BPN P-TB 2014 PDF
BPN P-TB 2014 PDF
vi
viii
xii
2. Cara Penularan TB.
a. Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif melalui percik renik dahak yang
dikeluarkannya. Namun, bukan berarti bahwa pasien TB dengan hasil pemeriksaan
BTA negatif tidak mengandung kuman dalam dahaknya. Hal tersebut bisa saja terjadi
oleh karena jumlah kuman yang terkandung dalam contoh uji ≤ dari 5.000 kuman/cc
dahak sehingga sulit dideteksi melalui pemeriksaan mikroskopis langsung.
b. Pasien TB dengan BTA negatif juga masih memiliki kemungkinan menularkan
penyakit TB. Tingkat penularan pasien TB BTA positif adalah 65%, pasien TB BTA
negatif dengan hasil kultur positif adalah 26% sedangkan pasien TB dengan hasil
kultur negatif dan foto Toraks positif adalah 17%.
c. Infeksi akan terjadi apabila orang lain menghirup udara yang mengandung percik renik
dahak yang infeksius tersebut.
d. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk
percikan dahak (droplet nuclei / percik renik). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar
3000 percikan dahak.
a. Paparan
Peluang Jumlah kasus menular di masyarakat
peningkatan Peluang kontak dengan kasus menular
paparan Tingkat daya tular dahak sumber penularan
terkait dengan: Intensitas batuk sumber penularan
Kedekatan kontak dengan sumber penularan
Lamanya waktu kontak dengan sumber penularan
Faktor lingkungan: konsentrasi kuman diudara (ventilasi, sinar ultra
violet, penyaringan adalah faktor yang dapat menurunkan
konsentrasi)
Catatan: Paparan kepada pasien TB menular merupakan syarat untuk terinfeksi. Setelah
terinfeksi, ada beberapa faktor yang menentukan seseorang akan terinfeksi saja,
menjadi sakit dan kemungkinan meninggal dunia karena TB.
b. Infeksi
Reaksi daya tahan tubuh akan terjadi setelah 6 – 14 minggu setelah infeksi
Reaksi immunologi (lokal)
Kuman TB memasuki alveoli dan ditangkap oleh makrofag dan kemudian berlangsung
reaksi antigen – antibody.
Reaksi immunologi (umum)
Delayed hypersensitivity (hasil Tuberkulin tes menjadi positif)
Lesi umumnya sembuh total namun dapat saja kuman tetap hidup dalam lesi tersebut
(dormant) dan suatu saat dapat aktif kembali.
Penyebaran melalui aliran darah atau getah bening dapat terjadi sebelum
penyembuhan lesi
BAB I
PENDAHULUAN
3 3
c. Sakit TB
Faktor risiko Konsentrasi / jumlah kuman yang terhirup
untuk menjadi Lamanya waktu sejak terinfeksi
sakit TB adalah Usia seseorang yang terinfeksi
tergantung dari : Tingkat daya tahan tubuh seseorang. Seseorang dengan daya
tahan tubuh yang rendah diantaranya infeksi HIV/AIDS dan
malnutrisi (gizi buruk) akan memudahkan berkembangnya TB
aktif (sakit TB). Bila jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka
jumlah pasien TB akan meningkat, dengan demikian penularan
TB di masyarakat akan meningkat pula.
Catatan: Hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB. Namun bila
seorang dengan HIV positif akan meningkatkan kejadian TB melalui proses reaktifasi. TB
umumnya terjadi pada paru (TB Paru). Namun, penyebaran melalui aliran darah atau
getah bening dapat menyebabkan terjadinya TB diluar organ paru (TB Ekstra Paru).
Apabila penyebaran secara masif melalui aliran darah dapat menyebabkan semua organ
tubuh terkena (TB milier).
d. Meninggal dunia
Faktor risiko Akibat dari keterlambatan diagnosis
kematian karena Pengobatan tidak adekuat
TB: Adanya kondisi kesehatan awal yang buruk atau penyakit
penyerta
Catatan: Pasien TB tanpa pengobatan, 50% akan meninggal dan risiko ini meningkat
pada pasien dengan HIV positif.
C. Upaya Pengendalian TB
Sejalan dengan meningkatnya kasus TB, pada awal tahun 1990-an WHO dan IUATLD
mengembangkan strategi pengendalian TB yang dikenal sebagai strategi DOTS (Directly
Observed Treatment Short-course). Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen kunci, yaitu:
1) Komitmen politis, dengan peningkatan dan kesinambungan pendanaan.
2) Penemuan kasus melalui pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya.
3) Pengobatan yang standar, dengan supervisi dan dukungan bagi pasien.
4) Sistem pengelolaan dan ketersediaan OAT yang efektif.
5) Sistem monitoring, pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian
terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja program.
Fokus utama DOTS adalah penemuan dan penyembuhan pasien, prioritas diberikan kepada
pasien TB tipe menular. Strategi ini akan memutuskan rantai penularan TB dan dengan
demkian menurunkan insidens TB di masyarakat. Menemukan dan menyembuhkan pasien
merupakan cara terbaik dalam upaya pencegahan penularan TB.
BAB I
4 4
PENDAHULUAN
Dengan semakin berkembangnya tantangan yang dihadapi program dibanyak negara. Pada
tahun 2005 strategi DOTS di atas oleh Global stop TB partnership strategi DOTS tersebut
diperluas menjadi “Strategi Stop TB”, yaitu:
1. Mencapai, mengoptimalkan dan mempertahankan mutu DOTS
2. Merespon masalah TB-HIV, MDR-TB dan tantangan lainnya
3. Berkontribusi dalam penguatan system kesehatan
4. Melibatkan semua pemberi pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta.
5. Memberdayakan pasien dan masyarakat
6. Melaksanakan dan mengembangkan penelitian
Pada tahun 2013 muncul usulan dari beberapa negara anggota WHO yang mengusulkan
adanya strategi baru untuk mengendalikan TB yang mampu menahan laju infeksi baru,
mencegah kematian akibat TB, mengurangi dampak ekonomi akibat TB dan mampu
meletakkan landasan ke arah eliminasi TB.
Eliminasi TB akan tercapai bila angka insidensi TB berhasil diturunkan mencapai 1 kasus
TB per 1 juta penduduk, sedangkan kondisi yang memungkinkan pencapaian eliminasi TB
(pra eliminasi) adalah bila angka insidensi mampu dikurangi menjadi 10 per 100.000
penduduk. Dengan angka insidensi global tahun 2012 mencapai 122 per 100.000 penduduk
dan penurunan angka insidensi sebesar 1-2% setahun maka TB akan memasuki kondisi pra
eliminasi pada tahun 2160. Untuk itu perlu ditetapkan strategi baru yang lebih komprehensif
bagi pengendalian TB secara global.
Pada sidang WHA ke 67 tahun 2014 ditetapkan resolusi mengenai strategi pengendalian TB
global pasca 2015 yang bertujuan untuk menghentikan epidemi global TB pada tahun 2035
yang ditandai dengan:
1. Penurunan angka kematian akibat TB sebesar 95% dari angka tahun 2015.
2. Penurunan angka insidensi TB sebesar 90% (menjadi 10/100.000 penduduk)
Strategi tersebut dituangkan dalam 3 pilar strategi utama dan komponen-komponenya yaitu:
1. Integrasi layanan TB berpusat pada pasien dan upaya pencegahan TB
a. Diagnosis TB sedini mungkin, termasuk uji kepekaan OAT bagi semua dan penapisan TB
secara sistematis bagi kontak dan kelompok populasi beresiko tinggi.
b. Pengobatan untuk semua pasien TB, termasuk untuk penderita resistan obat dengan
disertai dukungan yang berpusat pada kebutuhan pasien (patient-centred support)
c. Kegiatan kolaborasi TB/HIV dan tata laksana komorbid TB yang lain.
d. Upaya pemberian pengobatan pencegahan pada kelompok rentan dan beresiko tinggi
serta pemberian vaksinasi untuk mencegah TB.
2. Kebijakan dan sistem pendukung yang berani dan jelas.
a. Komitmen politis yang diwujudkan dalam pemenuhan kebutuhan layanan dan pencegahan
TB.
b. Keterlibatan aktif masyarakat, organisasi sosial kemasyarakatan dan pemberi layanan
kesehatan baik pemerintah maupun swasta.
c. Penerapan layanan kesehatan semesta (universal health coverage) dan kerangka
kebijakan lain yang mendukung pengendalian TB seperti wajib lapor, registrasi vital, tata
kelola dan penggunaan obat rasional serta pengendalian infeksi.
d. Jaminan sosial, pengentasan kemiskinan dan kegiatan lain untuk mengurangi dampak
determinan sosial terhadap TB.
3. Intensifikasi riset dan inovasi
a. Penemuan, pengembangan dan penerapan secara cepat alat, metode intervensi dan
strategi baru pengendalian TB.
b. Pengembangan riset untuk optimalisasi pelaksanaan kegiatan dan merangsang inovasi-
inovasi baru untuk mempercepat pengembangan program pengendalian TB.
BAB I
PENDAHULUAN
5 5
sistem informasi TB elektronik, AKMS (Advokasi, Komnikasi dan Mobilisasi Sosial),
manajemen logistik.
3. OAT
Pemenuhan kebutuhan OAT (Obat Anti Tuberkulosis) merupakan tanggung jawab
pemerintah pusat. Kendala yang masih harus dihadapi adalah masih belum optimalnya
sistem manajemen mulai dari perencanaan, pengadaan, distribusi sampai kepada
dispensing obat kepada pasien dan pencatatan pelaporan. Kemampuan SDM dan sistem
manajemen OAT ditingkat Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota harus ditingkatkan secara
terus menerus agar tidak terjadi kekurangan cadangan obat.
4. Pembiayaan
Dalam era desentralisasi, pembiayaan program kesehatan termasuk pengendalian TB
sangat bergantung pada alokasi dari pemerintah pusat dan daerah. Alokasi APBD untuk
pengendalian TB secara umum rendah dikarenakan masih tingginya ketergantungan
terhadap pendanaan dari donor internasional dan banyaknya masalah kesehatan
masyarakat lainnya yang juga perlu didanai. Rendahnya komitmen politis untuk
pengendalian TB merupakan ancaman bagi kesinambungan program pengendalian TB.
Program pengendalian TB nasional semakin perlu penguatan kapasitas untuk melakukan
advokasi dalam meningkatkan pembiayaan dari pusat maupun daerah baik untuk
pembiayaan program maupun biaya operasional lainnya sesuai kebutuhan daerah. Saat
ini struktur pembiayaan yang tersedia lebih banyak terpusat kepada aspek kuratif
sedangkan pembiayaan untuk aspek promotif, preventif dan rehabilitatif masih sangat
kecil. Tantangan baru seberti TB resisten obat, epidemi ganda TB-HIV dan TB-DM juga
memerlukan dukungan pendanaan yang lebih besar.
Selain tantangan yang bersifat internal maka program pengendalian TB juga menghadapi
kendala di luar program yang apabila tidak ditanggulangi secara bersamaan akan
mengakibatkan pencapaian program akan terhambat. Tantangan tersebut antara lain:
9
BAB II
8
PENGENDALIAN TUBERKULOSIS DI INDONESIA
1. Sistem Jaminan Kesehatan
Belum meratanya akses terhadap layanan yang bermutu karena kendala finansial.
Sehingga tanpa tersedianya suatu jaminan kesehatan yang bisa mencakup seluruh
warga negara akan mengakibatkan capaian semua program kesehatan termasuk TB
menjadi tidak optimal.
Misi
1. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani
dalam pengendalian TB.
2. Menjamin ketersediaan pelayanan TB yang paripurna, merata, bermutu dan berkeadilan.
3. Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumberdaya pengendalian TB.
4. Menciptakan tata kelola program TB yang baik.
Target
Merujuk pada target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang
ditetapkan pemerintah setiap 5 tahun.
Pada RPJMN 2010-2014 maka diharapkan penurunan jumlah kasus TB per 100,000
penduduk dari 235 menjadi 224, Persentase kasus baru TB paru (BTA positif) yang
ditemukan dari 73% menjadi 90% dan Persentase kasus baru TB paru (BTA positif) yang
disembuhkan dari 85% menjadi 88%..Keberhasilan yang dicapai pada RPJMN 2010-2014
akan menjadi landasan bagi RPJMN berikutnya.
Pada tahun 2015-2019 target program pengendalian TB akan disesuaikan dengan target
pada RPJMN II dan harus disinkronkan pula dengan target Global TB Strategy pasca 2015
dan target SDGs (Sustainable Development Goals). Target utama pengendalian TB pada
tahun 2015-2019 adalah penurunan insidensi TB yang lebih cepat dari hanya sekitar 1-2%
per tahun menjadi 3-4% per tahun dan penurunan angka mortalitas > dari 4-5% pertahun.
Diharapkan pada tahun 2020 Indonesia bisa mencapai target penurunan insidensi sebesar
20% dan angka mortalitas sebesar 25% dari angka insidensi tahun 2015.
11
BAB II
10
PENGENDALIAN TUBERKULOSIS DI INDONESIA
Private Mix) dan menjamin kepatuhan terhadap Standar Internasional Penatalaksanaan
TB (International Standards for TB Care).
4. Memberdayakan masyarakat dan pasien TB.
5. Memberikan kontribusi dalam penguatan sistem kesehatan dan manajemen program
pengendalian TB.
6. Mendorong komitmen pemerintah pusat dan daerah terhadap program TB
7. Mendorong penelitian, pengembangan dan pemanfaatan informasi strategis.
G. Kegiatan
1. Tatalaksana TB Paripurna
a. Promosi Tuberkulosis
b. Pencegahan Tuberkulosis
c. Penemuan pasien Tuberkulosis
d. Pengobatan pasien Tuberkulosis
e. Rehabilitasi pasien Tuberkulosis
2. Manajemen Program TB
a. Perencanaan program pengendalian Tuberkulosis
b. Monitoring dan evaluasi program pengendalian Tuberkulosis
c. Pengelolaan logistik program pengendalian Tuberkulosis
d. Pengembangan ketenagaan program pengendalian Tuberkulosis
e. Promosi program pengendalian Tuberkulosis.
3. Pengendalian TB Komprehensif
a. Penguatan layanan Laboratorium Tuberkulosis;
b. Public-Private Mix Tuberkulosis;
c. Kelompok rentan: pasien Diabetes Melitus (DM), ibu hamil, gizi buruk;
d. Kolaborasi TB-HIV;
e. TB Anak;
f. Pemberdayaan Masyarakat dan Pasien TB;
g. Pendekatan praktis kesehatan paru (Practicle Aproach to Lung Health = PAL);
h. Manajemen Terpadu Pengendalian TB Resistan Obat (MTPTRO)
i. Penelitian tuberkulosis.
H. Organisasi Pelaksana
1. Aspek Manajemen Program TB
a. Tingkat Pusat
Upaya pengendalian TB dilakukan melalui Gerakan Terpadu Nasional Pengendalian
Tuberkulosis (Gerdunas-TB) yang merupakan forum kemitraan lintas sektor dibawah
koordinasi Menko Kesra. Menteri Kesehatan R.I. sebagai penanggung jawab teknis
upaya pengendalian TB.
12
BAB II
PENGENDALIAN TUBERKULOSIS DI INDONESIA
11
Dalam pelaksanaannya program TB secara Nasional dilaksanakan oleh Direktorat
Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, cq. Sub Direktorat
Tuberkulosis.
b. Tingkat Propinsi
Di tingkat propinsi dibentuk Gerdunas-TB Propinsi yang terdiri dari Tim Pengarah dan
Tim Teknis. Bentuk dan struktur organisasi disesuaikan dengan kebutuhan daerah.
Dalam pelaksanaan program TB di tingkat propinsi dilaksanakan Dinas Kesehatan
Propinsi.
c. Tingkat Kabupaten/Kota
Di tingkat kabupaten/kota dibentuk Gerdunas-TB kabupaten / kota yang terdiri dari
Tim Pengarah dan Tim Teknis. Bentuk dan struktur organisasi disesuaikan dengan
kebutuhan kabupaten / kota.
13
BAB II
12
PENGENDALIAN TUBERKULOSIS DI INDONESIA
malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari
satu bulan.
Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB,
seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain. Mengingat
prevalensi TB di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke
fasyankes dengan gejala tersebut diatas, dianggap sebagai seorang terduga
pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.
2. Pemeriksaan dahak
a. Pemeriksaan dahak mikroskopis langsung
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan
pengobatan dan menentukan potensi penularan.
Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3
contoh uji dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa
dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS):
• S (sewaktu): dahak ditampung pada saat terduga pasien TB datang berkunjung
pertama kali ke fasyankes. Pada saat pulang, terduga pasien membawa sebuah
pot dahak untuk menampung dahak pagi pada hari kedua.
• P (Pagi): dahak ditampung di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun
tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di fasyankes.
• S (sewaktu): dahak ditampung di fasyankes pada hari kedua, saat menyerahkan
dahak pagi.
b. Pemeriksaan Biakan
Pemeriksaan biakan untuk identifikasi Mycobacterium tuberkulosis (M.tb)
dimaksudkan untuk menegakkan diagnosis pasti TB pada pasien tertentu, misal:
• Pasien TB ekstra paru.
• Pasien TB anak.
• Pasien TB dengan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis langsung BTA negatif.
Pemeriksaan tersebut dilakukan disarana laboratorium yang terpantau mutunya.
Apabila dimungkinkan pemeriksaan dengan menggunakan tes cepat yang
direkomendasikan WHO maka untuk memastikan diagnosis dianjurkan untuk
memanfaatkan tes cepat tersebut.
16
BAB III
14
TATALAKSANA PASIEN TUBERKULOSIS
1. Definisi Pasien TB:
Pasien TB berdasarkan hasil konfirmasi pemeriksaan Bakteriologis:
Adalah seorang pasien TB yang dikelompokkan berdasar hasil pemeriksaan contoh uji
biologinya dengan pemeriksaan mikroskopis langsung, biakan atau tes diagnostik cepat
yang direkomendasi oleh Kemenkes RI (misalnya: GeneXpert).
Termasuk dalam kelompok pasien ini adalah:
a. Pasien TB paru BTA positif
b. Pasien TB paru hasil biakan M.tb positif
c. Pasien TB paru hasil tes cepat M.tb positif
d. Pasien TB ekstraparu terkonfirmasi secara bakteriologis, baik dengan BTA, biakan
maupun tes cepat dari contoh uji jaringan yang terkena.
e. TB anak yang terdiagnosis dengan pemeriksaan bakteriologis.
Catatan: Semua pasien yang memenuhi definisi tersebut diatas harus dicatat tanpa
memandang apakah pengobatan TB sudah dimulai ataukah belum.
BAB III
18
TATALAKSANA PASIEN TUBERKULOSIS
Tuberkulosis ekstra paru:
Adalah TB yang terjadi pada organ selain paru, misalnya: pleura, kelenjar limfe,
abdomen, saluran kencing, kulit, sendi, selaput otak dan tulang.
Diagnosis TB ekstra paru dapat ditetapkan berdasarkan hasil pemeriksaan
bakteriologis atau klinis. Diagnosis TB ekstra paru harus diupayakan berdasarkan
penemuan Mycobacterium tuberculosis.
Pasien TB ekstra paru yang menderita TB pada beberapa organ, diklasifikasikan
sebagai pasien TB ekstra paru pada organ menunjukkan gambaran TB yang terberat.
2) Pasien yang pernah diobati TB: adalah pasien yang sebelumnya pernah menelan
OAT selama 1 bulan atau lebih (≥ dari 28 dosis).
Pasien ini selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan hasil pengobatan TB terakhir,
yaitu:
• Pasien kambuh: adalah pasien TB yang pernah dinyatakan sembuh atau
pengobatan lengkap dan saat ini didiagnosis TB berdasarkan hasil pemeriksaan
bakteriologis atau klinis (baik karena benar-benar kambuh atau karena
reinfeksi).
• Pasien yang diobati kembali setelah gagal: adalah pasien TB yang pernah
diobati dan dinyatakan gagal pada pengobatan terakhir.
• Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up):
adalah pasien yang pernah diobati dan dinyatakan lost to follow up (klasifikasi ini
sebelumnya dikenal sebagai pengobatan pasien setelah putus berobat /default).
• Lain-lain: adalah pasien TB yang pernah diobati namun hasil akhir pengobatan
sebelumnya tidak diketahui.
d. Klasifikasi
BAB III pasien TB berdasarkan status HIV
1) Pasien TB dengan HIV positif (pasien ko-infeksiPASIEN
TATALAKSANA TB/HIV): adalah pasien19TB
TUBERKULOSIS
dengan:
• Hasil tes HIV positif sebelumnya atau sedang mendapatkan ART,
atau
• Hasil tes HIV positif pada saat diagnosis TB.
Paduan OAT Kategori-1 dan Kategori-2 disediakan dalam bentuk paket obat kombinasi
dosis tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat
dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas
dalam satu paket untuk satu pasien.
Paket Kombipak.
Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan
Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini disediakan program untuk
digunakan dalam pengobatan pasien yang terbukti mengalami efek samping pada
pengobatan dengan OAT KDT sebelumnya.
Paduan OAT Kategori Anak disediakan dalam bentuk paket obat kombinasi dosis tetap
(OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 3 jenis obat dalam satu tablet.
Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket
untuk satu pasien.
Paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan
untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas)
pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket untuk satu (1) pasien dalam satu (1) masa
pengobatan.
Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket KDT mempunyai beberapa
keuntungan dalam pengobatan TB, yaitu:
a. Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin efektifitas obat
dan mengurangi efek samping.
b. Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko terjadinya resistensi
obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep
c. Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat menjadi
sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien
26
BAB III
24
TATALAKSANA PASIEN TUBERKULOSIS
Tabel 6. Dosis Paduan OAT Kombipak Kategori 1: 2HRZE/4H3R3
Etambutol Jumlah
Tablet Kaplet Tablet
Tahap Lama Streptomi hari/kali
Isoniasid Rifampisin Pirazinamid Tablet @ Tablet @
Pengobatan Pengobatan sin injeksi menelan
@ 300 mgr @ 450 mgr @ 500 mgr 250 mgr 400 mgr
obat
Tahap
Awal 2 bulan 1 1 3 3 - 0,75 gr 56
(dosis 1 bulan 1 1 3 3 - - 28
harian)
Tahap
Lanjutan
5 bulan 2 1 - 1 2 - 60
(dosis 3x
semggu)
27
BAB III
TATALAKSANA PASIEN TUBERKULOSIS
25
Catatan:
• Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB pada keadaan khusus.
• Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan aquabidest
sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4ml. (1ml = 250mg).
• Berat badan pasien ditimbang setiap bulan dan dosis pengobatan harus disesuaikan
apabila terjadi perubahan berat badan. ( ² )
• Penggunaan OAT lini kedua misalnya golongan aminoglikosida (misalnya kanamisin) dan
golongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan kepada pasien baru tanpa indikasi yang
jelas karena potensi obat tersebut jauh lebih rendah daripada OAT lini pertama.
Disamping itu dapat juga meningkatkan risiko terjadinya resistensi pada OAT lini kedua.
• OAT lini kedua disediakan di Fasyankes yang telah ditunjuk guna memberikan pelayanan
pengobatan bagi pasien TB yang resistan obat.
28
BAB III
26
TATALAKSANA PASIEN TUBERKULOSIS
• Segera diberikan dosis tahap lanjutan (tanpa memberikan OAT sisipan).
Lakukan pemeriksaan ulang dahak kembali setelah pemberian OAT tahap
lanjutan satu bulan. Apabila hasil pemeriksaan dahak ulang tetap positif, lakukan
pemeriksaan uji kepekaan obat.
• Apabila tidak memungkinkan pemeriksaan uji kepekaan obat, lanjutkan
pengobatan dan diperiksa ulang dahak kembali pada akhir bulan ke 5
(menyelesaikan dosis OAT bulan ke 5 ).
Tindak lanjut atas dasar hasil pemeriksaan ulang dahak mikroskopis dapat dilihat
pada tabel di bawah ini. ( ⁹ )
29
BAB III
TATALAKSANA PASIEN TUBERKULOSIS
27
BAB III
28
TATALAKSANA PASIEN TUBERKULOSIS
BAB III
TATALAKSANA PASIEN TUBERKULOSIS
29
** Sementara menunggu hasil pemeriksaan uji kepekaan pasien dapat diberikan
pengobatan paduan OAT kategori 2.
*** Sementara menunggu hasil pemeriksaan uji kepekaan pasien tidak diberikan
pengobatan paduan OAT.
Hasil Definisi
pengobatan
Pasien TB paru dengan hasil pemeriksaan bakteriologis positif pada
Sembuh awal pengobatan yang hasil pemeriksaan bakteriologis pada akhir
pengobatan menjadi negatif dan pada salah satu pemeriksaan
sebelumnya.
Pasien TB yang telah menyelesaikan pengobatan secara lengkap
Pengobatan dimana pada salah satu pemeriksaan sebelum akhir pengobatan
lengkap hasilnya negatif namun tanpa ada bukti hasil pemeriksaan
bakteriologis pada akhir pengobatan.
Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali
menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan
atau kapan saja apabila selama dalam pengobatan diperoleh hasil
Gagal laboratorium yang menunjukkan adanya resistensi OAT
Meninggal Pasien TB yang meninggal oleh sebab apapun sebelum memulai
atau sedang dalam pengobatan.
Putus Pasien TB yang tidak memulai pengobatannya atau yang
berobat pengobatannya terputus selama 2 bulan terus menerus atau lebih.
(loss to
follow-up)
1) Persyaratan PMO
a) Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan
maupun pasien, selain itu harus disegani dan dihormati oleh pasien.
b) Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien.
c) Bersedia membantu pasien dengan sukarela.
d) Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan pasien
34
BAB III
TATALAKSANA PASIEN TUBERKULOSIS
31
sangat penting artinya supaya proses kelahiran dapat berjalan lancar dan bayi yang
akan dilahirkan terhindar dari kemungkinan tertular TB. Pemberian Piridoksin 50
mg/hari dianjurkan pada ibu hamil yang mendapatkan pengobatan TB, sedangkan
pemberian vitamin K 10mg/hari juga dianjurkan apabila Rifampisin digunakan pada
trimester 3 kehamilan menjelang partus. ( ¹² )
b) Pasien dengan kondisi berikut dapat diberikan paduan pengobatan OAT yang
biasa digunakan apabila tidak ada kondisi kronis :
• Pembawa virus hepatitis
• Riwayat penyakit hepatitis akut
• Saat ini masih sebagai pecandu alkohol
Reaksi hepatotoksis terhadap OAT umumnya terjadi pada pasien dengan
kondisi tersebut diatas sehingga harus diwaspadai.
c) Hepatitis Kronis
Pada pasien dengan kecurigaan mempunyai penyakit hati kronis, pemeriksaan
fungsi hati harus dilakukan sebelum memulai pengobatan. Apabila hasil
pemeriksaan fungsi hati >3 x normal sebelum memulai pengobatan, paduan
OAT berikut ini dapat dipertimbangkan:
• 2 obat yang hepatotoksik
2 HRSE / 6 HR
9 HRE
• 1 obat yang hepatotoksik
2 HES / 10 HE
• Tanpa obat yang hepatotoksik
18-24 SE ditambah salah satu golongan fluorokuinolon (ciprofloxasin tidak
direkomendasikan karena potensimya sangat lemah).
35
BAB III
32
TATALAKSANA PASIEN TUBERKULOSIS
Semakin berat atau tidak stabil penyakit hati yang diderita pasien TB,
harus menggunakan semakin sedikit OAT yang hepatotoksik.
Konsultasi dengan seorang dokter spesialis sangat dianjurkan,
Pemantauan klinis dan LFT harus selalu dilakukan dengan seksama,
Pada panduan OAT dengan penggunaan etambutol lebih dari 2 bulan
diperlukan evaluasi gangguan penglihatan.
Dosis dan lamanya pemberian kortikosteroid tergantung dari berat dan ringannya
keluhan serta respon klinis.
Predinisolon (per oral):
• Anak: 2 mg / kg BB, sekali sehari pada pagi hari
• Dewasa: 30 – 60 mg, sekali sehari pada pagi hari
Apabila pengobatan diberikan sampai atau lebih dari 4 minggu, dosis harus
diturunkan secara bertahap (tappering off).
8) Indikasi operasi
Pasien-pasien yang perlu mendapat tindakan operasi (misalnya reseksi paru),
adalah:
a) Untuk TB paru:
• Pasien batuk darah berat yang tidak dapat diatasi dengan cara konservatif.
• Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi
secara konservatif.
• Pasien TB MDR dengan kelainan paru yang terlokalisir.
b) Untuk TB ekstra paru:
Pasien TB ekstra paru dengan komplikasi, misalnya pasien
TB tulang yang disertai kelainan neurologik.
37
BAB III
34
TATALAKSANA PASIEN TUBERKULOSIS
8. Efek samping OAT dan penatalaksanaannya ( ²⁶ )
Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa mengalami efek
samping OAT yang berarti. Namun, beberapa pasien dapat saja mengalami efek
samping yang merugikan atau berat.
Guna mengetahui terjadinya efek samping OAT, sangat penting untuk memantau kondisi
klinis pasien selama masa pengobatan sehingga efek samping berat dapat segera
diketahui dan ditatalaksana secara tepat. Pemeriksaan laboratorium secara rutin tidak
diperlukan.
Petugas kesehatan dapat memantau terjadinya efek samping dengan cara mengajarkan
kepada pasien unuk mengenal keluhan dan gejala umum efek samping serta
menganjurkan mereka segera melaporkan kondisinya kepada petugas kesehatan. Selain
daripada hal tersebut, petugas kesehatan harus selalu melakukan pemeriksaan dan aktif
menanyakan keluhan pasien pada saat mereka datang ke fasyankes untuk mengambil
obat.
Efek samping yang terjadi pada pasien dan tindak lanjut yang diberikan harus dicatat
pada kartu pengobatannya.
Secara umum, seorang pasien yang mengalami efek samping ringan sebaiknya tetap
melanjutkan pengobatannya dan diberikan petunjuk cara mengatasinya atau pengobatan
tambahan untuk menghilangkan keluhannya.
Apabia pasien mengalami efek samping berat, pengobatan harus dihentikan sementara
dan pasien dirujuk kepada dokter atau fasyankes rujukan guna penatalaksanaan lebih
lanjut. Pasien yang mengalami efek samping berat sebaiknya dirawat di rumah sakit.
Tabel berikut, menjelaskan efek samping ringan maupun berat dengan
pendekatan keluhan dan gejala.
38
BAB III
TATALAKSANA PASIEN TUBERKULOSIS
35
Tabel 14. Efek samping berat OAT
OAT lini pertama yang dapat memberikan gangguan fungsi hati adalah : H, R dan Z.
Sebagai tambahan, Rifampisin dapat menimbulkan ikterus tanpa ada bukti gangguan
fungsi hati. Penting untuk memastikan kemungkinan adanya faktor penyebab lain
sebelum menyatakan gangguan fungsi hati yang terjadi disebabkan oleh karena paduan
OAT.
39
BAB III
36
TATALAKSANA PASIEN TUBERKULOSIS
Penatalaksanaan gangguan fungsi hati yang terjadi oleh karena pengobatan TB
tergantung dari:
• Apakah pasien sedang dalam pengobatan tahap awal atau tahap lanjutan
• Berat ringannya gangguan fungsi hati
• Berat ringannya TB
• Kemampuan fasyankes untuk menatalaksana efek samping obat
ng
au
41 42
BAB IV
TATALAKSANA TB PADA ANAK (16)
39
C. Pemeriksaan Penunjang untuk Diagnosis TB anak
Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit menular dengan angka kejadian yang
cukup tinggi di Indonesia. Diagnosis pasti TB seperti lazimnya penyakit menular yang lain
adalah dengan menemukan kuman penyebab TB yaitu kuman Mycobacterium tuberculosis
pada pemeriksaan dahak, bilas lambung, cairan serebrospinal, cairan pleura ataupun biopsi
jaringan.
Diagnosis pasti TB ditegakkan berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi yang terdiri dari
beberapa cara, yaitu pemeriksaan mikroskopis apusan langsung atau biopsi jaringan untuk
menemukan BTA dan pemeriksaan biakan kuman TB. Pada anak dengan gejala TB,
dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan mikrobiologi. Pemeriksaan serologi tidak
direkomendasikan untuk digunakan sebagai sarana diagnostik TB dan Direktur Jenderal
BUK Kemenkes telah menerbitkan Surat Edaran pada bulan Februari 2013 tentang larangan
penggunaan metode serologi untuk penegakan diagnosis TB. Pemeriksaan mikrobiologik
sulit dilakukan pada anak karena sulitnya mendapatkan contoh uji. Contoh uji dapat diambil
berupa dahak, induksi dahak atau pemeriksaan bilas lambung selama 3 hari berturut-turut,
apabila fasilitas tersedia. Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan adalah
pemeriksaan histopatologi (PA/Patologi Anatomi) yang dapat memberikan gambaran yang
khas. Pemeriksaan PA akan menunjukkan gambaran granuloma dengan nekrosis perkijuan
di tengahnya dan dapat pula ditemukan gambaran sel datia langhans dan atau kuman TB.
43
BAB IV
40
TATALAKSANA TB PADA ANAK (16)
dapat menyerupai gejala akibat penyakit lain. Oleh karena itulah diperlukan ketelitian
ng dalam menilai gejala klinis pada pasien maupun hasil foto toraks.
ain
sis Pemeriksaan penunjang utama untuk membantu menegakkan diagnosis TB pada anak
psi adalah membuktikan adanya infeksi yaitu dengan melakukan uji tuberkulin/mantoux test.
Tuberkulin yang tersedia di Indonesia saat ini adalah PPD RT-23 2 TU. Namun uji
ari tuberkulin belum tersedia di semua fasilitas pelayanan kesehatan.
tuk Pemeriksaan penunjang lain yang cukup penting adalah pemeriksaan foto toraks. Namun
TB, gambaran foto toraks pada TB tidak khas karena juga dapat dijumpai pada penyakit lain.
dak Dengan demikian pemeriksaan foto toraks saja tidak dapat digunakan untuk
ral mendiagnosis TB, kecuali gambaran TB milier.
an
gik 2. Diagnosis TB pada anak dengan Sistem Skoring
mbil Dalam menegakkan diagnosis TB pada anak, semua prosedur diagnostik dapat
ut, dikerjakan, namun apabila dijumpai keterbatasan sarana diagnostik yang tersedia, dapat
ah menggunakan suatu pendekatan lain yang dikenal sebagai sistem skoring. Sistem
ng skoring tersebut dikembangkan diuji coba melalui tiga tahap penelitian oleh para ahli
an yang berasal dari IDAI, Kemenkes dan didukung oleh WHO dan disepakati sebagai salah
. satu cara untuk mempermudah penegakan diagnosis TB pada anak terutama di fasilitas
kesehatan dasar. Sistem skoring ini membantu tenaga kesehatan agar tidak terlewat
dalam mengumpulkan data klinis maupun pemeriksaan penunjang sederhana sehingga
an diharapkan dapat mengurangi terjadinya underdiagnosis maupun overdiagnosis TB.
pat
eic Penilaian/pembobotan pada sistem skoring dengan ketentuan sebagai berikut:
pa • Parameter uji tuberkulin dan kontak erat dengan pasien TB menular mempunyai nilai
tertinggi yaitu 3.
asi • Uji tuberkulin bukan merupakan uji penentu utama untuk menegakkan diagnosis TB
un pada anak dengan menggunakan sistem skoring.
sis
alu
an
an
TB
ber
TB
ksi
dak
au
rita
tuk
ara
un
aka
gis.
nya
43 44
BAB IV
TATALAKSANA TB PADA ANAK (16)
41
Gambar 2: Algoritma Tatalaksana TB Anak
Anak 0 – 14 th
Suspek TB Anak
Sistem Skoring
Skor = 6 Skor< 6
Skor> 6
Infeksi laten TB
Didapat dari
parameter uji Didapat dari
tuberkulin (+) parameter uji
atau kontak tuberkulin (+)
dengan gejala dan kontak; Pertimbangan Bukan
klinis lain tanpa gejala dokter (**) TB
klinis lain
TB ANAK
Keterangan :
(*) Gejala TB anak sesuai dengan parameter sistem skoring
(**) Pertimbangan dokter untuk mendapatkan terapi TB anak pada skor < 6 bila 46
ditemukan skor 5 yang terdiri dari kontak BTA positif disertai dengan 2 gejala klinis
lainnya pada fasyankes yang tidak tersedia uji tuberkulin
45
BAB IV
TATALAKSANA TB PADA ANAK (16)
43
Tabel 16: OAT Anak yang biasa dipakai dan dosisnya
Dosis harian Dosis
Nama Obat (mg/kgBB/hari) maksimal Efek samping
(mg /hari)
Isoniazid (H) 10 (7-15) 300 Hepatitis, neuritis perifer,
hipersensitivitis
Rifampisin (R) 15 (10-20) 600 Gastrointestinal, reaksi kulit,
hepatitis, trombositopenia,
peningkatan enzim hati, cairan
tubuh berwarna oranye kemerahan
Pirazinamid (Z) 35 (30-40) - Toksisitas hepar, artralgia,
gastrointestinal
Etambutol (E) 20 (15–25) - Neuritis optik, ketajaman mata
berkurang, buta warna merah
hijau, hipersensitivitas,
gastrointestinal
Streptomisin (S) 15 – 40 1000 Ototoksik, nefrotoksik
j. Paduan OAT Kategori Anak dan peruntukannya secara lebih lengkap sesuai dengan
tabel berikut ini:
49
BAB IV
46
TATALAKSANA TB PADA ANAK (16)
2. OAT Kategori Anak kemasan Kombinasi dosis tetap (KDT) OAT (FDC=Fixed Dose
2. Combination)
OAT Kategori Anak kemasan Kombinasi dosis tetap (KDT) OAT (FDC=Fixed Dose
Untuk mempermudah pemberian OAT sehingga meningkatkan keteraturan minum obat,
Combination)
2. paduan
OAT OAT disediakan
Kategori
Untuk mempermudah Anak kemasan dalam Kombinasi
pemberian bentuk paket
OAT sehingga KDT/
dosis FDC.(KDT)
tetap
meningkatkan Satu keteraturan
paket(FDC=Fixed
OAT dibuatminum
untukDosesatu
obat,
pasien untuk
Combination) satu masa pengobatan. Paket KDT untuk
paduan OAT disediakan dalam bentuk paket KDT/ FDC. Satu paket dibuat untuk satu anak berisi obat fase intensif,
yaitu
pasienrifampisin
Untuk mempermudah
untuk satu (R) masa
75mg, INH (H)OAT
pemberian
pengobatan. 50 mg, dan
sehingga
Paket KDTpirazinamid
meningkatkan
untuk anak (Z) berisi
150 mg,
keteraturan
obatserta obat
minum
fase fase
obat,
intensif,
lanjutan,
paduan yaitu R
OAT disediakan
yaitu rifampisin 75 mg
(R) 75mg,dalamdan H
INH (H)50 mg
bentuk
50 mg,dalam
paket satu
danKDT/ paket.
FDC. Satu
pirazinamid Dosis yang
paket
(Z) 150 mg, dianjurkan
dibuat
sertauntuk dapat
satu
obat fase
dilihat
pasien
lanjutan, pada
untuk
yaitutabel
R berikut.
satu 75masamg danpengobatan.
H 50 mg Paket dalamKDT satu untuk
paket.anakDosisberisi
yangobat fase intensif,
dianjurkan dapat
yaitu
dilihatrifampisin
pada tabel(R) 75mg, INH (H) 50 mg, dan pirazinamid (Z) 150 mg, serta obat fase
berikut.
Tabel
lanjutan, 18:yaitu
Dosis R kombinasi
75 mg danOAT H 50TBmg padadalamanak satu paket. Dosis yang dianjurkan dapat
dilihat Berat
pada badan
tabel berikut.
Tabel 18: Dosis kombinasi OAT TB pada anak 2 bulan 4 bulan
(kg)
Berat badan RHZ (75/50/150)
2 bulan (RH (75/50)
4 bulan
Tabel 18: Dosis 5-7
(kg) kombinasi OAT TB 1
padatablet
anak
RHZ (75/50/150) 1 tablet
(RH (75/50)
Berat 8-11
5-7badan 2
1 tablet
bulan
tablet 2
1 tablet
4 bulan
tablet
12-16
(kg)
8-11 RHZ 3 tablet
(75/50/150)
2 tablet (RH3 tablet
(75/50)
2 tablet
17-22
5-7
12-16 4
1 tablet
3 tablet 4
1 tablet
3 tablet
23-30
8-11
17-22 5
4 tablet
2 tablet 5
4 tablet
2 tablet
Keterangan: BB
12-16
23-30 >30 kg diberikan 6 tablet
3 atau
tablet
5 tablet menggunakan KDT dewasa.
3
5 tablet
tablet
Keterangan: 17-22
BB >30 kg diberikan 6 tablet 4 tablet
atau menggunakan KDT dewasa. 4 tablet
Keterangan: R = Rifampisin; H = Isoniasid;
23-30 5 tablet Z = Pirazinamid 5 tablet
Bayi
•Keterangan:
Keterangan:BB di bawah
R =>30 5 kg pemberian
kg diberikan
Rifampisin; OAT
H = 6Isoniasid; secara
tablet atau terpisah, tidak
Z =menggunakan
Pirazinamid KDTdalam bentuk kombinasi
dewasa.
dosis tetap, dan sebaiknya dirujuk ke RS rujukan
• Bayi di bawah 5 kg pemberian OAT secara terpisah, tidak dalam bentuk kombinasi
• Apabila
Keterangan:
dosis tetap,ada =kenaikan
Rdan Rifampisin;
sebaiknya BBH maka dosis/jumlah
= Isoniasid;
dirujuk ke RS Z tablet yang diberikan, menyesuaikan
= Pirazinamid
rujukan
berat
•• Bayi
Apabilabadan
di bawah saat
ada kenaikan itu
5 kg pemberian
BB makaOAT secara terpisah,
dosis/jumlah tablet yangtidak diberikan,
dalam bentuk kombinasi
menyesuaikan
• Untuk
dosis anak dan
tetap,
berat badan obesitas,
saat sebaiknya
itu dosis KDT ke
dirujuk menggunakan
RS rujukan Berat Badan ideal (sesuai umur).
•• Tabel
Untuk Berat
Apabila adaBadan
anak kenaikan
obesitas, berdasarkan
BB maka
dosis KDT umur dapat dilihat
dosis/jumlah
menggunakan di
tablet lampiran
Berat yang diberikan,
Badan menyesuaikan
ideal (sesuai umur).
• OAT berat KDT
badan harus
saat diberikan
itu secara utuh (tidak
Tabel Berat Badan berdasarkan umur dapat dilihat di lampiran boleh dibelah, dan tidak boleh digerus)
•• Obat
Untuk
OAT KDT dapat
anak diberikan
obesitas,
harus dengan
diberikandosis KDT
secara cara ditelan
(tidak utuh,
menggunakan
utuh boleh dikunyah/dikulum
Berat Badan
dibelah, ideal(chewable),
dan tidak (sesuai
boleh atau
umur).
digerus)
dimasukkan
Tabel Berat air
Badan dalam sendok
berdasarkan (dispersable).
umur dapat dilihat di lampiran
• Obat dapat diberikan dengan cara ditelan utuh, dikunyah/dikulum (chewable), atau
• ObatOAT diberikan
KDT
dimasukkan air pada
harus saat
diberikan
dalam perut
secara
sendok kosong, atau boleh
utuh (tidak
(dispersable). palingdibelah,
cepat 1 danjam tidak
setelah makan
boleh digerus)
•• Apabila
Obat diberikan pada saat perut kosong, atau paling cepat 1 jam setelah makan boleh
Obat OAT
dapat lepas
diberikan diberikan
dengan dalam
cara bentuk
ditelan puyer,
utuh, maka semua
dikunyah/dikulum obat tidak
(chewable), atau
digerus
dimasukkan bersama
air dan
dalam dicampur
sendok dalam satu
(dispersable). puyer
• Apabila OAT lepas diberikan dalam bentuk puyer, maka semua obat tidak boleh
• Obat
digerusdiberikan
bersama padadansaat perut kosong,
dicampur dalam satu atau paling cepat 1 jam setelah makan
puyer
• Apabila OAT lepas diberikan dalam bentuk puyer, maka semua obat tidak boleh
3. Pengobatan
digerus bersamaulang TB danpada anakdalam satu puyer
dicampur
Anak yang pernah
3. Pengobatan ulang TB pada anak mendapat pengobatan TB, apabila datang kembali dengan keluhan
gejala TB, perlu dievaluasi
Anak yang pernah mendapat pengobatan apakah anak tersebut
TB, apabila benar-benar menderita
datang kembali TB. Evaluasi
dengan keluhan
dapat
3. gejala dilakukan
Pengobatan
TB, perlu dengan
ulang cara
TB padaapakah
dievaluasi pemeriksaan dahak atau sistem skoring.
anak anak tersebut benar-benar menderita TB. Evaluasi Evaluasi dengan
sistem
Anak skoring
yang pernah harus lebih
mendapat cermat
pengobatandan dilakukan
TB, apabila di fasilitas
datang
dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan dahak atau sistem skoring. Evaluasi dengan rujukan.
kembali Apabila
dengan hasil
keluhan
pemeriksaan
gejala TB, dahak
perlu menunjukkan
dievaluasi apakah hasil
anakpositif, maka
tersebut anak diklasifikasikan
benar-benar
sistem skoring harus lebih cermat dan dilakukan di fasilitas rujukan. Apabila hasil menderita sebagai
TB. kasus
Evaluasi
Kambuh.
pemeriksaan Pada
dapat dilakukan pasien
dengan
dahak TBcara
anak
menunjukkan yang pernah
pemeriksaan
hasil mendapat
dahak
positif, maka atauanakpengobatan
sistem TB,Evaluasi
skoring.
diklasifikasikan tidak dianjurkan
sebagai dengan
kasus
untuk
Kambuh.dilakukan
sistem skoring uji
Pada pasien tuberkulin
harus TB lebih ulang.
cermat
anak dan dilakukan
yang pernah mendapat di pengobatan
fasilitas rujukan.
TB, tidakApabila hasil
dianjurkan
pemeriksaan
untuk dilakukan dahak menunjukkan
uji tuberkulin ulang.hasil positif, maka anak diklasifikasikan sebagai kasus
Kambuh. Pada pasien TB anak yang pernah mendapat pengobatan TB, tidak dianjurkan
untuk dilakukan uji tuberkulin ulang.
50
BAB IV 50
TATALAKSANA TB PADA ANAK (16)
47
50
Sekitar 50-60% anak yang tinggal dengan pasien TB paru dewasa dengan BTA dahak
positif, akan terinfeksi TB juga. Kira-kira 10% dari jumlah tersebut akan mengalami sakit TB.
Infeksi TB pada anak kecil berisiko tinggi menjadi TB berat (misalnya TB meningitis atau TB
milier) sehingga diperlukan pemberian kemoprofilaksis untuk mencegah terjadinya sakit TB.
Cara pemberian Isoniazid untuk Pencegahan sesuai dengan tabel berikut:
Keterangan Ind
• Obat yang diberikan adalah INH (Isoniazid) dengan dosis 10 mg/kgBB (7-15 mg/kg) ber
setiap hari selama 6 bulan. pen
• Setiap bulan (saat pengambilan obat Isoniazid) dilakukan pemantauan terhadap adanya Be
gejala TB. Jika terdapat gejala TB pada bulan ke 2, ke 3, ke 4, ke 5 atau ke 6, maka 13/
harus segera dievaluasi terhadap sakit TB dan jika terbukti sakit TB, pengobatan harus Pe
segera ditukar ke regimen terapi TB anak dimulai dari awal
• Jika PP-INH selesai diberikan (tidak ada gejala TB selama 6 bulan pemberian), maka
pemberian INH dapat dihentikan. A.
• Bila anak tersebut belum pernah mendapat imunisasi BCG, perlu diberikan BCG setelah
PP- INH selesai diberikan.
52
B.
BAB IV
50
TATALAKSANA TB PADA ANAK (16)
na
ng
egi
TB
utu
pu
ng
ara
ap
asi
utu
nya
tuk
dai
an
tor
ari
nal,
TB
ab
TB
54 BAB V
MANAJEMEN TERPADU PENGENDALIAN TUBERKULOSIS RESISTAN OBAT (MTPTRO)
53
D. Diagnosis TB Resistan Obat
a.
Catatan:
Untuk pasien yang mempunyai risiko TB MDR rendah (diluar 9 kriteria terduga TB
Resistanobat), jika pemeriksaan GeneXpert memberikan hasil Rifampisin Resistan, ulangi
pemeriksaan GeneXpert 1 (satu) kali lagi dengan spesi mendahak yang baru. Jika terdapat
perbedaan hasil pemeriksaan, maka hasil pemeriksaan yang terakhir yang dijadikan acuan
untuk tindak lanjut berikutnya.
BAB V
56
MANAJEMEN TERPADU PENGENDALIAN TUBERKULOSIS RESISTAN OBAT (MTPTRO)
• Serum elektrolit (Kalium, Natrium, Chlorida)
• Asam Urat
• Gula Darah (Sewaktu dan 2 jam sesudah makan)
c. Pemeriksaan Thyroid stimulating hormon (TSH)
d. Tes kehamilan untuk perempuan usia subur
e. Foto toraks.
f. Tes pendengaran (pemeriksanaan audiometri)
g. Pemeriksaan EKG
h. Tes HIV (bila status HIV belum diketahui)
59
2. Paduan OAT MDR di Indonesia
Pilihan paduan OAT MDR saat ini adalah paduan standar (standardized treatment), yang
pada permulaan pengobatan akan diberikan kepada semua pasien TB RR/TB MDR.
2) Jika sejak awal terbukti resistan terhadap fluorokuinolon maka paduan standar
adalah sebagai berikut:
Km-Mfx-Eto-Cs-PAS-Z-(E) / Mfx-Eto-Cs-PAS-Z-(E)
3) Jika sejak awal terbukti resistan terhadap kanamisin dan fluorokuinolon (TB XDR)
maka paduan standar adalah sebagai berikut:
Cm-Mfx-Eto-Cs-PAS-Z-(E) / Mfx-Eto-Cs-PAS-Z-(E)
b. Paduan standar ini diberikan pada pasien yang sudah terkonfirmasi TB RR/MDR
secara laboratoris.
c. Paduan pengobatan ini diberikan dalam dua tahap yaitu tahap awal dan tahap F.
lanjutan. Tahap awal adalah tahap pemberian obat oral dan suntikan dengan lama
paling sedikit 6 bulan atau 4 bulan setelah terjadi konversi biakan. Tahap lanjutan
adalah pemberian paduan OAT oral tanpa suntikan.
d. Lama pengobatan seluruhnya paling sedikit 18 bulan setelah terjadi konversi biakan.
Lama pengobatan berkisar 19-24 bulan.
Pemantauan yang dilakukan selama pengobatan meliputi pemantauan secara klinis dan
pemantauan laboratorium seperti pada tabel berikut.
BAB V
58 60
MANAJEMEN TERPADU PENGENDALIAN TUBERKULOSIS RESISTAN OBAT (MTPTRO)
B. Menurunkan beban TB pada ODHA dan inisiasi ART secara dini
B.1. Intensifikasi penemuan kasus TB pada ODHA termasuk pada populasi
kunci HIV dan memastikan pengobatan TB yang berkualitas
B.2. Inisiasi Pengobatan Pencegahan dengan INH dan inisiasi dini ART
B.3. Penguatan PPI TB di faskes yang memberikan layanan HIV, termasuk
Tempat Orang Berkumpul (Lapas/Rutan, Panti Rehabilitasi untuk
HIV Pengguna NAPZA)
an C. Menurunkan beban HIV pada pasien TB
TB. C.1 Menyediakan tes dan konseling HIV pada pasien TB
bal
C.2 Meningkatkan Pencegahan HIV untuk pasien TB
C.3 Menyediakan Pemberian PPK pada Pasien TB-HIV
on, C.4 Memastikan perawatan, dukungan dan pengobatan serta pencegahan
kes HIV pada pasien ko-infeksi TB-HIV
an
but C.5 Menyediakan ART bagi pasien ko-infeksi TB-HIV
tas
au
sis Kebijakan:
ksi 1. Kegiatan kolaborasi TB-HIV di Indonesia dilaksanakan sesuai tatalaksana pengendalian
akit TB dan HIV yang berlaku saat ini dengan mengutamakan berfungsinya jejaring diantara
ua fasilitas pelayanan kesehatan.
2. Kelompok kerja atau forum komunikasi dibentuk pada tingkat Nasional, Provinsi dan
Kabupaten/Kota untuk mengkoordinasikan kegiatan kolaborasi TB-HIV dengan
melibatkan lintas sektoral.
3. Diperlukan keterlibatan lebih banyak komunitas dan LSM dalam program TB dan
an HIV/AIDS guna meningkatkan jangkauan dan cakupan penemuan kasus TB-HIV secara
signifikan.
7. Semua pasien koinfeksi TB-HIV sesegera mungkin dilakukan inisiasi ART tanpa menilai
jumlah CD4, setelah pengobatan TB dapat ditoleransi.
BAB VI
KEGIATAN KOLABORASI TB/HIV (15)
63
tes ekstraparu sesuai dengan organ yang terkena misalnya TB pleura, TB perikard, TB milier,
TB susunan saraf pusat dan TB abdomen.
BAB VI
KEGIATAN KOLABORASI TB/HIV (15)
65
E.
F.
G.
H.
I.
BAB VII
BAB VII
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI TUBERKULOSIS
Infeksi terjadi apabila seseorang yang rentan menghirup percik renik yang mengandung kuman
TB melalui mulut atau hidung, saluran pernafasan atas, bronchus hingga mencapai alveoli.
Mencegah penularan tuberkulosis pada semua orang yang terlibat dalam pemberian pelayanan
pada pasien TB harus menjadi perhatian utama. Penatalaksanaan Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi (PPI) TB bagi petugas kesehatan sangatlah penting peranannya untuk
mencegah tersebarnya kuman TB ini.
Semua tempat pelayanan kesehatan perlu menerapkan upaya PPI TB untuk memastikan
berlangsungnya deteksi segera, tindakan pencegahan dan pengobatan seseorang yang
dicurigai atau dipastikan menderita TB. Upaya tersebut berupa pengendalian infeksi
dengan 4 pilar yaitu :
1. Pengendalian Manajerial
2. Pengendalian administratif
3. Pengendalian lingkungan
4. Pengendalian dengan Alat Pelindung Diri
1. Pengendalian Manajerial.
Pihak manajerial adalah pimpinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan, Kepala Dinas
Kesehatan Propinsi dan Kabupaten /Kota dan/atau atasan dari institusi terkait.
Komitmen, kepemimipinan dan dukungan manajemen yang efektif berupa penguatan dari
upaya manajerial bagi program PPI TB yang meliputi:
a. Membuat kebijakan pelaksanaan PPI TB
b. Membuat SPO mengenai alur pasien untuk semua pasien batuk, alur pelaporan dan
surveilans
c. Membuat perencanaan program PPI TB secara komprehensif
74
BAB VII
72
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI TUBERKULOSIS
Langkah- Langkah Strategi TEMPO sebagai berikut:
a. Temukan pasien secepatnya.
Strategi TEMPO secara khusus memanfaatkan petugas surveilans batuk untuk
mengidentifikasi terduga TB segera mencatat di TB 06 dan mengisi TB 05 dan dirujuk
ke laboratorium.
3. Pengendalian Lingkungan.
Adalah upaya peningkatan dan pengaturan aliran udara/ventilasi dengan menggunakan
teknologi untuk mencegah penyebaran dan mengurangi/ menurunkan kadar percik renik
di udara. Upaya pengendalian dilakukan dengan menyalurkan percik renik kearah
tertentu (directional airflow) dan atau ditambah dengan radiasi ultraviolet sebagai
germisida.
Pemilihan jenis sistem ventilasi tergantung pada jenis fasilitas dan keadaan setempat.
Pertimbangan pemilihan sistem ventilasi suatu fasyankes berdasarkan kondisi lokal yaitu
struktur bangunan, iklim-cuaca, peraturan bangunan, budaya, dana dan kualitas udara
luar ruangan serta perlu dilakukan monitoring dan pemeliharaan secara periodik.
76
BAB VII
74
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI TUBERKULOSIS
Petugas kesehatan dan pengunjung perlu mengenakan respirator jika berada bersama
pasien TB di ruangan tertutup. Pasien atau tersangka TB tidak perlu menggunakan
respirator tetapi cukup menggunakan masker bedah untuk melindungi lingkungan
sekitarnya dari droplet.
Respirator partikulat untuk pelayanan kesehatan N95 atau FFP2 (health care particular
respirator), merupakan masker khusus dengan efisiensi tinggi untuk melindungi
seseorang dari partikel berukuran < 5 mikron yang dibawa melalui udara. Pelindung ini
terdiri dari beberapa lapisan penyaring dan harus dipakai menempel erat pada wajah
tanpa ada kebocoran. Masker ini membuat pernapasan pemakai menjadi lebih berat.
Harganya lebih mahal daripada masker bedah. Bila cara pemeliharaan dan penyimpanan
dilakukan dengan baik, maka respirator ini dapat digunakan kembali (maksimal 3 hari).
Sebelum memakai masker ini, petugas kesehatan perlu melakukan fit test.
77
BAB VII
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI TUBERKULOSIS
75
BAB VIII
BAB VIII
PUBLIC PRIVATE
PUBLIC PRIVATE MIX
MIX DOTS DOTS PENGENDALIAN
DALAM DALAM
PENGENDALIAN TUBERKULOSIS
TUBERKULOSIS
Program Pengendalian TB dalam strategi nasional diarahkan menuju akses universal terhadap
layanan TB yang berkualitas, dapat dicapai dengan upaya yang sistematis melibatkan secara
aktif seluruh penyedia layanan kesehatan oleh karena itu perlu pelibatan semua fasilitas
layanan kesehatan.
Public Private Mix (bauran layanan pemerintah-swasta), adalah pelibatan semua fasilitas
layanan kesehatan dalam upaya ekspansi layanan pasien TB dan kesinambungan program
pengendalian TB dengan pendekatan secara komperhensif.
Sehubungan dengan berlakunya Sistem Jaminan Kesehatan Nasional (SJKN) yang dimulai
Januari tahun 2014, maka pemberian layanan TB tanpa penyulit dilakukan di FKTP,
sedangkan untuk TB dengan penyulit atau yang memerlukan pemeriksaan diagnosis lanjutan
dilakukan di FKRTL.
A. Tujuan
Tujuan PPM adalah menjamin ketersediaan akses layanan TB yang merata, bermutu dan
berkesinambungan bagi masyarakat terdampak TB untuk menjamin kesembuhan.
78
BAB VIII
76
PUBLIC PRIVATE MIX DOTS DALAM PENGENDALIAN TUBERKULOSIS
2. Strategi PPM
Program Pengendalian TB dalam strategi nasional diarahkan menuju akses universal
terhadap layanan TB yang berkualitas, dapat dicapai dengan upaya yang sistematis
melibatkan secara aktif seluruh penyedia layanan kesehatan, sehingga diharapkan
peningkatan cakupan dan kualitas pelayanan DOTS yang lebih luas dengan penekanan
pada pendekatan penguatan sistem yang dicerminkan dalam 6 pilar Public Private Mix
(PPM), yaitu :
a. Pilar 1 : Pelayanan DOTS Dasar di Puskesmas,
b. Pilar 2 : Pelayanan DOTS di RS publik/swasta,
c. Pilar 3 : Pelayanan DOTS oleh DP mandiri dan spesialis,
d. Pilar 4 : Diagnosis TB yang berkualitas,
e. Pilar 5 : OAT dan penggunaan secara rasional,
f. Pilar 6 : Penguatan sistim komunitas.
