RINGKASAN
1.1. Ringkasan
Timah merupakan logam yang sangat di perlukan dalam kehidupan manusia.
Sebagai sumber daya yang tidak dapat diperbaharui sedangkan kebutuhannya
yang terus meningkat maka diperlukan eksplorasi cadangan komoditas logam
timah terbaru. Lokasi penelitian berada di daerah Bukit Bais, Kecamatan Belinyu,
Kabupaten Bangka, Provinsi Bangka Belitung. Daerah penelitian memiliki luas 8
km² atau 795 Ha (4 x 2 km), secara geografis berada pada koordinat UTM zona
48S X: 592600 – 596200, Y: 9811400 – 9813600. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui karakteristik endapan timah primer dengan meninjau aspek geologi,
alterasi, dan mineralisasi. Metode penelitian yang digunakan yaitu pemetaan
geologi permukaan. Analisis yang digukaan untuk mengolah data geologi
permukaan yaitu analisis XRF (X-Ray Fluorosence) menggunakan alat Vanta
XRF Portable dengan cafra ditembakkan langsung ke contoh batuan dan soil dan
analisa XRD (X-Ray Difraction). Stratigrafi daerah penelitian dari umur tua ke
paling muda tersusun dari Satuan Granit Klabat (Trias Akhir – Jura Tengah), dan
Endapan Aluvial (Kuarter). Himpunan mineral ubahan pada daerah penelitian
berdasarkan pengamatan lapangan dan hasil analisis XRD menunjukan mineral
ubahan akibat proses hidrotermal yang terdiri dari empat zonasi himpunan
mineral yaitu Zona Kaolinite ± Illite ± Montmorilonite, Zona Sericite + Quartz ±
Dickite, Zona Albite + Quartz ± Microcline ± Muscovite dan Zona Tourmaline
+ Quartz ± Muscovite. Keterdapatan timah primer pada daerah penelitian memilii
pola mineralisasi diseminasi pada batuan dan juga urat, berdasarkan analisis XRF
keterdapatan timah primer pada pola mineralisasi urat lebih tinggi kadar nya. Pada
daerah penelitian alterasi dan mineralisasi di kontrol oleh struktur geologi yang
yang berkembang pada deformasi kedua yang memiliki tegasan utama Baratlaut –
Tenggara. Berdasarkan data lapangan dan hasil analisis laboratorium tipe endapan
pada lokasi penelitian, menurut Pollard (1987) adalah Tipe Endapan Greisen
dalam Fase Pengendapan Urat.
1.2. Kepemilikan
Bagian barat daerah penelitian seluas 571 hectare merupakan termasuk kedalam
wilayah konsensi PT. Timah Tbk, dan bagian timur daerah penelitian seluas 224
hectare lahan masyarakat.
Tujuan dari kegiatan penelitian skripsi ini yaitu untuk mengkaji informasi
geologi, struktur geologi, alterasi dan mineralisasi yang berkembang pada daerah
telitian, sehingga dapat diketahui sebaran alterasi, mineralisasi yang berkembang
pada daerah telitian dan menentukan hubungan struktur geologi dengan sebaran
alterasi dan mineralisasi. Mengetahui zonasi endapan timah primer dan
melakukan analisis kandungan unsur, sehingga didapatkan zona prospek untuk
ditambang.
Gambar 2. 2 Peta Kesampaian lokasi dari kantor UPLB Timah menuju kavling
daerah penelitian, kotak merah merupakan kavling daerah penelitian
1. Analisis Laboratorium
Analisis XRF dilakukan untuk mengetahui unsur dalam mineral atau batuan
sehingga dapat diketahui kadar unsur logam yang terkandung.
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui fase kristalin dalam material dengan cara
menentukan parameter struktur kisi serta untuk mendapatkan ukuran partikel,
Penentuan kristal tunggal dan Penentuan struktur kristal dari material yang tidak
diketahui.
2. Pengolatan Data
Setelah analisa laboratorium selesai maka akan dilakukan pengolahan data yang
merupakan kegiatan mengolah data-data lapangan seperti data stuktur geologi,
data geomorfologi, data struktur geologi, data alterasi dan mineralisasi.
2.7.2. Peralatan
1. Peta topografi daerah penelitian
2. Peta geologi regional dan peta geologi lokal
3. Palu geologi
4. Kompas geologi
5. GPS
6. Meteran
7. Kamera
8. Buku lapangan
9. Peralatan tulis lengkap
10. Loupe
11. Plastik sampel dan plastic peta
12. HCL 0,01 M
13. Komparator batuan beku dan batuan sedimen
14. Parameter foto
15. Jas hujan
16. Papan jalan
17. Mikroskop
18. Komputer
19. XRF Portable
2.8. Pelaksanaan
Penelitian dilaksanakan pada 1 April 2021, pengambilan data lapangan
yaitu kegiatan lapangan dimulai pada tanggal 14 April 2021 dan selesai pada
tanggal 29 Juni 2021. Pengolahan data lapangan dimulai pada tanggal 30 Juni –
31 Juli 2021. Presentasi Akhir dilakukan pada bulan Agustus.
2.7. Metode dan Peralatan
2.7.1. Metode Penelitian
Penelitian dilakukan dalam 3 tahapan, yaitu: tahap pra-pemetaan, tahap pemetaan,
dan tahap pasca pemetaan.
4. Analisis Laboratorium
Analisis XRF dilakukan untuk mengetahui unsur dalam mineral atau batuan sehingga
dapat diketahui kadar unsur logam yang terkandung.
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui fase kristalin dalam material dengan cara
menentukan parameter struktur kisi serta untuk mendapatkan ukuran partikel,
Penentuan kristal tunggal dan Penentuan struktur kristal dari material yang tidak
diketahui.
5. Pengolatan Data
Setelah analisa laboratorium selesai maka akan dilakukan pengolahan data yang
merupakan kegiatan mengolah data-data lapangan seperti data stuktur geologi,
data geomorfologi, data struktur geologi, data alterasi dan mineralisasi.
Merupakan tahap penelitian yang terakhir, hasil berupa pembuatan peta daerah telitian
dan penyusunan laporan akhir yang akan menjadi hasil akhir dari penelitian.
2.7.2. Peralatan
Menurut Van Bemmelen (1949), Pulau Bangka termasuk kedalam gugusan pulau
yang berada di Paparan Sunda (Sunda Shelf), dimana pulau-pulau ini dahulunya
merupakan bagian dari Daratan Sunda (Sunda Land). Bagian dari Daratan Sunda
yang kini dikenal sebagai Paparan Sunda tersusun oleh Pulau Bangka bersama
dengan Pulau Belitung, Lingga dan Singkep, Kepulauan Natuna, Anambas dan
Tambelan, Riau, Karimata, Karimunjawa dan Bawean. Akibat dari proses
peneplainasi yang berlangsung dalam jangka waktu yang lama, banyak dari
tinggian pada pulau-pulau ini lapuk dan tererosi. Hal ini dibuktikan dengan
tebalnya profil tanah yang dapat dijumpai di pulau-pulau ini. Selain proses
peneplainasi, fenomena naik-turun muka air laut yang terjadi pada Zaman Kuarter
juga mengakibatkan gugusan pulau ini terpisah oleh perairan dangkal seperti
sekarang. Meskipun sekarang pulau-pulau ini dipisahkan oleh perairan dangkal,
susunan dari pulau-pulau ini terlihat mengindikasikan arah struktur utama yang
menghubungkan Asia Tenggara dengan tiga pulau besar yang termasuk dalam
Daratan Sunda yakni Pulau Jawa, Sumatera dan Kalimantan. Pulau dengan luas
11.534,142 Km2 ini dikelilingi oleh Pulau Sumatera dan Selat Bangka di sebelah
barat daya, Pulau Belitung di sebelah timur, Pulau Kalimantan di sebelah timur
laut, Kepulauan Riau di sebelah barat laut, Pulau Anambas dan Laut Cina Selatan
di sebelah utara serta Laut Jawa di sebelah tenggara
Daerah Bukit Bais termasuk dalam Peta Geologi lembar Bangka Utara
1114 & 1113, dengan skala 1:250.000 (Mangga dan Djamal, 1994) yang termasuk
didalamnya daerah-daerah dibagian utara Pulau Bangka seperti Belinyu, Muntok,
Tempilang dan pulau - pulau lainnya di sekitar Teluk Klabat dan Teluk Kampa.
Dan secara regional, formasi yang kemungkinan besar berkaitan dengan daerah
penelitian yaitu Kompleks Pemali (CPp), Diabas Penyabung (PRd), Granit Klabat
(TRJkg), Formasi Tanjunggenting (Trt), Formasi Ranggam (TQr), Alluvium (Qa)
Kompleks Pemali (CPp) , filit dan sekis dengan sisipan kuarsit dan lensa
batugamping, dengan struktur kekar, sesar dan lipatan dan diterobos oleh Granit
Klabat (TRJkg). Umur satuan diduga Perem berdasarkan fosil yang dijumpai oleh
de Roever (1951) pada batugamping di daerah Air Duren sebelah Selatan –
Tenggara Pemali.
Granit Klabat (TRJkg), satuan ini tersusun atas granis, granodiorit, adamalit, diorit
dan diorit kuarsa setempat dijumpai retas aplit dan pegmatit, satuan ini
tersesarkan, terkekarkan dan juga menerobos Diabase Penyabung. Satuan ini
berumur Trias Akhir berdasarkan hasil analisa radiometri.
Pulau Bangka dilihat dari tatanan tektoniknya termasuk bagian dari blok
Indocina dan Blok Malaya timur dimana kedua blok tersebut termasuk dalam
Paparan Sunda yang berasal dari bagian timurlaut Gondwana. Blok benua ini
mulai memisahkan diri dari Gondwana pada Silur Akhir dan bergerak hingga
membentuk kerangka dari Asia Tenggara pada Devon Awal. Paparan Sunda
tersusun atas beberapa blok lempeng benua yang mengalami amalgamasi satu
dengan lainnya.
Selatan (South China block). Blokblok tersebut, bersama dengan blok Burma
Barat (West Burma block) dan blok Sumatera Barat (West Sumatra block)
membentuk Daratan Sunda.
Gambar 3. 3 Distribusi dari blok-blok continental, fragmen dan terranes, dan
suture utama dari Sundaland dan Asia tenggara. Penomoran blok-blok
mikro kontinen: 1.East Java 2. Bawean 3. Paternoster 4. Mangkalihat 5.
West Sulawesi 6. Semitau 7. Luconia 8. Kelabit–Longbowan 9. Spratly
Islands–Dangerous Ground 10. Reed Bank 11. North Palawan 12.
Paracel Islands 13. Macclesfield Bank 14. East Sulawesi 15.Banggai–
Sula 16. Buton 17. Obi–Bacan 18. Buru– Seram 19. West Irian Jaya. LT
= Lincang Terrane, ST = Sukhothai Terrane and CT = Chanthaburi
Terrane. C–M =Changning– Menglian Suture, C.-Mai-C. Rai = Chiang
Mai-Chiang Rai Suture, andNan–Utt. = Nan–Uttaradit Suture. (Metcalfe,
2017).
Evolusi tektonik Paparan Sunda menurut Metcalfe (2017) dimulai pada Zaman
Devon, yaitu terjadinya pemisahan Indocina dari Gondwana ke arah utara, pemisahan
terbentuknya Sukhotai Arc pada tepian Indocina. Sukhotai Arc ini kemudian
terpisahkan dari Indocina akibat adanya pemekaran belakang busur dan membentuk
cekungan belakang busur. Sibumasu mulai memisah dari Gondwana pada Pemian
samudera ke arah selatan. Subduksi Paleo-Tethys pada Indocina yang terjadi pada
Tipe-I (salah satunya Granit Kelapa) yang mengintrusi Sukhotai Arc dan Indocina.
Pada Trias Tengah hingga Trias Akhir Sibumasu mengalami kolisi dengan
Sukhotai Arc dan Indochina dan Paleo-Thetys tertutup menjadi Bentong-Raub Suture
Zone. Terjadinya kolisi ini menyebabkan kerak benua pada Sibumasu mengalami
penebalan dan juga pelelehan yang kemudian menghasilkan pluton-pluton granit tipe
S (Granit Belinyu, Pangkalpinang, Menumbing dan Pemali) pada Akhir Trias. Kolisi
Bangka bila mengacu pada Cobbing dkk (1986) merupakan bagian dari Sibumasu,
namun posisi Paleo-Thetys pada Pulau Bangka hingga saat ini masih diperdebatkan
Struktur di Pulau Bangka ini berupa sesar naik, sesar geser, sesar normal,
lipatan, kekar, dan kelurusan (Mangga dan Djamal, 1994). Analisis struktur yang
dilakukan oleh Katili (1967) berdasarkan data-data yang telah dikumpulkan oleh
Westerveld (1938) pada Pulau Bangka bagian utara menunjukkan adanya beberapa
pola struktur, baik dari foliasi, kekar-kekar, serta lipatan. Lipatan pada bagian utara
Pulau Bangka ini sebagian besar berarah barat laut-tenggara hingga timurbarat yang
mengenai batuan pada Formasi Pemali dan Formasi Tanjung Genting. Struktur lain
yang dapat ditemukan pada Pulau Bangka ini adalah sesar-sesar naik terimbrikasi
ini juga mengenai Formasi Tanjung Genting dan memiliki arah dominan barat laut-
tenggara. Kehadiran sesar naik tidak hanya mengangkat batuan dasar Formasi Pemali
ke permukaan namun juga batuan diabas bagian dari Diabas Penyabung sehingga
terjepit di antara pluton-pluton granit yang bersatu karena kontak sesar naik. Pluton-
pluton granit di Pulau Bangka memiliki arah yang sejajar dan memanjang searah
dengan sesar-sesar naik ini, hal ini menyebabkan adanya dua penafsiran, yaitu pluton
terbawa oleh sesarsesar naik atau adanya pluton yang diakibatkan oleh sesar-sesar
naik. Pada daerah Koba tidak ditemukan pluton yang terpotong oleh sesar naik. Hal
ini diintrepetasikan bahwa umur dari sesar - sesar naik ini sedikit lebih tua dari pluton
Struktur termuda yang diperkirakan ada pada Pulau Bangka adalah berupa sesar-sesar
wilayah. Paparan Sunda dinilai stabil sejak Zaman Jura ditandai dengan tidak adanya
sedimentasi yang berarti, namun pada Tersier terjadi perubahan kondisi dan terjadi
sedimentasi tebal yang diperkirakan akibat adanya sesar sesar mendatar ini. Sesar-
sesar mendatar ini mengakibatkan adanya bagian Pulau Bangka yang naik dan turun,
bagian turun berfungsi sebagai cekungan sedimentasi. Sesar-sesar ini diperkirakan
dibagi atas beberapa proses yang menghasilkan jenis mineral tertentu baik yang
bernilai ekonomis maupun mineral yang hanya bersifat sebagai gaunge mineral yaitu
Proses hidrotermal merupakan salah satu proses pembentukan mineral yang terjadi
oleh pengaruh temperatur dan tekanan yang sangat rendah dan larutan magma yang
terbentuk ini merupakan unsur volatil yang sangat encer yang terbentuk setelah tiga
besar endapan hidrotermal dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu endapan hipotermal,
dan Epitermal
Interaksi antara fluida hidrotermal dengan batuan yang dilewatinya (wallrock) akan
mineralogi, kimiawi, tekstur dan hasil interaksi fluida dengan batuan yang yang
karakter batuan samping, karakter fluida (Eh,Ph), kondisi tekanan dan temperatur
Leach (1997):
Peningkatan suhu membentuk mineral yang terhidrasi lebih stabil, suhu juga
berpengaruh terhadap tingkat kristalinitas mineral, pada suhu yang lebih tinggi. akan
membentuk suatu mineral menjadi lebih kristalin, menurut Noel White (1996), kondisi
suhu dengan tekanan dapat dideterminasi berdasarkan tipe alterasi yang terbentuk.
untuk bergerak, bereaksi dan berdifusi, melarutkan serta membawa bahan–bahan yang
- Permeabilitas
Permeabilitas akan menjadi lebih besar pada kondisi batuan yang terekahkan serta
pada batuan yang berpermeabilitas tinggi hal tersebut akan mempermudah pergerakan
fluida yang selanjutnya akan memperbanyak kontak reaksi antara fluida dengan
batuan.
Walaupun faktor – faktor diatas saling terkait, tetapi temperatur dan kimia fluida
Alterasi dapat diartikan sebagai perubahab yang terjadi pada suatu batuan dan
mineral penyusunnya, baik terjadi perubahan sifat kimia maupun sifat fisiknya dimana
temperatur formasi dari bijih maupun dengan batuannya. Kehadiran demikian dari
secara umum berarti keberadaan endapan mineral hidrotermal yang boleh jadi
(type of alteration) yang secara umum dikelompokkan menjadi tipe potassik, filik,
disebut sebagai zona alterasi (Guilbert dan Park, 1986). Berikut adalah beberapa zona
1. Potasik
Merupakan zona alterasi yang berada dekat dengan intrusi. Zona ini dibentuk oleh
fluida hidrotermal dengan temperatur lebih dari 300˚C dan salinitas tinggi. Penciri dari
zona ini adalah terbentuknya mineral sekunder berupa K-feldspar, biotit, kuarsa, dan
magnetit. Selain itu aktinolit, epidot, klorit, dan anhidrit, serta sedikit rutil dan albit
2. Propilitik
Merupakan zona fase alterasi lanjutan dari alterasi potasik yang terbentuk akibat
fluida hidrotermal yang memiliki pH netral sampai alkali dengan temperatur berkisar
antara 200˚C-300˚C. Mineral-mineral yang terbentuk dan menjadi penciri zona ini di
antaranya adalah klorit, kalsit, dan epidot yang dapat disertai dengan kuarsa, adularia,
3. Filik
Merupakan zona yang terbentuk pada daerah yang permeabel dan berdekatan dengan
urat. Zona alterasi ini terbentuk akibat fluida hidrotermal yang bersifat netral sampai
asam, dengan suhu berkisar antara 200˚C-400˚C . Mineral penciri zona alterasi ini
antara lain serisit dan kuarsa. Selain itu, pirit dan anhidrit juga dapat muncul.
4. Argilik
Merupakan zona alterasi yang terbentuk akibat fluida hidrotermal yang memiliki sifat
netral sampai asam, dengan temperature rendah yaitu kurang dari 230˚C. Mineral
penciri dari zona ini yaitu mineral lempung temperatur rendah seperti kaolinit,
5. Argilik Lanjut
Merupakan zona alterasi yang terbentuk pada fluida asam (pH<4) yang ditandai
dengan hadirnya alunit, diaspor, pirofilit, bersama dengan kuarsa, kalsedon, kaolinit,
dan dikit.
6. Skarn
Merupakan zona yang terbentuk akibat fluid hidrotermal yang memiliki salinitas
tinggi dan temperatur yang tinggi dengan kisaran sekitar 300˚ - 700 ˚C. Terdapat
mineralogi yang sangat umum yang sering didapatkan pada batuan skarn, yaitu
kelompok garnet, piroksen, amfibol, epidot dan magnetit. Mineral lain yang umum
umumnya hadir pada skarn sebagai mineral tahap akhir yang meng-overprint mineral-
mineral tahap awal. Aktinolit (CaFe) dan tremolit (CaMg) adalah mineral amfibol
yang paling umum hadir pada skarn.Jenis piroksen yang sering hadir adalah diopsid
7. Greisen
Himpunan mineral pada greisen adalah kuarsa – muskovit (atau lipidolit) dengan
sejumlah mineral asesori seperti topas, tourmalin, dan fluorit. (Corbett dan Leach,
1997). Greisen mengacu pada alterasi pada batuan granitic dengan himpunan mineral
khususnya quartz-muscovite dengan satu atau lebih mineral pembawa F dan B seperti
dimana batuan diubah oleh cairan yang kaya akan volatil dan berkaitan saat
pendinginan intrusi granit. Pada saat pendinginan intrusi granit batuan yang terbentuk
memeiliki cairan sisa dari magma pembentuk batuan yang mengandung gas dan cairan
. Cairan sisa yang bergerak menjauhi sumber magma masih memliki kandungan gas
berada pada fase pneumatolitis, ketika gas telah habis dan hanya tersisa cairan disebut
fase hidrotermal.
Greisen adalah batuan granit yang diubah secara hidrotermal yang terdiri dari
campuran kuarsa dan mika , dengan variasi topaz , turmalin, fluorit, atau mineral kaya
F dan B lainnya. Logam bijih litofil terkait biasanya termasuk timah, tungsten,
berilium, dan molibdenum. Istilah greisen telah diperluas ke ubahan kaya fluor jenis
batuan selain granit, termasuk batuan karbonat, sehingga penggunaan yang baik
adalah memodifikasi istilah dengan mineral dominan, seperti dalam "greisen kuarsa-
kandungan fluorine (F) dan boron (B) yang melimpah. (Ridley, 2013). Fluida hasil
granitic melt pada endapan greisen mengalami pengayaan komponen volatile seperti
Cl, B, F, dan unsur logam seperti Sn, W, Mo, Bi, U, Be. (Pirajno, 1992). Fluida
greisen memiliki sifat yang bervariasi mulai dari suhu 600 to 400°C dan salinitas >40
wt. % NaCI hingga suhu ± 200°C dan salinitas 10-15 wt.%. Menurut Pirajno (1992),
pengayaan unsur Sn, W, Mo, Bi, U, Be dapat diakibatkan oleh melting dari protolith
Alkali Metasomatism
Pada saat pembekuan magma akhir, larutan sisa yang kaya akan Na akan
menyebabkan terjadinya proses alkali metasomatism khususnya albitisasi.
H+ Metasomatism
Advanced H+ Metasomatism
baik akibat dari fluida sisa ataupun air meteorik, maka akan menyebabkan terjadinya
silisifikasi.
Gambar 2.5 Zonasi alterasi greisen berkaitan dengan pendinginan intusi