Anda di halaman 1dari 47

PAPER

Dibuat Guna Memenuhi Salah Satu Tugas


Mata Kuliah: Keperawatan Komunitas II
Dosen Pengampu : Ibu Widyoningsih,M.Kep.,Sp.Kom

Disusun oleh :
Kelompok 6
1. Khotijah Safinaturrohmah 108116040
2. Myelinda Ariyanti 108116047
3. Arizal Setyawan 108116057
4. Putri Utami 108116058
5. Ni’matul Khoeriyah 108116066

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AL-IRSYAD


AL-ISLAMIYYAH CILACAP
PRGRAM STUDY SARJANA KEPERAWATAN 3B
TAHUN 2018 / 2019
BAB I
LANDASAN TEORI

A. Defenisi

Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes

melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik

hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau

kedua-duanya.

Diabetes Melitus adalah keadaan kronik, yang berkarakteristik penyakit

progresif oleh ketidakmampuan tubuh untuk metabolisme karbohidrat, lemak, dan

protein yang menuju pada hiperglikemia(peningkatan gula darah). Diabetes militus

mengacu sebagai “gula yang tinggi” oleh pasien dan penyedia perawatan

kesehatan (Lanywati, 2007).

Diabetes melitus tipe 2 yang dahulu disebut diabetes melitus tidak

tergantung insulin (non-insulin-dependent diabetes melitus/NIDDM) atau diabetes

onset dewasa – merupakan kelainan metabolik yang ditandai dengan kadar glukosa

darah yang tinggi dalam konteks resistensi insulin dan defisiensi insulin relatif.
Penyakit diabetes melitus jenis ini merupakan kebalikan dari diabetes melitus tipe

1, yang mana terdapat defisiensi insulin mutlak akibat rusaknya sel islet di

pankreas. Gejala klasiknya antara lain haus berlebihan, sering berkemih, dan lapar

terus-menerus. Diabetes tipe 2 berjumlah 90% dari seluruh kasus diabetes dan

10% sisanya terutama merupakan diabetes melitus tipe 1 dan diabetes gestasional.

Kegemukan diduga merupakan penyebab utama diabetes tipe 2 pada orang yang

secara genetik memiliki kecenderungan penyakit ini. Diabetes militus tipe


2,biasanya disebut NIDDM, adalah kerusakan genetik dan faktor lingkungan. DM
tipe 2 adalah tipe paling umum dari diabetes militus yang meliputi 90% dari

semua populasi diabetes. Biasanya didiagnosa setelah umur 40 tahun dan

umumnya menyerang orang dewasa, orang yang gemuk dan pastinya populasi

etnik dan ras (Sujono dan Sukarmin, 2008).

Diabetes militus tipe 2,dulunya disebut NIDDM (non-insulin-dependent

diabetes militus),terdiri dari 90%-95% dari contoh diabetes. Dimulai dengan

perlawanan insulin,sebuah situasi dimana sel tidak seluruhnya menggunakan


insulin. Sebagai kebutuhan untuk meningkatkan insulin,pankreas berlangsung

kehilangan kemampuan untuk memproduksinya. DM tipe 2 mempunyai

kecenderungan mempertahankan hidup dari padaa tipe 1 dan tidak menimbulkan

diabetes ketoasidosis (Lanywati, 2007).

B. Klasifikasi

Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2011, klasifikasi

Diabetes Melitus adalah:

1. Diabetes Melitus tipe 1

DM tipe 1 sering dikatakan sebagai diabetes “Juvenile onset” atau “Insulin

dependent” atau “Ketosis prone”, karena tanpa insulin dapat terjadi kematian
dalam beberapa hari yang disebabkan ketoasidosis. Istilah “juvenile onset”

sendiri diberikan karena onset DM tipe 1 dapat terjadi mulai dari usia 4 tahun

dan memuncak pada usia 11-13 tahun, selain itu dapat juga terjadi pada akhir

usia 30 atau menjelang 40.

Karakteristik dari DM tipe 1 adalah insulin yang beredar di sirkulasi sangat

rendah, kadar glukagon plasma yang meningkat, dan sel beta pankreas gagal

berespons terhadap stimulus yang semestinya meningkatkan sekresi insulin.


DM tipe 1 sekarang banyak dianggap sebagai penyait autoimun. Kelainan

autoimun ini diduga ada kaitannya dengan agen infeksius/lingkungan, di mana

sistem imun pada orang dengan kecenderungan genetik tertentu, menyerang

molekul sel beta pankreas yang ‘menyerupai’ protein virus sehingga terjadi

destruksi sel beta dan defisiensi insulin. Faktor-faktor yang diduga berperan

memicu serangan terhadap sel beta, antara lain virus (mumps, rubella,

coxsackie), toksin kimia, sitotoksin, dan konsumsi susu sapi pada masa bayi.
Selain akibat autoimun, sebagaian kecil DM tipe 1 terjadi akibat proses yang

idiopatik. Tidak ditemukan antibodi sel beta atau aktivitas HLA. DM tipe 1

yang bersifat idiopatik ini, sering terjadi akibat faktor keturunan, misalnya pada

ras tertentu Afrika dan Asia.

2. Diabetes Melitus tipe 2

Diabetes mellitus tipe II disebabkan oleh faktor keturunan dan juga gaya hidup

yang kurang sehat. Hampir seluruh penderita diabetes menderita tipe kedua ini.

Meskipun mengenai dihampir semua penderita diabetes, gejalanya sangatlah

lambat. Sehingga perkembangan penyakit ini membutuhkan waktu bertahun-

tahun. Kerja insulin di dalam tubuh tidak lagi efektif meskipun tidak perlu ada
suntikan insulin dari luar untuk membantu menjalani hidupnya. Tidak seperti

pada DM tipe 1, DM tipe 2 tidak memiliki hubungan dengan aktivitas HLA,

virus atau autoimunitas dan biasanya pasien mempunyai sel beta yang masih

berfungsi (walau terkadang memerlukan insulin eksogen tetapi tidak

bergantung seumur hidup). DM tipe 2 ini bervariasi mulai dari yang

predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif, sampai yang

predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin.


Pada DM tipe 2 resistensi insulin terjadi pada otot, lemak dan hati serta terdapat

respons yang inadekuat pada sel beta pankreas. Terjadi peningkatan kadar asam

lemak bebas di plasma, penurunan transpor glukosa di otot, peningkatan

produksi glukosa hati dan peningkatan lipolisis.

Defek yang terjadi pada DM tipe 2 disebabkan oleh gaya hidup yang

diabetogenik (asupan kalori yang berlebihan, aktivitas fisik yang rendah,

obesitas) ditambah kecenderungan secara genetik. Nilai BMI yang dapat


memicu terjadinya DM tipe 2 adalah berbeda-beda untuk setiap ras..

