Anda di halaman 1dari 13

Nama : PRAWIBOWO

Nim : A21116314

I. Menganalisis neraca pembayaran Indonesia pada tahun 2012 sampai 2016

II. Tinjauan Pustaka

2.1 Pengertian Neraca Pembayaran

Neraca pembayaran adalah catatan dari semua transaksi ekonomi


internasional yang meliputi perdagangan, keuangan dan moneter antara penduduk
dalam negeri dengan penduduk luar negeri selama periode waktu tertentu, biasanya
satu tahun atau dikatakan sebagai laporan arus pembayaran (keluar dan masuk) untuk
suatu negara. Neraca pembayaran secara esensial merupakan sistem akuntansi yang
mengukur kinerja suatu negara. Pencatatan transaksi dilakukan dengan pembukuan
berpasangan (double-entry bookkeeping system), yaitu; tiap transaksi dicatat satu
sebagai kredit dan satu lagi sebagai debit.

Neraca pembayaran adalah suatu pembukuan yang menunjukkan aliran


pembayaran yang dilakukan dari negara-negara lain ke dalam negeri, dan dari dalam
negeri ke negara-negara lain. Pembayaran-pembayaran yang dilakukan tersebut
meliputi (i) penerimaan dari ekspor dan pembayaran untuk impor barang dan jasa; (ii)
aliran masuk penanaman modal asing dan pembayaran penanaman modal ke luar
negeri; dan (iii) aliran ke luar dan lairan masuk modal jangka pendek (seperti
mendepositkan uang di luar negeri).

Transaksi ekonomi internasional yang dicatat dalam neraca pembayaran


internasional dapat digolongkan menjadi dua yaitu transaksi debit dan kredit.

1. Transaksi debit, merupakan transaksi yang berakibat pada bertambahnya


kewajiban bagi penduduk suatu negara yang memiliki neraca pembayaran
tersebut untuk melakukan pembayaran kepada penduduk lain. Sebagai contoh,
ketika indonesia membeli suatu barang dari Jepang, maka transaksi yng
dilakukan indonesia tersebut akan menimbulkan kewajiban untuk melakukan
pembayaran kepada pihak jepang, sehingga transaksi teressbut merupakan
transaksi debit.
2. Transaksi kredit, merupakan transaksi yang berakibat pada timbul atau
betambahnya hak bagi penduduk suatu negara yang memiliki neraca
pembayaran tersebut untuk menerima pembayaran dari negara yang
bersangkutan. Contohnya ketika menjual barang ke Amerika, maka transaksi
tersebut akan menimbulkan hak bagi Indonesia untuk memperoleh atau
menerima pembayaran dari pihak Amerika, sehingga transaksi tersebut
merupakan trasaksi kredit.

Tiap-tiap credit entry (bertanda positif) harus diseimbangkan (balanced)


dengan debit entry (bertanda negatif) yang sama. Kedua entries tersebut
dikombinasikan untuk menghasilkan laporan sumber-sumber dan penggunaan modal
nasional (dari mana kita memperoleh dana-dana/ daya beli, dan bagaimana kita
mengunakannya). Jadi, total kredit dan debit dari neraca pembayaran suatu negara akan
sama secara agregat; namun, dari komponen-komponen neraca pembayaran, mungkin
terdapat surplus dan defisit.

Defisit dalam neraca pembayaran menimbulkan beberapa akibat buruk


terhadap kegiatan dan kestabilan ekonomi negara. Defisit sebagai akibat impor yang
berlebihan akan mengakibatkan penurunan dalam negeri dengan barang impor. Harga
valuta asing akan meningkat dan menyebabkan harga-harga barang impor bertambah
mahal. Kegiatan ekonomi dalam negeri yang menurun mengurangi kegairahan
pengusaha-pengusaha untuk melakukan penanaman modal dan membangun kegiatan
usaha baru.
Dengan demikian, sama halnya dengan masalah pengangguran dan inflasi,
masalah defisit dalam neraca pembayaran dapat menimbulkan efek yang buruk ke atas
prestasi kegiatan ekonomi dalam jangka pendek dan jangka panjang. Oleh karenanya
setiap negara harus berusaha menghindari berlakunya defisit dalam neraca
pembayaran.

2.2 Pengertian Surplus

Pengertian Surplus ekonomi adalah istilah bisnis yang digunakan untuk


menggambarkan situasi yang berbeda. Definisi dasar dari surplus ekonomi adalah
bahwa aset keuangan dari suatu entitas, seperti, pasar bisnis, pemerintah individual,
atau, melebihi kewajiban keuangannya. Definisi dasar namun, hanya titik melompat-
off untuk menggambarkan berbagai bentuk surplus ekonomi.

Makanya itu pengertian suplus adalah suatu kemutlakan harus dipahami betul
agar dapat menjadi suatu pelajaran bagaimana cara untuk menjadikan ekonomi rumah
tangga bisa menjadi senantiasa surplus dan minimal seimbang atau balance. dn jangan
menjadi defisit.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi ke-3 Departemen Pendidikan


Nasional Penerbit Balai Pustaka, Surplus adalah jumlah yang melebihi hasil biasanya;
berlebihan ; sisa.

a. Istilah surplus dalam ilmu ekonomi adalah sebagai berikut :


- Surplus Produsen adalah pendapatan tambahan yang diperoleh oleh seorang
produsen dari penerimaan harga suatu barang yang lebih tinggi dibandingkan
dengan harga yang sebenarnya telah dipersiapkan untuk ditawarkan.
Supply menggambarkan berbagai jumlah dimana produsen berkeinginan untuk
menjual pada harga yang berbeda-beda
Kurve Supply dapat juga dipakai untuk mengukur marginal (opportunity) cost
dari penjual dari penawarannya pada berbagai jumlah dari barang Market
- Surplus Konsumen adalah kepuasan atau kegunaan (utility) tambahan yang
diperoleh konsumen dari pembayaran harga suatu barang yang lebih rendah
dari harga yang konsumen bersedia membayarnya. Consumen membeli barang
sebab membuat mereka better off ( sejahtera) atau memberikan nilai guna.
Consumer Surplus mengukur berapa banyak ksejehateraan yang mereka
peroleh Consumer Surplus, Jumlah kemampuan membayar untuk barang
dikurangi jumlah aktual yang mereka bayarkan Kesejahteraan ekonomi dari
masyarakat diukur dengan jumlah consumer surplus dan producer surplus.
Efisiensi pasar (Market Efficiency) dicapai jika total surplus adalah maksimum
dan alokasi sumberdaya adalah efisien.

2.2.1 Pengertian Surplus Defisit

Defisit atau surplus merupakan selisih antara penerimaan dan pengeluaran.


Pengeluaran yang melebihi penerimaan disebut defisit; sebaliknya, penerimaan yang
melebihi pengeluaran disebut surplus.

Neraca Pembayaran defisit, terjadi apabila jumlah pembayaran lebih besar


daripada jumlah penerimaan (transaksi kredit < transaksi debet). Suatu Negara jika
mengalami kelebihan impor dan kelebihan tersebut ditutup dengan menambah
pinjaman akomodatif dan mengurangi cadangan (stok) nasional maka Negara tersebut
sedang mengalami defisit total.

Dampak Neraca Pembayaran Surplus Defisit Secara ekonomi neraca


pembayaran yang surplus akan berpengaruh terhadap tingkat harga dalam negeri, yaitu
mempunyai pengaruh inflatoir mendorong/ menjurus kea rah kenaikan harga (inflasi).
Hal ini disebabkan oleh adanya penambahan permintaan efektif.

Dampak Neraca Pembayaran Defisit, Apabila neraca pembayaran suatu Negara


mengalami deficit, maka dampak yang akan terjadi sebagai berikut:

1. Produsen dalam negeri tidak adapat bersaing dengan barang-barang impor


2. Pendapatan Negara sedikit, sehingga utang Negara bertambah besar
3. Perusahaan banyak yang gulung tikar, sehingga pengangguran meningkat akibat
dari PHK

Ketiga dampak di atas disebut pengaruh deflatoir yang mendorong/ menjurus


ke arah penurunan harga (deflasi).

2.3 Pengertian Defisit

Defisit secara harfiah berarti adalah kekurangan dalam kas keuangan . Defisit
biasa terjadi ketika suatu organisasi (biasanya pemerintah) memiliki pengeluaran lebih
banyak daripada penghasilan. Lawan dari defisit adalah surplus. Dalam buku
pengetahuan Ekonomi, Defisit adalah istilah dalam Neraca Perdagangan dimana nilai
ekspor suatu negara lebih kecil dari nilai impor suatu negara. Defisit artinya ketidak
seimbangan yang diakibatkan kekurangan atau status yang negatif. secara umum,
defisit mempunyai banyak arti. defisit dalam produksi beras artinya produksi beras
terlalu kecil dibandingkan dengan konsumsinya.

Defisit adalah lawan kata dari surplus, yang mana; surplus berarti bahwa
terjadi kelebihan dalam produk. Contohnya: produksi beras indonesia surplus 20 juta
ton. artinya bahwa produksi beras indonesia setelah dikurangi oleh konsumsinya adalah
berlebih 20 juta ton.

Dalam buku pengetahuan Ekonomi, Surplus adalah istilah dalam Neraca


Perdagangan dimana nilai ekspor suatu negara lebih besar dari nilai impor suatu negara.
Sedangkan Defisit adalah istilah dimana nilai ekspor suatu negara lebih kecil dari nilai
impor suatu negara. Contoh negara yang mengalami Surplus adalah China saat ini.

III. Hasil Dan Pembahasan


3.1 Perkembangan Ekspor - Impor Produk Perikanan 5 Tahun Terakhir
Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan
(PDSPKP), Nilanto Perbowo menjelaskan secara lengkap tentang ekspor impor produk
perikanan selama 5 tahun tahun terakhir pada Press Conference yang digelar KKP hari
Kamis, 11 Januari 2018 di Kantor KKP GMB 4 Lt. 16. “Setiap penjelasan pasti akan
ada sumbernya, data menggunakan kode HS tahun berapa dan berapa digit. Kami
menggunakan data yang resmi dari pemerintah BPS, dan kami melakukan kroscek
dengan data internasional menggunakan UN comtrade dan berbagai sumber”, tekan
Nilanto diawal penjelasannya.Dalam penjelasannya, data ekspor menggunakan data
BPS yang menyerap 474 produk perikanan dengan Kode HS 10 Digit Tahun 2012. Di
bawah ini ada beberapa gambar nilai ekspor-impor-neraca, volume ekspor-impor, dan
harga ekspor-impor untuk menunjukkan tren nilai, volume dan harga ekspor bulanan
yang meningkat.
3.1.1 Nilai Ekspor-Impor-Neraca

Pada gambar ini tren tahunan periode 2012 – 2016 menunjukkan nilai ekspor
naik 2.45%, impor turun 1.89%, neraca naik 3.05%; dan rata-rata % nilai impor
terhadap nilai ekspor sebesar 10.36%.
3.1.2 Volume Ekspor-Impor

Sementara untuk tren tahunan volume ekspor turun 3.23%; volume impor turun
6.93%; dan rata-rata % volume impor terhadap volume ekspor sebesar 27.01%.
Turunnya tren volume ekspor (3.23% per tahun) tidak berpengaruh terhadap
meningkatnya nilai ekspor (2.45% per tahun). Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa
faktor, seperti: meningkatnya harga ekspor, produk memiliki nilai tambah, dan produk
yang mengalami penurunan volume berasal dari produk yang memiliki harga rendah
atau under value, seperti produk dengan HS 030369,030389 (Ikan laut lainnya beku)
yang memiliki harga rata-rata sekitar USD 0.5 per Kg (2014).

Pada gambar ini menunjukkan tren pertumbuhan volume bulanan ekspor dan
impor masing-masing naik sebesar 1.63% dan 4.75%. Jadi, berdasarkan grafik diatas
dapat diketahui bahwa neraca pembayaran surplus karena volume ekspor lebih besar
dari volume impor.
3.1.3 Harga Ekspor-Impor

Harga rata-rata tahunan ekspor dan impor masing-masing USD 3.64 per kg dan
USD 1.33 per kg dengan tren 6.14% per tahun untuk harga ekspor dan 1.4% per tahun
untuk harga impor. Hal ini menunjukkan, sebagian besar produk ekspor berupa produk
unggulan bernilai tambah, sedangkan produk impor sebagian besar berupa bahan baku
dan tepung ikan.

Jadi, berdasarkan grafik diatas harga ekspor-impor bahwa neraca pembayaran


surplus karena harga ekspor lebih besar dari harga impor.
3.1.4 Tren Pertumbuhan Nilai Ekspor Indonesia Dibandingkan dengan
Negara-Negara Pesaing

Gambar 4. Nilai Ekspor Tahunan Menurut Negara Periode 2012 – 2016 *) Data
sementara

Pada periode 2012-2016, tren pertumbuhan nilai ekspor Indonesia lebih


tinggi dibandingkan dengan negara-negara pesaing yaitu Indonesia naik 2.31%
per tahun, China naik 2.29% per tahun, Viet Nam naik 1.45% per tahun, Philippina
naik 0.32% per tahun, Singapura turun 0.66% per tahun, Malaysia turun 3.52% per
tahun, dan Thailand turun 7.73% per tahun
3.1.5 Nilai Ekspor Komoditas Utama

Tren nilai ekspor pada periode Jan-Nov Tahun 2012-2017 hanya mengambil lima besar
komoditas utama, yaitu :

 Udang naik 8.49% per tahun


 Rajungan-Kepiting (RK) naik 5.93% per tahun
 Cumi-Sotong-Gurita (CSG) naik 19.96% per tahun
 Rumput Laut (RL) naik 5.27% per tahun
 Tuna-Tongkol-Cakalang (TTC) turun 1.6% per tahun
 Lainnya turun 1.65% per tahun

3.2 Kebijakan Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional

Industri Perikanan Nasional Indonesia telah mengalami perubahan yang


sangat signifikan di bawah kepemimpinan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi
Pudjiastuti sejak tahun 2014. Namun, industry tersebut masih menghadapi berbagai
permasalahan dari segi ekonomi maupun tata kelola, seperti tingkat produksi yang
belum maksimal, ketersediaan infrastruktur yang belum memadai, ekspor yang masih
didominasi oleh bahan baku, serta tata kelola pemerintahan yang belum sepenuhnya
terinntegrasi. Ringkasan kebijakan ini merekomendasikan agar kelanjutan instruksi
presiden nomor 7 Tahun 2016 menitikberatkan peninjauan atas kebijakan terkait
industry perikanan lintas Lembaga, diperkuatnya system rantai dingin, reformasi
pelayanan usaha yang ramah investasi, serta mendorong investasi yang berkelanjutan.

Keberadaan instruksi presiden (Inpres) Nomor 7 Tahun 2016 tentang


percepatan pembangunan industry perikanan Indonesia, menjadi titik tolak upaya
pemerintah guna mewujudkan sector perikanan Indonesia yang mandiri, maju, kuat,
dan berbasis kepentingan nasional. Kebijakan ini memiliki 3 tujuan mendasar yakni :

1. Meningkatkan kesejahteraan nelayan, pengolah, dan pemasar hasil perikanan.


2. Menyerap tenaga kerja dan
3. Meningkatkan devisa negara
Secara khusus presiden menginstruksikan 13 langkah percepatan kepada
Menteri Kelautan dan Perikanan, termasuk mengevaluasi peraturan perundang-
undangan yang menghambat pengembangan perikanan tangkap, budidaya,
pengolahan, pemasaran dalam negeri, ekspor hasil perikanan, dan tambak garam
nasional serta menyusun peta jalan (rotmap) insustri perikanan nasional.
Untuk menjawab instruksi tersebut, KKP menargetkan kenaikan nilai ekspor
sebesar 11,79% per tahun, serta peningkatan volume produk olahan sebesar 4,85%
pertahun. Dalam mencapai target tersebut KKP menyasar 3 hal yaitu :
1. Perluasan unit pengolahan ikan (UPI) skala mikro, kecil dan menengah
2. Optimalisasi kapasitas terpasang industry perikanan dan
3. Perluasan Industri Perikanan.

Rekomendasi efektivitas pelaksanaan Inpres Nomor 7 Tahun 2016 tentang


Percepatan pembangunan industry perikanan nasional akan terwujud bila pemerintah
mampu mengkonsolidasikan sumber daya, terutama terkait regulasi, finansial, SDM,
informasi dan teknologi untuk melakukan 6 kegiatan strategis, yakni :

1. Peningkatan produksi
2. Perbaikan distribusi dan logistic
3. Penataan pengelolaan ruang laut
4. Penyediaan sarana dan prasarana
5. Pengembangan kompetensi SDM dan Inovasi IPTEK
6. Perbaikan kualitas pelayanan perizinan.

Untuk melakukan upaya-upaya di atas aada 4 opsi kebijakan yang dapat


dilakukan oleh pemerintah yaitu :

1. Peninjauan Kebijakan
Fokus evaluasi kebijakan terutama diarahkan pada :
a. Harmonisasi regulasi, menghilangkan tumpang tindih peraturan
perundang-undangan di tingkat pusat
b. Merevisi peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang usaha
perikanan tangkap dan usaha pengolah ikan.
c. Merevisi Undang-undang perikanan
d. Penyelesaian deregulasi paket kebijakan terkait perizinan usaha
perikanan tangkap dan kapal perikanan, serta penyelenggaraan
pelayanan terpadu satu pintu di sector kelautan dan perikanan
e. Meningkatkan kapasitas dan peran aktif pemerintah provinsi dalam
menyusun seperangkat regulasi teknis dan program yang mendukung
percepatan pembangunan industry.
2. Memperkuat system rantai dingin
Langkah-langkah untuk mewujudkannya antara lain melalui :
a. Pemberian kemudahan akses bagi para nelayan untuk memperoleh es
dan air bersih
b. Penyediaan sarana dan prasarana
3. Reformasi pelayanan usaha yang ramah investasi
Reformasi pelayanan public di bidang perizinan usaha perikanan perlu
dilakukan strategi berikut :
a. Penyusunan dan penerapan standar pelayan sesuai amanat undnag-
undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik
b. Optimalisasi fungsi BUMDes dimana keberadaaan BUMDes sesuai
amanat undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa dapat
dimanfaatkan sebagai buffer stock bagi penyediaan bahan baku industry
perikanan nasional.
4. Mendorong investasi yang berkelanjutan
Pemerintah dapat membuat dan menyosialisasikan pedoman teknis tentang
investasi yang berkelanjutan, berkerjasama dengan pelaku industry,
penyedia jasa keuangan, pemerintah daerah, dan pemangku kepentingan
lainnya. Selain itu, perlu adanya insentif bagi pelaku usaha perikanan yang
menjalankan usahanya secara produktif dan bertanggung jawab.

IV. Penutup

4.1 Kesimpulan

a. Volume ekspor turun 3.23%; volume impor turun 6.93%; dan rata-rata % volume
impor terhadap volume ekspor sebesar 27.01%. Turunnya tren volume ekspor (3.23%
per tahun) tidak berpengaruh terhadap meningkatnya nilai ekspor (2.45% per tahun).
berdasarkan data diatas dapat diketahui bahwa neraca pembayaran surplus karena
volume ekspor lebih besar dari volume impor.

b. Pada periode 2012-2016, tren pertumbuhan nilai ekspor Indonesia lebih tinggi
dibandingkan dengan negara-negara pesaing yaitu Indonesia naik 2.31% per tahun.

Anda mungkin juga menyukai