Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep medis

1. Definisi

Preeklamsia adalah kondisi khusus dalam kehamilan, ditandai

peningkatan tekanan darah dan proteinuria. Preeklamsia berat adalah

preeklamsia dengan tekanan darah sistolik ³160 mmHg dan tekanan darah

diastolic ³ 110 mmHg disertai proteinuria yang diukur secara kualitatif

sebesar +2 persisten atau lebih ( gr/liter ). (Cuningham, 2013)

Pre eklampsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita

hamil, bersalin dan nifas yang terdiri dari hipertensi, edema dan protein

uria tetapi tidak menjukkan tanda-tanda kelainan vaskuler atau hipertensi

sebelumnya, sedangkan gejalanya biasanya muncul setelah kehamilan

berumur 28 minggu atau lebih. (Purwaningsih, 2010)

Preeklampsia merupakan sindrom spesifik-kehamilan berupa

berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivitas endotel, yang

ditandai dengan peningkatan tekanan darah dan proteinuria (Mitayani,

2010). Preeklampsia terjadi pada umur kehamilan 37 minggu, tetapi dapat

juga timbul kapan saja pertengahan kehamilan. Preeklampsia dapat

berkembang dari Preeklampsia yang ringan sampai Preeklampsia yang

berat (Mansjoer, 2010).


2. Klasifikasi preeklamsi

Preeklampsia terbagi atas 2 bagian, yaitu :

a. Pre-eklampsi ringan, bila keadaan sebagai berikut :

1) Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi

rebah terlentang/tidur berbaring, atau kenaikan diastolik 15 mmHg

atau lebih, atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih. Cara

pengukuran sekurang-kurangnya pada 2 x pemeriksaan dengan

jarak periksa 1 jam, sebaiknya 6 jam.

2) Edema umum, kaki, jari tangan dan muka, atau kenaikan berat

badan 1 kg atau lebih perminggu.

3) Proteinuria kwantitatif 0,3 gr atau lebih perliter, kwalitatif 1+atau

2+ pada urin kateter atau midstream

b. Pre-eklampsi berat:

1) Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih

2) Proteinuria 5 gr atau lebih perliter

3) Oliguria, jmlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam

4) Keluhan subjektif :

a) Nyeri di epigastrium

b) Gangguan penglihatan

c) Nyeri kepala

d) Edema paru dan sianosis

5) Pemeriksaan :
a. Kadar enzim hati meningkat disertai ikterus

b. Perdarahan pada retina

b) Trombosit kurang dari 100.000/mm. (Prof. Dr. Rustam

Mochtar, MPH, 2011)

3. ETIOLOGI

Tidak ada profil tertentu yang mengidentifikasi wanita yang akan

menderita preeklampsia. Akan tetapi ada beberapa faktor resiko yang

berkaitan dengan perkembangan penyakit : primigravida, grand

multigravida, janin besar, kehamilan dengan janin lebih dari satu, morbid

obesitas (Smeltzer, 2001). Adapun faktor maternal yang menjadi

predisposisi terjadinya Preeklampsia:

a. Usia ekstrim ( 35 th) : resiko terjadinya Preeklampsia meningkat seiring

dengan peningkatan usia (peningkatan resiko 1,3 per 5 tahun

peningkatan usia) dan dengan interval antar kehamilan (1,5 per 5 tahun

interval antara kehamilan pertama dan kedua). Resiko terjadinya

Preeklampsia pada wanita usia belasan terutama adalah karena lebih

singkatnya lama paparan sperma. Sedang pada wanita usia lanjut

terutama karena makin tua usia endothel makin berkurang

kemampuannya dalam mengatasi terjadinya respon inflamasi sistemik

dan stress regangan hemodinamik.

b. Riwayat Preeklampsia pada kehamilan sebelumnya:

riwayat Preeklampsia pada kehamilan sebelumnya memberikan resiko


sebesar 13,1 % untuk terjadinya Preeklampsia pada kehamilan kedua

dengan partner yang sama.