3. Diabetes Kehamilan/gestasional

Diabetes kehamilan didefinisikan sebagai intoleransi glukosa dengan onset

pada waktu kehamilan. Diabetes jenis ini merupakan komplikasi pada sekitar

1-14% kehamilan. Biasanya toleransi glukosa akan kembali normal pada

trimester ketiga.

C. Etiologi

1. Diabetes Mellitus tipe I

Diabetes Melitus tipe I ditandai oleh penghancuran sel-sel beta pankreas.

Kombinasi faktor genetik, imunologi dan mungkin pula lingkungan (misalnya,


infeksi virus) diperkirakan turut menimbulkan destruksi sel beta (Smeltzer

Suzanne C, 2001).

Menurut Maulana Mirza (2009) ada beberapa faktor yang mendukung

terjadinya diabetes mellitus tipe I diantaranya:

a. Faktor-faktor genetik

Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri, tetapi mewarisi

suatu predisposisi atau kecendrungan genetik ke arah terjadinya Diabetes


Melitus tipe I. Kecendrungan genetik ini ditemukan pada individu yang

memiliki tipe antigen HLA (human leococyte antigen) tertentu. HLA

merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen trasplantasi

dan proses imun lainnya.

b. Faktor-faktor imunologi

Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Respon

ini merupakan respon abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan


normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang

dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing

c. Virus dan bakteri

Virus penyebab DM adalah rubela, mumps, dan human coxsackievirus B4.

Melalui mekanisme infeksi sitolitik dalam sel beta, virus ini mengakibatkan

destruksi atau perusakan sel. Bisa juga, virus ini menyerang melalui reaksi

autoimunitas yang menyebabkan hilangnya otoimun dalam sel beta.

Diabetes Melitus akibat bakteri masih belum bisa dideteksi. Namun, para

ahli kesehatan menduga bakteri cukup berperan menyebabkan DM.

d. Bahan toksik atau beracun


Bahan beracun yang mampu merusak sel beta secara langsung adalah

alloxan, pyrinuron (rodentisida), dan streptozoctin (produk dari sejenis

jamur). Bahan lain adalah sianida yang berasal dari singkong.

2. Diabetes Melitus tipe II

Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan

sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik

diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.


Selain itu terdapat pula faktor-faktor resiko tertentu yang berhubungan dengan

proses terjadinya diabetes tipe II, faktor-faktor ini adalah:

a. Ras atau Etnis

Beberapa ras tertentu, seperti suku Indian di Amerika, Hispanik, dan orang

Amerika di Afrika, mempunyai resiko lebih besar terkena diabetes tipe II.

Kebanyakan orang dari ras-ras tersebut dulunya adalah pemburu dan petani

dan biasanya kurus. Namun, sekarang makanan lebih banyak dan gerak
badannya makin berkurang sehingga banyak mengalami obesitas sampai

diabetes.

b. Obesitas

Lebih dari 8 diantara 10 penderita diabetes tipe II adalah mereka yang

kelewat gemuk. Makin banyak jaringan lemak, jaringan tubuh dan otot akan

makin resisten terhadap kerja insulin, terutama bila lemak tubuh atau

kelebihan berat badan terkumpul di daerah sentral atau perut (central

obesity). Lemak ini akan memblokir kerja insulin sehingga glukosa tidak

dapat diangkut ke dalam sel dan menumpuk dalam peredaran darah.

c. Kurang Gerak Badan


Makin kurang gerak badan, makin mudah seseorang terkena diabetes.

Olahraga atau aktivitas fisik membantu kita untuk mengontrol berat badan.

Glukosa darah dibakar menjadi energi. Sel-sel tubuh menjadi lebih sensitif

terhadap insulin. Peredaran darah lebih baik. Dan resiko terjadinya diabetes

tipe II akan turun sampai 50%.


d. Penyakit Lain

Beberapa penyakit tertentu dalam prosesnya cenderung diikuti dengan

tingginya kadar glukosa darah. Akibatnya, seseorang juga bisa terkena

diabetes. Penyakit-penyakit itu antara lain hipertensi, penyakit jantung

koroner, stroke, penyakit pembuluh darah perifer, atau infeksi kulit yang

berlebih

e. Usia
Resiko terkena diabetes akan meningkat dengan bertambahnya usia,

terutama di atas 40 tahun. Namun, belakangan ini, dengan makin banyaknya

anak yang mengalami obesitas, angka kejadian diabetes tipe II pada anak

dan remaja pun meningkat.

D. Patofisiologi

Ibarat suatu mesin, tubuh memerlukan bahan untuk membentuk sel baru

dan mengganti sel yang rusak. Disamping itu tubuh juga memerlukan energi

supaya sel tubuh dapat berfungsi dengan baik. Energi yang dibutuhkan oleh tubuh

berasal dari bahan makanan yang kita makan setiap hari. Bahan makanan tersebut

terdiri dari unsur karbohidrat, lemak dan protein (Sujono dan Sukarmin, 2008).
Pada keadaan normal kurang lebih 50% glukosa yang dimakan

mengalami metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 10% menjadi glikogen

dan 20% sampai 40% diubah menjadi lemak. Pada Diabetes Mellitus semua proses

tersebut terganggu karena terdapat defisiensi insulin. Penyerapan glukosa kedalam

sel macet dan metabolismenya terganggu. Keadaan ini menyebabkan sebagian

besar glukosa tetap berada dalam sirkulasi darah sehingga terjadi hiperglikemia.

Penyakit Diabetes Mellitus disebabkan oleh karena gagalnya hormon insulin.


Akibat kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen

sehingga kadar gula darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat

menahan hiperglikemi ini, karena ambang batas untuk gula darah adalah 180 mg%

sehingga apabila terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak bisa menyaring dan

mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah. Sehubungan dengan sifat gula yang

menyerap air maka semua kelebihan dikeluarkan bersama urine yang disebut

glukosuria. Bersamaan keadaan glukosuria maka sejumlah air hilang dalam urine
yang disebut poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi intra selluler, hal ini akan

merangsang pusat haus sehingga pasien akan merasakan haus terus menerus

sehingga pasien akan minum terus yang disebut polidipsi. Produksi insulin yang

kurang akan menyebabkan menurunnya transport glukosa ke sel-sel sehingga sel-

sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan protein menjadi

menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh, maka

klien akan merasa lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut

poliphagia. Terlalu banyak lemak yang dibakar maka akan terjadi penumpukan

asetat dalam darah yang menyebabkan keasaman darah meningkat atau asidosis.

