OLEH :
KELOMPOK V
1. MUH KHAIRIL RUSMAN
2. YAYAT ANGGRIAWAN
3. MASRUDIN
4. NOPRI ASHARUN
5. LA ERI
6. KOMARIA WULANDARI
7. RIKAYATI
8. WA ODE FITRA
KENDARI
2015
i
KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS HALU OLEO
FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
LAPORAN LAPANGAN
Diajukan sebagai salah satu syarat akademika untuk melulusi mata kuliah
Geopedologi kurikulum Strata 1 (S-1) Jurusan Teknik Geologi Fakultas Ilmu dan Teknologi
Kebumian Universitas Halu Oleo.
KELOMPOK V
ii
KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS HALU OLEO
FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
LAPORAN LAPANGAN
Geopedologi
iii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL..................................................................................................................................i
HALAMAN TUJUAN.................................................................................................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN......................................................................................................................iii
DAFTAR ISI..............................................................................................................................................iv
DAFTAR TABEL.......................................................................................................................................vi
DAFTAR GAMBAR..................................................................................................................................vii
DAFTAR FOTO.......................................................................................................................................viii
KATA PENGANTAR.................................................................................................................................ix
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang......................................................................................................................1
1.2 Maksud Dan Tujuan..............................................................................................................1
1.3 Alat dan Bahan.....................................................................................................................1
1.4 Waktu, Letak Dan Kesampaian Daerah................................................................................2
1.5 Penelitian Terdahulu.............................................................................................................2
1.6 Metode Penelitian.................................................................................................................2
BAB II GEOLOGI REGIONAL
2.1 Geomorfologi.........................................................................................................................4
2.2 Struktur Geologi.....................................................................................................................4
2.3 Stratigrafi...............................................................................................................................5
BAB III TEORI RINGKAS
3.1 Pengertian Geopedologi........................................................................................................8
3.2 Proses Pembentukan Tanah.................................................................................................8
3.3 Jenis – jenis Tanah................................................................................................................8
3.4 Mineralogi Tanah.................................................................................................................10
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil....................................................................................................................................12
4.2 Pembahasan.......................................................................................................................19
BAB V PENUTUP
7.1 Kesimpulan........................................................................................................................23
7.2 Saran...................................................................................................................................23
iv
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
1. Peta Lokasi Penelitian
2. Laporan Sementara
v
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1 Alat dan Bahan beserta fungsinya.............................................................................................1
Tabel 4.1 Deskripsi tanah pada tiap horizon............................................................................................19
vi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 4.1 Sketsa dua dimensi..............................................................................................................12
Gambar 4.2 Sketsa tiga dimensi..............................................................................................................13
vii
DAFTAR FOTO
Halaman
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis berhasil
menyelesaikan Laporan Field Trip Geopedologi ini syukur dan Alhamdulillah selesai pada
waktunya.
Dalam proses penyusunan laporan ini, penulis banyak mengalami kesulitan. Namun
berkat bantuan dan bimbingan dari beberapa piha, terutama kepada yang terhormat Dosen
Pembimbing Geopedologi Bapak Muh. Chaerul, S.T., S.K.M., M.T. Serta kepada Asisten
kelompok V Erick Syarifudin yang memberikan bimbingan dan koreksi sehingga laporan ini
dapat terselesaikan. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih serta penghargaan yang
sebesar-besarnya dan semoga Tuhan Yang Maha Esa dapat melimpahkan rahmat-Nya atas
segala amal yang dilakukan.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu penulis harapkan demi
kesempurnaan laporan ini. Akhir kata penulis sampaikan terima kasi kepada semua pihak
yang telah berperan. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa meridhoi segala usaha
yang telah dilakukan.
