Anda di halaman 1dari 18

Konsep Dasar Hipertensi

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Pengertian
Hipertensi merupakan peningkatan tekanan sistolik lebih besar atau sama
dengan 160 mmHg dan atau tekanan diastolik sama atau lebih besar 95 mmHg ( Kodim
Nasrin, 2003 )
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan
sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik di atas 90 mmHg. Pada populasi
manula, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan
diastolik 90 mmHg. Hipertensi merupakan penyebab utama gagal jantung, stroke, dan
gagal ginjal (Brunner & Suddarth, 2001).
Hipertensi didefinisikan oleh Joint National Committee on Detection,
Evaluation and Treatment of High Blood pressure (JNC) sebagai tekanan yang lebih
tinggi dari 140/90 mmHg dan diklasifikasikan sesuai derajat keparahannya,
mempunyai rentang dari tekanan darah (TD) normal tinggi sampai hipertensi maligna.
Keadaan ini dikategorikan sebagai primer/esensial (hampir 90% dari semua kasus) atau
sekunder, terjadi sebagai akibat dari kondisi patologi yang dapat dikenali, seringkali
dapat diperbaiki (Doenges, 2000).

Tabel 2.1 : Klasifikasi hipertensi menurut WHO

Kategori Sistol (mmHg) Diastol (mmHg)


Optimal < 120 < 80
Normal < 130 < 85
Tingkat 1 (hipertensi ringan) 140-159 90-99
Sub grup : perbatasan 140-149 90-94
Tingkat 2 (hipertensi sedang) 160-179 100-109
Tingkat 3 (hipertensi berat) ≥ 180 ≥ 110
Hipertensi sistol terisolasi ≥ 140 < 90
Sub grup : perbatasan 140-149 < 90
Tabel 2.2 Klasifikasi hipertensi menurut Joint National Committee 7

Kategori Sistol (mmHg) Dan/atau Diastole


(mmHg)
Normal <120 Dan <80
Pre hipertensi 120-139 Atau 80-89
Hipertensi tahap 1 140-159 Atau 90-99
Hipertensi tahap 2 ≥ 160 Atau ≥ 100

Tabel. 2.3 Klasifikasi hipertensi hasil konsensus perhimpunan hipertensi


Indonesia

Kategori Sistol (mmHg) Dan/atau Diastole (mmHg)


Normal <120 Dan <80
Pre hipertensi 120-139 Atau 80-89
Hipertensi tahap 1 140-159 Atau 90-99
Hipertensi tahap 2 ≥ 160 Atau ≥ 100
Hipertensi sistol terisolasi ≥ 140 Dan < 90
2. Etiologi
Berdasarkan etiologinya hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu :
a. Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya. Namun sejumlah
interaksi beberapa energi homeostatik saling terkait. Defek awal diperkirakan pada mekanisme
pengaturan cairan tubuh dan tekanan oleh ginjal. Faktor hereditas berperan penting bilamana
ketidakmampuan genetik dalam mengelola kadar natrium normal. Kelebihan intake natrium dalam diet
dapat meningkatkan volume cairan dan curah jantung. Pembuluh darah memberikan reaksi atas
peningkatan aliran darah melalui kontriksi atau peningkatan tahanan perifer. Tekanan darah tinggi
adalah hasil awal dari peningkatan curah jantung yang kemudian dipertahankan pada tingkat yang lebih
tinggi sebagai suatu timbal balik peningkatan tahanan perifer.
b. Hipertensi sekunder pada umumnya diketahui. Berikut ini beberapa kondisi yang menjadi penyebab
terjadinya hipertensi sekunder :
1) Penggunaan kontrasepsi hormonal (estrogen)
Oral kontrasepsi yang berisi estrogen dapat menyebabkan hipertensi melalui mekanisme Renin-
aldosteron-mediated volume expation. Dengan penghentian oral kontrasepsi, tekanan darah normal
kembali setelah beberapa bulan.
2) Penyakit parenkim dan vaskular ginjal.
Merupakan penyebab utama hipertensi sekunder. Hipertensi renovaskular berhubungan dengan
penyempitan satu atau lebih arteri besar yang secara langsung membawa darah ke ginjal. Sekitar 90%
lesi arteri renal pada klien dengan hipertensi disebabkan oleh aterosklerosis atau fibrous displasia
(pertumbuhan abnormal jaringan fibrous). Penyakit parenkim ginjal terkait dengan infeksi, inflamasi,
dan perubahan struktur, serta fungsi ginjal.
3) Gangguan endokrin.
Disfungsi medula adrenal atau korteks adrenal dapat menyebabkan hipertensi sekunder. Adrenal-
mediated hypertension disebabkan kelebihan primer aldosteron, kortisol, dan katekolamin. Pada
aldosteronisme primer, kelebihan aldosteron menyebabkan hipertensi dan hipokalemia. Aldosteronisme
primer biasanya timbul dari benigna adenoma korteks adrenal.
4) Coarctation aorta
Merupakan penyempitan aorta kongenital yang mungkin terjadi beberapa tingkat pada aorta torasik
atau aorta abdominal. Penyempitan menghambat aliran darah melalui lengkung aorta dan
mengakibatkan peningkatan tekanan darah diatas area kontriksi.
5) Neurogenik : tumor otak, encephalitis, dan gangguan psikiatri.
6) Kehamilan
7) Luka bakar
8) Peningkatan volume vaskular