Zat ini akan meracuni tubuh bila terlalu banyak hingga tubuh berusaha
mengeluarkan melalui urine dan pernapasan, akibatnya bau urine dan napas

penderita berbau aseton atau bau buah-buahan. Keadaan asidosis ini apabila tidak

segera diobati akan terjadi koma yang disebut koma diabetik (Price dan Wilson,

2006).

Akibat yang lain adalah astenia atau kekurangan energi sehingga pasien

menjadi cepat telah dan mengantuk yang disebabkan oleh berkurangnya atau

hilangnya protein tubuh dan juga berkurangnya penggunaan karbohidrat untuk


energi. Hiperglikemia yang lama akan menyebabkan arterosklerosis, penebalan

membran basalis dan perubahan pada saraf perifer. Ini akan memudahkan

terjadinya gangren.

Aterosklerosis menyebabkan aliran darah ke seluruh tubuh terganggu,

pada organ ginjal akan terlihat adanya proteinuria, hipertensi mencetuskan

hilangnya fungsi ginjal dan terjadi insufisiensi ginjal. Pada organ mata terjadi

pandangan kabur. Sirkulasi ekstremitas bawah yang buruk mengakibatkan


neuropati perifer dengan gejala antara lain : kesemutan, parastesia, baal,

penurunan sensitivitas terhadap panas dan dingin. Akibat lain dari gangguan

sirkulasi ekstremitas bawah yaitu lamanya penyembuhan luka karena kurangnya

O2 dan ketidakmampuan fagositosis dari leukosit yang mengakibatkan gangren.

DM Tipe II (NIDDM) terjadi resistensi insulin dan gangguan sirkulasi insulin

yang secara normal akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel.

Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu reaksi

dalam metabolisme glukosa dalam sel. Resistensi insulin pada tipe II disertai

dengan penurunan reaksi intrasel, dengan demikian insulin menjadi tidak efektif

untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.


Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang

berhubungandengan insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.

Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel.

Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian

reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes

tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin

menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.


Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam

darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada

penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin

yang berlebihan, dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal

atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu

mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan

meningkat dan terjadi diabetes tipe II.


Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas dari

diabetes tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk

mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya.

Karena itu, ketoasidosis diabetic tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun

demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut

lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonkotik (HHNK).

Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia lebih

dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat

(selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan

tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat
ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliura, polidipsia, luka pada

kulit yang lama tak sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan kabur. Untuk

sebagian besar pasien (kurang lebih 75%) penyakit diabetes tipe II yang

dideritanya ditemukan secara tidak sengaja (misalnya, pada saat pasien menjalani

pemeriksaan laboratorium yang rutin). Salah satu konskuensi tidak terdeteksinya

penyakit diabetes selama bertahun-tahun adalah bahwa komplikasi diabetes jangka


panjang (misalnya, kelainan mata, neuropati, perifer, kelainan vaskuler perifer)

mungkin sudah terjadi sebelum diagnosa ditegakkan.

Penanganan primer diabetes tipe II adalah dengan menurunkan berat

badan. Karena resistensi insulin berkaitan dengan obesitas. Latihan merupakan

unsur yang penting pula untuk meningkatkan efektifitas insulin. Obat hipoglikemia

oral dapat ditambahkan jika diet dan latihan tidak berhasil mengendalikan kadar

glukosa darah. Jika penggunaan obat oral dengan dosis maksimal tidak berhasil
menurunkan kadar glukosa hingga tingkat yang memuaskan, maka insulin dapat

digunakan. Sebagian pasien memerlukan insulin untuk sementara waktu selama

periode stress fisiologik yang akut, seperti selama sakit atau pembedahan (Sujono

dan Sukarmin, 2008).

E. Tanda dan Gejala

Menurut Lanywati (2007), pada klien dengan DM Tipe II sering ditemukan

gejala-gejala :

a. Kelainan kulit : gatal-gatal, bisul dan luka tidak sembuh

b. Kelainan ginekologis : gatal-gatal sampai dengan keputihan

c. Kesemutan dan baal-baal


d. Lemah tubuh atau cepat lelah

e. Trias gejala hyperglikemi (poliuri, polipagi, polidipsi) ditambah penurunan

BB

Sedangkan pada tahap awal klien dengan Diabetes Mellitus Tipe II/

NIDDM mungkin sama sekali tidak memperlihatkan gejala apapun dan diagnosis

hanya dibuat berdasarkan pemeriksaan darah dan tes toleransi glukosa. Sedangkan
pada tahap lanjut klien akan mengalami gejala yang sama dengan penderita

Diabetes Mellitus Tipe I/ IDDM.

F. Pemeriksaan Diagnostik/ Penunjang

Pemeriksaan penyaring perlu dilakukan pada kelompok dengan resiko tinggi DM.

Yaitu kelompok usia dewasa tua (>40 tahun), obesitas, tekanan darah tinggi,

riwayat keluarga DM, riwayat kehamilan dengan berat badan lahir bayi >4.000 g,

riwaya DM pada kehamilan, dan dislipidemia. Pemeriksaan penyaring dapat


dilakukan dengan pemeriksaan glukosa darah sewaktu, kadar gula darah puasa

(Tabel 53.1), kemudian dapat diikuti dengan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO)

standar. Untuk kelompok resiko tinggi yang hasil penyaringannya negatif, perlu

pemeriksaan penyaring ulang tiap tahun. Bagi pasien berusia 45 tahun tanpa faktor

resiko, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun (Tarwoto, 2012).

Tabel 1 kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik

sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl)

Pemeriksaan Bukan DM Belum pasti DM DM

Kadar glukosa darah sewaktu

Plasma vena <110 110-199 >200

Darah kapiler <90 90-199 >200

Kadar glukosa darah puasa

Plasma vena <110 110-125 >126

Darah kapiler <90 90-109 >110

Cara pemeriksaan TTGO, adalah :

1. Tiga hari sebelum pemeriksaan pasien makan seperti biasa.


2. Kegiatan jasmani sementara cukup, tidak terlalu banyak.
3. Pasien puasa semalam selama 10-12 jam.

4. Periksa glukosa darah puasa.

5. Berikan glukosa 75 g yang dilarutkan dalam air 250 ml, lalu minum dalam

waktu 5 menit.

6. Periksa glukosa darah 1 jam sesudah beban glukosa.

7. Selama pemeriksaan, pasien diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.

Pemeriksaan hemoglobin glikosilasi


Hemoglobin glikosilasi merupakan pemeriksaan darah yang

mencerminkan kadar glukosa darah rata-rata selama periode waktu 2 hingga 3

bulan. Ketika terjadi kenaikan kadar glukosa darah, molekul glukosa akan

menempel pada hemoglobin dalam sel darah merah.

Ada berbagai tes yang mengukur hal yang sama tetapi memiliki nama

yang berbeda, termasuk hemoglobin A1C dan hemoglobin A1. Nilai normal antara

pemeriksaan yang satu dengan yang lainnya, serta keadaan laboratorium yang satu

dan lainnya, memilikmi sedikit perbedaan dan biasanya berkisar dari 4% hingga

8%.

Pemeriksaan urin untuk glukosa


Pada saat ini, pemeriksaan glukosa urin hanya terbatas pada pasien yang

tidak bersedia atau tidak mampu untuk melakukan pemeriksaan glukosa darah.

Prosedur yang umum dilakukan meliputi aplikasi urin pada strip atau tablet

pereaksi dan mencocokkan warna pada strip dengan peta warna.

Pemeriksaan urin untuk keton

Senyawa-senyawa keton (atau badan keton) dalam urin merupakan sinyal

yang memberitahukan bahwa pengendalian kadar glukosa darah pada diabetes tipe
I sedang mengalami kemunduran. Apabila insulin dengan jumlah yang efektif

mulai berkurang, tubuh akan mulai memecah simpana lemaknya untuk

menghasilkan energi. Badan keton merupakan produk-sampingan proses

pemecahan lemak ini, dan senyawa-senyawa keton tersebut bertumpuk dalam

darah serta urin.

G. Komplikasi

Komplikasi DM dapat dibagi menjadi 2 kategori, yaitu komplikasi akut dan


komplikasi menahun.

1. Komplikasi Metabolik Akut

a. Ketoasidosis Diabetik

Apabila kadar insulin sangat menurun, pasien mengalami hiperglikemi

dan glukosuria berat, penurunan glikogenesis, peningkatan glikolisis, dan

peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai penumpukkan benda

keton, peningkatan keton dalam plasma mengakibatkan ketosis,

peningkatan ion hidrogen dan asidosis metabolik. Glukosuria dan

ketonuria juga mengakibatkan diuresis osmotik dengan hasil akhir

dehidasi dan kehilangan elektrolit sehingga hipertensi dan mengalami


syok yang akhirnya klien dapat koma dan meninggal.

b. Hipoglikemi

Seseorang yang memiliki Diabetes Mellitus dikatakan mengalami

hipoglikemia jika kadar glukosa darah kurang dari 50 mg/dl. Hipoglikemia

dapat terjadi akibat lupa atau terlambat makan sedangkan penderita

mendapatkan therapi insulin, akibat latihan fisik yang lebih berat dari

biasanya tanpa suplemen kalori tambahan, ataupun akibat penurunan dosis


insulin. Hipoglikemia umumnya ditandai oleh pucat, takikardi, gelisah,

lemah, lapar, palpitasi, berkeringat dingin, mata berkunang-kunang,

tremor, pusing/sakit kepala yang disebabkan oleh pelepasan epinefrin,

juga akibat kekurangan glukosa dalam otak akan menunjukkan gejala-

gejala seperti tingkah laku aneh, sensorium yang tumpul, dan pada

akhirnya terjadi penurunan kesadaran dan koma.

2. Komplikasi Vaskular Jangka Panjang


a. Mikroangiopaty

Merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang kapiler dan arteriola

retina (retinopaty diabetik), glomerulus ginjal (nefropatik diabetik), syaraf-

syaraf perifer (neuropaty diabetik), otot-otot dan kulit. Manifestasi klinis

retinopati berupa mikroaneurisma (pelebaran sakular yang kecil) dari

arteriola retina. Akibat terjadi perdarahan, neovasklarisasi dan jaringan

parut retina yang dapat mengakibatkan kebutaan. Manifestasi dini

nefropaty berupa protein urin dan hipetensi jika hilangnya fungsi nefron

terus berkelanjutan, pasien akan menderita insufisiensi ginjal dan uremia.

Neuropaty dan katarak timbul sebagai akibat gangguan jalur poliol


(glukosa-sorbitol-fruktosa) akibat kekurangan insulin. Penimbunan sorbitol

dalam lensa mengakibatkan katarak dan kebutaan. Pada jaringan syaraf

terjadi penimbunan sorbitol dan fruktosa dan penurunan kadar mioinositol

yang menimbulkan neuropaty. Neuropaty dapat menyerang syaraf-syaraf

perifer, syaraf-syaraf kranial atau sistem syaraf otonom.


b. Makroangiopaty

Gangguan-gangguan yang disebabkan oleh insufisiensi insulin dapat

menjadi penyebab berbagai jenis penyakit vaskuler. Gangguan ini berupa :

1) Penimbunan sorbitol dalam intima vaskular

2) Hiperlipoproteinemia

3) Kelainan pembekun darah

Pada akhirnya makroangiopaty diabetik akan mengakibatkan penyumbatan


vaskular jika mengenai arteria-arteria perifer maka dapat menyebabkan

insufisiensi vaskular perifer yang disertai Klaudikasio intermiten dan

gangren pada ekstremitas. Jika yang terkena adalah arteria koronaria, dan

aorta maka dapat mengakibatkan angina pektoris dan infark miokardium.

Komplikasi diabetik diatas dapat dicegah jika pengobatan diabetes cukup

efektif untuk menormalkan metabolisme glukosa secara keseluruhan.

H. Penatalaksanaan

Tujuan jangka pendek adalah menghilangkan keluhan atau gejala

sedangkan tujuan jangka panjang adalah mencegah komplikasi, tujuan tersebut

dilakukan dengan cara menormalkan kadar glukosa lipid, dan insulin. Untuk
mempermudah tercapainya tujuan tersebut kegiatan dilaksanakan dalam bentuk

pengelolaan pasien secara holistik dan mengajarkan kegiatan mandiri. Menurit

Lanywati (2007), kegiatan utama penatalaksanaan Diabetes Melitus yaitu :

1. Diet

Penderita DM ditujukan untuk mengatur santapan dengan komposisi seimbang

berupa karbohidrat (60-70 %) protein (10-15 %), dan lemak (20-25 %) yang

dimakan setiap hari. Jumlah kalori yang dianjurkan tergantung sekali terhadap
pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut dan kegiatan jasmani untuk

mencapai BB ideal. Jumlah kandungan kolesterol < 300 mg/hari, jumlah

kandungan serat 25 gram perhari, diutamakan jenis serat larut. Konsumsi garam

dibatasi apabila terjadi hipertensi, pemanis dapat digunakan secukupnya.

2. Pengaturan Aktifitas Fisik

Latihan fisik atau bekerja mempengaruhi pengaturan kadar glukosa darah

penderita DM. Latihan fisik membantu mempermudah transport glukosa ke


dalam sel. Agar penderita dalam melakukan pengaturan kadar glukosa yang

lebih baik, maka diperlukan pengaturan waktu yang tepat dalam melakukan

latihan fisik.

3. Agen Hipoglikemi

Jika pasien telah melakukan pengaturan makan dan melakukan latihan jasmani

yang teratur tetapi kadar glukosa darahnya masih belum turun, dipertimbangkan

pemakaian obat berkhasiat hipoglikemi (oral/suntikan)

I. Prognosis

Sekitar 60 % pasien DMTI yang mendapat insulin dapat bertahan hidup

seperti orang normal. Sisanya dapat mengalami kebutaan, gagal ginjal kronik, dan
kemungkinan untuk meninggal lebih cepat. Jika kadar gula darah tidak terkontrol,

sebagian besar komplikasi jangka panjang berkembang secara progresif. Seorang

obesitas yang menderita diabetes meiltus tipe II tidak akan memerlukan

pengobatan jika mereka menurunkan berat badannya dan berolahraga secara

teratur. Namun, pada kebanyakan penderita merasa kesulitan menurunkan berat

badan dan melakukan olahraga yang teratur.


DM merupakan penyakit kronis yang memerlukan modifikasi gaya hidup

dan pengobatan selama seumur hidup. Meskipun tidak mudah dilaksanakan para

pasien DM, keberadaan bentuk-bentuk terapi DM yang baru dengan penurunan

komplikasi telah memberikan harapan bahwa mereka dapat menjalani kehidupan

yang normal dan sehat.

Kematian adalah dua sampai tiga kali lebih tinggi di antara orang dengan

diabetes tipe 2 dibandingkan pada populasi umum. Sebanyak 75% orang dengan
diabetes melitus tipe 2 akan mati karena penyakit jantung dan 15% dari stroke.

Angka kematian akibat penyakit kardiovaskuler hingga lima kali lebih tinggi pada

orang dengan diabetes dibandingkan orang tanpa diabetes. Untuk setiap kenaikan

1% pada level HbA1c, resiko kematian dari penyebab diabetes meningkat terkait

dengan 21% (Mirza, 2009).


BAB II

KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Sumber Informasi Fokus Pengkajian
Sumber Data
Hasil Data
Data Primer Hasil Interview
No. Observasi Sekunder Ket.
Fokus Pengkajian
Hasil Auto Allo
Kuesioner
Pemeriksaan Anamnesa Anamnesa
1. Faktor Resiko
a. Ras atau etnis √ √ √
b. Obesitas √ √
c. Aktifitas √ √
d. Penyakit lain √ √
e. Usia √ √
f. Riwayat Keluarga DM √ √ √
g. Merokok √
h. Penyalahgunaan Zat (NAPZA) √ √
2. Tanda Gejala
a. Kelainan kulit √ √ √ √
b. Sering haus √ √
c. Sering kencing dimalam hari √ √
d. Sering lapar √ √
e. Luka yang sulit sembuh √ √ √
f. BB turun tanpa sebab √ √ √
g. CRT >3 detik √
h. Edema (bengkak) √ √
i. Nyeri √ √
3. Kadar Gula darah √ √ √
4. Adanya Komplikasi

a. Stroke √ √ √ √

b. Penyakit Jantung √ √ √

c. Gagal Ginjal √ √ √

d. Demensia √ √

e. Gangguan Pendengaran √ √
f. Retinopati √ √ √ √ √

g. Hipertensi √ √ √ √ √

h. Hiperglikemi √ √

5. Gangren √ √
KUESIONER PENEMUAN DINI DIABETES MELLITUS

No. Kuesioner : _______

A. IDENTITAS

NAMA :
JENIS KELAMIN :
USIA :
SUKU :
PEKERJAAN :
ALAMAT :

B. PETUNJUK
Mohon diisi pertanyaan-pertanyaan dibawah ini dengan memberikan jawaban
yangbenar sesuai pendapat bapak / ibu.

C. PENGUKURAN FAKTOR RESIKO


a. Berat badan : Kg
b. Tinggi badan : cm
c. Tekanan darah : mmHg
d. Kadar gula darah : gr/dl
e. Lingkar Perut : cm
f. IMT :

D. KUESIONER
1. Riwayat Keluarga dengan DM: Ya Tidak
2. Jika ya, hubungan dengan keluarga tersebut
a. Ibu Kandung b. Ayah Kandung
c. Saudara Perempuan d. Saudara Laki-laki
3. Apakah anda merokok ? : Ya Tidak
4. Apakah anda suka minum alkohol ? : Ya Tidak
5. Kehamilan dengan DM : Ya Tidak
6. Saudara/i lahir dengan Bayi BB < 2,5 kg : Ya Tidak
7. Aktivitas Fisik
Aktivitas Fisik : Ya / Tidak
Bila ya : Teratur/ Tidak
Bila teratur : Kali/ minggu
Hari : Senin, Selasa, Rabu,
Kamis,Jum’at,Sabtu, Minggu
: menit
8. Berapa kali anda makan nasi dalam sehari ?
a. 1 kali c. 3 kali
b. 2 kali d. > 3 kali
9. Apa yang sering anda makan ?
a. Daging c. Tempe/Tahu
b. Ayam/Telur Ayam d. Ikan
10. Seberapa sering anda makan (jawaban nomor 10) ?
a. < 4 porsi tiap hari
b. > 4 porsi tiap hari
11. Seberapa sering anda mengkonsumsi sayur (sayuran hijau, wortel, tomat, paprika)?
a. Tidak pernah
b. 2 porsi per hari
c. > 2 porsi per hari
12. Seberapa sering anda mengkonsumsi camilan (keripik, kue, kerupuk, kentang
goreng, dll) ?
a. Tidak pernah c. 2 kali per minggu
b. 1 kali per minggu d. > 2 kali per minggu
PENGETAHUAN
13. Diabetes melitus adalah menumpuknya zat gula pada cairan…
a. darah c. urin
b. getah bening d. keringat
14. Gejala diabetes melitus adalah…
a. banyak makan, sedikit minum, sedikit kencing
b. sedikit makan, sedikit minum, sedikit kencing
c. banyak makan, sering minum, sering kencing
d. sedikit makan, banyak minum, sedikit kencing
15. Diabetes melitus termasuk penyakit…
a. Menular c. Turunan
b. Bawaan d. Infeksi
16. Makanan yang harus dibatasi penggunaannya oleh penderita DM adalah yang
mengandung rasa…
a. asam c. pahit
b. manis d.asam
17. Dibawah ini dampak dari DM adalah…
a. gangren/borok di kaki c. dehidrasi
b. radang paru-paru d. hipertensi
18. Salah satu gejala yang timbul dalam waktu lama pada DM adalah…
a. mata kabur c. banyak minum
b. BB turun d. mudah lelah
19. Dibawah ini penyebab gangren/borok pada kaki penderita DM adalah…
a. kadar gula darah meningkat c. Penyumbatan pembuluh darah
b. infeksi d. Kepanasan
PEMERIKSAAN FISIK & ANAMNESIS
20. Kulit
a. Menghitam c. Gatal
b. Bersisik d. Kering
21. Gangguan Penglihatan
a. Kabur c. Rabun dekat
b. Buta Warna d.Rabun jauh
22. Hasil pengukuran Tekanan Darah
a. 80-120 mmHg c. 141-160 mmHg
b. 121-140 mmHg d. >160 mmHg
23. Kondisi luka/ gangren
a. Ber air c. Menghitam
b. Kering d. Memerah
24. Berapa bungkus rokok yang anda habiskan?
a. ½-1 bungkus c. 1-2 bungkus
b. 1 bungkus d. > 2 bungkus
25. Berapa kedalaman pitting edema/Bengkak ?
a. 1-3 mm (derajat 1), kembali 3 detik c. 6-7 mm (derajat 3), kembali 7
detik
b. 4-5 mm (derajat 2), kembali 5 detik d. >7 mm (derajat 4), kembali >
7 detik
26. Berapa CRT (Capillary Refill Time) ?
a. ≤3detik
b. ≥ 4 detik
AUTO ANAMNESA
PERNYATAAN
No. PERTANYAAN
YA TIDAK
27. Apakah Anda sering haus?
28. Apakah Anda sering kencing di malam hari?
29. Apakah Anda sering lapar?
30. Apakah Anda mengalami luka yang sulit sembuh?
31. Apakah BB anda turun tanpa sebab selama 1 bulan?
32. Apakah Anda mempunyai penyakit stroke?
33. Apakah Anda mempunyai penyakit jantung?
34. Apakah Anda mempunyai penyakit gagal ginjal?
35. Apakah Anda merasa sering lupa?
36. Apakah Anda merokok?
37. Apakah Anda pernah mengkonsumsi NAPZA?
1. Berasal dari suku manakah Anda?
Jawab:..................................................................................................................
2. Apa yang Anda keluhkan sekarang?
Jawab:..................................................................................................................
3. Berapakah usia Anda sekarang
Jawab:..................................................................................................................
4. Apakah Anda pernah mengkonsumsi NAPZA ? Jenis apakah itu?
Jawab:..................................................................................................................
5. Berapa gelas yang air yang Anda minum dalam sehari?Apakah sering haus?
Jawab:..................................................................................................................
6. Apakah Anda sering kencing dimalam hari? Berapa kali?
Jawab:..................................................................................................................
7. Berapa kali Anda makan dalam sehari?Apakah sering merasa lapar?
Jawab:..................................................................................................................
8. Apakah Anda mengalami penurunan berat badan tanpa sebab selama
sebulan?Berapa kilogram?
Jawab:..................................................................................................................
9. Bagian tubuh mana yang terasa nyeri saat ini?
Jawab:..................................................................................................................
10. Penyakit apa yang menyertai Anda setelah terkena Diabetes Melitus?
Jawab:.................................................................................................................

DIAGNOSA KELOMPOK
1. Ketidakmampuan Mempertahankan Kesehatan
2. Ketidakmampuan Manajemen Regimen Diet
SATUAN ASUHAN KEPERAWATAN (SAK)

Data Pendukung Diagnosa Keperawatan NOC NIC


Masalah Kode Diagnosis Kode Hasil Kode Intervensi
Data Pendukung Masalah Kesehatan Komunitas : Diabetes Mellitus
 Kegagalan 10000 Ketidakmampuan Pencegahan Primer Pencegahan Primer
melakukan 918 Mempertahankan 2701 NOC : Status Kesehatan Komunitas 5602 NIC: Pengajaran Proses
tindakan untuk Kesehatan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Penyakit
mengurangi diharapkan pasien dapat  Kaji tingkat pengetahuan
faktor resiko mempertahankan kesehatannya pasien terkait dengan proses
 Kegagalan Dengan kriteria hasil : penyakit yang spesifik
memasukkan Indikator IR ER  Review pengetahuan pasien
regimen  Status kesehatan mengenai kondisinya
pengobatan orang dewasa  Kenali pengetahuan pasien
dalam  Tingkat partisipasi mengenai kondisinya
kehidupan dalam pelayanan  Jelaskan tanda dan gejala yang
sehari-hari perawatan kesehatan umum dari penyakit sesuai
 Kesulitan preventif kebutuhan
dengan regimen  Tingkat partisipasi  Edukasi pasien mengenai
yang dalam program tindakan untuk
diprogramkan kesehatan komunitas mengntrol/meminimalkan
 Pilihan yang  Kesesuaian dengan gejala sesuai kebutuhan
tidak efektif standar kesehatan
dalam hidup lingkungan Pencegahan Sekunder
sehari-hari  Standar kesehatan 4310 NIC : Terapi Aktivitas
untuk komunitas untuk  Tingkatkan gaya hidup dengan
memenuhi ukuran dan evaluasi melalui aktifitas fisik untuk
tujuan kesehatan ditetapkan mencegah peningkatan berat
kesehatan badan yang tidak diinginkan
 Ktidakberdayaa Pencegahan Sekunder  Sarankan metode-metode untuk
n NOC: Perilaku Patuh Pengobatan meningkatkan aktifitas fisik
 Kurang 1623 Yang Disarankan yang tepat
pengetahuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan  Ciptakan lingkungan yang aman
tentang program diharapkan klien dapat patuh minum untuk dapat melakukan
terapeutik obat. pergerakan otot secara berkala
 Kompleksitas Dengan kriteria hasil : sesuai dengan indikasi
regimen Indikator IR ER
terapeutik  Manginformasi
kan 2380 Pencegahan Tersier
professional NIC : Skrining Kesehatan
kesehatan  Tentukan populasi target
mengenai untuk dilakukan pemeriksaan
semua obat  Iklankan layanan skrining
yang untuk meningkatkan
dikonsumsi kesadaran masyarakat
 Mengonsumsi  Dapatkan riwayat keshatan
semua obat yang sesuai,termasuk
yang telah deskripsi kebiasaan
dilakukan kesehatan , faktor resiko dan
 Minum obat obat-obatan
sesuai dosis  Dapatkan riwayat kesehatan
 Mengelola obat keluarga maupun komunitas
dengan benar yang sesuai
 Lakukan pengkajian fisik
 Ukur tekanan darah,tinggi
badan, ,kolesterol dan kadar
glukosa darah .
Pencegahan Tersier
1608 NOC: Kontrol Gejala
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
diharapkan klien dapat mengontrol
gejala yang muncul.
Dengan kriteria hasil :
Indikator IR ER
 Memantau
munculnya
gejala
 Memantau
Keparahan
Gejala
 Melakukan
tindakan-
tindakan
pencegahan
 Melakukan
tindakan untuk
mengurangi
gejala
10022 Ketidakmampuan Pencegahan Primer 5614 Pencegahan Primer
 Gagal
592 Manajemen 1823 NOC : Pengetahuan Promosi NIC : Pengajaran :Peresapan
melakukan
Regimen Diet Kesehatan Diet
tindakan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan  Kaji tingkat pengetahuan
 Asupan diet
diharapkan pasien dapat mengetahui pasien mengenai diet yang
tidak cukup
pemahaman tentang penyakit yang disarankan
 Gagal mencapai
Dengan kriteria hasil :  Kaji pola makan pasien saat
pengendalian
Indikator IR ER ini dan sebelumnya termasuk
optimal
 Karakter spesifik makanan yang disukai
 Kurang
penyakit  Kaji pasien dan keluarga
kepatuhan pada
 Faktor Risiko mengenai pandangan,
rencana
 Tanda dan gejala kebudayaan, dan faktor lain
manajemen
penyakit yang mempengaruhi kemauan
diabetes
 Strategi untuk pasien dalam mengikuti diet
 Obesitas
meminimalkan  Ajarkan pasien nama-nama
 Tidak menerima
perkembangan makanan yang sesuai dengan
perubahan
penyakit diet yang disarankan
status kesehatan
 Kurang  Kelompok dukungan  Jelaskan pada pasien mengenai
dukungan sosial yang tersedia tujuan kepatuhan terhadap diet
 Percaya diri  Instruksikan ke pasien untuk
yang rendah Pencegahan Sekunder menghindari makanan yang di
 Sikap negatif 1622 NOC : Perilaku Patuh : Diet yang pantang dan mengkonsumsi
terhadap Disarankan makanan yang di perbolehkan
perilaku Setelah dilakukan tindakan keperawatan  Bantu pasien memilih
kesehatan diharapkan pasien dapat diet sesuai makanan kesukaan yang sesuai
 Pola makan yang disarankan diet yang disarankan
yang tidak Kriteria Hasil :  Observasi bagaimana pasien
teratur Indikator IR ER memilih makanan
 Aktifitas yang  Membahas aktifitas  Sediakan contoh menu
kurang rekomendasi dengan makanan yang sesuai
professional
kesehatan Pencegahan Sekunder
 Berpartisipasi dalam 1020 NIC : Penahapan Diet
menetapkan tujuan  Berikan nutrisi per oral sesuai
diet yang bisa dicapai kebutuhan
bersama professional  Kolaborasikan dengan tenaga
kesehatan kesehatan lain untuk
 Memilih makanan dan meningkatkan diet
cairan yang sesui  Monitor toleransi peningkatan
denga diet yang diet
disarankan  Ciptakan lingkungan yang
 Rencana makan memungkinkan diet
sesuai dengan diet  Monitor kondisi pasien sesuai
yang ditentukan dengan diet yang disarankan
 Mengikuti 1100 NIC : Manajemen Nutrisi
rekomendasi dalam  Tentukan status gizi pasien
tahap diet dan kemampuan pasien untuk
 Menghgindari memenuhi kebutuhan gizi
makanan dan  Instruksikan pasien mengenai
minuman yang tidak kebutuhan nutrisi yaitu
diperbolehkan dalam pembahasan pedoman diet
diet  Tentukan jumlah kalori dan
jenis nutrisi yang ditentukan
 Atur diet yang di perlukan
 Ciptakan lingkungan yang
Pencegahan Tersier optimal pada saat
1902 NOC : Kontrol Resiko mengkonsumsi makanan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan  Pastikan makanan disajikan
diharapkan pasien dapat mengontrol dengan cara yang menarik
resiko penyakit  Anjurkan pasien mengenai
Kriteria Hasil : modifikasi diet yang
Indikator IR ER diperlukan
 Mengidentifikasi  Anjurkan pasien terkait
faktor resiko dengan kebutuhan diet untuk
 Mengenali faktor kondisi sakit
resiko  Monitor kalori dan asupan
 Memodifikasi gaya makanan
hidup untuk Pencegahan Tersier
mengurangi resiko 1160 NIC : Monitor Nutrisi
 Mengenali perubahan  Timbang berat badan
status kesehatan Pasien
 Memonitor perubahan  Lakukan pengukuran
status kesehatan antropometri