C. Penerapan PPM
Penerapan PPM dilaksanakan di setiap tingkat, yaitu:
1. Tingkat Nasional
2. Tingkat Provinsi
3. Tingkat Kabupaten/Kota
1. Tingkat Nasional
Di tingkat nasional, strategi PPM diarahkan untuk mengembangkan kebijakan, peraturan,
pedoman, standar, petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis yang menjadi pegangan
bagi penerapan PPM di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Pelaksana PPM di tingkat
nasional terdiri dari jajaran Kementerian Kesehatan RI dan kementerian terkait lainnya,
pemangku kepentingan di tingkat nasional: forum stop TB partnership Indonesia (FSTPI),
organisasi profesi, asosiasi penyelenggara kesehatan, LSM serta mitra internasional.
2. Tingkat Provinsi
Di tingkat provinsi dibentuk tim PPM yang terdiri dari dinas kesehatan, perhimpunan
profesi, serta pemangku kepentingan lain, yaitu: LSM, organisasi keagamaan, tempat
kerja, lapas/rutan. Pembentukan Tim PPM tingkat provinsi dimaksudkan agar dapat
melakukan pembinaan aspek program/kesehatan masyarakat maupun aspek profesi di
tingkat kabupaten/kota.
3. Tingkat kabupaten/kota
Penerapan strategi PPM kabupaten/kota melalui peningkatan jejaring kemitraan antar
pemangku kepantingan dan jejaring rujukan antar fasyankes.Tahapan pelaksanaan
dimulai dengan pembentukan tim, menyusun rencana kerja berdasarkan hasil pemetaan
dan evaluasi kebutuhan. Tim PPM Kab/kota mendukung dinas kesehatan kabupaten/kota
untuk berfungsinya jejaring kemitraan dan jejaring rujukan.
Uraian berikut menjelaskan rincian dari strategi PPM.
79
BAB VIII
PUBLIC PRIVATE MIX DOTS DALAM PENGENDALIAN TUBERKULOSIS
77
1) Penguatan sistem surveilans dan Management Information for Action (MIFA),
misalnya Pengembangan Sistim Informasi TB Terpadu (SITT) berbasis web yang
bekerjasama dengan Pusat Data dan Informasi (Pusdatin).
2) Peningkatan Kualitas layanan DOTS paripurna.
3) Pendekatan praktis kesehatan paru (Practical Approach to Lung Health/PAL) yaitu
pendekatan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer terhadap pasien yang
mengalami gangguan saluran pernafasan dengan keluhan utama batuk kronis dan
sesak.
4) Meningkatkan cakupan TBHIV yaitu melalui:
• Pelaksanaan Kegiatan kolaborasi TB-HIV
• Pencatatan & Pelaporan Kegiatan kolaborasi TB-HIV
5) Penyusunan Regulasi dari Kementerian Pertahanan dalam upaya pengendalian TB
di wilayah Daerah Terpencil, Perbatasan dan Kepulauan (DTPK) melalui faskes
TNI dan pengembangan jejaring melalui Mobilisasi Sosial TNI.
6) Membentuk jejaring antara Pilar pelayanan DOTS dasar dengan pilar-pilar yang
lain, contohnya:
• Memperluas Pelayanan untuk pasien TB Resistan Obat.
• Pelibatan Rutan/Lapas dalam pelayanan untuk warga binaan pemasyarakatan
(WBP) yang terdampak dan rentan terhadap TB.
• Pelibatan tempat kerja, swasta dan dunia usaha untuk membangun kepedulian
perusahan terhadap pengendalian TB melalui CSR (Corporate Social
Responsibility).
• Integrasi layanan TB di FKTP kedalam skema JKN yang dikelola oleh Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
• Bekerjasama dengan organisasi profesi dalam hal peningkatan rujukan kasus
TB ke faskes DOTS dasar.
7) Peningkatan pelacakan kasus dan upaya promotif preventif.
80
BAB VIII
78
PUBLIC PRIVATE MIX DOTS DALAM PENGENDALIAN TUBERKULOSIS
1) Penerapan International Standards for TB Care (ISTC) yang telah diwujudkan
dalam bentuk PNPK yang merupakan standar pelayanan TB bagi dokter di seluruh
Indonesia.
2) Sertifikasi DPM untuk mengobati pasien TB melalui terbitnya Surat Keputusan PB
IDI No.680.1/PB/A/09/2013 tentang penatalaksanaan pasien tuberkulosis. Dokter
yang tersertifikasi TB memiliki kewenangan mengobati pasien TB, sedangkan
dokter yang belum tersertifikasi hanya diperkenankan menjaring terduga TB dan
merujuk kepada fasilitas layanan TB dengan strategi DOTS. Dokter yang
mengobati pasien TB akan mendapatkan penghargaan dalam bentuk SKP dari PB
IDI.
3) Penetapan Panduan Praktik Klinis Dokter di Layanan Primer melalui Surat
Keputusan PB IDI no.561/PB/A.4/08/2013 dan diperkuat dengan Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia no.5 tahun 2014 tentang Panduan Praktik Klinis
bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer.
Selain IDI, pilar 3 ini juga meliputi pendekatan lain yang dikoordinir oleh Kemenkes
berupa kerjasama dengan Kementerian Pendidikan Nasional menerbitkan Pedoman
Nasional Penyusunan Modul TB di Kurikulum Fakultas Kedokteran dan telah
disosialisasikan kepada 70 Fakultas Kedokteran di Indonesia.
81
BAB VIII
PUBLIC PRIVATE MIX DOTS DALAM PENGENDALIAN TUBERKULOSIS
79
BAB IX
BAB IX
MANAJEMEN LABORATORIUM TUBERKULOSIS
Diagnosis TB melalui pemeriksaan kultur atau biakan dahak merupakan metode baku emas
(gold standard). Namun, pemeriksaan kultur memerlukan waktu lebih lama (paling cepat sekitar
6 minggu) dan memerlukan fasilitas sumber daya laboratorium yang memenuhi standar .
Pemeriksaan 3 contoh uji (SPS) dahak secara mikroskopis nilainya identik dengan
pemeriksaan dahak secara kultur atau biakan. Pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan
pemeriksaan yang paling efisien, mudah, murah, bersifat spesifik, sensitif dan hanya dapat
dilaksanakan di semua unit laboratorium. Untuk mendukung kinerja penanggulangan TB,
diperlukan manajemen yang baik agar terjamin mutu laboratorium tersebut.
BAB IX
82
MANAJEMEN LABORATORIUM TUBERKULOSIS
b. Laboratorium Rujukan Uji Silang Pertama /Lab Intermediate/ RUS 1
Laboratorium RUS 1 ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
setelah memenuhi kriteria yang telah ditentukan dan berada di tingkat Kabupaten/Kota
dengan wilayah kerja yang ditetapkan oleh Dinas Kabupaten/Kota terkait atau lintas
kabupaten/kota atas kesepakatan antara Dinas Kabupaten /Kota. Pada Lab RUS 1
dengan wilayah kerja lebih dari 1 kabupaten/kota, penetapan laboratorium oleh Kepala
Dinas Kesehatan Provinsi.
BAB IX
MANAJEMEN LABORATORIUM TUBERKULOSIS
83
c. Laboratorium biakan
Laboratorium biakan adalah laboratorium yang melaksanakan pemeriksaan biakan M.
tuberculosis sesuai standar dan memenuhi indikator kinerja laboratorium biakan TB.
Pencatatan pelaporan wajib dilaksanakan oleh laboratorium biakan TB dan indikator
kinerja laboratorium ini dilaporkan kepada Laboratorium Rujukan Regional dan LRN.
Laboratorium ini memiliki tugas dan fungsi sebagai berikut:
1) Melaksanakan pelayanan pemeriksaan biakan dan identifikasi parsial NTM
2) Mengirimkan isolat biakan ke Laboratorium Rujukan Regional
3) Mengikuti pemantapan mutu oleh LRN
4) Berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Provinsi terkait dengan tugasnya sebagai
Laboratorium rujukan biakan provinsi
1) Peran
a) Laboratorium rujukan nasional untuk pemeriksaan biakan dan uji kepekaan TB.
b) Laboratorium pembina mutu dan pengembangan jejaring untuk pemeriksaan
isolasi, identifikasi, dan uji kepekaan TB.
2) Tugas Pokok
a) Pemetaan distribusi, jumlah dan kinerja laboratorium biakan dan uji kepekaan
TB
b) Memfungsikan jejaring laboratorium biakan dan uji kepekaan TB
c) Menentukan spesifikasi alat dan bahan habis pakai untuk laboratorium biakan
dan uji kepekaan TB
d) Mengembangkan pedoman teknis, prosedur tetap, pemantapan mutu eksternal
(PME) dan pedoman pelatihan biakan dan uji kepekaan TB
e) Menyelenggarakan PME dalam jejaring laboratorium biakan dan uji kepekaan
TB
f) Melaksanakan pelayanan rujukan pemeriksaan biakan dan uji kepekaan TB
BAB IX
MANAJEMEN LABORATORIUM TUBERKULOSIS
85
Jenderal Bina Upaya Kesehatan dengan peran, tanggung jawab dan tugas pokok
sebagai berikut:
1) Peran
a) Sebagai Laboratorium rujukan nasional untuk penelitian operasional TB,
b) Sebagai Laboratorium rujukan nasional untuk pemeriksaan molekuler, serologi
dan MOTT.
2) Tugas Pokok
a) Melaksanakan penelitian operasional TB
b) Melaksanakan pemeriksaan molekuler, serologi dan MOTT.
c) Melaksanakan evaluasi/validasi teknologi baru.
d) Melaksanakan pelatihan dan evaluasi pasca pelatihan teknologi baru
e) Melaksanakan PME untuk teknologi baru
f) Bekerjasama dalam jejaring laboratorium TB internasional.
3) Tanggungjawab
Memastikan semua kegiatan laboratorium rujukan TB nasional sebagai penelitian
operasional TB, pemeriksaan molekuler, serologi dan MOTT berjalan sesuai peran
dan tugas pokok.
Kegiatan PMI harus meliputi setiap tahap pemeriksaan laboratorium yaitu tahap pra-
analisis, analisis, pasca-analisis, dan harus dilakukan terus menerus.
BAB IX
MANAJEMEN LABORATORIUM TUBERKULOSIS
87
Beberapa hal yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan PMI yaitu:
1) Tersedianya Prosedur Tetap (Protap) untuk seluruh proses kegiatan pemeriksaan
laboratorium, misalnya :
a) Protap pengambilan dahak
b) Protap pembuatan contoh uji dahak
c) Protap pewarnaan Ziehl Neelsen
d) Protap pemeriksaan Mikroskopis
e) Protap pembuatan media
f) Protap inokulasi
g) Protap identifikasi
h) Protap pengelolaan limbah, dan sebagainya.
2) Tersedianya Formulir /buku untuk pencatatan dan pelaporan kegiatan pemeriksaan
laboratorium TB
3) Tersedianya jadwal pemeliharaan/kalibrasi alat, audit internal, pelatihan petugas
4) Tersedianya contoh uji kontrol (positip dan negatip) dan kuman kontrol.
2) Kegiatan PME
Kegiatan PME laboratorium TB dilakukan melalui:
a) PME Mikroskopis
• Uji silang sediaan dahak mikroskopis
Dilaksanakan secara berkala dan berkesinambungan dengan melakukan
pemeriksaan ulang sediaan dahak dari unit laboratorium mikroskopis TB di
fasyankes. Pengambilan sediaan dahak untuk uji silang dilakukan dengan
metode Lot Quality Assurance Sampling (LQAS). Metoda ini diterapkan
diseluruh Indonesia namun dengan mempertimbangkan kondisi geografis
dan sumber daya laboratorium metoda LQAS dapat dimodifikasi sehingga
alur dan peran komponen PME dapat berubah.
BAB IX
88
MANAJEMEN LABORATORIUM TUBERKULOSIS
3. Manajemen Sistim Informasi Laboratorium TB
Untuk menjamin data kegiatan laboratorium dapat termonitor dengan baik, maka seluruh
kegiatan laboratorium TB akan terintegrasi dengan Sistem Informasi Terpadu
Tuberkulosis (SITT) untuk pelayanan pemeriksaan mikrokopis (Laporan TB.12) dan eTB
Manager untuk pelayanan pemeriksaan biakan, uji kepekaan dan uji cepat biomolekuler.
BAB IX
90
MANAJEMEN LABORATORIUM TUBERKULOSIS
BAB X
BAB X
PENGELOLAAN
PENGELOLAAN LOGISTIK
LOGISTIK PROGRAMPROGRAM
PENGENDALIAN
PENGENDALIAN TUBERKULOSIS
TUBERKULOSIS
94
BAB X
PENGELOLAAN LOGISTIK PROGRAM PENGENDALIAN TUBERKULOSIS
91
kemasan, yaitu: kemasan Kombinasi Dosis Tetap (KDT)/Fix Dose
Combination (FDC) dan kemasan Kombipak.
Paket OAT KDT/FDC adalah paket OAT yang dalam setiap tablet OAT-nya
telah ada seluruh/beberapa jenis OAT yang digunakan untuk paduan
pengobatan TB. Dimana P2TB pada paket OAT KDT-nya menggunakan
4KDT/4FDC dan 2KDT/2FDC.
Paket Kombipak adalah paket OAT dimana tablet OAT-nya masih lepasan
dari setiap jenis OAT yang digunakan untuk paduan pengobatan TB.
Baik paket OAT KDT/FDC maupun paket OAT Kombipak, tablet OAT-nya
dikemas dalam bentuk blister.
Paduan paket OAT yang saat ini disediakan oleh Program Nasional
Pengendalian Tuberkulosis adalah:
• Paket KDT OAT Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3
• Paket KDT OAT Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3
• Paket KDT OAT Kategori Anak : 2(HRZ)/4(HR)
• Paket Kombipak Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3
• Paket Kombipak Kategori Anak : 2HRZ/4HR
Sediaan dari OAT lini kedua dan lini pertama yang digunakan untuk paduan
OAT RR/MDR yang disediakan adalah:
95
BAB X
92
PENGELOLAAN LOGISTIK PROGRAM PENGENDALIAN TUBERKULOSIS
b. Logistik Non OAT
Logistik Non OAT yang digunakan dalam P2TB adalah seluruh jenis logistik
Non OAT yang digunakan P2TB baik dalam pelayanan pasien TB maupun
pasien TB resistan obat.
1) Logistik Non OAT Non Resistan
Logistik Non OAT yang digunakan P2TB dibagi dalam dua kelompok, yaitu
barang habis pakai dan tidak habis pakai.
a) Logistik Non OAT habis pakai antara lain adalah:
Bahan-bahan laboratorium TB, seperti: Reagensia, Pot Dahak, Kaca
sediaan, Oli Emersi, Ether Alkohol, Tisu, Sarung tangan, Lysol, Lidi,
Kertas saring, Kertas lensa, dll.
Formulir pencatatan dan pelaporan TB, seperti: TB.01 s/d TB.13
b) Logistik Non OAT tidak habis pakai antara lain adalah:
Alat-alat laboratorium TB, seperti: mikroskop binokuler, Ose, Lampu
spiritus/bunsen, Rak pengering kaca sediaan (slide), Kotak
penyimpanan kaca sediaan (box slide), Safety cabinet, Lemari/rak
penyimpanan OAT, dll
Barang cetakan lainnya seperti buku pedoman, buku panduan, buku
petunjuk teknis, leaflet, brosur, poster, lembar balik, stiker, dan lain-
lain.
96
BAB X
PENGELOLAAN LOGISTIK PROGRAM PENGENDALIAN TUBERKULOSIS
93
Jejaring pengelolaan logistik TB di fasyankes, baik OAT maupun Non OAT adalah
seperti gambar dibawah ini:
Instalasi Farmasi
Dinkes Kab/kota
Kab/Kota(IFK)
permintaan distribusi
Fasyankes
Keterangan:
Alur distribusi OAT
Alur permintaan dan pelaporan OAT
Keterangan:
Untuk Dokter Praktek Mandiri (DPM) dan klinik akan memperoleh logistik melalui
Puskesmas yang membina wilayah dimana DPS/Klinik tersebut berada.
97
BAB X
94
PENGELOLAAN LOGISTIK PROGRAM PENGENDALIAN TUBERKULOSIS
Gambar 11: Jejaring Pengelolaan Logistik P2TB Resistan Obat
Instalasi Farmasi
Pusat Nasional
Instalasi Farmasi
Dinkes Provinsi
Provinsi (IFP)
Keterangan:
Alur Distribusi OAT
Alur Permintaan dan Pelaporan OAT
Keterangan:
Fasyankes Rujukan TB MDR memperoleh logistik TB Resistan Obat, baik obat
maupun non obat dari Dinas Kesehatan Provinsi. Sedangkan untuk fasyankes
satelit memperoleh logistik dari fasyankes rujukannya.
98
BAB X
PENGELOLAAN LOGISTIK PROGRAM PENGENDALIAN TUBERKULOSIS
95
f. Pelaksanaan perencanaan kebutuhan logistik disesuaikan dengan jadwal
penyusunan anggaran disetiap tingkat pemerintahan di Kabupaten/Kota,
Provinsi dan Pusat.
a. Perencanaan OAT
Perencanaan kebutuhan OAT menggunakan dua pendekatan yaitu metode
konsumsi dan metode morbiditas. Metode konsumsi adalah proses
penyusunan kebutuhan berdasarkan pemakaian tahun sebelumnya,
sedangkan metode morbiditas adalah proses penyusunan kebutuhan
berdasarkan perkiraan jumlah pasien yang akan diobati (insidensi) sesuai
dengan target yang direncanakan.
100
BAB X
PENGELOLAAN LOGISTIK PROGRAM PENGENDALIAN TUBERKULOSIS
97
2. Pengadaan Logistik P2TB.
Pengadaan logistik merupakan proses untuk penyediaan logistik yang dibutuhkan
pada institusi maupun layanan kesehatan. Pengadaan yang baik harus dapat
memastikan logistik yang diadakan sesuai dengan jenis, jumlah, tepat waktu
sesuai dengan kontrak kerja dan harga yang kompetitif. Proses pengadaan harus
mengikuti peraturan perundang-undangan yang berlaku.
a. Pengadaan OAT
OAT merupakan obat dengan kategori “Sangat Sangat Esensial” (SSE)
sehingga Pemerintah wajib menyediakannya, baik pemerintah Pusat maupun
Daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota).
Saat ini kebutuhan OAT masih dipenuhi dari pengadaan Pusat dengan dana
APBN. Sedangkan untuk OAT resistan obat masih menggunakan dana
bantuan (donor). Pengadaan OAT dengan dana APBN setiap tahunnya
dilakukan oleh Ditjen. Binfar dan Alkse Kemenkes R.I. Sedangkan OAT
resistan obat dengan dana bantuan dilakukan oleh Subdit. TB.
101
BAB X
98
PENGELOLAAN LOGISTIK PROGRAM PENGENDALIAN TUBERKULOSIS
3) Persyaratan mutu OAT harus sesuai dengan persyaratan mutu yang
tercantum dalam Farmakope Indonesia edisi terakhir.
4) Industri Farmasi yang memproduksi OAT bertanggung jawab terhadap mutu
OAT melalui pemastian dan pemeriksaan mutu (Quality Control) oleh
industri farmasi dengan mengimplementasikan CPOB secara konsisten.
5) OAT memiliki sertifikat analisa dan uji mutu yang sesuai dengan nomor bets
masing-masing produk.
6) OAT diproduksi oleh industri farmasi yang memiliki sertifikat CPOB.
Hal-Hal yang harus diperhatikan dalam pengadaan logistik Non OAT adalah:
1) Logistik Non OAT yang diadakan sesuai dengan kebutuhan Program
Nasional Pengendalian TB.
2) Mutu logistik yang diadakan sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan
untuk setiap jenis logistik.
Dalam penyimpanan logistic P2TB baik OAT maupun Non OAT, Program
Nasional Pengendalian TB mengikuti kebijakan Ditjen. Binfar dan Alkes
Kemenkes R.I., yaitu: “One Gate Policy”, dimana seluruh OAT maupun Non OAT
disimpan di dalam Instalasi Farmasi baik di Pusat, Provinsi maupun Kabupaten
Kota dan Fasyankes.
102
BAB X
PENGELOLAAN LOGISTIK PROGRAM PENGENDALIAN TUBERKULOSIS
99
Ketentuan-ketentuan dalam penyimpanan logistic P2TB agar terkelola dengan
baik dapat merujuk pada “Buku Panduan Pengelolaan Logistik P2TB”.
103
BAB X
100
PENGELOLAAN LOGISTIK PROGRAM PENGENDALIAN TUBERKULOSIS
b. Pembiayaan Logistik P2TB
Pembiayaan dalam pengelolaan logistik program TB sangat diperlukan.
Pembiayaan ini dapat bersumber dari dana APBN, APBD maupun sumber
lainnya yang sah sesuai kebutuhan.
Penyusunan kebutuhan anggaran harus dibuat secara lengkap, dengan
memperhatikan prinsip-prinsip penyusunan program dan anggaran terpadu.
Pembiayaan dapat diidentifikasi dari berbagai sumber mulai dari anggaran
pemerintah dan berbagai sumber lainnya, sehingga semua potensi sumber
dana dapat dimobilisasi.
105
BAB X
102
PENGELOLAAN LOGISTIK PROGRAM PENGENDALIAN TUBERKULOSIS
1) Pengawasan Mutu OAT
Pengawasan/jaga mutu OAT adalah kegiatan/proses standardisasi produk
OAT dan sarana yang digunakan mulai dari pre sampai dengan post market,
yaitu:
a) Pre-market: pemberian nomor ijin edar, sertifikasi CPOB.
b) Post-market: pemeriksaan setempat, sampling dan pengujian, monitoring
efek samping.
106
BAB X
PENGELOLAAN LOGISTIK PROGRAM PENGENDALIAN TUBERKULOSIS
103
BAB XI
BAB XI
PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PROGRAM
PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PROGRAM
PENGENDALIAN TUBERKULOSIS
PENGENDALIAN TUBERKULOSIS
Pencapaian target global TB menjadi lebih menantang sehubungan dengan isu-isu seperti
HIV/AIDS, TB-MDR, TB-Infection Control (TB-IC) dan lain-lain. Demikian juga isu desentralisasi
di bidang kesehatan telah meningkatkan kompleksitas tantangan untuk pengembangan sumber
daya manusia (SDM). Turnover staf yang tinggi dan distribusi staf yang tidak merata di
provinsi/kabupaten/kota mengakibatkan permintaan lebih tinggi terhadap ketersediaan tenaga
yang terampil.
Di dalam bab ini istilah pengembangan SDM merujuk kepada pengertian yang lebih luas, tidak
hanya yang berkaitan dengan pelatihan tetapi keseluruhan manajemen pelatihan dan kegiatan
lain yang diperlukan untuk mencapai tujuan jangka panjang pengembangan SDM yaitu
tersedianya tenaga yang kompeten dan profesional dalam Pengendalian TB.
Bab ini akan membahas 3 hal kegiatan pokok yang sangat penting dalam pengembangan SDM
untuk mendukung tercapainya tujuan program yaitu perencanaan ketenagaan Program TB,
peran SDM TB dalam Pengendalian TB, pelatihan dan evaluasi paska pelatihan TB.
105
BAB XI
104
PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PROGRAM PENGENDALIAN TUBERKULOSIS
2) Puskesmas satelit: kebutuhan minimal tenaga pelaksana terlatih terdiri dari 1 dokter
dan 1 perawat/petugas TB
b. Rumah Sakit Umum Pemerintah
1) RS kelas A: kebutuhan minimal tenaga pelaksana terlatih terdiri dari 6 dokter (2
dokter umum, SpP, SpA, SpD, SpR) , 3 perawat/petugas TB, dan 3 tenaga
laboratorium
2) RS kelas B: kebutuhan minimal tenaga pelaksana terlatih terdiri dari 6 dokter (2
dokter umum, SpP, SpA, SpD, SpR), 3 perawat/petugas TB, dan 3 tenaga
laboratorium
3) RS kelas C: kebutuhan minimal tenaga pelaksana terlatih terdiri dari 4 dokter (2
dokter umum, SpP/SpD, SpA), 2 perawat/petugas TB, dan 1 tenaga laboratorium
4) RS kelas D, RSP dan BBKPM/BKPM: kebutuhan minimal tenaga pelaksana
terlatih terdiri dari 2 dokter (dokter umum dan atau SpP), 2 perawat/petugas TB,
dan 1 tenaga laboratorium
5) RS swasta: menyesuaikan.
c. Dokter Praktik Mandiri, minimal telah dilatih.
106
BAB XI
PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PROGRAM PENGENDALIAN TUBERKULOSIS
105
Masyarakat Anggota keluarga, kader, • Identifikasi dan rujuk terduga TB ke
tenaga kesehatan, LSM fasyankes.
• Pengawas Menelan Obat (PMO)
• Kunjungan rumah
• Melacak yang mangkir
• Catatan sederhana
Lab TB rujukan regional Spesialis Patologi klinik, Ahli Kultur, identifikasi dan uji kepekaan
Mikrobiologi, Analis dan M.TB dan MOTT dari dahak dan bahan
analis media. lain
Lab TB rujukan provinsi Spesialis Patologi Klinik, Pemeriksaan mikroskopis BTA, uji
Analis. silang mikroskopis final
Laboratorium rujukan Petugas laboratorium dan Uji silang pertama (Laboratory Quality
Uji silang (Intermediate analis Assurance)
TB Laboratory)
Pusat Fiksasi contoh uji Petugas lab Pembuatan contoh uji apusan dahak
TB (Puskesmas satelit) dan fiksasi
109
BAB XI
108
PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PROGRAM PENGENDALIAN TUBERKULOSIS
3. Manfaat EPP pada Program Pengendalian TB, adalah:
a. Rangkaian siklus yang dinamis dan berkesinambungan dalam memberikan umpan
balik pada proses perbaikan dan penyempurnaan program pelatihan
b. Untuk mengetahui keberhasilan pelatihan yang telah dilaksanakan. Ada 3 aspek yang
dinilai yaitu:
1) Kognitif/Pengetahuan
2) Afektif/Sikap
3) Psikomotor/Perilaku
c. Mengetahui kesesuaian kurikulum pelatihan dengan tuntutan kerja individu
d. Bahan masukan untuk perumusan kebijakan pengembangan aparatur kesehatan di
wiilayahnya
114
BAB XI
PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PROGRAM PENGENDALIAN TUBERKULOSIS
113
BAB XII
BAB XII
KETERLIBATAN MASYARAKAT DAN ORGANISASI
KETERLIBATAN MASYARAKAT DAN ORGANISASI
KEMASYARAKATAN DALAM PENGENDALIAN TUBERKULOSIS
KEMASYARAKATAN DALAM PENGENDALIAN TUBERKULOSIS
Tuberkulosis (TB) sampai saat ini masih merupakan permasalahan kesehatan di masyarakat,
bukan hanya karena TB adalah penyakit menular, namun ada hubungan TB dengan penyakit
tidak menular lainnya seperti pada Diabetes Mellitus, penyakit akibat rokok, alkhohol,
pengguna narkoba dan malnutrisi. TB sebagian besar menyerang pada usia produktif dan
masyarakat dengan sosial ekonomi yang kurang menguntungkan. TB menjadi penyebab
tersering untuk kesakitan dan kematian pada Orang dengan HIV AIDS. TB sering dihubungkan
dengan kemiskinan, lingkungan yang kumuh, padat dan terbatasnya akses untuk perilaku
hidup bersih dan sehat. Wanita hamil dan anak anak juga sangat rentan terkena TB.
Sebanyak 1/3 kasus TB masih belum terakses atau dilaporkan. Bahkan sebagian besar kasus
TB terlambat ditemukan sehingga saat diagnosa ditegakkan mereka sudah dalam tahap lanjut
bahkan kuman telah resistan obat sehingga suit untuk diobati. Keterlambatan pengobatan ini
bermakna karena menunjukkan lebih banyak lagi penduduk yang sudah terpapar TB.
Kesadaran masyarakat untuk mencari pengobatan secara dini sangatlah penting, oleh sebab
itu diperlukan peran serta masyarakat.dan strategi kunci untuk dapat menemukan sepertiga
kasus TB yang ‘hilang’ dan tidak terlaporkan serta untuk menjangkau kasus TB pada kelompok
rentan adalah dengan melibatkan masyarakat secara aktif dalam program pengendalian TB.
BAB XII
114
KETERLIBATAN MASYARAKAT DAN ORGANISASI KEMASYARAKATAN DALAM PENGENDALIAN TUBERKULOSIS
3. Program Pengendalian TB belum merupakan prioritas dalam kegiatan organisasi
kemasyarakatan.
4. Belum sepenuhnya melibatkan pasien dan mantan pasien TB dalam kegiatan Program
Pengendalian TB.
5. Saat ini sebagian besar organisasi kemasyarakatan masih tergantung kepada dana
hibah untuk melaksanakan kegiatan Program Pengendalian TB.
115
BAB XII
115
KETERLIBATAN MASYARAKAT DAN ORGANISASI KEMASYARAKATAN DALAM PENGENDALIAN TUBERKULOSIS
E. Indikator Keberhasilan Pelibatan Masyarakat dan Organisasi Kemasyarakat Dalam
Pengendalian TB
Indikator keberhasilan pelibatan masyarakat dan organisasi kemasyarakat adalah:
1. Peningkatan jumlah pasien TB baru yang dirujuk oleh masyarakat atau organisasi
kemasyarakatan yang tercatat.
Peran Kegiatan
Pencegahan TB. Penyuluhan TB, pengembangan KIE, pelatihan kader.
Deteksi dini terduga TB. Pelacakan kontak erat pasien dengan gejala TB,
pengumpulan dahak terduga TB, pelatihan kader.
Melakukan rujukan. Dukungan motivasi kepada terduga TB untuk ke
Fasyankes, dukungan transport.
Dukungan/motivasi keteraturan Pengawas Menelan Obat (PMO).
berobat pasien TB.
Dukungan sosial ekonomi. Dukungan transport pasien TB, nutrisi dan
sumplemen pasien TB, peningkatan ketrampilan
pasien TB guna meningkatkan penghasilan,
menyediakan pekerja sosial, memotivasi mantan
pasien untuk dapat mendampingi pasien TB.
Advokasi. Membantu penyusunan bahan advokasi, membantu
memberikan masukan kepada pemerintah.
Mengurangi stigma. Diseminasi informasi tentang TB, membentuk
kelompok pendidik sebaya, testimoni pasien TB.
116
BAB XII
116
KETERLIBATAN MASYARAKAT DAN ORGANISASI KEMASYARAKATAN DALAM PENGENDALIAN TUBERKULOSIS
selama ini terlibat dalam Program kesehatan bukan TB, misalnya organisasi
kemasyarakatan dalam kesehatan Anak, HIV/AIDS, dll.
2. Memperluas (Expand).
a. Melibatkan dan Mengembangkan cakupan program organisasi kemasyarakatan yang
sudah terlibat dalam program pengendalian TB untuk menjangkau populasi
khusus misalnya, pekerja pabrik, sekolah, asrama, Lapas/Rutan, dan pekerja
seksual.
b. Meningkatkan dan memperkuat pelibatan pasien dan mantan pasien TB dalam
program pengendalian TB berbasis komunitas untuk membantu penemuan
terduga TB dan TB resistan obat serta pendampingan dalam pengobatannya.
3. Mempertegas (Emphasize).
Mempertegas fungsi dari Organisasi kemasyarakatan untuk penemuan terduga TB dan
TB resistan obat dan pendampingan dalam pengobatannya. Pemetaan peran, potensi
dan fungsi dari masyarakat dan organisasi kemasyarakatan adalah penting agar kegiatan
yang dilakukan tidak tumpang tindih dan kontribusi dari masing-masing organisasi
kemasyarakatan dapat diidentifikasi.
4. Menghitung (Enumerate).
Menghitung kontribusi organisasi kemasyarakatan dalam program pengendalian TB
berbasis komunitas dengan melakukan monitoring dan evaluasi melalui sistem
pencatatan dan pelaporan standar berdasarkan indikator-indikator yang telah ditetapkan.
117
BAB XII
117
KETERLIBATAN MASYARAKAT DAN ORGANISASI KEMASYARAKATAN DALAM PENGENDALIAN TUBERKULOSIS
Sistem surveilans TB akan menyediakan informasi mengenai prevalensi TB dan pola
perubahan risiko. Monitoring dan evaluasi menyediakan informasi tentang proses, luaran dan
dampak intervensi. Penelitian operasional dapat mengisi kesenjangan informasi dan menilai
kebijakan dan strategi intervensi. Penempatan ketiga elemen tesebut secara terpadu dan
menyeluruh dalam melakukan perencanaan, pelaksanaan dan penilaian program menjadi
sangat penting agar program berjalan secara efektif dan efisien.
A. Surveilans Tuberkulosis
Surveilans TB adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari pengumpulan data penyakit
secara sistematik, lalu dilakukan analisis, dan interpretasi data. Hasil analisis
didiseminasikan untuk kepentingan tindakan kesehatan masyarakat dalam upaya
menurunkan angka kesakitan dan angka kematian TB serta untuk peningkatan derajat
kesehatan masyarakat.
Ada 2 macam metode surveilans TB, yaitu: Surveilans Rutin (berdasarkan data pelaporan),
dan Surveilans Non Rutin (berupa survei: periodik dan sentinel).
1. Surveilans Rutin.
Surveilans rutin dilaksanakan dengan menggunakan data layanan rutin yang dilakukan
pada pasien TB. Sistem surveilans ini merupakan sistem terbaik (mudah dan murah)
untuk memperoleh informasi tentang prevalensi TB, meskipun kemungkinan terjadinya
bias cukup besar. Misalnya dalam layanan kolaborasi TB-HIV, jika jumlah pasien yang
menolak untuk di tes HIV cukup besar maka surveilans berdasar data rutin ini
interpretasinya kurang akurat. Surveilans berdasarkan data rutin ini tidak memerlukan
biaya khusus tapi mutlak memerlukan suatu pencatatan dan pelaporan yang berjalan
baik. Hasil surveilans berdasarkan data rutin ini perlu dikalibrasi dengan hasil dari
surveilans periodik atau surveilans sentinel.
119
BAB XIII
SISTIM INFORMASI PROGRAM PENGENDALIAN TUBERKULOSIS
119
Pemilihan metode surveilans yang akan dilaksanakan disuatu daerah/wilayah
tergantung pada tingkat epidemi TB di daerah/wilayah tersebut, kinerja program TB
secara keseluruhan, dan sumber daya (dana dan keahlian) yang tersedia.
Komponen utama untuk melakukan monev adalah: pencatatan pelaporan, analisis indikator
dan hasil dari supervisi.
120
BAB XIII
120
SISTIM INFORMASI PROGRAM PENGENDALIAN TUBERKULOSIS
a. Lengkap, tepat waktu dan akurat.
b. Data sesuai dengan indikator program
c. Jenis, sifat, format, basis data yang dapat dengan mudah diintegrasikan dengan sistim
informasi kesehatan yang generik.
PENTING !!
TB adalah penyakit menular yang wajib dilaporkan. Setiap fasilitas kesehatan yang
memberikan pelayanan TB wajib mencatat dan melaporkan kasus TB yang
ditemukan dan atau diobati sesuai dengan format pencatatan dan pelaporan yang
ditentukan.
121
BAB XIII
SISTIM INFORMASI PROGRAM PENGENDALIAN TUBERKULOSIS
121
5) Formulir Pemeriksaan Sediaan untuk Uji silang dan Analisis Hasil Uji silang
Kabupaten (TB.12)
6) Laporan OAT (TB.13)
7) Data Situasi Ketenagaan Program TB
8) Data Situasi Public-Private Mix (PPM) dalam Pelayanan TB.
9) Formulir pelacakan kasus TB yang datang dari luar negeri. (**)
c. Pelaporan di Provinsi
Dinas Kesehatan Provinsi menggunakan formulir pelaporan sebagai berikut:
1) Rekapitulasi Penemuan dan Pengobatan Pasien TB per kabupaten/kota.
2) Rekapitulasi Hasil Pengobatan per kabupaten/kota.
3) Rekapitulasi Hasil Pengobatan gabungan TB dan TB Resistan Obat di tingkat
Provinsi.
4) Rekapitulasi Hasil Konversi Dahak per kabupaten/kota.
5) Rekapitulasi Analisis Hasil Uji silang propinsi per kabupaten/kota.
6) Rekapitulasi Laporan OAT per kabupaten/ kota.
7) Rekapitulasi Data Situasi Ketenagaan Program TB.
8) Rekapitulasi Data Situasi Public-Private Mix (PPM) dalam Pelayanan TB.
2. Indikator Program TB
Untuk mempermudah analisis data diperlukan indikator sebagai alat ukur kemajuan
program (marker of progress). Dalam menilai kemajuan atau keberhasilan program
pengendalian TB digunakan beberapa indikator.
Indikator utama program pengendalian TB secara Nasional ada 2, yaitu:
Angka Notifikasi Kasus TB (Case Notification Rate = CNR) dan
Angka Keberhasilan Pengobatan TB (Treatment Success Rate = TSR).
Disamping itu ada beberapa indikator proses untuk mencapai indikator Nasional tersebut
di atas, yaitu:
a. Indikator Penemuan TB
1) Proporsi pasien baru TB paru terkonfirmasi bakteriologis diantara terduga TB
2) Proporsi pasien TB paru terkonfirmasi bakteriologis diantara semua TB paru
diobati.
3) Proporsi pasien TB terkonfirmasi bakteriologis yang diobati diantara pasien TB
terkonfirmasi bakteriologis.
4) Proporsi pasien TB anak diantara seluruh pasien TB
5) Angka penemuan kasus TB (Case Detection Rate=CDR)
6) Proposi pasien TB yang dites HIV
7) Proporsi pasien TB yang dites HIV dan hasil tesnya Positif
8) Proporsi pasien TB RR/MDR yang terkonfirmasi dibanding perkiraan kasus TB RR/
MDR yang ada.
122
BAB XIII
122
SISTIM INFORMASI PROGRAM PENGENDALIAN TUBERKULOSIS
9) Proporsi pasien terbukti TB RR/MDR yang dilakukan konfirmasi pemeriksaan uji
kepekaan OAT lini kedua.
10) Proporsi pengobatan pasien TB RR/MDR diobati diantara pasien TB RR/MDR
ditemukan.
b. Indikator Pengobatan TB
1) Angka konversi (Conversion Rate)
2) Angka kesembuhan (Cure Rate)
3) Angka putus berobat
4) Angka keberhasilan pengobatan TB anak
5) Proporsi anak yang menyelesaikan PP INH diantara seluruh anak yang
mendapatkan PP INH
6) Proporsi pasien TB dengan HIV positif yang menerima PPK
7) Proporsi pasien TB dengan HIV positif yang mendapat ART
8) Angka keberhasilan pengobatan TB MDR atau Treatment Success Rate
9)
c. Indikator Penunjang TB
1) Proporsi laboratorium yang mengikuti pemantapan mutu eksternal (PME) uji silang
untuk pemeriksaan mikroskopis
2) Proporsi laboratorium dengan kinerja pembacaan mikroskopis baik diantara peserta
PME uji silang
3) Proporsi laboratorium yang mengikuti kegiatan PME empat kali setahun.
4) Jumlah kabupaten/kota melaporkan terjadinya kekosongan OAT lini
123
BAB XIII
SISTIM INFORMASI PROGRAM PENGENDALIAN TUBERKULOSIS
123
Angka ini sekitar 5-15%. Bila angka ini terlalu kecil (<5%) kemungkinan
Angka ini sekitar 5-15%. Bila angka ini terlalu kecil (<5%) kemungkinan
disebabkan:
disebabkan:
Penjaringan
•Angka ini sekitar terduga
5-15%.TB terlalu longgar.iniBanyak
Bila angka terlalu orang
kecil yang
(<5%) tidak memenuhi
kemungkinan
Penjaringan
• kriteria
disebabkan: terduga terduga
TB, atau TB terlalu longgar. Banyak orang yang tidak memenuhi
kriteria
•• Ada terduga
masalah
Penjaringan TB, atau
dalam
terduga pemeriksaan laboratorium
TB terlalu longgar. Banyak (negatif
orangpalsu).
yang tidak memenuhi
Ada masalah
• kriteria dalam
terduga TB, atau pemeriksaan laboratorium (negatif palsu).
Bila
• Ada angka ini terlalu
masalah dalambesar (>15%) kemungkinan
pemeriksaan laboratoriumdisebabkan :
(negatif palsu).
•BilaPenjaringan
angka ini terlalu
terlalubesar
ketat(>15%)
atau kemungkinan disebabkan :
BilaPenjaringan
• Ada masalah
angka terlalu
dalam
ini terlalu ketat
besar atau kemungkinan
pemeriksaan
(>15%) laboratoriumdisebabkan
(positif palsu)
:
Ada masalahterlalu
•• Penjaringan dalamketatpemeriksaan
atau laboratorium (positif palsu)
2) Proporsi
• Ada masalah PasiendalamTB Paru Terkonfirmasi
pemeriksaan Bakteriologis
laboratorium diantara Semua Pasien
(positif palsu)
2) TBProporsi Pasien TB Paru Terkonfirmasi Bakteriologis diantara Semua Pasien
Paru Tercatat/diobati
2) TB Paruprosentase
Adalah
Proporsi Tercatat/diobati
Pasien TBpasien Tuberkulosis paru
Paru Terkonfirmasi terkonfirmasi
Bakteriologis bakteriologis
diantara Semuadiantara
Pasien
Adalah
semua prosentase
pasien pasien
Tuberkulosis
TB Paru Tercatat/diobati Tuberkulosis
paru tercatat paru terkonfirmasi
(bakteriologis dan bakteriologis
klinis). diantara
Indikator ini
semua pasien
menggambarkan Tuberkulosis
prioritas paru
penemuan tercatat
pasien(bakteriologis
Tuberkulosis
Adalah prosentase pasien Tuberkulosis paru terkonfirmasi bakteriologis diantara dan
yang klinis).
menularIndikator ini
diantara
menggambarkan
seluruh
semua pasien prioritas
pasien Tuberkulosis
Tuberkulosisyangpenemuan
parudiobati. pasien Tuberkulosis yang menular
tercatat (bakteriologis dan klinis). Indikator ini diantara
seluruh pasien Tuberkulosis yang diobati.
menggambarkan prioritas penemuan pasien Tuberkulosis yang menular diantara
Rumus:
seluruh pasien Tuberkulosis yang diobati.
Rumus: Jumlah pasien TB Paru Terkonfirmasi Bakteriologis
x 100%
Rumus: Jumlah pasien Jumlah TBseluruh
Paru Terkonfirmasi
pasien TB Paru Bakteriologis
Jumlah pasien Baru TB paru Terkonfirmasi x 100%
Jumlah pasien Jumlah TB seluruh
Paru pasien TB Paru
Terkonfirmasi
Bakteriologis Bakteriologis
x 100% x 100%
Angka ini minimalJumlah 70%.
Jumlah Bila angka
seluruh
seluruh ini jauh
pasien
pasien TBTB lebih
ParuParurendah, berarti diagnosis kurang
Angka ini minimal
memberikan 70%.
prioritas Bilamenemukan
untuk angka ini jauh lebih
pasien yangrendah, berarti diagnosis kurang
menular.
memberikan prioritas untuk menemukan pasien yang menular.
Angka ini minimal 70%. Bila angka ini jauh lebih rendah, berarti diagnosis kurang
3) Proporsi
memberikan pasien TB Anak
prioritas untuk diantara
menemukan seluruh
pasienpasien
yang TBmenular.
3) Proporsi pasien TB Anak diantara
Adalah prosentase pasien TB anak (0-14 tahun) yang seluruh pasien TB diobati diantara seluruh
3) Adalah TB
pasien
Proporsi prosentase TBpasien
yang diobati.
pasien TB anakseluruh
Anak diantara (0-14 tahun)
pasien yangTB diobati diantara seluruh
pasien TB yang diobati.
Adalah prosentase pasien TB anak (0-14 tahun) yang diobati diantara seluruh
Rumus:
pasien TB yang diobati. Jumlah pasien TB Anak (0 - 14 th)
Rumus: Jumlah pasien TB yangAnak
diobati (0 - 14 thn) yg diobatix 100%
x 100%
Rumus: Jumlah pasien
Jumlah
Jumlah TB
seluruh
seluruh Anak
pasien TB
pasien (0 - 14
yang
TB thn)
diobati
yg yg diobati
diobati
x 100%
Jumlah Jumlah
pasien seluruh
TB Anakpasien (0 - TB yg diobati
14 thn) yg diobati
Angka ini dianalisis dengan memperhatikan berbagai x 100%
Jumlah seluruh pasien TB yg diobati aspek. Angka indikator ini
Angka ini dianalisis
diharapkan berkisar dengan
8 – 12% memperhatikan
pada wilayahberbagai dimana aspek.
seluruhAngka kasusindikator
TB Anak ini
diharapkan
ternotifikasi. berkisar
Pada 8
kondisi – 12%
dimana pada wilayah
pencatatan dan dimana seluruh
pelaporan
Angka ini dianalisis dengan memperhatikan berbagai aspek. Angka indikator ini kasus
berjalan TB
dengan Anak
baik,
ternotifikasi.
angka
diharapkan Pada kondisi
ini menggambarkan
berkisar 8 – dimana pencatatan
overpada
12% under dan
atau wilayah pelaporan
diagnosis,
dimana serta
seluruhberjalan dengan
rendahnya
kasus baik,
TB angka
Anak
angka
penularan ini menggambarkan
TB pada anak. Bilaover
angka atau under
indikator diagnosis,
ini kurang serta
atau
ternotifikasi. Pada kondisi dimana pencatatan dan pelaporan berjalan dengan baik, rendahnya
melebihi kisaran angka
yang
penularan
diharapkan,
angka ini TB padaperlu
maka anak.diperiksa
menggambarkan Bilaover
angka indikator
prosedur
atau inidiagnosis,
kurang
diagnosis
under TBatau
Anak
sertamelebihi kisaranangka
di rendahnya
fasyankes. yang
diharapkan, maka perlu diperiksa prosedur diagnosis TB Anak
penularan TB pada anak. Bila angka indikator ini kurang atau melebihi kisaran yang di fasyankes.
4) Angka Penemuan
diharapkan, Kasus
maka perlu (Case Detection
diperiksa Rate = CDR)
prosedur diagnosis TB Anak di fasyankes.
4) Angka Penemuan
Adalah prosentaseKasus jumlah(Case Detection
pasien baru TB RateParu= CDR)
BTA positif yang ditemukan
4) Adalah Penemuan
dibanding
Angka prosentase
jumlah pasien jumlah
Kasus barupasien
(Case baruBTA
TBDetection
Paru TB Paru
positif
Rate BTA diperkirakan
yang
= CDR) positif yang ada ditemukan
dalam
dibanding jumlah pasien baru TB Paru BTA positif
Adalah prosentase jumlah pasien baru TB Paru BTA positif yang ditemukan yang diperkirakan ada dalam
126
dibanding jumlah pasien baru TB Paru BTA positif yang diperkirakan ada dalam 126
126
BAB XIII
126
SISTIM INFORMASI PROGRAM PENGENDALIAN TUBERKULOSIS
Proporsi yang tinggi dari pasien TB yang mengetahui status HIVnya menyajikan
estimasi yang cukup kuat tentang angka sesungguhnya prevalensi HIV diantara
Proporsi yang tinggi dari pasien TB yang mengetahui status HIVnya menyajikan
pasien TB untuk kepentingan surveilans. Hal ini juga menjadi dasar untuk bentuk
estimasi yang cukup kuat tentang angka sesungguhnya prevalensi HIV diantara
usaha yang
Proporsi lebih detail dalam upayaTB pencegahan.
pasien TByang untuk tinggi dari
kepentingan pasiensurveilans.yangHal mengetahui status HIVnya
ini juga menjadi menyajikan
dasar untuk bentuk
estimasi yang cukup kuat tentang
usaha yang lebih detail dalam upaya pencegahan. angka sesungguhnya prevalensi HIV diantara
7) Proporsi
pasien TBpasien
untuk TB yang dites
kepentingan HIV dan hasil
surveilans. Hal initesnya Positif dasar untuk bentuk
juga menjadi
Adalah
usaha persentase
yang pasien
lebih detail dalamTB yang
upaya di tes HIV dengan hasil tes positif . Indikator ini
7) Proporsi pasien TB yang dites HIV pencegahan.
dan hasil tesnya Positif
menggambarkan besarnya permasalahan HIV di antara pasien TB.
Adalah persentase pasien TB yang di tes HIV dengan hasil tes positif . Indikator ini
7) Proporsi pasien besarnya
menggambarkan TB yang dites HIV dan hasil
permasalahan HIV ditesnya
antaraPositif
pasien TB.
Rumus:
Adalah persentase pasien TB yang di tes HIV dengan hasil tes positif . Indikator ini
Jumlah pasien
menggambarkan TB yang
besarnya terdaftar yang
permasalahan HIV mempunyai
di antara pasienhasil tes
TB.
Rumus:
HIV positif (sebelum dan selama pengobatan TB)
Jumlah pasien TB yang terdaftar yang mempunyai hasil tes x 100%
Rumus: Jumlah pasien TB yang terdaftar yang melakukan tes HIV
HIV Jumlah
positifpasien(sebelum
TB yang dan selama
terdaftar pengobatan TB)
yang mempunyai
Jumlah (sebelum
pasien
tes HIVTB
dan selama pengobatan TB) x 100%
Jumlah hasilpasien TByang
positif yang terdaftar
(sebelum
terdaftar yang
dan selama
yang mempunyai
pengobatan
melakukanTB) xhasil
tes
100%
tes
HIV
Jumlah pasien
HIV positif (sebelumTB yangdanterdaftar yang melakukan
selama pengobatan TB)
(sebelum
tes HIV (sebelumdandanselama pengobatan
selama pengobatan TB) TB) dapat saja menunjukkan
x 100%
Proposi yang relatif tinggi dari proporsi rata-rata
Jumlah pasien TB yang terdaftar yang melakukan tes HIV nasional
prevalensi HIV diantara(sebelum pasien TB yang
dan proporsi
selama sebenarnya
pengobatan TB)lebih tinggi ada di daerah
Proposi yang relatif tinggi dari rata-rata nasional dapat saja menunjukkan
tertentu.
prevalensi HIV diantara pasien TB yang sebenarnya lebih tinggi ada di daerah
Proposi
tertentu. yang relatif tinggi dari proporsi rata-rata nasional dapat saja menunjukkan
8) Angka Konversi
prevalensi (Conversion
HIV diantara pasienRate)
TB yang sebenarnya lebih tinggi ada di daerah
Angka
tertentu. konversi adalah prosentase pasien baru TB Paru Terkonfirmasi
8) Angka Konversi (Conversion Rate)
Bakteriologis yang mengalami perubahan menjadi BTA negatif setelah menjalani
Angka konversi adalah prosentase pasien baru TB Paru Terkonfirmasi
8) masa
Angka pengobatan
Konversi tahap awal. Rate)
Bakteriologis yang(Conversion
mengalami perubahan menjadi BTA negatif setelah menjalani
Program
Angka pengendalian
konversi tahap adalah TB di Indonesia masih
prosentase pasienmenggunakan
baru TB Paru indikator ini karena
Terkonfirmasi
masa pengobatan awal.
berguna untuk
Bakteriologis mengetahui
yang mengalami secara cepat
perubahanmasih hasil pengobatan
menjadi dan untuk
BTA negatifindikator mengetahui
setelah ini
menjalani
Program pengendalian TB di Indonesia menggunakan karena
apakah
masa pengawasan
pengobatan langsung
tahap awal. menelan obat dilakukan dengan benar.
berguna untuk mengetahui secara cepat hasil pengobatan dan untuk mengetahui
Program pengendalian
apakah pengawasan TB di Indonesia
langsung menelan obat masih menggunakan
dilakukan indikator ini karena
dengan benar.
Rumus:
berguna untuk mengetahui secara cepat hasil pengobatan dan untuk mengetahui
apakahJumlah pasien langsung baru TB Paru Terkonfirmasi Bakteriologis yg
Rumus:pengawasan
Jumlah pasien baru TB
menelan
Paru
obat dilakukan
Terkonfirmasi
dengan benar.
Baketeriologis
hasil pemeriksaan BTA akhir tahap awal negatif
Jumlah pasien
yang hasilbaru TB Paru
pemeriksaan BTATerkonfirmasi Bakteriologis
akhir tahap awal negatif x 100% yg yg x 100%
Jumlah
Rumus: hasil pasien
Jumlah baru
pasien baru TBTB ParuTerkonfirmasi
Paru Terkonfirmasi Bakteriologis
Baketeriologis
pemeriksaan BTA akhir tahap awal negatif
Jumlah yangdiobati
diobati x 100%
Jumlah pasien
pasien baru baru TB TB Paru
Paru Terkonfirmasi
Terkonfirmasi Bakteriologis
Bakteriologis yg yg
hasil pemeriksaan BTA akhir
diobati tahap awal negatif
Di fasyankes, indikator ini dapat dihitung dari kartu pasien TB.01, yaitu x 100%
Jumlah pasien baru TB Paru Terkonfirmasi Bakteriologis yg dengan cara
mereview seluruh kartu pasien diobati baru TB Paru Terkonfirmasi Bakteriologis yang
Di fasyankes, indikator ini dapat dihitung dari kartu pasien TB.01, yaitu dengan cara
mulai berobat dalam 3-6 bulan sebelumnya, kemudian dihitung berapa diantaranya
mereview seluruh kartu pasien baru TB Paru Terkonfirmasi Bakteriologis yang
yang
Di hasil pemeriksaan
fasyankes, inidahak negatif,
dihitungsetelah pengobatan tahapyaitu
awal (2 bulan/ 3
mulai berobat indikator
dalam 3-6 dapatsebelumnya,
bulan dari kemudian
kartu pasien TB.01,
dihitung berapadengan cara
diantaranya
bulan).
mereview Di tingkat kabupaten, propinsi dan pusat, angka ini dengan mudah dapat
yang hasil seluruh
pemeriksaan kartu dahakpasiennegatif,
baru TB Parupengobatan
setelah Terkonfirmasi tahapBakteriologis yang
awal (2 bulan/ 3
dihitung
mulai dari laporan
berobat dalam TB.11.
3-6 bulanAngka minimal yang
sebelumnya, harusdihitung
kemudian dicapai adalah
berapa 80%.
diantaranya
bulan). Di tingkat kabupaten, propinsi dan pusat, angka ini dengan mudah dapat
yang hasil
dihitung pemeriksaan
dari laporan TB.11. dahak negatif,
Angka setelah
minimal yang pengobatan
harus dicapai tahap awal80%.
adalah (2 bulan/ 3
bulan). Di tingkat kabupaten, propinsi dan pusat, angka ini dengan mudah dapat
dihitung dari laporan TB.11. Angka minimal yang harus dicapai adalah 80%.
128
128
128
BAB XIII
128
SISTIM INFORMASI PROGRAM PENGENDALIAN TUBERKULOSIS
an
ara 9) Angka Kesembuhan (Cure Rate)
tuk 9) Angka Kesembuhanadalah
Angka kesembuhan (Cure angka
Rate) yang menunjukkan prosentase pasien baru TB
Angka kesembuhanBakteriologis
Paru Terkonfirmasi adalah angkayang yangsembuh
menunjukkan
setelahprosentase
selesai masa pasien baru TB
pengobatan,
Paru Terkonfirmasi
diantara pasien baruBakteriologis yang sembuh
TB Paru Terkonfirmasi setelah selesai
Bakteriologis masa pengobatan,
yang tercatat.
diantara pasien barukhusus
Untuk kepentingan TB Paru(survailans),
Terkonfirmasi Bakteriologis
angka kesembuhan yang tercatat.
dihitung juga untuk
ini Untuk
pasien kepentingan khusus Bakteriologis
Paru Terkonfirmasi (survailans), pengobatan
angka kesembuhan dihitungdan
ulang (kambuh jugadengan
untuk
pasien Paru Terkonfirmasi Bakteriologis
riwayat pengobatan TB sebelumnya) dengan tujuan: pengobatan ulang (kambuh dan dengan
riwayat
Untukpengobatan
mengetahui TB seberapa
sebelumnya) dengan
besar tujuan:
kemungkinan kekebalan terhadap obat
Untuk
terjadi dimengetahui
komunitas, hal seberapa
ini harusbesar kemungkinan
dipastikan kekebalankekebalan
dengan surveilans terhadapobat.
obat
terjadi
Untuk di komunitas,keputusan
mengambil hal ini harus dipastikan
program dengan
pada surveilans
pengobatan kekebalan obat.
menggunakan obat
Untuk mengambil keputusan
baris kedua (second-line drugs). program pada pengobatan menggunakan obat
% baris kedua (second-line
Menunjukkan drugs).
prevalens HIV, karena biasanya kasus pengobatan ulang terjadi
Menunjukkan
pada pasien denganprevalens
HIV.HIV, karena biasanya kasus pengobatan ulang terjadi
pada
Untukpasien dengan HIV.
perhitungan, digunakan rumus yang sama dengan cara mengganti
Untuk
sebutanperhitungan,
numerator dan digunakan
denominator rumus yangjumlah
dengan samapasien
dengan cara pengobatan
TB paru mengganti
kan
sebutan
ulang. numerator dan denominator dengan jumlah pasien TB paru pengobatan
ah
ulang.
Rumus:
Rumus: JumlahJumlah
pasienpasien
barubaruTB paru Terkonfirmasi
TB paru Terkonfirmasi Bakteriologis
Bakteriologis yang sembuh
Jumlah pasien baru TB paru
yang Terkonfirmasi Bakteriologis
sembuh x 100%
asi Jumlah pasien baru TB paru Terkonfirmasi x 100%
Jumlah pasienBakteriologis
baru TB yang
paru sembuh
Terkonfirmasi Bakteriologis
ani yang diobati x 100%
Jumlah pasien baru TByang parudiobati
Terkonfirmasi Bakteriologis
ena yang diobati
hui Di fasyankes, indikator ini dapat dihitung dari kartu pasien TB.01, yaitu dengan cara
Di fasyankes,
mereview indikator
seluruh kartuinipasien
dapat dihitung
baru TBdari kartu
Paru pasien TB.01,
Terkonfirmasi yaitu dengan
Biologis cara
yang mulai
mereview
berobat dalamseluruh
9-12kartu
bulanpasien baru TB
sebelumnya, Paru Terkonfirmasi
kemudian dihitung berapa Biologis yang mulai
diantaranya yang
berobat
sembuh dalam
setelah9-12 bulan
selesai sebelumnya, kemudian dihitung berapa diantaranya yang
pengobatan.
sembuh setelah selesai pengobatan.
Di tingkat kabupaten, propinsi dan pusat, angka ini dapat dihitung dari laporan
% Di tingkat
TB.08. kabupaten,
Angka minimal propinsi dan pusat,
yang harus angka
dicapai ini dapat
adalah 85%. dihitung dari laporan
Angka kesembuhan
TB.08.
digunakan untukminimal
Angka mengetahuiyang harus
hasil dicapai adalah 85%. Angka kesembuhan
pengobatan.
digunakan untuk mengetahui hasil pengobatan.
Walaupun angka kesembuhan telah mencapai 85%, hasil pengobatan lainnya tetap
ara
Walaupun angka kesembuhan
perlu diperhatikan, yaitu berapa telah mencapai 85%, hasil
pasien dengan pengobatan
hasil pengobatan lainnya tetap
lengkap,
ng
perlu diperhatikan,
meninggal, yaitu
gagal, putus berapa
berobat (lostpasien dengan
to follow-up), danhasil pengobatan lengkap,
tidak dievaluasi.
nya
meninggal, gagal, putus berobat (lost to follow-up), dan tidak dievaluasi.
/3
pat • Angka pasien putus berobat (lost to follow-up) tidak boleh lebih dari 10%, karena
• Angka pasien putus berobat
akan menghasilkan proporsi(lost
kasusto follow-up)
retreatmenttidak boleh
yang lebih
tinggi dari 10%,
dimasa yangkarena
akan
akan
datangmenghasilkan proporsi kasus
yang disebabkan karena retreatment yang tinggidari
ketidak-efektifan dimasa yang akan
pengendalian
datang yang disebabkan karena ketidak-efektifan dari pengendalian
Tuberkulosis.
Tuberkulosis.
128
129
129
BAB XIII
SISTIM INFORMASI PROGRAM PENGENDALIAN TUBERKULOSIS
129
• Menurunnya angka pasien putus berobat (lost to follow-up) karena peningkatan
• Menurunnya
kualitas angka pasien
pengendalian putusmenurunkan
TB akan berobat (lostproporsi
to follow-up)
kasuskarena peningkatan
pengobatan ulang
• Menurunnya
kualitas10-20
antara angka
pengendalian pasien putus berobat
TB akan menurunkan
% dalam beberapa tahun. (lost to follow-up) karena peningkatan
proporsi kasus pengobatan ulang
kualitas pengendalian
antara 10-20 TB akan menurunkan
% dalam beberapa tahun. proporsi kasus pengobatan ulang
antara 10-20 % dalam beberapa tahun.
Sedangkan angka gagal untuk pasien baru TB paru BTA positif tidak boleh lebih
Sedangkan
dari 4% untuk angka gagal
daerah untuk
yang pasien
belum adabaru TB paru
masalah BTA positif
resistensi obat, tidak boleh boleh
dan tidak lebih
Sedangkan
dari 4%
lebih untuk
besar angka gagal
dari daerah
10% untuk untuk
yang pasien
belumyang
daerah baru
adasudah TB
masalah paru BTA
adaresistensi positif tidak boleh
obat, danobat.
masalah resistensi lebih
tidak boleh
dari
lebih4% untuk
besar dari daerah
10% untuk yang belumyang
daerah adasudah
masalah adaresistensi obat, danobat.
masalah resistensi tidak boleh
10)lebih besarKeberhasilan
Angka dari 10% untuk daerah yangTB
Pengobatan sudah ada masalah
(Treatment Successresistensi
Rate =obat.
TSR)
10) Angka
Angka Keberhasilan
KeberhasilanPengobatan
Pengobatanadalah TB (Treatment Success
angka yang menunjukkan Rate = TSR)
prosentase
10) pasien
Angka Keberhasilan
Angka Keberhasilan Pengobatan
Pengobatan TB (Treatment
adalah angka Success
yang
baru TB Paru Terkonfirmasi Bakteriologis yang menyelesaikan Rate
menunjukkan = TSR)
prosentase
Angka
pasien Keberhasilan
baru TB Pengobatan
Paru adalah
Terkonfirmasi angka yang
Bakteriologis
pengobatan (baik yang sembuh maupun pengobatan lengkap) diantara pasienmenunjukkan
yang prosentase
menyelesaikan
pasien
pengobatan
baru baru(baik
TB paru TB yangParusembuh
Terkonfirmasi Terkonfirmasi
maupun yang
Bakteriologis Bakteriologis
pengobatan yang demikian
tercatat.lengkap)
Dengan menyelesaikan
diantara pasien
angka
pengobatan
baru
ini (baik yang
TB paru Terkonfirmasi
merupakan sembuh maupun
penjumlahanBakteriologis
dari angka yang pengobatan lengkap)
tercatat. Dengan
kesembuhan dan angka diantara
demikian pasien
angka
pengobatan
baru
ini TB paru
merupakan
lengkap. Terkonfirmasi
penjumlahan Bakteriologis
dari angka yang tercatat.
kesembuhan Dengan
dan angkademikian angka
pengobatan
ini merupakan penjumlahan dari angka kesembuhan dan angka pengobatan
lengkap.
lengkap.
Rumus:
Rumus:Jumlah pasien baru TB Paru Terkonfirmasi Biologis
Rumus: Jumlah Jumlahpasien
pasienbaru
TB + TB
Paru Paru Terkonfirmasi
Terkonfirmasi Biologis Biologis
(sembuh
(sembuh
pengobatan
+ pengobatan
lengkap)
Jumlah pasien(sembuh baru+ TB Paru lengkap)
pengobatan Terkonfirmasi
lengkap) Biologis
x 100%yang x 100%
JumlahJumlah
pasien baruTBTB
pasien Paru
Paru Terkonfirmasi
Terkonfirmasi BiologisBiologis x 100%
(sembuh
Jumlah pasien baru yang + pengobatan
TB Paru lengkap)
Terkonfirmasi Biologis yang
diobati
diobati x 100%
Jumlah pasien baru TB Paru Terkonfirmasi Biologis yang
diobati
diobati
11) Angka Keberhasilan Pengobatan TB Anak
11) Adalah
Angka Keberhasilan
persentase TBPengobatan TB Anak sembuh dan Pengobatan Lengkap
Anak yang dinyatakan
11) (PL)
Angka
Adalah Keberhasilan
persentase TB Pengobatan
Anak
diantara seluruh pasien TB Anakyang TByang
Anak
dinyatakan sembuh dan Pengobatan Lengkap
diobati.
Adalah
(PL) persentase
diantara seluruh TBpasien
Anak yang
TB Anakdinyatakan sembuh dan Pengobatan Lengkap
yang diobati.
(PL)
Rumus: diantara seluruh pasien TB Anak yang diobati.
Rumus:Jumlah pasien
Jumlah TB TB
pasien Anak
Anakyg sembuh
yang sembuhdan dan Pengobatan
Rumus:Jumlah pasienPengobatan TB Anak yg sembuh dan Pengobatan
Lengkap x 100%
Lengkap x 100%
Jumlah Jumlah
pasienpasien
TB Anak yg sembuh
TBLengkap
Anak dan Pengobatan
yang diobati x 100%
Jumlah pasien TB Anak yg diobati
Lengkap
Jumlah pasien TB Anak yg diobati x 100%
Jumlah pasien TB Anak yg diobati
Angka ini menggambarkan kualitas tatalaksana TB Anak dalam program
Nasional. Angka indikator ini kualitas
Angka ini menggambarkan diharapkantatalaksana
sebesar TB 85%.Anak dalam
Apabila program
kurang dari
Angka
Nasional. ini menggambarkan
Angka indikator ini kualitas
diharapkantatalaksana
sebesar TB
85%.
angka yang diharapkan maka perlu dilakukan evaluasi pemantauan pengobatan Anak dalam
Apabila program
kurang dari
Nasional.
angka yang Angka indikator
diharapkan
kasus TB Anak di suatu wilayah.maka ini diharapkan
perlu dilakukan sebesar
evaluasi 85%. Apabila
pemantauan kurang dari
pengobatan
angka TB
kasus yang diharapkan
Anak di suatu maka
wilayah. perlu dilakukan evaluasi pemantauan pengobatan
kasus TB Anak
12) Proporsi AnakdiyangsuatuMenyelesaikan
wilayah. PP INH Diantara Seluruh Anak yang
12) Mendapatkan
Proporsi AnakPPyang INH Menyelesaikan PP INH Diantara Seluruh Anak yang
12) Mendapatkan
Proporsi AnakPP yang
INH Menyelesaikan PP INH Diantara Seluruh Anak yang
Adalah persentase Anak yang menyelesaikan PP INH selama 6 bulan diantara
Mendapatkan
Adalah
seluruh persentase
anak yangPP INH Anak yang menyelesaikan
mendapatkan PP INH. PP INH selama 6 bulan diantara
Adalah persentase Anak yang
seluruh anak yang mendapatkan PP INH. menyelesaikan PP INH selama 6 bulan diantara
seluruh anak yang mendapatkan PP INH.
130
130
130
BAB XIII
130
SISTIM INFORMASI PROGRAM PENGENDALIAN TUBERKULOSIS
Rumus:
Rumus: Jumlah Anak yg menyelesaikan PP INH selama 6 bulan
Rumus: x 100%
Jumlah Jumlah Anak yang mendapatkan PP INH6 bulan
Rumus:Jumlah Anak Anak yg
yg menyelesaikan
menyelesaikan
Jumlah anak yang menyelesaikan PP
PP INH
INH selama
selama 6 bulan x
x 100%
100%
JumlahJumlahAnak yg
Jumlah Anak
PP yang
yang mendapatkan
menyelesaikan
INH selama
Anak PP
PP INH
6 bulanPP INH selama
mendapatkan 6 bulan
x 100%
INH
Angka ini menggambarkan
Jumlah anak yang proporsi
mendapatkan anakPPyang
INH PP x 100%
terlindungi dari kejadian sakit TB
Jumlah Anak yang mendapatkan INH
dari
Angka anak yang terpapar dan terinfeksi TB termasuk anak dengan HIV Positif.
Angka ini
ini menggambarkan
menggambarkan proporsi proporsi anakanak yang
yang terlindungi
terlindungi dari
dari kejadian
kejadian sakit
sakit TB
TB
Angka
dari indikator
anak yang ini diharapkan
terpapar dan sebesar
terinfeksi 100%.
TB Apabila
termasuk kurang
anak dari
dengan angka
HIV yang
Positif.
Angka ini menggambarkan proporsi anak yang terlindungi
dari anak yang terpapar dan terinfeksi TB termasuk anak dengan HIV Positif. dari kejadian sakit TB
diharapkan
Angka makainiperlu
indikator dilakukan evaluasi kepatuhan PPkurang
INH. dari angka yang
dari
Angka anak
indikator ini diharapkan
yang terpapar diharapkan sebesar
dan terinfeksi
sebesar TB 100%.
100%. Apabila
termasuk
Apabilaanak dengan
kurang HIV Positif.
dari angka yang
diharapkan
Angka
diharapkan maka
makainiperlu
indikator dilakukan
diharapkan
perlu dilakukan evaluasi
sebesar
evaluasi kepatuhan
100%. Apabila
kepatuhan PP INH.
PPkurang
INH. dari angka yang
13) Proporsi pasien TB dengan HIV positif yang menerima PPK
diharapkan maka perlu dilakukan evaluasi kepatuhan PP INH.
13) Adalah persentase pasien TBHIV dengan status HIV positif yang menerima PPK.
13) Proporsi
Proporsi pasien
pasien TB TB dengan
dengan HIV positif positif yang
yang menerima
menerima PPK PPK
Indikator ini menggambarkan komitmen dan kemampuan pelaksanaan program
13) Adalah
Adalah persentase
Proporsi pasien TBpasien
persentase dengan
pasien TB
TBHIV dengan
positifstatus
dengan yangHIV
status positif
positif yang
menerima
HIV PPK menerima
yang menerima PPK.PPK.
TB-HIV dalam
Indikator ini pemberian PPKkomitmen kepada pasien TB yang terinfeksi HIV. program
Adalah ini menggambarkan
Indikatorpersentase pasien TBkomitmen
menggambarkan dan
dan kemampuan
dengan status HIV positif pelaksanaan
kemampuan yang menerima
pelaksanaan PPK.
program
TB-HIV
TB-HIV dalam
Indikator pemberian
pemberian PPK
ini menggambarkan
dalam kepada
kepada pasien
PPKkomitmen TB
TB yang
dan kemampuan
pasien yang terinfeksi HIV.
pelaksanaan
terinfeksi HIV. program
Rumus:
TB-HIV dalam pemberian PPK kepada pasien TB yang terinfeksi HIV.
Jumlah pasien TB dengan HIV positif yang menerima PPK
Rumus:
Rumus:
Jumlah selama pengobatan TB menerima PPK x 100%
Jumlah pasien
Rumus: pasien
Jumlah
TB
TB dengan
dengan
pasien TB dengan
HIV
HIV positif
positif
HIV
yang
yang
positif yang menerima PPK
Jumlah pasien TB dengan HIV positif
Jumlah pasien TBselama
menerima dengan
selama pengobatan
HIVpengobatan TB
positif yang
pengobatan
PPK selama TBTB menerimax 100%PPK
x
x 100%
100%
Jumlah
Jumlah pasien
Jumlah selama
pasien
pasien TB
TB dengan
TBpengobatan
dengan
dengan HIV
HIV
HIV positif positif
TB positif x 100%
14) Proporsi pasien TB dengan HIV positif yang mendapat ART
Jumlah pasien TB dengan HIV positif
14) Adalah persentase pasien TBHIV dengan status HIV positif yang menerima ART.
14) Proporsi pasien TB
Proporsi pasien TB dengan
dengan HIV positif positif yang
yang mendapat
mendapat ART ART
Indikator ini menggambarkan komitmen dan kemampuan layanan TB untuk
14) Adalah
Adalah persentase
Proporsi pasien TBpasien
persentase dengan
pasien TB
TBHIV dengan
positifstatus
dengan yangHIV
status positif
positif yang
mendapat
HIV ART menerima
yang menerima ART.ART.
memastikan
Indikator ini pasien TB dengan HIV positif dapat mengakses pengobatan ARV.
Adalah ini menggambarkan
Indikatorpersentase pasien TB dengan
menggambarkan komitmen
komitmen dan
status
dan HIVkemampuan
positif yang
kemampuan layanan
menerima
layanan TB
TB untuk
ART.
untuk
memastikan
Indikator
memastikan ini pasien TB
TB dengan
menggambarkan
pasien HIV
HIV positif
dengan komitmen positif dapat mengakses
mengakses pengobatan
dan kemampuan
dapat layanan TBARV.
pengobatan untuk
ARV.
Rumus:
memastikan pasien TB dengan HIV positif dapat mengakses pengobatan ARV.
Rumus: Jumlah pasien TB dengan HIV positif yang menerima
Rumus: Jumlah pasien TB dengan HIV positif yang
pengobatan
menerimaARV (baru memulai
pengobatan ARV atauyang
(baru memulai melanjutkan
Rumus:Jumlah
Jumlah pasien
pasien TB
TB dengan
dengan
atau melanjutkan
HIV
HIV positif
positif
pengobatan
menerima
ARV)yang menerima x 100%
pengobatan ARV pengobatan
(baru memulai ARV) atau x 100%
melanjutkan
Jumlah
pengobatan pasien
JumlahARV TB dengan
pasien(baru HIV HIV
memulai
TB dengan positif
atauyang
positif menerima
melanjutkan x
Jumlah pasien TB dengan HIV positif x 100%
100%
pengobatan ARVpengobatan (baru memulai
pengobatan ARV)
ARV) atau melanjutkan
Jumlah x 100%
Jumlah pasien TB
TB dengan
pengobatan
pasien ARV)HIV
dengan HIV positif
positif
15) Proporsi Laboratorium yang Mengikuti PME (Pemantapan Mutu Eksternal)
Jumlah pasien TB dengan HIV positif
15) Uji Silang untuk Pemeriksaan Mikroskopis (Pemantapan Mutu Eksternal)
15) Proporsi
Proporsi Laboratorium
Laboratorium yang yang Mengikuti
Mengikuti PME PME (Pemantapan Mutu Eksternal)
Adalah persentase laboratorium yang mengikuti PME Uji Silang diantara seluruh
15) Uji
Uji Silang
Proporsi untuk
untuk Pemeriksaan
SilangLaboratorium Pemeriksaan Mikroskopis
yang Mengikuti
Mikroskopis PME (Pemantapan Mutu Eksternal)
laboratorium
Adalah mikroskopis
persentase TB yang
laboratorium ada di seluruhPME
yang wilayah.Silang diantara seluruh
Uji Silang
Adalah untuk Pemeriksaan
persentase yang mengikuti
laboratorium Mikroskopis mengikuti PME Uji Uji Silang diantara seluruh
Laboratorium
laboratorium mikroskopis
mikroskopis TBTB terdiri dari PRM, PPM, Rumah Sakit, BP4/ BKPM/
Adalah persentase
laboratorium mikroskopis TB yang
laboratorium yang ada
yang di
di seluruh
adamengikuti
seluruhPME wilayah.
Uji Silang diantara seluruh
wilayah.
BBKPM, BLK,mikroskopis
Laboratorium BBLK, dan Laboratorium
TB terdiri dariKlinik Swasta.
laboratorium
Laboratoriummikroskopis
mikroskopisTB TByang
terdiriada di PRM,
dari seluruh
PRM, PPM, Rumah
Rumah Sakit,
wilayah.
PPM, Sakit, BP4/
BP4/ BKPM/
BKPM/
BBKPM, BLK,
Laboratorium BBLK,
mikroskopis dan Laboratorium
TB terdiri
BBKPM, BLK, BBLK, dan Laboratorium Klinik Swasta. dariKlinik
PRM, Swasta.
PPM, Rumah Sakit, BP4/ BKPM/
Rumus: Jumlah labdan
mikroskopis yang mengikuti
BBKPM, BLK, BBLK, Laboratorium Klinik Swasta.
Rumus:Jumlah lab mikroskopis PME UjiyangSilangmengikuti PME Uji Silang
x 100%
Rumus: x 100%
Jumlah Jumlah seluruh
Jumlah seluruh lablab mikroskopis
mikroskopis TB TB
Rumus:Jumlah lab lab mikroskopis
mikroskopis yang yang mengikuti
mengikuti PME PME UjiUji Silang
Silang x
Jumlah seluruh lab x 100%
100%
Jumlah lab mikroskopis
Jumlah seluruhyang lab mikroskopis
mengikuti PME
mikroskopis TB
TB Uji Silang
Angka minimal yang harus dicapai adalah 90%. x 100%
Jumlah seluruh lab mikroskopis TB
Angka minimal 131
Angka minimal yang yang harus
harus dicapai
dicapai adalah
adalah 90%.
90%.
Angka minimal yang harus dicapai adalah 90%. 131
131
131
BAB XIII
SISTIM INFORMASI PROGRAM PENGENDALIAN TUBERKULOSIS
131
Selain dari kinerja pembacaan mikroskopis, kualitas laboratorium juga dilihat
dengan menilai 6 unsur kualitas sediaan mikroskopis, yaitu: kualitas dahak, ukuran,
Selain darikerataan,
ketebalan, kinerja pewarnaan,
pembacaan danmikroskopis,
kebersihan.kualitas laboratorium juga dilihat
dengan menilai 6 unsur kualitas sediaan mikroskopis, yaitu: kualitas dahak, ukuran,
ketebalan, kerataan,
Interpretasi dari suatupewarnaan, dan
laboratorium kebersihan.hasil uji silang dinyatakan terdapat
berdasarkan
kesalahan bila:
Interpretasi
TerdapatdariPPTsuatu
atau laboratorium
NPT berdasarkan hasil uji silang dinyatakan terdapat
kesalahan bila:
Laboratorium tersebut menunjukkan tren peningkatan kesalahan kecil dibanding
Terdapat sebelumnya
periode PPT atau NPT atau kesalahannya lebih tinggi dari rata-rata semua
Laboratorium
fasyankes di tersebut menunjukkan
kabupaten/kota tren peningkatan
tersebut, atau bila kesalahan
kesalahan kecil
kecildibanding
terjadi
periode sebelumnya atau kesalahannya
beberapa kali dalam jumlah yang signifikan. lebih tinggi dari rata-rata semua
fasyankes
Bila terdapatdi3 kabupaten/kota
NPR. tersebut, atau bila kesalahan kecil terjadi
beberapa kali dalam jumlah yang signifikan.
Bila terdapat
Kinerja setiap 3laboratorium
NPR. harus selalu dimonitor secara rutin. Walaupun
laboratorium sudah memiliki kinerja pembacaan mikroskopis yang baik, perhatian
Kinerja perlu
khusus setiap laboratorium
diberikan harus selalu
apabila ditemukan dimonitor
kondisi secara rutin. Walaupun
seperti berikut:
laboratorium sudah memiliki kinerja pembacaan mikroskopis
Terdapat tren peningkatan kesalahan kecil dibanding periode yang baik, perhatian
sebelumnya,
khusus perlu diberikan apabila ditemukan kondisi seperti berikut:
Memiliki kesalahan lebih tinggi dari rata-rata semua fasyankes di
Terdapat tren peningkatan
kabupaten/kota tersebut, kesalahan kecil dibanding periode sebelumnya,
Memiliki kesalahan
Memiliki
kesalahan kecillebih
beberapatinggi dari rata-rata
kali dalam jumlah yang semua fasyankes di
signifikan
kabupaten/kota tersebut,
Setiap fasyankes diharapkan dapat menilai dirinya sendiri dengan memantau tren
Memiliki
hasil kesalahan
interpretasi kecil beberapa
setiap triwulan kali
dandalam jumlah yangkualitas
meningkatkan signifikanpemeriksaan
Setiap fasyankes diharapkan dapat menilai dirinya sendiri dengan memantau tren
laboratorium.
hasil interpretasi setiap triwulan dan meningkatkan kualitas pemeriksaan
17)laboratorium.
Jumlah Laboratorium dengan Frekuensi Partisipasi 4 kali per Tahun
Adalah jumlah laboratorium yang mengikuti PME Uji Silang 4 kali per tahun
17) Jumlah Laboratorium
dibandingkan dengan
dengan jumlah Frekuensiyang
laboratorium Partisipasi 4 kali
mengikuti PME per
UjiTahun
Silang.
Adalah jumlah laboratorium yang mengikuti PME Uji Silang 4 kali per tahun
dibandingkan dengan jumlah laboratorium yang mengikuti PME Uji Silang.
Rumus:
Jumlah lab mikroskopis TB yang mengikuti PME Uji Silang
Rumus: 4 kali TB
Jumlah lab mikroskopis peryang
tahun mengikuti
Jumlah lab PME Uji SilangTB
mikroskopis 4 kali per tahun
yang mengikuti PME Uji Silang x 100%
Jumlah seluruh laboratorium mikroskopis xTB
100%
yang
Jumlah seluruh laboratorium mikroskopis TB
4 kali per tahun
yang mengikuti
mengikuti PMEPMEUji Uji Silang
SIlang x 100%
Jumlah seluruh laboratorium mikroskopis TB yang
Angka minimal yang mengikuti PMEadalah
harus dicapai Uji Silang
90%.
Indikator ini dinilai setiap akhir tahun. Indikator ini menunjukkan keteraturan
Angka minimal
laboratorium yang
dalam harus dicapai
mengikuti adalah 90%.
uji silang.
Indikator ini dinilai setiap akhir tahun. Indikator ini menunjukkan keteraturan
18) laboratorium
Proporsi dalam
pasien TBmengikuti
RR/MDRuji silang.
yang terkonfirmasi dibanding perkiraan kasus
TB RR/ MDR yang ada
18) Proporsi
Adalah pasien TBpasien
persentase RR/MDRTByang terkonfirmasi
RR/MDR dibanding dibanding
yang terkonfirmasi perkiraan jumlah
kasus
TB RR/ MDR yang ada
perkiraan kasus TB RR/MDR yang ada di wilayah tersebut.
Adalah persentase pasien TB RR/MDR yang terkonfirmasi dibanding jumlah
perkiraan kasus TB RR/MDR yang ada di wilayah tersebut. 133
133
BAB XIII
SISTIM INFORMASI PROGRAM PENGENDALIAN TUBERKULOSIS
133
Rumus: Jumlah pasien TB RR/MDR yang terkonfirmasi
dalam 1 tahun
Jumlah pasien TB RR/MDR yang terkonfirmasix dalam
100% 1
Jumlah perkiraan kasustahun
TB RR/MDR di wilayah
tersebut dalam 1 tahun x 100%
Jumlah perkiraan kasus TB RR/MDR di wilayah tersebut
dalam 1 tahun
Jumlah pasien TB RR/MDR yang terkonfirmasi dan yang dilakukan uji kepekaan
OAT lini kedua bersumber pada TB.06 MDR.
Rumus:
Jumlahpasien
Jumlah pasien TB
TBRR/MDR
RR/MDR yang diobati
yang diobatix 100%
Jumlah kasus TB RR/MDR yang ditemukan x 100%
Jumlah kasus TB RR/MDR yang ditemukan
134
BAB XIII
134
SISTIM INFORMASI PROGRAM PENGENDALIAN TUBERKULOSIS
Jumlah pasien TB RR/MDR yang ditemukan dan yang diobati bersumber pada
Jumlah
TB.06 MDRpasiendanTB RR/MDR
TB.01 MDR.yang ditemukan dan yang diobati bersumber pada
TB.06 MDR dan TB.01 MDR.
Angka minimal yang harus dicapai adalah 100%.
Angka minimal
Indikator yang harus
ini dihitung dicapai
setiap adalah
triwulan 100%. alat ukur keberhasilan upaya
sebagai
Indikator
memastikan ini semua
dihitung setiap
pasien TBtriwulan
RR/MDRsebagai alat ukurdiobati
yang ditemukan keberhasilan
sehingga upaya
rantai
memastikan semua pasien TB RR/MDR yang ditemukan diobati sehingga
penularan bisa diputus. Pencapaian target ini sangat tergantung pada efektifitas rantai
DR. penularan
kegiatan KIE bisa diputus.
yang Pencapaian
dilakukan targetmaupun
di fasyankes ini sangat tergantung pada efektifitas
masyarakat.
an kegiatan KIE yang dilakukan di fasyankes maupun masyarakat.
TB 21) Angka keberhasilan pengobatan TB RR/MDR atau Treatment Success Rate
21) Angka
Adalah keberhasilan pengobatanTB
Keberhasilan Pengobatan TBRR/MDR
RR/MDRadalah
atau Treatment
angka yangSuccess Rate
menunjukkan
Adalah Keberhasilan
persentase pasien TB Pengobatan
RR/MDR TB yang RR/MDR adalah angka
menyelesaikan yang menunjukkan
pengobatan (baik yang
persentase
sembuh maupun pasien pengobatan
TB RR/MDRlengkap) yang menyelesaikan
diantara pasien pengobatan
TB RR/MDR(baik yang
TB sembuh maupun demikian
diobati. Dengan pengobatan angkalengkap) diantara pasien
ini merupakan TB RR/MDR
penjumlahan yang
dari angka
diobati.
kesembuhanDengan demikian
dan angka angka ini
pengobatan merupakan penjumlahan dari angka
lengkap.
kesembuhan dan angka pengobatan lengkap.
asi Rumus:
Rumus:
Jumlah pasien TB RR/MDR
Jumlah pasien TB RR/MDRyangyang menyelesaikan
menyelesaikan pengobatan
kan
an Jumlah pasien TB (sembuh+pengobatan
RR/MDR
(sembuh
pengobatan yang menyelesaikan
+ pengobatan pengobatan
lengkap)x 100%
lengkap) x 100%
sus (sembuh + pengobatan
Jumlah pasien TB RR/MDR yang diobati
Jumlah pasien TB RR/MDR yang lengkap)
diobati x 100%
Jumlah pasien TB RR/MDR yang diobati
Angka minimal yang harus dicapai adalah 75%.
Angka minimal yang harus dicapai adalah 75%.
3. Supervisi Program Pengendalian Tuberkulosis
3. Supervisi
Supervisi Program
TB bertujuanPengendalian
meningkatkanTuberkulosis
kinerja petugas, melalui suatu proses yang
Supervisi
sistematis TB bertujuan
untuk meningkatkan
meningkatkan kinerja petugas,
pengetahuan petugas, melalui suatu proses
meningkatkan yang
ketrampilan
sistematis untuk meningkatkan pengetahuan petugas, meningkatkan
petugas, memperbaiki sikap petugas dalam bekerja dan meningkatkan motivasi petugas. ketrampilan
aan
an petugas, memperbaiki sikap petugas dalam bekerja dan meningkatkan motivasi petugas.
Hal-hal yang dilakukan selama supervisi adalah:
Hal-hal yang dilakukan selama supervisi adalah:
Observasi
Observasi
Diskusi
lur Diskusi
Bantuan teknis
TB Bantuan teknis mendiskusikan permasalahan yang ditemukan
Bersama-sama
Bersama-sama
Mencari pemecahanmendiskusikan
permasalahan permasalahan
bersama-sama, yang ditemukan
dan
Mencari pemecahan permasalahan bersama-sama, dan
Memberikan laporan berupa hasil temuan serta memberikan rekomendasi dan saran
DR Memberikan
perbaikan. laporan berupa hasil temuan serta memberikan rekomendasi dan saran
perbaikan.
Supervisi merupakan kegiatan monitoring langsung dan kegiatan pembinaan untuk
Supervisi merupakan
mempertahankan kegiatanstandar
kompetensi monitoring
melalui langsung
on the jobdantraining.
kegiatan pembinaan
Supervisi untuk
juga dapat
mempertahankan
dimanfaatkan sebagaikompetensi
evaluasistandar
pasca melalui on theuntuk
pelatihan bahan Supervisi
job training. masukan juga dapat
perbaikan
dimanfaatkan
pelatihan yang sebagai
akan datang.evaluasi pasca pelatihan untuk bahan masukan perbaikan
pelatihan yang akan datang.
135
134
34 135
BAB XIII
SISTIM INFORMASI PROGRAM PENGENDALIAN TUBERKULOSIS
135
Supervisi harus dilaksanakan di semua tingkat dan disemua unit pelaksana, karena
dimanapun petugas bekerja akan tetap memerlukan bantuan untuk mengatasi masalah
dan kesulitan yang mereka temukan. Suatu umpan balik tentang kinerja harus selalu
diberikan untuk memberikan dorongan semangat kerja.
a. Perencanaan Supervisi
Sebelum melaksanakan supervisi efektif perlu dilakukan perencanaan dengan baik,
sehingga supervisi dapat mencapai tujuannya. Hal-hal yang penting diperhatikan
didalam perencanaan supervisi adalah:
1) Supervisi harus dilaksanakan secara rutin dan teratur pada semua tingkat.
• Supervisi ke faskes (misalnya: Puskesmas, RS, BBKPM/BKPM, termasuk
laboratorium) harus dilaksanakan sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan sekali.
• Supervisi ke kabupaten/kota dilaksanakan sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan
sekali, dan
• Supervisi ke provinsi dilaksanakan sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sekali.
b. Persiapan supervisi
Persiapan perlu dilakukan agar pelaksanaan supervisi mencapai tujuannya secara
efektif dan efisien. Persiapan supervisi meliputi:
1) Penyusunan jadual kegiatan.
2) Pengumpulan informasi pendukung.
3) Pemberitahuan atau perjanjian ke faskes/dinkes/instansi yang akan dikunjungi.
4) Penyiapan atau pengembangan daftar tilik supervisi.
5) Menyusun kerangka laporan.
c. Pelaksanaan supervisi.
Dalam pelaksanaan supervisi hal-hal yang perlu diperhatikan, terutama:
1) Kepribadian supervisor:
• Mempunyai kepribadian yang menyenangkan dan bersahabat.
136
BAB XIII
136
SISTIM INFORMASI PROGRAM PENGENDALIAN TUBERKULOSIS
• Mampu membina hubungan baik dengan petugas di faskes/dinkes/instansi yang
dikunjungi.
• Menjadi pendengar yang baik, penuh perhatian, empati, tanggap terhadap
masalah yang disampaikan, dan bersama-sama petugas mencari pemecahan.
• Melakukan pendekatan fasilitatif, partisipatif dan tidak instruktif.
137
BAB XIII
SISTIM INFORMASI PROGRAM PENGENDALIAN TUBERKULOSIS
137
3. Mengumpulkan data untuk mendukung perumusan kebijakan untuk intervensi tertentu.
Riset operasional TB perlu disesuaikan dan diprioritaskan sesuai kondisi epidemi TB dan
Strategi Program Pengendalian TB di Indonesia, maka dibutuhkan riset operasional untuk:
1. Memperbaiki kualitas program:
a. Peningkatan aksesibilitas pencegahan, diagnosis, dan pengobatan TB dan TB-HIV
b. Terbentuk kerjasama pihak pelayanan pemerintah dan swasta dalam penanggulangan
TB.
c. Terbentuk kerjasama antara penanggungjawab program TB, dengan program
kesehatan lain yang terkait, seperti Penangulangan HIV, Penanggulangan Penyakit
Tidak Menular-Diabetes Melitus.
d. Mengoptimalkan akses dan kepatuhan pengobatan pengobatan TB,
e. Peningkatan akses pengobatan bagi orang dengan TB resistan obat.
2. Peningkatan peran-serta masyarakat umum & khusus (LSM, Kaum Bisnis, dll).
a. Mengembangkan metode yang menggerakan peran-serta masyarakat termasuk
komponen pendanaan yang mampu meningkatkan efektivitas program.
b. Mengembangkan perilaku yang mampu menekan penularan TB.
3. Mengubah perilaku masyarakat dan penyedia layanan
a. Mengembangkan metode perubahan perilaku masyarakat.
b. Mengembangkan metode yang mengubah perilaku penyedia layanan.
4. Upaya intensifikasi penemuan kasus TB yang dilihat dari sisi penyedia layanan maupun
masyarakat rentan.
a. Meningkatkan akses layanan pengobatan pada populasi rentan dan termarjinalkan.
b. Memperkuatkan integrasi layanan TB dan HIV.
139
BAB XIII
SISTIM INFORMASI PROGRAM PENGENDALIAN TUBERKULOSIS
139
c. Upaya mencegah penularan TB di fasilitas kesehatan, keluarga, dan masyarakat.
140
BAB XIII
140
SISTIM INFORMASI PROGRAM PENGENDALIAN TUBERKULOSIS
BAB XIV
BAB XIV
PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN PROGRAM
PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN PROGRAM
PENGENDALIAN TUBERKULOSIS
PENGENDALIAN TUBERKULOSIS
Anggaran merupakan hasil dari proses perencanaan, merupakan suatu rencana jangka
pendek yang disusun berdasarkan dari rencana kegiatan jangka panjang yang telah
ditetapkan dalam proses penyusunan program untuk mencapai tujuan atau kondisi tertentu
yang diinginkan dengan berbagai sumber daya.
137
BAB XIV
PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN PROGRAM PENGENDALIAN TUBERKULOSIS
141
1. APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara)
Alokasi pembiayaan dari APBN digunakan untuk membiayai pelaksanaan kegiatan
program TB nasional, namun dalam upaya meningkatkan kualitas program di daerah,
Kementerian Kesehatan dalam hal ini Sub Direktorat TB melimpahkan kewenangan
untuk mengelola dana APBN dengan melibatkan pemerintah daerah dengan mekanisme
sebagai berikut:
a. Dana dekosentrasi (dekon) yaitu dana dari pemerintah pusat (APBN) yang diberikan
kepada pemerintah daerah sebagai instansi vertikal yang digunakan sesuai dengan
tugas pokok dan fungsi. Dana dekonsentrasi untuk program pengendalian TB
digunakan untuk memperkuat jejaring kemitraan di daerah melalui lintas program dan
lintas sektor, meningkatkan monitoring dan evaluasi program pengendalian TB di
kabupaten/kota melalui pembinaan teknis, meningkatkan kompetensi petugas TB
melalui pelatihan tatalaksana program TB.
b. Dana alokasi khusus (DAK) bidang kesehatan adalah dana perimbangan yang
ditujukan untuk menciptakan keseimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah dalam Pembangunan Kesehatan di Daerah. Dana ini diserahkan
kepada daerah melalui pemerintah daerah kabupaten/kota untuk menyediakan sarana
dan prasarana pelayanan kesehatan seperti alat dan bahan penunjang di laboratorium
dalam rangka diagnosis TB dan perbaikan infrastruktur di kabupaten/kota termasuk
gudang obat,
c. Bantuan operasional kesehatan (BOK) diserahkan kepada fasilitas pelayanan
kesehatan untuk membiayai operasional petugas, dan dapat digunakan sebagai
transport petugas fasilitas pelayanan kesehatan dalam rangka pelacakan kasus yang
mangkir TB, pencarian kontak TB
3. Dana Hibah
Kementerian Kesehatan dalam hal ini Sub Direktorat TB merupakan salah satu program
yang mendapat kepercayaan menerima dana hibah dari luar negeri. Saat ini berbagai
keberhasilan telah banyak dicapai oleh program TB, namun sebagian besar pembiayaan
masih tergantung kepada donor (PHLN).
Hibah dari Global Fund merupakan bagian terpenting dari keseluruhan dana untuk
program TB, permasalahan yang terkait dengan pendanaan donor (restriksi/suspend)
akan berdampak secara langsung terhadap kinerja program. Kondisi saat ini hampir 61%
dana operasional pengendalian TB terutama di provinsi dan kabupaten/kota dibiayai oleh
Global Fund, walaupun sudah ada kebijakan proporsi pemerintah (APBN) dari 23% pada
139
BAB XIV
PERENCANAAN DAN PENGGANGARAN PROGRAM PENGENDALIAN TUBERKULOSIS
143
d. Menyediakan dan meningkatkan kemampuan tenaga kesehatan pengendalian TB di
fasilitas pelayanan kesehatan
e. Monitoring, evaluasi dan pembinaan teknis kegiatan pengendalian TB
f. Pendanaan kegiatan operasional pengendalian TB yang terkait dengan tugas pokok
dan fungsi
g. Pemantapan surveilans epidemiologi TB di tingkat kabupaten/kota
Pembagian peran dan wewenang dalam program pengendalian TB tidak hanya yang
bersifat vertikal namun juga horisontal dimana keterlibatan dari lintas program, lintas sektor
dan unit pelaksana teknis dari Direktorat Jenderal PP&PL seperti Kantor Kesehatan
Pelabuhan (KKP) dan B/BTKL sesuai dengan tugas, pokok dan fungsi masing-masing.
143
BAB XIV
PERENCANAAN DAN PENGGANGARAN PROGRAM PENGENDALIAN TUBERKULOSIS
147
TAMBAHAN TB HIV PADA ANAK
Anak terinfeksi HIV mempunyai risiko lebih besar untuk terpapar, terinfeksi, dan sakit TB.
Risiko ini dipengaruhi oleh derajat imunosupresinya. Setiap anak yang terinfeksi HIV di
wilayah endemis TB harus diinvestigasi status TB nya secara regular pada saat melakukan
kunjungan ke Fasyankes dengan cara melakukan penilaian klinis terlebih dahulu. Pada
daerah endemis TB dan HIV, TB banyak ditemukan pada anak terinfeksi HIV, sebaliknya
infeksi HIV banyak ditemukan pada anak sakit TB. Tes HIV dianjurkan dilakukan secara rutin
pada semua anak yang didiagnosis sakit TB dengan metode TIPK
Tuberkulosis pada anak terinfeksi HIV (selain TB milier, meningitis TB dan TB tulang) harus
diberikan 4 macam obat (RHZE) selama 2 bulan pertama dilanjutkan RH selama 4-7 bulan.
Bila menunjukkan perbaikan klinis dilanjutkan dengan INH saja selama 6 bulan untuk mencegah
kekambuhan
Pada meningitis TB, TB milier, dan TB tulang diberikan RHZE selama 2 bulan pertama dilanjutkan
RH sampai 12 bulan.
PETUNJUK PRAKTIS
Dosis OAT yaitu INH 10 mg/KgBB/hari (maksimal 300 mg), Rifampisin 15 mg/KgBB/hari (maksimal
600 mg), PZA 35 mg/KgBB/hari (maksimal 2000 mg), Etambutol 20 mg/KgBB/hari (maksimal 1250
mg)
Pada meningitis TB, TB milier dengan distress pernapasan, efusi pleura dan efusi perikardial
diberikan tambahan kortikosteroid berupa prednison 1 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis selama 6
minggu, selanjutnya di-tapering-off selama 6 minggu.