Kelompok V
ix
BAB I
PENDAHULUAN
x
2. Sendok Semen Sebagai alat untuk mengambil material tanah (nikel)
3. Palu Geologi Sebagai alat untuk menyampling sampel batuan
(bedrock)
4. Alat Tulis Sebagai alat bantu menulis
5. Kamera Sebgai alat untuk mengambil gambar atau foto
6. Tali Rafia Sebagai alat untuk mengikat kantong sampel
7. Kantong Sampel Sebagai alat untuk menyimpan sampel tanah
8. Lup Sebagai alat untuk mengetahui jenis mineral dan
sebagai pembanding
9. Karung Sebagai tempat untuk menyimpan sampel
10. GPS Sebagai alat untuk mengetahui posisi lokasi
penelitian
11. Peta Sebagai alat untuk memplot lokasi penelitian
12. Buku Lapangan Sebagai media pencatatan data lapangan
13. Kertas A4s Sebagai media penggambaran profil horizon tanah
xi
tiga dimensi profil horizon tanah pada kertas A4s. Langkah terakhir adalah melakukan split
pada tiap sampel tanah dengan cara membagi tiap sampel menjadi empat bagian dan hanya
mengambil salah satu sampel yang bersilangan pada sampel tersebut.
xii
BAB II
GEOLOGI REGIONAL
2.1 Geomorfologi
Van Bemmelen (1949) membagi lengan tenggara sulawesi menjadi tiga bagian :
ujung utara, bagian tengah dan ujung selatan. Ujung utara mulai dari palopo sampai teluk tolo
terbentuk oleh batuan ofiolit. Bagian tengah, yang merupakan bagian paling lebar (sampai
1626 km), didominasi oleh batuan malihan dan batuan sedimen mesozoikum, ujung selatan
lengan tenggara merupakan bagian yang relatif lebih landai. Batuan penyusunnya didominasi
oleh batuan sedimen tersier. Uraian diatas merupakan peran morfologi dan morfogenesis
lengan tenggara sulawesi.
xiii
ofiolit dari lajur ofiolit sulawesi timur, sedangkan periode pasca tumbukan terekam dalam
runtuhan mocasa sulawesi.
2.3 Stratigrafi
Istilah ofiolit dikemukakan pertama kali oleh colemen (1979) untuk himpunan batuan
yang terdiri atas batuan mafik, ultramafik, dan sedimen laut dalam (pelagic sediments) batuan
mafik dan ultramafik serta sedimen laut dalam, yang terdiri atas batugamping dan rijang
xiv
radiolaria, di lengan tenggara sulawesi selanjutnya disebut kompleks ofiolit, sedangkan
batuan sedimen pelagiknya dikenal dengan nama formasi matano (simandjuntak, 1986).
Kompleks ofiolit di lengan tenggara sulawesi merupakan bagian dari lajur ofiolit sulawesi
timur.
Kompleks ofiolit ini membentuk pegunungan bercereng terjal dan kasar dengan
punggung gunung memanjang dan runcing. Dalam citra inderaan jauh, seperti foto udara,
citra satelit, dan citra radar, kenampakan ini mudah dibedakan dengan satuan lain.
Kompleks ofiolit tersebar luas di tenggara sulawesi. Peta geologi yang dipublikasikan
oleh pusat penelitian dan pengembangan geologi (sekarang pusat survei geologi),
menunjukkan bahwa penyebaran kompleks ini dapat di telusuri dari ujung timur lengan timur
sampai lengan tenggara sulawesi. Kompleks ini tersebar luas terutama di utara sesar
lawanopo. Walaupun penyebaran kompleks ofiolit hanya secara setempat di lengan
tengggara sulawesi. Ofiolit dijumpai secara luas sebagai kepingan dalam molasa sulawesi.
Kompleksi ini hanya mempunyai ketebalan tipis, sehingga sebagian besar darinya sangat
atau sudah habis tererosi.
Kontak antara kompleks ofiolit dengan kepingan benua sulawesi tenggara selalu
berupa sesar zona imbrikasi ini adalah formasi salodik dan formasi poh, yang keduanya
berumur eozen-miosen awal (surono, 1993, simandjuntak, 1986, rusmana, 1993, surono,
1989). Di tanjung ini, singkapan kompleks ofiolit dijumpai sesar naik yang miring kearah
timur. Kompleks ofiolit ini ditindih tak selarak oeh molasa sulawesi. Namun demikian
dibeberapa tempat kontak diantaranya berupa sesar.
