Anda di halaman 1dari 37

ASUHAN KEBIDANAN ANAK SAKIT

CHIKUNGUNYA, JAPANESE ENSEPALITHIS DAN HAND-FOOT-


MOUTH DISEASE

OLEH: KELOMPOK VI
Ni Wayan Septiastari P07124214 001
Ni Putu Witha Rahayuni P07124214 002
Gusti Ayu Made Aprilia Hapsari P07124214 004
Wilda Fitrianingsih P07124214 010
Ni Putu Yuni Candra Dewi P07124214 019
Luh Putu Inggita Sari P07124214 024
Ni Wayan Aris Primawati P07124214 033
Dwi Pramestia Utari ` P07124214 036
Ni Made Dewi Indrayani P07124214 045

KEMENTERIAN KESEHATAN R.I.

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES DENPASAR

JURUSAN KEBIDANAN PRODI DIV KEBIDANAN KLINIK

2017
PRAKATA

Puji dan syukur kami haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat-Nya lah, makalah yang berjudul “Asuhan Kebidanan Anak Sakit Asuhan
pada Anak dengan chikungunya, japanese ensepalithis dan hand-foot-mouth
disease” ini dapat kami selesaikan. Penyusunan makalah ini tidak terlepas dari
bimbingan, arahan, dan bantuan dari berbagai pihak.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kami mengharapkan saran dan kritik dari berbagai pihak yang bersifat
membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan informasi dan bermanfaat untuk
pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Denpasar, Maret 2017

Penulis

i
DAFTAR ISI

PRAKATA........................................................................................................... i
DAFTAR ISI....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang................................................................................................ 3
B.Rumusan Masalah............................................................................................ 4
C.Tujuan............................................................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN
A.Kasus 1............................................................................................................. 6
B.Kasus 2........................................................................................................... 15
C.Kasus 3........................................................................................................... 26
BAB III PENUTUP
A.Simpulan ....................................................................................................... 38
B.Saran............................................................................................................... 38
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan karena masuknya bibit
penyakit kedalam tubuh seseorang. Penyakit infeksi masih menempati urutan teratas
penyebab kesakitan dan kematian di negara berkembang, termasuk Indonesia.
Penyakit infeksi tidak hanya menyerang orang dewasa namun juga anak-anak.
Sehingga kondisi ini dapat meningkatkan angka kesakitan dan kematian anak yang
dapat menyebabkan penderitaan fisik, penurunan produktifitas, dan mengakibatkan
kerugian materi. Bagi Negara, tingginya kejadian infeksi di masyarakat akan
menyebabkan penurunan produktifitas nasional secara umum, sedangkan dilain pihak
juga menyebabkan peningkatan pengeluaran yang berhubungan dengan upaya
pengobatannya.
Sebagaimana uraian diatas, maka dalam makalah ini kami akan membahas
mengenai beberapa penyakit yang diakibatkan oleh infeksi virus yang dapat terjadi
pada anak yaitu chikungunya, Japanese Encephalitis dan flu Singapura.
Chikungunya merupakan penyakit infeksi yang ditularkan melalui vektor
nyamuk seperti Aedes, Culex, Anopheles, dan Mansonia. Angka Insidensi di
Indonesia sangat terbatas. Pertama kali, dilaporkan terjadi demam chikungunya di
Samarinda tahun 1973. Pada tahun 2013, diwilayah Bekasi Barat sudah tercatat 255
penderita, di Kecamatan Cikalongwetan, Kab. Bandung sudah tercatat 218 penderita,
di desa Balung Lor Kab. Jember tercatat 149 penderita dan Kabupaten Bolaang
Mongondow sudah tercatat 608 penderita.
Infeksi virus chikungunya pada anak dapat terjadi tanpa gejala. Adapun gejala
klinis yang sering dijumpai pada anak umumnya berupa demam tinggi mendadak
selama 1-6 hari, disertai dengan sakit kepala, fotofobia ringan, mialgia dan artralgia
yang melibatkan berbagai sendi, serta dapat pula disertai anoreksia, mual dan muntah.
Japanese Encephalitis memiliki vektor utama yaitu Culex tritaeniorhynchus, Cx.
gelidus dan Cx. vishnu. Nyamuk-nyamuk ini berbiak di sawah, tempat-tempat

3
genangan air dan tempat-tempat permandian. Pada tahun 1981, studi mengenai kasus
JE dilakukan di dua rumah sakit di Jakarta. Studi tersebut dilakukan pada 118 pasien
anak-anak diduga JE berdasarkan kriteria WHO dengan melakukan diagnosis
menggunakan Immune Adherence Hemaglutination (IAHA) test. Hasil studi tersebut
menunjukkan terjadinya peningkatan 4 kali lipat terhadap antigen JE pada 29 pasien
(25,4%). Gejala awal Japanese Encephalitis pada anak-anak adalah kehilangan nafsu
makan (anorexia), mual, dan sakit perut. Sekitar 25-30 % dari kasus JE bersifat fatal
atau mematikan terutama anak-anak di bawah umur 10 tahun.
Hand-foot-and-mouth disease (HFMD) atau penyakit tangan, kaki, dan mulut
merupakan penyakit infeksi virus akut yang paling sering disebabkan oleh
coxsackievirus A16 (CVA 16) dan enterovirus 71 (EV71), bersifat self-limiting.
HFMD biasanya ditandai dengan vesikel di telapak tangan, telapak kaki, dan mukosa
oral, sehingga menimbulkan rasa tidak nyaman dan sulit menelan. Penyakit ini juga
sering disebut sebagai penyakit “flu Singapura”, diduga karena pada tahun 2000
penyakit ini mewabah di Singapura yang menyebabkan beberapa anak meninggal
dunia. Di Indonesia, penyakit HFMD masih belum mendapat perhatian besar karena
umumnya bersifat self-limiting, sehingga tidak ada data epidemiologi yang memadai.
Dari 48 kasus HFMD yang diterima laboratorium Virologi Pusat BTDK, Badan
Litbang Jakarta, 26 kasus (54%) disebabkan oleh enterovirus, 3 diantaranya EV-71
(6,25%).
Banyaknya kasus penyakit tersebut yang terjadi pada anak sehingga penting
diketahui tentang deteksi dini melalui pengkajian data focus, upaya penatalaksanaan
yang tepat, upaya pencegahan dan asuhan kebidanan yang dapat diberikan pada kasus
tersebut.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan beberapa
masalah sebagai berikut:
1. Apa data fokus, penatalaksanaan, pencegahan, dan asuhan kebidanan pada
kasus chikungunya?

4
2. Apa data fokus, penatalaksanaan, pencegahan, dan asuhan kebidanan pada
kasus Japanese Encephalitis ?
3. Apa data fokus, penatalaksanaan, pencegahan, dan asuhan kebidanan pada
kasus flu Singapura?

C. Tujuan
Dari beberapa rumusan masalah yang telah disebutkan, maka akan tercapai
beberapa tujuan dalam penulisan ini. Diantaranya yaitu:
1. Dapat memahami data fokus, penatalaksanaan, pencegahan, dan asuhan
kebidanan pada kasus chikungunya.
2. Dapat memahami data fokus, penatalaksanaan, pencegahan, dan asuhan
kebidanan pada kasus Japanese Encephalitis.
3. Dapat memahami data fokus, penatalaksanaan, pencegahan, dan asuhan
kebidanan pada kasus flu Singapura.

