DAFTAR ISI....................................................................................................... 1
BAB 1. TINJAUAN PUSTAKA
11. Definisi ............................................................................................. 2
1.2. Etiologidan Faktor Resiko .............................................................. 2
1.3. Patofisiologi ..................................................................................... 3
1.4. Gambaran Klinis .............................................................................. 4
1.5. Diagnosis .......................................................................................... 5
1.6. Tatalaksana ...................................................................................... 9
1.7. Komplikasi ....................................................................................... 12
1.8. Prognosis .......................................................................................... 13
BAB 2.LAPORAN KASUS ...............................................................................
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................
1
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1. PTERIGIUM
1.1 Definisi
Gambar 1. Pterigium
1.2 EtiologidanFaktorRisiko
Etiologi pterigium tidak diketahui dengan jelas. Namun, karena lebih sering
terjadi pada orang yang tinggal di daerah beriklim panas, maka gambaran yang paling
diterima tentang hal tersebut adalah respon terhadap faktor-faktor lingkungan seperti
paparan terhadap matahari (ultraviolet), daerah kering, inflamasi, daerah angin
kencang dan debu atau faktor iritan lainnya. Pengeringan lokal dari kornea dan
konjungtiva pada fisura interpalpebralis disebabkan oleh karena kelainan tear film
bisa menimbulkan pertumbuhan fibroblastik baru merupakan salah satu teori.
Tingginya insiden pterigium pada daerah dingin, iklim kering mendukung teori ini.6,7
1.3 Patofisiologi
Insidens pterigium meningkat pada orang dan populasi yang terus menerus
terpapar radiasi matahari yang berlebihan. Dalam hal ini sinar UV memainkan bagian
yang penting dalam patogenesis penyakit ini. Sinar UV memulai rantai peristiwa
terjadinya pterigium pada level intraselular dan ekstraselular yang melibatkan DNA,
karena kedua mata mempunyai kemungkinan yang sama untuk kontak dengan sinar
ultraviolet, debu dan kekeringan. Semua kotoran pada konjungtiva akan menuju ke
bagian nasal, kemudian melalui pungtum lakrimalis dialirkan ke meatus nasi inferior.3
abnormal Ki-67 (marker proliferasi) dan mutasi pada gen supresor tumor, seperti p53
dan p63 yang menyebabkan proliferasi abnormal epitel. Epitel yang melapisi mungkin
3
menunjukkan metaplasia skuamosa ringan. Pterigium adalah suatu degenerasi dan
Epitel kornea, membran Bowman dan stroma superfisial akan mengalami kerusakan.8
Ultraviolet adalah mutagen untuk p53 tumor suppressor genepada limbal basal
stem cell. Tanpa apoptosis, transforming growth factor-beta overproduksi dan
menimbulkan kolagenase meningkat, sel-sel bermigrasi dan angiogenesis. Akibatnya
terjadi perubahan degenerasi kolagen dan terlihat jaringan subepitelial fibroveskular.
Jaringan subkonjungtiva terjadi degenerasi elastoic dan proliferasi jaringan granulasi
vaskular di bawah epitelium yang akhirnya menembus kornea dimanaterdapat pada
lapisan membran bowman.7,8
Limbal stem cell adalah sumber regenerasi epitel kornea. Pada keadaan
defisiensi limbal terjadi pertumbuhan konjungtiva ke kornea, vaskularisasi, inflamasi
kronis, kerusakan membran basement, dan pertumbuhan jaringan fibrotik. Tanda ini
juga ditemukan pada pterigium dan karena itu banyak penelitian menunjukkan bahwa
perigium merupakan manifestasi dari defisiensi atau disfungsi localized
interpalpebral limbal stem cell. Kemungkinan akibat sinar ultraviolet terjadi
kerusakan stem cell di daerah interpalpebra.8,9
3. Badan: bagian yang berlanjut dari limbus menuju kantus (scleral part)
4
Secara klinis, manifestasi pterigium lebih sering terjadi pada orangtua,
terutama yang sering bekerja di luar ruangan. Dapat timbul unilateral ataupun
yang merambat ke kornea. Pterigium biasanya timbul pada sisi nasal, namun ada juga
yang timbul pada sisi temporal. Deposisi besi kadang-kadang terlihat pada epitel
kornea di ujung puncak segitiga pada pterigium, yang disebut Stocker’s line.7
pula berupa mata yang kering (rasa panas, gatal, atau berairmata) akibat lesi yang
mulai berkembang pada permukaan okular. Seiring dengan progresi penyakit, lesi
bertambah besar dan mulai dapat dilihat dengan mata telanjang, serta dapat
gejala pada visus ketika pterigium sudah menutupi daerah pupil atau akibat
astigmatisma kornea akibat fibrosis pada tahap regresif. Diplopia dapat timbul sebagai
Gejala klinis pterigium pada tahap awal biasanya ringan bahkan sering tanpa
keluhan sama sekali (asimptomatik). Beberapa keluhan yang sering dialami pasien
antara lain:1,3
5
4. Pada pterigium yang lanjut (derajat 3 dan 4) dapat menutupi pupil dan aksis
1. Anamnesis
Identitas pasien sangat perlu untuk ditanyakan. Selain sebagai data
administrasi dan data awal pasien, identitas tertentu juga sangat perlu untuk
mengetahui faktor resiko pterigium. Pterigium lebih sering pada kelompok usia
20-30 tahun dan jenis kelamin laki-laki. Riwayat pekerjaan juga sangat perlu
ditanyakan untuk mengetahui kecenderungan pasien terpapar sinar matahari.3
Pterigium umumnya asimptomatis atau akan memberikan keluhan berupa
mata sering berair dan tampak merah dan mungkin menimbulkan astigmatisma
yang memberikan keluhan gangguan penglihatan. Pada kasus berat dapat
menimbulkan diplopia. Biasanya penderita mengeluhkan adanya sesuatu yang
tumbuh di kornea dan khawatir akan adanya keganasan atau alasan kosmetik.
Keluhan subjektif dapat berupa rasa panas, gatal, ada yang mengganjal.1,3
2. Pemeriksaan Fisik
Tajam penglihatan dapat normal atau menurun.Pterigium muncul sebagai
lipatan berbentuk segitiga pada konjungtiva yang meluas ke kornea pada daerah
fisura interpalpebralis. Deposit besi dapat dijumpai pada bagian epitel kornea
anterior dari kepala pterigium (stoker’s line). Kira-kira 90% pterigium terletak di
daerah nasal. Perluasan pterigium dapat sampai medial dan lateral limbus
sehingga menutupi visual axis, menyebabkan penglihatan kabur. Gangguan
penglihatan terjadi ketika pterigium mencapai pupil atau menyebabkan kornea
astigmatisme pada tahap regresif.
Pterigium dibagi menjadi tiga bagian yaitu: body, apex (head), dan cap.
Bagian segitiga yang meninggu pada pterigium dengan dasarnya ke arah limbus
disebut body, bagian atasnya disebut apex, dan bagian belakang disebut cap.
Subepitelial cap atau halo timbul pada tengah apex dan membentuk batas pinggir
pterigium.1,3,5,7
6
Dalam penegakan diagnosis pterigium, sangat penting ditentukan derajat
atau klasifikasi pterigium tersebut. Klasifikasi pterigium dibagi menjadi beberapa
kelompok yaitu:
a. Berdasarkan perjalanan penyakit
1). Progresif pterigium: tebal dan vaskular dengan beberapa infiltrat di kornea
di depan kepala pterigium (disebut cap dari pterigium)
2). Regresif pterigium: tipis, atrofi, sedikit vaskular. Akhirnya menjadi bentuk
membran tetapi tidak pernah hilang.
b. Berdasarkan luas pterigium
1). Derajat I : jika hanya terbatas pada limbus kornea
2). Derajat II : jika sudah melewati limbus tetapi tidak melebihi dari 2 mm
melewati kornea
3). Derajat III : jika telah melebihi derajat 2 tetapi tidak melebihi pinggir pupil
mata dalam keadaan cahaya (pupil dalam keadaan normal sekitar 3-4 mm)
4). Derajat IV : jika pertumbuhan pterigium sudah melewati pupil sehingga
mengganggu penglihatan8
8
arah kornea sebelumnya
6♂:♀ ♂>♀ ♂=♀ ♂=♀
Progresif Sedang Tidak Tidak
Reaksi Tidak ada Tidak ada Ada
kerusakan
permukaan
kornea
sebelumnya
Pembuluh Lebih menonjol Menonjol Normal
darah
konjungtiva
Sonde Tidak dapat Tidak dapat Dapat diselipkan di
diselipkan diselipkan bawah lesi karena
tidak melekat pada
limbus
Puncak Ada pulau- Tidak ada Tidak ada (tidak
pulau Funchs ada head, cap,
(bercak kelabu) body)
Histopatologi Epitel ireguler Degenerasi Perlengketan
dan degenerasi hialin jaringan
hialin dalam submukosa
stromanya konjungtiva
Tabel 1. Diagnosis banding pterigium
Teknik Pembedahan1,7
Tantangan utama dari terapi pembedahan pterigium adalah
kekambuhan, dibuktikan dengan pertumbuhan fibrovascular di limbus ke
kornea. Banyak teknik bedah telah digunakan, meskipun tidak ada yang
diterima secara universal karena tingkat kekambuhan yang variabel. Terlepas
dari teknik yang digunakan, eksisi pterigium adalah langkah pertama untuk
perbaikan. Keuntungan termasuk epithelisasi yang lebih cepat, jaringan parut
yang minimal dan halus dari permukaan kornea.1
o Teknik Bare Sclera
untuk epitelisasi. Tingkat kekambuhan tinggi, antara 24% dan 89%, telah
10
Prosedur ini melibatkan pengambilan autograft, biasanya dari konjungtiva
bulbi superotemporal, dan dijahit di atas sklera yang telah dieksisi pterigium tersebut.
Komplikasi jarang terjadi dan untuk hasil yang optimal ditekankan pentingnya
minimal jaringan dan orientasi akurat dari graft tersebut. Lawrence W. Hirst, MBBS,
dan telah dilaporkan angka kekambuhan sangat rendah dengan teknik ini.7
o Simple Closure
Pinggir dari konjungtiva yang bebas dijahit bersama (efektif jika hanya defek
o Sliding Flap
Suatu insisi bentuk L dibuat sekitar luka untuk membentuk flap konjungtiva
o Rotational Flap
Insisi bentuk U dibuat di sekitar luka untuk membentuk lidah dari konjungtiva
o Lamellar Keratoplasty
gabungan steroidangiostatik.
Terapi Tambahan
11
Tingkat kekambuhan yang tinggi terkait dengan operasi terus menjadi
dengan penambahan terapi ini,tetapi ada komplikasi dari terapi tambahan ini.2
untuk menghambat fibroblast. Efeknya mirip dengan iradiasi beta. Namun, dosis
minimal yang aman danefektif belum ditemukan. Ada dua bentuk MMC yang saatini
pterigium, dan penggunaan obat tetes mata MMC topikal setelah operasi. Beberapa
mengurangi toksisitas.2
pemberian:
1.7 Komplikasi
Pterigium dapat menyebabkan komplikasi seperti scar (jaringan parut) pada
konjungtiva dan kornea, distorsi dan penglihatan sentral berkurang, scar pada
rektus medial dapat menyebabkan diplopia.11
Komplikasi post eksisi pterigium, yaitu:
Infeksi, reaksi benang, diplopia, scar kornea, conjungtiva graft longgar, dan
komplikasi yang jarang termasuk perforasi bola mata, vitreous hemorrhage
atau retinal detachment
12
Penggunaan mytomicin C post dapat menyebabkan ectasia atau melting pada
sklera dan kornea
Komplikasi yang terbanyak pada eksisi pterigium adalah rekuren pterigium
post operasi. Simple eksisi mempunyai tingkat rekuren yang tinggi kira-kira
50-80 %. Dapat dikurangi dengan teknik conjungtiva autograft atau amnion
graft.
Komplikasi yang jarang adalah malignant degenerasi pada jaringan epitel di
atas pterigium.11
1.8 Prognosis
DAFTAR PUSTAKA
13
1. Sidarta Ilyas. Ilmu Penyakit Mata edisi keempat. 2013. Jakarta: FK UI.
14
15