c. Riwayat keluarga yang mengalami Preeklampsia: eklampsia dan

Preeklampsia memiliki kecenderungan untuk diturunkan secara

familial. Hasil studi di Norwegia menunjukkan bahwa mereka yang

saudara kandungnya pernah alami Preeklampsia, estimasi OR (odds

ratio) adalah sebesar 2,2. Sedangkan bagi mereka yang satu ibu lain

ayah OR-nya sebesar 1,6. Bagi mereka yang satu ayah lain ibu OR-nya

adalah 1,8. Sementara itu hasil studi lain menunjukkan bahwa riwayat

keluarga dengan Preeklampsia menunjukkan resiko tiga kali lipat untuk

mengalami Preeklampsia. Contoh dari gen-gen yang diturunkan yang

berkaitan dengan Preeklampsia adalah: gen angiotensinogen, gen eNOS

(endothelial NO synthase), gen yang berkaitan dengan TNFα, gen yang

terlibat dalam proses koagulasi seperti factor V Leiden, MTHFR

(methylenetetrahydrofolate reductase) dan prothrombin.

d. Paparan sperma, primipaternitas: Paparan semen sperma merangsang

timbulnya suatu kaskade kejadian seluler dan molekuler yang

menyerupai respon inflamasi klasik. Ini yang kemudian merangsang

produksi GM-CSF sebesar 20 kali lipat. Sitokin ini selanjutnya

memobilisasi lekukosit endometrial. Faktor seminal yang berperan

adalah TGF-β1 dalam bentuk inaktif. Selanjutnya plasmin dari semen

sperma dan faktor uterus mengubahya menjadi bentuk aktif. Sitokin

TGF-β1 akan merangsang peningkatan produksi GM-CSF (granulocyte


macrophage-colony stimulating factor) . Bersamaan dengan itu sperma

yang diejakulasikan juga mengandung antigen-antigen yang turut

berperan dalam pertumbuhan dan kelangsungan hidup zigot.

e. Penyakit yang mendasari

1) Hipertensi kronis dan penyakit ginjal

2) Obesitas, resistensi insulin dan diabetes

3) Gangguan thrombofilik

4) Faktor eksogen: Merokok, mnurunkan resiko PE,Stress, tekanan

psikososial yang berhubungan dengan pekerjaan, latihan

fisik,Infeksi saluran kemih.

4. Patofisiologi

Preeklampsia adalah iskemik uteroplasentar, sehingga terjadi

ketidakseimbangan antara massa plasenta yang meningkat dengan aliran

perfusi sirkulasi darah plasenta yang berkurang.

Disfungsi plasenta juga ditemukan pada preeklampsia, sehingga

terjadi penurunan kadar 1 α-25 (OH)2 dan Human Placental Lagtogen

(HPL), akibatnya terjadi penurunan absorpsi kalsium dari saluran cerna.

Untuk mempertahankan penyediaan kalsium pada janin, terjadi

perangsangan kelenjar paratiroid yang mengekskresi paratiroid hormon

(PTH) disertai penurunan kadar kalsitonin yang mengakibatkan

peningkatan absorpsi kalsium tulang yang dibawa melalui sirkulasi ke

dalam intra sel. Peningkatan kadar kalsium intra sel mengakibatkan


peningkatan kontraksi pembuluh darah, sehingga terjadi peningkatan

tekanan darah.

Teori vasospasme dan respons vasopresor yang meningkat

menyatakan prostaglandin berperan sebagai mediator poten reaktivitas

vaskuler. Penurunan sintesis prostaglandin dan peningkatan

pemecahannya akan meningkatkan kepekaan vaskuler terhadap

Angiotensin II. Angiotensin II mempengaruhi langsung sel endotel yang

resistensinya terhadap efek vasopresor berkurang, sehingga terjadi

vasospasme. Penyempitan vaskuler menyebabkan hambatan aliran darah

yang menyebabkan hambatan aliran darah yang menyebabkan tejadinya

hipertensi arterial yang membahayakan pembuluh darah karena gangguan

aliran darah vasavasorum, sehingga terjadi hipoksia dan kerusakan endotel

pembuluh darah yang menyebabkan dilepasnya Endothelin – 1 yang

merupakan vasokonstriktor kuat. Semua ini menyebabkan kebocoran antar

sel endotel, sehingga unsur-unsur pembentukan darah seperti thrombosit

dan fibrinogen tertimbun pada lapisan subendotel yang menyebabkan

gangguan ke berbagai sistem organ.

Fungsi organ-organ lain:

a. Perubahan pada otak

Pada pre-eklampsi aliran darah dan pemakaian oksigen tetap

dalam batas-batasn ormal. Pada eklampsi, resistensi pembuluh darah

meninggi, ini terjadi pula pada pembuluh darah otak. Edema terjadi
pada otak yang dapat menimbulkan kelainan serebral dan kelainan

pada visus. Bahkan pada keadaan lanjut dapat terjadi perdarahan.

b. Perubahan pada uri dan rahim

Aliran darah menurun ke plasenta menyebabkan gangguan

plasenta, sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena

kekurangan oksigen terjadi gawat janin. Pada pre-eklampsi dan

eklampsi sering terjadi bahwa tonus rahim dan kepekaan terhadap

rangsangan meningkat maka terjadilah partus prematurus.

c. Perubahanp ada ginjal

Filtrasi glomerulus berkurang oleh karena aliran ke ginjal

kurang. Hal ini menyebabkan filfrasi natrium melalui glomerulus

menurun, sebagai akibatnya terjadilah retensi garam dan air. Filnasi

glomerulus dapat turun sampai 50% dari normal sehingga pada

keadaan lanjut dapat terjadi oliguria dan anuria.

d. Perubahan pada paru-paru

Kematian wanita pada pre-eklampsi dan eklampsi biasanya

disebabkan oleh edema paru. Ini disebabkan oleh adanya

dekompensasi kordis. Bisa pula karena terjadinya aspires pnemonia.

Kadang-kadang ditemukan abses paru.

e. Perubahan pada mata

Dapat ditemukan adanya edema retina spasmus pembuluh

darah. Bila ini dijumpai adalah sebagai tanda pre-eklampsi berat. Pada
eklampsi dapat terjadi ablasio retinae, disebabkan edema intra-okuler

dan hal ini adalah penderita berat yang merupakan salah satu indikasi

untuk terminasi kehamilan. Suatu gejala lain yang dapat menunjukkan

arah atau tanda dari pre-eklampsi berat akan terjadi eklampsi adalah

adanya: skotoma, diplopia, dan ambliopia. Hal ini disebabkan

perubahan peredaran darah dalam pusat penglihatan di korteks serebri

atau dalam retina.

f. Perubahan pada keseimbangan air dan elektrolit

Pada pre-eklampsi ringan biasanya tidak dijumpai perubahan

nyata pada metabolisme air, elektrolit, kristaloid dan protein serum.

Dan tidak terjadi ketidakseimbangan elektrolit. Gula

darah,bikarbonasn atrikusd an pH normal. Pada pre-eklampsi berat dan

pada eklampsi : kadar gula darah naik sementara asam laktat dan asam

organik lainnya naik sehingga cadangan alkali akan turun. Keadaan ini

biasanya disebabkan oleh kejang-kejang. Setelah konvulsi selesai zat-

zat organik dioksidasi sehingga natrium dilepas lalu bereaksi dengan

karbonik sehingga terbentuk bikarbonas natrikus. Dengan begitu

cadangan alkali dapat kembali pulih normal (Mansjoer, 2010)