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kasus 1
1. Pengkajian data fokus
Data fokus subjektif
a. Keluhan utama
Gejala utama dari penderita Chikungunya seperti demam, sakit persendian,
nyeri otot, bercak kemerahan (rash) pada kulit, kejang dan penurunan
kesadaran
b. Kondisi lingkungan
Penularan virus ini dapat melalui babi, nyamuk dan unggas. Lingkungan yang
terdapat air yang tergenang dan tenang seperti sawah, selokan, dan tempat
yang dapat menampung air kotor seperti ban bekas dan kaleng. Serta
peternakan babi di setiap rumah tangga. Jarak rumah dengan sawah kurang
dari 40 meter memiliki kesempatan untuk menderita Chikungunya lebih besar
dibandingkan dengan yang berjarak lebih dari 40 meter. Kemampuan terbang
dari nyamuk berkisar 40 meter sehingga nyamuk dari sawah akan berpindah
dengan cepat ke rumah warga. Selain itu dengan adanya sistem perairan subak
di Bali sehingga akan mempercepat nyamuk untuk berkembang biak. Cuaca
merupakan faktor dalam penyebaran virus dari Chikungunya terutama
nyamuk sebagai vektornya. Pada musim hujan populasi nyamuk Aedes
aegypti akan semakin meningkat. . Terutama Indonesia yang sebagian besar
terdapat sawah dengan air yang menggenang karena banyaknya genangan air
nyamuk akan lebih cepat berkembang biak. (Depkes RI, 2012).
c. Faktor nutrisi
Asupan nutrisi dalam tubuh dapat mempengaruhi sistem imun dalam tubuh,
jika nutrisi dalam tubuh baik maka sistem imun akan kuat. Pada anak dibawah
5 tahun umumnya sulit untuk diberikan makan, sehingga akan menyebabkan
kekebalan tubuhnya menjadi rentan. Begitu pula pada usia lanjut yang sistem

6
pencernaannya mulai menurun dan kurang memperhatikan pola nutrisi.
Dengan sistem imun yang rendah akibat kurangnya asupan nutrisi maka akan
menyebabkan mudahnya virus Japanese Enchepaitis masuk ke dalam tubuh.
d. Pola hidup
Pola hidup atau kebiasaan sehari-hari dirumah dapat menjadi penyebab
berkembangnya virus Chikungunya. Khususnya di daerah endemis tedapat
nyamuk Aedes aegypti, pola hidup masyarakat yang kumuh dan kurang
memperhatikan lingkungan dapat menjadi sarang nyamuk. Maka dari itu
harus dibiasakan untuk memakai krim anti nyamuk dan kelambu saat tidur
agar terhindar dari gigitan nyamuk vector dari virus Chikungunya.

Data fokus objektif


a. Pemeriksaan fisik
1) TTV : Suhu badan meningkat
2) Pemeriksaa head to toe : nyeri pada persendian, bercak kemerahan pada
kulit
3) Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan darah
Akan ditemukan penurunan trombosit 120.000 sel/mm 3 dan
leukositosis ringan, rata-rata 13.000 sel/mm3.
b) Uji serologi
Infeksi Chikungunya dapat dideteksi secara serologi dengan
mendeteksi anti-chik berupa IgM atau IgG. Sampai saat ini telah
banyak dikembangkan teknik diagnostic untuk mendeteksi
chikungunya secara serologi. Antibodi IgM dapat dideteksi dari hari
ke-4 infeksi sampai beberapa minggu waktu lamanya. Antibodi IgG
dapat dideteksi hari ke 15 sampai beberapa tahun lamanya.
1) Bila IgM (-) dan IgG (-) dengan gejala klinis jelas, pemeriksaan
diulang 10-14 hari kemudian. Bila haris pemeriksaan ulang IgM
(+) IgG (-) berarti infeksi akut primer

7
2) Bila IgM (-) IgG (+) dilakukan pemeriksaan ulang 10-14 hari
kemudian, bila hasil pemeriksaan ulang IgG (+) dengan kenaikan
titer >4x berarti infeksi sekunder
3) Bila IgM (+) dan IgG (+) berarti sedang terjadi infeksi sekunder.

2. Diagnosa kasus
Balita “MD” umur 17 bulan dengan demam dan ruam di seluruh kulit.

3. Penatalaksanaan kasus
Chikungunya merupakan self limiting disease, sampai saat ini penyakit ini belum
ada obat ataupun vaksinnya, pengobatan hanya bersifat simtomatis dan suportif.
a. Simtomatis
1) Antipiretik, parasetamol atau asetaminofen untuk meredakan demam
2) Analgetik, ibuprofen, naproxen dan obat Anti-inflamasi Non Steroid
(AINS) lainnya untuk meredakan nyeri persendian/arthralgia
b. Suportif
1) Tirah baring, batasi pergerakan
2) Minum banyak untuk mengganti kehilangan cairan tubuh akibat muntah,
keringat dan lain-lain
3) Fisioterapi (Depkes RI, 2012)

4. Tindakan pencegahan
Melihat masih tidak ada kematian karena chikungunya yang dilaporkan
dan tidak ada pengobatan spesifik dan vaksin yang sesuai, maka upaya
pencegahan sangat dititikberatkan. Upaya ini lebih menjurus kearah
pemberantasan sarang nyamuk penular dengan cara membasmi jentik nyamuk.
Individu yang menderita demam chikungunya ini sebaiknya diisolasi sehingga
dapat dicegah penularannya ke orang lain. Tindakan pencegahan gigitan nyamuk
bisa dilakukan dengan menggunakan obat nyamuk dan lotion anti nyamuk tetapi
mencegahan yang sebaiknya berupa pemberantasan sarang nyamuk penular.

8
Pemberantasan sarang nyamuk seharusnya dilakukan pada seluruh kawasan
perumahan bukan hanya pada beberapa rumah saja. Untuk itu perlu diterapkan
pendekatan terpadu pengendalian nyamuk dengan menggunakan metode yang
tepat, yang aman, murah dan ramah lingkungan (Depkes RI, 2003)

5. Dokumentasi asuhan kasus


ASUHAN KEBIDANAN PADA BALITA "MD" UMUR 17 BULAN DENGAN
DEMAM DAN RUAM DI SELURUH KULIT

DATA SUBJEKTIF (tanggal 16 Maret 2017 pukul 08.00 wita)


A. Identitas
1. Bayi
Nama : MD
Umur/tgl/jam lahir : 17 bulan/10 Oktober 2015/10.00 wita
Jenis kelamin : Laki-laki
Anak ke- :1
Status anak : Anak kandung
2. Orang Tua
Ibu Ayah
Nama Ny. WR Tn. GS
Umur 26 tahun 27 tahun
Pendidikan SMP SMP
Pekerjaan Tidak bekerja Swasta
Agama Hindu Hindu
Status Perkawinan Sah Sah
Alamat Lengkap Jl. Kenyeri No. 2, Dps Jl. Kenyeri No. 2, Dps
No Telepone 081236485xxx 081916873xxx
Cara Bayar Umum

B. Keluhan Utama
Ibu mengeluh anaknya demam, ruam di seluruh kulitnya, rewel dan menangis
kuat ketika digendong.
C. Riwayat Prenatal
1. GAPAH: G2P1A0 Masa gestasi: 9 bulan
2. Kehamilan direncanakan/tidak, diterima/tidak

9
3. Riwayat ANC: Ibu mengatakan ANC 8 kali di bidan dan 3 kali di dr.SpOG
4. Penyulit selama masa prenatal: tidak ada
5. Konsumsi obat dan suplemen: asam folat, SF, Vitamin C, Kalsium laktat, vit
B6
6. Imunisasi TT: TT5
D. Riwayat Persalinan
1. Penolong: Bidan Tempat Lahir: Puskesmas
2. Kala I selama ± 10 jam, tidak ada komplikasi
3. Kala II selama ± 20 menit, tidak ada komplikasi
Cara lahir spontan, bayi lahir pukul 10.00 wita, jenis kelamin laki-laki,
keadaan saat lahir: vigorous baby.
E. Riwayat Postnatal
1. APGAR Skor: 7-8
2. Inisiasi Menyusu Dini: dilakukan
3. Bounding Attachment: melihat 4, meraba 4, menyapa 4
4. Rooming in: dilakukan
F. Riwayat Penyakit
Ibu mengatakan anak tidak pernah menderita penyakit apapun
G. Riwayat Bio-psiko-sosial-spiritual
1. Biologis
a. Pernapasan: normal
b. Nutrisi: Jenis: nasi, sayur,daging, susu, frekuensi 2x/hari, jumlah 1 porsi:
½ piring, keluhan: nafsu makan berkurang.
c. Eliminasi: BAK ± 5 kali/hari, warna kuning pekat. BAB 1 kali/hari warna
kuning, keluhan tidak ada. BAB 1-2 kali/hari warna kuning kecoklatan,
konsistensi lunak.
d. Istirahat: lama 10 jam
e. Aktivitas dan gerakan: lemas
2. Psikologis
a. Penerimaan orang tua dan keluarga terhadap anak: diterima, tidak
diterima
b. Dukungan keluarga: suami, istri, mertua
3. Sosial
a. Pengambilan keputusan dalam keluarga: suami dan istri
b. Kebiasaan dalam keluarga yang mempengaruhi kesehatan anak: tidak
menggunakan kelambu saat tidur, tidak menggunakan lotion anti nyamuk,
jarang menerapkan prinsip 3 M+, membuang sampah sembarangan di
depan rumah.
c. Pola asuh anak : orang tua mengasuh anak sepenuhnya dimana kedudukan
anak sejajar dengan orang tua.

