= kadang-kadang menunjukkan
4= sering menunjukkan
5= secara konsisten menunjukkan
Kadar Glukosa Darah
Indikator 1 2 3 4 5
Kadar Glukosa Darah
1. Sangat terganggu
2. Banyak terganggu
3. Cukup terganggu
4. Sedikit terganggu
5. Tidak terganggu
PREVENSI TERSIER
Perilaku Patuh : Pengobatan Yang Pengajaran: Peresepan Obat-Obatan
Disarankan 1. Menginstruksikan Klien mengenai tujuan dan kerja
Indikator 1 2 3 4 5 setiap obat
Membuat daftar 2. Menginstruksikan Klien mengenai dosisi, rute dan
semua obat-obatan durasi setiap obat
dengan dosis dan 3. Meninjau pengetahuan Klien mengenai obat-
frekuensi obatan
pemberian 4. Mengenali pengetahuan Klien mengenai obat-
Mengetahuimanfaat obatan
obat yang 5. Menginformasikan Klien konsekuensi tidak
digunakan memakai obat atau menghentikan pemakaian obat
Meminum obat secara tiba-tiba
sesuai dosis yang 6. Mengintruksikan Klien mengenai kemungkinan
dianjurkan efek samping setiap obat yang digunakan
Memantau efek 7. Mengnstruksikan Klien mengenai cara menyimpan
samping obat obat-obatan dengan tepat
Menyimpan obat 8. Memberikan informasi tertulis mengenai kerja,
dengan tepat tujuan, efek samping, dan lain-lain dari obat-
1 = tidak pernah menunjukkan obatan pada klien
2= jarang menunjukkan
3= kadang-kadang menunjukkan
4= sering menunjukkan
5= secara konsisten menunjukkan
perilaku sendiri
3.7Plan Of Action
Sekitar gapura
RT 5 RW 3
hidup sehat pada Dasawisma Diskusi, &Role Rumah Ketua meter, Mahasiswa
Tensi dan
6 komunitas hipertensi di RT 5 RW 3 Play RT 5 Stetoskop,
Penyuluhan
Hipertensi RT 5 RW 3 Leaflet
20 Oktober
Kedungkandang 2017
utamanya dengan
mengajarkan konsep 18.00 WIB -
Selesai
hipertensi, sehingga
dapat menurunkan resiko
komplikasi hipertensi dan
menjadi acuan
pencegahan bagi yang
tidak menderita
hipertensi.
- Meningkatkan
kemampuan
&pengetahuan peserta
untuk dapat melakukan
kontrol tekanan darah dan
patuh dalam pengobatan
secara mandiri.
- Memberikan pengetahuan
kepada masyarakat
tentang diet yang baik
dan benar bagi komunitas
hipertensi.
- Mempresentasikan hasil Perwakilan
intervensi yang telah RT dan RW, Tempat:
dilakukan pada warga struktur Rumah Ketua LCD
binaan RT 5 RW 3, Kec. keanggotaa Seminar & RT 5 Proyektor, Swadaya
7 MMRT 2 Arin
Kedung Kandang n RT dan Musyawarah Powerpoint, Mahasiswa
- Mengevaluasi kegiatan RW, kader 26 Oktober Laptop
yang sudah dilaksanakan Kesehatan 2017
di masyarakat RT 5 RW 3
3.8 IMPLEMENTASI
Hari / Tanggal / Jam /
NO Implementasi TTD
Tempat
1 MMRT 1 - Menjelaskan hasil pengkajian dan
Minggu, 24September permasalahan yang sering terjadi di RT 05 /
2017 RW 03 Kedungkandang
18.00 – 20.00 WIB - Membuka sesi diskusi dan klarifikasi hasil
Di rumah Ketua RT 05/ pengkajian dan permasalahan
RW 03 - Menetapkan masalah dengan perwakilan warga
(ketua RT,Ketua PKK, Ibu – Ibu Dasawisma)
- Menetapkan prioritas masalah dengan
perwakilan warga (ketua RT,Ketua PKK, Ibu –
Ibu Dasawisma)
- Menentukan rencana kegiatan bersama
perwakilan warga (ketua RT,Ketua PKK, Ibu –
Ibu Dasawisma.
A. MMRT 1
a. Evaluasi Struktur
Ruangan kondusif untuk kegiatan MMRT.
Media dan materi tersedia dan memadai.
Peserta yang hadir sebanyak 11 warga dari 15 orang yang
diundang dalam dasawisma dikarenakan hujan
b. Evaluasi Proses
Peserta memperhatikan dan mendengarkan hasil pengkajian dengan
seksama
Peserta aktif dan antusias selama proses diskusi berlangsung
Proses diskusi berjalan lancar dan peserta antusias dalam
menyampaikanpendapatnya terkait program yang akan
diselenggarakan.
Seluruh peserta mengikuti kegiatan mulai dari awal hingga akhir
acara.
c. Evaluasi Hasil
Peserta mampu menerima dan memahami permasalahan yang terjadi
di RT 05 RW 03 Kelurahan Kedungkandang
Didapatkan rencana kegiatan yang telah disepakati antara mahasiswa
dan peserta MMRT.
d. Faktor Pendukung:
Beberapa perlengkapan seperti mic, sound system telah tersedia di rumah
pak RT, sehingga kelompok hanya menyiapkan LCD dan Proyektor.
Adanya dukungan penuh dari ketua RT 05 dan kader terhadap kegiatan yang
akan dilakukan di masyarakat RT 05, kelurahan Kedungkandang
Kerjasama yang baik dengan kader membuat acara yang melibatkan warga
dapat berjalan lancar.
e. Faktor Penghambat:
Kurang luasnya rumah pak RT untuk kegiatan MMRT untuk peserta,
sehingga peserta sedikit berdesakan
f. Rencana Tindak Lanjut:
Melakukan program kerja sesuai dengan kesepakatan MMRT-1
Melakukan evaluasi dan monitoring dari setiap kegiatan yang
dilaksanakan
B. SEGER-MAS
a. Evaluasi Struktur
- Persiapan yang dilakukan panitia sudah cukup baik. Panitia sudah berkumpul pada
jam 05.00 WIB untuk mempersiapkan acara, menata tempat, dan membawa jus
belimbing
b. Evaluasi Proses
- Warga antusias terhadap kegiatan yang berlangsung.
- Rute jalan sehat sudah sesuai dan tidak terlalu memberatkan warga.
- Karena adanya sistem antrian dan pembatasan warga yang masuk di pos
pemeriksaan, maka kondisi tempat menjadi lebih kondusif dan tidak sesak.
c. Evaluasi Hasil
1) Skrining Deteksi Dini
a. Yang mengukur tekanan darah sebanyak 53 orang, 35 orang
memeriksakan gula darah, 30 orang memeriksakan asam urat, dan 22
orang memeriksakan kolestrol.
b. Dari hasil rekap form pemeriksaan yang dilakukan pada 53 warga yang
hadir, 20 warga memiliki tekanan darah tinggi, 4 warga memiliki gula
darah sewaktu tinggi, 14 warga memili asam urat tinggi, 3 warga memiliki
kolestrol tinggi.
2) Brisk walking
a. Warga antusias mengikuti jalan sehat (brisk walking excersice) kurang
lebih sepanjang 2,5km memutari RT 1,2,5,dan 6.
b. Warga mengetahui manfaat jalan sehat untuk mengurangi tekanan darah.
3) Jus belimbing
a. Warga yang hadir 88% dari total 60 kupon yang disebar untuk
mendapatkan jus timun gratis.
b. Warga mengetahui manfaat dan cara pengolahan jus belimbing untuk
mengurangi tekanan darah.
4) Senam Diabetes
a. Sebanyak 30 warga mengikuti senam diabetes.
b. Warga mengetahui gerakan senam diabetes.
d. Faktor Pendukung
Adanya dukungan dari RT 05 untuk menyelenggrakan SEGER-MAS
Tersedianya tempat untuk pemeriksaan gratis yang cukup untuk peserta
Warga menyiapkan door prize dalam acara SEGER-MAS sehingga acara
semakin meriah
e. Faktor Penghambat
Kurangnya jumlah alat pemeriksaan gula darah, kolestrol, dan asama urat
sehingga warga mengantri cukup lama
Tidak tersedianya kartu antrian sehingga warga ada yang menerobos untuk
ingin didahulukan dalam pemeriksaan gratis
f. Rencana Tindak Lanjut
1. Skrining
Hasil pemeriksaan yang tidak normal diperiksa kembali dan dianjurkan untuk
melakukan pemeriksaan rutin ke pelayanan kesehatan.
2. Brisk Walking
Menganjurkan latihan fisik yaitu brisk walking sebagai salah satu alternative
bentuk latihan fisik yang dapat dilakukan oleh warga
3. Jus belimbing
Memberikan informasi untuk meningkatkan konsumsi jus belimbing sebagai salah
satu terapi komplementer untuk menurunkan tekanan darah yang murah dan
mudah dicari
4. Senam Diabetes
Menganjurkan warga untuk rutin mengikuti senam diabetes dan mengajak warga
yang lainnya untuk mengikuti senam diabetes
C. Penyuluhan rokok
a. Evaluasi Struktur
1. Ruangan kondusif untuk kegiatan penyuluhan
2. Media dan materi tersedia dan memadai
3. Peserta yang mengikuti kegiatan sebanyak 100% yaitu sebanyak 21 perokok di
RT.5 RW.3 Keluarahan Kedungkandang Malang
b. Evaluasi Proses
1. Peserta memperhatikan dan mendengarkan materi yang diberikan oleh
mahasiswa
2. Peserta tampak aktif melakukan tanya jawab
3. Warga yang dikunjungi nampak antusias dengan kunjungan mahasiswa ke
rumahnya
c. Evaluasi Hasil
Sebagian besar 90% warga setuju untuk menjadikan rumahnya sebagai kawasan
bebas rokok. 10% warga hanya mengambil stiker tanpa menempelkan dikaca
(masih belum pasti ditempel atau tidak)
Melakukan follow up keluarga terkait pelaksanaan kawasan tanpa asap rokok di
rumah keluarga hari rabu 25 oktober 2017 didapatkan hasil bahwa dari 21 keluarga,
15 keluarga sudah benar-benar melaksanakan bebas asap rokok
d. Faktor Pendukung
Keluarga yang tidak merokok yang turut aktif dalam kegiatan penyuluhan sehingga
dapat meningkatkan motivasi perokok untuk mengurangi rokok dan merokok di luar
rumah
e. Faktor Penghambat
Beberapa warga memiliki jam kerja hingga sore menjelang petang sehingga panitia
menunggu hingga petang
f. Rencana Tindak Lanjut
Follow up keluarga yang merokok dilanjutkan melalui wawancara faktor resiko di
posbindu PTM dan posyandu lansia
b. Evaluasi Proses
Proses pemaparan hasil kegiatan dan diskusi rencana tindak lanjut berjalan lancar
Seluruh peserta mengikuti kegiatan mulai dari awal hingga akhir acara.
c. Evaluasi Hasil
tindak lanjut dari setiap kegiatan yang telah dilaksanakan kelompok mahasiswa
profesi (panitia)
Didapatkan rencana kegiatan yang telah disepakati antara mahasiswa dan peserta
MMRT.
d. Faktor Pendukung
Persiapan alat dan konsumsi sudah dilakukan sejak pagi hari, dan dititipkan dirumah
Bu Muarofah yang letaknya berdekatan dengan rumah Pak RT, sehingga walau
Adanya kesan yang sangat bagus dari ketua RT 05 dan kader terhadap kegiatan
e. Faktor Penghambat
Beberapa peserta yang diundang tidak bisa datang, karena terbentur acara
PENUTUP
Pada bab ini disajikan kesimpulan dan saran dari hasil kegiatan di RW 03
Kelurahan Kedungkandang, Kota Malang yang dilaksanakan pada 11 September 2017
sampai 28 Oktober 2017, sebagai berikut:
5.1 Kesimpulan
1. Pada kegiatan MMRT 1 yang dilaksanakan pada tanggal 24 September 2017
dipaparkan hasil pengkajian yang telah dilakukan di setiap rumah warga RT 05
RW 03 dan didapatkan masalah yang berhubungan dengan defisiensi kesehatan
komunitas berhubungan dengan kurang memperoleh informasi tentang adanya
Posbindu, ketidakefektifan manajemen kesehatan berhubungan dengan
manajemen pada penyakit hipertensi dan diabetes melitus, dan perilaku
kesehatan cenderung beresiko berhubungan dengan perilaku merokok. Berikut
merupakan data terkait penyakit hipertensi di RT 05 RW 03 : sebanyak 20 orang
(37,7%) warga menderita hipertensi maupun memiliki riwayat penyakit
hipertensi, rata-rata responden memiliki sikap terhadap hipertensi dalam
kategori cukup (mean:56,25%),Sebanyak 15 responden (93,75%) memiliki
perilaku diet yang cukup, diantaranya tidak melakukan pengobatan secara rutin,
Sebanyak 10 responden (50%) memiliki perilaku diet rendah garam yang buruk.
Sebanyak 4 warga di RT 05 memiliki penyakit Diabetes Mellitus, sebanyak 4
responden yang memiliki riwayat hipertensi didapatkan 100% responden
memiliki pengetahuan yang baik tentang hipertensi, dan sebanyak 3 responden
memiliki sika yang baik terhadap penyakit diabetes mellitus. Selain itu, masalah
lainnya adalah perilaku kesehatan masyarakat RT 05 RW 03 yang cenderung
beresiko salah satunya adalah sebanyak 6 responden (18%) merupakan
perokok aktif. Dari kegiatan Musyawarah Mufakat Rukun Tetangga (MMRT)
Didapatkan hasil dari warga RT 05 setuju untuk dilaksanakan kegiatan SEGER-
MAS dengan rangkaian acara berupa senam Diabetes, jalan sehat anti
hipertensi (brisk walking excercise), deteksi dini hipertensi dan diabetes
(pemeriksaan Tekanan darah dan gula darah), pembagian jus belimbing
(pengenalan terapi non farmakologi untuk menurunkan tekanan darah). Kegiatan
SEGER-MAS dilaksanakan tanggal 8 Oktober 2017.
2. Penyuluhan Rokok untuk Warga RT 05 Yang dilaksanakan pada tanggal 17
Oktober 2017 di RT 05 dengan jumlah sasaran sebanyak 21 warga yang
merokok. Dari acara penyuluhan ini didapatkan bahwa seluruh sasaran tampak
antusias ketika mahasiswa memberikan penyuluhan, media serta materi yang
disampaikan memadai. Hasil dari penyuluhan sebanyak 100 % responden yang
menjadi sasaran berkomitmen untuk menjadikan rumahnya menjadi rumah
bebas rokok.
3. Penyuluhan PTM dan Pelatihan Wawancara Faktor Resiko Hipertensi dan
Diabetes Mellitus. Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 19 Agustus 2017 di
balai RW 03 dengan sasaran warga RT 05. Merupakan pelaksanaan intervensi
keperawatan kesehatan komunitas yang diadakan oleh mahasiswa program
profesi keperawatan PSIK FKUB. Kegiatan berjalan dengan lancar dan tepat
waktu. Jumlah peserta sebanyak 15 orang. Warga cukup antusias terhadap
acara yang ada. Hasil Pre test menunjukkan dari 5 soal : sebanyak 7 % atau
sebanyak 1 orang mendapatkan nilai 80,sebanyak 46 % atau sebanyak 6 orang
mendapatkan nilai 60, sebanyak 30 % atau sebanyak 4 orang mendapatkan,
sebanyak 15 % atau sebanyak 2 orang mendapatkan nilai 20. Pada penyuluhan
faktor resiko mayoritas kader sangat tertarik dengan materi yang disampaikan
sehingga terjadi diskusi antara mahasiswa dan kader posyandu lansia dan
balita.
4. Penyuluhan Hipertensi di Dasawisma yang dilaksanakan pada tanggal 20
Oktober 2017 dihadiri oleh 16 warga RT 05 RW 03. Kegiatan berjalan dengan
cukup lancar, warga sangat antusias, dan panitia dapat bekerja sama dengan
warga. Terdapat pelatihan untuk mengukur tekanan darah tensi digital dan
banyak warga yang antusias dalam belajar menggunakan tensi digital.
5.2 Saran
1. Untuk Puskesmas
Sebaiknya diadakan kegiatan rutin tentang penyuluhan kesehatan sebagai
upaya pencegahan primer sehingga dapat meningkatkan pengetahuan serta
kesadaran warga akan pentingnya menjaga kesehatan sebelum terlambat.
Selain itu perlu adanya deteksi dini kesehatan yang dilakukan oleh petugas
untuk mengurangi perilaku beresiko pada warga sehingga dapat menjadi salah
satu upaya preventif sekunder terhadap kejadian penyakit–penyakit yang
disebabkan oleh karena perilaku beresiko yang dilakukan warga.
Puskesmas perlu mengadakan program follow up lebih lanjut terhadap kegiatan
Posbindu di RW 03 dalam rangka meningkatkan kunjungan warga ke Posbindu.
Selain itu puskesmas perlu melakukan follow terhadap kegiatan pelatihan
wawancara faktor resiko PTM.
2. Untuk perangkat kelurahan dan warga binaan
a. Untuk Perangkat kelurahan sebaiknya berkerja sama dengan tenaga
kesehatan atau kader desa untuk memfasilitasi pemberian penyuluhan
kesehatan pada kegiatan warga. Sehingga dengan diadakannya penyuluhan
pengetahuan dan kesadaran warga untuk berperilaku bersih dan sehat
meningkat.
b. Kader perlu melakukan follow up pada beberapa kegiatan misalnya pelatihan
tensi di dasawisma. Dan kader perlu untuk berlatih dalam melakukan
wawancara terkait faktor resiko PTM.
c. Untuk seluruh warga RT 05 sebaiknya rajin dalam melakukan cek kesehatan,
sehingga pengobatan dan pencegahan penyakit berbahaya dapat dilakukan
dengan tepat. Dan sebaiknya warga aktif dalam mengikuti kegiatan posyandu
lansia, posyandu balita dan posbindu.
DAFTAR PUSTAKA
Achjar, K A H. 2012. Teori dan Praktik Asuhan Keperawatan Komunitas. Jakarta: EGC.
Allender, J A., Rector C., Warner K. 2009. Community Health Nursing: Promoting and
Protecting the Public’s Health. Philadelphia: Wolters Kluwer Health/ Lippincott
Williams & Walkins.
Ekasari, Mia Fatmawati. 2006. Panduan Pengalaman Belajar Lapangan Keperawatan
Keluarga, Keperawatan Gerontik, Keperawatan Komunitas. Jakarta: EGC
Harlinawati. 2013. Pengantar Ilmu Keperawatan Komunitas. Takalar: Pustaka As Salam.
Kemenkes. 2012. Modul Training of Trainer (TOT) Teknis Pengendalian Penyakit Tidak
Menular
Kemenkes RI. 2013. Program PTM. Online.
http://www.pptm.depkes.go.id/cms/frontend/?p=progptm diakses pada tanggal 22
September 2017 pukul 23.20 WIB
Mubarak, Wahit Iqbal. 2009. Ilmu Keperawatan Komunitas. Jakarta: Salemba Medika
Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI (Infodatin). 2014. Waspada Diabetes:
Eat Well Live Well. Jakarta Selatan
Regina, Graciella. 2012. Komplikasi Diabetes Melitus. Online.
http://diabetesmelitus.org/komplikasi-diabetes-melitus/. Diakses pada tanggal 22
September 2017 jam 22.36 WIB
Supriyatna, Nana. 2014. Drug Abuse Resistance Education (DARE) sebagai Strategi
Intervensi Keperawatan Komunitas Mencegah Risiko Penyalahgunaan Narkoba
pada remaja di SMK “TB” Cimanggis, Depok. Jakarta: Universitas Indonesia.
LAMPIRAN 1 MMRT 1
LAPORAN PENDAHULUAN
MUSYAWARAH MASYARAKAT I RT 05 RW 03
KELURAHANKEDUNGKANDANG
KOTA MALANG
Disusun Oleh:
(KELOMPOK 5B)
PUSKESMAS KEDUNGKANDANG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Manfaat
1.3.1 Mahasiswa
Kegiatan Musyawarah Masyarakat I yang dilaksakan diharapkan bermanfaat
bagi mahasiswa dalam proses pemebelajaran untuk memfasilitasi
masyarakat dan merencanakan program kesehatan komunitas dalam
rangka memberikan asuhan keperawatan komunitas.
1.3.2 Masyarakat
Kegiatan Musyawarah Masyarakat I yang dilaksakan diharapkan bermanfaat
bagi masyarakat RT 5 RW 3 Kedungkandang untuk mengenali masalah
kesehatan yang terjadi pada wilayahnya secara objektif berdasarkan data
pengkajian, sehingga masyarakat mampu mengatasi dengan swadaya dari
masyarakat sendiri.
.
BAB II
DESKRIPSI KEGIATAN
2.2.2 KegiatanUmum
Kegiatan ini adalah kegiatan musyawarah masyarakat yang diadakkan oleh
mahasiswa program profesi ners PSIK FKUB. Pelaksanaan kegiatan ini dilakukan
setelah pengkajian pada agregat yang kemudian hasilnya akan disampaikan pada
Musyawarah Masyarakat I. Data hasil yang disampaikan harapannya mampu menjadi
pemicu masyarakat untuk berdiskusi menentukan masalah kesehatan dan
memprioritaskan masalah yang terjadi di wilayahnya. Hasil akhirnya adalah suatu
program untuk mengatasi masalah yang terjadi maupun resiko.
No Waktu Kegiatan
1 18.00 – 18.15 Pembukaan
2 18.15 – 18.20 Sambutan ketua koordinator kelompok
3 18.20 – 18.35 Sambutan ketua RW
5 18.35 – 18.55 Pemaparan hasil pengkajian
6 19.55 – 19.10 Penetapan prioritas masalah
9 19.10 -19.20 Solusi dari RW,RT,dan tokoh masyarakat
10 19.20 – 19.30 Penutup
2.5 Susunan Kepanitiaan
Aulia Dian T
Esthi Dwi
Sunardiman
2.5.2 Pengeluaran
-
PENUTUP
Acara yang terakhir adalah penutup dan salam pada pukul 20.44
yang dipandu oleh Arinda Rizky F selaku moderator acara MMRT-1.
1. Apakah pelatihan hanya untuk kader ? Bagaimana apabila diperluas ke warga yang
tergabung dalam dasawisma juga ?
2. Apakah pemeriksaan kesehatannya gratis atau warga perlu membayar ?
3. Apa yang dimaksud dengan terapi non farmakologi ? seperti apa contoh
kegiatannya ?
Evaluasi :
1. Evaluasi Struktur
b. Ruangan kondusif untuk kegiatan MMRT.
c. Media dan materi tersedia dan memadai.
d. Peserta yang hadir sebanyak 11 warga dari 15 orang yang diundang dalam
dasawisma dikarenakan hujan
2. Evaluasi Proses
a. Peserta memperhatikan dan mendengarkan hasil pengkajian dengan seksama
b. Peserta aktif dan antusias selama proses diskusi berlangsung
c. Proses diskusi berjalan lancar dan peserta antusias dalam menyampaikan
pendapatnya terkait program yang akan diselenggarakan.
d. Seluruh peserta mengikuti kegiatan mulai dari awal hingga akhir acara.
3. Evaluasi Hasil
a. Peserta mampu menerima dan memahami permasalahan yang terjadi di RT 05
RW 03 Kelurahan Kedungkandang
b. Didapatkan rencana kegiatan yang telah disepakati antara mahasiswa dan
peserta MMRT.
Erfan Dani
NIM. 135070200111002
Lampiran dokumentasi MMRT 1
LAMPIRAN 2 SEGER-MAS
LAPORAN PENDAHULUAN
Disusun Oleh:
(KELOMPOK 5B)
PUSKESMAS KEDUNGKANDANG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum:
Melakukan skrining serta meningkatkan status kesehatan masyarakat dengan
diabetes dan hipertensidi RT 5 RW 3 Kedungkandang
1.2.2 Tujuan khusus:
Setelah melaksanakan Skrining Diabetes dan Hipertensi: Gerakan Masyarakat
Hidup Sehat (SEGER-MAS), mahasiswa mampu:
1. Mengetahui sejak dini gangguan kesehatan & faktor pemicunya dalam
kehidupan masyarakat RT 5 RW 3 Kedung Kandang, terutama masalah
Hipertensi & Diabetes Mellitus
2. Menanamkan kebiasaan hidup sehat pada komunitas diabetes pada RT 5 RW 3
Kedungkandang dengan mengajarkan aktivitas yang dapat menurunkan gula
darah
3. Menanamkan kebiasaan hidup sehat pada komunitas hipertensi pada RT 5 RW
3 Kedungkandang dengan mengajarkan aktivitas dan diet yang dapat
menurunkan tekanan darah
BAB II
DESKRIPSI KEGITAN
2.4. Media
Sound
2.5. Metode
Pelaksanaan Senam Diabetes dengan dipandu oleh Kader dan Mahasiswa
Pelaksanaan jalan sehat yang dipandu oleh ketua RT 05 dan Mahasiswa
Pelaksanaan Terapi Non Farmakologs yaitu pembagian jus blimbing yang
dibagikan oleh Mahasiswa
Pemeriksaan Gratis yaitu pemeriksaan tekanan darah dan gula darah
2.6. Materi
Terlampir
1. Pengertian
Senam diabetes adalah senam aerobic low impact dan rithmis gerakan
menyenangkan tidak membosankan dan dapat diikuti semua kelompok umur sehingga
menarik antusiasme kelompok dalam klub- klub diabetes. Pada waktu latihan jasmani otot-
otot tubuh, sistem jantung dan sirkulasi darah serta pernafasan diaktifkan. Oleh sebab itu
metabolisme tubuh, keseimbangan cairan dan elektrolit serta asam basa harus
menyesuaikan diri. Otot – otot akan menggunakan asam lemak bebas dan glukosa yang
berasal dari glikogen di otot – otot pada waktu latihan jasmani mulai dipakai sebagai
sumber tenaga. Apabila latihan jasmani terus ditingkatkan maka sumber tenaga dan
glikogen otot berkurang, selanjutnya akan terjadi pemakaian glukosa darah dan asam
lemak bebas. Makin ditingkatkan porsi olahraga makin meningkat pula pemakaian glukosa
yang berasal dari cadangan glikogen hepar. Apabila porsi latihan ditingkatkan lagi, maka
sumber tenaga terutama berasal dari asam lemak bebas dan lipolisis jaringan lemak.
Kategori kriteria hasil yang diterapkan dalam pemeriksaan kesehatan yang akan
dilaksanakan, antara lain:
1. Tekanan Darah
2. Gula Darah
3. Asam Urat
4. Kolesterol
Berita Acara Kegiatan SEGER-MAS
Kronologis Acara : Acara dimulai pada pukul 06.00 WIB diawali dengan senam
diabetes sebelum jalan sehat. Warga cukup antusias terhadap acara
yang ada. Senam berlangsung selama kurang lebih 15 menit.
Kemudian pada pukul 06.30 WIB warga diberangkatkan untuk jalan
sehat menyesuaikan rute yang sudah disusun oleh mahasiswa dan
pak RT memutari wilayah RT 5,1,6 sejauh kurang lebih 2 km.
Penetapan alokasi jarak 2,5 km mengacu pada jurnal tentang brisk
walking excersice terbukti dapat menurunkan hipertensi, yakni
penderita hipertensi diharapkan melakukan jalan cepat sejauh + 4 m
dalam 1 detik atau 2-3 km dalam + 30 menit. Masing-masing warga
yang mengikuti jalan sehat mendapat kupon yang nanti akan diundi
untuk mendapatkan doorprize.
a) Tim yang memimpin rute selama jalan sehat berlangsung. Tim ini
berada di depan untuk menunjukkan rute jalan sehat juga
memantau warga selama kegiatan jalan sehat ini berlangsung.
b) Dokumentasi yang bertugas untuk mendokumentasikan segala
bentuk kegiatan yang berlangsung.
c) Tim korlap bertugas untuk mendampingi warga selama jalan
sehat berlangsung dan bertanggung jawab untuk menjaga
keamanan jalan.
d) Tim kupon dan konsumsi bertugas untuk standby di pos jaga rute
terakhir untuk menggunting kupon yang kemudian akan
dimasukkan di kotak kupon dan memberikan konsumsi berupa
roti dan air mineral.
e) MC yang bertugas untuk memberangkatkan dan menyambut
warga yang sudah sampai balai RW terlebih dahulu. Kemudian
MC akan memandu jalannya undian doorprize.
Evaluasi
a) Evaluasi Struktur
- Persiapan yang dilakukan panitia sudah cukup baik. Panitia sudah berkumpul
pada jam 05.00 WIB untuk mempersiapkan acara, menata tempat, dan membawa
jus timun.
b) Evaluasi Proses
- Warga antusias terhadap kegiatan yang berlangsung.
- Rute jalan sehat sudah sesuai dan tidak terlalu memberatkan warga.
- Karena adanya sistem antrian dan pembatasan warga yang masuk di pos
pemeriksaan, maka kondisi tempat menjadi lebih kondusif dan tidak sesak.
c) Evaluasi Hasil
- Warga yang hadir 88% dari total 60 kupon yang disebar.
- Yang mengukur tekanan darah sebanyak 53 orang, 35 orang memeriksakan gula
darah, 30 orang memeriksakan asam urat, dan 22 orang memeriksakan kolestrol.
- Dari hasil rekap form pemeriksaan yang dilakukan pada 53 warga yang hadir, 20
warga memiliki tekanan darah tinggi, 4 warga memiliki gula darah sewaktu tinggi,
14 warga memili asam urat tinggi, 3 warga memiliki kolestrol tinggi.
- Warga mendapatkan pengetahuan baru tentang jalan sehat (brisk walking
excersice) dan jus timun dapat menurunkan TD.
Setelah mendapatkan hasil rekap data warga, sebaiknya ada kelanjutkan intervensi
dan monitoring tentang hipertensi karena ditemukan masih banyak warga yang tidak
melakukan pengobatan hipertensi secara rutin. Hal tersebut berdasarkan salah satu jurnal
bahwa layanan pesan singkat pengingat minum obat pada pasien hipertensi dapat
meningkatkan kepatuhan minum obat pasien hipertensi.
DAFTAR PUSTAKA
DEPARTEMEN KOMUNITAS
Disusun Oleh:
(KELOMPOK 5B)
PUSKESMAS KEDUNGKANDANG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
BAB I
PENDAHULUAN
Menurut World Health Organization (WHO) 2008, merokok adalah penyebab kematian
tiga juta penduduk dunia setiap tahunnya, sebanyak 8.219 kematian perhari dan 57
kematian permenit. Pada tahun 2006 diketahui 3,5 juta penduduk dunia meninggal akibat
rokok pertahunnya, dan meningkat menjadi 5,4 juta angka kematian pada tahun 2007.
Merokok juga merupakan penyebab utama penyakit kronik dan kematian di negara-negara
berkembang. Untuk wilayah Asia Tenggara diketahui sebanyak 124 juta orang dewasa
yang merokok. Lebih dari 5 juta orang meninggal langsung akibat menghisap rokok secara
langsung, dan 600 ribu lebih meninggal akibat terpapar asap rokok (WHO, 2013).
Dalam sebatang rokok diketahui terkandung sekitar 4.000 senyawa kimia, diantaranya
karbomonoksida, nikotin, dan tar (Kementrian Kesehatan, 2012). Terkadang para perokok
sudah mengetahui mengenai informasi ini, namun tetap tidak mampu melepaskan
kebiasaan merokoknya. Keinginan seseorang untuk tetap merokok daat disebabkan oleh
beberapa hal, diantaranya adalah untuk melepas penat, mengurangi stress, dan untuk
memberikan image. Faktor sosiodemografi yang terdiri dari banyak faktor juga menjadi
pencetus timbulnya kebiasaan merokok pada seseorang (Noel dkk, 2011; Nazary dkk,
2010; Rozi, dkk 2007).
Menurut Elisna (2007) merokok dapat meningkatkan resiko terjadinya penyakit kanker,
kardiovaskular, dan sistem pernafasan. Selain itu asap rokok juga berbahaya bagi perokok
pasif disekitar para perokok aktif. Menurut Undang-Undang no 36 tahun 2009 pasal 115,
pemerintah telah menetapkan kawasan bebas rokok. Selain untuk mengendalikan
keinginan merokok, adanya kawasan bebas rokok juga memberikan udara yang bebas
bagi perokok pasif, dan mempertahankan kesehatan baik pada perokok aktif maupun pasif.
Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan di RT 05 RW 03 Kedungkandang
diketahui sebanyak 6 responden (50%) memiliki kebiasaan merokok, dan sebanyak 6
responden (50%) tidak memiliki kebiasaan merokok. Sebanyak 6 responden (100%)
memiliki kebiasaan merokok lebih dari 10 tahun. Sebanyak 6 responden (100%) memiliki
kebiasaan merokok akibat ikut-ikutan teman/terbawa oleh pergaulan. Sebanyak 6
responden (100%) memiliki kebiasaan merokok sebanyak 1-10 batang per harinya.
Sebanyak 6 responden (100%) memiliki kebiasaan merokok 6-30 menit di awal hari.
Sebanyak 6 responden (100%) memiliki kebiasaan tetap merokok disaat sakit.
Berdasarkan hasil wawancara, perokok kebanyakan merupakan laki-laki, mereka biasanya
merokok didalam rumah, dan dekat dengan anggota keluargayang lain.
Berdasarkan pada data-data diatas dapat disimpulkan bahwa angka merokok pada RT
05 RW 03 masih tinggi, dan pengetahuan masyarakat terdapat merokok masih rendah.
Oleh karena itu, pemberian penyuluhan terhadap bahaya merokok dapat menjadi salah
satu alternatif tindakan untuk mengurangi dan mengubah kebiasaan merokok pada
masyarakat di RT 03 RW 05 Kedungkandang.
1.4 Tujuan
1.4.1 Tujuan Umum:
Masyarakat mengetahui tentang bahaya merokok
1.4.2 Tujuan khusus:
1. Masyarakat mampu mengubah perilaku merokoknya
DESKRIPSI KEGIATAN
Penyuluhan Rokok
- Penempelan stiker
Kegiatan ini dilaksanakan pada hari Selasa, 17 Oktober 2017, pukul 14.00 WIB –
Selesai.
2.3.3 Metode
Diskusi
direncanakan
Demikian Proposal kegiatan Penyuluhan Rokok ini kami susun untuk memberikan
gambaran tentang kegiatan yang akan dilaksanakan dengan harapan agar dapat dijadikan
bahan pertimbangan dan pedoman penyelenggaraan kegiatan. Segala bentuk saran dan
dukungan baik dalam bentuk moril maupun materil sangat kami harapkan demi
kesuksesan acara ini.
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS KEDOKTERAN
Kronologis Acara : Acara dimulai pada pukul 14.00 dilakukan dengan door to door ke
rumah warga dengan salah satu atau lebih anggota keluarga ada
yang merokok. Kegiatan dimulai dengan perkenalan dari mahasiswa
kepada keluarga yang salah satu atau lebih anggota keluarga ada
yang merokok. Setelah perkenalan, mahasiswa membagikan leaflet
kepada keluarga berisi tentang merokok, bahaya merokok, cara
mengurangi rokok, dan bagaimana merokok yang baik agar tidak
menularkan kepada anggota keluarga yang lain. Setelah berdiskusi
dengan keluarga, keluarga dipersilahkan untuk bertanya jika ada
yang kurang dipahami. Setelah keluarga memahami materi,
mahasiswa ijin untuk menutup kegiatan. Kunjungan dalam rangka
penyuluhan yang dilakukan mahasiswa kepada warga yang merokok
dalam jangka waktu kurang lebih 10 menit. Setelah penyuluhan
mahasiswa menanyakan komitmen anggota keluarga yang merokok
untuk menjadikan rumahnya menjadi salah satu kawasan bebas
rokok. Kemudian setelah penyuluhan selesai sebagai tanda bahwa
rumah tersebut berkomitmen untuk menjadikan rumahnya menjadi
kawasan bebas rokok maka dilakukan penempelan stiker.
Evaluasi
1. Evaluasi Struktur
Bahaya Merokok
A. Pengertian
Rokok adalah hasil olahan tembakau terbungkus termasuk cerutu atau bentuk
lainnya yang dihasilkan dari tanaman atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari
tanaman nicotiana tobacum, nicotiana rustica dan spesies lainnya atau sintetisnya
yang mengandung nikotin, tar dan zat adiktif dengan atau tanpa bahan tambahan.
B. Tipe Perokok
1. Perokok Aktif
Perokok aktif adalah seseorang yang dengan sengaja menghisap lintingan atau
gulungan tembakau yang dibungkus biasanya dengan kertas, daun, dan kulit
jagung. Secara langsung mereka juga meenghisup asap rokok yang mereka
hembuskan dari mulut mereka. Tujuan mereka merokok pada umumnya adalah
untuk menghangatkan badan dari suhu yang dingin. Tapi seiring dengan perjalnan
waktu pemanfaatan rokok disalah artikan, sekarang rokok dianggap sebagai suatu
sarana untuk pembuktian jati diri bahwa mereka yang merokok adalah “keren”.
Ciri-ciri fisik seorang perokok:
a. Gigi kuning karena nikotin
b. Kuku kotor karena nikotin
c. Mata pedih
d. Sering batuk-batuk
e. Mulut dan nafas bau rokok
2. Perokok Pasif
Perokok Pasif adalah seseorang atau sekelompok orang yang menghirup asap
rokok orang lain. Telah terbukti bahwa perokok pasif mengalami risiko gangguan
kesehatan yang sama seperti perokok aktif, yaitu orang yang menghirup asap
rokoknya sendiri.
Adapun gejala awal yang dapat timbul pada perokok pasif:
a. Mata pedih
b. Hidung beringus
c. Tekak yang serak
d. Pening/pusing kepala
Apabila perokok pasif terus-menerus “menekuni” kebiasannya, maka akan
mempertinggi risiko gangguan kesehatan, seperti:
a. Kanker paru-paru
b. Serangan jantung dan mati mendadak
c. Bronchitis akut maupun kronis
d. Emfisema
e. Flu dan alergi, serta berbagai penyakit pada orga tubuh seperti yang
disebutkan diatas
6. Cari kesibukan
Jika anda ingin berhasil untuk berhenti merokok anda bisa memulai dihari pertama
dengan cara menyibukkan diri anda dengan aktifitas anda. Jangan sampai terjebak
dalam kesendirian sehingga timbul keinginan anda untuk merokok lagi, cari
kegiatan yang lebih intens dan membuat anda lupa untuk merokok seperti
bersepeda, berolahraga, berenang dll. Dengan aktifitas yang banyak dan terlalu
padatnya waktu akan membuat anda semakin melupakan keinginan untuk merokok
karena tidak ada waktu untuk melakukan itu.
Sunardiman, S.Kep
170070301111020
LAMPIRAN 4 PELATIHAN PTM KADER POSYANDU
Oleh :
Kelompok 5B
Sunardiman 125070207111015
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular (Posbindu PTM)
merupakan salah satu upaya kesehatan berbasis masyarakat yang bersifat promotif
dan preventif dalam rangka deteksi dini dan pemantauan faktor risiko PTM utama
yang dilaksanakan secara terpadu, rutin, dan periodic. Faktor risiko PTM meliputi
merokok, konsumsi minuman beralkohol, pola makan tidak sehat, kurang aktivitas
fisik, obesitas, stress, hipertensi, hiperglikemi, hiperkolesterol serta menindaklanjuti
secara dini faktor risiko yang ditemukan melalui konseling kesehatan dan segera
merujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan dasar.
Pembangunan kesehatan diarahkan untuk mempertinggi derajat kesehatan,
yangtertuang dalam system kesehatan nasional yang merupakan upaya bangsa
Indonesia untuk meningkatkan kemampuannya mancapai derajat kesehatan yang
optimal sebagai perwujudan kesejahteraan umum. Hal ini sejalan dengan Undang-
Undang No.36 tahun 2009 tentang kesehatan yang menggariskan bahwa
pembangunan kesehatan merupakan salah satu unsur kesejahteraan umum.
Masalah kesehatan masyarakat yang dihadapi saat ini adlaah semakin
meningkatnya kasus Penyakit Tidak Menular (PTM). PTM adalah penyakit yang
bukan disebabkan oleh infeksi kuman termasuk Diabetes Mellitus (DM), kanker,
penyakit jantung dna pembuluh darah (PJPD), Penyakit Paru Obstruktif Kronis
(PPOK), dan gangguan akibat kecelakaan dan tindak kekerasan.
Upaya pengendalian PTM dibangun berdasarkan komitmen bersama dari
seluruh elemen masyarakat yang peduli terhadap ancaman PTM melalui posbindu
PTM. Posbindu PTM akan berjalan dengan baik jika dipersiapkan kader yang akan
mengelola dan melaksanakan posbindu. Untuk hal tersebut, maka diperlukan
Pelatihan Kader Posbindu PTM
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Peserta (kader) mampu melaksanakan kegiatan posbindu PTM
2. Tujuan khusus
a. Kader mengetahui tentang PTM, faktor risiko, dampak dan pengendalian
PTM
b. Kader mengetahui tentang posbindu PTM
c. Kader mempunyai kemampuan dan keterampilan dalam memantau faktor
risiko PTM
d. Kader terampil dalam melakukan konseling serta tindak lanjut lainnya
BAB II
MATERI
A. DEFINISI
Batasan defenisi untuk hipertensi hanya dapat dibuat secara operasional yaitu tingkat
tekanan darah yang mana deteksi dan pengobatan lebih menguntungkan daripada
merugikan (Joewono, 2003).
Sementara itu, yang dimaksudkan dengan tekanan darah sistolik dan tekanan darah
diastolik oleh Beevers (2002) antara lain :
B. ETIOLOGI
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi dua, yaitu :
2) Hipertensi sekunder
Hipertensi ini diketahui penyebabnya karena :
Faktor Predisposisi
Adapun faktor predisposisi hipertensi yang dikemukakan oleh Bustan
(2007) antara lain :
1) Faktor genetik
Hal ini menunjukkan hipertensi dapat diwariskan melalui garis
keturunan. Beevers (2002) mengatakan bahwa hal tersebut termasuk
pengaruh ras atau suku, misalnya pada orang kulit hitam (Afro-Karibia dan
Asia Selatan) lebih banyak beresiko daripada orang kulit putih. Masyarakat
ini mengalami peningkatan sensitivitas terhadap garam karena tingkat
hormon rennin dan angiotensin II yang dimiliki lebih rendah. Walaupun
diberikan pengobatan, kebanyakan hasilnya kurang efektif karena sebagian
obat-obatan yang menurunkan tekanan darah bekerja dengan cara
menghambat pengaruh hormon-hormon tersebut sehingga tidak dapat bekerja
dengan baik pada masyarakat keturunan ras ini.
2) Umur
Tekanan darah meningkat sesuai umur dan gejalanya mulai dirasakan
sejak berumur 40 tahun.
3) Urban/rural
Orang yang berada di kota lebih banyak beresiko daripada orang di
desa. Daerah perkotaan yang identik dengan kehidupan glamor, serba ada,
aktivitas padat, serta pola hidup masa kini yang praktis dapat merupakan
suatu resiko meningkatnya hipertensi. Berbeda dengan keadaan tersebut,
pedesaan lebih menjanjikan kehidupan yang tenang daripada di kota.
4) Geografis
Penduduk sekitar daerah pantai lebih beresiko daripada penduduk di
pegunungan. Menurut Amiruddin, dkk., (2000) daerah pesisir pantai
merupakan daerah yang lebih berpotensi dengan kandungan natrium
sehingga penduduk pun mengkonsumsi garam dalam jumlah yang lebih
tinggi daripada penduduk di daerah pegunungan yang kemungkinan lebih
banyak mengkonsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan.
5) Seks
Lebih banyak wanita yang menderita hipertensi dibandingkan dengan
pria. Pria memang lebih awal menderita penyakit jantung termasuk
hipertensi. Namun, lebih banyak wanita menderita hipertensi dan penyakit
jantung lainnya, bahkan tidak sedikit yang akhirnya meninggal setelah
menopause. Hal ini dikarenakan tingkat estrogen darah yang menurun tajam
pada masa tersebut. Adapun estrogen sangat berpengaruh terhadap kesehatan
jantung. McGowan, (2001) menguraikan bahwa estrogen melindungi dari
penyakit jantung dengan berbagai cara antara lain :
C. KLASIFIKASI HIPERTENSI
Berikut adalah tabel klasifikasi tekanan darah untuk dewasa berusia lebih
dari atau sama dengan 18 tahun menurut petunjuk dari WHO-ISH :
TABEL
Sistolik Diastolik
No. Kategori
(mmHg) (mmHg)
1. Optimal < 120 < 80
2. Normal < 130 < 85
3 Normal tinggi 130 – 139 85 – 89
Hipertensi derajat 1 (ringan) 140 – 159 90 – 99
4.
Subgrup : perbatasan 140 – 149 90 – 94
5. Hipertensi derajat 2 (sedang) 160 – 179 100 – 109
6. Hipertensi derajat 3 (berat) ≥ 180 ≥ 110
Hipertensi Sistolik ≥ 140 < 90
7.
Subgrup : perbatasan 149 – 149 < 90
a. Menurut kausanya
1. Hipertensi primer atau essensial.
2. Hipertensi sekunder.
b. Menurut gangguan tekanan darah
1. Hipertensi sistolik; peninggian tekanan darah sistolik saja.
2. Hipertensi diastolik; peninggian tekanan diastolik.
c. Menurut berat atau tingginya peningkatan tekanan darah
1. Hipertensi ringan
2. Hipertensi sedang
3. Hipertensi berat
Selain pengelompokan yang telah dijelaskan di atas, ada pula dikenal tentang
”White Coat Hypertension” dan ”Masked Hypertension”. White coat hipertensi
merupakan peningkatan tekanan darah pada pengukuran di tempat pelayanan
kesehatan atau praktik dokter sedangkan dalam kehidupan sehari-hari tekanan darah
dalam batas normal. Hal ini berkebalikan dengan Masked Hypertension yang
menunjukkan tekanan darah yang normal saat pengukuran di pelayanan kesehatan
namun meningkat secara sporadis ketika pasien berada di komunitas.
D. PATOFISIOLOGI
Koping Individu
Inefektif Curah jantung Bbeban
Jika berlangsung lama menurun ventrikel
dapat merusak meningkat
Cardiac output
Otak menurun Hipertropi
ventrikel
Sirkulasi sitemik untuk
Pecahnya Serangan Sirkulasi Ginjal Mata Jantung menurun meningkatak
pembuluh iskemik serebral an kekuatan
darah mikro transient terganggu Ketidak seimbangan kontraksi
Sklerosis Sklerosis Oklusi Arteri suplai O2 dengan
Hemoragic Paralisis TIK Progresif Pembuluh Coroner kebutuhan jaringan Jantung
intra sementara meningkat pembuluh darah mata tidak mampu
serebral darah renal menahan
Metabolisme
Sirkulasi ke PJK beban kerja
menurun
Stroke hemiplegia Nyeri Disfungsi mata dalam batas
hemoragic renal menurun Energy menurun kemampuan
Pada tahap awal, biasanya tanpa keluhan. Bila simtomatik, maka biasanya
disebabkan oleh :
F. EVALUASI DIAGNOSTIK
1) Urinalisis : protein, leukosit, eritrosit, dan silinder.
2) Hemoglobin / hematokrit.
3) Elektrolit darah : kalium.
4) Ureum / kreatinin.
5) Gula darah puasa.
6) Kolesterol total.
7) EKG menunjukkan HVK sekitar 20-50%.
8) TSH
9) Leukosit darah
10) Trigliserida, HDL, dan kolesterol LDL
11) Kalsium dan fosfor
12) Foto toraks
13) Echokardiogram untuk menemukan HVK lebih dini dan spesifik
14) USG karotis dan femoral
15) Funduskopi
16) CT-Scan dan MRI pada pasien dengan keluhan gangguan neural, kehilangan
memori atau gangguan kognitif.
17) ABPM (Ambulatory Blood Pressure Monitoring) yaitu pemantauan tekanan
darah selama 24 jam. Dapat diketahui perubahan tekanan darah setiap 15 menit
pada pagi hari dan setiap 30 menit pada malam hari (Sanif, 2008).
Menurut PDSPDI (2006), ABPM dapat dilakukan dengan indikasi berikut :
G. PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan adalah untuk menurunkan tekanan darah menjadi normal,
mengobati payah jantung karena hipertensi, mengurangi morbiditas dan mortalitas
terhadap penyakit kardiovaskular, dan menurunkan faktor resiko terhadap penyakit
kardiovaskular semaksimal mungkin (Mansjoer, 2000).
Tujuan utamanya adalah untuk mencapai tekanan darah kurang dari 140/90 mmHg
dan mengendalikan setiap faktor resiko kardiovaskuler melalui perubahan pola atau
gaya hidup. Bila perubahannya tidak cukup memadai, maka harus dimulai terapi
obat (Price dan Wilson, 2005).
3) Menghentikan merokok
Nikotin dapat memperberat kerja jantung, dan menyebabkan efek
vasokonstriksi dan aterosklerosis pada arteri yang kecil sehingga sirkulasi
darah berkurang dan meningkatkan TD. (Tan & Kirana, 2002).
2) β – Blocker
Obat-obatan golongan Beta-reseptor blockers ini bekerja sebagai
anti-adrenergik dengan jalan menempati secara bersaing terhadap
reseptor Beta adrenergik, baik 1(terdapat di jantung, SSP dan ginjal)
maupun 2 (terdapat di bronkus, dinding pembuluh darah dan usus) dan
mengakibatkan penurunan aktivitas adrenalin dan noradrenalin. Beberapa
obat yang termasuk dalam golongan ini adalah :
Nama
Generik Patent
Asebutolol Spectral
Alprenolol Alpresol
Atenolol Tenormin
Betaxolol Kerlon
Bevantolol Ranestol
Bisoprolol Concor
Carteolol Mikelan
Carvedilol Eucardic
Celiprolol Dilanorm
Esmolol Brevibloc
Metipranolol -Ophtiol
Nadolol Corgard
Oxprenolol Trasicor
Pindolol Visken
Sotalol Sotacor
timolol Blocarden
3) α – Blocker
Bekerja dengan memblok reseptor -adrenergik, baik pada 1 (post-
synaptic) maupun 2 (pre-synaptic) pada otot polos pembuluh (dinding),
khususnya di pembuluh kulit dan mukosa. Bila reseptor ini diaktivasi
oleh adrenalin dan noradrenalin maka otot polos akan menciut. -blocker
melawan efek vasokonstriksi tersebut baik secara selektif maupun
nonselektif. Beberapa contoh obat golongan ini adalah :
7) Antagonis kalsium
a. Nifedipine (Procardea; Adalat): menghambat masukan ion
kalsium ke dalam sel melalui membran. Efek vasodilatasinya
pada arteriol koroner dan perifer. Dapat menurunkan kerja
jantung dan konsumsi energy, serta meningkatkan pengiriman
oksigen ke jantung.
b. Diltiazem (Cardizem) : menghambat pemasukan ion kalsium ke
dalam sel dan menurunkan afterload jantung.
c. Varapamil (Calan; Isoptin) : menghambat aliran masuk ion
kalsium ke dalam sel, serta memperlambat kecepatan hantaran
impuls jantung.
Upaya Pencegahan
Upaya-upaya yang dilakukan untuk pencegahan penyakit hipertensi menurut
Bustan (2007) adalah :
1) Pencegahan primordial.
Upaya ini dimaksudkan untuk memberi kondisi pada masyarakat
yang memungkinkan sehingga penyakit tidak mendapat dukungan dari
kebiasaan, gaya hidup, ataupun faktor resiko lainnya. Pada prinsipnya,
upaya pencegahan primordial adalah mempertahankan gaya hidup yang
sudah ada dan benar dalam masyarakat ; serta melakukan modifikasi,
penyesuaian terhadap resiko yang ada atau berlangsung dalam
masyarakat.
H. KOMPLIKASI
1. DEFINISI
Diabetes melitus adalah keadaan hiperglikemi kronis disertai berbagai kelainan
metabolik yang mengakibatkan gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai
komplikasi kronis pada mata, ginjal, syaraf dan pembuluh darah. (Mansjoer Arief,
2000)
Diabetes melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth,
2002)
Diabetes melitus adalah kumpulan gejala yang timbul pada seseorang akibat
peningkatan kadar glukosa darah yang disebabkan oleh kekurangan insulin baik
absolut maupun relatif. (Suyono, 2003)
Absolut terjadi apabila sel beta pankreas tidak dapat menghasilkan insulin
dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan sehingga penderita
membutuhkan suntikan insulin.
Relatif apabila sel beta pankreas masih mampu memproduksi insulin yang
dibutuhkan tetapi hormon yang dihasilkan tersebut tidak dapat bekerja secara
optimal.
c. Diabetes Gestasional
Diabetes ini terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak mengidap
diabetes. Sekitar 50% wanita pengidap kelainan ini akan kembali ke status non-
diabetes setelah kehamilan berakhir. Namun, risiko mengalami diabetes tipe 2
pada waktu mendatang lebih besar daripada normal. Wanita yang mengidap
diabetes gestasional mungkin sudah memiliki gangguan subklinis pengontrolan
glukosa bahkan sebelum diabetesnya muncul.
Defisiensi insulin
6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan glukosa darah sewaktu (GDS)
b. Pemeriksaan glukosa darah puasa (GDP)
Bukan DM Belum pasti DM Pasti DM
Kadar glukosa darah sewaktu:
- Plasma vena < 110 110 – 199 > 200
- Darah kapiler < 90 90 – 199 > 200
Kadar glukosa darah puasa:
- Plasma vena < 110 110 – 125 > 126
- Darah kapiler < 90 90 – 109 > 110
7. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas
insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi vaskuler
serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar
glukosa darah normal.
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :
a. Diet
Suatu perencanaan makanan yang terdiri dari 10% lemak, 15% Protein, 75%
Karbohidrat kompleks direkomendasikan untuk mencegah diabetes. Kandungan
rendah lemak dalam diet ini tidak hanya mencegah arterosklerosis, tetapi juga
meningkatkan aktivitas reseptor insulin.
b. Latihan
Latihan juga diperlukan untuk membantu mencegah diabetes. Pemeriksaan
sebelum latihan sebaiknya dilakukan untuk memastikan bahwa klien lansia
secara fisik mampu mengikuti program latihan kebugaran. Pengkajian pada
tingkat aktivitas klien yang terbaru dan pilihan gaya hidup dapat membantu
menentukan jenis latihan yang mungkin paling berhasil. Berjalan atau berenang,
dua aktivitas dengan dampak rendah, merupakan permulaan yang sangat baik
untuk para pemula. Untuk lansia dengan NIDDM, olahraga dapat secara
langsung meningkatkan fungsi fisiologis dengan mengurangi kadar glukosa
darah, meningkatkan stamina dan kesejahteraan emosional, dan meningkatkan
sirkulasi, serta membantu menurunkan berat badan.
Penderita diabetes harus diajarkan untuk selalu melakukan latihan pada saat yang
sama (sebaiknya ketika kadar glukosa darah mencapai puncaknya) dan intesitas
yang sama setiap harinya. Olahraga yang dianjurkan adalah aerobik low impact
dan rhitmis, misalnya berenang, jogging, naik sepeda, sedangkan latihan resisten
statis tidak dianjurkan (misalnya olahraga beban angkat besi dll). Olahraga yang
disarankan adalah olahraga yang bersifat CRIPE.
- Continous: latihan harus berkesinambungan dan dilakukan terus-menerus
tanpa henti. Contoh: bila dipilih jogging 30 menit, maka selama 30 menit
pasien melakukan jogging tanpa istirahat.
- Rhytmical: latihan olahraga yang dipilih yang berirama, yaitu otot-otot
berkontraksi dan relaksasi secara teratur. Contoh: jalan kaki, jogging,
berenang, bersepeda.
- Interval: latihan dilakukan selang-seling antara gerak cepat dan lambat.
Contoh: jalan cepat diselingi jalan lambat.
- Progressive: latihan dilakukan secara bertahap sesuai dengan kemampuan
dari intensitas ringan sampai sedang hingga mencapai 30-60 menit.
- Endurance: latihan daya tahan untuk meningkatkan kemampuan
kardiorespirasi, seperti jalan (jalan santai atau cepat, sesuai umur), jogging,
berenang, dan bersepeda.
c. Pemantauan
Pada pasien dengan diabetes, kadar glukosa darah harus selalu diperiksa secara
rutin. Selain itu, perubahan berat badan lansia juga harus dipantau untuk
mengetahui terjadinya obesitas yang dapat meningkatkan resiko DM pada lansia.
d. Terapi (jika diperlukan)
Sulfoniluria adalah kelompok obat yang paling sering diresepkan dan efektif
hanya untuk penanganan NIDDM. Pemberian insulin juga dapat dilakukan untuk
mepertahankan kadar glukosa darah dalam parameter yang telah ditentukan
untuk membatasi komplikasi penyakit yang membahayakan.
Pada diabetes tipe 2, insulin mungkin diperlukan sebagai terapi jangka panjang
untuk mengendalikan kadar glukosa darah jika diet dan obat hipoglikemia oral
tidak berhasil mengontrolnya.
Terapi Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
Untuk sediaan obat hipoglikemik oral terbagi menjadi 3 golongan:
- Obat-obatan yang meningkatkan sekresi insulin atau merangsang sekresi
insulin di kelenjar pankreas meliputi golongan Sulfonilurea dan Glinida.
Contoh senyawa dari golongan ini adalah Gliburida/Glibenklamid, Glipizida,
Glikazida, Glimepirida, Glikaidon, Repaglinide, Nateglinide.
- Sensitiser Insulin (obat-obat yang dapat meningkatkan sensitifitas sel
terhadap insulin), meliputi obat golongan Biguanida dan Tiazolodindion,
yang dapat membantu tubuh untuk memanfaatkan insulin secara efektif.
Contoh-contoh senyawa dari golongan ini adalah Metformin, Rosiglitazone,
Troglitazone, Proglitazone.
- Inhibitor Katabolisme Karbohidrat, antara lain inhibitor -glukosidase yang
bekerja menghambat absorbsi glukosa dan umum digunakan untuk
mengendalikan hiperglikemia post pandrial. Contoh dari senyawa golongan
ini adalah Acarbase dan Miglitol.
e. Pendidikan
Pengelolaan mandiri diabetes secara optimal membutuhkan partisipasi aktif
pasien dalam merubah perilaku yang tidak sehat. Tim kesehatan harus
mendampingi pasien dalam perubahan perilaku tersebut, yang berlangsung
seumur hidup. Keberhasilan dalan mencapai perubahan perilaku membutuhkan
edukasi, pengembangan keterampilan dan motivasi yang berkenaan dengan:
- Diet yang harus dikomsumsi
- Latihan
- Penggunaan insulin
8. KOMPLIKASI
a. Hipoglikemia
Hipoglikemia (kadar gula darah yang abnormal rendah) terjadi apabila kadar
glukosa darah turun dibawah 50 mg/ dl. Keadaan ini dapat terjadi akibat
pemberian insulin atau preparat oral yang berlebihan, konsumsi makanan yang
terlalu sedikit atau karena aktivitas fisik yang berat. Hipoglikemia dapat terjadi
setiap saat pada siang atau malam hari. Kejadian ini dapat terjadi sebeum makan,
khususnya jika makan yang tertunda atau bila pasien lupa makan camilan.
b. Diabetes Ketoasidosis
Diabetes ketoasidosis disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak cukup
jumlah insulin yang nyata. Keadaan ini mengakibatkan gangguan metabolisme
karbohidrat, protein dan lemak. Ada tiga gambaran klinik yang penting pada
diabetes ketoasidosis :
- Dehidrasi
- Kehilangan elektrolit
- Asidosis
Apabila jumlah insulin berkurang, maka jumlah glukosa yang memasuki sel akan
berkurang pula. Selain itu prroduksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali,
kedua faktor tersebut akan mengakibatkan hiperglikemia. Dalam upaya untuk
menghilangkan glukosa dalam tubuh, ginjal akan mensekresikan glukosa
bersama-sama air dan elektrolit (natriun dan kalium). Diuresis osmotik yang
ditandai oleh urinasi yang berlebihan (poliuria) ini akan menyebabkan dehidrasi
dan kehilangan elektrolit.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta: Media Aescupius
Perkeni. 2011. Revisi Final Konsesus DM tipe 2. Diunduh dari www.scribd.com pada hari
selasa, 6 November 2012
Price, SA. 2005. Patofisiologi: Konsep klinis, Prose-proses penyakit edisi 4. Jakarta: EGC
Sudoyo, Aris. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: EGC
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS KEDOKTERAN
Telp. (0341) 551611 Pes. 213.214; 569117, 567192 – Fax (62)(0341) 564755
Tempat : Balai RW 03
Kronologis Acara : Acara dimulai pada pukul 16.00 WIB diawali dengan pembukaan,
16.15 pelaksanaan pre test dengan membagi soal pre test dan
memberikan kesempatan kepada peserta untuk mengerjakan soal pre
test. 16.20 pemaparan materi terkait 5 meja pada posbindu,
dilanjutkan dengan pemaparan materi tentang PTM. 16.40
memberikan contoh kepada semua kader bagaimana cara memberikan
penyuluhan PTM terhadapat peserta posyandu yang memiliki resiko
tinggi. 16.45 melakukan role play dengan pesertanya adalah kader
posyandu. 17.00 membuat kelompok kecil untuk memaparkan dan
memberikan pelatihan, bagaimana cara menggunakan tensi digital
maupun manual. 17.30 membagikan soal post test dan memberikan
kesempatan peserta untuk mengisi soal post test. 17.45 penutupan dan
pemberian hadiah berupa tensi manual kepada ketua kader posyandu.
Mahasiswa dibagi menjadi beberapa jobdesc yakni;
d) Evaluasi Struktur
- Persiapan yang dilakukan panitia sudah cukup baik. Panitia sudah berkumpul
pada jam 15.30 WIB untuk mempersiapkan acara, menata tempat, dan
membawa materi maupun alat peraga
e) Evaluasi Proses
- Seluruh kader antusias terhadap kegiatan yang berlangsung.
- Kader yang datang 10 orang dan perwakilan RT yang datang sebanyak 3
orang, sedangkan yang tidak datang sebanyak 7 orang.
- Karena banyaknya kader yang bertanya saat diskusi, waktu yang dibutuhkan
sedikit molor.
- Waktu pelatihan dan penyuluhan sangat singkat sehingga hanya 3 orang
kader yang dapat melakukan role play
- Waktu yang digunakan untuk penyuluhan dan pelatihan cukup singkat
sehingga kurang dapat mengevaluasi cara menguur tekanan darah
f) Evaluasi Hasil
- Kader yang hadir 65% dari total 20 undangan
- Hasil pelatihan tensi didapatkan 85% kader dapat mengukur tekanan darah
dengan tensi manual.
- Hasil dari pelatihan PTM didapatkan 3 orang yang role play mampu melakukan
penyuluhan tentang PTM.
- Hasil Pre test dan post test menunjukkan
Disusun Oleh:
(KELOMPOK 5B)
PUSKESMAS KEDUNGKANDANG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
BAB I
PENDAHULUAN
Hal tersebut dikarenakan berbagai faktor, yang meliputi pola hidup yang tidak
sehat, faktor lingkungan sekitar, dan aktivitas yang tidak seimbang dengan kondisi
tubuh. Oleh karena itu setiap manusia harus mengetahui tekanan darah pada dirinya
sendiri. Untuk itu diperlukan pengetahuan dan langkah-langkah pengukuran tekanan
darah. Dengan demikian setiap individu mampu untuk menjaga kesehatannya serta
mengatur pola hidupnya dengan baik. Sehingga dapat hidup sehat dan lancar dalam
menjalankan aktivitas kehidupan sehari-hari.
Dari data-data yang diperoleh dari pengkajian melalui observasi, dan data-data dari
Puskesmas muncul beberapa masalah untuk selanjutnya dapat ditindak lanjuti oleh
masyarakat dibantu oleh mahasiswa, kader, dan tenaga kesehatan terkait sehingga
permasalahan kesehatan tersebut dapat teratasi. Berdasarkan data pengkajian yang
telah disampaikan kepada warga RT 5 RW 3 Kedungkandang melalui MMRT telah
disepakati untuk diadakan pendidikan kesehatan berupa penyuluhan hipertensi serta
pelatihan pengukuran & interpretasi pemeriksaan tekanan darah yang dilakukan dalam
forum dasawisma sebagai salah satu komponen & perwakilan dalam lingkup RT, yang
dianggap mampu mewakili untuk implementasi yang lebih berkesinambungan dalam
komunitas RT 5 RW 3 Kedungkandang.
1.6 Tujuan
1.6.1 Tujuan Umum:
Meningkatkan pengetahuan kesehatan serta menjadikan masyarakat RT 5 RW 3
Kedungkandang dapat menjadi lebih mandiri dan patuh dalam pencegahan
hipertensi
DESKRIPSI KEGIATAN
2.3.3 Metode
diskusi.
Saat Acara
Setelah Acara
PENGELUARAN 52.000
2.8 Kriteria Evaluasi
1. Evaluasi Struktur
c. Tempat dan waktu telah ditentukan 2 hari sebelum kegiatan dasawisma
d. Media dan materi tersedia
2. Evaluasi Proses
e. 80 % peserta dapat menghadiri dasawisma
f. Peserta mengikuti kegitan dasawisma dari awal sampai akhir
g. Peserta aktif dalam kegiatan pelatihan dasawisma
h. Peserta memperhatikan dan mendengarkan materi dengan seksama
i. Pelaksanaan kegiatan sesuai dengan waktu dan tempat yang telah
direncanakan
3. Evaluasi Hasil
b. Peserta mampu memahami materi dan pelatihan tentang hipertensi di RT
05 RW 03 Kelurahan Kedungkandang
Materi Penyuluhan
1. HIPERTENSI
E. DEFINISI
Hipertensi didefenisikan sebagai peningkatan tekanan darah persisten
dengan tekanan sistolik sedikitnya 140 mmHg dan tekanan diastolik sedikitnya 90
mmHg (Price dan Wilson, 2005).
F. ETIOLOGI
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi dua, yaitu :
4) Hipertensi sekunder
Hipertensi ini diketahui penyebabnya karena :
e) Kelainan ginjal, seperti glomerulonefritis akut (GNA), glomerulonefritis kronis
(GNC), pyelonefritis kronis (PNC), dan penyempitan arteri renalis.
f) Kelainan hormon, seperti diabetes mellitus, pil KB, dan pheochromocytoma.
g) Kelainan neurologis, seperti polineuritis dan polimyelitis.
h) Penyebab lain seperti penggunaan obat-obatan, keadaan preeklampsia, dan
koarktasio aorta.
Faktor Predisposisi
Adapun faktor predisposisi hipertensi yang dikemukakan oleh Bustan
(2007) antara lain :
8) Faktor genetik
Hal ini menunjukkan hipertensi dapat diwariskan melalui garis
keturunan. Beevers (2002) mengatakan bahwa hal tersebut termasuk
pengaruh ras atau suku, misalnya pada orang kulit hitam (Afro-Karibia dan
Asia Selatan) lebih banyak beresiko daripada orang kulit putih. Masyarakat
ini mengalami peningkatan sensitivitas terhadap garam karena tingkat
hormon rennin dan angiotensin II yang dimiliki lebih rendah. Walaupun
diberikan pengobatan, kebanyakan hasilnya kurang efektif karena sebagian
obat-obatan yang menurunkan tekanan darah bekerja dengan cara
menghambat pengaruh hormon-hormon tersebut sehingga tidak dapat
bekerja dengan baik pada masyarakat keturunan ras ini.
10) Urban/rural
Orang yang berada di kota lebih banyak beresiko daripada orang di
desa. Daerah perkotaan yang identik dengan kehidupan glamor, serba ada,
aktivitas padat, serta pola hidup masa kini yang praktis dapat merupakan
suatu resiko meningkatnya hipertensi. Berbeda dengan keadaan tersebut,
pedesaan lebih menjanjikan kehidupan yang tenang daripada di kota.
11) Geografis
Penduduk sekitar daerah pantai lebih beresiko daripada penduduk di
pegunungan. Menurut Amiruddin, dkk., (2000) daerah pesisir pantai
merupakan daerah yang lebih berpotensi dengan kandungan natrium
sehingga penduduk pun mengkonsumsi garam dalam jumlah yang lebih
tinggi daripada penduduk di daerah pegunungan yang kemungkinan lebih
banyak mengkonsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan.
12) Seks
Lebih banyak wanita yang menderita hipertensi dibandingkan
dengan pria. Pria memang lebih awal menderita penyakit jantung termasuk
hipertensi. Namun, lebih banyak wanita menderita hipertensi dan penyakit
jantung lainnya, bahkan tidak sedikit yang akhirnya meninggal setelah
menopause. Hal ini dikarenakan tingkat estrogen darah yang menurun tajam
pada masa tersebut. Adapun estrogen sangat berpengaruh terhadap
kesehatan jantung. McGowan, (2001) menguraikan bahwa estrogen
melindungi dari penyakit jantung dengan berbagai cara antara lain :
G. KLASIFIKASI HIPERTENSI
Berikut adalah tabel klasifikasi tekanan darah untuk dewasa berusia lebih
dari atau sama dengan 18 tahun menurut petunjuk dari WHO-ISH :
H. PATOFISIOLOGI
Hipertensi adalah penyakit multifaktorial yang timbul terutama karena
interaksi faktor-faktor resiko tertentu. Selain faktor predisposisi yang telah
dijelaskan di atas, ada beberapa faktor lain yang juga berkontribusi dalam
kenaikan tekanan darah, yaitu :
1. Sistem saraf simpatis yang meliputi tonus simpatis dan variasi diurnal.
2. Keseimbangan antara modulator vasodilatasi dan vasokonstriksi:
endotel pembuluh darah berperan utama, tetapi remodeling dari
endotel, otot polos dan interstitium juga memberikan kontribusi akhir.
3. Pengaruh sistem autokrin setempat yang berperan pada sistem renin,
angiotensin dan aldosteron.
Kontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat vasomotor
pada medula di otak. Rangsangan dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak
ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis dan melepaskan asetil
kolin pada neuron preganglion, akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke
pembuluh darah melepaskan norepinefrin yang mengakibatkan vasokonstriksi.
Faktor kecemasan, ketakutan pun dapat mempengaruhi rangsang vasokonstriksi
ini, dan orang dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin.
Koping Individu
Inefektif Curah jantung Bbeban
Jika berlangsung lama menurun ventrikel
dapat merusak meningkat
Cardiac output
Otak menurun Hipertropi
ventrikel
Sirkulasi sitemik untuk
Pecahnya Serangan Sirkulasi Ginjal Mata Jantung menurun meningkatak
pembuluh iskemik serebral an kekuatan
darah mikro transient terganggu Ketidak seimbangan kontraksi
Sklerosis Sklerosis Oklusi Arteri suplai O2 dengan
Hemoragic Paralisis TIK Progresif Pembuluh Coroner kebutuhan jaringan Jantung
intra sementara meningkat pembuluh darah mata tidak mampu
serebral darah renal menahan
Metabolisme
Sirkulasi ke PJK beban kerja
menurun
Stroke hemiplegia Nyeri Disfungsi mata dalam batas
hemoragic renal menurun Energy menurun kemampuan
J. EVALUASI DIAGNOSTIK
1) Urinalisis : protein, leukosit, eritrosit, dan silinder.
2) Hemoglobin / hematokrit.
3) Elektrolit darah : kalium.
4) Ureum / kreatinin.
5) Gula darah puasa.
6) Kolesterol total.
7) EKG menunjukkan HVK sekitar 20-50%.
8) TSH
9) Leukosit darah
10) Trigliserida, HDL, dan kolesterol LDL
11) Kalsium dan fosfor
12) Foto toraks
13) Echokardiogram untuk menemukan HVK lebih dini dan spesifik
14) USG karotis dan femoral
15) Funduskopi
16) CT-Scan dan MRI pada pasien dengan keluhan gangguan neural, kehilangan
memori atau gangguan kognitif.
17) ABPM (Ambulatory Blood Pressure Monitoring) yaitu pemantauan tekanan darah
selama 24 jam. Dapat diketahui perubahan tekanan darah setiap 15 menit pada
pagi hari dan setiap 30 menit pada malam hari (Sanif, 2008).
Menurut PDSPDI (2006), ABPM dapat dilakukan dengan indikasi berikut :
K. PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan adalah untuk menurunkan tekanan darah menjadi
normal, mengobati payah jantung karena hipertensi, mengurangi morbiditas dan
mortalitas terhadap penyakit kardiovaskular, dan menurunkan faktor resiko terhadap
penyakit kardiovaskular semaksimal mungkin (Mansjoer, 2000).
Tujuan utamanya adalah untuk mencapai tekanan darah kurang dari 140/90
mmHg dan mengendalikan setiap faktor resiko kardiovaskuler melalui perubahan
pola atau gaya hidup. Bila perubahannya tidak cukup memadai, maka harus dimulai
terapi obat (Price dan Wilson, 2005).
3) Menghentikan merokok
Nikotin dapat memperberat kerja jantung, dan menyebabkan efek
vasokonstriksi dan aterosklerosis pada arteri yang kecil sehingga sirkulasi
darah berkurang dan meningkatkan TD. (Tan & Kirana, 2002).
d. Diuretik thiazid
Bekerja dengan menurunkan volume darah, aliran darah
ginjal, dan curah jantung. Yang termasuk obat golongan ini adalah
Chlorthalidone (Hygroton), Quinethazone (Hydromox), Chlorothiazide
(Diuril) dan Hydrochlorothiazide (Esidrix; Hydrodiuril).
e. Diuretik loop
Contoh golongan ini adalah Furosemide (lasix) dengan cara
kerjanya menurunkan volume darah, menghambat reabsorpsi natrium
dan air dalam ginjal, serta sebagai antagonis terhadap aldosterone.
9) β – Blocker
Obat-obatan golongan Beta-reseptor blockers ini bekerja sebagai
anti-adrenergik dengan jalan menempati secara bersaing terhadap
reseptor Beta adrenergik, baik 1(terdapat di jantung, SSP dan ginjal)
maupun 2 (terdapat di bronkus, dinding pembuluh darah dan usus) dan
mengakibatkan penurunan aktivitas adrenalin dan noradrenalin. Beberapa
obat yang termasuk dalam golongan ini adalah :
Nama
Generik Patent
Asebutolol Spectral
Alprenolol Alpresol
Atenolol Tenormin
Betaxolol Kerlon
Bevantolol Ranestol
Bisoprolol Concor
Carteolol Mikelan
Carvedilol Eucardic
Celiprolol Dilanorm
Esmolol Brevibloc
Metipranolol -Ophtiol
Nadolol Corgard
Oxprenolol Trasicor
Pindolol Visken
Sotalol Sotacor
timolol Blocarden
10) α – Blocker
Bekerja dengan memblok reseptor -adrenergik, baik pada 1 (post-
synaptic) maupun 2 (pre-synaptic) pada otot polos pembuluh (dinding),
khususnya di pembuluh kulit dan mukosa. Bila reseptor ini diaktivasi oleh
adrenalin dan noradrenalin maka otot polos akan menciut. -blocker
melawan efek vasokonstriksi tersebut baik secara selektif maupun
nonselektif. Beberapa contoh obat golongan ini adalah :
7) Pencegahan primordial.
Upaya ini dimaksudkan untuk memberi kondisi pada masyarakat
yang memungkinkan sehingga penyakit tidak mendapat dukungan dari
kebiasaan, gaya hidup, ataupun faktor resiko lainnya. Pada prinsipnya,
upaya pencegahan primordial adalah mempertahankan gaya hidup yang
sudah ada dan benar dalam masyarakat ; serta melakukan modifikasi,
penyesuaian terhadap resiko yang ada atau berlangsung dalam
masyarakat.
Level
Level Perjalanan
Pencegaha Intervensi Pencegahan
Patogenesis Hipertensi
n
L. KOMPLIKASI
Komplikasi pada hipertensi yang mungkin terjadi mencakup :
1) Retinopati dan penyakit arteri perifer
Kerusakan pembuluh darah akibat hipertensi terlihat jelas di seluruh pembuluh
darah perifer. Perubahan pembuluh darah retina mudah diketahui dengan
pemeriksaan oftalmoskopik, dan sangat berguna untuk menilai perkembangan
penyakit dan respon terhadap terapi yang diberikan.
2) Gagal jantung
Peningkatan tekanan darah sistemik meningkatkan resistensi pemompaan
darah dari ventrikel kiri sehingga beban kerja jantung bertambah. Akibatnya, terjadi
hipertrofi ventrikel untuk meningkatkan kekuatan kontraksi. Akan tetapi,
kemampuan ventrikel untuk mempertahankan curah jantung dengan hipertrofi
kompensasi akhirnya terlampaui, maka terjadi dilatasi dan payah jantung. Bila
disertai dengan aterosklerosis koroner yang berlanjut maka penyediaan oksigen
miokardium berkurang. Peningkatan kebutuhan oksigen miokardium akibat
hipertrofi ventrikel dan peningkatan beban kerja jantung ini akhirnya akan
menyebabkan angina atau infark miokardium yang berlanjut menjadi gagal jantung.
3) Insufisiensi ginjal kronis
Penyakit ginjal yang terjadi dapat mencakup kelainan pada glomerulus
maupun pada kelainan vaskuler. Keadaan ini dapat terjadi karena akibat langsung
dari kenaikan tekanan darah pada ginjal yang mengaktivasikan sistem RAA secara
terus-menerus dalam memelihara hemodinamik dan homeostatis kardiovaskuler.
4) CVA atau stroke
Perubahan struktur arteriola dan arteri-arteri kecil menyebabkan penyumbatan
pembuluh darah progresif. Bila pembuluh darah menyempit, maka aliran arteri
terganggu dan dapat menyebabkan mioinfark jaringan. Obstruksi dan
vasokonstriksi ini semakin memperparah peningkatan tekanan dan beresiko
terjadinya ruptur pada pembuluh darah di otak atau stroke.
2. SPHYGMOMANOMETER
Hipertensi pada dasarnya adalah kenaikan tekanan darah arterial yang seringnya
tanpa bergejala. Kalau pun menimbulkan gejala, biasanya juga sering diabaikan, karena
merasa bukan suatu yang harus diberi perhatian khusus. Gejala yang amat umum sebagai
gejala awal suatu hipertensi adalah seseorang sering merasa sakit di bagian belakang
kepalanya dan bagian tengkuk saat ia terbangun dari tidur di pagi hari. Namun
sesungguhnya hipertensi merupakan penyakit yang amat sangat mudah untuk dideteksi
yaitu dengan hanya mengukur tekanan darah, sehingga harusnya menjadi mudah
ditangani. Masalahnya, karena tidak bergejala tadi seseorang menjadi tidak sadar dan luput
memeriksakan tekanan darahnya sehingga sering menimbulkan komplikasi yang mematikan
karena terlambat ditangani atau malah tidak tertangani sama sekali. Untuk mengetahui
lebih dalam tentang hipertensi, silakan
Bila diperiksa menggunakan tensi meter atau sphygmomanometer, maka hasil yang
didapatkan adalah 2 angka yang merupakan tekanan systolic dan tekanan diastolic.
Tekanan systolic merupakan tekanan darah saat keluar dari jantung yang sering dikatakan
sebagai tekanan atas, sementara diastolic adalah tekanan darah saat kembali ke jantung
yang sering dikatakan sebagai tekanan bawah. Kedua angka ini memiliki satuan tekanan
fluida dalam satu sistem saluran yang dapat menggunakan dua satuan yaitu mmHg
(millimeter Hg / atau millimeter air raksa) dan KPa atau Kilo Pascal. Walaupun salah satu
satuan dari tekanan fluida dalam satu sistem saluran, seperti halnya tekanan darah di dalam
sistem peredaran darah manusia adalah mmHg, bukan berarti setiap manometer atau alat
ukurnya harus menggunakan air raksa atau mercury. Ini hanya sebuah satuan yang dalam
sejarahnya dulu dipakai manometer mercury. Seiring dengan perkembangan zaman dan
teknologi, lahir lah manometer berbentuk jarum atau dikenal dengan nama gauge yang
merupakan tipe aneroid, dan manometer berbentuk LCD yang merupakan tipe digital. Apa
pun manometer-nya, selama ada dalam akurasi ± 3 mmHg, yang diuji pada enam titik
tekanan yang berbeda, maka manometer tersebut sudah akurat. Ini sesuai dengan standar
Uni Eropa (EN 1060-1/2) dan standar Amerika Serikat (AAMI ANSI).
Sebaliknya walau pun sebuah tensi meter memakai manometer mercury atau air
raksa, belum tentu selalu akurat karena akan selalu kembali lagi kepada akurasi seperti di
atas. Yang sebenarnya terjadi adalah setiap satu tensi meter sudah dipakai pada siklus
10.000 kali (yang lagi-lagi sesuai dengan dua standar di atas), tensi meter tersebut harus
dikalibarsi ulang; walau pun untuk tensi meter yang menggunakan manometer air raksa.
Karena bila sudah dipakai siklus 10.000 kali pengukuran, jumlah air raksa yang terdapat
dalam tabung penampungannya akan sedikit berkurang yang membuat angka yang
ditunjukkan menjadi tidak akurat. Lebih jauh lagi, air raksa yang berkurang tersebut
sesungguhnya terlepas ke udara dan membahayakan tenaga medis, pasien, dan bahkan
lingkungan. Ini lah sebabnya mengapa di tahun 2017 nanti, WHO akan mengupayakan
setidaknya 70% sentra pelayanan kesehatan di seluruh dunia sudah tidak menggunakan
mercury lagi, di mana tensi meter termasuk di dalam program WHO tersebut menjadi alat
yang juga akan dihilangkan.Sekarang kita sudah memahami bahwa ternyata semua jenis
manometer yang terdapat pada tensi meter akurat selama dapat memenuhi standar kriteria
akurasinya. Tapi tingkat akurasi alat ukur bukan satu-satunya faktor yang menentukan
sebuah pengukuran tensi seseorang itu sudah benar dan memberikan hasil sebenarnya dari
kondisi tekanan darah orang tersebut. Ada hal-hal lain yang harus diperhatikan agar
hasilnya tepat. Akan dijelaskan di bawah Rule of Thumb atau syarat utama yang harus
diperhatikan dalam memeriksa tekanan darah (apa pun jenis tensi meternya).
1. Pasien yang akan diperiksa harus sudah beristirahat dan dalam kondisi rileks dan
santai 15 menit sebelum pemeriksaan. Jadi yang bersangkutan harus duduk
beristirahat, menenangkan diri dalam waktu 15 menit sebelum pemeriksaan
dilakukan.
2. Semua aktivitas yang dapat mempengaruhi tekanan darah harus dihindarkan
setidaknya 30 menit sebelum pemeriksaan. Aktivitas yang termasuk di sini adalah:
olah raga, makan, minum alkohol dan merokok.
3. Pemeriksaan harus dilakukan dalam kondisi yang tenang dan tidak berisik. Apa lagi
saat pemeriksa harus menggunakan stethoscope saat pemeriksaan (saat
menggunakan tensi meter manual). Ini dimaksudkan agar bunyi yang harus
didengar pemeriksa terdengar jelas dan tidak terganggu dengan suara-suara lain
seperti suara kendaraan, suara mesin, dll.
Selain Rule of Thumb di atas, ada lagi yang diperhatikan yaitu cara
pemeriksaannya sendiri. Banyak orang yang merasa bisa menggunakan tensi meter
(bahkan dokter dan perawat sekali pun), tapi sering mereka melupakan dan melewati
hal-hal penting sehingga membuat sebuah pengukuran menjadi tidak tepat. Akan
dijelaskan di bawah yang harus diperhatikan saat menggunakan tensi meter baik manual
mau pun automatis.
1. Yakinkan semua sisa udara yang masih terdapat di dalam bladder pada manset sisa
pemeriksaan sebelumnya, sudah habis dikeluarkan dengan cara menekan-
nekannya. Bila masih ada sisa udara, maka hasil yang didapatkan nanti akan
menjadi kurang tepat.
2. Lilitkan manset pada lengan atas dengan menggunakan manset yang sesuai dengan
ukuran lingkar lengan atas pasien. Tensi meter yang bermutu tinggi, akan memiliki
acuan atau petunjuk arm circumference ini pada mansetnya yang dapat
dimanfaatkan oleh pemeriksa untuk melihat apa kah manset yang digunakan sudah
tepat atau harus diganti dengan yang lebih besar atau lebih kecil.Paha, dewasa
besar, dewasa, anak-anak, bayi, dan neonatus. Bila salah menggunakan manset,
maka hasil yang didapatkan nanti bisa menjadi sangat salah.
3. Saat memasangkan manset, juga harus diperhatikan artery marking atau garis tanda
arteri, yang dicetak pada manset. Garis tanda arteri ini harus diletakkan pada vossa
cubiti atau lipat dalam siku saat pemasangan manset.
4. Kunci air valve atau katup udara dengan kencang.
5. Letakkan chest piece dari stethoscope proximal dari vossa cubiti (biasanya sedikit
dibawah manset).
6. Pompa bulb sampai dengan nadi yang ada pada distal dari pemasangan manset
(bila di lengan biasanya vena radialis yang diperiksa) sudah tidak teraba lagi,
pertanda tekanan sudah melewati tekanan systolic dari pasien.
7. Lepaskan tekanan dengan memutar air valve berlawanan arah dengan jarum jam
dengan kecepatan ± 5 mmHg per detik. Jangan terlalu cepat melepaskannya,
karena degupan awal pertanda tekanan systolic pasien akan terlewat atau tidak
terdengar sehingga pembacaan tekanan pasien terbaca lebih rendah dari
sebenarnya.
8. Baca lah hasil tekanan darah pasien dengan satuan sampai 5 mmHg. Jangan
membulatkan ke puluhan terdekat, tapi bulatkanlah ke kelipatan 5 terdekat.
1. Seperti pada tipe manual, juga harus dipastikan tidak ada udara yang tersisa di
dalam bladder pada manset. Kecuali untuk tipe advance yang memiliki sistem
menguras udara residu pemeriksaan sebelumnya.
2. Juga seperti tipe manual, ukuran manset juga harus sesuai dengan pemasangan
yang benar. Walau pun tipe automatis/digital bila manset yang digunakan tidak tepat,
maka hasil pengukurannya pun akan tidak tepat.
3. Bila memakai model sphygmomanometer digital yang wrist (model di pergelangan
tangan), gunakanlah pergelangan tangan kiri, kecuali karena ada kondisi yang tidak
memungkinkannya. Mengapa harus tangan kiri? Model wrist ini sangat sensitif
sehingga lebih baik menggunakan tangan yang paling dekat dengan jantung.
Jangan lupa juga untuk melepaskan jam tangan dan gelang.
4. Posisi pemasangan manset (tipe apa pun juga) harus memperhatikan artery marking
(penanda posisi arteri) yang ada pada manset.
5. Sebelum menekan tombolnya, pastikan tingginya manset sama dengan jantung,
sehingga disarankan diperiksa dalam keadaan duduk. Bila memakai model wrist,
tempelkan pergelangan tangan yang diperiksa ke dada.
6. Tekan tombol pemompa, dan tunggulah dengan sabar sampai alat benar-benar
berhenti bekerja. Jangan bergerak, jangan bicara, dan jangan banyak bergoyang
saat pemeriksaan; karena tensi meter digital terutama model wrist sangat sensitif,
sehingga getaran kecil dapat membuat salah pembacaan.
7. Baca hasilnya pada layar dan jangan dibulatkan. Angka yang ditunjukkan merupakan
angka yang biasanya sampai ke 1-an mmHg.
8. Bila akan dilakukan pemeriksaan kedua, berilah jarak interval setidaknya 5 menit
untuk memberikan sistem peredaran darah kembali normal setelah tertekan saat
pengukuran sebelumnya. Kemudian ulangi proses dengan cara yang sama.
Hal terakhir yang harus juga selalu mendapatkan perhatian adalah perawatan
terhadap alat sphygmomanometer-nya sendiri. Seperti alat-alat ukur lainnya,
sphygmomanometer harus dirawat, dipakai, dan simpan dengan baik. Cara
pemeriksaan sudah benar, apa bila alatnya tidak dalam kondisi baik, hasil pemeriksaan
tekanan darah pun menjadi tidak tepat. Berikut yang harus diperhatikan:
1. Hindari suhu dan kelembaban yang tinggi baik pada saat penggunaan atau pun saat
penyimpanan, apa pun jenis tensi meternya. Suhu dan kelembaban tinggi akan lebih
cepat merusak alat.
2. Hindari dari kontak dengan zat-zat kimia. Di rumah sakit banyak zat kimia yang dapat
merusak alat.
3. Hindari dari benda-benda tajam yang juga dapat merusak alat.
4. Jagalah agar manometer (tabung mercury,gauge, atau LCD) dari benturan benda
keras.
5. Jangan mengisi bladder dengan udara dan pastikan bladder pada manset sekosong-
kosongnya pada saat penyimpanan.
6. Jangan lupa mengunci tuas pada mercury flask (tabung penyimpanan air raksa)
pada saat sphygmomanometer mercury akan disimpan. Bila sering lupa, maka akan
mengakibatkan kebocoran atau residu mercury pada tabung kaca manometer.
Sudah pasti bila terjadi demikian tensi meter tersebut sudah tidak akurat lagi.
BAB III
PENUTUP
Demikian Proposal kegiatan Pelatihan Tensi dan Penyuluhan Hipertensi ini kami
susun untuk memberikan gambaran tentang kegiatan yang akan dilaksanakan dengan
harapan agar dapat dijadikan bahan pertimbangan dan pedoman penyelenggaraan
kegiatan. Segala bentuk saran dan dukungan baik dalam bentuk moril maupun materil
sangat kami harapkan demi kesuksesan acara ini.
2. Apakah konsumsi obat hipertensi itu harus sampai habis atau bisa berhenti saat
sudah sembuh?
3. Apakah obat hipertensi tidak berbahaya bagi ginjal jika dikonsumsi seumur hidup?
Evaluasi:
1. Evaluasi Struktur
- Ruangan kondusif untuk kegiatan penyuluhan.
- Media dan materi tersedia dan memadai.
- Peserta yang hadir sebanyak 80% yaitu sebanyak 16 orang dari total peserta
yang seharusnya 20 orang.
2. Evaluasi Proses
- Peserta memperhatikan dan mendengarkan ketika materi disampaikan
- Peserta sangat antusias bertanya saat ada sesi tanya jawab
- Seluruh peserta mengikuti kegiatan mulai dari awal hingga akhir acara
- Seluruh peserta tampak antusias saat dipersilahkan untuk mencoba melakukan
pengukuran tekanan darah dengan tensi digital.
3. Evaluasi Hasil
- Diperoleh adanya peningkatan pengetahuan anggota dasawisma sebelum dan
sesudah diberikan materi tentang hipertensi. Presentase pre-test menunjukkan
peserta dengan skor benar 4 ada 31%, dan hasil post-test peserta degan skor
benar 4 meningkat menjadi 63%.
Dari data pretest peserta yang menjawab dengan skor benar 0 yaitu 6% (1
orang), skor benar 1 yaitu 31% ( 5 orang), skor benar 2 yaitu 31% (5 orang), skor
benar 3 yaitu 0% (0 orang), skor benar 4 terdapat 31% (5 orang), dan skor benar
5 yaitu 0% (0 orang). Rata-rata nilai pretest yang didapatkan peserta adalah
43,75.
Terdapat peningkatan pada hasil post test peserta yaitu dengan skor benar 3
yaitu 37% (6 orang), skor benar 4 yaitu 63% (10 orang), dan tidak ada yang
mendapatkan skor benar 0, benar 1, benar 2, dan benar 5. Diketahui nilai rata-
rata post test yang didapatkan peserta sebesar 72,50.
Berikut ini merupakan grafik perbedaan pengetahuan peserta pre dan post test.
80
70
60
50
pre test
40
post test
30
20
10
0
Pretest
Benar 0 Benar 1 Benar 2 Benar 3 Benar 4 Benar 5
7%
31%
31%
31%
Dari data pretest peserta yang menjawab dengan skor benar 0 yaitu 6% (1
orang), skor benar 1 yaitu 31% ( 5 orang), skor benar 2 yaitu 31% (5 orang), skor
benar 3 yaitu 0% (0 orang), skor benar 4 terdapat 31% (5 orang), dan skor benar 5
yaitu 0% (0 orang)
b. Tingkat Pengetahuan Tentang Hipertensi Setelah Pelatihan
Postest
Benar 0 Benar 1 Benar 2
Benar 3 Benar 4 Benar 5
37%
63%
Dari tabel di atas didapatkan data bahwa terdapat peningkatan pada hasil
post test peserta yaitu dengan skor benar 3 yaitu 37% (6 orang), skor benar 4 yaitu
63% (10 orang), dan tidak ada yang mendapatkan skor benar 0, benar 1, benar 2,
dan benar 5.
LAMPIRAN DOKUMENTASI
Gb 2. P
LAPORAN PENDAHULUAN
MUSYAWARAH MASYARAKAT II RT 05 RW 03
KELURAHANKEDUNGKANDANG
KOTA MALANG
Disusun Oleh:
(KELOMPOK 5B)
PUSKESMAS KEDUNGKANDANG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
BAB I
PENDAHULUAN
Saat acara
18.00-18.05 Pembukaan acara oleh MC
18.05-18.10 Sambutan dari kapel
18.10-18.15 Sambutan ketua RT 05
18.15-19.00 Pemaparan hasil program yang sudah dilaksanakan
dan evaluasi program
19.00-19.30 Diskusi rencana tindak lanjut program
19.30-19.40 Penutup
19.40-19.45 Foto bersama
Setelah acara
19.45-20.00 Merapikan ruangan dan berpamitan
20.00-20.30 Perjalanan pulang
PENUTUP
Evaluasi :
1. Evaluasi Struktur
a. Materi tersedia dan memadai
b. Peserta yang hadir sebanyak 11 orang dari 20 orang yang diundang
2. Evaluasi Proses
a. Peserta memperhatikan dan mendengarkan dengan seksama ketika pemateri
menyampaikan materi.
b. Peserta terlihat antusias dan aktif selama diskusi berlangsung.
c. Seluruh peserta mengikuti kegiatan mulai dari awal hingga akhir acara.
3. Evaluasi Hasil
a. Peserta mampu menerima dan memahami permasalahan yang terjadi di RT
05 RW 03, Kelurahan Kedungkandang Malang.
b. Warga RT 05 menyatakkan sangat puas dengan kegiatan yang dilakukan
mahasiswa.
Saran:
1. Bapak RT berharap ada kegiatan lagi dari Mahasiswa terkait kesehatan warga.
Erfan Dani
NIM. 135070200111002
LAMPIRAN DOKUMENTASI