5. Manifestasi klinis

Menurut Mitayani (2009) Preeklamsi dapat di klasifikasikan

menjadi 2 macam (smeltzer, 2001) :

a. Preeklamsi Ringan dengan tanda gejala

1) TD ≥ 140/90 mmHg pada kehamilan > 20 minggu


2) Proteinuria ≥ 300 mg/24 jam atau ≥ 1+ dispstick

b. Preeklamsi Berat disertai dengan satu atau lebih gejala berikut :

1) TD ≥ 160/110 mmHg pada kehamilan > 20 minggu

2) Proteinuria 2.0 g/24 jam ≥ 2+ (dispstick)

3) Serum Creatinine > 1.2 mg/dL (kecuali bila sebelumnya sudah

abnormal )

4) Trombosit < 100.0000 / mm3

5) Microangiopathic hemolysis ( increase LDH )

6) Nyeri kepala atau gangguan visual persisten

7) Nyeri epigastriuma.

6. Komplikasi

Menurut Purwaningsih (2010) yang termasuk komplikasi antar lain :

a. Solusio plasenta

Solusio plasenta adalah lepasnya plasenta dari dinding rahim.

Pada penderita preeklamsi ini terjadi karena adanya vasospasme pada

pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke plasenta

terganggu. Sehingga nutrisi menuju ke janin atau plasenta berkurang

kemudian terjadi sianosis yang menyebabkan plasenta lepas dari

dinding rahim.

b. Hemolisis

Gejala kliniknya berupa ikterik. Diduga terkait nekrosis

periportal hati pada penderita pre-eklampsia.


c. Perdarahan otak: Merupakan penyebab utama kematian maternal

penderita eklampsia.

Kelainan mata: Kehilangan penglihatan sementara dapat terjadi.

Perdarahan pada retina dapat ditemukan dan merupakan tanda gawat

yang menunjukkan adanya apopleksia serebri.

d. Edema paru

Paru-paru menunjukkan berbagai tingkat edema dan perubahan

karena bronkopneumonia sebagai akibat aspirasi. Kadang-kadang

ditemukan abses paru-paru.

Nekrosis hati: Terjadi pada daerah periportal akibat vasospasme

arteriol umum. Diketahui dengan pemeriksaan fungsi hati, terutama

dengan enzim.

e. Sindrom HELLP (hemolisis, elevated liver enzymes, dan low platelet).

Merupakan sindrom kumpulan gejala klinis berupa gangguan

fungsi hati, hepatoseluler (peningkatan enzim hati [SGPT,SGOT],

gejala subjektif [cepat lelah, mual, muntah, nyeri epigastrium]),

hemolisis akibat kerusakan membran eritrosit oleh radikal bebas asam

lemak jenuh dan tak jenuh. Trombositopenia (<150.000/cc), agregasi

(adhesi trombosit di dinding vaskuler), kerusakan tromboksan

(vasokonstriktor kuat), lisosom.

f. Prematuritas
Kelainan ginjal: Berupa endoteliosis glomerulus yaitu

pembengkakan sitoplasma sel endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan

struktur lainnya. Bisa juga terjadi anuria atau gagal ginjal.

g. DIC (Disseminated Intravascular Coagulation):

DIC adalah gangguan serius yang terjadi pada mekanisme

pembekuan darah pada tubuh. Pada penderita preeklamsi terjadi

proteinuria yaitu protein yang keluar bersama urin akibat dari

kerusakan ginjal. Sedangkan dalam mekanisme pembekuan darah di

perlukan fibrinogen yang merupakan protein. Sehingga pada penderita

preeklamsi karena terjadi kekurangan protein dalam darah

menyebabkan mekanisme pembekuan darah terganggu kemudian

terjadinya DIC

7. Pemeriksaan penunjang

Saat ini belum ada pemeriksaan penyaring yang terpercaya dan efektif

untuk preeklampsia. Dulu, kadar asam urat digunakan sebagai indikator

preeklampsia, namun ternyata tidak sensitif dan spesifik sebagai alat

diagnostik. Namun, peningkatan kadar asam urat serum pada wanita yang

menderita hipertensi kronik menandakan peningkatan resiko terjadinya

preeklampsia superimpose.