10
d. Lama asuhan dalam sehari oleh orang tua, pengasuh anak/TPA, keluarga:
ibu mengasuh anak sepenuhnya
e. Kehidupan sosial anak: tidak ada hambatan.
f. Sibling: tidak ada
g. Spiritual: kepercayaan, yang mempengaruhi kesehatan anak: tidak ada
h. Kondisi Lingkungan : di sekitar tempat tinggal ibu terdapat kandang babi
yang kebersihannya tidak terjaga dengan baik dan terdapat genangan air
disekitar kandang babi.

DATA OBJEKTIF
A. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : baik
Kesadaran : komposmentis
Suhu : 39 0C
Pernapasan : 35 x/menit
Nadi : 100 x/menit
Berat badan : 10 kg
Panjang badan : 87 cm
LK/LD : 46/45 CM
B. Pemeriksaan Fisik secara Sistematis
1. Inspeksi

Muka Simetris, pucat


Mata Simetris, konjungtiva merah muda, sklera putih
Telinga Bersih, tidak ada pengeluaran
Hidung Bersih, tidak ada pengeluaran
Mulut Bibir kering, tidak ada sariawan dan tidak ada
jamur
Leher Tidak ada pembengkakan kelenjar tiroid atau vena
jugularis
Dada Simetris, tidak ada retraksi dada
Ekstremitas Tampak ruam di seluruh kulit

2. Palpasi

Ekstremitas Nyeri pada daerah persendian

C. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah adanya penurunan kadar trombosit 120.000 sel/mm 3,
peningkatan kadar leukosit 13.000 sel/mm3

11
ANALISIS
Bayi MD umur 17 bulan dengan demam dan ruam di seluruh kulit.
Masalah :
1. Kebiasaan dikeluarga yang tidak pernah memakai kelambu saat tidur dan
memakai lotion saat berpergian atau berada dirumah.
2. Kondisi lingkungan di sekitar rumah ibu yang kumuh dan tidak terawat.
3. Kandang babi yang tidak dijaga kebersihannya.
4. Tidak adanya fasilitas pembuangan sampah akhir yang sesuai syarat untuk
menjaga kebersihan lingkungan.
5. Pemenuhan nutrisi dan istirahat yang tidak adekuat.

PENATALAKSANAAN
Tanggal 16 Maret 2017 pukul 08.10
1. Menginformasikan hasil pemeriksaan kepada ibu, ibu dan keluarga mengerti
2. Memberikan KIE pada ibu mengenai :
a. Kebiasaan dikeluarga yang harus memakai kelambu saat tidur dan memakai
lotion anti nyamuk saat berpergian atau berada dirumah, ibu paham dan
mengerti
b. Menerapkan prinsip 3 M+ untuk memutus rantai hidup nyamuk sebagai vector
penyakit, ibu paham dan bersedia menerapkan 3 M+
c. Kondisi lingkungan di sekitar rumah ibu yang kumuh dan tidak terawat.
d. Kandang babi yang tidak dijaga kebersihannya.
e. Tidak adanya fasilitas pembuangan sampah akhir yang sesuai syarat untuk
menjaga kebersihan lingkungan.
f. Pemenuhan nutrisi dan istirahat yang tidak adekuat.
3. Menyarankan ibu untuk melakukan kompres hangat pada balita, ibu bersedia
4. Melakukan rujukan ke Balai Pengobatan di Puskesmas, balita telah dirujuk

B. Kasus 2
1. Pengkajian data fokus
Data fokus subjektif
a. Faktor umur

12
Penyakit Japanese Encephalitis umumnya menyerang anak usia dibawah 5
tahun karena pada masa tersebut sistem imun dari anak lebih lemah dari orang
dewasa sehingga anak lebih mudah terkena virus ini. Pada umumnya anak
berumur dibawah 5 tahun senang bermain dengan temannya diluar rumah dan
kurang pengawasan dari orang tua dan tidak jarang anak bermain ditempat
yang kumuh dan banyak terdapat nyamuk sehingga dapat menjadi penyebab
pada usia tersebut terkena virus Japanese Encephalitis.
b. Keluhan utama
Gejala utama dari penderita Japanese Encephalitis yaitu antara lain demam,
kesadaran menurun, kejang, muntah dan kaku kuduk
c. Kondisi lingkungan
Penularan virus ini dapat melalui babi, nyamuk dan unggas. Lingkungan yang
terdapat air yang tergenang dan tenang seperti sawah, selokan, dan tempat
yang dapat menampung air kotor seperti ban bekas dan kaleng. Serta
peternakan babi di setiap rumah tangga. Jarak rumah dengan sawah kurang
dari 100 meter memiliki kesempatan untuk menderita Japanese Encephalitis
lebih besar dibandingkan dengan yang berjarak lebih dari 100 meter.
Kemampuan terbang dari nyamuk berkisar 100 meter sehingga nyamuk dari
sawah akan berpindah dengan cepat ke rumah warga. Selain itu dengan
adanya sistem perairan subak di Bali sehingga akan mempercepat nyamuk
untuk berkembang biak. ( Paramartha, 2009). Cuaca merupakan faktor dalam
penyebaran virus dari Japanese Encephalitis terutama nyamuk sebagai
vektornya. Pada musim hujan populasi nyamuk Culex akan semakin
meningkat. . Terutama Indonesia yang sebagian besar terdapat sawah dengan
air yang menggenang karena banyaknya genangan air nyamuk akan lebih
cepat berkembang biak. (Masri, 2015).
d. Faktor nutrisi
Asupan nutrisi dalam tubuh dapat mempengaruhi sistem imun dalam tubuh,
jika nutrisi dalam tubuh baik maka sistem imun akan kuat. Pada anak dibawah
5 tahun umumnya sulit untuk diberikan makan, sehingga akan menyebabkan

13
kekebalan tubuhnya menjadi rentan. Begitu pula pada usia lanjut yang sistem
pencernaannya mulai menurun dan kurang memperhatikan pola nutrisi.
Dengan sistem imun yang rendah akibat kurangnya asupan nutrisi maka akan
menyebabkan mudahnya virus Japanese Enchepaitis masuk ke dalam tubuh.
e. Pola hidup
Pola hidup atau kebiasaan sehari-hari dirumah dapat menjadi penyebab
berkembangnya virus Japanese Encephalitis. Khususnya di daerah endemis
tedapat nyamuk Culex, pola hidup masyarakat yang kumuh dan kurang
memperhatikan lingkungan dapat menjadi sarang nyamuk. Maka dari itu
harus dibiasakan untuk memakai krim anti nyamuk dan kelambu saat tidur
agar terhindar dari gigitan nyamuk vector dari virus Japanese Encephalitis.

Data fokus objektif


a. Pemeriksaan fisik
1) TTV : Suhu badan meningkat,
2) Pemeriksaa head to toe : ubun-ubun tampak cekung. tonus otot meningkat,
dan peningkatan refleks (termasuk refleks patologis) sering ditemukan,
diikuti hiporefleksia, papiledema (seperti mata juling), tremor kaku

b. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan darah
Akan ditemukan anemia dan leukositosis ringan, rata-rata 13.000/mL,
polimorfonuklear lebih banyak daripada mononuklear, trombositopenia
ringan dan peningkatan laju endap darah.

2) Pemeriksaan cairan serebrospinal


Pada pemeriksaan, cairan serebrospinal tampak jernih sampai opalesens,
tergantung dari jumlah leukosit, pleositosis bervariasi antara 20-5.000/mL.
Pada beberapa hari pertama tampak neutrofil dan limfosit, tetapi setelah

14
itu tampak limfosit dominan, kadar glukosa normal atau menurun,
sedangkan kadar protein meningkat 50-100 mg/dL. Cairan serebrospinal
jarang mengandung virus, kecuali pada kasus-kasus berat dan fatal.
3) Uji serologi
Uji diagnostik baku untuk JE adalah pemeriksaan IgM Capture dengan
cara ELISA (Enzyme linked imunnosorbent assay) dari serum atau cairan
serebrospinal. Sensitivitasnya mendekati 100%, bila kedua bahan tersebut
diperiksa. Dapat pula dengan menggunakan uji hemaglutinasi inhibisi (HI)
Menggunakan spesimen serum akut dan konvalesens. Uji HI dikatakan
positif bila titer antibodi serum akut 1/20 atau lebih sedangkan pada
spesimen konvalesens meningkat 4 kali atau lebih. Keunggulan cara ini
adalah dapat dilakukan dengan peralatan laboratorium sederhana,
reagennya mudah didapat, serta biayanya relatif murah. Kelemahannya
adalah tidak dapat membedakan JE dari flavivirus yang lain seperti virus
dengue dan virus West Nile.

2. Penatalaksanaan kasus
Tidak ada pengobatan spesifik pada kasus Japanese Encephalitis, hanya
terapi simtomatis dan suportif meliputi :
a. Menghentikan Kejang
Pada saat terjadi kejang, secepatnya diatasi dengan pemberian diazepam
intravena, dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/kali dengan dosis maksimal pada anak yang
berumur kurang dari 5 tahun diberikan 5mg, anak 5-10 tahun diberikan 7,5mg
dan lebih dari 10 tahun diberikan 10 mg dengan kecepatan pemberian
1mg/menit. Bila anak tetap kejang dosis di atas dapat diulang sekali lagi
setelah 15 menit. Bila tidak tersedia diazepam intravena, bisa diganti dengan
diazepam per-rektal dalam kemasan 5 mg dan 10 mg dengan ketentuan dosis
seperti di atas. Bila kejang sudah berhenti dilanjutkan dengan pemberian
fenobarbital oral 5 mg/kgBB/kali dibagi dalam 2 dosis. Bila sebelumnya
pasien menunjukkan kejang lama atau status konvulsi, setelah berhasil

15
menghentikan kejang secepatnya diberikan bolus fenobarbital IM sebagai
dosis awal 50 mg untuk anak berumur 1 bulan-1 tahun, 75 mg untuk anak
lebih dari 1 tahun. Kemudian setelah lebih dari 4 jam disusul pemberian
fenobarbital oral sebagai dosis rumatan 8mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis
selama 2 hari dan untuk selanjutnya 4-5 mg/kgBB/hari.
b. Menurunkan Demam
Pemberian obat antipiretik seperti parasetamol dan asetosal. Suportif dengan
istirahat dan kompres. Aktivitas otot akan meningkatkan metabolisme dan
metabolisme yang meningkat akan menambah tinggi suhu tubuh, sehingga
tinggi rendahnya suhu tubuh antara lain sangat ditentukan oleh aktivitas otot.
Dengan demikian perlu istirahat untuk mengurangi peningkatan suhu.
c. Mencegah dan Mengobati Tekanan Intrakranial Meninggi
1) Mengurangi Edema Otak
Pemberian deksametason IV dengan dosis tinggi 1mg/kgBB/hari dalam 4
dosis diberikan beberapa hari dan diturunkan secara perlahan bila tekanan
intrakranial menurun. Di samping itu deksametason dapat memperbaiki
integritas membran sel. Obat lain yang dapat menurunkan tekanan
intrakranial adalah manitol hipertonik 20% dengan dosis 0,25-1 gr/kgBB
melalui infus intravena selama 10-30 menit dapat diulangi tiap 4-6 jam.
Obat ini dapat menarik cairan ekstravaskuler ke dalam pembuluh darah
otak. Untuk meningkatkan aliran darah pada pembuluh darah balik, anak
ditidurkan setengah duduk dalam posisi netral dengan kepala lebih tinggi
20-30º sehingga terjadi penurunan tekanan intrakranial.
2) Mempertahankan Fungsi Metabolisme Otak
Mempertahankan fungsi metabolisme otak dengan cara pemberian cairan
yang mengandung glukosa 10%, sehingga kadar gula darah menjadi
normal, 100-150 mg/dL. Hindari peningkatan metabolisme otak dengan
jalan mencegah sehingga jangan sampai terjadi hipertermia dan serangan
kejang.
d. Pengobatan Penunjang

16
1) Perawatan jalan nafas
Perawatan jalan nafas terutama pada saat serangan kejang, anak diletakkan
dalam posisi miring ke arah kanan dengan kepala yang lebih rendah 20º
dari badan untuk menghindari terjadinya aspirasi lendir atau muntahan.
Bebaskan jalan nafas, pakaian dilonggarkan, bila perlu dilepaskan. Lilitan
kain di leher dilepaskan, isap lendir atau bersihkan mulut dari lendir.
Perawatan pernapasan dapat dilakukan dengan memperhatikan pernafasan
supaya tetap teratur. Bila terdapat kegagalan pernafasan minimal kita
dapat melakukan pernafasan buatan dan kalau memungkinkan dilakukan
intubasi endotrakeal dan pernafasan dibantu dengan ventilator mekanik.
Selama melakukan perawatan jalan nafas dan perawatan pernafasan,
pemberian oksigen sangat mutlak diperlukan.
2) Perawatan sistem kardiovaskular
Perawatan kardiovaskular ditujukan untuk mengetahui adanya kegagalan
kardiovaskular. Secara rutin dan seksama diperiksa frekuensi nadi,
pengisian nadi, tekanan darah dan keadaan kulit terutama ekstremitas atas
dan bawah. Bila terdapat tanda-tanda syok perlu secepatnya diatasi.
3) Pemberian cairan intravena
Pemberian cairan intravena bertujuan untuk mengatur keseimbangan
cairan dan elektrolit. Pemberian jumlah cairan harus ketat mengingat
adanya tekanan intrakranial meninggi. Dicegah jangan sampai terjadi
hipokalsemia dan gangguan elektrolit lainnya.
4) Pemberian antibiotic
Antibiotik tetap diberikan selama belum bisa menyingkirkan
kemungkinan meningitis bakterialis. Dalam keadaan kesadaran menurun
dan dalam keadaan koma, ampisilin tetap diberikan untuk mencegah
infeksi sekunder. Sampai sekarang belum ada obat anti virus JE.

3. Tindakan pencegahan
a. Menghindarkan Manusia dari Gigitan Nyamuk Culex

17
Untuk mengurangi penyebaran penyakit JE pada ternak dan manusia,
maka pemutusan rantai penularan (virus, vektor nyamuk dan induk semang)
perlu dilakukan. Beberapa pendekatan yang dapat dilakukan dalam rangka
pemutusan rantai penularan, misalnya dilakukannya penyuluhan kepada
masyarakat akan bahaya infeksi JE pada manusia terutama pada anak-anak,
ditetapkannya relokasi peternakan babi yang jauh dari pemukiman penduduk
yang padat untuk menghindari kontak antara vektor dengan manusia yang
dapat menyebabkan radang otak, menghambat populasi vektor, dan penerapan
sistem karantina yang ketat dengan cara memperketat pengawasan lalu lintas
ternak (khususnya babi) di setiap daerah point of entry. Pemasukan babi dari
negara atau daerah positif JE ke wilayah Indonesia secara ilegal perlu
diwaspadai. Pemberian larvasida misalnya abate pada air yang menggenang,
seperti bak air, disertai dengan penyemprotan insektisida ataupun fogging
untuk membunuh larva dan nyamuk dewasa secara berkala, perlu dilakukan di
rumah ataupun di sekitar kandang temak (Sendow dan Bahri, 2005).
Penggunaan fogging ini sering dilakukan di Indonesia dalam rangka
pencegahan penyakit demam berdarah. Selain senyawa-senyawa kimia sintetis
tersebut, senyawa kimia alami yang berasal dari tumbuhan perlu
dikembangkan sebagai larvasida yang baik, seperti ekstrak daun langsap
(Lansium domesticum), bawang merah (Allium cepa), dan biji jarak (Ricinus
communis) (Suwasono, 1997).
Pengendalian vektor dengan bahan kimia tidak direkomendasikan,
karena tempat perkembangbiakan nyamuk vektor di daera persawahan sangat
luas. Untuk mengurangi jumlah vektor dapat dilakukan manipulasi pengairan
sawah (basah-kering bergantian). Penggunaan alat pelindung seperti lotion
anti nyamuk atau kelambu cukup efektif untuk mencegah penularan.
Sedangkan untuk mencegah terjadinya penularan biasa, sebaiknya
pemeliharaan ternak babi tidak dilakukan disekitar area persawahan
(Hariastuti, 2012).
b. Imunisasi Japanese Encephalitis

18
Japanese Encephalitis merupakan penyakit yang dapat dicegah
melalui vaksinasi. Sebuah vaksin berisi virus yang telah dimatikan dinilai
efektif untuk mencegah infeksi, namun harganya cukup tinggi dan
memerlukan satu kali vaksinasi primer dengan dua kali booster. Program ini
dapay melindungi orang-orang yang akan bepergian ke daerah endemis,
namun kurang efektif untuk dilaksanakan pada daerah dengan sarana
kesehatan yang terbatas. Di Cina, mereka menggunakan vaksin yang berisi
virus yang dilemahkan, harganya relative murah namun tidak tersedia di
tempat lain (Hariastuti, 2012).
Penggunaan vaksin JE terbukti dapat menurunkan kasus JE secara
signifikan di Jepang, Korea Selatan, Cina, Taiwan dan Thailand (TsAI, 2000,
SoHN, 2001). Di Indonesia, penggunaan vaksin JE pada manusia belum
disosialisasikan, karena kebijakan penggunaan vaksin masih belum diatur. Hal
ini disebabkan tidak cukup data untuk mengidentifikasi daerah beresiko paling
tinggi dan waktu paling baik untuk melakukan vaksinasi. Pengumpulan data
dasar dari tiap propinsi di Indonesia baik pada manusia maupun hewan
reservoir, serta pelatihan diagnosis laboratorium akan menghasilkan data
surveilen yang lebih komprehensif sehingga dapat dijadikan arah kebijakan
bagi pengendalian dan pencegahan penyakit JE di Indonesia. Mengingat JE
merupakan penyakit zoonosis potensial, maka kasus yang terjadi pada
manusia akan berdampak secara sosial, psikologis dan politis yang akhirnya
akan mempengaruhi pemasukan devisa negara. Untuk itu, diagnosis secara
klinis dan laboratorium terutama di rumah sakit perlu ditingkatkan. Selain itu,
penelitian dan monitoring infeksi dan vektor JE perlu dilakukan secara
terpadu dan berkesinambungan dan dilakukan di laboratorium BSL 3 yang
aman bagi lingkungannya, sehingga dapat menghasilkan kebijakan dalam
rangka pencegahan dan pengendalian penyakit JE di Indonesia (Sendow dan
Bahri, 2005).

4. Dokumentasi asuhan kasus

19
ASUHAN KEBIDANAN PADA BALITA "RS" UMUR 3 TAHUN DENGAN
DIAGNOSE MEDIS JAPANESE ENCEPHALITIS

DATA SUBJEKTIF (tanggal 16 Maret 2017 pukul 08.00 wita)


A. Identitas
1. Bayi
Nama : RS
Umur/tgl/jam lahir : 3 tahun/10 Maret 2014/10.00 wita
Jenis kelamin : Laki-laki
Anak ke- :2
Status anak : Anak kandung
2. Orang Tua
Ibu Ayah
Nama Ny. KK Tn. NS
Umur 28 tahun 30 tahun
Pendidikan SMA SMA
Pekerjaan Tidak bekerja Pedagang
Agama Hindu Hindu
Status Perkawinan Sah Sah
Alamat Lengkap Jl. Serangan No 99, Dps Jl. Serangan No. 9, Dps
No Telepone 087762612xxx 081999722xxx
Cara Bayar Umum

B. Keluhan Utama
Ibu mengeluh anaknya demam, mual muntah sejak 4 hari yang lalu dan selalu
mengantuk.
C. Riwayat Prenatal
1. GAPAH: G2P1A0 Masa gestasi: 9 bulan
2. Kehamilan direncanakan/tidak, diterima/tidak
3. Riwayat ANC: Ibu mengatakan ANC 8 kali di bidan dan 3 kali di dr.SpOG
4. Penyulit selama masa prenatal: tidak ada
5. Konsumsi obat dan suplemen: asam folat, SF, Vitamin C, Kalsium laktat, vit
B6
6. Imunisasi TT: TT5
D. Riwayat Persalinan
1. Penolong: Bidan Tempat Lahir: Puskesmas

20
2. Kala I selama ± 10 jam, tidak ada komplikasi
3. Kala II selama ± 20 menit, tidak ada komplikasi
Cara lahir spontan, bayi lahir pukul 10.00 wita, jenis kelamin laki-laki,
keadaan saat lahir: vigorous baby.
E. Riwayat Postnatal
1. APGAR Skor: 7-8
2. Inisiasi Menyusu Dini: dilakukan
3. Bounding Attachment: melihat 4, meraba 4, menyapa 4
4. Rooming in: dilakukan
F. Riwayat Penyakit
Ibu mengatakan anak tidak pernah menderita penyakit apapun
G. Riwayat Bio-psiko-sosial-spiritual
1. Biologis
a. Pernapasan: normal
b. Nutrisi: Jenis: nasi, sayur,daging, susu, frekuensi 2x/hari, jumlah 1 porsi:
½ piring, keluhan: nafsu makan berkurang.
c. Eliminasi: BAK ± 5 kali/hari, warna kuning pekat. BAB 1 kali/hari warna
kuning, keluhan tidak ada
d. Istirahat: lama 10 jam
e. Aktivitas dan gerakan: lemas

2. Psikologis
a. Penerimaan orang tua dan keluarga terhadap anak: diterima, tidak
diterima
b. Dukungan keluarga: suami, istri, mertua
3. Sosial
a. Pengambilan keputusan dalam keluarga: suami dan istri
b. Kebiasaan dalam keluarga yang mempengaruhi kesehatan anak: tidak
menggunakan kelambu saat tidur, tidak menggunakan lotion anti nyamuk,
jarang menerapkan prinsip 3 M+, membuang sampah sembarangan di
depan rumah.
c. Pola asuh anak : orang tua mengasuh anak sepenuhnya dimana kedudukan
anak sejajar dengan orang tua.
d. Lama asuhan dalam sehari oleh orang tua, pengasuh anak/TPA, keluarga:
ibu mengasuh anak sepenuhnya
e. Kehidupan sosial anak: tidak ada hambatan.
f. Sibling: tidak ada
g. Spiritual: kepercayaan, yang mempengaruhi kesehatan anak: tidak ada

21
h. Kondisi Lingkungan : di sekitar tempat tinggal ibu terdapat kandang babi
yang kebersihannya tidak terjaga dengan baik dan terdapat genangan air
disekitar kandang babi.
DATA OBJEKTIF
A. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : baik
Kesadaran : komposmentis
Suhu : 39 0C
Pernapasan : 35 x/menit
Nadi : 100 x/menit
Berat badan : 12 kg
Panjang badan : 87 cm
LK/LD : 46/45 CM
B. Pemeriksaan Fisik secara Sistematis
1. Inspeksi

Muka Simetris, pucat


Mata Simetris, konjungtiva merah muda, sklera putih
Telinga Bersih, tidak ada pengeluaran
Hidung Bersih, tidak ada pengeluaran
Mulut Bibir kering, tidak ada sariawan dan tidak ada jamur
Leher Terdapat kaku kuduk
Dada Simetris, tidak ada retraksi dada
Ekstremitas Gerakan tungkai melemah

C. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah adanya peningkatan kadar leukosit 12.500 ml/dl
2. Pemeriksaan cairan seresbrospinal adanya peningkatan kadar protein yaitu 60
mg/dl
3. Uji serologi dengan HI di dapatkan hasil titer antibody serum 1/20.

ANALISIS
Balita KK umur 3 tahun dengan diagnose medis Japanese Encephalitis
Masalah :
1. Kebiasaan dikeluarga yang tidak pernah memakai kelambu saat tidur dan
memakai lotion saat berpergian atau berada dirumah.
2. Kondisi lingkungan di sekitar rumah ibu yang kumuh dan tidak terawat.
3. Kandang babi yang tidak dijaga kebersihannya.
4. Tidak adanya fasilitas pembuangan sampah akhir yang sesuai syarat untuk
menjaga kebersihan lingkungan.
5. Pemenuhan nutrisi dan istirahat yang tidak adekuat.

22
PENATALAKSANAAN
Tanggal 16 Maret 2017 pukul 08.10
1. Menginformasikan hasil pemeriksaan kepada ibu, ibu dan keluarga mengerti
2. Memberikan KIE pada ibu mengenai :
a. Kebiasaan dikeluarga yang harus memakai kelambu saat tidur dan memakai
lotion anti nyamuk saat berpergian atau berada dirumah, ibu paham dan
mengerti
b. Menerapkan prinsip 3 M+ untuk memutus rantai hidup nyamuk sebagai vector
penyakit, ibu paham dan bersedia menerapkan 3 M+
c. Kondisi lingkungan di sekitar rumah ibu yang kumuh dan tidak terawat.
d. Kandang babi yang tidak dijaga kebersihannya.
e. Tidak adanya fasilitas pembuangan sampah akhir yang sesuai syarat untuk
menjaga kebersihan lingkungan.
f. Pemenuhan nutrisi dan istirahat yang tidak adekuat.

C. Kasus 3 (Flu Singapore)


1. Pengkajian data fokus
Data fokus subjektif
a. Umur
Flu singapura biasanya menyerang anak-anak usia 2 minggu sampai 5 tahun
(kadang sampai 10 tahun). Orang dewasa jarang menderita penyakit tersebut
karena daya tahan tubuhnya lebih kuat dan umumnya kebal terhadap
enterovirus.

23
b. Keluhan utama
Keluhan yang umum terjadi yaitu demam tinggi 2-3 hari diikuti tidak ada
nafsu makan, pilek kemudian gejala seperti flu yang tidak mematikan, timbul
vesikel yang kemudian pecah, ada 3-10 ulkus dimulut seperti sariawan, timbul
ruam atau vesikel di telapak tangan dan kaki. Pada penyakit yang sudah berat
dapat terjadi takipneu, malas makan, muntah atau diare berulang dengan
dehidrasi, lemas, letargi, nyeri pada leher, tangan dan kaki, kejang-kejang,
keringat dingin dan ketegangan pada daerah perut.
c. Riwayat penyakit
Untuk mengetahui apakah ada anggota keluarga atau tetangga di sekitar
rumah yang pernah atau sedang menderita flu singapura karena flu singapura
adalah penyakit menular melalui droplet (cipratan atau riak cairan) saat batuk,
air liur, feses, dan cairan kulit, serta secara tidak langsung melalui
kontaminasi cairan.
d. Nutrisi
Pada anak yang tidak mau makan dan minum, tubuhnya akan menjadi
kekurangan cairan (dehidrasi), sehingga rentan terhadap infeksi.
e. Kondisi lingkungan
Pada lingkungan yang kumuh, sanitasi yang buruk dan padat penduduknya
sangat rentan terhadap penyakit flu singapura karena penyebaran penyakit ini
melalui virus yang dibawa oleh lalat, dan kecoa. Penyakit ini sangat menular
dan sering terjadi pada musim panas.
f. Gaya hidup
Gaya hidup yang tidak sehat, tidak membiasakan cuci tangan sebelum makan
atau setelah kontak dengan penderita atau barang yang terkontaminasi.

Data fokus objektif


a. Pemeriksaan TTV

24
Pada anak yang menderita flu singapura mengalami demam tinggi bahkan
lebih tinggi dari 39o C, nadi menjadi cepat (> 90 kali/menit), dan respirasi
(>30 kali/menit).
b. Pemeriksaan Fisik
1) Mulut. Pada mulut ada 3-10 ulkus di mulut seperti sariawan (lidah, gusi,
pipi sebelah dalam).
2) Dada. Terdapat retraksi pada dada, bunyi irama jantung cepat dan tidak
teratur.
3) Gastrointestinal. Terjadi peningkatan asam lambung karena sariawan yang
tumbuh di pipi bagian dalam, bibir bagian luar dan dalam, gusi, lidah,
sehingga penderita mengeluhkan nyeri, susah untuk makan dan minum.
Akibat kesulita nmakan dan minum sehingga anak biasanya menjadi
lemas dan tidak jarang terjadi dehidrasi bahkan bias terjadi dehidrasi berat.
4) Ekstremitas. Pada ekstremitas timbul ruam (bercak kemerahan) dan bintil
berair di sekitar tangan dan kaki.
c. Pemeriksaan Penunjang
Sampel (spesimen) dapat diambil dari tinja, usapan rektal, cairan
serebrospinal dan usapan atau swab ulkus di mulut atau tenggorokan, vesikel
di kulit, specimen atau biopsy otak. Spesimen dibawa dengan “Hank‛s Virus
Transport”. Isolasi virus dengan cara biakan sel dengan suckling mouse
inoculation. Setelah dilakukan“Tissue Culture” ,kemudian dapat diidentifikasi
strainnya dengan antisera tertentu / IPA, CT, PCR dll. Dapat dilakukan
pemeriksaan antibody untuk melihat peningkatan titer. Diagnosa
Laboratorium adalah sebagai berikut :
a) Deteksi virus:
- Immunohistochemistry (in situ)
- Imunofluoresensi antibodi (indirect)
- Isolasi dan identifikasi virus.
Pada sel Vero ; RD ; L20B
Uji netralisasi terhadap intersekting pools

25
Antisera (SCHMIDT pools) atau EV-71 (Nagoya) antiserum.
b) Deteksi RNA:
RT-PCR
Primer : 5‛ CTACTTTGGGTGTCCGTGTT 3”
5‛ GGGAACTTCGATTACCATCC 3”
Partial DNA sekuensing (PCR Product)
c) Serodiagnosis:
Serokonversi paired sera dengan uji serum netralisasi terhadap virus EV-
71 (BrCr, Nagoya) pada sel Vero. Uji elisa sedang dikembangkan.
Sebenarnya secara klinis sudah cukup untuk mendiagnosis PTKM, hanya
kita dapat mengetahui apakah penyebabnya Coxsackie A-16 atau
Enterovirus 71(Gunawan, 2012).

2. Diagnosa kasus
Balita "MD" umur 3 tahun dengan demam, sariawan dan ruam pada telapak tangan
dan kaki.

3. Penatalaksanaan kasus
a. Istirahat yang cukup
b. Pengobatan spesifik tidak ada, jadi hanya diberikan secara simptomatik saja
berdasarkan keadaan klinis yang ada
c. Dapat diberikan:
- Immunoglobulin IV (IGIV), pada pasien imunokompromis atau neonatus
- Extracorporeal membrane oxygenation.
d. Pengobatan simptomatik :
- Antiseptik di daerah mulut
- Analgesik, misalnya parasetamol
- Cairan cukup untuk dehidrasi yang disebabkan sulit minum karena demam
- Pengobatan suportif lainnya (misalnya gizi) (Gunawan, 2012).

26
Penyakit ini adalah “self limiting diseases”, yaitu dapat sembuh dengan
sendirinya, dalam 7-10 hari, pasien perlu istirahat karena daya tahan tubuh
menurun. Pasien yang dirawat adalah yang dengan gejala berat dan komplikasi
tersebut diatas (Gunawan, 2012).
Anak yang menderita penyakit ini harus tetap mandi, namun ketika
menggosok tubuh dengan sabun harus perlahan agar bintil berairnya tidak pecah.
Bila demam penderita sangat tinggi, dapat dibantu dengan kompres dan obat
penurun panas. Jika bagian kulit yang terdapat ruam dan bintil berair terasa gatal,
dapat ditaburi dengan bedak pengurang rasa gatal. Bintil yang pecah dapatdiberi
salep antibiotik untuk mencegah menyebarnya infeksi. Pasien yang tidak mau
makan dan minum, tubuhnya akan menjadi kekurangan cairan (dehidrasi),
sehingga rentan terhadap infeksi yang lebih berat. Untuk pasien seperti itu, maka
perlu dirawat di rumah sakit agar mendapat terapi cairan yang cukup. Dalam
jumlah kecil, juga terdapat pasien yang mengalami komplikasi yang cukup berat
yaitu ensefalitis (radang selaput otak). Pasien HFMD dengan ensefalitis memiliki
gejala demam yang terus menerus tinggi dan hilang kesadaran. Bila seperti itu,
maka harus segera dibawa ke pusat pelayanan kesehatan terdekat agar pasien bias
mendapatkan perawatan yang memadai dan intensif (Gunawan, 2012).

4. Tindakan pencegahan
a. Cuci Tangan Sesering Mungkin
Cuci tangan sesering mungkin dengan menggunakan sabun bisa menjadi cara
pencegahan flu singapura yang sangat efektif. Cuci tangan harus dilakukan
ketika sebelum dan sesudah makan, menyentuh berbagai jenis fasilitas umum,
sehabis dari toilet dan berbagai kegiatan lain yang menjadi potensi masuknya
virus ke dalam tubuh.

b. Bersihkan Mainan Anak Secara Teratur


Anak-anak sering meletakkan mainan di mana saja sesuka hati mereka.
Bahkan jika anak-anak bermain bersama maka, mainan bisa menjadi media

27
penularan virus jenis penyakit menular yang cepat maka biasakan untuk selalu
membersihkan semua benda yang sering digunakan.
c. Hindari Kontak Langsung dengan Penderita
Flu singapura adalah penyakit yang sangat mudah menular. Kontak secara
langsung akan menyebabkan penularan yang sangat cepat. Karena itu hindari
melakukan kontak langsung seperti memeluk, berbicara jarak dekat dan
bersentuhan. Anak-anak yang terkena flu singapura lebih baik tidak masuk
sekolah atau selalu berada di rumah hingga benar-benar sembuh.
d. Gunakan Perlengkapan Makan Pribadi
Salah satu manfaat selalu menggunakan perlengkapan makan pribadi adalah
terhindar dari resiko penularan penyakit seperti flu singapura. Virus flu
singapura akan lebih mudah menempel pada perlengkapan makan karena
bersentuhan langsung dengan mulut dan tangan.
e. Bersihkan Lingkungan Secara Teratur
Biasakan untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan dengan baik seperti
lingkungan rumah, kamar tidur, ruang keluarga dan berbagai tempat yang
sering digunakan bersama. Langkah ini akan membantu meminimalkan resiko
penyebaran virus penyebab flu singapura.
f. Isolasi Penderita Flu Singapura
Mengisolasi penderita flu singapura memang terlihat kurang nyaman. Namun
isolasi sangat penting agar tidak terjadi penularan virus, terutama untuk
anggota keluarga yang tinggal di lingkungan rumah yang sama. Penyakit ini
sangat mudah menular sehingga penderita harus benar-benar tidak masuk ke
area umum seperti sekolah, bermain dengan teman atau berada di tempat
umum.
g. Mengenali Gejala dengan Cepat
Tanggap terhadap gejala flu singapura dapat membantu untuk mengenali lebih
dini adanya penyakit tersebut sehingga penderita harus tinggal di dalam
rumah dan istirahat dari semua aktivitas. Apabila beberapa gejala menjadi

28
lebih buruk seperti demam tinggi, kejang, tidak bisa makan dan minum serta
tidur lebih lama maka harus segera mendapatkan perawatan dokter.
h. Tidur Cukup
Tidur cukup menjadi pola istirahat yang sangat baik untuk tubuh. Ketika
memiliki waktu tidur yang cukup maka tubuh bisa mendapatkan sistem
kekebalan tubuh yang baik. Saat tertidur sebenarnya sel-sel darah putih dalam
tubuh mengalami proses perbaikan dan produksi sel. Sehingga tidur akan
mengurangi resiko terkena penyakit yang menyerang sistem kekebalan tubuh
buruk seperti virus flu singapura.
i. Meningkatkan Sistem Kekebalan Tubuh dengan Makanan
Sistem kekebalan tubuh yang baik akan membantu mencegah tubuh terkena
flu singapura. Antibodi yang dibentuk oleh sel darah putih akan membuat
tubuh menjadi tahan terhadap serangan virus dan bakteri. Sel darah putih
bekerja dengan menyerang semua jenis infeksi yang bisa terjadi akibat virus.
Cara untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh adalah dengan
mengkonsumsi makanan seperti dibawah ini :
a) Jeruk : Jeruk merupakan buah yang mengandung vitamin C yang bisa
meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Vitamin C akan bekerja dengan
membantu tubuh dalam menghasilkan sel darah putih. Sementara vitamin
C memang tidak tersimpan di dalam tubuh sehingga setiap hari kita harus
mendapatkan vitamin C.
b) Paprika merah : paprika juga seperti jeruk yaitu mengandung vitamin C.
Bahkan kandungan vitamin C nya lebih tinggi daripada buah jeruk. Selain
itu betakaroten yang ditemukan akan membantu menjaga kesehatan mata
dan kulit.
c) Bawang putih : bawang putih mengandung senyawa alisin yang memang
bisa meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Selain itu kandungan sulfur
dalam bawang putih ini juga sangat baik untuk memerangi semua semua
bakteri dan virus.

29
d) Brokoli : brokoli adalah sayuran super karena mengandung vitamin yang
lengkap untuk mendukung sistem kekebalan tubuh seperti vitamin A,
vitamin C dan vitamin E. Makanan yang mengandung antioksidan seperti
brokoli, akan membantu tubuh dalam melawan peradangan seperti akibat
flu singapura.
e) Bayam : bayam juga sangat terkenal untuk mendukung sistem kekebalan
tubuh karena mengandung vitamin C, sumber antioksidan dan beta
karoten. Ini adalah semua bahan yang memang bisa melawan semua jenis
bakteri dan virus penyebab penyakit.
f) Jahe: jahe adalah rimpang alami yang sangat berkhasiat untuk mengatasi
penyakit flu singapura. Jahe mengandung gingerol dan capcaisin yang
mampu melawan virus.
g) Yogurt: yogurt mengandung zat probiotik alami yang bisa membangkitkan
sistem kekebalan tubuh. Probiotik akan merangsang tubuh untuk
menghasilkan zat khusus yang bisa melawan sumber penyakit yang masuk
ke dalam tubuh.
h) Teh hijau : minuman teh hijau sangat berkhasiat karena bisa melawan
semua sumber penyakit dalam tubuh. Bahkan teh hijau tidak hanya
meningkatkan sistem kekebalan tubuh tapi juga menghasilkan L theanin
yang bisa menyerang virus yang masuk ke tubuh.
j. Minum Air Mineral
Air akan membantu membuang racun tubuh dan bahkan bisa mengurangi
potensi terkena penyakit akibat virus seperti flu singapura. Sehingga dengan
minum air mineral yang cukup dapat membantu mencegah flu singapura
k. Menggunakan Masker
Menutup hidung dan mulut dengan menggunakan masker bisa mencegah
resiko tertular penyakit akibat virus seperti flu singapura. Masker akan
melindung semua jenis virus yang akan masuk ke dalam mulut dan saluran
pernafasan.
l. Membuang Bekas Tisu di Tempat Sampah

30
Langkah untuk mencegah penyakit flu singapura bisa dimulai dari kebiasaan
yang baik. Salah satunya adalah dengan selalu membuang sampah berupa tisu
dan produk sejenis di tempat sampah. Kebiasaan ini akan membuat virus tidak
akan menyebar ke lingkungan yang lebih luas. Virus penyebab penyakit flu
singapura memang sangat mudah menyebar. Kontak langsung yang
berhubungan dengan hidung, tenggorokan, cairan hidung dan mulut akan
menyebabkan penularan dengan cepat. Karena itu melakukan pencegahan
akan membantu kita agar tidak terkena flu singapura.

5. Dokumentasi asuhan kasus


ASUHAN KEBIDANAN PADA BALITA "MD" UMUR 3 TAHUN DENGAN
DEMAM, SARIAWAN DAN RUAM PADA TELAPAK TANGAN DAN KAKI

DATA SUBJEKTIF (tanggal 14 Maret 2017 pukul 17.00 wita)


A. Identitas
1. Bayi
Nama : MD
Umur/tgl/jam lahir : 3 tahun/19 Januari 2014/15.00 wita
Jenis kelamin : Laki-laki
Anak ke- :1
Status anak : Anak kandung
2. Orang Tua
Ibu Ayah
Nama Ny. WR Tn. GS
Umur 26 tahun 27 tahun
Pendidikan SMP SMP
Pekerjaan Tidak bekerja Sopir
Agama Hindu Hindu
Status Perkawinan Sah Sah
Alamat Lengkap Jl. Bypass Ngr. Rai No. Jl. Bypass Ngr. Rai
2, Dps No. 2, Dps
No Telepone 081236485xxx 081916873xxx
Cara Bayar Umum

B. Keluhan Utama

31
Ibu mengeluh anaknya mengalami demam, mual muntah sejak 4 hari yang lalu,
timbul sariawan di mulut dan timbul ruam pada telapak tangan dan kaki.
C. Riwayat Prenatal
1. GAPAH: G1P0A0 Masa gestasi: 9 bulan
2. Kehamilan direncanakan/tidak, diterima/tidak
3. Riwayat ANC: Ibu mengatakan ANC 4 kali di bidan dan 2 kali di dr.SpOG
4. Penyulit selama masa prenatal: tidak ada
5. Konsumsi obat dan suplemen: asam folat, SF, Vitamin C, Kalsium laktat
6. Imunisasi TT: TT5
D. Riwayat Persalinan
1. Penolong: bidan Tempat Lahir: BPM
2. Kala I selama ± 10 jam, tidak ada komplikasi
3. Kala II selama ± 30 menit, tidak ada komplikasi
Cara lahir spontan, bayi lahir pukul 15.00 wita, jenis kelamin laki-laki,
keadaan saat lahir: vigorous baby.
E. Riwayat Postnatal
1. APGAR Skor: 7-8
2. Inisiasi Menyusu Dini: dilakukan
3. Bounding Attachment: melihat 4, meraba 4, menyapa 4
4. Rooming in: dilakukan
F. Riwayat Penyakit
Ibu mengatakan tetangganya pernah menderita penyakit dengan gejala yang
serupa dengan anaknya sekitar semingu yang lalu.
G. Riwayat Bio-psiko-sosial-spiritual
1. Biologis
a. Pernapasan: □ sianosis □ grunting
b. Nutrisi: Jenis PASI, frekuensi 3x/hari, jumlah 1 porsi: ½ piring, keluhan:
nafsu makan berkurang
c. Eliminasi: BAK ± 5 kali/hari, warna kuning jernih, bau: pesing BAB: 1-2
kali/hari, warna kuning kecoklatan, konsistensi lunak
d. Istirahat: lama 16 jam
e. Aktivitas dan gerakan: aktif
2. Psikologis
a. Penerimaan orang tua dan keluarga terhadap anak: diterima, tidak
diterima
b. Dukungan keluarga: suami, istri, mertua
3. Sosial
a. Pengambilan keputusan dalam keluarga: suami dan istri
b. Kebiasaan dalam keluarga yang mempengaruhi kesehatan anak: Ibu
mengatakan lingkungan sekitar tempat tinggalnya kumuh, membuang

32
sampah tidak pada tempatnya (sembarangan) karena tidak adanya
pembuangan sampah akhir.
c. Pola asuh anak: orang tua mengasuh anak sepenuhnya, dimana kedudukan
orang tua dan anak sejajar.
d. Lama asuhan dalam sehari oleh orang tua, pengasuh anak/TPA, keluarga:
ibu mengasuh anak sepenuhnya
e. Kehidupan sosial anak: baik
f. Sibling: tidak ada
g. Spiritual: kepercayaan, yang mempengaruhi kesehatan anak: tidak ada

DATA OBJEKTIF
A. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : baik
Kesadaran : komposmentis
Suhu : 38,50C
Pernapasan : 40 x/menit
Nadi : 110 x/menit
Berat badan : 11 kg
Panjang badan : 82 cm
B. Pemeriksaan Fisik secara Sistematis
1. Inspeksi

Muka Simetris, pucat


Mata Simetris, konjungtiva merah muda, sklera putih
Telinga Bersih, tidak ada pengeluaran
Hidung Bersih, tidak ada pengeluaran
Mulut Kering, terdapat sariawan pada gusi dan pipi
sebelah dalam
Dada Terdapat retraksi otot dada
Ekstremitas Tampak ruam kemerahan disertai dengan bintil-
bintil
2. Auskultasi

Dada Irama jantung cepat dan tidak teratur

ANALISIS
Balita "MD" umur 3 tahun dengan demam, sariawan dan ruam pada telapak tangan
dan kaki

Masalah:

33
1. Nafsu makan berkurang
2. Lingkungan tempat tinggal yang kumuh
3. Kebiasaan yang buruk
PENATALAKSANAAN (Pukul 17.30 wita)
1. Menginformasikan hasil pemeriksaan pada ibu, ibu mengerti hasil pemeriksaan.
2. Memberikan Komunikasi, Informasi dan Edukasi mengenai:
a. Pola nutrisi yang tepat untuk balita, ibu mengerti KIE yang disampaikan.
b. Sanitasi lingkungan, ibu mengerti KIE yang disampaikan dan bersedia untuk
menjaga kebersihan lingkungan.
c. Pola hidup bersih dan sehat, ibu mengerti KIE yang disampaikan dan bersedia
mengubah perilaku dan kebiasaannya yang buruk.
d. Perawatan sehari-hari balita dengan flu singapura, ibu mengerti KIE yang
disampaikan.
3. Menyarankan ibu untuk melakukan kompres hangat pada balita, ibu bersedia.
4. Melakukan rujukan internal ke Balai Pengobatan di Puskesmas, balita telah
dirujuk ke BP.

BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan dapat disimpulkan beberapa
hal, yaitu:

1. Chikungunya merupakan penyakit infeksi yang ditularkan melalui vektor


nyamuk seperti Aedes, Culex, Anopheles, dan Mansonia. Gejala utama dari

34
penderita Chikungunya seperti demam, sakit persendian, nyeri otot, bercak
kemerahan (rash) pada kulit, kejang dan penurunan kesadaran.
2. Japanese Encephalitis memiliki vektor utama yaitu Culex tritaeniorhynchus, Cx.
gelidus dan Cx. vishnu. Gejala utama dari penderita Japanese Encephalitis yaitu
antara lain demam, kesadaran menurun, kejang, muntah dan kaku kuduk.
3. Hand-foot-and-mouth disease (HFMD) atau penyakit tangan, kaki, dan mulut
merupakan penyakit infeksi virus akut yang paling sering disebabkan oleh
coxsackievirus A16 (CVA 16) dan enterovirus 71 (EV71), bersifat self-limiting.
HFMD biasanya ditandai dengan vesikel di telapak tangan, telapak kaki, dan
mukosa oral, sehingga menimbulkan rasa tidak nyaman dan sulit menelan.

B. Saran
Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan, penulis ingin memberikan
saran kepada berbagai pihak, antara lain:
1. Kepada Mahasiswa Kebidanan
Diharapkan kepada mahasiswa kebidanan agar makalah ini bisa menjadi
referensi pembelajaran tentang mata kuliah asuhan kebidanan anak sakit
khususnya mengenai asuhan kebidanan pada anak dengan chikungunya,
japanese encephalitis dan hand-foot-and-mouth disease.
2. Kepada Tenaga Kesehatan
Diharapkan kepada tenaga kesehatan untuk dapat terus memperbaharui ilmu
kebidanan sehingga dapat memberikan asuhan yang optimal kepada masyarakat.
3. Kepada Masyarakat
Diharapkan kepada masyarakat untuk tanggap terhadap kondisi lingkungan
maupun kondisi anaknya untuk mencegah terlambatnya rujukan dan penanganan
yang tepat dapat segera diberikan.

35
DAFTAR PUSTAKA

Gunawan, M. (2012). Penyakit Flu Singapura atau HFMD (Coxsackievirus A16).


Yogyakarta: Fakultas Farmasi USD

Hariastuti, N. I. (2012). Japanese Encephalitis. Peneliti Pusat Biomedis dan


Teknologi Dasar Kesehatan. 8(2), 55-57.

Sendow, I. & Bahri, S. (2005). Perkembangan Encephalitis di Indonesia. Wartazoa.


15(3), 111-118.

Sembiring, Masri. (2012). Japanese Encephalitis. Bagian Biomedis dan Farmasi,


Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI.
Jakarta. CDK-193/ vol. 39 no.5

Paramarta, dkk. (2009). Faktor Risiko Lingkungan pada Pasien Japanese


Encephalitis. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana. Sari Pediatri, Vol. 10, No. 5

36

Anda mungkin juga menyukai