Anda di halaman 1dari 10

2.

Teori kebijakan Diveden

Beberapa theory kebijakan dividen yang dikemukakan oleh Dermawan Sjahrial (2002) adalah
sebagai berikut.

a. Theori Dividen Tidak Relevan


Modigliani dan Miller (MM) berpendapat bahwa nilai suatu perusahaan tidak ditentukan
oleh besar kecilnya divedend payout ratio, tetapi ditentukan oleh laba bersih sebelum
pajak dan kelas risiko perusahaan. Jadi, dividen tidak relevan untuk diperhitungkan
karena tidak meningkatkan kesejahteran pemegang saham. Kenaikan nilai perusahaan
dipengaruhi oleh kemampuan perusahaan untuk mendapatkan keuntungan (earning pwer)
dari set perusahaaan pernyataan ini didasarkan pada beberapa asumsi berikut:
1. Kebijakan capital budgeting terlepas dari kebijakan divided.
2. Distribusi pendapatan diantara dividen dengan laba ditahan tidak berpengaruh
terhadap biaya ekuitas.
3. Leverage tidak berpengaruh terhadap biaya modal.
4. Tidak ada pajak.
5. Tidak ada biaya emisi saham.
6. Para investor dan manajer mempunyai informasi yang sama.
7. Para modal yang sempurna yang para investornya bersikap rasional.
Beberapa ahli menentang pendapat modiglani dan miller tentang dividen tidak
relevan dengan menunjukan adanya baiaya emisi saham baru yang akan
mempengaruhi nilai perusahaan. Modal sendiri dapat berasal dari laba ditahan dan
menerbitkan saham biasa baru.

b. Theori the Bird in the Hand


Gordon dan Lintner menyatakan bahwa biaya modal sendiri perusahaan akan naik jika
dividend payout rendah karena investor lebih suka menerima dividen dari pada capital
gains. Menurut mereka, investor memandang dividend yield lebih pasti dari pada capital
gains yield. Perlu diingat bahwa dilihat dari sisi investor, biaya modal sendiri laba
ditahan (KS) adalah tingkat keuntungan yang diisyaratkan incestor pada saham. Ks
adalah keuntungan dari dividen (dividend yield).
Modigliani dan miller menentang pendapat Gordon dan Lintner karena akhirnya investor
akan kembali menginvestasikan dividen yang diterima pada perusahaan yang sama atau
perusahaan yang dimiliki risiko yang hampir sama.

c. Teori Perbedaan Pajak

Teori ini diajukan oleh Litzenberger dan Ramaswamy yang menyatakan bahwa adanya
pajak terhadap keuntungan dividen dan capital gains menyebabkan para investor lebih menyukai
capital gains karena dapat menunda pembayaran pajak.” Oleh karena itu, investor mensyaratkan
tingkat keuntungan yang lebih tinggi pada saham yang memberikan dividend yield tinggi, capital
gains yield rendah dari pada saham dengan dividend yield rendah', capital gains yield tinggi, jika
pajak atas dividen lebih besar dari pajak atas capital gains, perbedaan ini akan makin terasa.
Teori yang menyatakan bahwa adanya pajak terhadap dividen dan capital gains

KURANG

2. Bentuk-bentuk Kebijakan Dividen

Ada beberapa bentuk pemberian dividen secara tunai atau cash dividend yang diberikan oleh
perusahaan kepada pemegang saham. Beberapa bentuk kebijakan dividen adalah sebagai berikut:

a. Kebijakan pemberian divider stabil


Kebijakan pemberian dividen yang stabil ini banyak dilakukan oleh perusahaan karena
beberapa alasan berikut:

1) meningkatkan harga saham sebab dividen yang stabil dan dapat diprediksi dianggap
mempunyai risiko yang kecil.

2) memberikan kesan kepada para investor bahwa pemsahaan mempunyai prospek yang baik
pada masa yang akan datang.

3) menarik investor yang memanfaatkan dividen untuk keperluan konsumsi sebab dividen selalu
dibayarkan.
b. Kebijakan divider yang meningkat

Dengan kebijakan ini, perusahaan akan membayar dividen kepada pemegang saham
dengan jumlah yang selalu meningkat dengan pertumbuhan yang stabil.

c. Kebijakan divider: dengan rasia yang kostan

Kebijakan ini memberikan dividen yang besamya meng‘ ikut‘l besamya laba yang
diperoleh perusahaan. Semakin bent lab: yang diperoleh, sernakin besar dividen yang
dibayarkan. Demikian pula sebaliknya, apabila laba kecil, dividen yang dibayarkan juga kecil.
Dasar yang digunakan disebut dividend payout ratio (DPR).

MAKALAH KEMAL

d. Kebijakan pemberian dividen regular yang rendah ditambah ekstra

Dengan kebijakan ini, perusahaan menentukan jumlah pembayaran dividen per lembar,
kemudian ditambahkan dengan ekstra dividen apabila keuntungannya mencapai jumlah tertentu.

Pada prinsipnya, dividen dipengaruhi oleh banyak variabel. Contoh, arus kas dan kebutuhan
investasi suatu perusahaan mungkin berubah-ubah dengan cepat sehingga sulit untuk
menentukan jumlah dividen tetap yang tinggi.

Pada pihak lain, perusahaan menginginkan pembayaran dividen yang tinggi untuk menyalurkan
dana yang tidak dibutuhkan untuk investasi.

3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Kebijakan Dividen

Faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen adalah sebagai berikut.

a. Kebutuhan dana bagi perusahaan

Semakin besar kebutuhan dana perusahaan, semakin kecil kémampuan untuk membayar
dividen. Hal ini karena penghasilan perusahaan akan digunakan terlebih dahulu untuk
memenuhi kebutuhan dananya (semua proyek investasi yang menguntungkan ) dan sisanya
digunakan untuk pembayaran dividen.
b. Likuiditas perusahaan

Salah satu pertimbangan utama dalam kebijakan dividen adalah likulditas penisahaan.
Karena dividen mempakan uang saat ini lebih senang jika perusahaan menahan sebagian besar
laba bersih perusahaan.

LILAH

g. Stabilitas laba

Perusahaan yang mempunyai laba stabil mampu memperkirakan besarnya laba pada masa
yang akan datang. Perusahaan ini cenderung membayarkan dividen payout ratio, daripada
perusahaan yang labanya berfluktuasi, dividen yang lebih rendah akan lebih mudah untuk
dibayar apabila laba menurun pada masa yang akan datang.

Beberapa faktor yang dapat dipertimbangkan oleh perusahaan dalam menentukan kebijakan
dividen yang sesuai adalah sebagai berikut.

a. Kesempatan Investasi

Semakin besar kesempatan investasi, dividen yang dapat dibagikan akan semakin sedikit. Lebih
baik jika dana ditanamkan pada investasi yang menghasilkan NPV yang positif.

b. Profitabilitas dun Likuiditas

Aliran kas atau profitabilitas yang baik bisa membayar dividen atau meningkatkan
dividen. Demikian pula sebaliknya. Alasan lain dalah untuk menghindari akuisisi oleh
perusahaan lain. Perusahaan yang mempunyai kas yang berlebihan sering menjadi target dalam
akuisisi. Untuk menghindari akuisisi, perusahaan dapat membayarkan dividen.

c. Akses ke Pasar Keuangan

Jika mempunyai akses ke pasar keuangan yang baik, perusahaan dapat membayar dividen
lebih tinggi. Akses yang baik dapat membantu perusahaan memenuhi kebutuhan likuiditasnya.
d. Stabilitas Pendapatan

Jika pendapatan perusahaan relatif stabil, aliran kas masa mcndatang dapat diperkirakan
dengan letnh akurat. Perusahaan itu bisa membayar dividen yang lcbih tinggi. Haluang saat ini
lebih senang jika perusahaan menahan sebagian besar laba bersih perusahaan.

yang sebaliknya terjadi bagi perusahaan yang mempunyai pendapatan yang tidak stabil.
Ketidakstabilan aliran kas pada masa mendatang membatasi kemampuan perusahaan membayar
dividen yang tinggi.

D. Hubungan Struktur Modal dan Kebijakan Dividen

Sejauh ini terdapat beberapa penelitian empiris untuk melihat hubungan antara kebijakan
utang dan kebijakan dividen terhadap nilai perusahaan yang dihubungkan dengan kepemilikan
manajerial. Fuerst dan Kang (2000) menemukan hubungan positif antara insider ownership
dengan nilai pasar setelah mengendalikan kinerja perusahaan. Nilai perusahaan meningkat jika
institusi mampu menjadi alat monitoring yang efektif. Hubungan antara analysts coverage yang
merupakan external monitoring function dan Tobins'Q sebagai proksi nilai perusahaan adalah
positif dan signifikan.

Fried and Lang (1988) melakukan penelitian yang berkaitan dengan hubungan antara
kepentingan manajer terhadap struktur modal. Hasil penelitian tersebut adalah kepemilikan
manajerial berpengaruh negatif terhadap kebijakan debet. Keadaan ini dapat dilihat di
perusahaan tertutup.

Dukungan terhadap hasil penelitian ini dilakukan oleh Jensen yang melakukan penelitian
tentang hubungan antara manajerial ownership, kebijakan utang, dan kebijakan .dividen dengan
menggunakan analisis least square tiga tahap. Hasil penelitian tersebut mendukung pernyataan
bahwa ownership, kebijakan utang, dan kebijakan dividen mempunyai hubungan yang
interdependent. Secara khusus, manajerial ownership berpengaruh negatif terhadap kebijakan
utang dan dividen.
Vermalen membuktikan bahwa dalam penilaian terhada pembelian kembali saham yang
telah dijual, para investor memandang proporsi pemegang saham insider sebagai informasi
panting. Born (1988) menemukan bahwa kepemilikan insider berhubungan positif dengan return
saham, sedangkan Hirschey dan Zaima (1989) memberikan bukti bahwa keputusan menjual
perusahaan dengan pemilik insider (manajerial ownership) yang lebih besar akan memperoleh
respons investor yang lebih mengnntungkan daripada perusahaan dengan pemilik insider yang
lebih rendah.

1. Impilikasi Hubungan Struktur Modal dan Kebijakan Deviden

Pasar modal merupakan salah satu wahana yang dapat dimanfaatkan untuk memobilisasi
dana, baik dari dalam atau luar negeri. Kehadiran pasar modal memperbanyak pilihan sumber
dana (khususnya dana jangka panjang) bagi perusahaan. Hal ini berarti keputusan pembelanjaan
dapat menjadi semakin bervariasi. Adanya bursa efek memungkinkan suatu perusahaan untuk
menerbitkan sekuritas yang berupa saham. Setiap perusahaan yang menerbitkan saham secara
umum' yang bertujuan untuk meningkatkan harga atau nilai sahamnya untuk memaksimalkan
kekayaan atau kemakmuran para pemegang saham.

2. Pengatuh Kebijakan Struktur Modal terhadap Nilai Saham

Kebiijakan deviden mempakan kebijakan tentang banyaknya bagian keuntungan yang


diBagikan sebagai deviden. Keputusan untuk menentukan banyaknya deviden yang hams
dibagikan kepada pemegang saham, khususnya perusahaan yang go public, memiliki pengaruh
terhadap nilai perusahaan yang tercemin dari harga saham.

Perusahaan yang memilikl laba setiap tahunnya akan mempertimbangkan apakah laba
yang diperolchnya akan diberikan semua atau sebagiannya ditahan untuk diinvestasikan kembali.
Persoalan ini bukan persoalan biasa karena mempunyal implikasi pada naik turunnya harga
saham perusahaan. Oleh karena itu, diperlukan pengaturan yang matang tentang cara
mengalokasikan penentuan laba yang diperoleh pada dividen dan laba yang hams dibayar.

3. Pengaruh Kebijakan Dividen terhadap Nilai Saham

Kebijakan dividen berpengaruh positif terhadap nilai saham, melalui penciptaan


keseimbangan antara dividen saat ini dan laba ditahan sehingga mampu memaksimalkam nilai
saham. jika perusahaan bersangkutan menialankan kebijakan untuk membagikan tambahan tunai
akan cenderung meningkatkan harga saham. Akan tetapi, jika nilai dividen tunai meningkat,
semakin sedikit dana yang tersedia untuk reinvestasi seh'mgga tingkat pertumbuhan perusahaan
yang diharapkan untuk masa mendatang akan rendah, dan hal ini menurunkan harga saham. Nilai
saham akan maksimal jika terjadi keseimbangan antara deviden saat ini dan laba ditahan.

Untuk memaksimalkan harga atau nilai saham, perusahaan dituntut untuk


memperhitungkan akibatnya terhadap nilai atau harga sahamnya dalam pengambilan keputusan.
Iika pemsahaan ingin mencapai tujuan tersebut, setiap keputusan hams dievaluasi pengaruhnya
terhadap harga saham. Untuk itu, keputusan sruktur modal dan kebijakan dividen harus selalu
dievaluasi atas dasar akibatnya terhadap nilai atau harga saham.

Meskipun harga atau nilai di pasar saat keputusan stmktur modal dan kebijakan dividen
diumumkan bukan merupakan satu Output (keluaran) menunjukkan produk (bempa barang atau
jasa) yang dihasilkan dari program atau keglatan sesuai dengan input yang digunakan.
Sedangkan outcomes (basil) menunjukkan berfungsi output.

Pada tangal 14 Iannari 2004, telah disahkan Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004
tentang Perbendaharaan Negara yang mempakan ketentuan pelaksanaan sebagai tindak lanjut
atas .disahkannya Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003. Menurut Undang-Undang Nomor 1
tahun 2004 tersebut, yang dimaksud dengan Perbendaharaan Negara adalah pengelolaan dan
pertanggungjawaban keuangan negara, termasuk investasi dan kekayaan yang .dipisahkan, yang
ditetapkan dalam APBN dan APBD. Seiring dengan konsepsi di atas, pelaksanaan anggaran
dilakukan melalui pembagian tugas antara Menteri Keuangan selaku pemegang kewenangan
kebendaharaan dengan menteri negara/lembaga selaku pemegang kewenangan adminitratif.

Dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 dijelaskan bahwa


kewenangan administratif yang dimiliki menteri negara/lembaga mencakup kewenangan untuk
melakukan perikatan atau tindakan lain yang mengakibatkan terjadinya penerimaan atau
pengeluaran negara, kewenangan melakukan pengujian dan pembebanan tagihan yang diajukan
kepada menteri negara lembaga sehubungan dengan realisasi perikatan tersebut, serta
memerintahkan pembayaran atau menagih penerimaan yang timbul sebagai akibat pelaksanaan
anggaran.
Adapun dalam upaya melaksanakan kewenangan kebendaharaan, Menteri Keuangan
mempakan pengelola keuangan yang berfungsi sebagai kasir, pengawas keuangan, dan sekaligus
sebagai manajer keuangan.

C. Sistem Pengelolaan Manajemen Keuangan Negara

1. Pengelolaan Keuangan Negara Pascareformasi

UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan UU No. 1 tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara telah berjalan hampir satu setengah tahun. Sebagaimana dipahami
bahwa UU I(keuangan Negara No. 17 tahun 2003 dan 'UU Perbendaharaan Negara nomor 1
tahun 2004 adalah untuk memenuhi kebutuhan pengelolaan keuangan negara yang sesuai dengan
tuntutan perkembangan demokrasi, ekonomi, dan teknologi modern.

UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara telah mengubah sistem dan pola pengelolaan
keuangan negara. Sistem yang diusung dalam UU tersebut adalah sistem penganggaran berbasis
kinerja (performance budgeting system) yang menjadikan kinerja sebagai fokus sehingga seluruh
potensi harus diarahkan untuk mendukung agar kinerja yan'g diinginkan dapat tercapai.

Dalam rangka mengemban misi reformasi dalam bidang keuangan negara, yaitu untuk
mewujudkan pemerintahan yang bersih (clean governance), Menteri Keuangan selaku Bendahara
Umum Negara (BUN) dan pejabat lainnya yang ditunjixk selaku Kuasa BUN bukanlah sekadar
kasir yang hanya melaksanakan penerimaan dan pengeluaran negara tanpa berhak menilai
kebenaran penerimaan dan pengeluaran negara tersebut. Menteri Keuangan selaku pengelola
keuangan dalam arti seutuhnya berfungsi sebagai kasir, pengawas keuangan, dan manajer
keuangan. Karena pelaksanaan tahun 2005 sampai dengan triwdlan I tahun 2006 menunjukkan
belum berubahnya mind set KPA dan KPPN dalam mekanisme pelaksanaan pembayaran APBN,
perlu dilakukan langkah-langkah konkret untuk mengendalikan pengelolaan keuangan negara
sesuai fungsi kementerian keuangan dalam arti seutuhnya: kasir, pengawas keuangan, dan
manajer keuangan agar tercipta efisiensi biaya dan efektivitas dalam pelaksanaan anggaran (cost
effectweness and operational eficiency) sehingga ada benang merah dalam siklus anggaran
(budget cycle) antara input, output, dan outcome.

2. Pihak-pihak Pengelolaan Keuangan Negara


Dalam hukum keuangan negara telah ditentukan pihak pihak yang terkait dengan
pengelolaan keuangan negara beserta tanggung jawab yang berbeda-beda sesuai dengan
kewenangan dan kewajibannya masing-masing.

Pengelolaan keuangan negara dalam hukum keuangan negara memiliki berbagai sebutan
atau penamaan yang berbeda-beda. Perbedaan penyebutan atau. penamaan bagi pengelola
keuangan negara didasarkan pada kewenangan dan kewajiban yang diberikan oleh ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Para pihak yang terlibat dal-am pengelolaan
anggaran keuangan negara meliputi Presiden, Menteri Keuangan, Pimpinan para
Lembaga/Menteri, Bendahara, dan Pegawai Non Bendahara.

Rancangan anggaran negara yang disusun oleh presiden sesuai dengan Pasal 23 ayat (2)
Undang-Undang Dasar 1945 memuat perkiraan pendapatan dan pengeluaran negara setta
perincian kegiatan dalam jangka waktu satu tahun ke depan. Perkiraan pendapatan dan
persetujuan tersebut harus memperoleh persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat agar
memperoleh legitimasi dalam bentuk undang-undang. Setelah diundangkan, rancangan anggaran
negara berubah menjadi undang-undang anggaran negara atau dapat disebut sebagai anggaran
negara.

3. Cakupan Permasalahan dalaml’elaksanaan Pemisahan Kewenangan Administrasi dan


Kewenangan Kebendaharaan.

Cakupan permasalahan dalam pelaksanaan pemisahan kewenangan administrasi dan kewenangan


kebendaharaan adalah:

a. menyoroti sampai dimana tingkat kcsiapan kementerian/lembaga dalam menjalankan


fungsinya selaku pemegang kewenangan administratif.

b. Pelaksanaan kcwenangan kebendaharaan (comptable) di kementerian keuangan (d.h.i KPPN).

c. faktor-faktor yang memengaruhi pelaksanaan pemisahan kedua kewenangan pada KPA dan
KPPN;
d. usul penyempurnaan aturan atau prosedur kerja untuk menciptakan et’isiensi biaya dan
efektivitas kinerja dalam mekanisme pelaksanaan pembayaran sebagai bentuk pengendalian
keuangan negara.

4. Sistem Penganggaran Modern (Public Expenditure Management)

a. Makna Sistem Pengunggaran Modem (Public Expenditure Management).

Sistem penganggaran modern (public éxpenditure management) menekankan tiga prinsip panting
(best practice) dalam pengelolaan keuangan negara, yaitu:

1) aggegate fiscal dicipline, disiplin anggaran pada tingkat nasional agar besamya belanja negara
disesuaikan dengan kemampuan menghimpun pendapatan negara.

2) allocative eficiency , efisiensi alokasi anggaran melalui distribusi yang tepat sumber-sumber
daya keuangan untuk berbagai fungsi pemerintahan sesuai dengan outcome (manfaat atau hasil)
yang diharapkan dari penyelenggaraan tugas kementerian/lembaga;

3) Operational eficiency , efisiensi pelaksanaan kegiatan instansi pemerintahan untuk


menghasilkan output sesuai tugas dan fungsi instansi pemerintahan bersangkutan.

Reformasi di bidang perbendaharaan dilakukan sejalan dengan prinsip operational eficiency


dengan mengubah fokus

Anda mungkin juga menyukai