a. Laboratorium :

Pemeriksaan laboratorium dasar harus dilakukan di awal

kehamilan pada wanita dengan faktor resiko menderita preeklampsia,


yang terdiri dari pemeriksaan kadar enzim hati, hitung trombosit, kadar

kreatinin serum, dan protein total pada urin 24 jam.

Pada wanita yang telah didiagnosis preeklampsia, harus dilakukan

juga pemeriksaan kadar albumin serum, LDH, apus darah tepi, serta

waktu perdarahan dan pembekuan. Semua pemeriksaan ini harus

dilakukan sesering mungkin untuk memantau progresifitas

penyakitprotein uri dengan kateter atau midstream ( biasanya

meningkat hingga 0,3 gr/lt atau +1 hingga +2 pada skala kualitatif ),

kadar hematokrit menurun, BJ urine meningkat, serum kreatini

meningkat, uric acid biasanya > 7 mg/100 ml.

b. USG : untuk mengetahui keadaan janin

c. NST : untuk mengetahui kesejahteraan janin

8. Penatalaksanaan

Menurut Mansjoer (2010) penatalaksanaan eklamsi dibagi menjadi :

a. Penatalaksanaan Medis

Pada penderita yang sudah masuk ke rumah sakit dengan tanda-

tanda dan gejala-gejala preeklamsi berat segera harus di beri sedativa

yang kuat untuk mencegah timbulnya kejang-kejang.

Sebagai tindakan pengobatan untuk mencegah kejang-kejang

dapat di berikan:

1) Larutan sulfas magnesikus 40% sebanyak 10 ml (4 gr) disuntikan

intramuskulus bokonh kiri dan kanan sebagai dosis permulaan dan

dapat di ulang 4 gr tiap 6 jam menurut keadaan. Tambahan sulfas


magnesikus hanya diberikan bila diuresis baik, reflek patella

positif, dan kecepatan pernafasan lebih dari 16 per menit. Obat

tersebut selain menenangkan, juga menurunkan tekanan darah dan

meningkatkan diuresis.

2) Klopromazin 50 mg intramuskulus.

3) Diazepam 20 mg intramuskulus

4) Digunakan bila MgSO4 tidak tersedia, atau syarat pemberian

MgSO4 tidak dipenuhi. Cara pemberian: Drip 10 mg dalam 500

ml, max. 120 mg/24 jam. Jika dalam dosis 100 mg/24 jam tidak

ada perbaikan, rawat di ruang ICU.

Sebagai tindakan pengobatan untuk menurunkan tekanan darah:

1) Anti hipertensi

a) Tekanan darah sistolis > 180 mmHg, diastolis > 110 mmHg.

Sasaran pengobatan adalah tekanan diastolis < 105 mmHg

(bukan kurang 90 mmHg) karena akan menurunkan perfusi

plasenta.

b) Dosis antihipertensi sama dengan dosis antihipertensi pada

umumnya.

c) Bila dibutuhkan penurunan tekanan darah secepatnya, dapat

diberikan obat-obat antihipertensi parenteral (tetesan kontinyu),

catapres injeksi. Dosis yang biasa dipakai 5 ampul dalam 500

cc cairan infus atau press disesuaikan dengan tekanan darah.


d) Bila tidak tersedia antihipertensi parenteral dapat diberikan

tablet antihipertensi secara sublingual atau oral. Obat pilihan

adalah nifedipin yang diberikan 5-10 mg oral yang dapat

diulang sampai 8 kali/24 jam.

2) Kardiotonika

Indikasinya bila ada tanda-tanda menjurus payah jantung,

diberikan digitalisasi cepat dengan cedilanid D.

Penggunaan obat hipotensif pada pre-eklamsia berat

diperlukan karena dengan menurunnya tekanan darah

kemungkinan kejang dan apolpeksia serebri menjadi lebih kecil.

Apabila terdapat oliguria, sebaiknya penderita diberi glukosa 20%

secara intravena. Obat diuretika tidak si berikan secar rutin

b. Penatalaksanaan Keperawatan

Prinsip Penatalaksanaan Pre-Eklampsia :

1) Melindungi ibu dari efek peningkatan tekanan darah

2) Mencegah progresifitas penyakit menjadi eklampsia

3) Mengatasi atau menurunkan risiko janin (solusio plasenta,

pertumbuhan janin terhambat, hipoksia sampai kematian janin)

4) Melahirkan janin dengan cara yang paling aman dan cepat sesegera

mungkin setelah matur, atau imatur jika diketahui bahwa risiko

janin atau ibu akan lebih berat jika persalinan ditunda lebih lama.

Penatalaksanaan preeklamsI Ringan


1) Kehamilan kurang dari 37 minggu. ()carpenito, 2006)

Lakukan penilaian 2 kali seminggu secara rawat jalan :

a) Pantau tekanan darah, urin (untuk proteinuria), refleks, dan

kondisi janin

b) Konseling pasien dan keluarganya tentang tanda-tanda bahaya

preeklampsia dan eklampsia.

c) Lebih banyak istirahat, tidur miring agar menghilangkan

tekanan pada vena cava inferior, sehingga meningkatkan aliran

darah balik dan menambah curah jnatung.

d) Diet biasa (tidak perlu diet rendah garam).

e) Tidak perlu diberi obat-obatan.

f) Jika rawat jalan tidak mungkin, rawat di rumah sakit :

2) Diet biasa

3) Pantau tekanan darah 2 kali sehari dan urin (untuk proteinuria)

sekali sehari.

4) Tidak perlu diberi obat-obatan.

5) Tidak perlu diuretik, kecuali jika terdapat edema paru,

dekompensasi kordis, atau gagal ginjal akut.

6) Jika tekanan diastolik turun sampai normal pasien dapat

dipulangkan :

a) Nasihatkan untuk istirahat dan perhatikan tanda-tanda

preeklampsia berat.
b) Kontrol 2 kali seminggu untuk memantau tekanan darah, urin,

keadaan janin, serta gejala dan tanda-tanda preeklampsia berat;

7) Jika tekanan diastolik naik lagi, rawat kembali.Jika tidak ada

tanda-tanda perbaikan, tetap dirawat. Lanjutkan penanganan dan

observasi kesehatan janin.

8) Jika terdapat tanda-tanda pertumbuhan janin terhambat,

pertimbangkan terminasi kehamilan. Jika tidak rawat sampai

aterm.

9) Jika proteinuria meningkat, tangani sebagai PE berat.

Penatalaksanaan Preeklampsia Berat

Tujuannya : mencegah kejang, pengobatan hipertensi, pengelolaan

cairan, pelayanan suportif terhadap penyulit organ yang terlibat dan

saat yang tepat untuk persalinan. (Carpenito, 2006):

1) Tirah baring miring ke satu sisi (kiri).

2) Pengelolaan cairan, monitoring input dan output cairan.

3) Pemberian obat antikejang.

4) Diuretikum tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada edema

paru-paru, payah jantung. Diuretikum yang dipakai adalah

furosemid.

5) Pemberian antihipertensi

Masih banyak perdebatan tentang penetuan batas (cut off) tekanan

darah, untuk pemberian antihipertensi. Misalnya Belfort

mengusulkan cut off yang dipakai adalah ≥ 160/110 mmHg dan


MAP ≥ 126 mmHg. Di RSU Soetomo Surabaya batas tekanan

darah pemberian antihipertensi ialah apabila tekanan sistolik ≥ 180

mmHg dan/atau tekanan diastolik ≥ 110 mmHg.

6) Pemberian glukokortikoid

Pemberian glukokortikoid untuk pematangan paru janin tidak

merugikan ibu. Diberikan pada kehamilan 32 – 34 minggu, 2 x 24

jam. Obat ini juga diberikan pada sindrom HELLP.

B. Konsep keperawatan (NANDA, NIC-NOC DAN (NCP DARI

DOENGOES )

1. pengkajian keperawatan :

a. Data yang dikaji pada ibu dengan preeklampsia adalah (Doengos,

2000):

Data subyektif :

1) Umur biasanya sering terjadi pada primi gravida , < 20 tahun atau

> 35 tahun

2) Riwayat kesehatan ibu sekarang : terjadi peningkatan tensi, edema,

pusing, nyeri epigastrium, mual muntah, penglihatan kabur

3) Riwayat kesehatan ibu sebelumnya : penyakit ginjal, anemia,

vaskuler esensial, hipertensi kronik, DM


4) Riwayat kehamilan : riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa,

hidramnion serta riwayat kehamilan dengan preeklampsia atau

eklampsia sebelumnya

5) Pola nutrisi : jenis makanan yang dikonsumsi baik makanan pokok

maupun selingan

6) Psiko sosial spiritual : Emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan

kecemasan, oleh karenanya perlu kesiapan moril untuk

menghadapi resikonya

Data Obyektif :

1) Inspeksi : edema yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam

2) Palpasi : untuk mengetahui TFU, letak janin, lokasi edem

3) Auskultasi : mendengarkan DJJ untuk mengetahui adanya fetal

distress

4) Perkusi : untuk mengetahui refleks patella sebagai syarat

pemberian SM ( jika refleks + )

5) Pemeriksaan penunjang ;

a) Tanda vital yang diukur dalam posisi terbaring atau tidur,

diukur 2 kali dengan interval 6 jam

b) Laboratorium : protein uri dengan kateter atau midstream (

biasanya meningkat hingga 0,3 gr/lt atau +1 hingga +2 pada

skala kualitatif ), kadar hematokrit menurun, BJ urine

meningkat, serum kreatini meningkat, uric acid biasanya > 7

mg/100 ml
c) Berat badan : peningkatannya lebih dari 1 kg/mingg

d) Tingkat kesadaran ; penurunan GCS sebagai tanda adanya

kelainan pada otak

e) USG ; untuk mengetahui keadaan janin

f) NST : untuk mengetahui kesejahteraan janin

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin bisa muncul (Nanda, 2015) :

a. Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan kontraksi uterus

dan pembukaan jalan lahir

b. Gangguan psikologis ( cemas ) berhubungan dengan koping yang tidak

efektif terhadap proses persalinan

c. Resiko terjadinya kejang pada ibu berhubungan dengan penurunan

fungsi organ ( vasospasme dan peningkatan tekanan darah )

d. Resiko terjadinya foetal distress pada janin berhubungan dengan

perubahan pada plasenta

3. Rencana dan intervensi keperawatan

a. Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan kontraksi uterus

dan pembukaan jalan lahir.

Intervensi :

1) Kaji tingkat intensitas nyeri pasien

R/. Ambang nyeri setiap orang berbeda ,dengan demikian akan

dapat menentukan tindakan perawatan yang sesuai dengan respon

pasien terhadap nyerinya


2) Jelaskan penyebab nyerinya

R/ Ibu dapat memahami penyebab nyerinya sehingga bisa

kooperatif

3) Ajarkan ibu mengantisipasi nyeri dengan nafas dalam bila HIS

timbul

R/ Dengan nafas dalam otot-otot dapat berelaksasi , terjadi

vasodilatasi pembuluh darah, expansi paru optimal sehingga

kebutuhan 02 pada jaringan terpenuhi

4) Bantu ibu dengan mengusap/massage pada bagian yang nyeri

R/. untuk mengalihkan perhatian pasien

b. Gangguan psikologis ( cemas ) berhubungan dengan koping yang tidak

efektif terhadap proses persalinan

Intervensi :

1) Kaji tingkat kecemasan ibu

R/. Tingkat kecemasan ringan dan sedang bisa ditoleransi dengan

pemberian pengertian sedangkan yang berat diperlukan tindakan

medikamentosa

2) Jelaskan mekanisme proses persalinan

R/. Pengetahuan terhadap proses persalinan diharapkan dapat

mengurangi emosional ibu yang maladaptif

3) gali dan tingkatkan mekanisme koping ibu yang efektif

R/. Kecemasan akan dapat teratasi jika mekanisme koping yang

dimiliki ibu efektif


4) Beri support system pada ibu

R/. ibu dapat mempunyai motivasi untuk menghadapi keadaan

yang sekarang secara lapang dada asehingga dapat membawa

ketenangan hati

c. Resiko terjadinya kejang pada ibu berhubungan dengan penurunan

fungsi organ ( vasospasme dan peningkatan tekanan darah )

Intervensi :

1) Monitor tekanan darah tiap 4 jam

R/. Tekanan diastole > 110 mmHg dan sistole 160 atau lebih

merupkan indikasi dari PIH

2) Catat tingkat kesadaran pasien

R/ Penurunan kesadaran sebagai indikasi penurunan aliran darah

otak

3) Kaji adanya tanda-tanda eklampsia ( hiperaktif, reflek patella

dalam, penurunan nadi,dan respirasi, nyeri epigastrium dan oliguria

4) R/. Gejala tersebut merupakan manifestasi dari perubahan pada

otak, ginjal, jantung dan paru yang mendahului status kejang

5) Monitor adanya tanda-tanda dan gejala persalinan atau adanya

kontraksi uteru

R/. Kejang akan meningkatkan kepekaan uterus yang akan

memungkinkan terjadinya persalinan


6) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian anti hipertensi

Monitor DJJ sesuai indikasi

R/. Peningkatan DJJ sebagai indikasi terjadinya hipoxia, prematur

dan solusio plasenta

d. Resiko terjadinya foetal distress pada janin berhubungan dengan

perubahan pada plasenta

Intervensi :

1) Kaji tentang pertumbuhan janin

R/. Penurunan fungsi plasenta mungkin diakibatkan karena

hipertensi sehingga timbul IUGR

2) Jelaskan adanya tanda-tanda solutio plasenta ( nyeri perut,

perdarahan, rahim tegang, aktifitas janin turun )

R/. Ibu dapat mengetahui tanda dan gejala solutio plasenta dan tahu

akibat hipoxia bagi janin

3) Kaji respon janin pada ibu yang diberi SM

R/. Reaksi terapi dapat menurunkan pernafasan janin dan fungsi

jantung serta aktifitas janin

4) Kolaborasi dengan medis dalam pemeriksaan USG dan NST

R/. USG dan NST untuk mengetahui keadaan/kesejahteraan janin

keadaan/kesejahteraan janin
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito- Moyet,Lynda juall. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 10.
Jakarta: EGC.
Cuningham. 3013. Obstretri Williams. Jakarta : EGC
Doenges E Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan.Jakarta : EGC.
Mansjoer, Arif, et al. 2010. Kapita selekta kedokteran, jilid I. edisi ketiga. Jakarta
: Media Aesculapius FKUI.
Mochtar, MPH. Prof. Dr. Rustam. 2011. Synopsis Obstetri. Jilid I. edisi kedua
EGC. Jakarta.
Mitayani. 2012. Dasar-dasar Keperawatan Maternitas. EGC: Jakarta
Purwaningsih, Wahyu. 2010. Asuhan Keperawatan Maternitas. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddart Vol.2 Edisi 8. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai