Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

Teori Belajar Sosial Albert Bandura

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Kepribadian

Dosen Pengampuh : Arifin Nur Budiono M.Pd., M.Si

Disusun oleh:

Mohammad Arifin (1703402005)

Wiwik Suryani (1703402018)

Gaguk Romeo B.P (1703402003)

Nur Shinda Damayanti (1703402002)

PRODI BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVESITAS ISLAM JEMBER

2019
Teori Belajar Sosial Albert Bandura
A. Struktur Kepribadian
1. Sistem Self (Self System)
Tidak seperti Skinner yang teorinya tidak memiliki konstruk self. Bandura yakin bahwa
pengaruh yang ditimbulkan oleh self sebagai salah satu determinan tingkah laku tidak dapat
dihilangkan tanpa membahayakan penjelasan dan kekuatan peramalan. Dengan kata lain, self
diakui sebagai unsur struktur kepribadian. Saling determinis menempatkan semua hal saling
berinteraksi, dimana pusat atau pemula-nya adalah sistem self. Sistem self itu bukan unsur
psikis yang mengontrol tingkah laku, tetapi mengacu ke struktur kognitif yang memberi
pedoman mekanisme dan seperangkat fungsi-fungsi persepsi, evaluasi, dan pengaturan
tingkah laku. Pengaruh self tidak otomatis atau mengatur tingkah laku secara otonom, tetapi
self menjadi bagian dari sistem interaksi resiprokal.

2. Regulasi Diri
Manusia mempunyai kemampuan berfikir dan dengan kemampuan itu mereka
memanipulasi lingkungan, sehingga terjadi perubahan lingkungan akibat kegiatan manusia.
Balikannya dalam bentuk determinis resiprokal berarti orang dapat mengatur sebagian dari
tingkahlakunya sendiri. Menurut Bandura, akan terjadi strategi reaktif dan proaktif dalam
regulasi diri. Strategi reaktif dipakai untuk mencapai tujuan, namun ketika tujuan hampir
tercapai strategi proaktif menentukan tujuan baru yang lebih tinggi. Orang memotivasi dan
membimbing tingkahlakunya sendiri melaluo strategi proaktif., menciptakan
ketidakseimbangan agar dapat memobilisasi kemampuan dan usahanya berdasarkan antisipasi
apa saja yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Ada tiga proses yang dapat dipakai untuk
melakukan pengaturan diri. Memanipulasi faktor eksternal, memonitor dan mengevaluasi
tingkahlaku eksternal. Tingkahlaku manusia adalah hasil pengaruh resiprokal faktor eksternal
dan faktor internal itu.

a. Faktor Eksternal dalam Regulasi Diri


Faktor eksternal mempengaruhi regulasi diri dengan dua cara, pertama faktor eksternal
memberi standar untuk mengevaluasi tingkahlaku. Faktor lingkungan berinteraksi dengan
pengaruh-pengaruh pribadi, membentuk standar evaluasi diri seseorang. Melalui orang tua
dan guru anak-anak belajar baik-buruk, tingkahlaku yang dikehendaki dan tidak
dikehendaki. Melalui pengalaman berinteraksi dengan lingkungan yang lebih luas anak
kemudian mengembangkan standar yang dipakai untuk menilai prestasi diri.
Kedua, faktor eksternal mempengaruhi regulasi diri dalam bentuk penguatan
(reinforcement). Hadiah intrinsik tidak selalu memberi kepuasan, orang membutuhkan
inventif yang berasal dari lingkungan eksternal standar tingkahlaku dan penguatan
biasanya bekerja sama, ketika orang dapat mencapai standar tingkahlaku tertentu, perlu
penguatan agar tingkahlaku semacam itu menjadi pilihan untuk dilakukan lagi.

b. Faktor Internal dalam Regulasi Diri


Faktor eksternal berinteraksi dengan faktor internal dalam pengaturan diri sendiri.
Bandura mengemukakan bahwa tiga bentuk terhadap pengaruh internal (Tabel 17.1):
1) Observasi diri (self obsevation): dilakukan berdasarkan faktor kualitas penampilan,
kuantitas penampilan, orisinalitas tingkahlaku diri, dan seterusnya. Orang harus
mampu memonitor performansinya, walaupun tidak sempurna karena orang
cenderung memilih beberapa aspek dari tingkahlakunya dan mengabaikan
tingkahlaku lainnya. Apa yang diobservasi seseorang tergantung kepada minat dan
konsep dirinya.
2) Proses penilaian atau mengadili tingkah laku (judgemental process): adalah melihat
kesesuaian tingkahlaku dengan standar pribadi, membandingkan tingkah laku
dengan norma standar atau dengan tingkah laku orang lain, menilai berdasarkan
pentingnya suatu aktivitas, dan memberi atribusi performansi.
Standar pribadi bersumber dari pengalaman mengamati model misalnya orang tua
atau guru, dan menginterpretasi balikan/penguatan dari performansi diri.
Berdasarkan sumber model dan performansi yang mendapat penguatan, proses
kognitif menyusun ukuran-ukuran atau norma yang sifatnya sangat pribadi, karena
ukuran itu tidak selalu sinkron dengan kenyataan. Standar pribadi ini jumlahnya
terbatas. Sebagian besar aktivitas harus dinilai dengan membandingkannya dengan
ukuran eksternal, bisa berupa norma standar perbandingan sosial, perbandingan
dengan orang lain, atau perbandingan kolektif. Orang juga menilai suatu aktivitas
berdasarkan arti penting dari aktivitas itu bagi dirinya. Akhirnya, orang juga menilai
seberapa besar dirinya menjadi penyebab suatu performansi, apakah kepada diri
sendiri dapat dikenai atribusi (penyebab) tercapainya performansi, yang baik atau
sebaliknya justru dikenai atribusi terjadinya kegagalan dan performansi yang buruk.
3) Reaksi-diri-afektif (self response): akhirnya berdasarkan pengamatan dan judgement
itu, orang mengevaluasi diri sendiri positif atau negatif, dan kemudian menghadiahi
atau menghukum diri sendiri. Bisa terjadi tidak muncul reaksi afektif, karena fungsi
kognitif membuat keseimbangan yang mempengaruhi evaluasi positif atau negatif
menjadi kurang bermakna secara individual.

Tabel 17.1 Proses Regulasi diri


Faktor Internal
Faktor Eksternal Self-
Judgemental Process Self-Response
Observation
Standar Dimensi Standar Pribadi Reaksi evaluasi diri
masyarakat Performansi Sumber model Positif
Kualita Sumber penguat Negatif
Penguatan
Kuantita
Pedoman Performansi Dampak terhadap
Orisinalita
Norma standar self
Kebenaran
Perbandingan sosial Dihadiahi
bukti
Perbandingan Dihukum
Dampak
personal
Penyimpangan Tanpa respon-self
Perbandingan kolektif
Etika
Menghargai aktivitas
Sangat dihormati
Netral
Direndahkan
Atribusi performansi
Lokus pribadi
Lokus eksternal

3. Efikasi Diri (Self Effication)


a. Efikasi diri atau efikasi ekspetasi (self effication – efficacy expetation) adalah “Persepsi
diri sendiri mengenai seberapa bagus diri dapat berfungsi dalam situaso tertentu.” Efikasi
diri berhubungan dengan keyakinan bahwa diri memiliki kemampuan melakukan tindakan
yang diharapkan.
b. Ekspektasi hasil (outcome expectation): perkiraan atau estimasi diri bahwa tingkah laku
yang dilakukan diri itu akan mencapai hasil tertentu.
Efikasi adalah penilaian diri, apakah dapat melakukan tindakan yang baik atau buruk,
tepat atau salah, bisa atau tidak bisa mengerjakan sesuai dengan yang dipersyaratkan.
Efikasi ini berbeda dengan aspirasi (cita-cita), karena cita-cita menggambarkan sesuatu
yang ideal yang seharusnya (dapat dicapai), sedang efikasi menggambarkan penilaian
kemampuan diri. Seorang dokter ahli bedah, pasti mempunyai ekspektasi efikasi yang
tinggi, bahwa dirinya mampu melaksanakan operasi tumor sesuai dengan standar
profesional. Namun ekspektasi hasilnya bisa rendah, karena hasil operasi itu sangat
tergantung kepada daya tahan jantung pasien, kemurnian obat antibiotik, sterilitas dan
infeksi, dan sebagainya. Orang bisa memiliki ekspektasi hasil yang realistik (apa yang
diharapkan sesuai dengan kenyataan hasilnya), atau sebaliknya ekspektasi hasilnya tidak
realistik (mengharap terlalu tinggi dari hasil nyata yang dapat dicapai). Orang yang
ekpektasi efikasinya tinggi (percaya bahwa dia dapat mengerkakan sesuai dengan tuntutan
situasi) dan harapan hasilnya realistik (memperkirakan hasil sesuai dengan kemampuan
diri), orang itu akan bekerja keras dan bertahan mengerjakan tugas sampai selesai.

4. Sumber Efikasi Diri


a. Pengalaman performansi
Adalah prestasi yang pernah dicapai pada masa yang telah lalu. Sebagai sumber,
performansi masalalu menjadi pengubah efikasi diri yang paling kuat pengaruhnya.
Prestasi (masa lalu) yang bagus meningkatkan ekspektasi efikasi, sedang kegagalan akan
menurunkan efikasi. Mencapai keberhasilan akan memberi dampak efikasi yang berbeda-
beda, tergantung proses pencapaiannya:
1) Semakin sulit tugasnya, keberhasilan akan membuat efikasi semakin tinggi.
2) Kerja sendiri, lebih meningkatkan efikasi dibanding kerja kelompok, dibantu orang
lain.
3) Kegagalan menurunkan efikasi, kalau orang merasa sudah berusaha sebaik mungkin.
4) Kegagalan dalam suasana emosional/stress, dampaknya tidak seburuk kalau
kondisinya optimal.
5) Kegagalan sesudah orang memiliki keyakinan efikasi yang kuat, dampaknya tidak
seburuk kalau kegagalan itu terjadi pada orang yang keyakinan efikasinya belum kuat.
6) Orang yang biasa berhasil, sesekali gagal tidak mempengaruhi efikasi.
b. Pengalaman Vikarius
Diperoleh melalui model sosial. Efikasi akan meingkat ketika mengamati keberhasilan
orang lain, sebaliknya efikasi akan menurun jika mengamati orang yang kemampuannya
kira-kira sama dengan dirinya ternyata gagal. Kalau figur yang diamati berbeda dengan
diri sipengamat, pengaruh vikarius tidak besar. Sebaliknya ketika mengamati kegagalan
figur yang setara dengan dirinya, bisa jadi orang tidak mau mengerjakan apa yang pernah
gagal dikerjakan figur yang diamatinya itu dalam jangka waktu yang lama.
Tabel 17.2 Strategi Pengubahan Sumber Dkspektasi Efikasi
Sumber Cara Induksi
Participant modelling Meniru model yang berprestasi.
Menghilangkan pengaruh buruk prestasi
Performance desensitization
masa lalu.
Pengalaman
Performansi Menonjolkan keberhasilan yang pernah
Performance exposure
diraih.
Melatih diri untuk melakukan yang
Self-instructed performance
terbaik.
Live modelling Mengamati model yang nyata.
Pengalaman
Vikarius Mengamati model simbolik, film,
Symmbolic modelling
komik, cerita.
Mempengaruhi dengan kata-kata
Sugestion
berdasar kepercayaan.
Nasihat, peringatan yang
Persuasi Exhortation
mendesak/memaksa.
Verbal
Self-instruction Memerintah diri sendiri.
Interpretasi baru memperbaiki
Intrepretive treatment
interpretasi lama yang salah.
Mengubah atribusi, penanggungjawab
Attribution
suatu kejadian emosional.

Pembangkitan Relaxation biofeedback Relaksasi.


Emosi Menghilangkan sikap emosional dengan
Symbolic desensitization
modeling simbolik.
Symbolic exposure Memunculkan emosi secara simbolik.

c. Pesuasi Sosial
Efikasi diri juga dapat diperoleh, diperkuat atau dilemahkan melalui persuasi sosial.
Dampak dari sumber ini terbatas, tetapi pada kondisi yang tepat persuasi dari orang lain
dapat mempengaruhi efikasi diri. Kondisi itu adalah rasa percaya kepada pemberi persuasi,
dan sifat realistik dari apa yang dipersuasikan.
d. Keadaan Emosi
Keadaan emosi yang mengikuti suatu kegiatan akan mempengaruhi efikasi di bidang
kegiatan itu. Emosi yang kuat, takut, cemas, stress, dapat mengurangi efikasi diri. Namun
bisa terjadi, peningkatan emosi (yang tidak berlebihan) dapat meningkatkan efikasi diri.

Perubahan tingkahlaku akan terjadi kalau sumber ekspektasi efikasinya berubah.


Pengubahan self-efficacy banyak dipakai untuk memperbaiki kesulitan dan adaptasi
tingkah laku orang yang mengalami berbagai masalah behavioral. Keempat sumber itu
diubah dengan berbagai strategi yang diringkas dalam tabel 17.2.

5. Efikasi Diri sebagai Prediktor Tingkahlaku


Menurut Bandura, sumber pengontrol tingkahlaku adalah resiprokal antara lingkungan,
tingkahlaku, dan pribadi. Efikasi diri merupakan variabel prbadi yang penting, yang kalau
digabung dengan tujuan-tujuan spesifik dan pemahaman mengenai prestasi, akan menjadi
penentu tingkahlaku mendaatang yang penting. Berbeda dengan konsep diri (Rogers) yang
bersifat kesatuan umum, efikasi diri bersifat fagmental. Setiap individu mempunyai efikasi
diri yang berbeda-beda pada situasi yang berbeda, tergantung kepada:
a. Kemampuan yang dituntut oleh situasi yang berbeda itu.
b. Kehadiran orang lain, khususnya saingan dalam situasi itu.
c. Keadaan fisiologis dan emosional, kelelahan, kecemasan, apatis, murung.
Efikasi yang tinggi atau rendah, dikombinasikan dengan lingkungan yang responsif
atau tidak responsif, akan menghasilkan empat kemungkinan predikssi tingkahlaku (Tabel
17.3).
Tabel 17.3 Kombinasi Efikasi dengan Lingkungan sebagai Prediktor Tingkahlaku
Efikasi Lingkungan Prediksi hasil tingkahlaku
Sukses, melaksanakan tugas yang sesuai dengan
Tinggi Responsif
kemampuannya.
Depresi, melihat orang lain sukses pada tugas yang
Rendah Tidak responsif
dianggapnya sulit
Berusaha keras mengubah lingkungan menjadi responsif,
Tinggi Tidak responsif melakukan protes, aktivitas sosial, bahkan memaksakan
perubahan
Rendah Responsif Orang menjadi apatis, pasrah, merasa tidak mampu
6. Efikasi Kolektif (Collective Efficacy)
Keyakinan masyarakat bahwa usaha mereka secara bersama-sama dapat menghasilkan
perubahan sosial tertentu, disebut efikasi kolektif. Ini bukan ‘jiwa kelompok’ tetapi lebih
sebagai efikasi pribadi dari banyak orang yang bekerja bersama. Bandura berpendapat, orang
berusaha mengontrol kehidupan dirinyaa bukan hanya melalui efikasi diri individual, tetapi
juga melalui efikasi kolektif. Misalnya, dalam bidang kesehatan, orang memiliki efikasi diri
yang tinggi untuk berhenti memrokok atau melakukan diet, tetapi mungkin memiliki efikasi
kolektif yang rendah dalam hal mengurangi polusi lingkungan, bahaya tempat kerja, dan
penyakit infeksi. Efikasi diri dan efikasi kolektif bersama-sama saling melengkapi untuk
mengubah gaya hidup manusiaa. Efikasi kolektif timbul berkaitan dengan masalah-masalah
perusakan hutan, kebijakan perdagangan internasional, perusakan ozone, kemajuan teknologi,
hukum dan kejahatan, birokrasi, perang, kelaparaan, becana alam, dan sebagainya.

B. Dinamika Kepribadian
Menurut Bandura, motivasi adalah kontruk kognitif yang mempunyai dua sumber,
gambaran hasil pada masa yang akan datang (yang daoat menimbulkan motivasi tingkah laku
saat ini), dan harapan keberhasilan didasarkan pada pengalaman menetapkan dan mencapai
tujuan-tujuan antara. Dengan kata lain, harapan mendapat reinforsemen ppada masa yang
akan datang memotivasi seseorang untuk bertingkah laku tertentu. Juga, dengan menetapkan
tujuan atau tingkat performansi yang diinginkan, dan kemudian mengevaluasi performansi
dirinya, orang termotivasi untuk bertindak pada tingkat tertentu. Anak yang lemah dalam
matematik, tampak meningkat performansinya ketika mereka menetapkan dan berusaha
mencapai serangkaiaan tujuan yang berurutan yang memungkinkan evaluasi diri segera
daripada menetapkan tujuan yang jauh dan membutuhkan waktu lama mencapainya. Jadi,
terus menerus mengamati, memikirkan, dan menilai tingkah laku diri, akan memberi insentif
diri sehingga bertahan dalam berusaha mencapai standaar yang telah ditentukan.
Bandura setuju bahwa penguatan menjadi penyebab belajar. Namun orang juga dapat
belajar dengan penguat yang diwakilkan (vicarious reinforcement), penguat yang ditunda
(expectation reinforcement), atau bahkan tanpa penguat (beyond reinforcement):
1. Penguat Vikarius (vicarious reinforcement): mengamati orang lain yang mendapat
penguatan, membuat orang ikut puas dan berusaha belajar gigih agar menjadi seperti
orang itu.
2. Penguatan yang ditunda (expectation reinforcement): orang terus menerus berbuat tanpa
mendapat penguatan, karena yakin akan mendapat penguatan yang sangat memuaskan
pada masa yang akan datang.
3. Tanpa penguatan (beyond reinforcement): belajar tanpa ada reinforsemen sama sekali,
mirip dengan konsep otonomi fungsional dari Allport.
Ekspektasi penguatan dapat dikembangkan dengan menggenali dampak dari tingkah
laku; pengamatan terhadap praktek mengganjar dan menghukum tingkah laku orang lain
yang ada dilingkungan sosial, dan mengganjar dan menghukum tingkah lakunya sendiri
orang mengembangkan standar pribadi, berdasarkan standar sosial melalui interaksinya
dengan orang tua, guru, dan teman sebayanya. Orang dapaat mengganjar dan menghukum
tingkah laku sendiri dengan menerima diri atau mengkritik diri. Penerimaan dan kritik diri ini
saangat besar perannya dalam membimbing tingkahlaku, sehinggaa tingkah laku orang
menjadi tetap (konsisten), tidak terus menerus berubah akibat adanya perubahan sosial.
Dalam penelitian ditemukan, anak-anak yang diganjar dan dipuji untuk pencapaian
yang relatif rendah akan tumbuh dan mengembangkan self-reward yang murah dibanding
anak yang standar pencapaiannya tinggi. Begitu pulaa anak yang mengamati model yang
diganjar pada standar pencapaian yang rendah akan menjadi orang dewasa yang murah dalam
mengganjar diri sendiri dibanding anak yang mengamati model dengan standar ganjaran
tinggi.
DAFTAR PUSTAKA

Alwisol. 2012. Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press

Anda mungkin juga menyukai