PENDAHULUAN
1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui tingkat pengetahuan tentang Demam Berdarah di Desa
Puspasari
1.3.2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengetahuan kader–kader mengenai penyakit Demam
Berdarah di Desa Puspasari
b. Mengetahui pengaruh pemaparan materi Demam Berdarah terhadap
pengetahuan kader di Desa Puspasari
c. Membantu mencegah meluasnya kasus Demam Berdarah di Desa
Puspasari
BAB II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Demam dengue adalah demam virus akut yang disertai sakit kepala, nyeri
otot, sendi dan tulang, penurunan jumlah sel darah putih dan ruam- ruam.
Demam berdarah dengue/ dengue hemorraghagic fever (DHF) adalah demam
dengue yang disertai pembesaran hati dan manifestasi perdarahan. Pada
keadaan yang parah bisa terjadi kegagalan sirkulasi darah dan pasien jatuh
dalam syok hipovolemik akibat kebocoran plasma. Keadaan ini disebut
dengue shock syndrome (DSS) (Mardiana, 2010).
2.2 Epidemiologi
Epidemi penyakit demam dengue (dengue fever/ DF) pertama kali
dilaporkan di Batavia oleh David Bylon pada tahun 1779. Penyakit ini disebut
penyakit demam 5 hari. Wabah demam dengue terjadi pada tahun 1871- 1873
di Zanzibar kemudian di Pantai Arab dan terus menyebar ke Samudra Hindia.
Quintos dkk, pada tahun 1953 melaporkan kasus demam berdarah dengue di
Philipina, kemudian disusul negara- negara lain seperti Thailand dan Vietnam.
Pada dekade 60-an penyakit ini mulai menyebar ke negara- negara Asia
Tenggara, antara lain Singapura, Malaysia, Srilangka dan Indonesia. Pada
dekade 70-an, penyakit ini menyerang di kawasan Pasifik termasuk di
kepulauan Polinesia. Dekade 80-an demam berdarah menyerang negara-
negara Amerika Latin, yang dimulai dengan negara Kuba pada tahun 1981.
Penyakit demam berdarah hingga saat ini terus menyebar luas di negara-
negara tropis dan sub tropis. (Nisa, 2007)
Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat,
dan Karibia.Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran merata di
seluruh tanah air. Insiden DBD di Indonesia antara 6-15 per 100.000 penduduk
(pada 1989 hingga 1995) dan pernah meningkat tajam hingga 35 per 100.000
penduduk pada tahun 1998, sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun
hingga mencapai 2% pada tahun 1999. Penularan infeksi virus dengue melalui
vektor nyamuk genus Aedes (terutama A. aegypti dan A.
albopictus).Peningkatan kasus tiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi
lingkungan dan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu
bejana berisi air jernih (bak mandi, kaleng bekas, dan tempat penampungan air
lainnya)
Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi
penularan virus dengue, yaitu: (1) Vektor: perkembangbiakan vektor,
kebiasaan menggigit, kepadatan vektor di lingkungan, transportasi vektor dari
satu tempat ke tempat lain; (2) Pejamu: terdapatnya penderita di
lingkungan/keluarga, mobilisasi dan paparan terhadap nyamuk, usia dan jenis
kelamin; (3) Lingkungan: curah hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk.
2.6 Patogenesis
Virus dengue masuk kedalam tubuh manusia melalui perantara gigitan
nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Virus dengue tersebut akan
masuk kedalam sirkulasi darah dengan masa inkubasi virus terjadi selama 3-
15 hari (rata-rata 7-10 hari). Selama masa inkubasi, virus akan memperbanyak
diri dengan cara replikasi. (Nasronudin, 2007)
WHO (2005) menjelaskan bahwa patogenesis DHF menyebabkan perubahan
pada fisiologis manusia yaitu:
• Meningkatnya permeabilitas kapiler yang mengakibatkan bocornya
plasma, hipovolemia dan terjadinya syok. Pada DBD terdapat kejadian unik
yaitu terjadinya kebocoran plasma ke dalam rongga pleura dan rongga
peritoneal. Kebocoran plasma terjadi singkat (24-48 jam).
• Hemostasis abnormal yang disebabkan oleh vaskulopati, trombositopeni
dan koagulopati, mendahului terjadinya manifestasi perdarahan.
Aktivasi sistem komplemen selalu dijumpai pada pasien DBD.Kadar C3
dan C5 rendah, sedangkan C3a serta C5a meningkat.Mekanisme aktivasi
komplemen tersebut belum diketahui.Adanya kompleks imun telah dilaporkan
pada DBD, namun demikian peran kompleks antigen-antibodi sebagai
penyebab aktivasi komplemen pada DBD belum terbukti.(WHO, 2005)
Selama ini diduga bahwa derajat keparahan penyakit DBD dibandingkan
dengan DD dijelaskan dengan adanya pemacuan dari multiplikasi virus di
dalam makrofag oleh antibodi heterotipik sebagai akibat infeksi dengue
sebelumnya.Namun demikian, terdapat bukti bahwa faktor virus serta respons
imun cell-mediated terlibat juga dalam patogenesis DBD. (WHO, 2005)
2.8 Diagnosis
Diagnosis DBD dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik,
maupun pemeriksaan penunjang.Adapun hal-hal yang menyangkut anamnesis
dan pemeriksaan fisik telah dibahas pada sub bab 2.4 mengenai manifestasi
klinis DBD. Sedangkan pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk
membantu menegakkan diagnosis DBD antara lain:
2.8.1 Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah yang umum dilakukan untuk menapis pasien tersangka
demam berdarah dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin (Hb),
hematokrit (Htc), jumlah trombosit, dan hitung jenis leukosit untuk melihat
ada tidaknya limfositosis relative disertai gambaran limfosit plasma biru
(LPB).
Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture)
ataupun deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reverse
Transcriptase Polymerase Chain Reaction). Namun karena teknik ini masih
sulit dilakukan dan biayanya mahal maka dapat digunakan juga uji serologis
yang dapat mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap virus dengue dengan
memeriksa kadar IgM dan IgG.
Parameter-parameter lainnya yang dapat ditemukan dalam pemeriksaan
darah adalah:
• Leukosit: dapat berupa leukositosis atau leukopenia, mulai hari ke-3 dapat
ditemukan limfositosis relatif (> 45% dari total leukosit) disertai limfosit
plasma biru (> 15% dari total leukosit di mana pada fase syok akan
meningkat jumlahnya
• Trombosit: terjadi trombositopenia pada hari ke-3 sampai hari ke-8
• Hematokrit: terjadi peningkatan hematokrit >20% dari nilai hematokrit
awal, umumnya mulai terlihat padaa hari ke-3 demam
• Hemostasis: dilakukan pemeriksaan waktu perdarahan, CT, PPT, aPTT jika
dicurigai adanya perdarahan ataupun kelainan pembekuan darah
• Protein/albumin: dapat terjadi hipoproteinemia jika ada kebocoran plasma
• Faal hati: dapat terjadi peningkatan enzim hati SGOT/SGPT
• Faal ginjal: dapat terjadi peningkatan ureum, kreatinin terutama jika terjadi
syok
• Imunoserologis: dapat terjadi peningkatan IgM antidengue mulai hari ke-3
sampai dengan minggu ke-3 dan menghilang setelah 60-90 hari, serta
terjadi peningkatan IgG mulai hari ke-14 (infeksi primer) atau hari ke-2
(infeksi sekunder)
• Uji Hemaglutinasi Inhibisi (HI): uji ini merupakan standar WHO untuk
kepentingan surveilans. Uji ini memerlukan minimal 2 sampel serum pada
fase akut dan fase konvalesens (penyembuhan) dengan interpretasi seperti
pada tabelberikut ini.
Tabel 2. Interpretasi Hasil Uji Hemaglutinasi Inhibisi
2.9 Penatalaksanaan
2.9.1 Promotif
Kegiatan promotif untuk mencegah meluasnya kasus DBD di masyarakat
adalah melalui semboyan “3M plus” yaitu menguras bak mandi minimal
seminggu sekali, menutup tempat-tempat penampungan air, mengubur barang-
barang bekas yang dapat menjadi tempat berkembang biak nyamuk Aedes
aegypti, pemberian bubuk abate di tempat-tempat penampungan air atau
ikanisasi tempat penampungan air untuk membunuh jentik-jentik nyamuk,
serta melakukan fogging atau pengasapan untuk membunuh nyamuk dewasa.
2.9.2 Preventif
Mengingat obat dan vaksin pencegah penyakit DBD hingga saat ini
belum tersedia, maka upaya pemberantasan penyakit DBD dititik beratkan
pada pemberantasan vektor nyamuk disamping kewaspadaan dini terhadap
kasus DBD. (Hadinegoro, 2004). Tujuan dari pada program pemberantasan
vektor ialah menurunkan morbiditas dan mortalitas penyakit DBD, mencegah
dan menanggulangi KLB, meningkatkan peran serta masyarakat (PSM) dalam
pemberantasan sarang nyamuk (PSN) (Widoyono (2008).
Berdasarkan permasalahan diatas, maka dibuatlah Kepmenkes no.
581/Tahun 1992, yang ditetapkan sebagai Program Nasional Penanggulangan
DBD yang terdiri dari 8 pokok program yaitu, surveilans kasus DBD,
Pemberantasan Vektor, Penatalaksanaan Kasus, Penyuluhan, Kemitraan
dalam pembentukan kelompok kerja operasional DBD (Pokjanal DBD), peran
serta masyarakat melalui pembentukan kader juru pemantau jentik
(Jumantik), Pelatihan dan Penelitian terkait DBD.
≤ 10 kg 100 cc/kgBB/hari
11 – 20 kg 50 cc/kgBB/hari
> 20 kg 20 cc/kgBB/hari
Misal:
Pasien anak-anak dengan berat badan 15 kg, maka perhitungannya adalah
(10 kg x 100 cc/kg/hari) + (5 kg x 50 cc/kg/hari) = 1000 cc/hari + 250 cc/hari
= 1250 cc/hari
Pasien dewasa dengan berat badan 50 kg, maka perhitungannya adalah
(10 kg x 100 cc/kg/hari) + (10 kg x 50 cc/kg/hari) + (30 kg x 20 cc/kg/hari) =
1000 cc/hari + 500 cc/hari + 600 cc/hari = 2100 cc/hari
Periksa Hb, Htc, Trombo /24 jam Periksa Hb, Htc, Trombo /24 jam
Penanganan dengan
Protokol III
- Protokol III: Penatalaksanaan DBD dengan Peningkatan Hematokrit
>20%
Meningkatnya hematokrit > 20% menunjukkan adanya defisit
cairan tubuh sebanyak kurang lebih 5%.Penatalaksanaannya seperti yang
terlihat pada bagan berikut ini.
Defisit Cairan 5%
6-7 cc/kgBB/jam
Uji Cross-Match
O2 2-4 liter/menit
Hematokrit ↑ Hematokrit ↓
MEMBAIK MEMBURUK
HIPOVOLEMIK NORMOVOLEMIK
- Inotropik
Kombinasi Koloid- Perbaikan terhadap - Vasopressor
Kristaloid vasopressor - After load
PERBAIKAN
Populasi
Random Sampling
Sampel
Pengetahuan Sesudah
Pengetahuan Sebelum
Pemberian Materi
Pemberian Materi
4. Data Entry
Data entry merupakan proses memasukkan data ke dalam program atau
fasilitas analisis data. Program untuk analisis data : SPSS 20.
5. Data Clearing
Tahapan ini merupakan tahapan pemeriksaan kembali data yang telah
masuk ke dalam komputer dengan memeriksa apakah ada kesalahan
yang terjadi di dalamnya. Clearing data dapat dilakukan dengan
mengamati distribusi frekuensi atau diagram tebar tiap variabel dan
memeriksa apakah ada nilai-nilai yang menyimpang.
3.10 Pengukuran
Dalam Aspek pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh
sebelum dan sesudah pemberian materi tentang Demam berdarah terhadap
pengetahuan kader-kader di Desa puspasari
3.10.2 Pengetahuan
Pengetahuan tentang Demam Berdarah ini diobservasi dan dapat
diukur dengan memeberikan skor terhadap soal pre test dan post test.
Jumlah pertanyaan sebanyak 25 soal dengan total skor 25.
Mengukur tingkat pengetahuan tentang pentingnya Demam berdarah
dilakukan dengan menjumlah total skor yang didapat dengan total skor
harapan pada masing-masing item pertanyaan, kemudian dibandingkan
kedua skor tersebut sehingga diperoleh tingkat pengetahuan (Syahadat,
2011)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Subyek Penelitian
Subyek adalah kader-kader di Desa Puspasari. Subyek yang datang pada
kegiatan PSN.
4.1.2 Hasil Penelitian
Pada peneltiian terdapat 30 orang subyek yang mengikuti pre test, Pada
pertemuan kedua terdapat 30 orang subyek yang mengikuti penyuluhan
hingga post test. Hal ini berarti bahwa subyek yang valid dinilai sejumlah 30
orang.
4.2. Pembahasan
Jumlah Peserta 30 30
Nilai Minimum 13 16
Nilai Maksimum 22 23
Median 17 19
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Berdasarkan hasil diatas, dapat diketahui bahwa distribusi data normal karena
nilai p pada post-test >0.05, karena distribusi data normal maka dilakukan uji
paired t-test untuk mengetahui signifikasi peningkatan pengetahuan peserta
dari data pre-test dan post-test.
Keterangan :
Hasil tes menunjukkan bahwa nilai rata-rata pengetahuan kader tentang
Demam Berdarah sebelum diberi penyuluhan adalah 17.20 point (+/- 1,901).
Kemudian setelah diberikan penyuluhan adalah 19.17 point (+/- 1,683).
Pemberian materi penyuluhan Demam Berdarah menaikan rata-rata siswa
sebesar 1.97 point (p=0,05)
Pada hasil analisis dengan menggunakan paired t-test didapatkan p-value
sebesar0.000 (pM<0.050) maka hasilnya dianggap signifikanuntuk menolak
hipotesis nol, dan juga dapat diartikan bahwa H1 dapat diterima.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
- Dari analisis dengan uji Paired T-test ilai p sebesar 0,000 untuk
perbandingan antara pre-test dan post-test setelah diberikan intervensi.
Dengan nilai p sebesar 0,000 perarti p< 0,05 maka hasil uji dinyatakan
signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang bermakna
antara pengetahuan kader sebelum dan sesudah pemberian materi
mengenai demam berdarah.
5.2 Saran
- Sosialisasi mengenai penyakit DBD dan PSN 3M Plus hendaknya
dilakukan secara berkala agar masyarakat tetap ingat dan semakin paham
mengenai pencegahan DBD.
- Puskesmas hendaknya mempersiapkan sarana dan prasarana serta
sumberdaya tenaga kesehatan di lingkungan Kecamatan Citeureup agar
tetap waspada jika sewaktu-waktu terjadi KLB DBD di wilayah
Kecamatan Citeureup.
DAFTAR PUSTAKA
1. Depkes RI. Gerakan Indonesia Cinta Sehat Pembangunan Kesehatan
dengan Upaya Promotive- Preventive dengan Tidak Mengabaikan
Kuratif dan Rehabilitatif. Jakarta. 2012. Di akses dari URL
http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/2052- gerakan-
indonesia-cinta-sehat-pembangunan-kesehatan-dengan- upaya-promotif-
preventif-dengan-tidak-mengabaikan-kuratif-dan- rehabilitatif.html
2. Depkes RI. Indonesia Prakarsai Pengendalian DBD di Asean. Diakses dari
URL http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1542-
indonesia-prakarsai-pengendalian-dbd-di-asean.html
3. Depkes RI. Kampanye “Tepat Tangani Demam Melalui Pelatihan Kader
Jumantik” sebagai Wujud Kerjasama Kementerian Kesehatan RI dan
Glaxosmithkline dalam Upaya Turunkan Kasus DBD dari URL
http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1539- kampanye-
ayo-stop-dbd-peran-serta-masyarakat-dalam-upaya- memberantas-
dbd.html
4. Depkes RI. Pemberantasan Demam Berdarah Membutuhkan Komitmen
Semua Pihak diakses dari URL
http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press- release/1547-
pemberantasan-demam-berdarah-membutuhkan- komitmen-semua-
pihak.html
5. Depkes RI.Penanggulangan NTD Merupakan Hak Asasi Manusia Cegah
Morbiditas, Mortalitas dan Cacat. Jakarta. 2012. Di akses dari URL
http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/2065-
penanggulangan-ntd-merupakan-hak-asasi-manusia-cegah- morbiditas-
mortalitas-dan-cacat-.html
6. Depkes RI. Waspada Demam Berdarah Dengue.Jakarta.2012.Diakses dari
URL http://depkes.go.id/index.php/berita/press-release/439-waspada-
demam-berdarah-dengue.html
7. Hadinegoro Sri Rejeki. Demam Berdarah Dengue. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2004.
8. Mardiana Ratna. Panduan Lengkap Kesehatan: Mengenal, Mencegah dan
Mengobati Penularan Penyakit dari Infeksi. Yogjakarta : Citra Pustaka.
2010
9. Nisa Hoirun. Epidemiologi Penyakit Menular. Jakarta: Lembaga Penelitian
UIN Jakarta. 2007.
10. Nasronudin. Penyakit Infeksi di Indonesia Solusi Kini & Mendatang.
Surabaya : Airlangga University Press. 2007.
11. Suhendro, Nainggolan, Chen, Pohan. 2006. “Demam Berdarah Dengue”.
Disunting oleh Sudoyo, Setyohadi, Alwi, Simadibrata, dan Setiati.Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
12. Who. Dengue and severe dengue. Diakses dari URL
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs117/en/
13. Widoyono. PENYAKIT TROPIS; Epidemiologi, Penularan, Pencegahan &
Pemberantasannya. Jakarta : Erlangga. 2008.