Anda di halaman 1dari 8

KEGAWAT DARURATAN OBSTETRIC PRE EKLAMPSI BERAT

Tugas Ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Pada Mata Kuliah Keperawatan
Gawat Darurat

Oleh :

Kelempok 8

1. Ahdal Casanoval
2. Danang Budi Setiawan
3. Dwi Andika Muliasari
4. Kulsum Febri Dwi Safitri
5. Mardani Banapon
6. Yuniarti

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG

JURUSAN KEPERAWATAN

PRODI NERS

2019/2020
Pathway

Tekanan darah

Meningkat (140/90 mmHg) Normal

Hamil < 20 minggu Hamil >20 minggu

Hipertensi kronik Superimposed pre eklamsia Kejang (-) Kejang (+)

Faktor predisposisi PE : PRE EKLAMSIA EKLAMSIA


Primigravida atau primipara mudab (85%),
Grand multigravida, Sosial ekonomi
rendah, Gizi buruk., Faktor usia (remaja; <
Penurunan aliran darah
20 tahun dan usia diatas 35 tahun), Pernah
pre eklamsia atau eklamsia sebelumnya,
Hipertensi kronik, Diabetes mellitus, Mola
hidatidosa, Pemuaian uterus yang Prostaglandin plasenta menurun
berlebihan, biasanya akibat dari kehamilan
ganda atau polihidramnion (14-20%),
Riwayat keluarga dengan pre eklamsia dan Iskemia uterus
eklamsia (ibu dan saudara perempuan),
Hidrofetalis, Penyakit ginjal kronik,
Hiperplasentosis: mola hidatidosa,
kehamilan ganda, hidrops fetalis, bayi Hiperoksidase lemak & pelepasan
besar, dan diabetes mellitus, Obesitas, renin uterus
Interval antar kehamilan yang jauh.

Merangsang pengeluaran
Renin+darah  hati Proses endotheliosis
bahan tropoblastik

Renin+angiotensinogen
Merangsang pelepasan tromboplastin

Angiotensin I  Angiotensin II
Merangsang pengeluaran Aktivasi/agregasi trombosit
bahan tromboksan deposisi fibrin

Angiotensin II + tromboksan Vasospasme PD Koagulasi intravaskuler

Lumen arteriol menyempit Penurunan perfusi darah &


konsumtif koagulatif

Hanya 1 SDM yg dpt lewat


Penurunan trombosit &
Tek. Perifer meningkat  faktor pembekuan darah
kompensasi oksigen

Gangguan fisiologis
*HIPERTENSI homeostasis

Gangguan Multi Organ Gangguan perfusi darah


Gangguan Multi Organ

Otak Darah Paru Hati Mata

Endotheliosis Penumpukan darah Vasokontriksi PD Spasmus arteriola


Edema serebri
miokard

Peningkatan LAEDP Edema duktus optikus


Peningkatan PD pecah SDM pecah Gangguan kontraktilitas dan retina
tek.intrakranial miokard
Kongesti vena pulmonal
Perdarahan Anemia
hemolitik Diplopia
Risiko Kejang Payah jantung
Proses perpindahan cairan
Ketidakefektifa
karena perbedaan tekanan
n Perfusi Kelemahan Ketidakseimb Risiko Cedera
Risiko
Jaringan Otak angan suplay Penurunan Curah
Cedera
& kebutuhan Timbul edema (gangguan Jantung
O2 fungsi alveoli (ronchi,
rales, takipnea, PaCO2
menurun
Intoleransi
Aktivitas
Gangguan Pertukaran
Gas
Gangguan Multi Organ

