Anda di halaman 1dari 14

PEDOMAN TRIASE

UPTD PUSKESMAS KAMPUNG BUGIS

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas adalah fasilitas pelayanan
kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan
perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk
mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 75 Tahun 2014 puskesmas mempunyai tugas
melaksanakan kebijakan kesehatan untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah
kerjanya dalam rangka mendukung terwujudnya kecamatan sehat. Dalam melaksanakan tugas
sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 75 Tahun 2014, Puskesmas
menyelenggarakan fungsi :
1. Penyelenggaraan UKM tingkat pertama di wilayah kerjanya
2. Penyelenggaraan UKP tingkat pertama di wilayah kerjanya.
Dalam kegiatan UKP puskesmas melayani kegiatan gawat darurat terbatas, hal ini
dikarenakan keterbatasan sarana dan SDM puskesmas.

B. Tujuan
Triase memiliki tujuan sebagai pedoman bagi dokter dan perawat puskesmas untuk mengkaji secara cepat
dan fokus dalam menangani pasien berdasarkan tingkat kegawat daruratan, trauma, atau penyakit dengan
mempertimbangkan penanganan dan sumber daya yang ada.

C. Ruang Lingkup Pelayanan


Kegiatan TRIASE dalam penyelenggaraan UKP poin pelayanan gawat darurat terbatas

D. Sasaran
Sasaran dari pedoman ini adalah semua tenaga kesehatan di UPTD Puskesmas Kampung Bugis baik
dokter, perawat, ataupun bidan.

E. Batasan Operasional
Kegiatan Triase adalah kegiatan pemilahan pasien yang datang di Ruang Tindakan dengan di
bedakan menjadi 4 kriteria yaitu :
1. Pasien meninggal
2. Pasien potensial tidak tertolong
3. Pasien yang potensial tertolong dengan kemungkinan berhasil asal cepat ditangani
4. Pasien yang potensi tidak masalah.

F. Landasan Hukum
1. Undang – undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
2. Peraturan Menteri Kesehatan No.75 Tahun 2014 Tentang Pusat Kesehatan Masyarakat.

2
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia

NO JABATAN KUALIFIKASI
1 Dokter S1 Kedokteran
2 Perawat DIII Keperawatan
3 Bidan DIII Kebidanan
4 RM DIII Rekam medis
5 Apoteker SMK farmasi

B. Distribusi Ketenagaan

Pada jam kerja (08.00 – 15.00) distribusi ketenagaan di Ruang Tindakan.

C. Jadual Kegiatan
1. Pengaturan kegiatan upaya kesehatan dilakukan bersama oleh para pemegang program dalam
kegiatan lokakarya mini bulanan maupun tribulanan/lintas sektor, dengan persetujuan kepala
puskesmas.
2. Jadwal kegiatan upaya kesehatan dibuat untuk jangka waktu satu tahun, dan di break down
dalam jadwal kegiatan bulanan dan dikoordinasikam setiap pada awal bulan sebelum
pelaksanaan jadwal.
3. Secara keseluruhan jadwal dan perencanaan kegiatan upaya kesehatan di koordinasikan oleh
Kepala UPTD Puskesmas Kampung Bugis.

3
BAB III
STANDAR FASILITAS

A. Denah Ruang

B. Standar Fasilitas
1. Tempat ruangan ada di lantai bawah
2. Mudah di akses
3. Ventilasi cukup
4. Emergency kit
5. EKG
6. Minor set
7. Ambulance
8. Administrasi
a. Inform consent
b. Lembar RM

