Anda di halaman 1dari 9

UPAYA PERBAIKAN LAHAN PASCA TAMBANG DENGAN

MENGGUNAKAN AMELIORASI
(Makalah Dasar Dasar Restorasi Lahan)

Oleh

IDA LESTARI
1414151042

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2017
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara pengekspor bahan galian terbesar di dunia.

Bahan galian tersebut seperti batu bara, nikel, emas dan bahan galian lainnya yang

diperoleh dari hasil pertambangan. Proses penambangan yang biasanya

digunakan oleh perusahaan perusahaan tambang adalah proses penambangan

terbuka, yang mengharuskan pembukaan lapisan tanah yang berada diatas lokasi

penyimpanan bahan tambang.

Kegiatan pembukaan lapisan tanah tersebut menyebabkan kerusakan lingkungan

yang sangat parah seperti hilangnya vegetasi yang menutupi lahan sehingga

meningkatkan resiko erosi dan merusak habitat satwa liar. Dampak negatif

lainnya adalah perubahan iklim mikro menurunnya populasi mikroorganisme

tanah. Jumlah mikroorganisme dan bahan organik yang rendah menyebabkan

kondisi tanah pada lokasi tersebut kritis sehingga tidak dapat mendukung

pertumbuhan tanaman (Setyaningsih 2007; Tamin 2010; Rusdiana 2000).

Menurut Indriyanto (2008), kondisi lahan kritis ditandai oleh kandungan unsur

hara yang rendah, pH tanah dibawah normal, intensitas penyinaran matahari yang

tinggi, persediaan air tanah yang kurang, dan persaingan antar komponen biotik
yang kuat. Kondisi tersebut sangat menghambat proses reklamasi lahan pasca

tambang yang kondisinya sering ekstrim untuk tempat tumbuh tanaman. Perlu

adanya manipulasi lingkungan tempat tumbuh tanaman pada areal areal bekas

tambang yang akan dilakukan proses reklamasi untuk menambah tingkat

keberhasilan reklamasi. Cara yang bisa digunakan adalah dengan menggunakan

bahan ameliorasi.

B. Tujuan

Tujuan disusunnya makalah ini adalah untuk mengkaji upaya reklamasi lahan

pasca tambang menggunakan bahan ameliorasi.


II. PEMBAHASAN

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan Ketentuan Pokok

Pertambangan Pasal 30 berbunyi “apabila selesai melakukan penambangan bahan

galian pada suatu tempat pekerjaan, pemegang Kuasa Penambangan (KP)

diwajibkan mengembalikan tanah sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan

bahaya bagi masyarakat sekitarnya”. Pasal tersebut memperlihatkan kewajiban

penambang untuk merestorasi lahan bekas tambang sehingga tetap mendukung

kelestarian.

Proses restorasi lahan tidak selalu berjalan sesuai seperti yang direncanakan oleh

masing masing perusahaan pertambangan. Tumbuhan yang ditanam pada areal

bekas tambang lebih banyak yang mengalami kematian karena kondisi lahan yang

intoleran untuk tempat tumbuh suatu tanaman. Perlu adanya kegiatan manipulasi

pada lahan tersebut untuk mengkondisikan areal tanam agar sesuai dan mampu

mendukung pertumbuhan tanaman yang ditanam di atasnya.

Cara yang paling banyak digunakan adalah dengan melakukan pemupukan untuk

menambakan unsur hara yang dibutuhkan tanaman pada areal tanam. Jumlah

pupuk yang ditambahkan tergantung pada tingkat kerusakan lokasi penanaman.

Semakin tinggi biasanya penggunaan pupuk akan semakin banyak. Menurut

Purwono (2010) jumlah pupuk yang digunakan menyesuaikan kondisi lahan.


Usaha tersebut dapat mebantu tanaman memenuhi unsur hara yang dibutuhkan

dengan cepat, namun dalam jangka panjang dapat memberikan efek negatif bagi

tanah seperti menurunkan agregat tanah dan meningkatkan SOC (Soil Organic

Carbon) (Blanco, 2007). Selain itu dana yang dibutuhkan juga besar sehingga

kurang efektif digunakan.

Cara lain yang biasa digunakan oleh perusahaan adalah dengan menggunakan

bahan ameliorasi yang terdiri dari bahan organik/kompos, pupuk kandang, kapur

pertanian/fosfat alam, abu bakaran dan inokulasi mikorhiza. Penggunaan bahan

ameliorasi menunjukkan hasil yang lebih baik pada proses restorasi lahan, hal

tersebut dikarenakan bahan amelioran berupa bahan alami yang tidak akan

menimbulkan masalah baru bagi lingkungan. Menurut Larney (2012) hal tersebut

juga bergantung pada jenis dan tingkat penerapannya pada lahan.

Bahan bahan tersebut cenderung membuat tanaman lebih resisten terhadap

penyakit, stress hara juga toksik karena akar tanaman terlindungi. Khususnya

pada tanamam yang menggunakan bahan ameliorasi berupa kompos dan mikoriza.

Penelitian Wasis (2011) memperlihatkan bahwa penggunaan kompos sebagai

bahan amiliorasi pada tanaman mahoni yang ditanam dengan media tailling lebih

menunjukkan pertumbuhan yang nyata dibandingkan dengan penggunaan pupuk

NPK. Hal tesebut dikarenakan kompos merupakan bahan organik yang mampu

memperbaiki kondisi fisik dan biologi tanah (Widianto, 1996). Kompos juga

dapat berfungsi sebagai bioremidiasi (Notodarmojo, 2005).


Penggunaan mikiroza sebagai bahan amiliorasi saat ini masih banyak diteliti. Hal

tersebut dikarenakan kondisi lapangan tempat menanam yang terkadang memiliki

toksik tinggi. Penelitian Notohadiprawiro (2006) memperlihatkan bahwa tanaman

yang bemikoriza khususnya Betula spp. dan Salix spp. Dapat bertahan hidup pada

lahan dengan tingkat Pb hingga 30.000 mg/kg dan Zn sampai 100.000 mg/kg.

Penelitian tersebut memperlihatkan bahwa mikoriza membantu tanaman untuk

lebih tahan terhadap toksisitas dan bahan ini dapat digunakan sebagai bahan

amiliorasi yang sangat direkomendasikan.

Penelitian Sitorus (2008) memperlihatkan bahwa penggunaan amiliorasi dapat

meningkatkan kadar debu dan liat pada tailing. Semakin tinggi bahan amiliorasi

yang diberikan maka kandungan debu dan liatnya akan semakin banyak. Hal

sebaliknya berlaku pada proposi kadar pasir. Bahan amiliorasi berupa tanah

mineral dan kotoran ayam yang digunakan dapat menurunkan kadar pasir dan

meningkatkan kadar fraksi halus tanah hingga mencapai 71% yang tergolong pada

kelas tekstur liat. Penggunaan pupul kandang sebagai bahan amiliorasi juga dapat

menurunkan tingkat erosi dilapangan jika dimanajemen dengan baik (Larney,

2016).

Bahan amiliorasi juga bisa diperoleh disekitar lahan tambang seperti lumpur

instalasi pengelolaan air limbah. Penelitian Adhiatma (2014) menunjukkan

bahwa lumpur dari instalasi pengelolaan air limbah yang ditambahkan asam

humat dapat memperbaiki sifat dan karakteristik lahan bekas tambang batu bara.

Penggunaan lumpur ini juga dapat mengurangi kebutuhan top soil hingga 25%

dan mengurangi dampak pencemaran lingkungan.


III. KESIMPULAN

Kesimpulan dari penyusunan makalah ini adalah reklamasi lahan tambang

menggunakan bahan amiliorasi dapat mempercepat dan meningkatkan

keberhasilan tanaman. Hal tersebut dikarenakan sifat dari bahan amiliorasi yang

digunakan yang mampu membantu memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi

tanah sehingga tanah lebih mampu menyokong pertumbuhan suatu tanaman.


DAFTAR PUSTAKA

Adhiatma, S., Susanto, T.B., Nurmiyanto, A dan Hudori. 2014. Aplikasi bahan
amelioran (asam humat dan lumpur IPAL tambang baru bara) terhadap
pertumbuhan tanaman reklamasi pada lahan bekas tambang batu bara.
Jurnal. Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan. 6(1) : 26-37.

Blanco, H., Canqui dan Lal,R. 2007. No-tillage and soil-profile carbon
sequestration: an on-farm assessment. Jurnal. SSSAJ. 72 (3) :693-701.

Indriyanto. 2008. Pengantar Budidaya Hutan. Buku. Bumi Aksara. Jakarta. 234
halaman.

Larney, F.J., Li,L., Janzan, H.H., Angers, D.A dan Olson, B.M. 2016. Soil quality
attributes, soil resilience, and legacy effects following topsoil removal and
one-time amendments. Jurnal. Journal Soil Sci. 96 : 177-190.

Larney, F.J dan Angers, D.A. 2012. The role of organic amendments in soil
reclamation: a review. Jurnal. Journal Soil Sci. 92: 19-38.

Notodarmojo S. 2005. Pencemaran Tanah dan Air Tanah. ITB. Bandung. 488
halaman.

Purwono. 2010. Reklamasi Tambang Untuk Menunjang Pengusahaan Pertanian


Tanaman Pangan Dan Perkebunan. Bogor: Pusat Studi Reklamasi
Tambang LPPM – IPB.

Rusdiana O., Y. Fakuara, C. Kusmana, Y. Hidayat. 2000. Respon pertumbuhan


tanaman sengon (Paraserianthes falcataria) terhadap kepadatan dan
kandungan air tanah podsolik merah kuning. Jurnal Manajemen Hutan
Tropika. 6(2): 43 – 53.

Setyaningsih L. 2007. Pemanfaatan cendawan mioriza arbuskula dan kompos


aktif untuk meningkatkan pertumbuhan semai mindi (Melia azedarach
Linn) pada media tailing tambang emas Pongkor. Tesis. Sekolah
Pascasarjana IPB. Bogor.

Sitorus, S. R. P., Kusumastuti, E dan Badri, L. N. 2008. Karakteristik dan teknik


rehabilitasi lahan pasca penambangan timah di Pulau Bangka dan Singkep.
Jurnal. Jurnal Tanah dan Iklim. 27 : 57-74.
Tamin R. P. 2010. Pertumbuhan semai jabon (Anthocephalus cadamba Roxb Mic)
pada media pasca penambangan batu bara yang diperkaya fungi mikoriza
arbuskula, limbah batubara dan pupuk NPK. [Tesis]. Sekolah Pascasarjana
IPB. Bogor

Wasis, B dan Sandrasari, A. 2011. Pengaruh pemberian pupuk kompos terhadap


pertumbuhan semai mahoni (Swietenia macrophylla) pada tanah bekas
tambang emas. Jurnal. Jurnal Silvikultur Tropika. 3(1): 109-112.

Anda mungkin juga menyukai