Kompleks ofiolit dijumpai tersesar-naikkan ke atas batuan sedimen mesozoikum.
Ketiga pulau tersebut dipisah dangkal. Zona imblikasi menerus sampai pulau tersebut.
Berdasarkan hal tersebut, besar kemungkinan kompleks ofiolit, yang tersingkap mulai ujung
timur lengan timur sampai ujung selatan lengan tenggara sulawesi dan pulau-pulau
sekitarnya merupakan satuan kesatuan.
Pada umumnya batuan mafik-ultramafik di lengan tenggara sulawesi sudah
mengalami pensesaran dan deformasi kuat. Periodit yang mendominasi batuan mafik-
ultramafik di lengan tenggra sulawesi, terdiri atas piroksinit. Sedangkan mikrogabro dan
basalt ditemukan dibeberapa tempat saja. Batuan ofiolit tersingkap baik di jalan sekitar
jembatan sungai lasolo, pohara. Dumit banyak dijumpai dibanyak tempat, terutama di tanjung
lasolo, pulau keramat dan sepanjang sungai lasolo. Dumit umumnya berwarna kuning
kehijauan, coklat kekuningan, dan tersesarkan serta tengerus. Piroksin dan garnet, ukuran
xv
kristal olivin berkisar antara 0,3 dan 5 mm. Kink banding sering kali ditemukan pada olivin.
Sebagian olivin teraiterasi menjadi serpentinit, yang teramat panjang tepi kristal dan
sepanjang retakan.
Kenampakan hazburgit berwarna coklat terang-coklat kekuningan, dengan ketebalan
2-9 cm, dijumpai dibanyak tempat, seperti sungai lasolo dan sebagian teraiterasi menjadi
serpentin umumnya lizardit yang membentuk struktur haneycomb. Jenis mineral yang umum
dijumpai dalam ortopiroksen ini. Secara megaskropik lezorlit sulit dibedakan dengan
harzbureit dibawah mikroskop dalam batuan ini mengandung ortopiroksen dan klinopiroksen
berturut-turut 18,2% dan 8,7% garnet dan mineral opaq. Piroksenit ditemukan dibanyak lokasi
seperti tanjung laonti. Batuan ini tampak berwarna coklat kehijauan teraiterasi dan
mengandung kristal piroksin berukuran kasar. Ukuran kristal piroksin mencapai 4 cm.
Serpentinit adalah warnanya yang hijau kekuningan-kuning kehijauan, tektonikkan derajat
tinggi sehingga menghasilkan cermin sesar serpentinit. Mikrogabro dan basalt dijumpai
sebagai bongkah dalam kompleks batuan campur aduk khususnya sepanjang sungai toreo
dan sungai amdomowu. Terdeformasi dan teralterasi kuat, mikrogabro dan basalt adalah
sesar.
xvi
BAB III
TEORI RINGKAS
xvii
tumbuhan dan hewan yang merupakan sumber hara (nutrient) yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan tanaman. Humus bercampur dengan lempung dan pasir, memperkaya bahan-
bahan makanan dalam tanah. Bahan-bahan lain juga terdapat di dalam tanah, misalnya
udara, air, dan makhluk hidup.Adapun Jenis-jenis tanah di indonesia bermacam-macam,
antara lain sebagai berikut :
1. Organosol
Jenis tanah ini berasal dari bahan induk organik seperti dari hutan rawa atau rumput
rawa, dengan ciri dan sifat: tidak terjadi deferensiasi horizon secara jelas, ketebalan lebih dari
0.5 meter, warna coklat hingga kehitaman, tekstur debu lempung, tidak berstruktur,
konsistensi tidak lekat-agak lekat, kandungan organik lebih dari 30% untuk tanah tekstur
lempung dan lebih dari 20% untuk tanah tekstur pasir, umumnya bersifat sangat asam (pH
4.0), kandungan unsur hara rendah.
2. Aluvial
Jenis tanah ini masih muda, belum mengalami perkembangan, berasal dari bahan
induk aluvium, tekstur beraneka ragam, belum terbentuk struktur , konsistensi dalam keadaan
basah lekat, pH bermacam-macam, kesuburan sedang hingga tinggi. Penyebarannya di
daerah dataran aluvial sungai, dataran aluvial pantai dan daerah cekungan (depresi).
3. Regosol
Jenis tanah ini masih muda, belum mengalami diferensiasi horizon, tekstur pasir,
struktur berbukit tunggal, konsistensi lepas-lepas, pH umumnya netral, kesuburan sedang,
berasal dari bahan induk material vulkanik piroklastis atau pasir pantai. Penyebarannya di
daerah lereng vulkanik muda dan di daerah beting pantai dan gumuk-gumuk pasir pantai.
4. Litosol
Tanah mineral tanpa atau sedikit perkembangan profil, batuan induknya batuan beku
atau batuan sedimen keras, kedalaman tanah dangkal (< 30 cm) bahkan kadang-kadang
merupakan singkapan batuan induk. Tekstur tanah beranekaragam, dan pada umumnya
berpasir, umumnya tidak berstruktur, terdapat kandungan batu, kerikil dan kesuburannya
bervariasi. Tanah litosol dapat dijumpai pada segala iklim, umumnya di topografi berbukit,
pegunungan, lereng miring sampai curam.
5. Latosol
Jenis tanah ini telah berkembang atau terjadi diferensiasi horizon, kedalaman dalam,
tekstur lempung, struktur remah hingga gumpal, konsistensi gembur hingga agak teguh,
warna coklat merah hingga kuning. Penyebarannya di daerah beriklim basah, curah hujan
xviii
lebih dari 300 – 1000 meter, batuan induk dari tuf, material vulkanik, breksi batuan beku
intrusi.
6. Grumosol
Tanah mineral yang mempunyai perkembangan profil, agak tebal, tekstur lempung
berat, struktur kersai (granular) di lapisan atas dan gumpal hingga pejal di lapisan bawah,
konsistensi bila basah sangat lekat dan plastis, bila kering sangat keras dan tanah retak-
retak, umumnya bersifat alkalis, kejenuhan basa, dan kapasitas absorpsi tinggi, permeabilitas
lambat dan peka erosi. Jenis ini berasal dari batu kapur, mergel, batuan lempung atau tuf
vulkanik bersifat basa. Penyebarannya di daerah iklim sub humid atau sub arid, curah hujan
kurang dari 2500 mm/tahun.
7. Podsol
Jenis tanah ini telah mengalami perkembangan profil, susunan horizon terdiri dari
horizon albic (A2) dan spodic (B2H) yang jelas, tekstur lempung hingga pasir, struktur
gumpal, konsistensi lekat, kandungan pasir kuarsanya tinggi, sangat masam, kesuburan
rendah, kapasitas pertukaran kation sangat rendah, peka terhadap erosi, batuan induk
batuan pasir dengan kandungan kuarsanya tinggi, batuan lempung dan tuf vulkan masam.
Penyebaran di daerah beriklim basah, curah hujan lebih dari 2000 mm/tahun tanpa bulan
kering, topografi pegunungan. Daerahnya Kalimantan Tengah, Sumatra Utara dan Irian Jaya
(Papua).
8. Andosol
Jenis tanah mineral yang telah mengalami perkembangan profil, solum agak tebal,
warna agak coklat kekelabuan hingga hitam, kandungan organik tinggi, tekstur geluh
berdebu, struktur remah, konsistensi gembur dan bersifat licin berminyak (smeary), kadang-
kadang berpadas lunak, agak asam, kejenuhan basa tinggi dan daya absorpsi sedang,
kelembaban tinggi, permeabilitas sedang dan peka terhadap erosi. Tanah ini berasal dari
batuan induk abu atau tuf vulkanik.
xix
tanah mengalami proses pelapukan dan menghasilkan regolit. Pelapukan lebih lanjut
menghasilkan tanah dengan tekstur masih kasar.
Ukuran mineral tanah sangat beragam mulai dari ukuran sangat kasar sampai
dengan ukuran yang sangat halus seperti mineral liat. Mineral liat hanya dapat dilihat dengan
bantuan mikroskop elektron. Sifat mineral liat ditentukan dari :
1. Susunan kimia pembentuknya yang tetap dan tertentu, terutama berkaitan dengan
penempatan internal atom-atomnya.
2. Sifat fisika dan kimia dengan batasan waktu tertentu.
3. Kecendrungan membentuk geometris tertentu.
Komposisi mineral dalam tanah sangat tergantung dari beberapa faktor sebagai
berikut :
1. Jenis batuan induk asalnya
2. Proses-proses yang bekerja dalam pelapukan batuan tersebut
3. Tingkat perkembangan tanah
Bahan induk tanah mineral berasal dari berbagai jenis batuan induk, sehingga dalam
proses pelapukannya akan menghasilkan keragaman mineral tanah yang lebih tinggi.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa terdapat hubungan yang erat antara komposisi
mineral bahan induk dengan komposisi mineral batuannya. Sebagai contoh adalah tanah
yang terbentuk dari bahan induk yang berasal dari betuan basalt dan granit, akan memiliki
komposisi mineral tanah seperti mineral kuarsa, mineral ortoklas, mineral mikroklin, mineral
albit, mineral oligoklas, mineral muskovit, mineral biotit, dan lain-lain.
Pada tanah-tanah yang mudah melapuk dan peka terhadap proses pencucian,
seperti tanah podsol, ditemukan mineral yang didominasi hanya jenis mineral kuarsa dan
ortoklas. Didominasi kedua mineral ini disebabkan karena kedua mineral ini relatif lebih
resisten terhadap pelapukan. Berbeda dengan tanah-tanah yang belum mengalami
pelapukan, maka dalam tanah tersebut masih ditemukan mineral tanah yang beragam
dengan komposisi mineral tanah pada setiap lapisan yang hampir seragam.
xx
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Sketsa dua dimensi
U
↑
N 5ᴼ E
0-50 cm
50-100 cm
100-150 cm
150-200 cm
200-250 cm
250-300 cm
300-350 cm
350-400 cm
400-450 cm
450-500 cm
500-550 cm
550-600 cm
600-650 cm
650-700 cm
700-750 cm
750-800 cm
>800 cm
xxi
4.1.2 Sketsa tiga dimensi
U
↑
N 10ᴼ E
0-50 cm
50-100 cm
100-150 cm
150-200 cm
200-250 cm
250-300 cm
300-350 cm
350-400 cm
400-450 cm
450-500 cm
500-550 cm
550-600 cm
600-650 cm
650-700 cm
700-750 cm
750-800 cm
>800 cm
xxii
4.1.3 Foto Singkapan Tiap Meteran
Adapun Foto Singkapan Tiap Meteran dalam praktikum lapangan ini adalah sebagai berikut :
1. Horizon O
2. Horizon A
xxiii
Gambar 4.6 Foto Singkapan pada Meteran 150 – 200 cm
3. Horizon B
xxiv
Gambar 4.10 Foto Singkapan pada Meteran 350 – 400 cm
xxv
Gambar 4.14 Foto Singkapan pada Meteran 550 – 600 cm
xxvi
3. Horizon C
4. Horizon R (Bedrock)
xxvii
Tabel 4.1 Deskripsi tanah pada tiap horizon
Sub.
Lapisan Jenis Sub. Kolom
No. Prefiks Kelompok Surfiks Surfiks
Tanah Tanah Kelompok Simbol
Gradasi
1. 0-50 cm Pasir S Buruk P Tinggi H SPH
2. 50-100 cm Pasir S Buruk P Tinggi H SPH
3. 100-150 cm Pasir S Buruk P Tinggi H SPH
4. 150-200 cm Pasir S Buruk P Rendah L SPL
5. 200-250 cm Pasir S Buruk P Rendah L SPL
6. 250-300 cm Pasir S Baik P Rendah L SPL
7. 300-350 cm Lanau M Baik W Rendah L MWL
8. 350-400 cm Lanau M Baik W Rendah L MWL
9. 400-450 cm Lanau M Buruk W Rendah L MWL
10. 450-500 cm Pasir S Baik P Tinggi H SPH
11. 500-550 cm Lanau M Baik W Rendah L MWL
12. 550-600 cm Lanau M Baik W Rendah L MWL
13. 600-650 cm Lanau M Baik W Rendah L MWL
14. 650-700 cm Lanau M Baik W Rendah L MWL
15. 700-750 cm Lanau M Baik W Rendah L MWL
16. 750-800 cm Lempung C Baik W Rendah L CWL
4.2 Pembahasan
Tanah merupakan bagian penting di permukaan bumi. Tanah memiliki lapisan dari
atas hingga paling bawah dan setiap lapisan/horizon memilki karakteristiknya masing-masing.
Melalui pengamatan pada suatu profil tanah maka diperoleh hasil identifikasi meteran
0-50 cm dengan ciri-ciri jenis tanah berupa tanah pasir, hal ini dikarenakan sampel tanah
yang diidentifikasi memiliki ukuran butir 1/16-2 mm. Untuk prefiksnya yaitu sand (pasir). Pada
meteran ini sub kelompok gradasinya buruk, hal ini dikarenakan ukuran butir tidak seragam.
Akibatnya surfiks pada tanah ini poor graded. Untuk sub kelompok pada meteran ini bersifat
tinggi karena kandungan air pada meteran ini cukup banyak, akibatnya plastisitas tanah ini
sangat tinggi sehingga diberikan kolom simbol SPH. Berdasarkan hasil identifikasi
diidentifikasi diatas maka meteran ini tergolong kedalam Horizon O karena ditemukannya
vegetasi serta akar pada lapisan tanah tersebut. Hasil identifikasi serupa dijumpai juga pada
meteran 50-150 cm. Akan tetapi pada meteran ini tidak dijumpai lagi vegetasi akar tanaman
akibatnya meteran ini tergolong kedalam lapisan subsoil atau Horizon A.
Lapisan Tanah pada meteran 150-200 cm dengan ciri-ciri jenis tanah berupa tanah
pasir, hal ini dikarenakan sampel tanah yang diidentifikasi memiliki ukuran butir 1/16-2 mm.
Untuk prefiksnya yaitu sand (pasir). Pada meteran ini sub kelompok gradasinya buruk, hal ini
dikarenakan ukuran butir tidak seragam. Akibatnya surfiks pada tanah ini poor graded. Untuk
xxviii
sub kelompok pada meteran ini bersifat rendah karena kandungan air pada meteran ini
sedikit, akibatnya plastisitas tanah ini sangat rendah sehingga diberikan kolom simbol SPL.
Berdasarkan hasil identifikasi diatas maka meteran ini tergolong kedalam Horizon A karena
lapisan ini masih relatif subur sebab masih dekat dengan lapisan humus. Hasil identifikasi
serupa dijumpai juga pada meteran 200-300 cm.
Lapisan Tanah pada meteran 300-350 cm dengan ciri-ciri jenis tanah berupa tanah
lanau, hal ini dikarenakan sampel tanah yang diidentifikasi memiliki ukuran butir 1/256-1/16
mm. Untuk prefiksnya yaitu mo (lanau). Pada meteran ini sub kelompok gradasinya baik, hal
ini dikarenakan ukuran butir yang seragam. Akibatnya surfiks pada tanah ini well graded.
Untuk sub kelompok pada meteran ini bersifat rendah karena kandungan air pada meteran ini
sedikit, akibatnya plastisitas tanah ini sangat rendah sehingga diberikan kolom simbol MWL.
Berdasarkan hasil identifikasi diatas maka meteran ini tergolong kedalam Horizon B karena
lapisan ini memiliki tingkat kesuburan mulai berkurang dan dicirikan warnanya yang mulai
merah kekuningan. Hasil identifikasi serupa dijumpai juga pada meteran 350-450 cm.
Lapisan Tanah pada meteran 450-500 cm dengan ciri-ciri jenis tanah berupa tanah
pasir, hal ini dikarenakan sampel tanah yang diidentifikasi memiliki ukuran butir 1/16-2 mm.
Untuk prefiksnya yaitu sand (pasir). Pada meteran ini sub kelompok gradasinya buruk, hal ini
dikarenakan ukuran butir tidak seragam. Akibatnya surfiks pada tanah ini poor graded. Untuk
sub kelompok pada meteran ini bersifat tinggi karena kandungan air pada meteran ini cukup
banyak, akibatnya plastisitas tanah ini sangat tinggi sehingga diberikan kolom simbol SPH.
Lapisan Tanah pada meteran 500-550 cm dengan ciri-ciri jenis tanah berupa tanah
lanau, hal ini dikarenakan sampel tanah yang diidentifikasi memiliki ukuran butir 1/256-1/16
mm. Untuk prefiksnya yaitu mo (lanau). Pada meteran ini sub kelompok gradasinya baik, hal
ini dikarenakan ukuran butir yang seragam. Akibatnya surfiks pada tanah ini well graded.
Untuk sub kelompok pada meteran ini bersifat rendah karena kandungan air pada meteran ini
sedikit, akibatnya plastisitas tanah ini sangat rendah sehingga diberikan kolom simbol MWL.
Berdasarkan hasil identifikasi diatas maka meteran ini tetap terdapat pada Horizon B karena
lapisan ini memiliki tingkat kesuburan tanah mulai berkurang dan dicirikan warnanya yang
mulai merah kekuningan. Hasil identifikasi serupa dijumpai juga pada meteran 550-750 cm.
Lapisan Tanah pada meteran 750-800 cm dengan ciri-ciri jenis tanah berupa tanah
lempung, hal ini dikarenakan sampel tanah yang diidentifikasi memiliki ukuran butir <1/256
mm. Untuk prefiksnya yaitu clay (lempung). Pada meteran ini sub kelompok gradasinya baik,
hal ini dikarenakan ukuran butir yang seragam. Akibatnya surfiks pada tanah ini well graded.
xxix
Untuk sub kelompok pada meteran ini bersifat rendah karena kandungan air pada meteran ini
sedikit, akibatnya plastisitas tanah ini sangat rendah sehingga diberikan kolom simbol CWL.
Berdasarkan hasil identifikasi diatas maka meteran ini tergolong kedalam Horizon C karena
lapisan ini merupakan lapisan sisa batuan induk yang melapuk.
Lapisan Tanah pada meteran 800-850 cm ditemukan jenis batuan beku dengan ciri-
ciri warna lapuknya berwarna coklat kekuningan dan warna segar batuannya berwarna abu-
abu kehijauan. Untuk tekstur kristalinitasnya berjenis hipokristalin karena batuannya terdiri
atas sebagian kristal dan sebagian gelas. Untuk tekstur granularitasnya batuannya bersifat
faneritik karena butir batuannya seragam. Untuk fabrik batuannya berbentuk euhedral karena
bentuk kristalnya sempurna dengan relasi equigranular sebab ukuran butir kristalnya
seragam. Komposisi mineral pada batuan ini terdiri atas mineral piroksin dan mineral
hornblende. Untuk struktur batuannya masif karena tidak terdapat retakan pada permukaan
batuannya. Berdasarkan hasil identifikasi diatas menggunakan metode klasifikasi betuan
beku menurut Fenton (1940) maka nama batuan tersebut adalah Peridotit. Batuan ini
terdapat pada Horizon R atau Bedrock karena lapisan ini merupakan lapisan batuan induk.
Berdasarkan hasil identifikasi pada tiap-tiap profil tanah daerah penelitian maka jenis
tanah yang berkembang di daerah penelitian adalah jenis tanah laterit dan termasuk tanah
tua karena tanah laterit merupakan perkembangan dari pelapukan lebih lanjut dari tanah
latosol yang berlangsung dalam proses laterisasi dan banyak dijumpai pada daerah tropis
seperti di daerah penelitian. Curah hujan yang tinggi (lembab) ditambah temperatur yang
tinggi menyebabkan gaya-gaya perkembangan tanah di daerah tersebut lebih cepat dan lebih
intensif akibat pertumbuhan yang lebat. Temperatur yang tinggi mempercepat proses
mineralisasi bahan organik yang dapat mengimbangi proses humifikasi, sehingga terbentuk
CO2 dan H2O. Zat-zat ini selanjutnya mempercepat proses dekomposisi batuan-batuan, dan
juga silikat Al dan Fe dengan melarutkan ion basa seperti K, Ca, Na, dan Mg. Tak adanya
intensitas pelarutan basa dan adanya basa-basa sebagai kation menjadikan larutan tanah
bereaksi basa. Hasil proses perkembangan tanah yang sempurna semacam ini berupa
pelindian/pemindahan semua unsur-unsur basa, silika, dan bahan organik sampai habis
dengan meninggalkan oksida besi, Al, dan Mn dalam lapisan tanah bagian atas. Intensifnya
perkembangan tanah di daerah tersebut menyebabkan terbentuknya tanah laterit memiliki
solum yang sangat dalam. Tanah-tanah ini dapat berkembang dari macam-macam bahan
induk, seperti batuan beku peridotit yang ditemukan pada daerah penelitian maupun batuan
beku granit, basalt, batu pasir, dan andesit. Perbedaan sifat dan jenis batuan induk dapat
xxx
dihilangkan oleh kegiatan proses perkembangan tanah, sehingga hasilnya hampir serupa
yaitu pada tanah berwarna merah, merah kuning, atau merah coklat yang mengandung
sebagian besar lempung silikat koalinit yang memiliki sifat-sifat koloid rendah, dan reaksinya
masam karena sebagian besar basanya telah terpindah. Jadi, daerah penelitian di Motui
merupakan profil tanah laterit dan termasuk tanah tua.
xxxi
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari hasil pembahasan laporan field trip geopedologi ini adalah
sebagai berikut :
1. Dari hasil penelitian yang diperoleh, terdapat jenis tanah laterit yang ada pada daerah
penelitian. Endapan laterit biasanya terbentuk melalui proses pelapukan kimia yang
intensif, yaitu didaerah iklim tropis-subtropis.
2. Jenis-jenis horizon tanah pada daerah penelitian yaitu Horizon O, A, B, C, dan R.
Horizon O merupakan lapisan paling atas yang biasa disebut lapisan humus karena
kaya akan mineral organik. Horizon A merupakan lapisan tanah bagian atas yang
memiliki ketebalan rata-rata 20-35 cm. Horizon B merupakan lapisan tanah yang
memiliki tingkat kesuburan yang kurang juga merupakan batas akar tanaman
terbawah. Horizon C merupakan lapisan sisa batuan induk yang melapuk. Sedangkan
Horizon R merupakan lapisan batuan induk yang merupakan bagian terbawah.
3. Proses pembentukan tanahnya yaitu terbentuk dari hasil pelapukan batuan ultrabasa
secara umum terdiri dari empat lapisan yaitu lapisan tanah penutup, lapisan limonit,
lapisan saprolit dan bedrock. Proses ini memiliki penyebaran unsur-unsur yang tidak
merata dan menghasilkan konsentrasi yang sangat bergantung pada migrasi air
tanah.
5.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan pada field trip geopedologi ini adalah sebagai
berikut :
1. Sebelum pergi ketempat lokasi penelitian, sebaiknya para praktikan mengecek alat-
alat field trip geopedologi terlebih dahulu, agar proses field trip berlangsung dengan
baik
2. Diharapkan setiap praktikan lebih serius dan fokus dalam mendeskripsikan suatu
lapisan tanah agar hasil yang diperoleh lebih memuaskan.
xxxii
DAFTAR PUSTAKA
Sukamto, R., 1975. Structural of Sulawesi in The Light of Plate Tectonic.Dept. of Mineral and
Energy, Jakarta 21.
Surono.2003. Geologi Lengan Tenggara Sulawesi. Badan Geologi Kementrian Energi dan
Sumber Daya Mineral Bandung.
xxxiii
LAMPIRAN
xxxiv