4
BAB IV
TATALAKSANA PELAYANAN TRIASE

Triase adalah cara pemilahan penderita untuk menentukan prioritas penanganan pasien berdasarkan
tingkat kegawatanya dan masalah yang terjadi pada pasien. Triase terutama dilakukan di ruang tindakan.
Pelaksanaan Triase di dalam keadaan sehari hari dilakukan oleh dokter dan atau perawat yang kompeten
di ruang tindakan. Sedangkan dalam keadaan bencana dilakukan oleh perawat dan dilakukan di luar atau
di depan gedung puskesmas. Triase dilakukan untuk mengidentifikasi secara cepat korban yang
membutuhkan stabilisasi segera dan mengidentifikasi korban yang hanya dapat diselamatkan dengan
pembedahan darurat (life-saving surgery. Dalam aktivitasnya, digunakan label pasien merah, hijau, dan
hitam sebagai kode identifikasi korban.
Proses dimulai ketika pasien masuk ke pintu Ruang Tindakan Puskesmas. Trenggalek, perawat harus
mulai memperkenalkan diri, kemudian menanyakan riwayat singkat dan melakukan pengkajian serta
pemeriksaan tanda-tanda vital, misalnya melihat sekilas kearah pasien yang berada di brankar sebelum
mengarahkan ke ruang perawatan yang tepat.
Pengumpulan data subyektif harus dilakukan dengan cepat, tidak lebih dari 5 menit karena pengkajian
ini tidak termasuk pengkajian perawat penanggung jawab pasien. Perawat dan dokter bertanggung jawab
untuk menempatkan pasien di area pengobatan yang tepat. Tanpa memikirkan dimana pasien pertamakali
ditempatkan setelah triase, setiap pasien tersebut harus dikaji ulang oleh perawat sedikitnya setiap 30
menit.
Untuk pasien yang dikategorikan sebagai pasien yang mendesak atau gawat darurat, pengkajian
dilakukan setiap 1 menit. Setiap pengkajian ulang harus didokumentasikan dalam rekam medis. Informasi
baru akan mengubah kategorisasi keakutan dan lokasi pasien di area pengobatan.
Bila kondisi pasien ketika datang sudah tampak tanda-tanda obyektif bahwa pasien mengalami
gangguan pada airway, breathing dan circulation, maka pasien ditangani dahulu. Pengkajian awal hanya
didasarkan atas data obyektif dan data subyektif sekunder dari pihak keluarga. Setelah keadaan pasien
membaik, data pengkajian kemudian dilengkapi dengan data subyektif yang berasal langsung dari pasien.
Kategori triase
Kegawatan pasien berdasarkan skala triase :

a. Segera - Immediate (Warna Merah)


Pasien mengalami cedera mengancam jiwa yang kemungkinan besar dapat hidup bila ditolong
segera.

b. Tunda - Delayed (Warna Kuning)


Pasien memerlukan tindakan definitive tetapi tidak ada ancaman jiwa segera

c. Minimal (Warna Hijau)


Pasien mendapat cedera minimal, dapat berjalan dan menolong diri sendiri atau mencari
pertolongan

5
d. Expectant (Warna Hitam)
Pasien mengalami cedera mematikan dan akan meninggal meskipun mendapat pertolongan

1. Merah, sebagai penanda korban yang membutuhkan stabilisasi segera dan korban yang mengalami:
▪ Syok oleh berbagai kausa
▪ Gangguan pernapasan
▪ Trauma kepala dengan pupil anisokor
▪ Perdarahan eksternal massif.
Pemberian perawatan lapangan intensif ditujukan bagi korban yang mempunyai kemungkinan hidup
lebih besar, sehingga setelah perawatan di lapangan ini penderita lebih dapat mentoleransi proses
pemindahan ke Rumah Sakit, dan lebih siap untuk menerima perawatan yang lebih invasif. Triase ini
korban dapat dikategorisasikan kembali dari status “merah” menjadi “kuning” (misalnya korban dengan
tension pneumothorax yang telah dipasang drain thoraks (WSD).

2. Kuning, sebagai penanda korban yang memerlukan pengawasan ketat, tetapi perawatan dapat ditunda
sementara. Termasuk dalam kategori ini:
▪ Korban dengan risiko syok (korban dengan gangguan jantung, trauma abdomen)
▪ Fraktur multipel
▪ Fraktur femur / pelvis
▪ Luka bakar luas
▪ Gangguan kesadaran / trauma kepala
▪ Korban dengan status yang tidak jelas
Semua korban dalam kategori ini harus diberikan infus, pengawasan ketat terhadap kemungkinan
timbulnya komplikasi, dan diberikan perawatan sesegera mungkin.