Ginjal Plasenta Ekstremitas GI Tract

Adanya rangsangan Vasospasme Penurunan perfusi plasenta Metabolisme HCL meningkat


angiotensin II pada arteriol pada ginjal anaerob
gland.suprarenal 
Hipoksia/anoksia Peristaltik turun
aldosteron
ATP diproduksi  2 ATP
Penurunan Peningkatan
Peningkatan GFR permeabilitas Gangguan
reabsorpsi Na protein pertumbuhan Pembentukan
Peningkatan Konsti
plasenta asam laktat
akumulasi gas pasi
Retensi cairan Diuresis >> protein yg
menurun lolos dari Intra Uterine Growth Cepat lelah &
Kembung
filtrasi Retardation (IUGR) lemah
*EDEMA glomerulus
Oliguri/anuri
Kelemahan umum Mual & Muntah Nyeri
Risiko Gawat
Kelebihan Volume
*PROTEINURIA Janin
Cairan Gangguan
Intoleransi Ketidakseimba
Eliminasi
Aktivitas ngan nutrisi:
Urin
kurang dari
kebutuhan
tubuh
 Farmakologi
Pengelolaan preeklampsia berat mencakup pencegahan kejang, pengobatan
hipertensi, pengelolaan cairan, pelayanan supportif terhadap penyulit organ yang terlibat
dan saat yang tepat untuk persalinan. Penderita preeklampsia berat harus segera masuk
rumah sakit untuk rawat inap dan dianjurkan tidur miring ke kiri. Pengelolaan cairan pada
preeklampsia bertujuan untuk mencegah terjadinya edema paru dan oliguria. Diuretikum
diberikan jika terjadi edema paru dan payah jantung (Anonim, 2005). Diuretikum yang
dipakai adalah furosemid. Pemberian diuretikum secara rutin dapat memperberat
hipovolemi, memperburuk perfusi utero-plasenta, menimbulkan dehidrasi pada janin, dan
menurunkan berat janin. Antasida digunakan untuk menetralisir asam lambung sehingga
bila mendadak kejang dapat menghindari risiko aspirasi asam lambung (Prawirohardjo,
2008).
Pemberian obat antikejang pada preeklampsia bertujuan untuk mencegah terjadinya
kejang (eklampsia). Obat yang digunakan sebagai antikejang antara lain diazepam, fenitoin,
MgSO4. Berdasarkan buku Pedoman Diagnosis dan Terapi RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro
Klaten Tahun 2007, antikejang yang digunakan adalah MgSO4 yaitu dengan pemberian
dosis awal 8 gram IM (4 gram bokong kanan dan 4 gram bokong kiri) dengan dosis lanjutan
setiap 6 jam diberikan 4 gram (Anonim, 2007).
Saat ini magnesium sulfat tetap menjadi pilihan pertama untuk antikejang pada
preeklampsia atau eklampsia. Pemberian magnesium sulfat dapat menurunkan risiko
kematian ibu dan didapatkan 50% dari pemberiannya menimbulkan efek flusher (rasa
panas). Syarat pemberian MgSO4 yaitu reflek patella normal, frekuensi pernapasan >16 kali
per menit, harus tersedia antidotum yaitu Kalsium Glukonat 10% (1 gram dalam 10 cc)
diberikan intravena 3 menit. Pemberian MgSO4 harus dihentikan jika Terjadi intoksikasi
maka diberikan injeksi Kalsium Glukonat 10% (1 gram dalam 10 cc) dan setelah 24 jam
pasca persalinan (Anonim, 2007). Bila terjadi refrakter terhadap pemberian MgSO4 maka
bisa diberikan tiopental sodium, sodium amobarbital, diazepam atau fenitoin
(Prawirohardjo, 2008).
Penentuan batas tekanan darah untuk pemberian antihipertensi masih bermacam-
macam, menurut POGI Antihipertensi diberikan jika desakan darah ≥180/110 mmHg atau
MAP ≥126. Jenis antihipertensi yang diberikan adalah nifedipine 10-20 mg peroral, dosis
awal 10 mg, diulangi setelah 30 menit, dosis maksimumnya 120 mg dalam 24 jam. Desakan
darah diturunkan secara bertahap, a) penurunan awal 25% dari desakan sistolik, b) desakan
darah diturunkan mencapai <160/105 mmHg atau MAP <125 (POGI, 2005).
Sedangkan menurut buku pedoman diagnosis dan terapi RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten
Tahun 2007, antihipertensi pada preeklampsia berat diberikan jika tekanan darah ≥160/110
mmHg. Jenis antihipertensi yang diberikan adalah nifedipin, jika tekanan darah ≥140/90
mmHg sd <160/110 mmHg diberikan antihipertensi methyldopa jika pasien mengalami edma
paru, payah jantung kongesif, edem anasarka diberikan obat golongan diuretikum
(Anonim, 2007).
Jenis antihipertensi lain yang dapat diberikan adalah:
a) Hidralazin: dimulai dengan 5 mg intravena atau 10 mg intramuskuler, jika tekanan
darah tidak terkontrol diulangi tiap 20 menit, jika tidak berhasil dengan 20 mg dosis 1
kali pakai secara intravena atau 30 mg intramuskuler dipertimbangkan penggunaan obat
lain. Mekanisme kerjanya dengan merelaksasi otot pada arteriol sehingga terjadi
penurunan tahanan perifer. Jika diberikan secara intravena efeknya terlihat dalam 515
menit. Efek sampingnya adalah sakit kepala, denyut jantung cepat dan perasaan gelisah,
hidralazin termasuk dalam kategori C (keamanan penggunaannya pada wanita hamil
belum ditetapkan).
b) Labetalol: termasuk dalam beta bloker, mekanismenya menurunkan tahanan perifer dan
tidak menurunkan aliran darah ke otak, jantung dan ginjal. Obat ini dapat diberikan
secara peroral maupun intravena yang dimulai dengan 20 mg secara intravena, jika efek
kurang optimal diberikan 40 mg 10 menit kemudian, penggunaan maksimal 220 mg,
jika level penurunan tekanan darah belum dicapai obat dihentikan dan dipertimbangkan
penggunaan obat lain, “dihindari pemberian Labetalol untuk wanita dengan asma atau
gagal jantung kongestif” (Anonim, 2000), jika diberikan secara intravena efeknya
terlihat dalam 2-5 menit dan mencapai puncaknya setelah 15 menit, obat ini bekerja
selama 4 jam (Roeshadi, 2006). Labetalol termasuk dalam kategori C (keamanannya
pada wanita hamil belum ditetapkan).
c) Beta-bloker (Atenolol, Metoprolol, Nadolol, Pindolol, Propranolol), obatobat tersebut
berhubungan dengan peningkatan insiden dari kemunduran intrauterine fetalgrowth
dan tidak direkomendasikan untuk penggunaan jangka panjang pada kehamilan, dosis
Propranolol biasa digunakan >160 mg/hari (Saseen dan Carter, 2005).
 Diet untuk pasien dengan Pre Eklampsi Berat
a. Prinsip Diet Pada Pre Eklampsi
Memperhatikan asupan garam dan protein
b. Syarat Diet
1. Energi dan semua zat gizi cukup. Dalam keadaan berat, makanan diberikan
secara berangsur, sesuai dengan kemampuan pasien menerima makanan.
Penambahan energi tidak lebih dari 300 kkal dari makanan atau diet sebelum
hamil.
2. Garam diberikan sesuai dengan berat- ringannya retensi garam atau air. Asupan
garam mulai dari yang terendah atau sama sekali tanpa garam
3. Protein tinggi 1,5-2 gr/ kg BB
4. Lemak sedang, sebagaian lemak berupa lemak tidak jenuh tunggal dan lemak
tidak jenuh ganda
5. Vitamin cukup: vitamin C dan B6 diberikan sedikit lebih tinggi
6. Mineral cukup, terutama kalsium dan kalium
7. Bentuk makanan disesuaikan dengan kemampuan makanan pasien
8. Cairan diberikan 2500 ml sehari disesuaikan dengan metabolisme tubuh pasien
9. Hindari makanan yang di awetkan misalnya: dendeng, ikan asin, telur asin, ebi,
abon, pindang, makanan kaleng lainnya, dan makanan yang diproses dengan
garam.
DAFTAR PUSTAKA

Bobak, I.M., Deitra L.L., & Margaret D. J. (2005). Buku ajar keperawatan maternitas, Edisi
4. Jakarta: EGC
Cunningham, M.D. 2005. Obstetri Williams. Jakarta : EGC.
Lumbanraja Sarma N. 2017. Kegawatandarurat Obstetri.Medan:USU Press
Prawirohardjo, S. (2006). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Sujiyatini, dkk. 2009. Asuhan Patologi Kebidanan. Jakarta: Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai