Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ketuban pecah dini (KPD) atau ketuban pecah sebelum waktunya

(KPSW) sering disebut dengan premature repture of the membrane (PROM)

didefinisikan sebagai pecahnya selaput ketuban sebelum waktunya

melahirkan. Pecahnya ketuban sebelum persalinan atau pembukaan pada

primipara kurang dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm. Hal ini

dapat terjadi pada kehamilan aterm maupun pada kehamilan preterm. Pada

keadaan ini dimana risiko infeksi ibu dan anak meningkat. Ketuban pecah

dini merupakan masalah penting dalam masalah obstetri yang juga dapat

menyebabkan infeksi pada ibu dan bayi serta dapat meningkatkan kesakitan

dan kematian pada ibu dan bayi (Purwaningtyas, 2017).

Menurut WHO, kejadian ketuban pecah dini (KPD) atau insiden PROM

(prelobour rupture of membrane) berkisar antara 5-10% dari semua kelahiran.

KPD preterm terjadi 1% dari semua kehamilan dan 70% kasus KPD terjadi

pada kehamilan aterm. Pada 30% kasus KPD merupakan penyebab kelahiran

prematur (WHO, 2014)

Penatalaksanaan ketuban pecah dini tergantung pada usia kehamilan.

Jika usia kehamilan tidak diketahui secara pasti segera lakukan pemeriksaan

ultrasonografi (USG) untuk mengetahui usia kehamilan dan letak janin.

Apabila ketuban pecah dini dengan janin kurang bulan maka dilakukan

pemberian kortikosteroid untuk proses pematangan paru (Sujiyatini, 2009).

Kejadian KPD, belum dilaporkan dalam data kompilasi secara nasional,

1
namun laporan hasil penelitian sering dilakukan di berbagai rumah sakit di

Indonesia.

Insiden KPD di Indonesia berkisar 4,5%6% dari seluruh kehamilan,

sedangkan di luar negeri insiden KPD antara 6%-12%. Kebanyakan studi di

India mendokumentasikan insiden 7-12% untuk PROM yang 60-70% terjadi

pada jangka waktu lama. Insiden kejadian Ketuban Pecah Dini (KPD) di

beberapa Rumah Sakit di Indonesia cukup bervariasi yakni diantaranya: di RS

Sardjito sebesar 5,3%, RS Hasan Sadikin sebesar 5,05%, RS Cipto

Mangunkusumo sebesar 11,22%, RS Pringadi sebesar 2,27% dan RS Kariadi

yaitu sebesar 5,10% (Sudarto, 2016).

Masukkan data RSAM Bukittinggi

Oleh sebab itu, perlu dilakukan pendekatan ilmiah dalam hal ini

pendekatan proses keperawatan yaitu asuhan keperawatan untuk mencegah

dan mengatasi masalah tersebut.

Untuk menangapi terjadinya dampak yan tidak diinginkan tersebut

maka seorang perawat membutuhn teori yn sesuai dalam menyusun rencana

untuk mengatasi masalah-masalah yang ditimbulkan akibat dari dampak yan

muncul. Sebagaimana keperawatan yang terus berkembang sebagai suatu

profesi, pengetahuan dibutuhkan untuk menjelaskan intervensi tertentu dalam

memperbaiki hasil klien.

Perawat memiliki tugas memenuhi kebutuhan dan membuat status

kesehatan klien dengan ketuban pecah dini meningkat dengan asuhan

keperawatan. Asuhan keperawatan merupakan suatu tindakan atau proses

dalam praktik keperawatan yang diberikan secara langsung kepada pasien

2
untuk memenuhi kebutuhan objektif pasien, sehingga dapat mengatasi

masalah yang sedang dihadapinya. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti

tertarik untuk membahas tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan

ketuban pecah dini di Ruang KB Tindakan RSUD Dr. Achmad Mochtar

Bukittinggi.

B. Batasan Masalah

Batasan masalah yang akan dibahas adalah mengenai asuhan

keperawatan bagi penderita ketuban pecah dini sehingga dapat mengurangi

keluhan yang dirasakan untuk proses penyembuhan yang meliputi definisi,

etiologi, serta tanda dan gejala pada ketuban pecah dini

C. Tujuan
1. Tujuan Umum

Mengetahui gambaran asuhan keprawatan pada pasien dengan

ketuban pecah dini di Ruang KB Tindakan RSUD Dr. Achmad Mochtar

Bukittinggi.

2. Tujuan Khusus

Setelah menyelesaikan makalah ini diharapkan mahasiswa mampu :

a. Melalukan pengkajian terhadap pasien dengan ketuban pecah dini

b. Menegakkan diagnosa keperawatan pada pasien dengan ketuban

pecah dini berdasarkan prioritas

c. Membuat rencana keperawatan pada pasien dengan ketuban pecah

dini berdasarkan diagnosa yang telah ditegakkan

d. Mengimplementasikan rencana keperawatan yang telah direncanakan

pada pasien dengan ketuban pecah dini

3
e. Melakukan evaluasi terhadap tindakan keperawatan yang telah

dilakukan pada pasien dengan ketuban pecah dini.

D. Manfaat

1. Bagi Lahan

Untuk menambah pengetahuan perawat di RSUD Dr. Achmad

Mochtar Bukittinggi dalam memberikan pelayanan kesehatan pada pasien

dengan ketuban pecah dini sesuai asuhan keperawatan yang sesuai dengan

asuhan keperawatan yang tepat dan benar

2. Bagi Pasien

Untuk memberikan informasi pada klien dan keluarga di Ruang

KB Tindakan RSUD Dr. Achmad Mochtar tentang pengobatan pada

pasien ketuban pecah dini

3. Bagi Mahasiswa

Untuk menambah wawasan kepada mahasiswa Profesi Ners

STIKes Fort De Kock mengenai asuhan keperawatan yang tepat pada

pasien dengan Ketuban Pecah Dini

4
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

I. KONSEP MEDIS KETUBAN PECAH DINI

A. Definisi

Ketuban (cairan ketuban) adalah cairan yang bening agak

kekuning-kuningan, yang mengelilingi bayi yang belum lahir (janin), bila

cairan ini sudah tidak bening bahkan kehijau-hijauan memperlihatkan

tanda sudah terinfiksi kuman dari luar, infeksi ini mengancam janin atau

tergolong dengan gawat darurat janin sehingga janin perlu diselamatkan

agar tidak mendrita infeksi dalam kandungan ibunya. (Koes Irianto,2014)

Ketuban pecah dini (KPD) atau ketuban pecah sebelum waktunya

(KPSW) sering disebut dengan premature repture of the membrane

(PROM) didefinisikan sebagai pecahnya selaput ketuban sebelum

waktunya melahirkan. Pecahnya ketuban sebelum persalinan atau

pembukaan pada primipara kurang dari 3 cm dan pada multipara kurang

dari 5 cm. Hal ini dapat terjadi pada kehamilan aterm maupun pada

kehamilan preterm. Pada keadaan ini dimana risiko infeksi ibu dan anak

meningkat. Ketuban pecah dini merupakan masalah penting dalam

masalah obstetri yang juga dapat menyebabkan infeksi pada ibu dan bayi

serta dapat meningkatkan kesakitan dan kematian pada ibu dan bayi

(Purwaningtyas, 2017).

Definisi Ketuban Pecah Dini (KPD) adalah : pecahnya ketuban

sebelum waktunya melahirkan / sebelum inpartu, pada pembukaan <4 cm

5
(fase laten). Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh

sebelum waktunya kelahiran. (Nugroho, 2010 : 1)

Ketuban Pecah Dini (KDP) yaitu pecahnya ketuban sebelum ada

tanda-tanda inpartu, dan setelah ditunggu selama satu jam belum juga

mulai ada tanda tanda inpartu. Early rupture of membrane adalah ketuban

yang pecah pada saat fase laten. Hal ini bisa membahayakan karena dapat

terjadi infeksi asenden intrauterine. (Manuaba,2012)

Ketuban pecah dini (KDP) atau ketuban pecah premature (KPP)

adalah keluarnya cairan dari jalan lahir/vagina sebelum proses kelahiran.

(Achmad, 2012 : 113)

B. Klasifikasi

1. Premature Rupture Of The Membrane (PROM) : Pecahnya selaput

ketuban sebelum onset persalinan pada pasien yang umur

kehamilannya ≥ 37 minggu.

2. Preterm Premature Rupture Of The Membrane (PPROM) : Pecahnya

selaput ketuban sebelum onset persalinan pada pasien yang umur

kehamilannya < 37 minggu.

3. Prolonged Premature Rupture Of The Membrane : Pecahnya selaput

ketuban selama ≥ 24 jam dan belum terjadi onset persalinan

4. Periode Laten : Interval waktu antara pecahnya selaput ketuban

dengan persalinan. Bervariasi dari 1 – 12 jam tergantung umur

kehamilannya (semakin kurang bulan, periode laten semakin lama ; 85

% kehamilan cukup bulan dengan KPD memiliki periode laten < 24

6
jam sedangkan 57 % kehamilan < 37 minggu dengan KPD memiliki

periode laten > 24 jam)

C. Etiologi

Penyebab KPD maasih belum diketahui dan tidak dapat ditentukan

secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan faktor-faktor yang

berhubungan erat dengan KPD, namun faktor-faktor mana yang lebih

berperan sulit diketahui.

Kemungkinan yang menjadi faktor predisposisinya adalah:

1. Infeksi: Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban

maupun asenderen dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa

menyebabkan terjadinya KPD.

2. Servik yang inkompetensia, kanalis servikalis yang selalu terbuka oleh

karena kelainan pada servik uteri (akibat persalinan, curetage).

3. Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan

(overdistensi uterus) misalnya trauma, hidramnion, gamelli.

4. Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan dalam,

maupun amnosintesis menyebabkan terjadinya KPD karena biasanya

disertai infeksi.

5. Kelainan letak, misalnya sungsang, sehingga tidak ada bagian terendah

yang menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi

tekanan terhadap membran bagian bawah.

6. Keadaan sosial ekonomi.

7. ISK (infeksi saluran kencing)

8. Faktor lain:

7
a. Faktor golongan darah, akibat golongan darah ibu dan anak yang

tidak sesuai dapat menimbulkan kelemahan bawaan termasuk

kelemahan jaringan kulit ketuban.

b. Faktor disproporsi antar kepala janin dan panggul ibu.

c. Faktor multi graviditas, merokok dan perdarahan antepartum.

d. Definisi gizi dari tembaga atau asam askorbat (Vitamin C).

9. Beberapa faktor risiko dari KPD:

a. Inkompetensi serviks (leher rahim)

b. Polohidramnion (cairan ketuban berlebih)

c. Riwayat KPD sebelumnya

d. Kelainan atau kerusakan selaput ketuban

e. Kehamilan kembar

f. Trauma

g. Serviks (leher rahim) yang pendek (<25 mm) pada usia kehamilan

23 minggu

h. Infeksi pada kehamilan seperti bakterial vaginosis

(Manuaba,2012)

D. Tanda dan Gejala

1. Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui

vagina

2. Aroma air ketuban berbau amis dan tidak seperti bau amoniak,

mungkin cairan tersebut masih merembes atau menetes, dengan ciri

pucat dan bergaris warna darah.

8
3. Cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena terus diproduksi

sampai kelahiran. Tetapi bila Anda duduk atau berdiri, kepala janin

yang sudah terletak di bawah biasanya “menganjal” atau “menyumbat”

kebocoran untuk sementara.

4. Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin

bertambah cepat merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi.

(Manuaba, 2012).

E. Fatofisiologi

Infeksi dan inflamasi dapat menyebabkan ketuban pecah dini

dengan menginduksi kontraksi uterus dan atau kelemahan fokal kulit

ketuban . Banyak mikroorganisme servikovaginal, menghasilkan

fosfolipid C yang dapat meningkatkan konsentrasi secara local asam

arakidonat, dan lebih lanjut menyebabkan pelepasan PGE2 dan PGF2 alfa

dan selanjutnya menyebabkan kontraksi miometrium . Pada infeksi juga

dihasilkan produk sekresi akibat aktivitas monosit/makrofag , yaitu

sitokrin, interleukin 1 , factor nekrosis tumor dan interleukin 6. Platelet

activating factor yang diproduksi oleh paru-paru janin dan ginjal janin

yang ditemukan dalam cairan amnion , secara sinergis juga mengaktifasi

pembentukan sitokin. Endotoksin yang masuk kedalam cairan amnion juga

akan merangsang sel-sel disidua untuk memproduksi sitokin dan kemudian

prostaglandin yang menyebabkan dimulainya persalinan.

Adanya kelemahan local atau perubahan kulit ketuban adalah

mekanisme lain terjadinya ketuban pecah dini akibat infeksi dan inflamasi.

Enzim bacterial dan atau produk host yang disekresikan sebagai respon

9
untuk infeksi dapat menyebabkan kelemahan dan rupture kulit ketuban.

Banyak flora servikoginal komensal dan patogenik mempunyai

kemampuan memproduksi protease dan kolagenase yang menurunkan

kekuatan tenaga kulit ketuban. Elastase leukosit polimorfonuklear secara

spesifik dapat memecah kolagen tipe III papa manusia, membuktikan

bahwa infiltrasi leukosit pada kulit ketuban yang terjadi karena kolonisasi

bakteri atau infeksi dapat menyebabkan pengurangan kolagen tipe III dan

menyebabkan ketuban pecah dini.

Enzim hidrolitik lain, termasuk katepsin B , katepsin N, kolagenase

yang dihasilkan netrofil dan makrofag, nampaknya melemahkan kulit

ketuban. Sel inflamasi manusia juga menguraikan aktifator plasminogen

yang mengubah plasminogen menjadi plasmin, potensial, potensial

menjasi penyebab ketuban pecah dini.

F. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium

a. Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna, kosentrasi,

bau dan pH-nya.

b. Cairan yang keluar dari vagina ini ada kemungkinan air ketuban,

urine atau secret vagina.

c. Secret vagina ibu hamil pH :4-5, dengan kertas nitrazin tidak

berubah warna, tetap kuning.

d. Tes lakmus (tes Nitrazin), jika kertas lakmu merah berubah

menjadi biru menunjukan adanya air ketuban (alklis). pH air

10
ketuban 7-7,5 , darah dan infeksi vagina dapat menghasilkan tes

positif yang palsu.

e. Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada

gelas objek dan dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopis

menunjukkan gambaran daun pakis.

2. Pemeriksaan untrasonografi (USG)

a. Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban

dalam kavum uteri.

b. Pada kasusn KDP terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit.

Namun sering terjadi kesalahan pada penderita olighidramnion.

(Manuaba, 2012).

G. Komplikasi

Komplikasi yang biasa terjadi pada KPD meliputi ;

a. Mudah terjadinya infeksi intra uterin,

b. Partus prematur,

c. Prolaps bagian janin terutama tali pusat (manuaba, 2009).

Terdapat tiga komplikasi utama yang terjadi pada ketuban pecah dini

yaitu:

a. peningkatan morbiditas neonatal oleh karena prematuritas,

b. komplikasi selama persalinan dan kelahiran,

c. resiko infeksi baik pada ibu maupun janin, dimana resiko infeksi

karena ketuban yang utuh merupakan barrier atau penghalang terhadap

masuknya penyebab infeksi (Sarwono, 2010).

11
H. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan KPD memerlukan pertimbangan usia kehamilan,

adanya infeksi pada komplikasi ibu dan janin dan adanya tanda-tanda

persalinan. Penanganan ketuban pecah dini menurut Sarwono (2010),

meliputi :

1. Konservatif

a. Pengelolaan konserpatif dilakukan bila tidak ada penyulit (baik

pada ibu maupun pada janin) dan harus di rawat dirumah sakit.

b. Berikan antibiotika (ampicilin 4 x 500 mg atau eritromicin bila

tidak tahan ampicilin) dan metronidazol 2 x 500 mg selama 7 hari.

c. Jika umur kehamilan <32-34 minggu, dirawat selama air ketuban

masih keluar, atau sampai air ketuban tidak keluar lagi.

d. Jika usia kehamilan 32-27 minggu, belum in partu, tidak ada

infeksi, tes buss negativ beri deksametason, observasi tanda-tanda

infeksi, dan kesejahteraan janin, terminasi pada kehamilan 37

minggu.

e. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah inpartu, tidak ada

infeksi, berikan tokolitik (salbutamol), deksametason, dan induksi

sesudah 24 jam.

f. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan

lakukan induksi.

g. Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intra

uterin).

12
h. Pada usia kehamilan 32-34 minggu berikan steroid, untuk memicu

kematangan paru janin, dan kalau memungkinkan periksa kadar

lesitin dan spingomielin tiap minggu. Dosis betametason 12 mg

sehari dosis tunggal selama 2 hari, deksametason IM 5 mg setiap 6

jam sebanyak 4 kali.

2. Aktif

a. Kehamilan >37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal

seksio sesarea. Dapat pula diberikan misoprostol 50 mg

intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali.

b. Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotika dosis tinggi. Dan

persalinan diakhiri. Bila skor pelvik < 5, lakukan pematangan

servik, kemudian induksi. Jika tidak berhasil, akhiri persalinan

dengan seksio sesarea

c. Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan, partus pervaginam

13
14
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian Fokus

1. Identitas ibu dan penanggung jawab

2. Riwayat penyakit

a. Riwayat kesehatan sekarang ;

ibu datang dengan pecahnya ketuban sebelum usia kehamilan mencapai

37 minggu dengan atau tanpa komplikasi

b. Riwayat kesehatan dahulu

1. Adanya trauma sebelumnya akibat efek pemeriksaan amnion

2. Sintesis ,pemeriksaan pelvis dan hubungan seksual

3. Infeksi vagiana /serviks oleh kuman sterptokokus

4. Selaput amnion yang lemah/tipis

5. Posisi fetus tidak normal

6. Kelainan pada otot serviks atau genital seperti panjang serviks yang

pendek

7. Multiparitas dan peningkatan usia ibu serta defisiensi nutrisi.

3. Pemeriksaan fisik

a. Kepala dan leher

1) Mata perlu diperiksa dibagian skelra, konjungtiva

2) Hidung ,ada atau tidaknya pembebngkakan konka nasalis. Ada

/tidaknya hipersekresi mukosa

3) Mulut : gigi karies/tidak ,mukosa mulut kering dan warna mukosa

gigi,

4) Leher berupa pemeriksaan JVP, KGB dan tiroid

15
b. Dada / Toraks

1) Inspeksi : kesimetrisan dada, jenis pernapasan toraka abdominal,

dan tidak ada retraksi dinding dada. Frekuensi pernapasan normal.

2) Palpasi : payudara tidak ada pembengkakan

3) Auskultasi : terdengar Bj 1 dan II di IC kiri/kanan, bunyi napas

normal vesikuler

c. Abdomen

1) Inspeksi : ada a/tidak bekas operasi ,striae dan linea

2) Palpasi : TFU kontraksi ada/tidak, posisi, kandung kemih

penuh/tidak

3) Auskultasi : DJJ ada/tidak.

d. Genitalia

1) Inspeksi : kebersihan ada/tidaknya tanda-tanda REEDA (Red,

Edema, discharge, approxiamately); pengeluaran air ketuban

(jumlah ,warna,bau dan lender merah muda kecoklatan) .

2) Palpasi : pembukaan serviks (0-4)

e. Ekstrimitas : edema ,varises ada/tidak.

16
B. Kemungkinan Diagnosa yang muncul

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis

2. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala penyakit

3. Ansietas berhubungan dengan proses persalinan

4. Risiko infeksi maternal yang berhubungan dengan prosedur infasif,

pemeriksaan vagina berulang dan rupture membrane amniotic

5. Devisit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya paparan informasi

17
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Diagnosa
No SLKI SIKI AKTIFITAS KEPERAWATAN
Keperawatan
1. Nyeri akut b/d Tujuan : Manajemen nyeri Observasi
agen pencedera Tingkat nyeri menurun 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
fisiologis frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
Kriteria hasil : 2. Identifikasi skala nyeri
1. Keluhan nyeri menurun 3. Identifikasi respon nyeri non verbal
2. Sikap protektif 4. Identifikasi faktor yang memperberat dan
menurun memperingan nyeri
3. Meringis menurun 5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
4. Gelisah menurun tentang nyeri
5. Nafsu makan membaik 6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon
6. Kesulitan tidur nyeri
menurun 7. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
7. Anoreksia menurun 8. Monitor keberhasilan terapi komplementer
8. Mual muntah menurun yang sudah diberikan
9. Frrkuensi nadi 9. Monitor efek samping penggunaan analgetik
membaik Terapeutik :
1. Berikan teknik non farmakologis untuk

18
mengurangi rasa nyeri (hipnosis, akupresur,
terapi musik, aromaterapy, teknik imajinasi
terbimibng, kompres hangat /dingin, terapi
bermain)
2. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa
nyeri (suhu ruangan, pencahayaan,kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi :
1. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
5. Anjurkan teknik non farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

19
2. Gangguan rasa Tujuan : Terapi relaksasi Observasi :
nyaman b/d gejala Status kenyamanan 1. Identifikasi penurunan tingkat energi,
penyakit meningkat ketidakmampuan berkonsentrasi, atau gejala
Kriteria hasil : lain yang mengganggu kemampuan kognitif
1. Kesejahteraan fisik 2. Identifikasi teknik relaksasi yang pernah
meningkat efektif digunakan
2. Kesejahteraan 3. Identifikasi kesediaan, kemampuan, dan
psikologis penggunaan teknik sebelumnya.
meningkat 4. Periksa ketegangan otot, frekuensi nadi,
3. Keluhan tidak tekanan darah, dan suhu sebelum dan sesudah
nyaman menurun latihan
4. Gelisah menurun 5. Monitor respons terhadap terapi relaksasi
5. Kesulitan sulit tidur Terapeutik :
menurun 1. Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa
6. Mual menurun gangguan dengan pencahayaan dan suhu ruang
7. Kewaspadaan nyaman, jika memungkinkan
membaik 2. Berikan informasi tertulis tentang persiapan
dan prosedur teknik relaksasi
3. Gunakan pakaian longgar
4. Gunakan nada suara lembut dengan irama

20
lambat dan berirama
5. Gunakan relaksasi sebagai strategi penunjang
dengan analgetik atau tindakkan medis lain,
jika sesuai
Edukasi :
1. Jelaskan tujuan, manfaat, batasan, dan jenis
relaksasi yang tersedia (mis;musik, meditasi,
nafas dalam, relaksasi otot proresif)
2. Anjurkan mengambil posisi nyaman
3. Anjurkan rileks dan merasakan sensasi
relaksasi
4. Anjurkan sering mengulangi atau melatih
teknik yang dipilih
5. Demonstrasikan dan latih tenik relaksasi

3. Ansietas b/d Tujuan : Reduksi ansietas Observasi :


proses persalinan, Tingkat ansietas menurun 1. Identifikasi saat tingkat ansietas berubah
kekhawatiran Kriteria hasil : 2. Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
1. Verbalisasi
mengalami 3. Monitor tanda-tanda ansitas (verbal non verbal)
kebingungan
kegagalan

21
menurun Terapeutik :
2. Verbalisasi khawatir 1. Ciptakan suasana terapeutik untuk
akibat kondisi yg menumbuhkan kepercayaan
dihadapi menurun 2. Temani pasien untuk mengurangi kecemasan,
3. Perilaku gelisah jika memungkinkan
menurun 3. Pahami situasi yang membuat ansietas
4. Tremor, pucat 4. Dengarkan dengan penuh perhatian
menurun 5. Gunakan pendekatan yang tenang dan
5. Konsentrasi meyakinkan
membaik 6. Diskusikan perencanaan realistis tentang
perstiwa yang akan datang
Edukasi :
1. Jelaskan prosedur , termasuk sensasi yang
mungkin dialami
2. Informasikan secara faktual mengenai
diagnosis, pengobatan,dan prognosis
3. Anjurkan kelurga unuk tetap bersama pasien, jp
4. Anjurkan mengungkapkan perasaan n persepsi
5. Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi
ketegangan

22
6. Latih teknik relaksasi
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika
perlu
4. Risiko infeksi Tujuan : Pencegahan Observasi :
maternal yang b/d Tingkat infeksi menurun infeksi 1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan
prosedur infasif, Kriteria hasil : sistemik
1. Kebersihan tangan
pemeriksaan
dan badan Terapeutik :
vagina berulang
meningkat 1. Batasi jumlah pengunjung
dan rupture
2. Nafsu makan 2. Berikan perawatan kulit pada area edema
membrane
meningkat 3. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
amniotic
3. demam menurun dengan pasien dan lingkungan pasien

4. kemerahan, nyeri, 4. Pertahankan teknik aseptik pada pasien bersiko

bengkak menurun tinggi

5. kadar sel darah putih Edukasi :

membaik 1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi


2. Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
3. Ajarkan etika batuk
4. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka

23
operasi
5. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi dan
asupan cairan
6. Latih teknik relaksasi
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian obat, jika perlu

5. Devisit Tujuan : Edukasi Observasi :


pengetahuan b/d Tingkat pengetahuan kesehatan 1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan
kurangnya meningkat menerima informasi
paparan informasi Kriteria hasil : 2. Identifikasi faktor-faktor yang dapat
1. Perilaku sesuai meningkatkan dan menurunkan motvasi
anjuran meningkat perilaku hidup sehat
2. Kemampuan
Terapeutik :
menjelaskan
1. Sediakan materi dan media pendidikan
pengetahuan suatu
kesehatan
topik meningkat
2. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
3. Perilaku sesuai
kesepakatan
pengetahuan
3. Berikan kesempatan untuk bertanya
meningkat

24
4. Pertanyaan tentang Edukasi :
masalah yg dihadapi 1. Jelaskan faktor risiko yang dapat
menurun mempengaruhi kesehatan
5. Persepsi yang keliru 2. Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
tterhadap masalah 3. Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk
menurun meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat
6. Menjalani
pemeriksaan yang
tidak tepat menurun
7. Perilaku membaik

25
26

Anda mungkin juga menyukai