3. Hijau, sebagai penanda kelompok korban yang tidak memerlukan pengobatan atau pemberian
pengobatan dapat ditunda, mencakup korban yang mengalami:
▪ Fraktur minor
▪ Luka minor, luka bakar minor
▪ Korban dalam kategori ini, setelah pembalutan luka dan atau pemasangan bidai dapat dipindahkan
pada akhir operasi lapangan.
▪ Korban dengan prognosis infaust, jika masih hidup pada akhir operasi
lapangan, juga akan dipindahkan ke fasilitas kesehatan.

4. Hitam, sebagai penanda korban yang telah meninggal dunia.

6
Alur proses triase

a. Pasien datang diterima petugas Ruang Tindakan


b. Di ruang triase dilakukan anamneses dan pemeriksaan singkat dan cepat (selintas) untuk menentukan
derajat kegawatannya oleh perawat dan mencatat waktu datang pasien.
c. Bila jumlah penderita/ korban melebihi kapasitas ruangan Ruang Tindakan, maka triase dapat
dilakukan di luar ruang triase (di depan Ruang Tindakan)
d. Penderita dibedakan menurut kegawatannya dan mendapatkan prioritas pelayanan dengan urutan
warna merah, kuning, hijau, hitam
e. Pasien kategori triage merah dapat langsung diberikan pengobatan di Ruang Tindakan. Tetapi bila
memerlukan tindakan medis lebih lanjut pasien dapat dirujuk ke rumah sakit setelah dilakukan
stabilisasi.
f. Pasien kategori triage kuning yang memerlukan tindakan medis lebih lanjut dapat menunggu giliran
setelah pasien kategori triage merah selesai ditangani.
g. Pasien kategori triage hijau dapat dipindahkan ke rawat jalan atau bila memungkinkan dapat
dipulangkan
h. Pasien kategori triage hitam jika sudah dinyatakan meninggal dikembalikan keluarga.

7
BAB V
LOGISTIK

Logistik yang harus tersedia


1. Bahan habis pakai
2. Material resusitasi
3. Lembar administrasi

8
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN

A. Keselamatan Pasien
Definisi Keselamatan Pasien adalah Keselamatan pasien (patient safety) Puskesmas adalah
suatu sistem dimana Puskesmas membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi :
assessmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien,
pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta
implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko, Sistem tersebut diharapkan dapat
mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan
atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan.

B. Upaya untuk keselamatan pasien


1. Perhatikan Nama Obat, Rupa dan Ucapan Mirip (Look-Alike, Sound-Alike Medication Names)
2. Pastikan Identifikasi pasien
3. Komunikasi secara benar saat serah terima/pengoperan pasien
4. Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar
5. Kendalikan cairan elektrolit pekat (concentrated)
6. Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan
7. Hindari salah kateter dan salah sambung slang (tube)
8. Gunakan alat injeksi sekali pakai
9. Tingkatkan kebersihan tangan (Hand hygiene) untuk pencegahan infeksi nosokomial

C. Tujuan untuk menjaga keselamatan pasien


Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit
1. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat
2. Menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD) di rumah sakit
3. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan kejadian tidak
diharapkan.

9
BAB VII
KESELAMATAN KERJA

Definisi Keselamatan kerjamerupakan salah sau faktor yang harus dilakukan selama
bekerja. Tidak ada seorang pun didunia ini yang menginginkan terjadinya kecelakaan. Keselamatan
kerja sangat bergantung. pada jenis, bentuk, dan lingkungan dimana pekerjaan itu
dilaksanakan.Unsur-unsur penunjang keselamatan kerja adalah sebagai berikut :
1. Adanya unsur-unsur keamanan dan kesehatan kerja yang telah dijelaskan diatas.
2. Adanya kesadaran dalam menjaga keamanan dan kesehatan kerja.
3. Teliti dalam bekerja
4. Melaksanakan Prosedur kerja dengan memperhatikan keamanan dan kesehatan kerja.