 Mengembangkan  Monitor diet dan asupan


strategi yang efektif kalori
dalam mengontrol  Tinjau ulang sumber lain
resiko terkait data status nutrisi
 Tentukan faktor-faktor
yang mempengaruhi
asupan nutrisi
Pengkajian merupakan tahap dimana perawat mengumpulkan data secara
sistematis, memilih dan mengatur data yang dikumpulkan dan
mendokumentasikan data dalam format yang didapat. Untuk itu diperlukan
kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat
memberikan arah terhadap tindakan keperawatan (Tarwoto, 2012). Keberhasilan
proses keperawatan sangat bergantung pada tahap ini yang terbagi atas :
1. Pengumpulan data
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam
menentukan status kesehatan dan pola pertahanan penderita ,
mengidentifikasikan, kekuatan dan kebutuhan penderita yang dapt diperoleh
melalui anamnese, pemeriksaan fisik, pemerikasaan laboratorium serta
pemeriksaan penunjang lainnya.
2. Anamnese
a. Identitas penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat,
status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit
dan diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
Menggambarkan alasan seseorang masuk rumah sakit. Pada umumnya
keluhan utamanya yakni adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah,
rasa raba yang menurun, adanya luka yang tidak sembuh – sembuh dan
berbau, adanya nyeri pada luka.
Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien
digunakan:
a. Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor
presipitasi nyeri.
b. Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
c. Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
d. Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya.
e. Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari.
3. Riwayat kesehatan sekarang
Menggambarkan perjalanan penyakit yang saat ini sedang dialaminya. Berisi
tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta upaya yang telah
dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
4. Riwayat kesehatan dahulu
5. Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang ada kaitannya
dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya riwayat
penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah
di dapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita.
6. Riwayat kesehatan keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang
juga menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan
terjadinya defisiensi insulin misal hipertensi, jantung.
7. Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami
penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap
penyakit penderita.
8. Genogram
Genogram dapat menunjukan riwayat kesehatan keluarga, adanya faktor
keturunan atau genetik sebagai faktor predisposisi penyakit yang di derita klien.
Pada kasus diabetes militus, salah satu penyebabnya menyebutkan bahwa
beberapa orang bisa menjadi pembawa bakat (berupa gen).
9. Pola kegiatan sehari-hari ( 11 pola Gordon )
a. Pola persepsi management kesehatan
Menjelaskan tentang persepsi atau pandangan klien terhadap sakit yang
dideritanya, tindakan atau usaha apa yang dilakukan klien sebelum dating
kerumah sakit, obat apa yang telah dikonsumsi pada saat akan dating
kerumah sakit. Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi
management kesehatan karena kurangnya pengetahuan tentang dampak
gangren kaki diabetik sehingga menimbulkan persepsi yang negatif terhadap
dirinya dan kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan dan
perawatan yang lama, oleh karena itu perlu adanya penjelasan yang benar
dan mudah dimengerti pasien.
b. Pola nutrisi dan metabolisme
Menggambarkan asupan nutrisi, keseimbangan cairan dan elektrolit, kondisi
rambut, kuku dan kulit, kebiasaan makan, frekuensi makan, nafsu makan,
makanan pantangan, makanan yang disukai dan banyaknya minum yang
dikaji sebelum dan sesudah masuk RS. Pada pasien DM akibat produksi
insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin maka kadar gula darah
tidak dapat dipertahankan sehingga menimbulkan keluhan sering kencing,
banyak makan, banyak minum, berat badan menurun dan mudah lelah.
Keadaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan
metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan penderita.
c. Pola eliminasi
Menggambarkan pola eliminasi klien yang terdiri dari frekuensi, volume,
adakah disertai rasa nyeri, warna dan bau. Pada kasus DM adanya
hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang menyebabkan
pasien sering kencing (poliuri) dan pengeluaran glukosa pada urine
(glukosuria ). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada gangguan.
d. Pola tidur dan istirahat
Menggambarkan penggunaan waktu istirahat atau waktu senggang, kesulitan
dan hambatan dalam tidur, pada pasien dengan kasusu DM Adanya poliuri,
nyeri pada kaki yang luka dan situasi rumah sakit yang ramai akan
mempengaruhi waktu tidur dan istirahat penderita, sehingga pola tidur dan
waktu tidur penderita mengalami perubahan.
e. Pola aktivitas dan latihan
Menggambarkan kemampuan beraktivitas sehari-hari, fungsi pernapasan dan
fungsi sirkulasi. Pada kasus DM adanya luka gangren dan kelemahan otot –
otot pada tungkai bawah menyebabkan penderita tidak mampu
melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal, penderita mudah
mengalami kelelahan.
f. Pola persepsi dan konsep diri
Menggambarkan citra diri, identitas diri, harga diri dan ideal diri seseorang
dimana perubahan yang terjadi pasa kasus DM adanya perubahan fungsi dan
struktur tubuh akan menyebabkan penderita mengalami gangguan pada
gambaran diri. Luka yang sukar sembuh, lamanya perawatan, banyaknya
biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami
kecemasan dan gangguan peran pada keluarga (self esteem).
g. Pola hubungan dan peran
Menggambarkan tentang hubngan klien dengan lingkungan disekitar serta
hubungannya dengan keluarga dan orang lain. Seseorang dengan kasus DM
akan menyebabkan Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau
menyebabkan penderita malu dan menarik diri dari pergaulan.
h. Pola seksual dan reproduksi
Meggambarkan tentang seksual klien. Dampak angiopati dapat terjadi pada
sistem pembuluh darah di organ reproduksi sehingga menyebabkan
gangguan potensi sek, gangguan kualitas maupun ereksi, serta memberi
dampak pada proses ejakulasi serta orgasme.
i. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress
Menggambarkan kemampuan koping pasien terhadap masalah yang dialami
dan dapat menimbulkan ansietas. Lamanya waktu perawatan, perjalanan
penyakit yang kronik, perasaan tidak berdaya karena ketergantungan
menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa marah, kecemasan,
mudah tersinggung dan lain – lain, dapat menyebabkan penderita tidak
mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif / adaptif.
j. Pola tata nilai dan kepercayaan
Menggambarkan sejauh mana keyakinan pasien terhadap kepercayaan yang
dianut dan bagaimana dia menjalankannya. Adanya perubahan status
kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta luka pada kaki tidak
menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi mempengaruhi
pola ibadah penderita.
10 Pemeriksaan fisik
a. Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat
badan dan tanda – tanda vital.
b. Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga
kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering
terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah
bengkak dan berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa
mata keruh.
c. Sistem integumen
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka,
kelembaban dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren, kemerahan
pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.
d. Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM mudah
terjadi infeksi.
e. Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang, takikardi/
bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
f. Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase,
perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
g. Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat
berkemih.
h. Sistem muskuloskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat
lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
i. Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek
lambat, kacau mental, disorientasi.
11. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
a. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120
mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl.
b. Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan
dilakukan dengan cara Benedict (reduksi). Hasil dapat dilihat melalui
perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan
merah bata ( ++++ ).
c. Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai
dengan jenis kuman.
12. Analisa Data
Data yang sudah terkumpul selanjutnya dikelompokan dan dilakukan analisa
serta sintesa data. Dalam mengelompokan data dibedakan atas data subyektif
dan data obyektif dan berpedoman pada teori Abraham Maslow yang terdiri
dari :
a. Kebutuhan dasar atau fisiologis
b. Kebutuhan rasa aman
c. Kebutuhan cinta dan kasih sayang
d. Kebutuhan harga diri
e. Kebutuhan aktualisasi diri
f. Data yang telah dikelompokkan tadi di analisa sehingga dapat diambil
kesimpulan tentang masalah keperawatan dan kemungkinan penyebab, yang
dapat dirumuskan dalam bentuk diagnosa keperawatan meliputi aktual,
potensial, dan kemungkinan.
B. Diagnosa
1. Defisit Volume Cairan
2. Pola Nafas tidak efektif
3. Resiko Infeksi
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
5. Cemas
6. Nyeri
7. PK: Hipoglikemi
PK: Hiperglikemi
8. Perfusi jaringan tidak efektif b.d hipoksemia jaringan.
9. Kurang pengetahuan
DAFTAR PUSTAKA

Johnson, M.,et all. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition.
IOWA Intervention Project: Mosby
Tartowo. 2012. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Endokrin. Jakarta :
Tim)
Mirza. 2009. RSSDI Textbook Of Diabetes Melitus. Edisi 2. India : Jaypee Brother
Medical Publishers.
Lanywati, Endang (2007). Diabetes Melitus Penyakit Kencing Manis. Yokyakarta:
kanisius.
Mc Closkey, C.J., Iet all, 2008, Nursing Interventions Classification (NIC) econd
Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.
Price & Wilson (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta:
EGC.
Sujono & Sukarmin (2008). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan
Eksokrin & Endokrin pada Pankreas. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai