Anda di halaman 1dari 4

10 Muwashofat (10 Ciri Pribadi Muslim)

1. Salimul Aqidah (aqidahnya bersih)

Akidah adalah asas dari amal.Amal-amal yang baik dan diridhai Allah lahir dari aqidah yang bersih.
Dari sini akan lahir pribadi-pribadi yang memiliki jiwa merdeka, keberanian yang tinggi, dan ketenangan.
Sebab, tak ada ikatan dunia yang mampu membelenggunya, kecuali ikatan kepada Allah swt. Seorang kader
dakwah yang baik akan selalu menjaga kemurnian aqidahnya dengan memperhatikan amalan-amalan yang
bisa mencederai keimanan dan mendatangkan kemusyrikan. Sebaliknya, selalu berusaha melakukan amalan-
amalan yang senantiasa meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah swt.

Aplikasi: Senantiasa bertaqorrub (menjalin hubungan) dengan Allah, ikhlas dalam setiap amal,
mengingat hari akhir dan bersiap diri menghadapinya, melaksanakan ibadah wajib dan sunnah, dzikrullah
di setiap waktu dan keadaan, menjauhi praktik yang membawa pada kemusyrikan. Dengan aqidah yang
bersih, seorang muslim akan memiliki ikatan yang kuat kepada Allah Swt dan dengan ikatan yang kuat itu
dia tidak akan menyimpang dari jalan dan ketentuan-ketentuan-Nya. Dengan kebersihan dan kemantapan
aqidah, seorang muslim akan menyerahkan segala perbuatannya kepada Allah sebagaimana firman-Nya yang
artinya:Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku, semua bagi Allah Tuhan semesta alam (QS
6:162).

Karena memiliki aqidah yang salim merupakan sesuatu yang amat penting, maka dalam da’wahnya
kepada para sahabat di Makkah, Rasulullah Saw mengutamakan pembinaan aqidah, iman atau tauhid.

2. Shahihul Ibadah (ibadahnya benar)

Ibadah, wajib dan sunnah, merupakan sarana komunikasi seorang hamba dengan Allah swt.
Kedekatan seorang hamba ditentukan oleh intensitas ibadahnya. Ibadah menjadi salah satu pintu masuk
kemenangan dakwah. Sebab, ibadah yang dilakukan dengan ihsan akan mendatangkan kecintaan Allah swt.
Dan kecintaan Allah akan mendatangkan pertolongan.

Aplikasi: Menjaga kesucian jiwa, berada dalam keadaan berwudhu di setiap keadaan, khusyu dalam
shalat, menjaga waktu-waktu shalat, biasakan shalat berjamaah di masjid, laksanakan shalat sunnah, tilawah
al-Qur’an dengan bacaan yang baik, puasa Ramadhan, laksanakan haji jika ada kesempatan. dalam satu
haditsnya; beliau menyatakan: “shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku shalat”. Dari ungkapan ini
maka dapat disimpulkan bahwa dalam melaksanakan setiap peribadatan haruslah merujuk kepada sunnah
Rasul Saw yang berarti tidak boleh ada unsur penambahan atau pengurangan.

3. Matinul Khuluq (akhlaqnya tegar)

Seorang kader dakwah harus ber-iltizam dengan akhlaq islam. Sekaligus memberikan gambaran
yang benar dan menjadi qudwah (teladan) dalam berperilaku. Kesalahan khuliqiyah pada seorang kader
dakwah akan berdampak terhadap keberhasilan dakwah.

Aplikasi: Tidak takabur, tidak dusta, tidak mencibir dengan isyarat apapun, tidak menghina dan
meremehkan orang lain, memenuhi janji menghindari hal yang sia-sia, pemberani, memuliakan tetangga.
Bersungguh-sungguh dalam bekerja, menjenguk orang sakit, sedkit bercanda, tawadhu tanpa merendahkan
diri. Karena begitu penting memiliki akhlak yang mulia bagi umat manusia, maka Rasulullah Saw ditutus
untuk memperbaiki akhlak dan beliau sendiri telah mencontohkan kepada kita akhlaknya yang agung
sehingga diabadikan oleh Allah di dalam Al-Qur’an, Allah berfirman yang artinya: Dan sesungguhnya kamu
benar-benar memiliki akhlak yang agung (QS 68:4).

4. Qadirul’alal Kasb (kemampuan berpenghasilan)

Kita mengenal prinsip dakwah yang berbunyi ”shunduquna juyubuna (sumber keuangan kita dari
kantong kita sendiri)”. Yang berarti setiap kader harus menyadari bahwa dakwah membutuhkan
pengorbanan harta. Oleh karena itu setiap kader dakwah harus senantiasa bekerja dan berpenghasilan
dengan cara yang halal. Tidak menjadikan dakwah sebagai sumber kehidupan.

Aplikasi: Menjauhi sumber penghasilan haram, menjauhi riba, membayar riba, membayar zakat,
menabung meski sedikit, tidak menunda hak dalam melaksanakan hak orang lain, bekerja dan
berpenghasilan, tidak berambisi menjadi pegawai negeri. Mengutamakan produk umat Islam, tidak
membelanjakan harta kepada non-muslim. Memiliki kemampuan usaha sendiri atau yang juga disebut
dengan mandiri (qodirun alal kasbi) merupakan ciri lain yang harus ada pada seorang muslim. Ini merupakan
sesuatu yang amat diperlukan.

Mempertahankan kebenaran dan berjuang menegakkannya baru bisa dilaksanakan manakala


seseorang memiliki kemandirian, terutama dari segi ekonomi. Tak sedikit seseorang mengorbankan prinsip
yang telah dianutnya karena tidak memiliki kemandirian dari segi ekonomi. Kareitu pribadi muslim tidaklah
mesti miskin, seorang muslim boleh saja kaya raya bahkan memang harus kaya agar dia bisa menunaikan
haji dan umroh, zakat, infaq, shadaqah, dan mempersiapkan masa depan yang baik.

Oleh karena itu perintah mencari nafkah amat banyak di dalam Al-Qur’an maupun hadits dan hal
itu memiliki keutamaan yang sangat tinggi.

Dalam kaitan menciptakan kemandirian inilah seorang muslim amat dituntut memiliki keahlian apa saja
yang baik, agar dengan keahliannya itu menjadi sebab baginya mendapat rizki dari Allah Swt, karena rizki
yang telah Allah sediakan harus diambil dan mengambilnya memerlukan skill atau ketrampilan.

5. Mutsaqaful Fiqr (pikirannya intelek)

Intelektualitas seorang kader dakwah menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan dakwah.
Sejarah para nabi juga memperlihatkan hal itu. Kita melihat bagaimana ketinggian intelektualitas Nabi
Ibrahim, dengan bimbingan wahyu, mampu mematahkan argumentasi Namrud. Begitu pula kecerdasan
Rasul dalam mengemban amanah dakwahnya, sehingga ia digelari fathonah (orang yang cerdas).

Aplikasi: Baik dalam membaca dan menulis. Upayakan mampu berbahasa Arab, menguasai hal-hal
tertentu dalam masalah fiqih seperti shalat, thaharah dan puasa, memahami syumuliatul Islam, memahami
ghazwul fikri, mengetahui problematika kaum nasional dan internasional, menghafal al-Qur’an dan hadits,
memiliki perpustakaan pribadi sekecil apapun. Intelek dalam berpikir (mutsaqqoful fikri) merupakan salah
satu sisi pribadi muslim yang penting.

Karena itu salah satu sifat Rasul adalah fatonah (cerdas) dan Al-Qur’an banyak mengungkap ayat-
ayat yang merangsang manusia untuk berpikir, misalnya firman Allah yang artinya: Mereka bertanya
kepadamu tentang, khamar dan judi. Katakanlah: “pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa
manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya”. Dan mereka bertanya kepadamu
apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: “Yang lebih dari keperluan”. Demikianlah Allah menerangkan ayat-
ayat-Nya kepadamu supaya kamu berpikir (QS 2:219).
Di dalam Islam, tidak ada satupun perbuatan yang harus kita lakukan, kecuali harus dimulai dengan
aktivitas berpikir. Karenanya seorang muslim harus memiliki wawasan keislaman dan keilmuan yang luas.
Bisa kita bayangkan, betapa bahayanya suatu perbuatan tanpa mendapatkan pertimbangan pemikiran secara
matang terlebih dahulu.Oleh karena itu Allah mempertanyakan kepada kita tentang tingkatan intelektualitas
seseorang sebagaimana firman-Nya yang artinya: Katakanlah: “samakah orang yang mengetahui dengan
orang yang tidak mengetahui?”, sesungguhnya orang-orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran
(QS 39:9).8

6. Qawiyul Jism (fisiknya kuat)

Beban dakwah yang diemban para kader dakwah sangat berat. Kekuatan ruhiyah dan fikriyah saja
tidak cukup untuk mengemban amanah itu. Harus ditopang oleh kekuatan fisik yang prima. Sejumlah
keterangan al-Qur’an dan Hadits menjelaskan betapa pentingnya aspek ini.

Aplikasi: Bersih pakaian, badan dan tempat tinggal, menjaga adab makan dan minum sesuai dengan
sunnah, berolahraga, bangun sebelum fajar, tidak merokok, selektif dalam memilih produk makanan, hindari
makanan/minuman yang menimbulkan ketagihan, puasa sunnah, memeriksakan kesehatan. Oleh karena itu,
kesehatan jasmani harus mendapat perhatian seorang muslim dan pencegahan dari penyakit jauh lebih
utama daripada pengobatan. Meskipun demikian, sakit tetap kita anggap sebagai sesuatu yang wajar bila hal
itu kadang-kadang terjadi, dan jangan sampai seorang muslim sakit-sakitan. Karena kekuatan jasmani juga
termasuk yang penting, maka Rasulullah Saw bersabda yang artinya: Mu’min yang kuat lebih aku cintai
daripada mu’min yang lemah (HR. Muslim).

7. Mujahidu Linafsihi (bersungguh-sungguh)

Bersungguh-sungguh adalah salah satu ciri orang mukmin. Tak ada keberhasilan yang diperoleh
tanpa kesungguhan. Kesadaran bahwa kehidupan manusia di dunia ini sangat singkat, dan kehidupan abadi
adalah kehidupan akhirat, akan melahirkan kesungguhan dalam menjalani kehidupan.

Aplikasi: Menjauhi segala yang haram, menjauhi tempet-tempat maksiat, memerangi dorongan
nafsu, selalu menyertakan niat jihad, hindari mengkonsumsi yang mubah, menyumbangkan harta untuk
amal islami, menyesuaikan perkataan dengan perbuatan, memenuhi janji, sabar, berani menegakkan amar
ma’ruf nahi munkar.

Melaksanakan kecenderungan pada yang baik dan menghindari yang buruk amat menuntut adanya
kesungguhan dan kesungguhan itu akan ada manakala seseorang berjuang dalam melawan hawa nafsu.

Oleh karena itu hawa nafsu yang ada pada setiap diri manusia harus diupayakan tunduk pada ajaran
Islam, Rasulullah Saw bersabda yang artinya: Tidak beriman seseorang dari kamu sehingga ia menjadikan
hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa (ajaran islam) (HR. Hakim).

8. Munazham fi syu’unihi (teratur dalam semua urusannya)

Seorang kader dakwah harus mampu membangun keteraturan dalam kehidupan pribadi dan
keluarganya agar bisa menghadapi persoalan umat yang rumit dan kompleks.

Apalikasi: Memperbaiki penampilan, jadikan shalat sebagai penata waktu, teratur di dalam rumah
dan tempat kerjanya, disiplin dalam bekerja, memprogram semua urusan, berpikir secara ilmiah untuk
memecahkan persoalan, tepat waktu dan teratur.

Dengan kata lain, suatu urusan dikerjakan secara profesional, sehingga apapun yang dikerjakannya,
profesionalisme selalu mendapat perhatian darinya. Bersungguh-sungguh, bersemangat dan berkorban,
adanya kontinyuitas dan berbasih ilmu pengetahuan merupakan diantara yang mendapat perhatian secara
serius dalam menunaikan tugas-tugasnya.

9. Haritsun ’ala waqtihi (efisien menjaga waktu)

Untuk menggambarkan betapa pentingnya waktu, ada pepatah mengatakan ”waktu ibarat pedang”. Bila
tak mampu dimanfaatkan maka pedang waktu akan menebas leher kita sendiri. Seorang kader harus mampu
seefektif mungkin memanfaatkan waktu yang terus bergerak. Tak boleh ada yang terbuang percuma.

Aplikasi: Bangun pagi, menghabiskan waktu untuk belajar, mempersingkat semua urusan (tidak bertele-
tele). Mengisi waktu dengan hal-hal yang bermanfaat, tidak tidur setelah fajar.

Allah Swt memberikan waktu kepada manusia dalam jumlah yang sama setiap, yakni 24 jam sehari
semalam. Dari waktu yang 24 jam itu, ada manusia yang beruntung dan tak sedikit manusia yang rugi. Karena
itu tepat sebuah semboyan yang menyatakan: “Lebih baik kehilangan jam daripada kehilangan waktu”.
Waktu merupakan sesuatu yang cepat berlalu dan tidak akan pernah kembali lagi.

10. Nafi’un Lighairihi (berguna bagi orang lain)

Rasul menggambarkan kehidupan seorang mukmin itu seperti lebah yang akan memberi manfaat
pada lingkungan sekitarnya. Kader dakwah memberi manfaat karena setiap ucapan dan gerakannya akan
menjadi teladan bagi sekitarnya.

Aplikasi: Melaksanakan hak orang tua, ikut berpartisipasi dalam kegembiraan, membantu yang
membutuhkan, menikah dengan pasangan yang sesuai, komitmen dengan adab Islam di dalam rumah,
melaksanakan hak-hak pasangannya (suami-istri), melaksanakan hak-hak anak, memberi hadiah pada
tetangga, mendo’akan yang bersin.

Maka jangan sampai seorang muslim adanya tidak menggenapkan dan tidak adanya tidak mengganjilkan. Ini
berarti setiap muslim itu harus selalu berpikir, mempersiapkan dirinya dan berupaya semaksimal untuk bisa
bermanfaat dalam hal-hal tertentu sehingga jangan sampai seorang muslim itu tidak bisa mengambil peran
yang baik dalam masyarakatnya.

Dalam kaitan inilah, Rasulullah saw bersabda yang artinya: sebaik-baik manusia adalah yang paling
bermanfaat bagi orang lain (HR. Qudhy dari Jabir).

Demikian secara umum profil seorang muslim yang disebutkan dalam Al-Qur’an dan hadits, sesuatu yang
perlu kita standarisasikan pada diri kita masing-masing.

Anda mungkin juga menyukai