9) Merokok
Nikotin dalam rokok meningkatkan pelepasan katekolamin. Peningkatan katekolamin
menyebabkan iritabilitas miokardial, peningkatan denyut jantung, dan menyebabkan vasokontriksi,
yang mana pada akhirnya meningkatkan tekanan darah.
3. Anatomi fisiologi

a. Jantung
Jantung merupakan sebuah organ yang terdiri dari otot. Otot jantung merupakan jaringan istimewa,
karena kalau dilihat dari bentuk dan susunannya sama dengan otot serat lintang tetapi cara bekerjanya
menyerupai otot polos.
1) Bentuk
Menyerupai jantung pisang, bagian atasnya tumpul dan disebut juga basis kordis. Di
sebelah bawah agak runcing disebut apeks kordis.
2) Letak
Di dalam rongga dada sebelah depan (kavum mediastinum anterior), sebelah kiri
bawah dari pertengahan rongga dada.
3) Ukuran
Lebih kurang sebesar genggaman tangan kanan, beratnya kira-kira 250 - 300
gr.
4) Lapisan-lapisannya
Lapisannya terdiri dari endokardium, miokardium, perikardium.

b. Peredaran darah jantung


Vena kava suferior dan inferior, mengalirkan darah ke atrium dekstra yang datang dari seluruh tubuh.
Arteri pulmonalis, membawa darah dari ventrikel dekstra masuk ke paru-paru. Vena pulmonalis,
membawa darah dari paru-paru masuk ke atrium sinistra. Aorta, membawa darah dari ventrikel sinistra
ke seluruh tubuh. Kapiler merupakan pembuluh darah yang sangat halus, dindingnya terdiri dari satu
lapisan endotel.

c. Pergerakan jantung
Dalam kerjanya jantung mempunyai tiga periode :
1) Periode konstriksi (periode sistole).
Suatu keadaan dimana jantung bagian ventrikel dalam keadaan menguncup, katup bikus dan
trikuspidalis dalam keadaan tertutup, valvula semilunaris aorta dan valvula semilunaris arteri
pulmonalis terbuka, sehingga darah dari ventrikel dekstra mengalir ke arteri pulmonalis masuk ke paru-
paru kiri dan kanan, sedangkan darah dari ventrikel sinistra mengalir ke aorta kemudian diedarkan ke
seluruh tubuh.
2) Periode dilatasi (periode diastole).
Suatu keadaan dimana jantung mengembang, katup bikus dan trikuspidalis terbuka sehingga darah dari
atrium sinistra masuk ke ventrikel sinistra dan darah dari atrium dekstra masuk ke ventrikel dekstra,
selanjutnya darah yang ada di paru-paru melalui vena pulmonalis masuk ke atrium sinistra dan darah
dari seluruh tubuh melalui vena kava masuk ke atrium dekstra.
3) Periode istirahat yaitu waktu antara periode konstriksi dan dilatasi dimana jantung
berhenti kira-kira 1/10 detik.