Upaya untuk menjaga keselamatan kerja dari pegawai puskesmas akibat pekerjaan adalah
dengan memberlakukan kebijakan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada seluruh karyawan
pada saat melaksanakan prosedur Triase.
Alat Pelindung Diri (APD) merupakan peralatan pelindung yang digunakan oleh seorang pekerja
untuk melindungi dirinya dari kontaminasi lingkungan. APD dalam bahasa Inggris dikenal dengan
sebutan Personal Protective Equipment (PPE). Dengan melihat kata "personal" pada kata PPE
terebut, maka setiap peralatan yang dikenakan harus mampu memperoteksi si pemakainya. Sebagai
contoh, proteksi telinga (hearing protection) yang melindungi telinga pemakainya dari transmisi
kebisingan, masker dengan filter yang menyerap dan menyaring kontaminasi udara, dan jas
laboratorium yang memberikan perlindungan pemakainya dari kontaminisasi bahan kimia.
APD dapat berkisar dari yang sederhana hingga relatif lengkap, seperti baju yang menutup
seluruh tubuh pemakai yang dilengkapi dengan masker khusus dan alat bantu pernafasan yang
dikenakan dikala menangani tumpahan bahan kimia yang sangat berbahaya. APD yang sering
dipakai a.I., proteksi kepala (mis., helm), proteksi mata dan wajah (mis., pelindung muka, kacamata
pelindung), respirator (mis., masker dengan filter), pakaian pelindung (mis., baju atau jas yang tahan
terhadap bahan kimia), dan proteksi kaki (mis., sepatu tahan bahan kimia yang menutupi kaki hingga
mata kaki).
1. Perlindungan Mata dan Wajah.
Proteksi mata dan wajah merupakan persyaratan yang mutlak yang harus dikenakan oleh
pemakai dikala bekerja dengan bahan kimia. Hal ini dimaksud untuk melindungi mata dan wajah dari
kecelakaan sebagai akibat dari tumpahan bahan kimia, uap kimia, dan radiasi.
2. Perlindungan Badan
Baju yang dikenakan selama bekerja di laboratorium, yang dikenal dengan sebutan jas
laboratorium ini, merupakan suatu perlengkapan yang wajib dikenakan sebelum memasuki
laboratorium. Jas laboratorium yang kerap sekali dikenal oleh masyarakat pengguna bahan kimia ini
terbuat dari katun dan bahan sintetik. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika Anda
menggunakan jas laboratorium, kancing jas laboratorium tidak boleh dikenakan dalam kondisi tidak
terpasang dan ukuran dari jas laboratorium pas dengan ukuran badan pemakainya.
Jas laboratorium merupakan pelindung badan Anda dari tumpahan bahan kimia dan api
sebelum mengenai kulit pemakainya. Jika jas laboratorium Anda terkontaminasi oleh tumpahan
bahan kimia, lepaslah jas tersebut secepatnya. Selain jas laboratorium, perlindungan badan lainnya

10
adalah Apron dan Jumpsuits. Apron sering kali digunakan untuk memproteksi diri dari cairan yang
bersifat korosif dan mengiritasi. Perlengkapan yang berbentuk seperti celemek ini biasanya terbuat
dari karet atau plastik.Untuk apron yang terbuat dari plastik, perlu digarisbawahi, bahwa tidak
dikenakan pada area larutan yang mudah terbakar dan bahan-bahan kimia yang dapat terbakar
yang dipicu oleh elektrik statis, karena apron jenis ini dapat mengakumulasi loncatan listrik
statis. Baju parasut ini terbuat dari material yang dapat didaur ulang. Bahan dari peralatan
perlindungan badan ini haruslah mampu memberi perlindungan kepada pekerja laboratorium dari
percikan bahan kimia, panas, dingin, uap lembab, dan radiasi.
3. Pelindungan Tangan
Kontak pada kulit tangan merupakan permasalahan yang sangat penting apabila Anda
terpapar bahan kimia yang korosif dan beracun. Sarung tangan menjadi solusi bagi Anda. Tidak
hanya melindungi tangan terhadap karakteristik bahaya bahan kimia tersebut, sarung tangan juga
dapat memberi perlindungan dari peralatan gelas yang pecan atau rusak, permukaan benda yang
kasar atau tajam, dan material yang panas atau dingin.
Bahan kimia dapat dengan cepat merusak sarung tangan yang Anda pakai jika tidak
dipilih bahannya dengan benar berdasarkan bahan kimia yang ditangani. Selain itu, kriteria yang lain
adalah berdasarkan pada ketebalan dan rata-rata daya tembus atau terobos bahan kimia ke kulit
tangan. Sarung tangan harus secara periodik diganti berdasarkan frekuensi pemakaian dan
permeabilitas bahan kimia yang ditangani. Jenis sarung tangan yang sering dipakai di laboratorium,
diantaranya, terbuat dari bahan karet, kulit dan pengisolasi (asbestos) untuk temperatur tinggi.
Jenis karet yang digunakan pada sarung tangan, diantaranya adalah karet butil atau
alam, neoprene, nitril, dan PVC (Polivinil klorida). Semua jenis sarung tangan tersebut dipilih
berdasarkan bahan kimia yang akan ditangani. Sebagai contoh, sarung tangan yang terbuat dari
karet alam baik apabila Anda bekerja dengan Ammonium hidroxida, tetapi tidak baik bila bekerja
dengan Dietil eter.

4. Perlindungan Pernafasan
Kontaminasi bahan kimia yang paling sering masuk ke dalam tubuh manusia adalah lewat
pernafasan. Banyak sekali partikel-partikel udara, debu, uap dan gas yang dapat membahayakan
pernafasan. Laboratorium merupakan salah satu tempat kerja dengan bahan kimia yang
memberikan efek kontaminasi tersebut. Oleh karena itu, para pekerjanya harus memakai
perlindungan pernafasan, atau yang lebih dikenal dengan sebutan masker, yang sesuai. Pemilihan
masker yang sesuai didasarkan pada jenis kontaminasi, kosentrasi, dan batas paparan. Beberapa
jenis perlindungan pernafasan dilengkapi dengan filter pernafasan yang berfungsi untuk menyaring
udara yang masuk. Filter masker tersebut memiliki masa pakai. Apabila tidak dapat menyaring udara
yang terkontaminasi lagi, maka filter tersebut harus diganti.
Dari informasi mengenai beberapa APD diatas, maka setiap pengguna bahan kimia
haruslah mengerti pentingnya memakai APD yang sesuai sebelum bekerja dengan bahan kimia.
Selain itu, setiap APD yang dipakai harus sesuai dengan jenis bahan kimia yang ditangani. Semua
hal tersebut tentunya mempunyai dasar, yaitu kesehatan dan keselamatan kerja di laboratorium.
Ungkapan mengatakan bahwa "Lebih baik mencegah daripada mengobati". APD merupakan solusi
pencegahan yang paling mendasar dari segala macam kontaminasi dan bahaya akibat bahan kimia.

11
Jadi, tunggu apa lagi. Gunakanlah APD sebelum bekerja dengan bahan kimia. (Sumakmur,
keselamatan kerja dan pencegahan kecelakaan,CV. Masagung, Jakarta 1989)

5. Pelindung kaki
Sepatu yang dipakai selama bekerja merupakan suatu perlengkapan yang wajib
dikenakan untuk melindungi kaki dari bahaya – bahaya yang dapat membahayakan kaki.

Tujuan menjaga keselamatan pegawai puskesmas adalah untuk


1. Tujuan Umum
Untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja bagi seluruh karyawan/pegawai puskesmas.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui defenisi kesehatan kerja dan undang undang dalam kesehatan kerja
b. Untuk mengetahui alat 7 alat pelindung diri pada kesehatan kerja
c. Untuk mengetahui kesehatan kerja yang ada di dalam puskesmas.
d. Untuk mengetahui standar operasional prosedur yang ada di puskesmas puskesmas.

12
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

Penerapan SOP tindakan dan penanganan kasus gawat darurat meliputi SK Kepala UPTD
Puskesmas Kampung Bugis, Peraturan Menteri Kesehatan dan sebagainya.

13
BAB IX
PENUTUP
Demikian Pedoman Triase UPTD Puskesmas Kampung Bugis ini kami buat.Semoga pedoman ini
dapat bermanfaat untuk kita semua. Seperti pepatah “taka da gading yang tak retak”, kami
menyadari pedoman ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu saran dan kritik yang
membangun sangat diharapkan agar pedoman ini dapat disusun menjadi lebih baik lagi di masa
yang akan datang.

14

Anda mungkin juga menyukai