Anda di halaman 1dari 49

MODUL PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

KEPEMIMPINAN TINGKAT IV

Lembaga Administrasi Negara -Republik Indonesia


2008
Hak Cipta © Pada : Lembaga Administrasi Negara
Edisi Tahun 2008
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia
Jl. Veteran No. 10 Jakarta 10110
Telp. (62 21) 3868201, Fax. (62 21) 3800188 SAMBUTAN

Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas


Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok
Kepegawaian menegaskan bahwa dalam rangka usaha mencapai
tujuan nasional, diperlukan Pegawai Negeri Sipil yang
Konsep dan Indikator Pembangunan berkemampuan melaksanakan tugas secara profesional. Untuk
mewujudkan profesionalisme PNS ini, mutlak diperlukan
peningkatan kompetensi, khususnya kompetensi kepemimpinan
bagi para pejabat dan calon pejabat Struktural Eselon IV baik di
lingkungan pemerintah pusat maupun daerah. Sebagai pejabat
struktural yang berada pada posisi paling depan atau ujung tombak,
pejabat struktural eselon IV memainkan peran yang sangat penting
karena bertanggung jawab dalam mensukseskan pelaksanaan
Jakarta – LAN – 2008
kegiatan-kegiatan secara langsung, sehingga buah karyanya dapat
96 hlm: 15 x 21 cm
dirasakan secara langsung oleh masyarakat.
ISBN: 979 – 8619 – 51 - x
Untuk mempercepat upaya peningkatan kompetensi tersebut,
Lembaga Administrasi Negara (LAN) telah menetapkan kebijakan
desentralisasi dalam penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan
Kepemimpinan (Diklatpim) Tingkat IV. Dengan kebijakan ini,
jumlah penyelenggaraan Diklatpim Tingkat IV dapat lebih
ditingkatkan sehingga kebutuhan akan pejabat struktural eselon IV
yang profesional dapat terpenuhi. Agar penyelenggaraan Diklatpim
Tingkat IV menghasilkan alumni dengan kualitas yang sama,
walaupun diselenggarakan dan diproses oleh Lembaga Pendidikan
dan Pelatihan (Diklat) yang berbeda, maka LAN menerapkan
kebijakan standarisasi program Diklatpim Tingkat IV. Proses
iii
iv Konsep dan Indikator Pembangunan

standarisasi meliputi keseluruhan aspek penyelenggaraan Diklat, KATA PENGANTAR


mulai dari aspek kurikulum yang meliputi rumusan kompetensi, mata
Diklat dan strukturnya, metode dan skenario pembelajaran sampai
pada pengadministrasian penyelenggaranya. Dengan proses
standarisasi ini, maka kualitas penyelenggaraan dan alumni dapat Sejalan dengan upaya mewujudkan Pegawai Negeri Sipil yang
lebih terjamin. profesional melalui jalur pendidikan dan pelatihan (Diklat),
pembinaan Diklat khususnya Diklat Kepemimpinan (Diklatpim)
Salah satu unsur penyelenggaraan Diklatpim Tingkat IV yang Tingkat IV ke arah Diklat berbasis kompetensi, terus dilakukan
mengalami proses standarisasi adalah modul untuk para peserta sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Peraturan
(participants’ book). Disadari sejak modul-modul tersebut Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 Tentang Pendidikan dan
diterbitkan, lingkungan strategis khususnya kebijakan-kebijakan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil. Salah satu upaya pembinaan
nasional pemerintah juga terus berkembang secara dinamis. Di yang telah ditempuh adalah melalui penerbitan modul Diklat.
samping itu, konsep dan teori yang mendasari substansi modul juga
mengalami perkembangan. Kedua hal inilah yang menuntut Kehadiran modul Diklatpim Tingkat IV ini memiliki nilai strategis
diperlukannya penyempurnaan secara menyeluruh terhadap modul- karena menjadi acuan dalam proses pembelajaran, sehingga
modul Diklatpim Tingkat IV ini. kebijakan pembinaan Diklat yang berupa standarisasi
penyelenggaraan Diklat dapat diwujudkan. Oleh karena itu, modul ini
Oleh karena itu, saya menyambut baik penerbitan modul-modul yang dapat membantu widyaiswara atau fasilitator Diklat dalam mendisain
telah mengalami penyempurnaan ini, dan mengharapkan agar peserta pengajaran yang akan disampaikan kepada peserta Diklat; membantu
Diklatpim Tingkat IV dapat memanfaatkannya secara optimal, pengelola dan penyelenggara Diklat dalam penyelenggaraan Diklat;
bahkan dapat menggali kedalaman substansinya di antara sesama dan membantu peserta Diklat dalam mengikuti proses pembelajaran.
peserta dan para Widyaiswara dalam berbagai kegiatan pembelajaran Untuk maksud inilah maka dilakukan penyempurnaan terhadap
selama Diklat berlangsung. Semoga modul hasil perbaikan ini dapat keseluruhan modul Diklat Kepemimpinan Tingkat IV yang meliputi
dipergunakan sebaik-baiknya. substansi dan format.

Kepada Drs. Irawan Kadiman, MA selaku penulis serta seluruh Disadari bahwa perkembangan lingkungan strategis berlangsung
anggota Tim yang telah berpartisipasi, kami ucapkan terima kasih lebih cepat khususnya terhadap dinamika peraturan perundangan
atas kesungguhan dan dedikasinya. yang diterbitkan dalam rangka perbaikan sistem penyelenggaraan
pemerintahan negara, maka kualitas modul terutama kesesuaian isi
Jakarta, Juli 2008 dengan kebijakan yang berkembang perlu terus dipantau dan
disesuaikan manakala terdapat hal-hal yang sudah tidak relevan lagi.
KEPALA Sehubungan dengan hal ini, modul ini dapat pula dipandang sebagai
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA bahan minimal Diklat, dalam artian bahwa setelah susbstansinya
REPUBLIK INDONESIA disesuaikan dengan perkembangan yang ada, maka dapat
dikembangkan selama relevan dengan hasil belajar yang akan dicapai
dalam modul ini. Oleh karena itu, kami harapkan bahwa dalam
SUNARNO rangka menjaga kualitas modul ini, peranan widyaiswara termasuk
v
vi Konsep dan Indikator Pembangunan

peserta Diklat juga dibutuhkan. Kongkritnya, widyaiswara dapat DAFTAR ISI


melakukan penyesuaian dan pengembangan terhadap isi modul,
sedangkan peserta Diklat dapat memperluas bacaan yang relevan
dengan modul ini, sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung
dinamis, interaktif dan aktual. SAMBUTAN ............................................................................. iii
KATA PENGANTAR................................................................ v
Selamat memanfaatkan modul Diklat Kepemimpinan Tingkat IV ini.
Semoga melalui modul ini, kompetensi kepemimpinan bagi peserta DAFTAR ISI .............................................................................. vii
Diklat Kepemimpinan Tingkat IV dapat tercapai. BAB I PENDAHULUAN ..................................................... 1
A. Latar Belakang..................................................... 1
Jakarta, Juli 2008 B. Deskripsi Singkat................................................. 2
DEPUTI BIDANG PEMBINAAN C. Hasil Belajar ........................................................ 2
PENDIDIKAN DAN PELATIHAN D. Indikator Hasil Belajar ........................................ 3
APARATUR
E. Materi Pokok ....................................................... 3
F. Manfaat................................................................ 4
NOORSYAMSA DJUMARA
BAB II ARTI PEMBANGUNAN .......................................... 5
A. Pendahuluan ........................................................ 5
B. Beberapa Arti Pembangunan ............................... 7
C. Pengaruh Sistem Nilai Pada Arti Pembangunan . 17
D. Arti Pembangunan di Indonesia .......................... 21
E. Rangkuman.......................................................... 28
F. Latihan................................................................. 29

BAB III BEBERAPA KONSEP PEMBANGUNAN .............. 30


A. Pendahuluan ....................................................... 30
B. Konsep Ekonomi Makro...................................... 31

vii
viii Konsep dan Indikator Pembangunan

C. Konsep Kependudukan dan Ketenagakerjaan ..... 34 BAB I


D. Konsep Pembangunan Yang PENDAHULUAN
Menyangkut Kemisikinan.................................... 45
E. Rangkuman .......................................................... 47
F. Latihan ................................................................. 48 A. Latar Belakang
Ruang lingkup materi pembelajaran ini meliputi pembahasan
BAB IV INDIKATOR PEMBANGUNAN.............................. 49 tentang arti pembangunan, beberapa konsep pembangunan yang
A. Indikator Ekonomi Makro ................................... 49 lazim dipakai dalam pembahasan teori dan masalah
B. Indikator Kesempatan Kerja ................................ 50 pembangunan, beberapa indikator pembangunan yang
C. Indikator Pemerataan ........................................... 68 berhubungan dengan beberapa konsep pembangunan terdahulu
untuk sampai pada pembahasan masalah pembangunan.
D. Indikator Kemiskinan .......................................... 78
E. Latihan ................................................................. 83
Bagi aparatur negara (baik di pusat maupun di daerah) yang telah
F. Rangkuman .......................................................... 84 secara rutin terlibat dalam berbagai proyek pembangunan
maupun dalam penyusunan berbagai kebijaksanaan, terdapat
BAB V PENUTUP................................................................... 85 kecenderungan untuk mengartikan pembangunan dalam arti
A. Kesimpulan .......................................................... 85 sempit sehingga kehilangan perspektif pembangunan dalam arti
B. Tindak lanjut........................................................ 86 yang utuh dan menyeluruh (holistik).

Aparatur negara sebagai praktisi pembangunan bertugas untuk


DAFTAR PUSTAKA................................................................. 87
mengikuti perkembangan pelaksanaan pembangunan, sehingga
DAFTAR DOKUMEN............................................................... 88 perlu menguasai berbagai indikator pembangunan agar dapat
mengidentifikasi masalah-masalah pembangunan dan dapat
merumuskan berbagai alternatif jalan keluarnya.
Untuk itu, materi pembelajaran mata Diklat ini disusun
berdasarkan uraian berikut:

1
2 Konsep dan Indikator Pembangunan Modul Diklatpim Tingkat IV 3

B. Deksripsi Singkat D. Indikator Hasil Belajar


Mata Diklat Konsep dan Indikator Pembangunan membahas Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta diharapkan mampu
tentang arti pembangunan, beberapa konsep pembangunan yang memahami:
lazim dipakai dalam pembahasan teori dan masalah  Pergeseran pendekatan pembangunan yang dimulai sejak
pembangunan, beberapa indikator pembangunan yang merebaknya trend globalisasi, krisis ekonomi, dan reformasi
berhubungan dengan beberapa konsep pembangunan di dalam 1998;
perkembangan pembangunan di Indonesia mulai dari akhir abad  Berbagai perspektif dari arti pembangunan;
ke-20 sampai memasuki abad ke-21, dari mulai krisis ekonomi  Makna dari berbagai konsep pembangunan;
yang dihadapi bangsa Indonesia sejak akhir tahun 1997; sampai  Masalah-masalah pembangunan menurut konsep-konsep dan
dampak trend globalisasi pada negara-negara berkembang; indikator pembangunan;
pergeseran pendekatan pembangunan paska reformasi 1998; dan  Arti penting SANKRI dalam pelaksanaan tugas pembangunan
pentingnya pembangunan berlandaskan SANKRI dalam aparatur negara.
membentuk sikap penyelenggara negara dalam konteks
pembangunan. E. Materi Pokok
Dalam mata pendidikan dan pelatihan ini diupayakan dapat
Jangka waktu pembelajaran mata Diklat ini adalah 6 jam
mencakup seluruh konsep dan indikator pembangunan yang
pelatihan dan dilaksanakan dengan metode ceramah dan tanya
meliputi:
jawab.
1. Krisis ekonomi yang dihadapi bangsa Indonesia sejak akhir
tahun 1997;
C. Hasil Belajar 2. Trend globalisasi yang menyebabkan perubahan konsentrasi
Setelah mengikuti pembelajaran ini, para peserta secara umum pembangunan dari dimensi jangka pendek ke dimensi jangka
diharapkan mampu mengkaji berbagai masalah pembangunan panjang;
melalui pemahaman arti pembangunan, konsep, indikator 3. Pergeseran pendekatan pembangunan setelah reformasi tahun
pembangunan, aneka permasalahan berkaitan dengan 1998;
pembangunan dan tuntutannya terhadap penyelenggara negara di 4. Beberapa Arti Pembangunan;
Indonesia. 5. Pengaruh Sistem Nilai Pada Arti Pembangunan;
6. Arti Pembangunan di Indonesia;
4 Konsep dan Indikator Pembangunan

7. Beberapa Konsep Pembangunan; BAB II


8. Konsep Ekonomi Makro;
ARTI PEMBANGUNAN
9. Konsep Kependudukan dan Ketenagakerjaan;
10.Konsep Pembangunan Yang Menyangkut Kemiskinan; Setelah membaca Bab ini, peserta Diklat diharapkan mampu
11.Indikator Pembangunan; menjelaskan arti, pengaruh, dan menilai arti pembangunan
12.Indikator Kesempatan Kerja; Indonesia
13.Indikator Pemerataan;
14.Indikator Kemiskinan. A. Pendahuluan
Makna pembangunan bagi para penyelenggara negara perlu terus
F. Manfaat untuk diingatkan kembali terutama mengingat akan adanya
beberapa perkembangan yang dihadapinya sejak akhir abad ke 20
Peserta diharapkan dapat lebih memperluas wawasan konsep dan
dan memasuki abad ke 21 ini. Pertama, krisis ekonomi yang
indikator pembangunan lain yang belum terliput terutama dari
dihadapi bangsa Indonesia sejak akhir tahun 1997 telah
sisi multidimensional pembangunan spesifik lokal di masing-
menyebabkan upaya penyelenggaraan negara menjadi lebih
masing daerah di Indonesia.
terkonsentrasi pada upaya pemulihan ekonomi yang mengandung
dimensi waktu jangka pendek, dengan risiko adanya
kecenderungan kehilangan perspektif pembangunan yang
mengandung dimensi waktu jangka panjang. Kedua, trend
globalisasi nampaknya semakin memandang negara-negara yang
sebelumnya didefinisikan sebagai negara-negara yang sedang
membangun (developing nations) menjadi hanya sebagai
"emerging markets" sehingga terdapat risiko akan pudarnya
makna pembangunan sebagai upaya multi dimensi dan bukan
hanya sebagai pengembangan pasar baik sebagai obyek ekonomi
maupun sebagai institusi ekonomi. Ketiga, setelah adanya
reformasi sejak tahun 1998, maka para penyelenggara negara
harus dapat mengkaji masalah-masalah pembangunan secara
lebih realistis, dalam arti harus meninggalkan pendekatan yang

5
6 Konsep dan Indikator Pembangunan Modul Diklatpim Tingkat IV 7

hanya menonjolkan keberhasilan yang telah dicapai tetapi juga ekonomi ini adalah sistem nilai (yang akan dibahas lebih lanjut
masalah-masalah yang harus dilihat secara jernih dan obyektif pada Bagian C).
demi berlangsungnya proses pembangunan secara berkelanjutan.
Keempat, walaupun para penyelenggara negara melaksanakan Setelah memperoleh suatu perspektif tentang makna
tugasnya dalam rangka pembangunan negara, dalam kegiatan pembangunan secara umum, pengukurannya, serta pengaruh
rutinitasnya sehari-hari akan terdapat kecenderungan para sistem nilai, maka pertanyaan berikut yang timbul adalah
aparatur negara untuk berpikir secara terkotak dengan kehilangan bagaimana arti pembangunan dalam konteks Indonesia. Hal ini
dimensi tugasnya dalam konteks pembangunan secara akan dibahas pada Bagian E.
keseluruhan. Dalam pada itu, penyelenggaraan negara dalam
wadah SANKRI (Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik B. Beberapa Arti Pembangunan
Indonesia) harus "berinteraksi dengan sistem-sistem yang
1. Pembangunan Adalah Proses Yang Holistik
terdapat di dalam berbagai bidang kehidupan, seperti sistem
Suatu pengertian yang holistik memandang pembangunan
sosial budaya, politik, ekonomi, hukum, pertahanan keamanan,
sebagai proses dalam jangka panjang yang menyangkut
dan sebagainya" 1
keterkaitan timbal balik antara faktor-faktor ekonomi dan non-
ekonomi untuk dapat meningkatkan pendapatan nasional
Sistematika dari bab tentang arti pembangunan ini adalah sebagai
(mencapai pertumbuhan ekonomi) secara berkelanjutan.
berikut: Pada bagian B bab ini, akan dibahas arti pembangunan
Dalam definisi ini terdapat dua kata kunci, yaitu proses dan
secara holistik, untuk selanjutnya sebagai perbandingan akan
jangka panjang:
disentuh arti pembangunan sebagai upaya untuk menghilangkan
a. Proses
ketidaksempurnaan mekanisme pasar dan pembangunan sebagai
Proses di sini mengandung arti adanya hubungan kausal
industrialisasi, dalam mana kedua definisi terakhir ini merupakan
antara berbagai aspek ekonomi dan non ekonomi.
arti pembangunan yang parsial, yaitu tidak holistik. Meskipun
Dalam proses ini yang penting adalah tekanan pada aspek
hasil akhir dari proses pembangunan ini terjelma dalam bentuk
non-ekonomi. Berbeda dengan pengertian berikutnya
peningkatan pendapatan nasional, proses ini juga melibatkan
(definisi ke-2 dan ke-3), yang memberi tekanan terutama
berbagai faktor non-ekonomi. Termasuk dalam faktor non-
ataupun hanya pada aspek ekonomi, disini proses
pembangunan secara fundamental ditentukan oleh aspek
1
non-ekonomi meskipun muaranya adalah aspek ekonomi.
Lembaga Administrasi Negara, 2003, Sistem Administrasi Negara Kesatuan
Republik Indonesia, cetakan pertama, halaman 24 Termasuk dalam aspek non-ekonomi ini adalah aspek
8 Konsep dan Indikator Pembangunan Modul Diklatpim Tingkat IV 9

institusional, seperti pola perilaku (behavioral pattern) Kalau pertumbuhan menunjukkan adanya peningkatan output,
dari para pelaku ekonomi, dan aspek sosial-budaya, hukum maka pembangunan mencakup peningkatan output yang terkait
dan politik, yang pada dasarnya menyangkut norma-norma dengan perubahan tatanan teknis dan institutional. Dengan
yang mengatur perilaku manusia tersebut. demikian, pembangunan mengandung pengertian yang jauh lebih
b. Jangka panjang luas daripada pertumbuhan.
Sebagai suatu proses yang melibatkan hubungan sebab
akibat antara berbagai aspek ekonomi dan non-ekonomi, Konsep pertumbuhan (G) saling terkait dengan pembangunan
maka pelaksanaannya tidak mungkin terselesaikan dalam (D). Bahkan pertumbuhan harus berjalan bersama-sama dengan
jangka-pendek (satu tahun) ataupun dalam jangka- pembangunan. Meskipun pada tahap awalnya pembangunan (D)
menengah (lima tahun). Proses ini diperkirakan akan tidak dapat dilaksanakan tanpa adanya pertumbuhan (G), pada
memakan waktu jangka-panjang yang dapat meliputi tahap-tahap berikutnya tanpa adanya pembangunan (D) maka
paling tidak dua sampai tiga dasawarsa. pertumbuhan (G) akan tersendat dan akhirnya terhenti. Pada
Dalam hal proses pembangunan itu akhirnya menghasilkan tahap yang telah lanjut, yang sedang dialami oleh berbagai
pertumbuhan ekonomi, maka proses ini secara kumulatif negara yang telah maju pembangunannya, maka persoalannya
menunjang tercapainya pertumbuhan yang berkelanjutan menjadi bagaimana dapat mempertahankan pertumbuhan. Tiga
dalam jangka panjang ("sustained secular trend" dan bukan tahapan yang menunjukkan hubungan relatif dari pertumbuhan
yang hanya "cyclical"). 2 dan pembangunan adalah sebagai berikut:
a. Pada tahap awal, diperlukan pertumbuhan terlebih dahulu agar
Dalam modul ini, pengertian pembangunan yang bila salah satu tersedia suatu jumlah output yang melebihi kebutuhan
saja dari kedua kata kunci di atas kurang, maka merupakan arti kelangsungan hidup masyarakat. Tanpa adanya output lebih
pembangunan yang tidak holistik (parsial). ini, maka masyarakat tak dapat membiayai kegiatan lain yang
tercakup dalam proses pembangunan.
Dalam definisi ini terkandung secara implisit dua konsep, yaitu b. Pada tahap berikutnya, pertumbuhan hanya dapat terus
"pertumbuhan" (G = Growth) dan "pembangunan" (D = berjalan secara berkelanjutan jika berlangsung kegiatan
Development), yang satu sama lain berbeda dan sekaligus saling pembangunan untuk menunjang pertumbuhan.
terkait. Dalam hal ini, G adalah sub-set dari D. c. Pada tahap yang telah lanjut, ketika hampir semua ruang gerak
pembangunan telah terpenuhi, dan seluruh tatanan di segala
2
Gerarld M. Meier, 1964, Leading Issues in Development Economics, Oxford bidang (selain ekonomi, juga hukum, politik, social budaya,
University Press, halaman 7
10 Konsep dan Indikator Pembangunan Modul Diklatpim Tingkat IV 11

keamanan ketertiban dan sebagainya) telah berjalan secara perkotaan yang memberi penghasilan yang lebih tinggi.
mapan, maka masalahnya tinggal menyangkut upaya untuk Sebabnya antara lain adalah hambatan sosial budaya, dalam
mempertahankan pertumbuhan. hal ini tenaga kerja ini lebih mementingkan kenyamanan
sosial budaya yang telah langgeng di pedesaan meskipun
2. Pembangunan Adalah Menghilangkan Ketidaksem- penghasilannya jauh lebih kecil.
purnaan Mekanisme Pasar - Praktek monopolistik. Mekanisme pasar mengasumsikan
adanya persaingan sempurna sehingga harga yang tercipta
Suatu ilustrasi dari arti pembangunan yang tidak holistik
merupakan harga ekuilibrium yang akan menyeimbangkan
(parsial) adalah pengertian pembangunan sebagai upaya untuk
permintaan dengan penawaran (clear the market). Dalam
menghilangkan, atau paling tidak mengurangi,
kenyataannya sering ditemui kegiatan ekonomi yang
ketidaksempurnaan mekanisme pasar (market imperfections)
monopolistik sehingga terbentuk harga yang bukan harga
dari suatu perekonomian. Ketidaksempurnaan pasar adalah
equilibrium.
segala hambatan yang membuat pasar tidak dapat secara
- Penetapan harga oleh pemerintah. Sehubungan dengan hal
sempurna mengalokasikan sumber-sumber ekonomi secara
di atas, mekanisme harga mengasumsikan bahwa harga
efisien. Beberapa dari hambatan ini adalah:
ditentukan semata-mata oleh keseimbangan permintaan dan
- Informasi tidak sempurna. Mekanisme pasar
penawaran. Mekanisme ini diibaratkan ditentukan oleh
mengasumsikan bahwa para pelaku pasar mempunyai
suatu "invisible hand", yang mengimplikasikan bahwa tak
informasi yang sempurna dalam mengambil keputusan
boleh ada campur tangan pemerintah dalam penentuan
ekonomi secara rasional. Dalam realitanya, tidak semua
harga. Realitanya adalah bahwa untuk tujuan-tujuan yang
pelaku ekonomi mempunyai informasi yang demikian.
umumnya non-ekonomi, seperti menjamin keterjangkauan
- Faktor ekonomi yang menyangkut tidak dapatnya faktor-
oleh kelompok berpenghasilan rendah, harga dapat
faktor produksi bergerak secara bebas dan cepat (factor
ditetapkan oleh pemerintah.
immobility). Mekanisme pasar mengasumsikan bahwa
faktor-faktor ekonomi, seperti tenaga kerja, akan secara
Dalam hal terdapat ketidaksempurnaan pasar, maka dengan
cepat bergerak kepenggunaannya yang memberi daya tarik
faktor-faktor produksi yang tersedia dapat dicapai tingkat
lebih baik (gaji yang lebih menarik). Dalam kenyataannya,
produksi yang lebih tinggi, hanya dengan mengurangi
terutama di negara-negara yang sedang berkembang, tenaga
ketidaksempurnaan tersebut. Hal ini dapat dijelaskan melalui
kerja di daerah pedesaan misalnya di mana penghasilannya
relatif kecil, tidak akan segera pindah ke tempat kerja di
12 Konsep dan Indikator Pembangunan Modul Diklatpim Tingkat IV 13

suatu kurva kemungkinan produksi (production possibility Di lain pihak, berbeda dengan titik-titik pada kurva PPC1,
curve/PPC), seperti ditunjukkan pada Diagram II.1. maka kombinasi produksi dalam realitanya sering terjadi pada
titik-titik di bawah PPC1, misalnya pada titik x1. Karena titik
Diagram II.1 x1 merupakan titik di bawah optimum PPC1, maka tingkat
Kurve Kemungkinan Produksi (PPC) produksi perekonomian ini dapat ditingkatkan (misalnya dari
x1 ke x2) hanya dengan meningkatkan efisiensi penggunaan
sepeda faktor produksi yang ada. Hal ini dapat dicapai dengan
PPC2 mengurangi penyebab tingkat produksi di bawah PPC 1, yaitu
berbagai unsur ketidaksempurnaan pasar seperti dibahas di
PPC1 atas.
y
* Namun, dalam hal produksi telah mencapai PPC1 maka
x2 z peningkatan selanjutnya hanya dapat dicapai melalui
* * pergeseran (shift) ke kurva kemungkinan produksi yang lebih
x1 tinggi, misalnya dari PPC1 ke PPC2 (lihat Diagram II.1).
* Pergeseran ini terjadi jika ditemui sumber-sumber ekonomi
beras baru (sumber alam ataupun jumlah tenaga kerja, modal)
ataupun teknologi baru. Jadi berbeda dengan peningkatan
Kurva kemungkinan produksi, misalnya PPC 1 pada Diagram produksi dari x1 ke x2, yang dicapai melalui peningkatan
II.1, adalah kurva yang menunjukkan jumlah optimum efisiensi alokasi, maka peningkatan produksi melalui
kombinasi dua barang (misalnya sepeda dan beras) yang dapat pergeseran keseluruhan medan produksi (PPC) disebabkan
dihasilkan karena semua faktor produksi yang tersedia oleh faktor-faktor yang lebih struktural dan bahkan lebih
digunakan secara efisien dan penuh. Penuh dalam arti tak ada bersifat eksogen, yaitu ditetapkan dari luar.
yang menganggur, dan efisien dalam arti tak yang digunakan
secara boros. Hal ini terlihat misalnya pada titik y dan z dan di Pemahaman pembangunan sebagai upaya mengurangi
titik manapun pada kurva PPC1. ketidaksempurnaan pasar, sangat tegas sebagai upaya
peningkatan produksi melalui peningkatan efisiensi faktor
produksi yang telah tersedia jumlahnya. Namun, ketika perlu
14 Konsep dan Indikator Pembangunan Modul Diklatpim Tingkat IV 15

dijelaskan bagaimana terjadinya pergeseran PPC ke tingkat penyebab tetapi merupakan faktor asosiatif dari
yang lebih tinggi, maka penjelasannya lebih banyak berupa keterbelakangan. Sebagai faktor asosiatif dari
sebab-sebab yang ditentukan dari luar (eksogenous) daripada keterbelakangan, produksi bahan primer lebih dapat
dari dalam (endogenous). Meskipun demikian, penjelasan dianggap sebagai akibat dari keterbelakangan.
eksogenous ini dapat dimodifikasi menjadi endogenous dalam - Selain itu, pembangunan menjadi terlalu sempit apabila
konteks suatu proses. Untuk ini diperlukan suatu definisi disamakan dengan pembangunan beberapa jenis industri
pembangunan yang lebih holistik yang akan diuraikan berikut saja. Selain industri, maka pembangunan tentunya juga
ini. meliputi sektor-sektor ekonomi lainnya, bahkan
nampaknya juga harus meliputi berbagai faktor non-
3. Pembangunan adalah Industrialisasi ekonomi.
Suatu ilustrasi lain dari arti pembangunan yang tidak holistik Dengan demikian, arti pembangunan ini meskipun secara
(parsial) adalah definisi pembangunan sebagai upaya untuk selintas menarik, tetapi secara konsepsional masih
mengatasi ciri-ciri pokok dari perekonomian yang mengandung berbagai kelemahan. Definisi ini terlalu parsial,
terbelakang, khususnya ketergantungannya pada produksi yang belum menggambarkan pembangunan sebagai suatu
bahan primer termasuk pertanian. Karena itu pembangunan konsep yang utuh dan belum menggambarkan adanya
dianggap identik dengan industrialisasi. Anggapan ini hubungan sebab akibat yang tegas.
diperkuat oleh pengamatan bahwa negara-negara yang telah
maju umumnya adalah negara industri.
4. Pembandingan ketiga Arti Pembangunan
Kalau ketiga definisi pembangunan dibandingkan, maka
Di lain pihak, timbul tanggapan bahwa arti pembangunan
definisi ke-1 dapat dianggap sebagai yang paling dapat
hanya sebagai industrialisasi dapat memberi pengertian yang
diterima secara umum, karena alasan sebagai berikut:
keliru, karena beberapa alasan berikut ini:
a. definisi ke-1 seperti halnya definsi ke-2, lebih maju
- Produksi bahan primer bukan penyebab dari
daripada definisi ke-3 karena menunjukkan hubungan
terbelakangnya suatu negara. Penyebab yang lebih
kausatif daripada sekedar asosiatif; lebih dari itu, definisi
mendasar terletak pada rendahnya produktivitas dari
ke-1 lebih maju lagi daripada definisi ke-2 dalam hal
produksi bahan primer dan pertanian tersebut.
hubungan kausal di definisi ke-1 sangat menekankan aspek
- Sehubungan dengan alasan terdahulu, dikemukakan bahwa
non-ekonomi dibandingkan dengan sekedar aspek ekonomi
produksi bahan primer dan pertanian bukan faktor
pada definisi ke-2;
16 Konsep dan Indikator Pembangunan Modul Diklatpim Tingkat IV 17

b. definisi ke-2 lebih banyak menyangkut perubahan marjinal ke 2 sehingga dapat dianggap sebagai definisi yang secara
untuk menghilangkan ketidaksempurnaan pasar sedangkan umum paling dapat diterima.
definisi ke-1 banyak memperhatikan perubahan struktural;
c. definisi ke-1 mencakup proses pembangunan secara C. Pengaruh Sistem Nilai Pada Arti Pembangunan
keseluruhan dalam mana pertumbuhan menjadi bagian
daripadanya, sedangkan definisi ke-2 lebih banyak, Ketika pembangunan diukur dengan pendapatan riil per kapita,
ataupun hanya, mementingkan pertumbuhan; tanggapan yang lumrahnya segera timbul adalah: bukan ukuran
d. definisi ke-1 dapat dengan tegas menjelaskan hal yang di rata-rata, meskipun lebih baik daripada ukuran total, tidak
definisi ke-2 masih "menggantung", khususnya bagaimana memberi gambaran tentang distribusi pendapatan tersebut? Di
proses terjadinya pergeseran (shift) suatu PPC ke PPC yang lain pihak, apabila pembangunan mulai diukur dari segi
lebih tinggi. Pada definisi ke-1 ini keterkaitan antara aspek distribusinya maka pertanyaan berikut yang muncul adalah:
ekonomi dan non-ekonomi memungkinkan penjelasan distribusi pendapatan yang bagaimanakah yang ingin dicapai
perubahan yang di definisi ke-2 merupakan aspek eksogen oleh pembangunan? Pertanyaan terakhir ini sulit mendapat
menjadi aspek endogen (proses internalisasi/ jawaban yang dapat diukur secara obyektif. Hal ini karena
endogenization). Sebagai illustrasi, pada definisi ke-2 segera setelah pembahasan arti pembangunan bersentuhan
ditemukannya teknologi baru dianggap sebagai ditentukan dengan tujuan yang ingin dicapai, maka tak terelakan untuk
dari luar. Di definsi ke-1 adanya teknologi baru yang mengakomodasi arti positif dari pembangunan ke arti yang
memungkinkan proses produksi yang lebih produktif normatif. Sedangkan hal-hal yang normatif terkait dengan suatu
dijelaskan oleh adanya perubahan sosio-kultural yang sistem nilai yang sedang berkembang. Dengan lain perkataan,
menghasilkan kelompok "entrepreneur" yang bersikap arti pembangunan harus pula dilihat dari sudut sistem nilai yang
rasional, berwawasan jauh ke depan dan bersedia untuk sedang dianut oleh suatu negara pada suatu saat.
menanggung risiko jangka panjang. Adanya "economic
man" yang demikian di definisi ke-2 dianggap sebagai Mengakomodasi arti pembangunan kepada sistem nilai bukanlah
suatu "given". Konteks definisi ke-2 ini tentunya lebih hal yang dapat secara mudah diselesaikan. Beberapa ilustrasi,
berlaku bagi negara-negara yang telah maju yang masalah selain yang menyangkut distribusi di atas, untuk menjelaskan
pembangunannya sebagian besar telah terselesaikan. berbagai dilema masyarakat, sehubungan dengan sistem nilai
e. dengan demikian definisi ke-1 mengandung pengertian yang berkembang, dalam mengartikan pembangunan melalui
tentang pembangunan yang lebih holistik daripada definisi ukuran pendapatan nasional, adalah sebagai berikut:
18 Konsep dan Indikator Pembangunan Modul Diklatpim Tingkat IV 19

- Peningkatan pendapatan (total ataupun per kapita) selain "hubungan sosial yang serasi". Dan hal ini menyangkut
tidak langsung identik dengan distribusi yang dianggap baik, sistem nilai masyarakat.
juga tidak langsung sama artinya dengan peningkatan
kemakmuran (economic welfare). Peningkatan pendapatan Dengan demikian, setelah pada Bagian B telah dapat
baru menggambarkan peningkatan total output, belum didefinisikan arti pembangunan yang paling sesuai, dan di
komposisi barang dan jasa yang dihasilkan. Karena bagian C dibahas bagaimana mengukur pembangunan, maka di
kemakmuran tergantung pada komposisi (termasuk kualitas) Bagian D ini, masih ditemui unsur yang potensial menimbulkan
barang dan jasa yang disukai oleh masyarakat, sedangkan ambiguitas baru yang ringkasnya sebagai berikut:
"kesukaan" ataupun preferensi masyarakat tergantung pada - arti pembangunan tergantung pada tujuan pembangunan;
sistem nilai yang berkembang suatu saat di masyarakat, maka - tujuan pembangunan ditentukan oleh sistem nilai;
peningkatan total output belum dapat menentukan - sistem nilai di masyarakat sangat beragam dan terus
peningkatan "kemakmuran" masyarakat tersebut. Ilustrasi berkembang;
ini, menegaskan betapa arti pembangunan yang diukur oleh - sehingga arti pembangunan tidak mudah dapat ditentukan
pendapatan nasional tergantung pada sistem nilai yang kecuali ada kesepakatan (konsensus) di masyarakat tentang
berkembang. tujuan yang ingin dicapai.
- Peningkatan pendapatan juga belum tentu meningkatkan Hal yang terakhir inilah yang menyebabkan berbagai pakar
"kemakmuran" (economic welfare) kalau cara menghasilkan pembangunan meragukan dapatnya arti pembangunan
output tersebut menyangkut pengorbanan masyarakat dalam didefinsikan secara mudah oleh suatu negara. Dua kutipan
berbagai aspek kehidupan yang dianggap baik oleh mengenai hal ini adalah sebagai berikut:
masyarakat. Berbagai aspek kehidupan yang dapat
dipengaruhi cara produksi itu antara lain adalah keadaan "My discussion of value judgments implies that there can be no
keselamatan dan kenyamanan kerja. objective definition of development and therefore no universally
- Kalau tujuan pembangunan juga meliputi terpeliharanya acceptable indicator. The best one might hope for would be to
hubungan sosial yang serasi di masyarakat, maka get some rough consensus on objectives and hence on how
pembangunan akan semakin tidak sederhana untuk dapat progress toward these objectives can be measured. But I very
mengakomodasi tujuan sosial ini. Hal ini karena terlebih much doubt whether this can be achieved" 3
dahulu harus disepakati apa yang dimaksud dengan
3
Ian M. D. Little, 1982, Economic Development, Twentieth Century Fund Inc,
halaman 6
20 Konsep dan Indikator Pembangunan Modul Diklatpim Tingkat IV 21

mempengaruhi tujuan pembangunan dan selanjutnya memberi


"… value premises, however carefully disguised, are an integral arti pada pembangunan pada suatu saat di suatu negara,
component of both economic analysis and economic policy. … sebenarnya lebih merupakan suatu pengamatan umum yang
Once these subjective values have been agreed on by a nation belum tentu berlaku secara khusus di suatu negara. Kalau
or, more specifically, by those who are responsible for national diamati secara umum memang sulit dibayangkan bagaimana
decision making, specific development goals… based on dari keragaman nilai dalam suatu negara yang berasaskan
"objective" theoretical and quantitative analyses can be demokrasi (yang harus dikontraskan dari negara otokrasi) dapat
pursued. However, when serious value conflicts and diupayakan konsensus tentang masalah pembangunan yang
disagreements exist among decision makers, the possibility of a ruang lingkupnya (ekonomi dan non-ekonomi) demikian
consensus about desirable goals or appropriate policies is luasnya. Dilain pihak, pengamatan Little dan Todarao itu
considerably diminished…" 4 tentunya tidak ditujukan secara spesifik pada suatu negara
tertentu untuk mana konsensus itu memang dapat tercapai. Di
Dari dua kutipan dari dua pakar pembangunan itu, ada dua hal sini akan dikemukakan bahwa khususnya bagi Indonesia, yang
yang perlu ditonjolkan, yaitu : konstitusinya adalah Undang Undang Dasar 1945, terdapat
1) kedua pakar tersebut menyetujui diperlukannya konsensus; mekanisme politik yang sangat memungkinkan terbentuknya
2) kedua pakar tersebut menyetujui bahwa konsensus itu sulit konsensus tersebut. Dalam UUD 45 ini sendiri pada hakekatnya
dicapai. telah termuat beberapa kesepakan tentang nilai-niali dasar yang
Sehubungan dengan pembahasan ini, pertanyaannya selanjutnya harus dipatuhi dalam penyelenggaraan negara, termasuk dalam
adalah: bagaimana halnya di Indonesia? Hal ini akan dibahas pelaksanaan pembangunan bangsa. Sistem nilai ini dimuat pada
berikut ini pada Bagian D sebagai penutup Bab II. alinea empat dari Preamble UUD 45 yang mengatakan antara
lain bahwa Pemerintahan Negara Indonesia : "…melindungi
D. Arti Pembangunan Di Indonesia5 segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesaia
… memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
Kekhawatiran Little dan Todaro akan sangat sulitnya tercapai
bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
konsensus tentang nilai-nilai yang berkembang yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
4
Michael Todaro, 2000, Economic Development, Addison Wesley, halaman 12
sosial…". Dalam batang tubuhnya juga terkandung berbagai
5
Konteks Indonesia disini mengacu pada sistem ketatanegaraan RI yang nilai yang telah disepakati dalam kehidupan berbangsa dan
berdasarkan UUD 45 sebelum Amandemen 1,2,3 dan 4. Khususnya pada UUD 45
yang masih memuat Pasal 3 tentang Kewenanagan MPR untuk menetapkan Garis- bernegara untuk dipatuhi, antara lain : Pasal 33 bahwa :
Garis Besar Haluan Negara
22 Konsep dan Indikator Pembangunan Modul Diklatpim Tingkat IV 23

"…cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang maka GBHN merupakan penyesuaian setiap lima tahun dari
menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara…". tujuan pembangunan itu dengan memperhatikan "aliran-
aliran" (baca: aspirasi ataupun sistem nilai) yang berkembang
Dalam pada itu, diketahui bahwa UUD45 telah mengalami pada waktu itu. GBHN ini tak lain adalah konsensus umum
perubahan melalui Amandemen 1, 2, 3 dan 4. (dari tahun 1999 tentang pembangunan yang akan dilaksanakan pada periode
sampai dengan tahun 2002). Sehubungan dengan ini, walaupun yang akan datang. Dengan lain perkataan, secara khusus pada
keempat amandemen ini tidak merubah nilai-nilai dasar, serta sistem ketatanegaraan Indonesia ini, ada mekanisme politik
upaya pencapaian konsensus masih dimungkinkan, ada satu untuk pembentukan konsensus yang secara umum
amandemen yang merubah mekanisme pengakomodasian dikuatirkan Little dan Todaro mungkin tercapai.
aspirasi (baca: nilai) yang berkembang di masyarakat dari waktu
ke waktu. Di bawah ini akan dibahas dua mekanisme Selain itu, dalam mekanisme politik ini, dari waktu ke waktu,
penampungan aspirasi, yaitu yang belaku sebelum amandemen "dinamika masyarakat" dan "aliran-aliran pada waktu itu"
UUD45 dan yang berlaku sekarang, yaitu setelah berlakunya telah dapat tertampung pada GBHN yang tekanan nuansanya
amandemen UUD45. terus berevolusi. Hal ini dapat dilihat pada perkembangan
nuansa GBHN sejak tahun 1973, sebagai berikut:
1. Mekanisme Sebelum Amandemen UUD45 - Meskipun GBHN 1973 dalam memperhatikan
Sebelum diamandemen, maka mekanisme pencapaian pertumbuhan tidak mengabaikan pemerataan, baru pada
konsensus tentang arah pembangunan diatur dalam Pasal 3 GBHN 1978 muncul penekanan yang lebih menonjol pada
yang mengatakan bahwa : "Majelis Permusyawaratan Rakyat segi pemerataan dengan penggunaan konsep "Trilogi
menetapkan ..garis-garis besar dari pada haluan negara. Pembangunan" yang mengharuskan adanya keserasian
Penjelasan dari Pasal 3 ini mengatakan bahwa : " ..mengingat hubungan antara pemerataan, pertumbuhan dan stabilitas.
dinamika masyarakat, sekali dalam lima tahun Majelis - Kalau dibandingkan GBHN 1993 dengan GBHN 1988,
memperhatikan segala yang terjadi dan segala aliran-aliran maka kelihatan adanya pemekaran jumlah Bidang dari
pada waktu itu dan menentukan haluan-haluan apa yang empat menjadi tujuh. Pembagian Bidang tahun 1988 terdiri
hendaknya dipakai untuk dikemudian hari". Dengan atas: Bidang Ekonomi, Bidang Agama dan Kepercayaan
demikian, kalau pembukaan UUD45 telah menetapkan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Sosial Budaya, Bidang
tujuan dasar dari negara sebagai dasar filosofis (nilai dasar) Politik, dan Bidang Pertahanan dan Keamanan.
dalam melaksanakan kegiatan pembangunan sepanjang masa, Sedangkan pada GBHN 1993 Bidang-Bidang tersebut
24 Konsep dan Indikator Pembangunan Modul Diklatpim Tingkat IV 25

adalah: Bidang Ekonomi, Bidang Kesejahteraan Rakyat, - Pada GBHN 1999, perubahan nuansa yang besar terjadi
Pendidikan dan Kebudayaan, Bidang Agama dan sesuai dengan iklim reformasi. Hal ini tercermin pada
Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Bidang Ilmu perumusan dasar pemikirannya, yaitu bahwa: "..
Pengetahuan dan Teknologi, Bidang Hukum, Bidang pembangunan yang terpusat dan tidak merata yang
Politik, Aparatur Negara, Penerangan, Komunikasi dan dilaksanakan selama ini ternyata hanya mengutamakan
Media Massa, dan Bidang Pertahanan dan Keamanan. pertumbuhan ekonomi serta tidak diimbangi kehidupan
Adanya tiga Bidang baru ini (Ilmu Pengetahuan dan sosial, politik, ekonomi yang demokratis dan berkeadilan.
Teknologi, Hukum, Kesejahteraan Rakyat, Pendidikan dan .." Nuansa seperti ini merupakan perubahan besar dari yang
Kebudayaan) menunjukkan bahwa "aliran-aliran pada termuat di GBHN periode-periode sebelumnya, sesuai
waktu itu" memandang perlu mengangkat tiga hal ini dengan "aliran-aliran.. dan dinamika masyarakat pada
menjadi Bidang, yang sebelumnya tenggelam di dalam waktu itu"..
sektor. Perubahan nuansa ini dapat ditafsirkan sebagai
perubahan tekanan pembangunan yang sebelumnya pada 2. Mekanisme Setelah Amandemen UUD45
peningkatan "jumlah output" menjadi pada peningkatan Dari amandemen pertama, kedua, ketiga dan keempat pada
"kualitas input". Hal ini tercermin pada perbedaan Undang-Undang Dasar 1945, yang dilakukan pada tahun
perumusan prioritas pembangunan. Pada GBHN 1988, 1999 sampai dengan tahun 2002, yang merubah mekanisme
prioritas pembangunan dirumuskan sebagai: " pencapaian konsensus tentang arah pembangunan adalah
pembangunan bidang ekonomi dengan titik berat pada sebagai berikut:
sektor pertanian..sektor industri.. dalam rangka - Dihilangkannya Pasal 3 (UUD45 sebelum diamandemen)
mewujudkan struktur ekonomi yang seimbang..". yang mengatakan bahwa"MPR menetapkan … Garis Garis
Sedangkan GBHN 1993 merumuskan prioritas Besar Haluan Negara".
pembangunan sebagai: ".. pembangunan sektor-sektor di - Diamandemennya Pasal 6 yang sebelumnya mengatakan
bidang ekonomi.. dan peningkatan kualitas sumber daya bahwa "..Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh MPR
manusia..; ..pembangunan sumber daya manusia agar dengan suara yang terbanyak", sesudah amandemen (Pasal
semakin meningkat kualitasnya … melalui peningkatan 6A ayat (1), mengatakan bahwa "Presiden dan Wakil
produktivitas.. serta pengembangan ilmu pengetahuan dan Presiden dipilih…secara langsung oleh rakyat".
teknologi..". - Konsekuensi dari amandemen di atas adalah bahwa
Presiden tidak lagi menjadi Mandataris MPR dan tidak lagi
26 Konsep dan Indikator Pembangunan Modul Diklatpim Tingkat IV 27

melaksanakan mandat MPR yang ditetapkan dalam GBHN. secara khusus dilakukan melalui penyelenggaraan
Presiden sekarang (setelah amandemen), menerima musyawarah perencanaan pembangunan pada tingkat pusat
mandatnya langsung dari rakyat yang telah memilihnya (Musrenbangpus), tingkat provinsi (Musrenbangprop),
berdasarkan Visi dan Misi yang telah disampaikannya tingkat kabupaten/kota (Musrenbangda), dan pada tingkat
dalam kampanye Pemilu. nasional (Musrenbangnas).
- Terpilihnya Presiden juga berarti bahwa rakyat telah secara - Undang-Undang No. 17 tahun 2007 telah menetapkan
konsensus menyetujui Visi dan Misi Presiden menjadi Rencana Pembangunan Jangka Panjang 2005-2025, yang
tujuan pembangunan yang akan diupayakan Presiden merupakan penjabaran dari aspirasi (nilai) yang terkandung
selama masa jabatannya. Visi dan Misi Presiden ini dengan di dalam alinea keempat Mukadimah UUD 45.
demikian telah mencerminkan dan telah mengakomodasi
aspirasi dan nilai yang berkembang di masyarakat Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa arti pembangunan
Indonesia. di Indonesia telah mengakomodasi berbagai nilai yang
- Visi dan Misi Presiden, yang selanjutnya menjadi dasar berkembang, dan pengakomodasian ini dimungkinkan oleh
perumusan arah pembangunan selama lima tahun kedepan, adanya mekanisme politik berdasarkan UUD45 sebelum
khususnya Renaca Pembangunan Jangka Menengah diamandemen maupun setelah diamandemen.
(RPJM) 2004-2009. Hal ini tertuang di dalam Peraturan
Presiden Nomor 7 tahun 2005 tentang Rencana Setelah membahas arti pembangunan secara konsepsional
Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004-2009, maupun kontekstual, maka selanjutnya masih diperlukan
khususnya Pasal 2, ayat (1) yang mengatakan bahwa wawasan tentang perkembangan teori pembangunan. Hal ini
"RPJM Nasional merupakan penjabaran dari visi, misi dan akan dibahas pada Bab III.
program Presiden hasil Pemilihan Umum yang
dilaksanakan secara langsung pada tahun 2004." E. Rangkuman:
- Mekanisme pengakomodasian aspirasi (nilai-nilai) yang
1. Pembangunan yang holistik memberi arti kepada
berkembang juga terjamin dalam prosedur penyusunan
pembangunan sebagai proses jangka panjang yang
rencana pembangunan (baik jangka panjang, menengah
menyangkut hubungan timbal balik antara faktor ekonomi dan
maupun tahunan), sebagaimana ditetapkan dalam Undang-
non-ekonomi untuk dapat meningkatkan pendapatan nasional
Undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem
secara berkelanjutan.
Perencanaan Pembangunan Nasional. Mekanisme ini
28 Konsep dan Indikator Pembangunan Modul Diklatpim Tingkat IV 29

2. Pembangunan sering diartikan dalam konteks menghilangkan 4. Keragaman sistem nilai menyebabkan tidak mungkin
ketidaksempurnaan mekanisme pasar atau dalam konteks dicapainya konsensus tentang arti pembangunan di
industrialisasi saja akan cenderung memberi pengertian yang Indonesia. Apakah anda setuju? Jelaskan.
parsial tentang pembangunan sehingga mempunyai
keterbatasan dibandingkan dengan pengertian yang holistik.
3. Keragaman sistem nilai mempengaruhi arti pembangunan di
suatu negara sehingga dibutuhkan tercapainya suatu
konsensus, walaupun dalam suatu negara yang demokratis,
konsensus ini dianggap akan sangat sulit untuk dapat dicapai.
4. Dalam konteks Indonesia yang berdasarkan UUD 45, sebelum
di amandemen, konsensus ini dapat dicapai melalui penetapan
GBHN oleh MPR, meskipun masih dapat dipertanyakan
seberapa jauh GBHN selama itu telah benar-benar
mencerminkan perkembangan aspirasi seluruh lapisan
masyarakat. Setelah UUD45 diamandemen, konsensus ini
dapat dicapai terutama melalui visi dan misi Presiden yang
terpilih langsung oleh rakyat.

F. Latihan:
1. Apa yang dimaksud dengan pembangunan secara holistik?
2. Uraikan pernyataan bahwa: sekedar identifikasi gejala
pembangunan tidak dapat memberi arti yang utuh dari
pembangunan.
3. Jelaskan bagaimana sistem nilai dapat mempengaruhi arti
pembangunan.
Modul Diklatpim Tingkat IV 31

BAB III Bab III akan ditutup pada bagian D dengan pembahasan konsep
kemiskinan.
BEBERAPA KONSEP PEMBANGUNAN
B. Konsep Ekonomi Makro
Setelah membaca Bab ini, peserta Diklat diharapkan mampu
menjelaskan beberapa konsep pembangunan terutama konsep Karena hasil akhir proses pembangunan adalah adanya
Ekonomi Makro, konsep kependudukan, ketenagakerjaan, dan pertumbuhan ekonomi maka diperlukan suatu konsep yang
konsep pembangunan yang menyangkut kemiskinan menggambarkan adanya peningkatan kegiatan ekonomi secara
menyeluruh (ekonomi makro) yang meningkatkan kesejahteraan
A. Pendahuluan ekonomi masyarakat. Konsep ekonomi makro ini disebut
Dalam mengkaji berbagai masalah pembangunan diperlukan pendapatan nasional.
konsep-konsep pembangunan yang sudah standar. Konsep-
konsep yang demikian diperlukan untuk menciptakan bahasa Dilain pihak, dalam menggunakan konsep pendapatan nasional
pembangunan yang sama antara berbagai akademisi maupun sebagai ukuran pertumbuhan ekonomi dan sekaligus sebagai
praktisi pembangunan. Berbagai konsep ini sebenarnya telah salah satu ukuran pembangunan, perlu diperhatikan beberapa hal
merupakan bagian dari berbagai teori ekonomi pada umumnya sebagai berikut:
dan secara khusus oleh berbagai teori pembangunan yang telah - Konsep "pendapatan nasional" dapat mengandung arti yang
berkembang selama ini. beragam. Khususnya pendapatan nasional harus ditegaskan di
antara berbagai gradasi konsep ini yang antara lain dapat
Karena tidak mungkin membahas semua konsep pembangunan berupa Pendapatan Nasional Bruto (PNB) dan Produk
maka pada Bab III ini hanya akan dibahas beberapa konsep yang Domestik Bruto (PDB). PNB adalah PDB ditambah NFIA
dianggap paling strategis, dalam arti yang minimal harus (Net Factor Income From Abroad, yaitu netto dari
diketahui setiap penyelenggara negara, yang menyelenggarakan penghasilan faktor-faktor produksi, yaitu tenaga kerja dan
tugas negara di bidang ataupun sektor manapun. modal, Indonesia di luar negeri dan penghasilan faktor-faktor
produksi asing di Indonesia). Dalam hal NFIA ini adalah
Pada bagian B akan dibahas konsep yang menyangkut ekonomi negatif, seperti umumnya terjadi di negara-negara yang
makro yang dilanjutkan oleh pembahasan konsep pembangunan sedang membangun, maka PDB akan cenderung lebih besar
yang berhubungan dengan kependudukan dan ketenagakerjaan. daripada PNB.

30
32 Konsep dan Indikator Pembangunan Modul Diklatpim Tingkat IV 33

- Konsep pendapatan nasional juga harus membedakan - Dalam memakai pendapatan nasional sebagai ukuran, perlu
pendapatan nasional nominal dan pendapatan nasional riil. dibedakan antara tingkat (level) dan laju pertumbuhan (rate
Pendapatan nasional riil cenderung lebih kecil daripada yang of change) dari pendapatan nasional itu. Meskipun
nominal sebab yang riil telah disesuaikan dengan laju inflasi.6 pendapatan nasional berbeda antara negara A dan B (A lebih
Untuk mengukur pertumbuhan ekonomi maka yang tinggi daripada B), kalau laju pertumbuhan B jauh lebih
digunakan adalah pendapatan nasional riil. tinggi daripada A maka tingkat (level) pendapatan nasional A
- Suatu kelemahan dari konsep pendapatan nasional (PNB, dapat disalib oleh B setelah beberapa waktu (jangka
PDB) sebagai pengukur kesejahteraan ekonomi masyarakat waktunya tergantung pada perbedaan tingkat pada waktu
adalah bahwa PNB dan PDB ini hanya mencakup kegiatan awal dan seberapa besar perbedaan laju pertumbuhannya).
ekonomi yang dilakukan melalui pasar. Kegiatan yang - Selain itu perlu juga dibedakan antara konsep pendapatan
membawa manfaat ekonomi yang tidak diperdagangkan di nasional total dan pendapatan nasional rata-rata. Ada dua
pasar, misalnya kegiatan memperbaiki rumah sendiri pendapat tentang mana yang lebih sesuai sebagai ukuran,
termasuk kegiatan yang dilakukan ibu rumah tangga seperti meskipun perbedaan ini lebih merupakan masalah tekanan.
memasak untuk keluarga sendiri, tidak dimasukkan dalam  Di satu pihak, ada pendapat yang mengatakan bahwa yang
ukuran pendapatan nasional. Dalam hal di suatu harus dilihat terlebih dahulu adalah real income (total)
perekonomian, ditemui proporsi kegiatan ekonomi yang daripada real income per capita, yaitu total pendapatan
informal ini, maka besaran pendapatan nasional nasional riil dibagi total penduduk. (Meier&Baldwin, hal.
perekonomian ini akan cenderung diukur secara terlalu kecil 5). Hal ini karena untuk menghasilkan pendatapan riil per
(underestimated). Selain itu konsep pendapatan nasional ini kapita terlebih harus dihasilkan peningkatan pendapatan
tidak memperhitungkan akibat kerusakan lingkungan dari riil total. Selain itu, jika ukurannya adalah pendapatan riil
kegiatan peningkatan produksi tertentu. Misalnya per kapita maka ini membuka kemungkinan diambil
penebangan hutan yang menambah produksi kayu bulat kesimpulan keliru bahwa suatu negara kurang
maupun ekspor kayu, yang akan meningkatkan pendapatan berkembang walaupun pendapatan nasional riilnya
nasional tidak memperhitungkan dampak kerusakan meningkat dalam hal penduduknya juga meningkat pada
lingkungannya yang dapat menyebabkan peningkatan bahaya tingkat pertumbuhan yang sama. Misalnya apabila
banjir yang akan menurunkan kesejahteraan masyarakat. pertumbuhan pendapatan nasional dan pertumbuhan
penduduk adalah sama di dua negara, tetapi pertumbuhan
6
Laju inflasi dalam hal ini adalah yang diukur oleh Deflator PDB, yang harus pendapatan nasional di satu negara adalah 17 persen
dibedakan dari laju inflasi yang diukur oleh Indeks Harga Konsumen.
34 Konsep dan Indikator Pembangunan Modul Diklatpim Tingkat IV 35

sedangkan di negara lainnya hanya satu persen maka Di sini akan dibahas konsep-konsep kependudukan dalam
kiranya kurang tepatlah untuk tidak mengakui bahwa hubungannya dengan ketenagakerjaan yang akan dikaitkan
pembangunan di negara yang pertama tidaklah lebih maju dengan konsep tentang pengangguran. (lihat Diagram III.1).
daripada di negara kedua. Setelahnya akan dibahas konsep-konsep kependudukan yang
 Di lain pihak pendapat yang berbeda mengatakan bahwa menyangkut transisi demografi dan struktur umur.
pendapatan riil per kapita (rata-rata) harus lebih
diperhatikan (Kindleberger, hal. 5). Hal ini karena kalau Diagram III.1
dipakai ukuran total maka suatu negara dianggap telah Keterkaitan Konsep Kependudukan
dan Ketenagakerjaan
tumbuh apabila total pendapatan nasional (riil) telah
tumbuh walaupun penduduknya juga telah tumbuh dengan Penduduk
laju peningkatan yang sama.
Penduduk Penduduk bukan
C. Konsep Kependudukan dan Ketenagakerjaan usia kerja usia kerja
Selain konsep ekonomi makro, maka beberapa konsep
pembangunan penting lainnnya menyangkut konsep
kependudukan. Bagi setiap penyelenggara negara, pemahaman Angkatan Bukan angkatan
konsep pembangunan tentang kependudukan sangat penting Kerja (AK) kerja
karena pengkajian masalah-masalah pembangunan di berbagai
bidang, seperti di pendidikan, kesehatan dan pembangunan
infrastruktur lainnya perlu berangkat dari pemahaman tentang
profil kependudukan yang menyangkut persebaran geografis AK yang AK yang menganggur
penduduk, pengelompokan penduduk berdasarkan kelompok bekerja
umur, dan sebagaianya. Misalnya di bidang pendidikan, perlu
diketahui profil kependudukan untuk mengetahui kebutuhan
sarana dan prasarana pendidikan yang masih harus dibangun
sesuai dengan kebutuhan yang berbeda-beda antara berbagai AK yang bekerja AK yang tidak
kelompok penduduk yang bersangkutan. penuh bekerja penuh
36 Konsep dan Indikator Pembangunan Modul Diklatpim Tingkat IV 37

Yang perlu dikaji misalnya perkembangan besaran di atas dalam Kalau diasumsikan bahwa rasio penduduk usia kerja dengan
kurun waktu tertentu. Misalnya kecenderungan besaran total penduduk dan rasio angkatan kerja dengan penduduk usia
penduduk usia kerja yang memasuki angkatan kerja, ataupun kerja adalah konstan, maka semakin besar laju pertumbuhan
sebaliknya berapa yang merupakan penduduk usia kerja untuk penduduk akan semakin besar jumlah kesempatan kerja yang
dikaji lebih dalam sebab-sebabnya. Sebab-sebab ini dapat harus diciptakan agar jumlah yang menganggur dapat semakin
merupakan alasan ekonomi, seperti krisis ekonomi, ataupun kecil atau sedikitnya tidak akan menjadi semakin besar.
alasan non ekonomi, seperti kemungkinan adanya diskriminasi Ketidakberhasilan untuk menciptakan kesempatan kerja yang
gender, dan sebagainya yang kesemuanya mempunyai implikasi cukup besar ini bahkan dapat lebih memperburuk tingkat
kebijakan publik yang perlu ditempuh. kemiskinan, suatu masalah yang dihadapi negara-negara yang
sedang berkembang, yang akan disinggung pada Bab IV tentang
Di Indonesia, perkembangan dari besaran di atas dari tahun 2000 Indikator Pembangunan dan pada Bab V ketika membahas
sampai dengan tahun 2002, disampaikan pada Tabel III.1 dan Masalah Pembangunan.
dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2007 disampaikan pada
Tabel III.2 Tabel III. 2
Tabel III. 1 Besaran Kependudukan
Perkembangan Besaran Kependudukan Indonesia 2005-2007 *)
2000-2002
(dalam juta orang) Kelompok Penduduk 2005 2006 2007
- Berusia 15 Tahun Keatas 155549724 159257680 162352048
2000 2001 2002 - Angkatan Kerja 105802372 106281795 108131058
Total Penduduk 206 209 211 - Pengangguran Terbuka 10854254 11104693 10547917
Bukan Usia Kerja 65 65 62 - Bukan Angkatan Kerja 49747352 52975885 54220990
Usia Kerja 141 144 149 - Sekolah 12919459 13978352 14320491
Bukan Angkatan Kerja 46 45 48 - Ibu Rumah Tangga 29245027 30806003 31133071
Angkatan Kerja 95 99 101 - Lainnya 7582866 8191557 8767428
Ak Yg Menganggur 6 8 9 Sumber : Badan Pusat Statistik
Ak Yg Bekerja 89 91 92 *) Hasil Survey Angkatan Kerja Bulan Pebruari 2008
Ak Yg Bekerja Penuh 58 63 63
Ak Yg Tidak Bekerja Penuh 31 28 29
Sumber: Badan Pusat Statistik
38 Konsep dan Indikator Pembangunan Modul Diklatpim Tingkat IV 39

Berikut ini pembahasan lebih lanjut tentang konsep bekerja tetapi tak ada kesempatan kerja yang tersedia
pengangguran diikuti oleh pembahasan konsep kependudukan untuk mereka.
yang menyangkut transisi demografi dan struktur umur. b. Underemployment, yang menunjuk pada angkatan kerja
yang bekerja dalam waktu yang kurang dari waktu untuk
1. Konsep Pengangguran mana mereka bersedia bekerja. Kelompok ini terdiri
antara lain dari pekerja bangunan yang bekerja hanya
Konsep pengangguran (dalam Diagram III.1 = AK Yang
secara musiman jika ada proyek bangunan.
Menganggur) yang berlaku di negara-negara yang sedang
c. Disguised underemployment, yang menunjuk pada
berkembang perlu dibedakan dari yang berlaku di negara-
angkatan kerja yang nampaknya bekerja penuh namun
negara yang telah maju. Di negara yang sedang berkembang
hasil kerjanya kurang dari jam kerjanya.
konsep AK Yang Bekerja dapat meliputi mereka yang
Menurut Todaro, di negara yang sedang berkembang pada
sebenarnya tidak bekerja secara penuh (underutilized). Kalau
umumnya angka pengangguran terbuka yang sekitar 15%
angka mereka yang setengah menganggur ini dimasukkan
maka angka pengangguran di negara-negara yang sedang dapat disertai oleh angka underemployment sebesar 70%,
lebih kurang lima kali lipat yang terbuka (Todaro: halaman
berkembang akan jauh lebih besar daripada angka yang
269). Sedangkan di Indonesia, menurut Sensus Penduduk
mewakili pengangguran yang berlaku di negara-negara yang
tahun 2000, angka pengangguran terbuka adalah 6 juta
telah maju.
sedang pengangguran terselubung adalah 31 juta orang.
Todaro (yang mengutip Edgar O. Edwards) membedakan
Dibandingkan dengan jumlah angkatan kerja tahun 2000
beberapa konsep pengangguran yang berlaku di negara-
sebesar 95 juta orang maka pengangguran terbuka adalah
negara yang sedang berkembang, yaitu:
6.3%, sedangkan pengangguran terselubung adalah 32.6%,
a. Pengangguran terbuka (open unemployment) yang terdiri
sehingga pengangguran total adalah 38.9 %.
dari yang sukarela dan yang bukan sukarela.
Sementara itu, sejak tahun 2001, telah digunakan definisi
Pengangguran terbuka yang sukarela menunjuk pada
pengangguran terbuka yang berlaku secara internasional.
angkatan kerja yang tidak mau memanfaatkan suatu
Sejak tahun 2001, definisi pengangguran mencakup empat
kesempatan kerja walaupun mereka mempunyai
kelompok, yaitu: (1) penduduk usia kerja yang mencari
ketrampilan yang memenuhi syarat. Sedangkan
pekerjaan; (2) penduduk usia kerja yang mempersiapkan
pengangguran terbuka yang bukan sukarela menunjuk
usaha; (3) penduduk usia kerja yang tidak mencari pekerjaan
pada angkatan kerja yang mencari kerja serta mau
karena merasa tidak mungkin untuk mendapat pekerjaan; (4)
40 Konsep dan Indikator Pembangunan Modul Diklatpim Tingkat IV 41

penduduk usia kerja yang sudah mempunyai pekerjaan tetapi  tahap pertama, ketika laju pertumbuhan relatif stagnan
belum mulai bekerja. Sebelum tahun 2001, pengangguran karena tingginya angka kelahiran yang disertai tingginya
terbuka hanya mencakup kategori (1) dan kategori (2), angka kematian, yang diikuti oleh;
sedangkan kategori (3) dimasukkan ke dalam kelompok  tahap kedua, ketika laju pertumbuhan penduduk relatif
penduduk usia kerja bukan angkatan kerja dan kelompok (4) cepat yang disebabkan oleh angka kelahiran tinggi yang
dimasukkan ke dalam kategori angkatan kerja yang bekerja. disertai angka kematian rendah, untuk menuju ke;
Dengan demikian angka pengangguran terbuka di Indonesia  tahap ketiga, ketika laju pertumbuhan penduduk
akan menjadi lebih besar karena perluasan cakupan ini. Pada mencapai kestabilan pada tingkat yang rendah dan
Tabel III.3 berikut ini disampaikan perbandingan angka dicirikan oleh rendahnya baik angka kelahiran maupun
pengangguran terbuka berdasarkan kriteria sebelum dan angka kematian.
sesudah 2001. Semua negara diketahui mengalami proses transisi
kependudukan ini meskipun intensitas perbandingan angka
Tabel III. 3 kelahiran dan angka kematian tidak selalu sama antar negara
Perbandingan Angka Pengangguran Terbuka maupun antar kelompok negara. Pada kelompok negara
Menurut Kriteria Sebelum dan Sesudah 2001
1998-2003 industri, laju pertumbuhan penduduk tinggi pada tahap ke
dua tidak pernah lebih dari 1% sedangkan pada kelompok
Definisi Pengang- 1998/ 1999/ 2000/ 2001/ 2002/ 2003/ negara yang sekarang sedang berkembang (termasuk
guran Terbuka juta juta juta juta juta juta Indonesia) laju pertumbuhan penduduk pada tahap kedua
orang orang orang orang orang orang dapat mencapai sekitar 2,5%. Di antara negara
Sebelum 2001 5,06 6,03 5,81 5,49 6,02 5,75 berkembangpun dapat terjadi variasi pola pada tahap ketiga
Sesudah 2001 6,07 8,90 8,44 8,01 9,13 9,53 antara negara-negara yang berhasil menurunkan baik angka
Sumber: BPS kelahiran dan angka kematiannya dengan negara-negara yang
angka kematiannya menurun tidak terlalu besar namun angka
2. Konsep Transisi Demografi kelahirannya tetap tinggi. Perbedaan pola ini berhubungan
Transisi demografi adalah suatu konsep yang menunjukkan dengan tingkat kemajuan kesejahteraan ekonomi yang
adanya suatu proses pertumbuhan penduduk yang berubah dicapai maupun dengan berbagai faktor non-ekonomi seperti
polanya dari tahap awal ke tahap transisi menuju ke tahap adat istiadat yang berlaku di suatu masyarakat. Bagi para
ketiga. Ketiga tahap itu adalah: penyelenggara negara, implikasi transisi demografi ini adalah
42 Konsep dan Indikator Pembangunan Modul Diklatpim Tingkat IV 43

berapa besarnya tingkat pertumbuhan ekonomi yang harus penduduk usia kerja (15 sampai dengan 64 tahun) sangat
dicapai pada suatu periode agar minimal tidak menurunkan besar. Di negara-negara yang telah maju keadaannya terbalik,
tingkat pendapatan per kapita. di mana proporsi penduduk usia kerja adalah sekitar 65%
yang mempunyai tanggungan hanya sekitar 19% penduduk
3. Konsep Struktur Umur yang berumur di bawah 15 tahun. Dalam pada itu, perlu juga
dicatat bahwa dependency ratio yang cenderung lebih besar
Untuk mengkaji masalah kependudukan, suatu konsep yang
di negara yang sedang membangun dibandingkan dengan di
sangat penting adalah pengertian tentang "struktur umur".
negara maju, perkembangan yang sewajarnya menunjukkan
Struktur umur merupakan gambaran tentang komposisi
dependency ratio yang cenderung menurun ketika negara
penduduk menurut umur yang umumnya dibagi atas
yang sedang membangun menjadi semakin maju cenderung
kelompok umur yang paling muda sampai dengan yang
relatif kecil saja. Hal ini karena meningkatnya kemajuan
paling tua dengan interval setiap lima tahun. Dalam
suatu negara biasanya akan diikuti oleh meningkatnya
mengkaji masalah pembangunan konsep ini sangat penting
mengingat struktur umur di negara-negara yang sedang kelompok umur di atas enampuluh lima tahun. Dalam hal ini,
walaupun kelompok umur 0-15 tahun cenderung mengecil,
membangun mempunyai karakteristik yang berbeda dengan
dan kelompok umur 15-64 cenderung membesar, namun
negara-negara yang telah maju. Karakteristik ini mempunyai
kelompok umur 65+ juga akan membesar, sehingga hasil
beberapa implikasi permasalahan yang menyangkut proporsi
akhirnya, dependency ratio meskipun akan membaik
penduduk usia kerja dengan proporsi penduduk di bawah usia
(mengecil) tetapi perbaikannya tidak akan relatif besar. Tabel
kerja, laju pertumbuhan penduduk yang tetap tinggi
III.2 menunjukkan bahwa dependency ratio membaik dari
walaupun angka kelahiran telah sangat menurun, dan
54,7 menjadi 45,6 pada tahun 2025, penurunan ini agak
permasalahan pertumbuhan angkatan kerja yang relatif tinggi
tertahan oleh meningkatnya kelompok umur 65+ yang
dibandingkan dengan negara-negara yang telah maju.
proporsinya sebesar 4,7% pada tahun 2000 menjadi 8,5%
Karakteristik yang sangat menonjol dari struktur penduduk di
pada tahun 2025.
negara-negara yang sedang berkembang adalah bahwa
proporsi penduduk yang berumur di bawah 15 tahun relatif
besar dibanding dengan negara-negara maju dengan beberapa
implikasi seperti disinggung di atas. Pertama, karakteristik
ini menyebabkan "dependency ratio" yaitu rasio antara
proporsi penduduk di bawah 15 tahun dengan proporsi
44 Konsep dan Indikator Pembangunan Modul Diklatpim Tingkat IV 45

kematian tinggi daripada yang rendah. Misalnya, pertumbuhan


Tabel III.2 penduduk sebesar 2% yang dihasilkan oleh angka kelahiran dan
Perkembangan Dependency Ratio (%) angka kematian masing-masing sebesar 60 per 1000 dan 40 per
2000-2025
1000 akan menimbulkan permasalahan pertumbuhan angkatan
Komposisi Umur 2000 2005 2010 2015 2020 2025 kerja yang lebih besar daripada yang masing-masing sebesar 30
dan Dependency dan 10 per 1000 penduduk.
Ratio (%)
0-14 30,7 28,3 26,0 25,0 23,9 22,8 D. Konsep Pembangunan Yang Menyangkut
15-64 64,6 66,7 68,6 69,1 69,1 68,7 Kemiskinan
65+ 4,7 5,0 5,3 5,9 7,0 8,5
Dalam aspek kemiskinan ada tiga konsep yang saling berkaitan
Dependency Ratio 54,7 49,8 45,7 44,7 44,7 45,6 yaitu konsep kemiskinan absolut, konsep garis kemiskinan dan
Sumber : Proyeksi Penduduk Indonesia 2000-2025, BPS, Bappenas, konsep kesenjangan kemiskinan. Kemiskinan absolut adalah
UNFPA suatu konsep pembangunan yang menunjuk pada jumlah
penduduk yang tingkat kesejahteraannya masih berada di bawah
Kedua, besarnya proporsi penduduk di bawah 15 tahun akan garis kemiskinan. Garis kemiskinan adalah suatu tolok ukur
menyebabkan laju pertumbuhan penduduk akan menjadi tetap tentang jumlah penghasilan minimum yang diperlukan seseorang
tinggi walaupun angka kelahiran telah sangat menurun. untuk dapat sekedar bertahan hidup.
Fenomena ini dikenal sebagai masalah "momentum terselubung"
(hidden momentum) karena pertumbuhan penduduk telah Dalam proses pembangunan, upaya mengentaskan kemiskinan
terjamin akan terus bergelinding ketika kelompok umur ini umumnya memakai ukuran kemiskinan absolut sebagai sasaran
mencapai usia reproduksi, walaupun program keluarga untuk mengetahui seberapa besar jumlah maupun proporsi
berencana telah berhasil. Ketiga, besarnya kelompok usia muda penduduk yang berhasil ditingkatkan penghasilannya di atas
ini akan menyebabkan semakin besarnya jumlah penduduk yang garis kemiskinan dalam suatu periode tertentu. Kemiskinan
memasuki kelompok angkatan kerja yang menimbulkan masalah absolut dalam hal ini perlu dibedakan dari kemiskinan relatif
penyediaan kesempatan kerja yang lebih besar dibandingkan yang tidak akan pernah dapat diupayakan untuk dihilangkan
dengan di negara-negara yang telah maju. Permasalahan ini sepanjang masa.
semakin menonjol dalam hal suatu angka pertumbuhan
penduduk merupakan hasil dari angka kelahiran dan angka
46 Konsep dan Indikator Pembangunan Modul Diklatpim Tingkat IV 47

Garis kemiskinan sebagai batas penghasilan minimum dapat kemampuan ekonominya jikalau tidak terlebih dahulu ataupun
ditentukan sesuai dengan keadaan setempat tentang kebutuhan bersamaan ditingkatkan keberdayaan non-ekonominya, dalam
pokok dari masyarakat bersangkutan. Suatu ukuran tentang hal ini hak-haknya dalam mengakses berbagai sumber daya
kebutuhan pokok ini adalah biaya yang diperlukan untuk dapat ekonomi. Hal ini tertuang dalam RPJM 2004-2009 yang
mengkonsumsi 2100 kalori per orang per hari dari sumber mengatakan bahwa kemiskinan didefinisikan sebagai "kondisi di
bahan makanan karbohidrat tertentu yang dikalikan dengan mana seseorang atau kelompok orang, laki-laki dan perempuan,
harga bahan makanan yang bersangkutan. tidak terpenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan
mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Definisi ini
Di lain pihak, setelah menentukan suatu ukuran garis beranjak dari pendekatan berbasis hak yang mengakui bahwa
kemiskinan, jumlah ataupun proporsi penduduk yang berada di masyarakat miskin mempunyai hak-hak dasar yang sama dengan
bawah garis kemiskinan ini belum sepenuhnya menggambarkan anggota masyarakat lainnya. … Kemiskinan tidak lagi dipahami
tingkat kemiskinan yang berada di bawah garis ini. Misalnya hanya sebatas ketidakmampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan
setelah ditentukan garis kemiskinan sebesar Rp 100.000 per memenuhi hak-hak dasar dan perbedaan perlakuan bagi
orang per bulan maka gambaran kemiskinan akan berbeda seseorang atau sekelompok orang dalam menjalani kehidupan
antara berbagai kelompok di bawah garis ini yang mempunyai secara bermartabat." 7
penghasilan hanya Rp 10,000 dengan yang berpenghasilan Rp
99.000. Untuk mengatasi ketidaklengkapan gambaran ini maka E. Rangkuman
dipakai ukuran kesenjangan kemiskinan. Kesenjangan
1. Pemahaman berbagai konsep pembangunan penting agar
kemiskinan mengukur jumlah penghasilan yang diperlukan
terbentuk bahasa pembangunan yang sama antara para
untuk meningkatkan penghasilan seluruh penduduk di bawah
akademisi maupun antara para praktisi pembangunan.
garis kemiskinan untuk mencapai garis ini.
2. Salah satu konsep pembangunan adalah konsep transisi
demografi yang menunjukkan bahwa sebelum tercapai
Sementara itu, telah berkembang paradigma baru dalam
konvergensi maka akan terjadi divergensi antara angka
penanganan kemiskinan. Kalau sebelumnya penanganan
kelahiran dan angka kematian.
kemiskinan lebih banyak bertumpu pada pemberdayaan
3. Konsep kependudukan lain yang penting adalah konsep
ekonomi, maka sekarang tekanan diberikan pada pemberdayaan
momentum terselubung, yang menunjukkan bahwa dalam hal
non-ekonomi. Hal ini didasarkan atas pemikiran bahwa
masyarakat miskin tidak dapat secara efektif diberdayakan 7 Lihat Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2004-2009, Bab 16
48 Konsep dan Indikator Pembangunan

struktur umur penduduk mempunyai komposisi penduduk di BAB IV


bawah 15 tahun yang besar, maka walaupun pada saat yang
INDIKATOR PEMBANGUNAN
sama angka kelahiran berhasil diturunkan secara berarti, laju
pertumbuhan penduduk ini akan terus melaju beberapa
periode kedepan. Setelah membaca bab ini, peserta diharapkan mampu
4. Konsep pengangguran yang dikenal di negara maju hanya menjelaskan beberapa indikator pembangunan terutama
indikator ekonomi makro, indikator kesempatan kerja,
menjelaskan sebagian dari permasalahan pengangguran di
indikator pemerataan dan indikator kemiskinan
negara yang sedang berkembang.

Setelah melihat beberapa konsep pembangunan pada bab terdahulu,


F. Latihan pada bab ini akan dibahas beberapa indikator pembangunan yang
1. Apakah perbedaan antara konsep Produk Nasional Bruto terkait dengan konsep-konsep tersebut. Perbedaan antara konsep dan
(PNB) dengan konsep Produk Domestik Bruto? Mengapa indikator di sini adalah bahwa indikator lebih mengoperasionalkan
suatu negara cenderung memakai salah satu konsep daripada konsep sesuai dengan keadaan empiris. Karena itu sejauh mungkin
yang lainnya ? diupayakan agar pada Bab IV ini, disajikan data statistiknya.
2. Uraikan hubungan antara konsep jumlah penduduk dengan
konsep angkatan kerja suatu negara. Berturut-turut akan di bahas indikator tentang ekonomi makro
3. Uraikan perbedaan antara konsep kemiskinan absolut dengan (bagian A), indikator kesempatan kerja (bagian B), indikator
konsep kemiskinan relatif . pemerataan (bagian C) serta indikator kemiskinan (bagian D).

Urutan indikator pada bab ini selain sesuai dengan pembahasan


konsep pembangunan pada Bab III juga akan terkait dengan masalah
pembangunan yang akan dibahas pada Bab V.

A. Indikator Ekonomi Makro


Indikator pembangunan menyangkut ekonomi makro yang
utama adalah Produk Domestik Bruto (PDB) dalam harga
berlaku/nominal maupun dalam harga konstan/riil. PDB dalam

tentang Penanggulangan Kemiskinan, 49


50 Konsep dan Indikator Pembangunan Modul Diklatpim Tingkat IV 51

harga berlaku biasanya digunakan untuk menghitung pangsa sedangkan Jambi turun dari 4,8 persen pada tahun 2001
setiap sektor terhadap total PDB dan untuk menghitung menjadi 3,5 persen pada tahun 2002 (lihat Tabel IV.1).
pendapatan per kapita. PDB dalam harga konstan/riil biasanya - Perbedaan pertumbuhan antar daerah ini berakibat pada
dipakai untuk menghitung pertumbuhan antar periode dari total perubahan pangsa PDRB antar daerah pertanian dan daerah
maupun sektor. PDB sebagai ukuran pendapatan secara nasional industri pada PDB. Misalnya Sumatera Barat peranan
juga dapat dirinci menurut daerah yang dinamakan Produk PDRBnya sedikit meningkat dari 1,8 persen (2001) menjadi
Domestik Regional Bruto (PDRB). Pada Tabel IV.1 dan Tabel 1,9 persen (2002) sedangkan Jawa Barat menurun dari 14,1
IV.2 disajikan data PDRB per provinsi masing-masing dalam persen (2001) menjadi 13,9 persen (2002) (Tabel IV.2).
harga konstan dan harga berlaku untuk tahun 2000, 2001 dan - Pola perkembangan tahun 1997 ke tahun 1998 (masa resesi)
2002. Beberapa pesan yang dapat dipetik dari kedua tabel ini dan dari tahun 2000 ke 2002 (masa pemulihan) di atas sesuai
adalah sebagai berikut: dengan dugaan bahwa sektor industri lebih peka pada
- Pada tahun 1998, ketika ekonomi nasional mengalami perubahan siklus ekonomi (business cycle) daripada sektor
pertumbuhan negatif yang cukup besar (sekitar -11%), pertanian. Meskipun kepekaan ini lebih besar pada saat resesi
berbagai daerah yang basis ekonominya sangat dipengaruhi dari pada di masa pemulihan. Di lain pihak, pengamatan ini
oleh sektor industri mengalami pertumbuhan negatif yang perlu diterima secara hati-hati karena daerah Jawa Barat
lebih besar dari nasional, misalnya Jawa Barat -17,8% dan misalnya tidak sepenuhnya daerah industri tetapi juga
Jawa Timur -16,1%. Di lain pihak, daerah yang basis pertanian, yang naik turunnya kegiatan ekonominya tidak
produksinya lebih banyak dipengaruhi oleh sektor pertanian, semata-mata ditentukan konjunktur ekonomi tetapi juga oleh
mengalami pertumbuhan yang lebih kecil dari nasional, faktor musiman.
seperti Sumatra Barat -6,4% dan Jambi -5,4%. Dilain pihak, Kalau perkembangan ekonomi makro hendak dilihat secara lebih
pada tahun 2002, ketika perekonomian makin mantap dalam, maka dapat dihitung indikator yang menggambarkan
memasuki tahap pemulihan dan tumbuh sebesar 3,6 persen, perkembangan efisiensi dari perekonomian, yaitu melalui:
daerah-daerah industri tersebut (Jawa Barat dan Jawa Timur) ICOR (Incremental Capital Output Ratio), yang menghitung
tumbuh pada tingkat sekitar 3,5 sampai 4,0 persent, berapa unit capital dibutuhkan untuk menghasilkan tambahan
sedangkan daerah-daerah pertanian tidak selalu seiring satu unit output. ICOR ini sama dengan variabel k pada rumus
dengan pertumbuhan nasional, yaitu Sumatra Barat tumbuh Harrod-Domar.8 Umumnya semakin kecil ICOR maka efisiensi
sebesar 4,3 persen yang naik dari 3,6 persen tahun 2001, ekonomi dikatakan semakin meningkat. Namun dapat juga

8 Teori Harrod Domar menurunkan rumus : Pertumbuhan ekonomi (∆y/y) = s/k.


52 Konsep dan Indikator Pembangunan Modul Diklatpim Tingkat IV 53

ICOR meningkat bukan karena menurunnya efisiensi sebagai Tabel IV. 1


cermin meningkatnya pemborosan, tetapi oleh karena banyak Produk Domestik Regional Bruto
Atas Dasar Harga Konstan 1993
penanaman modal tertuju pada peningkatan pemerataan, seperti Per Provinsi dan Indonesia
halnya peningkatan pembangunan prasarana di berbagai daerah 2000-2002
yang kegiatan ekonominya masih relatif kecil. Selain itu, ICOR (dalam juta rupiah)
juga dapat meningkat karena diperkirakan pemanfaatan No Provinsi 2000 2001 2002
kapasitas produksi perekonomian yang dalam periode awal 1 NAD 9.129.358 9.237.840 9.249.480
2 Sumatra Utara 24.016.595 24.911.048 25.918.696
relatif rendah telah semakin meningkat misalnya mendekati 3 Sumatra Barat 7.868.238 8.153.962 8.503.928
4 Riau 21.633.022 22.552.524 23.544.880
100%. Dalam periode RPJM (Peraturan Presiden No. 7 Tahun 5 Jambi 3.354.146 3.515.566 3.636.903
2005), ICOR yang pada tahun 2004 diperkirakan sebesar 3,9 6 Sumatra Selatan 12.025.512 12.313.753 12.749.219
7 Bangka Belitung 1.872.602 1.976.771 2.070.432
akan diupayakan menurun menjadi 3,6 pada tahun 2009. 8 Bengkulu 1.744.250 1.814.479 1.892.935
9 Lampung 7.174.254 7.433.265 7.816.357
Rumus penghitungan ICOR adalah sebagai berikut: 10 DKI Jakarta 59.694.419 61.865.971 64.259.075
11 Jawa Barat 55.660.205 57.824.843 60.096.782
ICORt = (It-1 /PDBt - PDBt-1 ) 12 Banten 16.540.147 17.340.654 18.216.573
- TFP (Total Factor Productivity), yang merupakan ukuran 13 Jawa Tengah 40.941.667 42.305.176 43.759.541
14 DI Yogyakarta 5.017.709 5.182.544 5.357.669
seberapa besar pertumbuhan ekonomi disebabkan oleh 15 Jawa Tmur 56.856.521 58.750.180 60.754.056
16 Bali 7.521.841 7.777.071 8.021.669
peningkatan kualitas tenaga kerja dan peningkatan teknologi 17 Kalimantan Barat 7.274.000 7.409.948 7.559.183
selain oleh peningkatan kuantitas tenaga kerja dan modal. 18 Kalimantan Tengah 4.092.515 4.203.919 4.341.375
19 Kalimantan Selatan 6.424.665 6.665.209 6.869.600
Kalau pada periode setelah deregulasi, TFP rata-rata 20 Kalimantan Timur 22.384.086 23.513.161 24.521.451
21 Sulawesi Utara 3.220.688 3.357.569 3.490.692
menyumbang 1,0%, maka dalam periode lima tahun sebelum 22 Gorontalo 918.614 968.046 1.030.221
krisis TFP memberi sumbangan negatif rata-rata sebesar 0,9 23 Sulawesi Tengah 2.383.700 2.507.463 2.643.128
24 Sulawesi Selatan 10.101.948 10.603.662 11.092.996
%. Rumus penghitungan TFP adalah sebagai berikut: 25 Sulawesi Tenggara 1.672.193 1.766.340 1.880.970
26 Nusa Tenggara Barat 4.377.225 4.770.688 4.946.937
27 Nusa Tenggara Timur 2.952.372 3.103.059 3.287.944
∆Y/Y = α (∆K/K) + β (∆L/L) + TFP 28
29
Maluku
Maluku Utara
1.297.502
858.442
1.276.998
872.225
1.314.720
891.160
dimana: 30 Papua 8.338.145 8.202.084 8.916.759
Lainnya 17.823.686 18.225.054 19.357.520
α = elastisitas pertumbuhan modal Total Provinsi 407.346.581 422.176.019 438.635.332
Indonesia *) 398.016.853 411.691.036 426.740.546
β = elastisitas pertumbuhan tenaga kerja *) Perbedaan antara PDB Indonesia dengan Total PDRB Provinsi
disebabkan antara lain oleh diskrepansi statistik
Sumber : Badan Pusat Statistik
54 Konsep dan Indikator Pembangunan Modul Diklatpim Tingkat IV 55

Tabel IV. 2 Tabel IV. 3


Produk Domestik Regional Bruto Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku
Atas Dasar Harga Berlaku
Per Provinsi dan Indonesia Menurut Provinsi,
2000-2002 2003-2006
(dalam juta rupiah) (miliar Rupiah)

No Provinsi 2000 2001 2002


PROVINSI 2003 2004 2005* 2006**
1 NAD 28.923.265 33.240.737 35.471.143
2 Sumatra Utara 67.659.899 77.803.074 86.741.281 (1) (3) (4) (5) (6)
3 Sumatra Barat 22.462 25.428.877 29.117.557
4 Riau 55.260.499 59.937.358 67.664.109 1. NAD 48.619,15 50.357,26 56.951,61 73.543,05
5 Jambi 9.380.650 11.141.085 13.128.767
2. Sumatera Utara 103.401,37 118.100,51 139.618,31 160.033,72
6 Sumatra Selatan 39.252.009 44.077.773 49.684.267
7 Bangka Belitung 5.336.039 6.279.483 7.245.086 3. Sumatera Barat 33.130,68 37.358,65 44.674,57 53.029,59
8 Bengkulu 4.539.983 5.179.189 5.915.649
9 Lampung 23.200.302 25.426.198 28.235.382 4. Riau 97.275,28 114.246,37 139.019,00 167.068,19
10 DKI Jakarta 189.075.401 219.852.797 254.735.428 5. Jambi 15.928,52 18.487,94 22.487,01 26.061,77
11 Jawa Barat 174.915.258 193.176.426 214.300.479
12 Banten 43.184.332 50.214.724 58.194.521 6. Sumatera Selatan 55.938,68 64.319,38 81.531,51 95.929,14
13 Jawa Tengah 117.782.925 136.131.480 156.733.275 7. Bengkulu 7.251,98 8.104,89 10.134,45 11.397,00
14 DI Yogyakarta 13.093.980 14.576.885 16.515.712
15 Jawa Tmur 169.680.628 195.762.784 226.957.307 8. Lampung 32.361,23 36.015,54 40.906,79 48.747,92
16 Bali 16.509.986 18.975.167 22.062.905
9. Kep. Bangka Belitung 10.207,76 11.796,55 14.189,08 15.856,66
17 Kalimantan Barat 17.968.167 19.463.554 21.647.647
18 Kalimantan Tengah 10.859.485 12.318.241 13.804.818 10. Kepulauan Riau 32.845,57 36.736,62 40.984,74 46.216,08
19 Kalimantan Selatan 16.170.221 18.287.740 20.527.304
20 Kalimantan Timur 75.013.459 86.242.137 88.782.880
Sumatera 436.960,21 495.523,71 590.497,07 697.883,12
21 Sulawesi Utara 9.339.015 10.102.297 11.151.866 11. DKI Jakarta 334.331,30 375.561,52 433.860,25 501.584,81
22 Gorontalo 1.622.000 1.896.305 2.253.893
23 Sulawesi Tengah 8.240.293 9.992.169 11.202.547 12. Jawa Barat 275.721,68 304.458,45 389.268,65 473.556,76
24 Sulawesi Selatan 27.772.137 32.102.390 36.550.293 13. Jawa Tengah 171.881,88 193.435,26 234.435,32 281.996,71
25 Sulawesi Tenggara 5.730.160 6.856.220 8.034.614
26 Nusa Tenggara Barat 11.569.977 14.140.551 15.749.954 14. DI Yogyakarta 19.613,42 22.023,88 25.427,34 29.415,95
27 Nusa Tenggara Timur 6.357.557 7.510.671 8.684.116
15. Jawa Timur 300.609,86 341.065,25 403.392,35 470.627,49
28 Maluku 2.729.582 2.954.380 3.405.503
29 Maluku Utara 1.865.627 1.929.802 1.986.345 16. Banten 66.575,30 73.713,78 84.622,29 97.867,27
30 Papua 20.902.655 24.555.558 23.094.701
Lainnya 43.425.398 51.090.962 52.920.620
Jawa 1.168.733,43 1.310.258,15 1.571.006,20 1.855.048,99
Total Provinsi 1.196.397.939 1.365.556.052 1.539.579.348 17. Bali 26.167,94 28.986,60 33.946,47 37.388,48
Indonesia *) 1.264.918.748 1.449.398.101 1.610.011.612
Jawa & Bali 1.194.901,37 1.339.244,75 1.604.952,67 1.892.437,48
*) Perbedaan antara PDB Indonesia dengan Total PDRB Provinsi
disebabkan antara lain oleh diskrepansi statistik 20. Kalimantan Barat 26.062,75 29.750,23 33.869,47 37.712,57
Sumber : Badan Pusat Statistik 21. Kalimantan Tengah 15.705,03 18.299,98 20.983,17 24.450,90
56 Konsep dan Indikator Pembangunan Modul Diklatpim Tingkat IV 57

22. Kalimantan Selatan 25.258,51 27.877,43 31.623,00 34.469,23


23. Kalimantan Timur 106.453,59 133.704,07 180.289,09 198.579,23 Tabel IV. 4
Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000
Kalimantan 173.479,88 209.631,71 266.764,73 295.211,94
Menurut Provinsi,
24. Sulawesi Utara 14.161,88 15.727,75 18.763,48 21.503,70
2003-2006
25. Sulawesi Tengah 13.023,15 14.659,02 17.116,58 19.331,71
(miliar Rupiah)
26. Sulawesi Selatan 42.843,28 48.614,18 51.780,44 60.902,82
27. Sulawesi Tenggara 8.908,78 10.267,96 12.981,05 15.270,35
PROVINSI 2003 2004 2005* 2006**
28. Gorontalo 2.479,72 2.801,54 3.480,57 4.062,28
(1) (3) (4) (5) (6)
29. Sulawesi Barat - - 4.422,95 5.124,81
1. Nanggroe Aceh Darussalam 44.677,16 40.374,28 36.287,92 37.158,87
Sulawesi 81.416,81 92.070,44 108.545,06 126.195,68
2. Sumatera Utara 78.805,61 83.328,95 87.897,79 93.330,11
18. Nusa Tenggara Barat 17.499,60 22.145,67 25.760,58 28.408,43
3. Sumatera Barat 26.146,78 27.578,14 29.159,48 30.949,95
19. Nusa Tenggara Timur 11.382,81 12.877,11 14.653,44 16.729,57
4. Riau 73.077,96 75.216,72 79.287,59 83.370,87
30. Maluku 3.688,65 4.048,28 4.570,66 5.079,84
5. Jambi 11.343,28 11.953,89 12.619,97 13.363,62
31. Maluku Utara 2.175,01 2.368,87 2.583,10 2.818,42
6. Sumatera Selatan 45.247,40 47.344,40 49.633,54 52.215,29
32. Irian Jaya Barat 5.555,60 6.576,54 7.913,78 8.945,54
7. Bengkulu 5.595,03 5.896,26 6.239,36 6.610,63
33. Papua 23.890,08 24.842,90 43.615,32 46.892,06
8. Lampung 26.898,05 28.262,29 29.397,25 30.847,02
Jumlah 33 Provinsi 1.950.950,03 2.209.329,99 2.669.856,41 3.120.602,07
9. Kep. Bangka Belitung 8.147,53 8.414,98 8.706,80 9.009,89
10. Kepulauan Riau 26.775,79 28.509,06 30.381,50 32.441,00
Sumatera 346.714,59 356.878,95 369.611,20 389.297,24
11. DKI Jakarta 263.624,24 278.524,82 295.270,54 312.700,30
12. Jawa Barat 219.525,22 230.003,50 242.935,20 257.535,98
13. Jawa Tengah 129.166,46 135.789,87 143.051,21 150.682,65
14. DI Yogyakarta 15.360,41 16.146,42 16.910,88 17.535,35
15. Jawa Timur 228.884,46 242.228,89 256.374,73 271.238,56
16. Banten 51.957,46 54.880,41 58.106,95 61.317,51
Jawa 908.518,25 957.573,91 1.012.649,51 1.071.010,36
17. Bali 19.080,90 19.963,24 21.072,44 22.184,68
Jawa & Bali 927.599,15 977.537,16 1.033.721,95 1.093.195,04
20. Kalimantan Barat 21.455,28 22.483,02 23.538,35 24.769,58
21. Kalimantan Tengah 12.555,44 13.253,08 14.034,63 14.853,73
58 Konsep dan Indikator Pembangunan Modul Diklatpim Tingkat IV 59

22. Kalimantan Selatan 21.000,33 22.057,20 23.172,61 24.274,64


23. Kalimantan Timur 89.483,54 91.050,43 93.938,00 96.585,47 Tabel IV . 5
Kalimantan 144.494,59 148.843,73 154.683,60 160.483,42 Laju Pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000
24. Sulawesi Utara 11.652,79 12.149,50 12.744,55 13.529,64 Menurut Provinsi,
25. Sulawesi Tengah 10.196,75 10.925,46 11.752,24 12.688,55 2003-2006
26. Sulawesi Selatan 35.410,57 37.291,39 36.421,79 38.867,68 (%)
27. Sulawesi Tenggara 6.957,66 7.480,18 8.026,86 8.643,33
28. Gorontalo 1.769,19 1.891,76 2.027,72 2.175,82 PROVINSI 2003 2004 2005* 2006**

29. Sulawesi Barat - - 3.120,77 3.338,75 (1) (3) (4) (5) (6)
Sulawesi 65.986,96 69.738,30 74.093,92 79.243,77 1. Nanggroe Aceh Darussalam 5,52 -9,63 -10,12 2,40

18. Nusa Tenggara Barat 14.073,34 14.928,17 15.194,71 15.526,81 2. Sumatera Utara 4,81 5,74 5,48 6,18

19. Nusa Tenggara Timur 9.016,72 9.446,77 9.769,55 10.266,16 3. Sumatera Barat 5,26 5,47 5,73 6,14

30. Maluku 2.970,47 3.102,00 3.259,24 3.440,11 4. Riau 3,08 2,93 5,41 5,15

31. Maluku Utara 2.032,57 2.128,21 2.236,80 2.359,48 5. Jambi 5,00 5,38 5,57 5,89

32. Irian Jaya Barat 4.627,37 4.969,21 5.307,33 5.548,90 6. Sumatera Selatan 3,68 4,63 4,84 5,20

33. Papua 21.019,42 16.282,97 22.209,19 18.388,88 7. Bengkulu 5,37 5,38 5,82 5,95

Jumlah 33 Provinsi 1.538.535,17 1.603.855,47 1.690.087,49 1.777.749,81 8. Lampung 5,76 5,07 4,02 4,93
9. Kep. Bangka Belitung 11,93 3,28 3,47 3,48
10. Kepulauan Riau - 6,47 6,57 6,78
Sumatera 4,52 2,93 3,57 5,33
11. DKI Jakarta 5,31 5,65 6,01 5,90
12. Jawa Barat 4,67 4,77 5,62 6,01
13. Jawa Tengah 4,98 5,13 5,35 5,33
14. DI Yogyakarta 4,58 5,12 4,73 3,69
15. Jawa Timur 4,78 5,83 5,84 5,80
16. Banten 5,07 5,63 5,88 5,53
Jawa 4,95 5,40 5,75 5,76
17. Bali 3,57 4,62 5,56 5,28
Jawa & Bali 4,92 5,38 5,75 5,75
20. Kalimantan Barat 3,12 4,79 4,69 5,23
60 Konsep dan Indikator Pembangunan Modul Diklatpim Tingkat IV 61

21. Kalimantan Tengah 4,91 5,56 5,90 5,84 kesempatan kerja ini disebabkan oleh faktor peningkatan
22. Kalimantan Selatan 4,37 5,03 5,06 4,76 produktivitas tenaga kerja yang pada gilirannya disebabkan oleh
23. Kalimantan Timur 1,86 1,75 3,17 2,82 penggunaan teknologi yang lebih tinggi, khususnya teknologi
Kalimantan 2,66 3,01 3,92 3,75 yang lebih padat modal. Tidak samanya pertumbuhan ekonomi
24. Sulawesi Utara 3,20 4,26 4,90 6,16 dengan pertumbuhan kesempatan kerja akan tercermin pada
25. Sulawesi Tengah 6,21 7,15 7,57 7,97 keadaan ketika pertumbuhan ekonomi lebih dipengaruhi oleh
26. Sulawesi Selatan 5,25 5,31 6,04 6,72
proporsi industri yang bertambah besar dibanding dengan
27. Sulawesi Tenggara 7,57 7,51 7,31 7,68
proporsi pertanian yang semakin kecil dalam PDB walaupun
28. Gorontalo 6,88 6,93 7,19 7,30
proporsi kesempatan kerja di sektor industri lebih kecil daripada
29. Sulawesi Barat - - - 6,99
di pertanian. Selama RPJM 2004-2009, kesempatan kerja di
Sulawesi 5,31 5,68 6,25 6,95
sektor industri sebesar rata-rata 12%, sehingga pertumbuhan
18. Nusa Tenggara Barat 3,90 6,07 1,79 2,19
19. Nusa Tenggara Timur 4,57 4,77 3,42 5,08
industri sebesar rata-rata 7,8% 9 hanya akan menampung
30. Maluku 4,31 4,43 5,07 5,55 kesempatan kerja sekitar 9,4% setahun. Masalah kesempatan
31. Maluku Utara 3,82 4,71 5,10 5,48 kerja (ataupun pengangguran) dalam hubungannya dengan
32. Irian Jaya Barat 7,68 7,39 6,80 4,55 masalah kemiskinan akan dibahas pada Bab V tentang Masalah
33. Papua -0,28 -22,53 36,40 -17,20 Pembangunan.
Jumlah 33 Provinsi 4,55 4,25 5,38 5,19
Tabel IV.6 menyajikan data pengangguran terbuka untuk setiap
provinsi di Indonesia selama periode 2000, 2001 dan 2002.
B. Indikator Kesempatan Kerja Beberapa perkembangan yang dapat diketahui dari tabel ini
Suatu indikator pembangunan penting adalah indikator yang adalah:
menyangkut perkembangan kesempatan kerja ataupun yang - Pengangguran terbuka terus meningkat dari 4,33% pada tahun
memberi gambaran tentang tingkat pengangguran. Meskipun 2000, menjadi 4,99% pada tahun 2001 dan 6,98% pada tahun
indikator kesempatan kerja berhubungan positif dengan 2002. Peningkatan ini sejalan dengan penurunan pertumbuhan
pertumbuhan PDB, hubungan ini ternyata tidak selalu seiring. ekonomi dari 4,9% pada tahun 2000, 3,8% pada tahun 2001
Pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi tidak selalu disertai dan menjadi 4,3% pada tahun 2002.
oleh pertumbuhan kesempatan kerja yang sama tingginya.
Perbedaan antara pertumbuhan ekonomi dengan pertumbuhan
9 RPJM 2004-2009, khususnya Tabel 34.2
62 Konsep dan Indikator Pembangunan Modul Diklatpim Tingkat IV 63

- Peningkatan pengangguran ini sejalan dengan pertumbuhan


kesempatan kerja (sebesar masing-masing 1,1% pada tahun Selain perlu diperhatikan konsep pengangguran antara negara
2001 dan 0,9% pada tahun 2002) yang lebih kecil daripada maju dan negara yang sedang berkembang, juga perlu disadari
pertumbuhan angkatan kerja (sebesar masing-masing 3,8% bahwa terdapat beberapa keterbatasan pada data statistik
pada tahun 2001 dan 1,2% pada tahun 2002 (Diolah dari data angkatan kerja dan pengangguran di negara yang sedang
Tabel 34.2 RPJM 2004-2009, halaman V.34-18). membangun, termasuk Indonesia, yaitu antara lain:
- Tingkat pengangguran terbesar terdapat di DKI Jakarta antara - Data angkatan kerja dilandasi oleh batasan jumlah penduduk di
9,5% dan 11,5%. Fenomena ini terkait dengan tingkat atas 15 tahun dan sedang bekerja ataupun sedang aktif mencari
urbanisasi yang tinggi di daerah ini, sedangkan kemampuan kerja. Dilain pihak, dalam keadaan ekonomi ketika lapangan
industri untuk menampungnya terbatas; kerja sangat terbatas, suatu keadaan yang lebih banyak ditemui
- Walaupun hampir seluruh Provinsi mengikuti kecenderungan di negara yang sedang membangun, banyak penduduk yang
nasional dalam hal peningkatan pengangguran, terdapat satu berumur di atas 15 tahun yang sudah putus asa dalam usahanya
pengecualian, yaitu penurunan di Jawa Timur dari 7,66% pada mencari kerja. Dalam situasi ini, ketika yang bersangkutan
tahun 2001 menjadi 5,37% pada tahun 2002. Sementara itu, yang sedang tidak bekerja ditanya petugas survei/sensus
data pengangguran terbuka di Maluku dan Papua menunjukkan tentang hal ini maka jawabannya adalah negatif. Keadaan ini
perkembangan yang kurang masuk akal, yaitu masing-masing cenderung menyebabkan jumlah angkatan kerja di negara yang
meningkat besar dari 5,57% dan 2,79% pada tahun 2001 sedang membangun tidak tercatat secara penuh
menjadi masing-masing 21,22% dan 21,76% pada tahun 2002. (underestimated). Sehubungan dengan ini, suatu indikator
Diduga peningkatan yang terlalu besar ini lebih banyak angkatan kerja yang dapat dihitung dalam pengkajian masalah
berhubungan dengan kesulitan mengumpulkan data di kedua ketenagakerjaan adalah perkembangan rasio antara jumlah
daerah ini yang ketika itu menghadapi gejolak konflik sosial. angkatan kerja terhadap penduduk usia kerja, yang disebut
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK):
Dalam pada itu, mengkaji data ketenagakerjaan di atas perlu
memperhatikan beberapa masalah yang menyangkut konsep Angkatan Kerja
angkatan kerja dan pengangguran yang berbeda antara negara- TPAK =------------------------------
negara yang telah maju dengan negara-negara yang sedang Penduduk Usia Kerja
membangun (meskipun sudah ada kecenderungan standardisasi,
lihat Bab III tentang Konsep Pembangunan).
64 Konsep dan Indikator Pembangunan Modul Diklatpim Tingkat IV 65

- Dalam mengadakan pengkajian masalah ketenagakerjaan, tingkat kegiatan ekonomi dengan tingkat pengangguran pada
perlu diperhatikan juga keterbandingan antara data statistik suatu saat.
berbagai tahun yang mungkin menggunakan metode - Dalam konsep "angkatan kerja yang bekerja" meliputi
pengumpulan yang tidak sama ataupun konsep dasarnya komponen "berusaha sendiri". Di negara maju berusaha sendiri
berbeda. Misalnya, dalam data statistik angkatan kerja lebih banyak menunjuk pada pengusaha kecil yang kegiatan
Indonesia dari berbagai publikasi, ada data, khususnya sebelum usahanya, sebagai pengacara, dokter ataupun berbentuk toko
tahun 1994, yang didasarkan atas pengertian bahwa penduduk kecil dan sejenisnya. Di lain pihak, di negara yang sedang
usia kerja adalah yang berumur 10 tahun ke atas. Selain itu, berkembang "berusaha sendiri" banyak meliputi usaha penjual
statistik angkatan kerja/pengangguran yang berasal dari tukang rokok di pinggir jalan, tukang becak. Dengan demikian,
metode pengumpulan yang berbeda (antara Survey Angkatan upaya penyelesaian masalah yang menyangkut angkatan kerja
Kerja Nasional atau Sakernas dengan Survei Penduduk Antar akan berbeda antara negara maju dan negara yang sedang
Sensus atau Supas dan Sensus Penduduk) tidak selalu sama berkembang, (yang akan dibahas lebih lanjut pada Bab V
dasarnya, kecuali yang telah disesuaikan. Masalah statistik ini tentang Masalah Pembangunan).
menunjukkan pentingnya standardisasi pengumpulan data
statistik yang dilakukan oleh lembaga pemerintah pusat
maupun antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Dalam rangka otonomi daerah, meskipun menyangkut
wewenang yang berada di luar dekonsentrasi, standardisasi ini
tetap harus diperhatikan agar koordinasi kebijaksanaan dapat
terjamin melalui "bahasa pembangunan" yang sama.
- Mengkaji data statistik angkatan kerja dalam hubungannya
dengan tingkat kegiatan ekonomi (seperti pertumbuhan PDB),
perlu pula diperhatikan aspek institusional dari
ketenagakerjaan di negara yang sedang membangun yang
berbeda dari negara yang sudah maju, yaitu tidak serta
mertanya terjadi penurunan kesempatan kerja karena kesulitan
iklim ekonomi yang dihadapi perusahaan. Hal ini
menyebabkan sulit untuk mengkaji misalnya korelasi antara
66 Konsep dan Indikator Pembangunan Modul Diklatpim Tingkat IV 67

Tabel IV.6 Perkembangan pengangguran terbuka menurut provinsi dari


Pengangguran Terbuka Menurut Provinsi dan Indonesia tahun 2004 sampai dengan tahun 2006 ditunjukkan pada Tabel
2000-2002 IV.7 berikut ini.
(persen)
Tabel IV.7
Pengangguran Terbuka Pengangguran Terbuka
No. Provinsi
2000 2001 2002 Menurut Provinsi
1 Nanggroe Aceh - - 16,35 Tahun 2004 –2006
Darussalam
2 Sumatra Utara 3,76 4,65 6,72 (dalam satuan anggota angkatan kerja)
3 Sumatra Barat 3,44 4,16 6,06 PROVINSI 2004 2005 2006
4 Riau 5,94 5,42 8,22
5 Jambi 2,95 4,51 5,93 (1) (2) (3) (4)
6 Sumatra Selatan 2,79 4,33 5,82
7 Bengkulu 1,68 2,88 4,29 Nanggroe Aceh Darussalam 156.960 220.241 211.356
8 Lampung 2,37 3,62 5,53 Sumatera Utara 610.540 636.980 847.579
9 Bangka Belitung - 3,56 5,20
10 DKI Jakarta 9,55 9,02 11,53 Sumatera Barat 258.224 225.860 257.937
11 Jawa Barat 6,95 7,06 9,87
Riau 364.594 355.568 211.159
12 Jawa Tengah 4,22 4,01 6,25
13 DI Yogyakarta 3,55 3,24 4,70 Jambi 73.108 103.149 92.772
14 Jawa Timur 3,02 7,66 5,37
Sumatera Selatan 282.255 287.188 408.010
15 Banten - 8,15 10,32
16 Bali 2,27 2,46 3,51 Bengkulu 48.312 49.509 56.407
17 Nusa Tenggara Barat 3,40 4,87 5,15
18 Nusa Tenggara Timur 1,34 2,20 2,82 Lampung 249.690 229.131 335.931
19 Kalimantan Barat 2,98 3,98 4,81 Bangka Belitung 33.960 39.340 28.446
20 Kalimantan Tengah 2,54 3,96 5,67
21 Kalimantan Selatan 2,57 3,08 4,44 Kepulauan Riau - - 61.478
22 Kalimantan Timur 4,37 6,60 8,89 DKI Jakarta 602.741 615.917 590.022
23 Sulawesi Utara 5,35 8,12 10,47
24 Sulawesi Tengah 2,14 3,58 5,54 Jawa Barat 2.319.715 2.527.807 2.539.252
25 Sulawesi Selatan 3,23 4,50 7,12
Jawa Tengah 1.299.220 1.446.404 1.422.256
26 Sulawesi Tenggara 3,07 3,73 6,04
27 Gorontalo - 7,96 9,28 DI Yogyakarta 113.560 93.507 117.024
28 Maluku - 5,58 21,22
29 Maluku Utara - 9,05 15,81 Jawa Timur 1.447.263 1.629.882 1.502.903
30 Papua 1,83 2,79 21,76 Banten 549.593 549.995 636.847
I N DO N E S I A *) 4,33 4,99 6,98
Bali 89.640 81.748 103.830
*) Angka ini agak berbeda dengan yang di RPJM (dengan angka
6,1%, 8,1% dan 9,1% selama tiga tahun tersebut) meskipun Nusa Tenggara Barat 149.156 174.996 182.462

trendnya lebih kurang sama. Nusa Tenggara Timur 91.722 117.821 104.907
Sumber: Badan Pusat Statistik Kalimantan Barat 153.464 171.724 139.054
68 Konsep dan Indikator Pembangunan Modul Diklatpim Tingkat IV 69

Kalimantan Tengah 48.168 45.262 53.642 Keadaan hipotetis dari suatu perekonomian negara yang
Kalimantan Selatan 99.975 99.547 137.315 sedang membangun (Tabel IV.8), menunjukkan bahwa 10%
Kalimantan Timur 120.715 111.180 149.884 terbawah dari jumlah rumah tangga di perekonomian yang
Sulawesi Utara 107.008 143.752 135.459 bersangkutan menerima hanya 1.5% sedangkan 10% teratas
Sulawesi Tengah 60.692 78.145 93.830 menerima 32.7% dari seluruh pendapatan nasional. Bahkan
Sulawesi Selatan 603.220 516.622 370.309 10% teratas ini menerima lebih banyak dari 60% terbawah
Sulawesi Tenggara 85.455 79.081 66.694
yang hanya menerima 28,1% dari seluruh pendapatan
Gorontalo 45.360 37.993 36.758
nasional.
Sulawesi Barat - - 19.840
Tabel IV.8
Maluku 58.986 58.631 77.555
Distribusi Pendapatan
Maluku Utara 28.623 34.496 34.648
Hipotetis
Irian Jaya Barat - - 33.546
Papua 99.432 92.778 45.581 Pndpt.N % thdp Pndpt.
Jumlah 33 Provinsi 10.251.351 10.854.254 11.104.693 Rumah Tangga (juta Rp) Nasional
(decile)
(1) (2) (3)
1 0.1
2 1.4 1.5
C. Indikator Pemerataan 3
4
1.7
1.9 3.6
5 2.1
1. Kurva Lorenz dan Koefisien Gini 6 2.2 4.3
Suatu cara untuk mengetahui distribusi pendapatan di suatu 7 2.6
8 2.9 5.5
perekonomian adalah dengan menyusun jumlah pendapatan 9 3.1
10 3.2 6.3
seluruh rumah tangga menurut besaran yang diterima dari 11 3.3
12 3.6 6.9
yang paling kecil ke yang paling tinggi. Pada ilustrasi di 13 3.9
Tabel IV. 8, diumpamakan bahwa suatu perekonomian terdiri 14 4.4 8.3
15 5.2
dari 20 rumah tangga dengan pendapatan nasional sebesar 16 6.3 11.5
17 9.3
Rp 100 juta, yang distribusinya ditunjukkan pada kolum ke- 18 10.1 19.4
19 11.2
2. Untuk memudahkan melihat gambaran distribusi ini, maka 20 21.5 32.7
Total 100 100
seluruh rumah tangga ini digolongkan menurut urutan decile
Meskipun dari sajian data pada Tabel IV.8 dapat dilihat
(sepersepuluhan) dari yang paling rendah ke yang paling
secara intuitif apakah ada atau tidaknya segi pemerataan,
tinggi.
tabel semacam ini belum dapat memberi ukuran pemerataan
70 Konsep dan Indikator Pembangunan Modul Diklatpim Tingkat IV 71

menurut tingkatannya (dari yang sempurna pemerataannya Karena dalam realita tak ada keadaan "pemerataan yang
sampai yang paling tidak merata) dan belum dapat sempurna" ataupun "pemerataan paling tidak sempurna",
menggambarkan perkembangan tingkatan pemerataan ini dari maka kurva Lorenz suatu perekonomian biasanya terletak
waktu ke waktu. Untuk dapat memberi gambaran ini pada antara garis diagonal dengan garis horisontal bawah dengan
tahun 1905 Conrad Lorenz telah membuat suatu kurva seperti garis vertikal kanan diagram Lorenz. Dengan menggunakan
ditunjukkan pada Diagram IV.1, yang sesuai dengan nama data pada Tabel IV.8, yang meskipun hipotetis lebih kurang
penciptanya disebut kurva Lorenz. menggambarkan keadaan di negara yang sedang
berkembang, maka distribusi pendapatan pada perekonomian
Pada sumbu horisontal dari diagram ini digambarkan seluruh ini dapat digambarkan pada kurve Lorenz ini. Setelah
rumah tangga penerima pendapatan menurut urutan mengkumulatifkan persentase penerima pendapatan per
persentase kumulatif sehingga pada angka 10 tercatat 10% decile ini maka, di luar titik batas 100%, akan diperoleh 9
terbawah dari seluruh penerima pendapatan, demikian titik distribusi dari H sampai dengan P. Misalnya pada titik J,
seterusnya sehingga pada angka 100 seluruh (100%) dari 30% terbawah dari seluruh rumah tangga (seluruh penduduk
jumlah penerima pendapatan telah tercatat. Pada sumbu perekonomian hipotetis) ini menerima hanya 9,4 % dari
vertikal digambarkan persentase pendapatan nasional yang seluruh pendapatan nasional. Bahkan 80% terbawah dari
diterima setiap persentase penerima pendapatan. Karena juga penerima pendapatan/rumah tangga (titik O) menerima
bersifat kumulatif angka persentase pada sumbu vertikal juga kurang dari 50% (yaitu 47,9%) dari total pendapatan
berakhir dengan 100 di mana seluruh pendapatan nasional nasional.
telah tercatat pembagiannya. Garis diagonal pada diagram
tersebut merupakan garis yang menggambarkan keadaan
"pemerataan yang sempurna", karena pada setiap titiknya
mewakili persentase penerima pendapatan yang sama dengan
persentase pendapatan yang diterima. Misalnya pada titik
pertengahan garis diagonal ini, 50% dari penerima
pendapatan menerima 50% dari pendapatan nasional, pada
jarak tigaperempat dari titik origin, 75% dari penerima
pendapatan menerima 75% dari pendapatan nasional.
72 Konsep dan Indikator Pembangunan Modul Diklatpim Tingkat IV 73

Diagram IV. 1
Kurva Lorenz Distribusi pendapatan yang membaik ditunjukkan oleh
bergeraknya kurva Lorenz ke dalam/atas (pada Diagram IV.1
dari L1 ke L2) dan sebaliknya keadaan pemerataan yang
memburuk digambarkan oleh bergeraknya kurva Lorenz ke
luar (bawah) dari garis diagonal (dari L1 ke L3). Terjadinya
perbaikan atau pemburukkan ini dipengaruhi oleh
kebijaksanaan pembangunan yang ditempuh. Di masa lalu
dalam rangka mendorong ekspor non-migas, telah lebih
banyak diberi tekanan pada pertumbuhan konglomerasi
perusahaan yang cenderung membuat kurva Lorenz bergerak
ke luar. Kecenderungan ini juga terjadi karena tujuan
peningkatan pertumbuhan tidak/kurang disertai "trickle-
down effect" ataupun merembesnya manfaat pertumbuhan
kepada kelompok perusahaan kecil dan menengah. Untuk
mengoreksi perkembangan yang kurang menguntungkan ini,
telah diupayakan strategi pembangunan "ekonomi rakyat"
(Pembahasan lebih lanjut dari masalah ekonomi rakyat, Lihat
Bab V tentang Masalah Pembangunan). Dampak yang
diharapkan dari kebijaksanaan ini tentunya adalah dapat
tergesernya kurva Lorenz ke dalam/atas (seperti dari L1 ke
L2).

Agar gambaran tentang tingkatan tidak/kurang meratanya


distribusi pendapatan dapat lebih terukur maka pada tahun
1912, Gini memodifikasi kurva Lorenz melalui rumusnya
tentang tingkatan tersebut sebagai rasio daerah antara kurva
Lorenz dan garis diagonal pemerataan sempurna dengan
74 Konsep dan Indikator Pembangunan Modul Diklatpim Tingkat IV 75

seluruh daerah di bawah garis diagonal tersebut. Dengan sampai dengan 1 (ketidakmerataan sempurna). Dalam realita
menunjuk pada Diagram IV.2, maka rumusnya, yang angkanya berkisar di antara kedua angka ekstrim ini. Sebagai
menghasilkan koefisien Gini adalah: ancer-ancer yang berlaku bagi negara-negara yang sedang
membangun angkanya berkisar antara 0,50 dan 0,70 untuk
Daerah D menunjukkan adanya ketidakmerataan dan berkisar antara
Koefisien Gini = ------------------------------- 0,20 dan 0,35 untuk menunjukkan keadaan adanya
Seluruh Daerah ABC
pemerataan secara relatif.

Diagram IV. 2 Perkembangan koefisien Gini antar provinsi dan secara


Perkiraan Koefisien Gini nasional di Indonesia untuk selang tiga tahun dari 1984
sampai dengan 1999 terlihat pada Tabel IV.9. Kalau ditinjau
C dari patokan angka kisaran di atas, maka dapat dikatakan
bahwa distribusi pendapatan di Indonesia masih relatif baik
(antara 0,20 dan 0,35), kecuali untuk Irian Jaya yang berada
sedikit diatasnya, yaitu sebesar 0,38 tahun 1987 dan 0,39
pada tahun 1996. Yang menarik dan perlu dikaji lebih lanjut
adalah angka sebesar 0,38 untuk daerah Istimewa Yogyakarta
pada tahun 1996.
D
Perkembangan koefisien Gini Indonesia di antara beberapa
negara ASEAN dan beberapa negara dengan koefisien Gini
A B yang tinggi dan rendah (menurut pengelompokkan angka
kisaran di atas), disajikan pada Table IV.10. Dibandingkan
dengan tiga negara ASEAN lainnya, Indonesia mempunyai
Kalau kurva Lorenz hanya menggambarkan keadaan angka koefisien Gini terendah, yang konsisten dengan
distribusi pendapatan dari bentuk dan arah pergeseran dari persentase 20% terendah yang lebih tinggi (8,8) dan 20%
kurva tersebut, maka koefisien Gini dapat memberi data tertinggi yang lebih rendah (44,9). Di luar ASEAN, negara-
kuantitatifnya yang bernilai dari 0 (pemerataan sempurna) negara yang mempunyai koefisien Gini yang tinggi misalnya
76 Konsep dan Indikator Pembangunan Modul Diklatpim Tingkat IV 77

adalah Brazil (60,1) dengan 20% tertinggi sebesar 64,25% Tabel IV.9
dan 20% terendah sebesar 2,5. Yang menarik adalah kasus Perkembangan Rasio Gini
Austria dengan koefisein Gini 23,1, ketika 20% terendahnya Per Provinsi
No Provinsi 1984 1987 1990 1993 1996 1999
adalah 10,4% dan 20% tertingginya adalah 33,3%.
1 2 3 4 5 6 7 8
Dibandingkan dengan Indonesia, maka 20% terendahnya
1 NAD 0.26 0.26 0.22 0.29 0.26 0.24
tidak jauh perbedaannya (10,4 dibanding 8,0) namun 20%
2 Sumatera Utara 0.26 0.29 0.25 0.30 0.30 0.25
tertingginya perbedaanya lebih besar (33,3 dibanding 44,9). 3 Sumatera Barat 0.26 0.26 0.27 0.31 0.28 0.26
Angka-angka ini menunjukkan bahwa distribusi pendapatan 4 Riau 0.26 0.25 0.26 0.27 0.30 0.22
di Austria lebih baik terutama karena di negara ini golongan 5 Jambi 0.20 0.23 0.23 0.24 0.25 0.24
6 Sumatera Selatan 0.27 0.27 0.27 0.30 0.30 0.26
pendapatan menengah jumlahnya lebih besar. Sebaliknya di
7 Bengkulu 0.21 0.22 0.26 0.28 0.27 0.25
negara-negara yang koefisien Gininya relatif buruk (Brazil, 8 Lampung 0.29 0.28 0.27 0.26 0.28 0.29
Chili, Afrika Selatan), golongan pendapatan menengahnya 9 D.K.I. Jakarta 0.29 0.29 0.31 0.42 0.36 0.32
sangat kecil. Ada tidaknya golongan pendapatan menengah 10 Jawa Barat 0.30 0.30 0.32 0.30 0.36 0.29
11 Jawa Tengah 0.31 0.28 0.29 0.30 0.29 0.26
ini juga dapat menandakan seberapa besar sistem politik yang 12 D.I. Yogyakarta 0.34 0.30 0.35 0.33 0.38 0.34
demokratis dapat berkembang di negara yang bersangkutan. 13 Jawa Timur 0.31 0.33 0.30 0.33 0.31 0.29
Meskipun demikian, perlu diingat bahwa Koefisien Gini 14 Bali 0.29 0.33 0.30 0.32 0.31 0.27
15 Kalimantan Barat 0.25 0.26 0.28 0.30 0.30 0.27
hanya merupakan indikator satu angka saja yang mungkin
16 Kalimantan Tengah 0.29 0.24 0.25 0.26 0.27 0.24
dapat terlalu menyederhanakan keadaan sosial-budaya yang 17 Kalimantan Selatan 0.26 0.28 0.25 0.27 0.29 0.26
berkembang dalam realita. Karenanya dalam penggunaan 18 Kalimantan Timur 0.36 0.31 0.30 0.31 0.32 0.28
koefisien Gini, perlu juga dikaji lebih dalam keadaan sosial- 19 Sulawesi Utara 0.35 0.29 0.28 0.29 0.34 0.27
20 Sulawesi Tengah 0.30 0.27 0.27 0.29 0.30 0.29
kultural yang melatarbelakangi angka ini bagi masing-masing
21 Sulawesi Selatan 0.35 0.27 0.30 0.27 0.32 0.30
negara. 22 Sulawesi Tenggara 0.32 0.29 0.30 0.27 0.31 0.28
23 Nusa Tenggara 0.30 0.29 0.30 0.27 0.29 0.26
Barat
24 Nusa Tenggara 0.31 0.28 0.30 0.25 0.30 0.27
Timur
25 Maluku 0.30 0.30 0.27 0.30 0.27 0.24
26 Irian Jaya 0.37 0.38 0.33 0.36 0.39 0.36
Sumber : Diolah dari data BPS, Susenas, berbagai tahun
penerbitan
78 Konsep dan Indikator Pembangunan Modul Diklatpim Tingkat IV 79

Tabel IV. 10 yang dibelanjakan per kapita per bulan untuk memenuhi
Koefisien Gini kebutuhan minimum makanan dan bukan makanan. Untuk
Di Beberapa Negara kebutuhan minimum makanan digunakan patokan 2100 kcal per
Persentase Pendapatan/Konsumsi
kapita per hari. Sedangkan kebutuhan minimum bukan makanan
Negara Koefisien 20% 20%
Gini Terendah Tertinggi adalah pengeluaran kebutuhan minimum untuk perumahan,
ASEAN : bahan bakar, sandang, pendidikan, kesehatan dan transpor. Data
Indonesia 36,5 8,0 44,9 statistik untuk menghitung garis kemiskinan ini diperoleh dari
Malaysia 48,4 4,6 53,7 hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) yang
Filipina 42,9 5,9 49,6
Thailand 46,2 5,6 52,7 dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) sekali tiga tahun sejak
Lain-lain tahun 1976. Perkembangan data garis kemiskinan untuk daerah
dengan perdesaan dan perkotaan tahun 1981 sampai 2003 disajikan pada
Koefisien Gini
Tabel IV.11 berikut ini.
Tinggi :
Brazil 60,1 2,5 64,2
Chili 56,5 3,5 61,0 Tabel IV.11
Afrika Selatan 59,3 2,9 64,8 Garis Kemiskinan (Rp/kapita/bulan)
Lain-lain 1981-2003
dengan
Koefisien Gini Garis Kemiskinan
Rendah : Tahun
Kota Desa
Austria 23,1 10,4 33,3 1981 9.777 5.877
Jerman 28,1 9,0 37,1
1984 13.731 7.746
Swedia 25,0 9,6 34,5
1987 17.381 10.294
Sumber : World Bank Report 1999/2000 1990 20.614 13.295
1993 27.905 18.244
1996 42.032 31.366
D. Indikator Kemiskinan 1999 92.409 74.272
2002 130.499 96.512
Sesuai dengan pembahasan pada Bab III tentang konsep 2003 138.803 105.888
kemiskinan, maka untuk memperoleh indikator kemiskinan Sumber: Badan Pusat Statistik
harus terlebih dahulu dihitung besarnya garis batas kemiskinan.
Di Indonesia garis kemiskinan ini diperoleh dari besarnya rupiah
80 Konsep dan Indikator Pembangunan Modul Diklatpim Tingkat IV 81

Dari perkembangan garis kemiskinan ini dapat dilihat misalnya n = jumlah penduduk
bahwa pada tahun 1990, suatu rumah tangga yang terdiri dari Rumus ini meliputi tiga macam ukuruan, dengan masing-masing
bapak-ibu dan dua orang anak yang berdiam di perkotaan α = 0, 1, dan 2 pada Pα. Semakin tinggi nilai α, maka ukuran ini
tergolong miskin apabila penghasilannya per bulan kurang dari akan semakin sensitif untuk mengetahui kedalaman/keparahan
Rp 82.456 sedangkan rumah tangga yang sama besarnya yang
tingkat kemiskinan. dalam hal α = 0, maka rumus FGT hanya
tinggal di daerah perdesaan pada tahun tersebut tidak tergolong
merupakan persentase penduduk yang berada di bawah garis
miskin apabila penghasilannya per bulan lebih dari Rp 53.180.
kemiskinan (= P0 ataupun "head count index)". Dalam hal α= 1,
Untuk tahun 1999, garis batas kemiskinan untuk rumah tangga
maka rumus FGT memberikan gambaran tentang rata-rata
ini (dengan asumsi jumlah anggotanya tetap) yang tinggal di
pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis
perkotaan dan perdesaan adalah masing-masing Rp 359.380 dan
kemiskinan (= P1 ataupun "poverty gap index"). Dalam hal
Rp 277.680. Ilustrasi ini menunjukkan bahwa garis batas
α=2, maka rumus FGT memberi gambaran keadaan penduduk
kemiskinan ini tidak statis baik antar daerah maupun antar
miskin yang satu dengan yang lainnya (= P2 ataupun
waktu.
"distributionally sensitive index"). Data P0, P1 dan P2 untuk
setiap provinsi untuk tahun 2001 dan 2002, diberikan pada Tabel
Untuk mengukur tingkat kemiskinan, Foster-Greer-Thorbecke
IV.12. (pada halaman berikut).
(FGT) telah membuat rumus sebagai berikut:
1 q z - yI α
Pα = -- ∑ ---------- , α = 0, 1, 2
n I=n z
di mana :
z = garis kemiskinan
yi = rata-rata pengeluaran per kapita sebulan penduduk
yang berada di bawah garis kemiskinan
(I = 1,2, …. q) , Yi < z
q = jumlah penduduk yang berada di bawah garis
kemiskinan
82 Konsep dan Indikator Pembangunan Modul Diklatpim Tingkat IV 83

Tabel IV.12 Khususnya selama 2004-2009, maka RPJM, dalam kegiatan


Persentase Penduduk Miskin (P0), Kesenjangan menanggulangi kemiskinan telah menetapkan sasaran antara
Kemiskinan (P1) lain: menurunnya persentase penduduk yang berada di bawah
dan Keparahan Kemiskinan (P2),
garis kemiskinan menjadi 8,2 persen pada tahun 2009;
Menurut Provinsi dan Indonesia
2001-2002 terbukanya akses masyarakat miskin dalam pemanfaatan SDA;
meningkatnya partisipasi masyarakat miskin dalam pengambilan
2001 2002 keputusan. Sasaran/indikator ini sesuai dengan pemahaman baru
No Provinsi P2
P0 P1 P2 P0 P1
1 NAD 19,20 2,81 0,65 29,83 4,32 1,00 dalam mana kemiskinan tidak lagi dipandang sebatas
2 Sumatra Utara 11,73 1,43 0,36 15,84 2,63 0,65 ketidakmampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan memenuhi
3 Sumatra Barat 15,16 2,40 0,61 11,57 1,81 0,43
4 Riau 10,06 2,14 0,54 13,61 2,01 0,48 hak-hak dasar dan perbedaan perlakuan bagi seseorang atau
5 Jambi 19,71 3,20 0,93 13,18 2,38 0,71
6 Sumatra Selatan 16.07 3,18 0,80 22,32 3,60 0,95 sekelompok orang dalam nejalani kehidupan secara
7 Bengkulu 21,65 2,86 0,71 22,70 3,39 0,83
8 Lampung 24,91 5,08 1,46 24,05 4,18 1,12
bermartabat.10
9 Bangka Belitung 13,28 1,90 0,44 11,62 1,44 0,31
10 DKI Jakarta 3,14 0,43 0,09 3,42 0,39 0,07
11 Jawa Barat 15,34 2,52 0,67 13,38 2,21 0,56 E. Latihan
12 Jawa Tengah 22,07 3,39 0,83 23,06 4,00 1,05
13 DI Yogyakarta 24,53 2,93 0,74 20,14 3,81 1,07
14 Jawa Timur 21,64 3,87 1,02 21,91 3,88 1,03
1. Jelaskan bagaimana perbedaan pangsa sektoral dalam PDRB
15 Banten 17,24 1,84 0,42 9,22 1,27 0,29 antara suatu daerah dengan daerah lainnya dapat
16 Bali 7,87 0,58 0,14 6,89 0,95 0,21
17 Nusa Tenggara Barat 30,43 4,80 1,35 27,76 5,01 1,28 mempengaruhi perbedaan perkembangan ekonomi antara
18 Nusa Tenggara Timur 33,01 10,66 3,50 30,74 6,48 1,97
19 Kalimantan Barat 19,23 5,77 1,66 15,46 2,39 0,60
kedua daerah ini.
20 Kalimantan Tengah 11,72 3,52 1,09 11,88 2,04 0,57 2. Kalau ICOR meningkat apakah serta merta berarti terjadinya
21 Kalimantan Selatan 11,92 1,58 0,43 8,51 1,11 0,23
22 Kalimantan Timur 14,04 2,41 0,67 12,20 1,90 0,46 penurunan efisiensi dalam perekonomian ?
23 Sulawesi Utara 10,67 1,22 0,30 11,22 1,54 0,36
24 Sulawesi Tengah 25,29 5,34 1,53 24,89 4,46 1,21 3. Jelaskan koefisien Gini sebagai indikator pemerataan.
25 Sulawesi Selatan 16,50 3,07 0,83 15,88 2,78 0,75 Uraikan kebijaksanaan pembangunan yang bagaimana dapat
26 Sulawesi Tenggara 25,20 8,99 3,02 24,22 4,81 1,44
27 Gorontalo 29,74 8,06 2,44 32,12 6,20 1,79 memperkecil atau memperbesar koefisien Gini.
28 Maluku 34,79 10,25 3,45 34,78 6,78 1,96
29 Maluku Utara 14,03 4,16 1,34 14,03 2,63 0,75 4. Jelaskan bagaimana garis kemiskinan dapat menentukan
30 Papua 41,80 20,32 10,06 41,80 7,91 2,25
INDONESIA 18,41 3,42 0,97 18,20 3,01 0,79
kemiskinan absolut.
Sumber : Badan Pusat Statistik

10 RPJM 2004-2009, Bab 16, Penanggulangan Kemiskinan.


84 Konsep dan Indikator Pembangunan Modul Diklatpim Tingkat IV 85

F. Rangkuman
1. Kalau PDB merupakan indikator perkembangan ekonomi BAB V
nasional maka PDRB merupakan indikator yang digunakan PENUTUP
di daerah.
2. Laju pertumbuhan ekonomi yang semakin meningkat tidak
akan serta merta menghasilkan laju pertumbuhan yang sama A. Kesimpulan.
dalam penciptaan kesempatan kerja. Sebagai satu rangkuman esensial dari keseluruhan uraian konsep
3. Perbedaan besaran koefisien Gini antar negara banyak dan indikator pembangunan yang pada hakekatnya terdapat 3
dipengaruhi oleh semakin besarnya golongan penduduk materi utama dalam modul ini yaitu, arti pembangunan,
berpenghasilan menengah. beberapa konsep pembangunan dan indikator pembangunan.
4. Besaran garis kemiskinan akan terus berubah sesuai dengan
1. Arti pembangunan sangat tergantung pada tujuan
peningkatan biaya hidup yang umumnya lebih besar di
pembangunan, sedangkan tujuan pembangunan itu sendiri
perkotaan daripada di perdesaan.
ditentukan oleh sistem nilai di masyarakat yang sangat
beragam dan terus berkembang. Kesimpulannya adalah arti
pembangunan tidak mudah dapat ditentukan, kecuali ada
kesepakatan (konsensus) di masyarakat tentang tujuan yang
ingin dicapai.

2. Arti pembangunan di Indonesia telah mengakomodasi


berbagai nilai yang berkembang, dan pengakomodasian ini
dimungkinkan oleh adanya mekanisme politik berdasarkan
UUD 1945 sebelum diamandemen maupun setelah
diamandemen.

3. Akhir dari proses pembangunan adalah ditandai oleh adanya


pertumbuhan ekonomi, maka diperlukan suatu konsep yang
menggambarkan adanya peningkatan kegiatan ekonomi
86 Konsep dan Indikator Pembangunan

secara menyeluruh (ekonomi makro), dalam rangka DAFTAR PUSTAKA


meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat.

B. Tindak lanjut. Kindleberger, Charles P. (1965), Economic Development, McGraw


Berbekal pemahaman tentang Konsep dan indikator Hill Book Company.
pembangunan, peserta Diklat diharapkan dapat menerapkan Krause, Walter, (1961), Economic Development, Wadsworth
pengetahuan tersebut guna peningkatan kinerja instansinya, Publishing Company Inc.
terutama untuk memperluas wawasannya dalam proses Lembaga Administrasi Negara (2003), Sistem Administrasi Negara
pembangunan yang lebih spesifik di lokal masing-masing daerah Kesatuan Republik Indonesia (SANKRI), Buku 1,
Prinsip-prionsip Penyelenggaraan Negara.
di Indonesia.
Little, Ian M.(1982), Economic Development, Twentieth Century
Fund, Inc.
Lundhal, Mats (1995), Themes in Development Economics: Essays on
Method, Peasants and Government, Avebury.
Meier, G.M. & Baldwin, R.E. (1964), Economic Development,
Theory, History, Policy, John Wiley & Sons, Inc.
Meier, Gerald M & Stiglits G (2001), Frontiers of Development
Economics - The Future Perspective; Oxford University
Press.
Meier, Gerald M (1964), Leading Issues in Development Economics,
Oxford University Press.
Todaro, Michael (2000), Economic Development, Addison Wesley.
United Nations Development Program (1996,2000), Human
Development Report.

87
DAFTAR DOKUMEN

Majelis Permusyawaratan Rakyat (1973, 1978, 1983, 1988, 1993,


1998, 1999), Ketetapan Tentang Garis Besar Haluan
Negara.
Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005 Tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah, 2004-2009
Undang-Undang No. 25 Tahun 2000 Tentang Program
Pembangunan Nasional
Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional
Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 Tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang, 2005-202

88 89

Anda mungkin juga menyukai