4. Patofisiologi
Tekanan arteri sistemik adalah sebuah hasil dari perkalian cardiac
output (curah jantung) dengan tahanan perifer. Cardiac output (curah jantung)
diperoleh dari perkalian antara stroke volume dengan heart rate (denyut jantung).
Pengaturan tahanan perifer dipertahankan oleh sistem saraf otonom dan sirkulasi
hormon. Empat sistem kontrol yang berperan dalam mempertahankan tekanan darah
antara lain sistem baroreseptor, pengaturan volume cairan tubuh, sistem renin
angiotensin dan autoregulasi vaskuler.
Baroreseptor arteri terutama ditemukan di sinus carotid, tapi juga
dalam aorta dan dinding ventrikel kiri.Baroreseptor ini memonitor derajat tekanan
arteri. Sistem baroreseptor meniadakan peningkatan tekanan arteri melalui
mekanisme perlambatan jantung oleh respon vagal (stimulasi parasimpatis) dan
vasodilatasi dengan penurunan tonus simpatis. Oleh karena itu, reflek kontrol sirkulasi
meningkatkan tekanan arteri sistemik bila tekanan baroreseptor turun dan
menurunkan tekanan arteri sistemik bila tekanan baroreseptor meningkat. Alasan
pasti mengapa kontrol ini gagal pada hipertensi belum diketahui. Hal ini ditujukan
untuk menaikkan re-setting sensitivitas baroreseptor sehingga tekanan meningkat
secara tidak adekuat, sekalipun penurunan tekanan tidak ada.
Perubahan volume cairan mempengaruhi tekanan arteri sistemik. Bila tubuh
mengalami kelebihan garam dan air, tekanan darah meningkat melalui mekanisme
fisiologi kompleks yang mengubah aliran balik vena ke jantung dan mengakibatkan
peningkatan curah jantung. Bila ginjal berfungsi secara adekuat, peningkatan tekanan
arteri meningkatkan diuresis dan penurunan tekanan darah. Kondisi patologis yang
mengubah ambang tekanan pada ginjal dalam mengekskresikan garam dan air akan
meningkatkan tekanan arteri sistemik.
Renin dan angiotensin memegang peranan penting dalam pengaturan tekanan
darah. Ginjal memproduksi renin yaitu enzim yang bertindak pada substrat protein
plasma untuk memisahkan angiotensin I, yang kemudian diubah oleh converting
enzym dalam paru menjadi angiotensin II kemudian menjadi angiotensin III.
Angiotensin II dan III mempunyai aksi vasokontriktor yang kuat pada pembuluh darah
dan merupakan mekanisme kontrol terhadap pelepasan aldosteron. Aldosteron sangat
bermakna dalam hipertensi terutama pada aldoteronisme primer. Melalui peningkatan
aktivitas sistem saraf simpatis, angiotensin II dan III juga mempunyai
efek inhibitingatau penghambatan pada ekskresi garam (natrium) dengan akibat
peningkatan tekanan darah.
Sekresi renin yang tidak tepat diduga sebagai penyebab meningkatnya tahanan
perifer vaskular pada hipertensi esensial. Pada tekanan darah tinggi, kadar renin
harus diturunkan karena peningkatan arteriolar renal mungkin menghambat sekresi
renin. Peningkatan tekanan darah terus-menerus pada klien hipertensi esensial akan
mengakibatkan kerusakan pembuluh darah pada organ-organ vital. Hipertensi esensial
mengakibatkan hyperplasia medial (penebalan) arteriole-arteriole. Karena pembuluh
darah menebal, maka perfusi jaringan menurun dan mengakibatkan kerusakan organ
tubuh. Hal ini menyebabkan infrak miokard, stroke, gagal jantung dan gagal ginjal.
Autoregulasi vaskular adalah suatu proses yang mempertahankan perfusi
jaringan dalam tubuh relatif konstan. Jika aliran berubah, proses autoregulasi akan
menurunkan tahanan vaskular dengan mengakibatkan pengurangan aliran, sebaliknya
akan meningkatkan tahanan vaskular sebagai akibat dari peningkatan aliran.
Autoregulasi vaskular nampak menjadi mekanisme penting dalam menimbulkan
hipertensi berkaitan dengan overload garam dan air.

5. Tanda dan Gejala


Peningkatan tekanan darah kadang–kadang merupakan satu–satunya gejala. Bila demikian, gejala baru
akan muncul setelah terjadi komplikasi pada ginjal, mata, otak, atau jantung. Gejala lain yang sering
ditemukan adalah sakit kepala, epistaksis, marah, telinga berdenging, rasa berat ditengkuk, sukar
tidur, mata berkunang – kunang dan pusing.

6. Pemeriksaan penunjang
a. Hitung darah lengkap meliputi pemeriksaan hemoglobin, hematokrit untuk menilai
viskositas dan indikator faktor risiko seperti hiperkoagulabilitas, anemia.
b. Kimia darah
1) BUN, kreatinin : peningkatan kadar menandakan penurunan perfusi atau faal ginjal.
2) Serum glukosa : hiperglikemia (diabetes melitus adalah presipitator hipertensi) akibat
peningkatan kadar katekolamin.
3) Kadar kolesterol atau trigliserida : peningkatan kadar mengindikasikan predisposisi
pembentukan plaque atheromatus.
4) Kadar serum aldosteron : menilai adanya aldosteronisme primer.
5) Studi tiroid (T3 dan T4) : menilai adanya hipertiroidisme yang berkontribusi terhadap
vasokontriksi dan hipertensi.
6) Asam urat : hiperuricemia merupakan implikasi faktor resiko hipertensi.
c. Elektrolit
1) Serum potasium atau kalium (hipokalemia mengindikasikan adanya aldosteronisme
atau efek samping terapi diuretik.
2) Serum kalsium bila meningkat berkontribusi terhadap hipertensi.
d. Urine
1) Analisis urine adanya darah, protein, glukosa dalam urine mengindikasikan disfungsi
renal atau diabetes.
2) Urine VMA (catecholamine metabolisme) : peningkatan kadar mengindikasikan adanya
pheochromacytoma.
3) Steroid urine : peningkatan kadar mengindikasikan hiperadrenalisme,
pheochromacytoma, atau disfungsi pituitary, sindrom chushing’s; kadar renin juga
meningkat.
e. Radiologi
1) Intra Venous Pyelografi (IVP) : mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti renal
pharenchymal disease,urolithiasis, benign prostate hyperplasia (BPH).
2) Rontgen toraks : menilai adanya kalsifikasi obstruktif katup jantung, deposit kalsium
pada aorta, dan pembesaran jantung.
f. EKG : menilai adanya hipertrofi miokard, pola strain, gangguan konduksi atau
disritmia.
7. Penatalaksanaan
a. Tujuan Pengobatan Hipertensi
1). Menurunkan tekanan darah sampai normal atau mendekati normal, tanpa mengganggu
aktivitas sehari-hari. Dengan demikian dapat komplikasi dan menurunkan morbiditas
dan mortalitas.
2). Prevansi terhadap peninggian tekanan darah dan “heart rate” secara akut selama
“exercise” dan “stress”

b. Obat-obat Anti Hipertensi


1) Diuretik
a) Kemanjuran maksimal rendah; Indapamid (Lozol), Ftalimidin, Tiazid.
b) Kemanjuran maksimal tinggi; Bumetanid (Bumex), Asam Etakrinat (Edeerin),
Furosemid (Lasix).
c) Hemat Kalium; Amilorid (Midomir), Spironolakton (Aldaetone), Trianteren
(Dyrenium).
2) Obat Simpatolitik
a) Bekerja pada SPP; Klonidin (Catapres), Guanabenz (Wytensin), Metildopa (Aldomet).
b) Bekerja pada gonglion otonom; Trimetafan (Arfonad).
c) Bekerja pada neuron simpatis pasca ganglion; Guanadrel (Hylorel), Guanetidin
(Isenelin), Penghambat monoamin oksidase, Reserpin.
d) Penghambat reseptor
(1) Adrenoreseptor; Fenoksibenzamin (Dibenzyline), Fentolamin (Reqitinin), Prazosin
(Minipres).
(2) Adrenoreseptor; Atenol (Tenormin), Labetol (Normodyne, Trandate), Metoprolol
(Lopressor), Nadolol (Corgard), Pindolol (Visken), Propanolol (Inderal), Timolol
(Blocadren).
(3) Vasodilator; Diazoksid (Hyperstat), Diltiazem (Cardizem), Hydralazin (Apresoline),
Minoksidil (Lomitmen), Nifedipin (Adelat, Procardia), Verapamil (Calan, Isoptin).
(4) Penghambat sistem renin angiostenin; Captopril (Capoten), Enalapril (Vasotec),
Saralisin (Sarenin).
c. Diit Hipertensi/Diit Rendah Garam
Hipertensi dapat dikendalikan dengan Diit rendah Garam, merupakan diit dengan
pembatasan konsumsi garam untuk membantu menghilangkan retensi garam/air
dalam jaringan tubuh
1) Syarat-syarat Diit Rendah Garam
a) Cukup kalori, mineral dan vitamin
b) Bentuk makanan disesuaikan dengan keadaan penyakit
c) Jumlah natrium yang diperolehh disesuaikan dengan berat tidaknya retensi garam/air
dan/atau hipertensi.
2) Macam Diit Rendah Garam
Jika ditinjau dari jumlah natrium yang perlu dikonsumsi, Diit Rendah Garam dibagi
menjadi 3 yaitu :
a) Diit Rendah Garam I (DRG I) mengandung natrium 200-400 mg. Dalam pemasakan
tidak ditambahkan garam dapur. Bahan makanan tinggi natrium dihindarkan. Makanan
diberikan kepada penderita dengan oedema, ascites dan/atau hipertensi berat.
b) Diit Rendah Garam II (DRG II) mengandung natrium 600-800 mg. Pemberian makanan
sama dengan DRG I. dalam pemasakan makanan diperbolehkan menggunakan ¼ sdt
garam dapur (1 gr). Bahan makanan tinggi natrium dihindarkan. Makanan ini diberikan
kepada penderita dengan oedema, ascites dan/atau hipertensi sedang ini diberikan
kepada penderita dengan oedema, ascites dan/atau hipertensi sedang
c) Diit Rendah Garam III (DRG III) mengandung natrium 1000-1200 mg. Pemberian
makanan sama dengan DRG I. Dalam pemasakan boleh diberi garam dapur ½ sendok
teh (2 gr). Makanan ini diberikan kepada penderita dengan edema, dan/atau
hipertensi ringan.
8. Komplikasi
Penyakit hipertensi bila tidak dikontrol secara teratur akan berlanjut kearah penyakit yang mematikan
seperti :
a. Penyakit jantung
b. Cedera serebrovaskular
c. Gagal ginjal

B. Asuhan Keperawatan pada Klien


dengan Hipertensi
Asuhan keperawatan merupakan bentuk pelayanan kesehatan profesional yang
didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan yang ditujukan kepada individu, keluarga
dan masyarakat baik yang sehat maupun yang sakit. Dengan mempertimbangkan aspek
bio, psiko, sosial dan spiritual yang komprehensif.
Asuhan keperawatan yang komprehensif dilaksanakan pada klien dengan
menggunakan pendekatan proses keperawatan yang terdiri dari pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi dengan tujuan untuk memenuhi
kebutuhan klien yang dilaksanakan secara bio, psiko, sosial dan spiritual dalam upaya
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu
proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk
mengevaluasi dan mengindentifikasi status kesehatan klien ((Nursalam,
2001). Kegiatan yang dilaksanakan dalam pengkajian adalah pengumpulan data dan
merumuskan prioritas masalah. Pada pengkajian – pengumpulan data yang cermat
tentang klien, keluarga, didapatkan data melalui wawancara, observasi dan
pemeriksaan.
Data yang dikumpulkan dapat dibagi dua (Kelliat, Budi Ana., 1995) :
a. Data dasar
b. Data khusus yang berhubungan dengan situasi klien saat ini yang dapat ditentukan
oleh perawat, klien atau keluarga.
Tujuan dari pengkajian keperawatan adalah mengumpulkan data, mengelompokkan
data dan menganalisa data. Sehingga disimpulkan menjadi diagnosa keperawatan
(Gaffar, 1999).
Dasar data pengkajian klien menurut Doenges (2000) :
a. Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton.
Tanda : frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung.
Sirkulasi
Gejala : riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner/katup dan panyakit
serebrovaskular. Episode palpitasi, perspirasi.
Tanda : kenaikan tekanan darah, hipotensi postural, takikardi, pengisian kapiler lambat, pucat, sianosis,
diaforesis, dan kemerahan (feokromositoma).
Integritas Ego
Gejala : ansietas, marah.
Tanda : gerak tangan empati, peningkatan pola bicara.
Eliminasi
Gejala : gangguan ginjal saat ini atau yang lalu.
Makanan/Cairan
Gejala : makanan yang disukai, yang mencakup makanan tinggi garam, tinggi lemak, tinggi
kolesterol, mual, muntah, perubahan berat badan (meningkat/menurun).
Neurosensori
Gejala : keluhan pening/pusing, berdenyut, sakit kepala suboksipital.
Episode kebas dan/atau kelemahan pada satu sisi, gangguan penglihatan.
Tanda : status mental: perubahan keterjagaan, orientasi, pola/isi bicara, afek, proses pikir,
atau memori (ingatan).
Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : angina, sakit kepala oksipitalberat seperti pernah terjadi sebelumnya.

h. Pernafasan
Gejala : dispnea, takipnea, riwayat merokok, batuk dengan/tanpa sputum.
Tanda : distress respirasi, bunyi nafas tambahan, sianosis.
Keamanan
Keluhan/ : gangguan koordinasi/cara berjalan, hipotensi postural.
Gejala
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah masalah kesehatan yang atau masalah kesehatan
yang potensial dimana perawat dapat secara sah dan mandiri menanganinya dalm
bentuk tindakan yang ditujukan untuk mencegah, mengurangi, atau mengatasi
masalah tersebut (Gordon & Carpenito, 1998)
Diagnosa keperawatan dibagi sesuai dengan masalah kesehatan klien yaitu :
a. Aktual, diagnosa keperawatan yang menjelaskan masalah nyata saat ini sesuai
dengan data klinik yang ditemukan.
b. Potensial, diagnosa keperawatan yang menjelaskan bahwa masalah kesehatan yang
nyata akan terjadi jika tidak dilakukan intervensi keperawatan. Saat ini masalah
belum ada tapi etiologi sudah ada.
c. Kemungkinan, diagnosa keperawatan yang mejelaskan bahwa perlu data tambahan
untuk memastikan tambahan masalah. Pada keadaan ini masalah dan faktor
pendukung belum ada tapi sudah ada faktor yang menimbulkan masalah (Kelliat, Budi
Ana., 1995)
Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul pada klien dengan hipertensi,
menurut Doenges ( 2000 ), yaitu :
a. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan
afterload, vasokonstriksi dan iskemia miokardia.
b. Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen.
c. Nyeri (sakit kepala) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskular serebral.
d. Perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan masukan yang
berlebihan, pola hidup monoton, keyakinan budaya.
e. Koping individu inefektif berhubungan dengan krisis situasional/maturasional, sistem
pendukung tidak adekuat, metode koping tidak efektif.
f. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, rencana pengobatan berhubungan dengan
kurang pengetahuan/daya ingat, misinterpretasi informasi, keterbatasan kognitif.
3. Perencanaan
Perencanaan adalah penentuan apa yang dilakukan untuk membantu kebutuhan
kesehatannya dan mengatasi masalah keperawatan yang ditentukan. Perencanaan
keperawatan ini dilaksanakan sesuai dengan diagnosa keperawatan diatas.
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan maka intervensi dan aktivitas
keperawatan perlu ditetapkan untuk mengurangi, menghilangkan dan mencegah
masalah keperawatan klien. Tahapan ini disebut perencanaan keperawatan yang
terdiri dari :
a. Menentukan prioritas diagnosa keperawatan.
b. Menetapkan sasaran ( Goal ) dan tujuan ( Obyektif )
c. Menetapkan kriteria evaluasi
d. Merumuskan intervensi dan aktivitas keperawatan
Proses penentuan prioritas dimulai dengan memprioritaskan diagnosa
keperawatan. Ada beberapa hal yang mempengaruhi dalam menentukan urutan
prioritas (Kelliat, Budi Ana., 1998), yaitu :
a. Ancamann kehidupan dan kesehatan. Diagnosa yang mencakup masalah aktual,
mengancam masalah kehidupan dan kehidupan merupakan fokus utama.
b. Sumber daya dan dana yang tersedia. Fokus diagnosa disesuaikan dengan kemampuan
dan keterampilan perawat. Selain itu fasilitas dan dana yang tersedia akan
mempengaruhi keberhasilan dan fokus intervensi keperawatan.
c. Peran serta klien. Perawat dan klien harus bekerja sama dalam menetukan fokus
perhatian intervensi keperawatan.
d. Prinsip ilmiah dan praktik keperawatan.
Penetapan sasaran dan tujuan dilakukan setelah penetapan urutan prioritas dignosa
keperawatan. Sasaran merupakan hasil yang diharapkan dalam mengurangi atau
mengatasi masalah yang digambarkan pada diagnosa.
Tujuan dirumuskan untuk menggambarkan penampilan, hasil, atau prilaku klien
yang berhubungan dengan sasaran. Ada tiga kegunaan tujuan (Kelliat, Budi Ana.,
1998) : Memberi arah pemilihan atau penentuan strategi keperawatan, menentukan
fasilitas, metode yang diperlukan dan memberi petunjuk pengorganisasian intervensi
keperawatan.
Kriteria adalah standar yang dipakai untuk mengevaluasi penampilan klien.
Kriteria evaluasi diperlukan apabila tujuan belum spesifik dan tidak dapat diukur. Ada
beberapa syarat dari kriteria evaluasi:
a. Dapat diukur
b. Spesifik dalam isi dan waktu
c. Dapat dicapai
Dari diagnosa keperawatan yang telah disusun di atas, maka rencana tindakan
keperawatan menurut (Doenges. et.al, 2000) adalah sebagai berikut :
1. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan after load,
vasokontriksi.
Tujuan : Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan tekanan darah/beban kerja jantung.
Kriteria hasil : Mempertahankan TD dalam rentang individu yang dapat diterima, memperlihatkan
irama dan frekuensi jantung stabil dalam rentang normal klien.

Tabel 2.4 Rencana keperawatan resiko penurunan curah jantung


Intervensi Rasional
1.1. Pantau Tekanan darah 1.1. Mengetahui secara dini perubahan yang
terjadi dan untuk memberikan tindakan
yang sesuai dengan keadaan pasien.
1.2. Denyut karotis, jugularis dan femoralis
1.2. Catat keberadaan,kualitas dapat mencerminkan efek dari
denyutan sentral dan perifer vasokontriksi dan kongesti vena.
1.3. S4 umum terdengar pada pasien
hipertensi berat perkembangan S3
1.3. Auskultasi tonus jantung dan menunjukkan hipertropi ventrikel dan
bunyi napas kerusakan fungsi. Adanya krakles,
mengindikasikan kongesti paru
sekunder.
1.4. Adanya pucat, dingin, kulit lembab dan
pengisian kapiler lambat mungkin
1.4. Amati warna kulit, kelembaban, berkaitan dengan vasokontriksi.
suhu, dan masa pengisian kapiler1.5. Mengindikasikan gagal jantung,
kerusakan ginjal atau vaskular.
1.5. Catat edema umum/tertentu 1.6. Menurunkan rangsang simpatis,
meningkatkan relaksasi.
1.6. Berikan lingkungan tenang dan 1.7. Menurunkan strees dan ketegangan
kurangi aktifitas yang mempengaruhi tekanan darah
1.7. Pertahankan pembatasan
aktifitas, seperti istirahat
ditempat tidur, bantu klien 1.8. Dapat menurunkan rangsangan yang
melakukan aktifitas perawatan menimbulkan strees sehingga akan
diri sesuai kebutuhan menurunkan TD
1.8. Anjurkan teknik relaksasi,
1.9. Menghindari terjadinya penurunan
aktifitas pengalihan fungsi jantung dan beban kerja jantung.

1.9. Berikan obat-obatan sesuai


indikasi (diuretik, inhibitor
simpatis, vasodilator)
2. Nyeri kepala berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral
da dan gejala: Keluhan nyeri kepala oksipital terutama pada saat bangun , otot-otot wajah tegang,
menyeringai menahan sakit, gelisah, leher kaku, penglihatan kabur, mual dan
muntah.
Tujuan : Nyeri hilang atau terkontrol.
teria hasil : Mengungkapkan nyeri hilang, menyatakan metode yang memberikan pengurangan,
mengikuti regimen farmakologi yang diresepkan.

Tabel 2.5 Rencana keperawatan nyeri kepala

Intervensi Rasional
2.1. tingkat nyeri dapat mempengaruhi
tingkah laku pasien dan proses
2.1. Kaji tingkat nyeri pasien
pengobatan
2.2. Meningkatkan relaksasi terhadap
seluruh organ yang bersangkutan
2.2. Mempertahankan tirah baring
2.3. Tindakan tersebut menurunkan tekanan
selama fase akut
vaskuler serebral dan memperlambat
2.3. Berikan tindakan non
respon simpatis
farmakologi (kompres dingin pada
dahi, pijat punggung, leher, untuk
ketenangan redupkan lampu
2.4. Aktifitas yang berlebihan dapat
kamar)
meningkatkan tekanan vaskuler serebral
2.4. Kurangi aktifitas yang berlebihan
2.5. Mencegah komplikasi dalam
hubungannya dengan sakit kepala
2.5. Bantu pasien dalam aktifitas
2.6. Meningkatkan kenyamanan umum
sesuai kebutuhan
2.6. Berikan cairan, makanan lunak
dan perawatan mulut yang teratur
2.7. Mengontrol nyeri dan menurunkan
2.7. Berikan analgetik sesuai indikasi
rangsangan sistem saraf simpatis
2.8. Berikan anti ansietas, misalnya:
2.8. Mengurangi tegangan dan
Diazepam.
ketidaknyamanan yang diperberat oleh
stress.

3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum dan ketidakseimbangan antara suplai darah
dan kebutuhan oksigen.
Tanda dan gejala: Keletihan dan kelemahan, dispnea, perubahan EKG.
Tujuan : Dapat melakukan aktifitas yang diperlukan atau diinginkan.
riteria hasil : Ikut serta dalam kegiatan yang dibutuhkan, menunjukkan toleransi aktifitas yang
dapat diukur, intoleransi fisiologis mengalami penurunan.

Tabel 2.6 Rencana keperawatan Intoleransi aktifitas

Intervensi Rasional
3.1. Kaji respon pasien terhadap 3.1. Perubahan aktifitas dapat
aktifitas mengidentifikasi tingkat kelemahan
fisik pasien atau klien
3.2. Mengidentifikasi perubahan respon
3.2. Observasi tanda-tanda vital fisiologis terhadap aktifitas
(Ajarkan pasien Nadi, tekanan 3.3. Tekhnik penghematan energi
darah, respirasi) mengurangi penggunaan energi dan
3.3. Berikan tentang tehnik membantu keseimbangan suplai
penghematan energi (melakukan oksigen
aktifitas perlahan-lahan dan
menggunakan alat bantu) 3.4. Kemajuan aktifitas secara bertahap
3.4. Berikan dorongan untuk mencegah peningkatan kerja jantung
melakukan aktifitas atau secara tiba-tiba.
peraweatan diri, jika dapat
ditoleransi (secara bertahap).

4. Perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan masukan


berlebihan, pola hidup monoton, dan keyakinan budaya.
da dan gejala: Berat Badan (BB) meningkat 10%-20% dari BB Ideal, lipatan trisep pada pria lebih dari
15 mm dan pada wanita lebih dari 25 mm.
Tujuan : Mengidentifikasi hubungan antara hipertensi dan kegemukan.
Kriteria hasil : Menunjukkan perubahan pola makan (misal: pilihan makanan, kuantitas, dan
sebagainya), mempertahankan berat badan yang diinginkan dengan pemeliharaan
kesehatan optimal, melakukan program olahraga yang tepat secara individual.

Tabel 2.7 Rencana keperawatan perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh
Intervensi Rasional
4.1. Kaji pemahaman pasien tentang4.1. Kegemukan merupakan resiko tinggi
hubungan antar hipertensi dan terhadap hipertensi
kegemukan
4.2. Anjurkan pasien untuk
4.2. Mempercepat proses aterosklerosis.
menurunkan asupan kalori lemak, Masukan garam memperbanyak volume
garam dan gula cairan intravaskuler dan merusak ginjal
4.3. Program penurunan berat badan
4.3. Tetapkan keinginan pasien untuk membantu menunjang keberhasilan
menurunkan berat badan proses penyembuhan
4.4. Bantu untuk memilih makanan 4.4. Menghindari makanan tinggi lemak
yang tepat (hindari makanan jenuh dan kolesterol penting dalam
dengan kejenuhan lemak tinggi mencegah perkembangan aterogenesis
dan kolesterol) 4.5. Memberikan konseling dan bantuan
4.5. Rujuk ke ahli gizi sesuai indikasi. memenuhi kebutuhan diit individu.

5. Inefektif koping individu berhubungan dengan krisis situasi, harapan yang tak terpenuhi, perubahan
hidup beragam.
dan gejala : Menyatakan ketidakmampuan dalam memecahkan masalah, gelisah, cemas, insomnia,
tegang, depresi.
Tujuan : Mengidentifikasi perilaku koping yang efektif.
riteria hasil : Menyadari akan kemampuan koping saat ini, menghindari stress, menggunakan
ketrampilan atau metode efektif untuk mengatasi masalah.

Tabel 2.8 Rencana keperawatan Inefektif koping individu


Intervensi Rasional
5.1. Kaji keefektifan strategi koping
5.1. Mekanisme adaptif perlu untuk
dengan mengobservasi perilaku mengubah pola hidup seseorang
5.2. Catat laporan gangguan tidur,
peningkatan keletihan, kerusakan5.2. Mekanisme maladaptif merupakan
konsentrasi indikator marah yang ditekan dan
menjadi penentu utama tekanan darah
5.3. Bantu pasien untuk mengatasinya diastolik
5.4. Libatkan pasien dalam
5.3. Mengenalkan pasien terhadap stressor
perencanaan perawatan dan beri 5.4. Keterlibatan memberikan perasaan
dorongan pengobatan kontrol diri yang berkelanjutan dan
dapat meningkatkan kerjasama dalam
5.5. Bantu pasien untuk regimen terapeutik
mengidentifikasi dan mulai
5.5. Perubahan yang harus diprioritaskan
merencanakan perubahan hidup untuk menghindari rasa tidak menentu
yang perlu dan tidak berdaya
5.6. Dorong pasien untuk
5.6. Memberikan perhatian dapat
mengevaluasi tujuan hidup. memberikan pandangan pasien terhadap
Tanyakan pertanyaan seperti apa yang diinginkan.
“Apakah yang anda lakukan”
merupakan apa yang anda
inginkan.

6. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, rencana pengobatan berhubungan dengan kurang pengetahuan,
misinterpretasi informasi, keterbatasan kognitif, menyangkal diagnosa.
da dan gejala: Menyatakan masalah, meminta informasi/bertanya-tanya, menyatakan miskonsepsi,
mengikuti instruksi tidak akurat, perilaku tidak tepat misal bermusuhan, agitasi,
apatis.
Tujuan : Pasien mengerti tentang proses penyakit dan pengobatan.
Kriteria hasil : Pasien menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan regimen pengobatan,
mengidetifikasi efek samping obat dan kemungkinan komplikasi yang perlu
diperhatikan, mempertahankan Tekanan Darah dalam parameter normal.

Tabel 2.9 Rencana keperawatan kurang pengetahuan mengenai kondisi,


rencana pengobatan

Intervensi Rasional
6.1. Kaji tingkat pengetahuan pasien 6.1. Tingkat pengetahuan pasien
mempengaruhi proses
pemahaman pasien tentang
kondisi dan penyakit yang
dialaminya
6.2. Jelaskan tentang hipertensi dan efeknya
6.2. Memberikan dasar untuk
pada jantung, pembuluh darah, ginjal, pemahaman tentang peningkatan
dan otak. tekanan darah, pemahaman
bahwa tekanan darah meningkat
dapat terjadi tanpa gejala, untuk
memungkinkan pasien
melanjutkan pengobatan
meskipun ketika merasa sehat
6.3. Faktor-faktor resiko
menunjukkan hubungan dalam
6.3. Bantu pasien dalam menunjang hipertensi, penyakit
mengidentifikasikan faktor-faktor kardiovaskuler, ginjal
resiko kardiovaskuler, mis: obesitas,
diit tinggi lemak, kolesterol, pola hidup
6.4. Sumber-sumber di masyarakat
monoton, merokok, minum alkohol dapat membantu pasien dalam
6.4. Berikan informasi tentang sumber - upaya mengawali dan
sumber di masyarakat dan dukungan mempertahankan perubahan pola
pasien dalam membuat perubahan pola hidup.
hidup.

4. Pelaksanaan
Pelaksanaan merupakan realisasi dari rencana yang telah dibuat. Pelaksanaan
asuhan keperawatan adalah merupakan pemberian asuhan keperawatan yang nyata
serta merupakan penyelesaian dari tindakan keperawatan untuk mencapai sasaran
yang telah dirumuskan dalam perencanaan yaitu dengan terpenuhinya kebutuhan klien
secara optimal (Gaffar, 1997).
Beberapa petunjuk pada pelaksanaan adalah sebagai berikut :
a. Intervensi dlaksanakan sesuai dengan rncana setelah dilakukan validasi.
b. Keterampilan interpersonal, intelektual, teknikal, dilakukan dengan cermat dan
eisien pada situasi yang tepat.
c. Keamanan fisik dan psikologis dilindungi.
d. Dokumentasi intervensi dan respons klien.
Setelah pelaksanaan selesai, dilakukan dokumentasi intervensi secara tertulis pada
catatan keperawatan dan proses keperawatan.
5. Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan adalah tahap akhir proses keperawatan yang
bertujuan untuk menilai hasil akhir dari keseluruhan tindakan keperawatan yang telah
dilakukan, ditulis dalam catatan perkembangan yang berfungsi untuk
mendokumentasikan keadaan klien berupa keberhasilan maupun ketidakberhasilan
yang dilihat dari masalah yang ada (Gaffar, 1997).
Evaluasi yang dilakukan disini adalah bersifat sumatif yaitu dilakukan sekaligus
pada akhir semua tindakan.

Anda mungkin juga menyukai