Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Cedera kepala yang akan dibicirakan adalah cedera akibat rudapaksa kepala
(trauma capitis). Dinegara maju kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab kematian
utama pada umur antara 2-44 tahun, dimana 70% diantaranya mengalami rudapaksa
kepala. Trauma capitis merupakan kejadian yang sangat sering dijumpai. Lebih dari
50% penderita trauma adalah trauma capitis. Bila multi trauma (cedera lebih dari 1
bagian tubuh), maka 50% penderita adalah masalah trauma capitis.
Brain injury ringan adalah hilangnya fungsi neurologi atau menurunnya
kesadaran tanpa menyebabkan kerusakan lainnya (Smeltzer, 2002), sedangkan
menurut Mansjoer (2000), cedera kepala ringan adalah trauma kepala dengan GCS:
14- 15 (sadar penuh) tidak ada kehilangan kesadaran, mengeluh pusing dan nyeri
kepala, hematoma, laserasi dan abrasi .
Manifestasi nyeri kepala setelah cedera kepala dapat berupa jenis tegang,
migren, neuralgia oksipital, atau sefalgia disotonomik traumatic, dan yang paling
sering ditemukan adalah nyeri kepala tipe tegang yang bersifat terus menerus, nyeri
seperti memakai ikat kepala yang terlalu kencang, tanpa adanya gejala neurologis
yang objektif, dapat disertai keluhan lain berupa vertigo, kepala ringan,
sempoyongan, kecemasan, letih-lesu-lemah (Mansjoer, 2000).
Keluhan nyeri kepala biasanya timbul dalam 24 jam dari cedera, dan sekitar 6%
terjadi beberapa hari atau minggu kemudian. Menurut Gutman dalam Japardi (2002)
nyeri kepala terdapat lebih banyak pada minggu-minggu pertama sesudah cedera
kepala ringan. Pemakaian bantal pada leher untuk mengurangi nyeri kepala belum
banyak diketahui dan diterapkan pada pasien cedera kepala ringan, khususnya di
Ruang Bougenviel RSUD Kertosono.
Distribusi kasus cedera kepala terutama melibatkan kelompok usia 10-60 tahun
dan lebih didominasi oleh kaum laki-laki dibandingkan dengan perempuan. Penyebab
cedera kepala terbanyak adalah akibat kecelakaan lalu lintas, disusul dengan jatuh (

1
terutama pada anak-anak) (Fauzi, 2002). Data dari World Health Organization (WHO)
pada tahun 2002 kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab kematian urutan kesebelas
di seluruh dunia, menelan korban sekitar 1,2 juta manusia setiap tahun. Di Indonesia
jumlah kecelakaan lalu lintas meningkat dari tahun ke tahun.

B. Rumusan Masalah
a. Apa itu pengertian dan anatomi fisiologi trauma brain injury ?
b. Apa saja klasifikasi dan etiologi trauma brain injury ?
c. Bagaimana patofisiologi dan menifestasi klinik trauma brain injury ?
d. Apa saja komplikasi dan bagaimana pemeriksaan diagnosis trauma brain
injury ?
e. Bagaiamana tindakan dan penangan fisioterapi pada pasien trauma brain
injury ?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan umum :
a. Untuk memperoleh pengetahuan mengenai trauma brain injury.
Tujuan Khusus:
a. Untuk mengetahui pengertian dan anatomi fisiologi dari trauma brain
injury.
b. Untuk mengetahui klasifikasi dan etiologi trauma brain injury .
c. Untuk mengetahui patofisiologi dan menifestasi klinik dari trauma brain
injury .
d. Untuk mengetahui komplikasi dan pemeriksaan diagnosis trauma brain
injury .
e. Untuk mengetahui tindakan, penanganan fisioterapi yang di berikan
terhadap pasien yang mengalami trauma brain injury.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI TRAUMA BRAIN INJURY


Trauma Brain Injury atau cedera kepala merupakan trauma mekanik terhadap
kepala baik secara langsung ataupun tidak langsung yang menyebabkan gangguan
fungsi neurologis yaitu gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial baik bersifat
temporer maupun permanent (PERDOSI,2006)
Trauma Brain Injury adalah salah satu bentuk trauma yang dapat mengubah
kemampuan otak dalam menghasilkan keseimbangan fisik, intelektual, emosional,
gangguan traumatik yang dapat menimbulkan perubahan-perubahan fungsi otak
(Pedoman Penaggulangan Gawat Darurat Ems 119 Jakarta, 2008).
Cedera kepala adalah adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau
penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan (accelerasi -
decelerasi) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan
peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan percepatan, serta notasi yaitu
pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada
tindakan pencegahan (Mufti, 2009).

B. ANATOMI FISIOLOGI

 Kulit Kepala (SCALP)


Menurut ATLS terdiri dari 5 lapisan yaitu:

3
• Skin atau kulit
• Connective Tissue atau jaringan penyambung
• Aponeurosis atau galea aponeurotika à jaringan ikat berhubungan
langsung dengan tengkorak.
• Loose areolar tissue atau jaringan penunjang longgar à Merupakan
tempat terjadinya perdarahan subgaleal (hematom subgaleal).
Perikranium

 Tulang Tengkorak
Terdiri dari Kalvarium dan basis kranii. Rongga tengkorak dasar dibagi 3
fosa :
• Anterior atau tempat lobus frontalis.
• Media atau tempat lobus temporalis.
• Posterior tempat batang otak bawah dan serebelum.

 Meningen
Selaput ini menutupi seluruh permukaan otak terdiri 3 lapisan :
1) Durameter
Merupakan selaput keras atas jaringan ikat fibrosa melekat dengan tabula
interna atau bagian dalam kranium namun tidak melekat pada selaput arachnoid
dibawahnya, sehingga terdapat ruangan potensial disebut ruang subdural yang
terletak antara durameter dan arachnoid.
Durameter membelah membentuk 2 sinus yang mengalirkan darah vena ke
otak, yaitu : sinus sagitalis superior mengalirkan darah vena ke sinus
transverses dan sinus sigmoideus. Perdarahan akibat sinus cedera 1/3 anterior
diligasi aman, tetapi 2/3 posterior berbahaya karena dapat menyebabkan infark
vena dan kenaikan tekanan intracranial.
Arteri-arteri meningen terletak pada ruang epidural, dimana yang sering
mengalami cedera adalah arteri meningea media yang terletak pada fosa
temporalis dapat menimbulkan perdarahan epidural.

4
2) Arachnoid
Lapisan arachnoid terdiri atas fibrosit berbentuk pipih dan serabut
kolagen. Lapisan arachnoid mempunyai dua komponen, yaitu lapisan yang
berhubungan dengan durameter dan suatu sistem trabekula yang
menghubungkan lapisan tersebut dengan piameter. Bagian ini dikenal dengan
vilus arachnoidalis yang berfungsi memindahkan cairan serebrospinal ke
daerah sinus venous. Arachnoid merupakan selaput tipis dan transparan.
Arachnoid berbentuk seperti jaring laba-laba. Antara arachnoid dan piameter
terdapat ruangan berisi cairan yang berfungsi untuk melindungi otak bila
terjadi benturan. Baik arachnoid dan piameter kadang-kadang disebut sebagai
leptomeninges.

3) Piameter
Lapisan ini melekat pada permukaan korteks serebri. Cairan serebro spinal
bersirkulasi diantara arachnoid dan piameter dalam ruang subarahnoid.
Perdarahan ditempat ini akibat pecahnya aneurysma intra cranial.

 Otak
a. Serebrum
Terdiri atas hemisfer kanan dan kiri dipisahkan oleh falks serebri yaitu
lipatan durameter yang berada di inferior sinus sagitalis superior. Hemisfer
kiri terdapat pusat bicara.
b. Serebelum
Berfungsi dalam kordinasi dan keseimbangan dan terletak dalam fosa
posterior berhubungan dengan medulla spinalis batang otak dan kedua
hemisfer serebri.
c. Batang otak
Terdiri dari mesensefalon (midbrain) dan pons berfungsi dalam kesadaran
dan kewaspadaan, serta medulla oblongata yang memanjang sampai medulla
spinalis.

5
 Cairan Serebrospinalis
Normal produksi cairan serebrospinal adalah 0,2-0,35 mL per menit atau
sekitar 500 mL per 24 jam . Sebagian besar diproduksi oleh oleh pleksus
koroideus yang terdapat pada ventrikel lateralis dan ventrikel IV. Kapasitas dari
ventrikel lateralis dan ventrikel III pada orang sehat sekitar 20 mL dan total
volume cairan serebrospinal pada orang dewasa sekitar 120 mL Cairan
serebrospinal setelah diproduksi oleh pleksus koroideus akan mengalir ke
ventrikel lateralis, kemudian melalui foramen interventrikuler Monro masuk ke
ventrikel III , kemudian masuk ke dalam ventrikel IV melalui akuaduktus
Sylvii, setelah itu melalui 2 foramen Luschka di sebelah lateral dan 1 foramen
Magendie di sebelah medial masuk kedalam ruangan subaraknoid, melalui
granulasi araknoidea masuk ke dalam sinus duramater kemudian masuk ke
aliran vena
Tekanan Intra kranial meningkat karena produksi cairan serebrospinal
melebihi jumlah yang diabsorpsi. Ini terjadi apabila terdapat produksi cairan
serebrospinal yang berlebihan, peningkatan hambatan aliran atau peningkatan
tekanan dari venous sinus. Mekanisme kompensasi yang terjadi adalah
transventricular absorption, dural absorption, nerve root sleeves absorption dan
unrepaired meningocoeles.
Pelebaran ventrikel pertama biasanya terjadi pada frontal dan temporal
horns, seringkali asimetris, keadaan ini menyebabkan elevasi dari corpus
callosum, penegangan atau perforasi dari septum pellucidum, penipisan dari
cerebral mantle dan pelebaran ventrikel III ke arah bawah hingga fossa pituitary
(menyebabkan pituitary disfunction).

 Tentorium
Tentorium serebri membagi rongga tengkorak menjadi ruang :
• Supratentorial yang berisi fosa kranii anterior
• Infratentorial yang berisi fosa kranii posterior

6
Mesensefalon (midbrain) menghubungkan hemisfer serebri dan batang
otak (pons dan medulla oblongata) berjalan melalui celah tentorium serebeli
disebut insisura tentorial. Nervus okulomotorius (NVII) berjalan sepanjang
tentorium, bila tertekan oleh masa atau edema otak akan menimbulkan herniasi.
Serabut2 parasimpatik untuk kontraksi pupil mata berada pada permukaan n.
okulomotorius. Paralisis serabut ini disebabkan penekanan mengakibatkan
dilatasi pupil. Bila penekanan berlanjut menimbulkan deviasi bola mata
kelateral dan bawah.
Dilatasi pupil ipsilateral disertai hemiplegi kontralateral dikenal
sindrom klasik herniasi tentorium. Umumnya perdarahan intrakranial terdapat
pada sisi yang sama dengan sisi pupil yang berdilatasi meskipun tidak selalu.

C. KLASIFIKASI
Klasifikasi trauma kepala berdasarkan nilai Glasgow Coma Scale (GCS) :
1. Minor
• GCS 13-15
• Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang
dari 30 menit.
• Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral,
hematoma.
2. Sedang
• GCS 9-12
• Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia lebih dari 30
menit tetapi kurang dari 24 jam.
• Dapat mengalami fraktur tengkorak.
3. Berat
• GCS 3-8
• Kehilangan kesadaran atau amnesia lebih dari 24 jam.

7
• Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma
intrakranial.

Klasifikasi berdasarkan morfologinya menurut mufti (Mufti, 2009), terdiri


dari :
a. Trauma kepala terbuka
Kerusakan otak dapat terjadi bila tulang tengkorak masuk kedalam jaringan
otak dan melukai durameter, saraf otak, jaringan otak dan terdapat tanda dan
gejala dari fraktur basis trauma kepala terbuka yaitu :
• Battle sign (warna biru dibelakang telinga di atas os mastoid)
Hemotimpanum (perdahan didaerah gendang telinga).
• Periorbital ecchymosis (mata warna hitam tanpa trauma langsung).
• Rinhorrhoe (liquor keluar dari hidung).
• Othorrhoe (liquor keluar dari telinga).

b. Trauma kepala tertutup.


1. Komosio
• Cedera kepala ringan.
• Disfungsi neurologis sementara dan dapat pulih kembali.
• Hilang kesadaran sementara, kurang dari 10-20 menit.
• Tanpa kerusakan otak permanen.
• Muncul gejala nyeri kepala, pusing, muntah.
• Disorientasi sementara. Tidak ada gejala sisa
2. Konkusio.
• Ada memar otak.
• Perdarahan kecil lokal/difusi.
• Perdarahan Gejalanya :
• Gangguan kesadaran lebih lama.
• Kelainan neurologis positif, reflek patologik positif, lumpuh, konvulsiv.
• Gejala TIK meningkat. Amnesia lebih nyata

8
3. Hematoma epidural
• Pedarahan antara tulang-tulang tengkorak dan durameter.
• Lokasi tersering temporal dan frontale.
• Pecahnya pembuluh darah meningen dan sinus venosus
Gejalanya :
• Adanya desak ruang.
• Penurunan kesadaran ringan saat kejadian.
• Penurunan kesadaran hebat.
• Koma.
• Nyeri kepala hebat.
• Reflek patologik positif
4. Hematoma subdural
• Perdarahan antara durameter dan arachnoid.
• Biasanya pecah vena, akut, subakut, dan kronis.
• Akut = gejala 24-48 jam, sering berhubungan dengan cedera otak dan
medula oblongata, tekanan intrakranial meningkat, sakit kepala,
mengantuk, reflek melambat, bingung, reflek pupil lambat.
• Subakut = berkembang 7-10 hari, konkusio agak lambat, adanya gejala
TIK meningkat, kesadaran menurun.
• Kronis = perdarahan kecil terkumpul dan meluas, sakit kepala, lethargi,
kacau mental, kejang, disfagia
5. Hematoma intrakranial.
• Perdarahan intraserebral ± 25 cc atau lebih.
• Selalu diikuti oleh konkusio

D. ETIOLOGI
Adapun etiologi dari cedera kepala menurut Suriadi & Yuliani (2001), yaitu :
1) Kecelakaan kenderaan bermotor atau sepeda dan mobil.
2) Jatuh.
3) Kecelakaan saat olahraga.

9
4) Cedera akibat kekerasan.

Menurut Sjamsuhidajat, R & Jong, WD (2004), etiologi dari trauma kepala


terdiri dari :
1) Benda tajam.
2) Benda tumpul.
3) Peluru.
4) Kecelakaan lalu lintas

Sedangkan menurut Purwoko, S (2006), etiologi dari cedera kepala yaitu:


1) Olah raga.
2) Jatuh.
3) Kecelakaan kenderaan bermotor.

E. PATOFISIOLOGI

Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat


ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu trauma kepala. Cedera percepatan
(aselerasi) terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam,
seperti trauma akibat pukulan benda tumpul, atau karena kena lemparan benda
tumpul. Cedera perlambatan (deselerasi) adalah bila kepala membentur objek yang
secara relatif tidak bergerak, seperti badan mobil atau tanah.

10
Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakan
kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung, seperti yang terjadi bila posisi badan
diubah secara kasar dan cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan pengubahan
posisi rotasi pada kepala, yang menyebabkan trauma regangan dan robekan pada
substansi alba dan batang otak.
Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada
permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi. Sebagai
akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral
dikurangi atau tak ada pada area cedera. Konsekuensinya meliputi hiperemi
(peningkatan volume darah) pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta
vasodilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan
akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Beberapa kondisi yang dapat
menyebabkan cedera otak sekunder meliputi hipoksia, hiperkarbia, dan hipotensi.
Genneralli dan kawan-kawan memperkenalkan cedera kepala “fokal” dan
“menyebar” sebagai kategori cedera kepala berat pada upaya untuk
menggambarkan hasil yang lebih khusus. Cedera fokal diakibatkan dari kerusakan
fokal yang meliputi kontusio serebral dan hematom intraserebral, serta kerusakan
otak sekunder yang disebabkan oleh perluasan massa lesi, pergeseran otak atau
hernia. Cedera otak menyebar dikaitkan dengan kerusakan yang menyebar secara
luas dan terjadi dalam empat bentuk yaitu: cedera akson menyebar, kerusakan otak
hipoksia, pembengkakan otak menyebar, hemoragi kecil multipel pada seluruh
otak. Jenis cedera ini menyebabkan koma bukan karena kompresi pada batang otak
tetapi karena cedera menyebar pada hemisfer serebral, batang otak, atau dua-
duanya.

F. MANIFESTASI KLINIK
Menurut Hoffman (1996)dan Widyaningrum (2008), manifestasi klinis dari cedera
kepala adalah :
Tanda dan gejala fisik :
1) Nyeri kepala.

11
2) Nausea
Tanda dan gejala kognitif :
1) Gangguan memori.
2) Gangguan perhatian dan berfikir kompleks
Tanda dan gejala emosional/kepribadian :
1) Kecemasan.
2) Iritabilitas

Gambaran klinis secara umum :


1) Pada kokusio segera terjadi kehilangan kesadaran.
2) Pola pernafasan secara progresif menjadi abnormal.
3) Respon pupil mungkin lenyap.
4) Nyeri kepala dapat muncul segera/bertahap sering dengan peningkatan tekanan
intracranial.
5) Dapat timbul mual muntah akibat peningkatan TIK.
6) Perubahan perilaku kognitif dan fisik pada berbicara dan gerakan motorik dapat
timbul segera atau secara lambat.

G. KOMPLIKASI
Menurut Engram. B (1998), komplikasi dari cedera kepala adalah :
1) Meningkatnya tekanan intrakranial (TIK).
2) Perdarahan.
3) Kejang.
4) Pasien dengan fraktur tengkorak, khususnya pada dasarnya tengkorak
beresiko terhadap bocornya cairan serebrospinal (CSS) dari hidung
(rinorea) dan dari telinga (otorea). 5) Bocor CSS kemungkinan terjadi
meningitis

12
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Menurut Mufti (2009), pemeriksaan diagnostik pada cedera kepala adalah :
• CT-Scan (dengan atau tanpa kontras).
Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan ventrikel dan perubahan
jaringan otak.
• MRI (magnetig resonan imaging)
Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
• Serebral angiography
Menunjukkan anomali sirkulasi serebral seperti perubahan jaringan otak
sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma .
• X-Ray
Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan
struktur garis (perdarahan/edema), fragmen tulang.
• CSF, lumbal fungsi
Jika diduga perdarahan sub arachnoid
• Kadar elektrolit
Untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan
intracranial.
• Scree toxicologi
Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan penurunan kesadaran.
• AGDA (analisa gas darah arteri)
Mendeteksi ventilasi atau masalah pernafasan (oksigenasi) jika terjadi
peningkatan tekanan intracranial.

I. PENATALAKSANAAN MEDIS
Menurut Abdale (2007), penatalaksanaan medis pada cedera kepala adalah :
1) Dexamethason/kalmethason.
Sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai dengan berat ringannya
trauma.
2) Therapy hiperventilasi.

13
Untuk mengurangi vasodilatasi.
3) Pemberian analgetika.
4) Pengobatan anti edema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20% atau
glukosa 40% atau gliserol 10%.
5) Antibiotika yang mengandung Barrier darah otak (penisilin) atau untuk infeksi
anaerob diberikan metronidazole.
6) Pada pasien trauma ringan bila mual muntah tidak dapat diberikan apapun
kecuali hanya cairan infus dekstrosa 5%, aminofusin, aminofel (18 jam pertama
dari terjadinya kecelakaan), 2-3 hari kemudian diberikan makanan lunak.
7) Pembedahan
8) Pada trauma berat, hari-hari pertama (2-3 hari) tidak terlalu banyak cairan,
dektosa 5% 8 jam pertama, ringer dekstrose 8 jam kedua dan dektrose 5% 8 jam
ketiga. Pada hari selanjutnya apabila kesadaran rendah, makanan diberikan
melalui nasogastrictube (25003000TKTP).
9) Pemberian protein tergantung nilai urea nitrogen.

J. PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA CEDERA OTAK


Seseorang dengan cedera kepala yang teridentifikasi memiliki perubahan
yang signifikan pada fungsi fisiknya harus dirujuk kepada seorang neuro-
physiotherapist. Mereka membutuhkan pemeriksaan dan treatment yang
berhubungan dengan fungsi gerak. Biasanyan seseorang yang didiagnosis dengan
cedera kepala mengalami gangguan gerakan dan jika tidak diintervensi dapat
menyebabkan disabilitas, untuk itu seorang tenaga medis harus memiliki :
Up-to-date pengetahuan tentang patogenesis gangguan gerak, Kemampuan untuk
mengenali gangguan gerak secara umum pada seseorang dengan cedera kepala,
Kemampuan untuk menerapkan rencana manajemen dasar sesuai dengan
seseorang dengan disabilitas, Kemampuan pemecahan masalah yang
memungkinkan rencana pengobatan yang akan disesuaikan dengan kemampuan
individu.

14
Fisioterapi dilakukan jika pasien : Terbatas pada satu atau lebih kegiatan
(transfer, postur, menjangkau dan memegang, keseimbangan dan gaya
berjalan), Memiliki atau memiliki risiko) kemampuan fisik menurun, Memiliki
peningkatan risiko jatuh atau memiliki rasa takut jatuh, Memiliki kemungkinan
peningkatan dekubitus, Memiliki kebutuhan informasi atau saran mengenai
gangguan, alamiah dan prognosis.

15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Cedera kepala merupakan komplikasi trauma yang serius. Agar memberikan
terbaik untuk sembuh bagi penderita, anda harus terbiasa dengan anatomi penting pada
kepala dan system susunan saraf pusat, dan memahami bagaimana penampilan klinis
utama pada berbagai bagian tubuh. Hal terpenting pada penatalaksanaan cedera kepala
adalah pemeriksaan yang cepat, penatalaksanaan jalan nafas yang baik, pencegah
hipotensi, rujukan segera ke pusat trauma, dan pemeriksaan yang berulang-ulang. Juga
pencatatan hasil pemeriksaan yang demikian penting untuk pengambilan keputusan
dalam penatalaksanaan penderita.

B. Saran
Demikian makalah yang telah kami buat, jika ada kekurangan dalam perbuatan
makalah ini, kami memohon maaf. Dan kami juga memohon untuk saran dan kritik
makalah ini apabila ada yang kurang berkenan.

16
DAFTAR PUSAKA

Sugiarto,Bertha.(2003) .Anatomi dan Fisiologi Moderen.Jakarta: EGC

Acute brain injury Physical Therapy Assesment.From.


https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&cad=rja&uact=8&ved=0CCgQ
FjAB&url=htt
p%3A%2F%2Fwww.health.qld.gov.au%2Fpahospital%2Fbiru%2Fdocs
%2Fabipa.pdf&ei=OMDAVKWPH46n8AWeqoCQCA&usg=AFQjCNG8mc
7lxyrpNK-
06abfKiR1J-6Z7g&bvm=bv.83829542,d.dGc

The Brain Injury Recovery Network. From


http://tbirecovery.org/Therapies.html

Guidline for management of serve traumatic brain injury 3rd edition from
http://www.braintrauma.org/pdf/protected/Guidelines_Management_2007
w_bookmarks.pdf
Brain injury prevention Initiavites from http://nbia.ca/brain-injuryprevention/
Traumatik Brain Injury:Diagnosis, Acute Management Rehabilitation From.
http://www.acc.co.nz/PRD_EXT_CSMP/groups/external_communications/do
cuments/guide/wim2_059414.pdf, 2006

17

Anda mungkin juga menyukai