Anda di halaman 1dari 27

TUGAS PSIKOSOSIAL

KONSEP STRESS DAN ADAPTASI

OLEH

KELOMPOK 4

LUH PUTU VIDIA DARMAYANTHI D 15

NI MADE AYU CHINTYA DEWI A 23

AYU INDAH AGUSTINI 24

PUTU PERTIWI RAHAYU 25

NI NENGAH DWI PRATIWI 26

NI PUTU AYU SAVITRI 27

I WAYAN KARDANA PUTRA 28

KEMENTERIAN KESEHATAN RI

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

JURUSAN KEPERAWATAN

2019

1
KONSEP STRES DAN ADAPTASI

PENDAHULUAN
Stres merupakan fenomena universal. Semua orang mengalaminya. Orang tua
mengalami stres dalam membesarkan anak, pekerja membicarakan stres yang
dialami dalam pekerjaan mereka, dan pelajar tingkat apapun membirakan
mengenai stres mereka ditempat sekolah. Stres dapat memberi stimulus terhadap
perubahan dan pertumbuhan, dan dalam hal ini, suatu stres adalah positif dan
bahkan diperlukan.Stres dapat disebabkan oleh pengalaman positif dan negatif.
Namun demikian, terlalu banyak stres dapat mengakibatkan penyesuaian yang
buruk, penyakit fisik, dan ketidakmampuan untuk mengatasi atau koping terhadap
masalah

A. KONSEP STRES
1. PENGERTIAN STRES
Stres adalah satu kondisi ketika individu berespons terhadap perubahan
dalam status keseimbangan normal (Kozier, 2011). Stres adalah segala situasi
di mana tuntutan non-spesifik mengharuskan seorang individu berespon dan
melakukan tindakan (Selye, 1976 dalam Potter dan Perry, 2005). Stressor
adalah setiap kejadian atau stimulus yang menyebabkan individu mengalami
stres. Ketika seseorang menghadapi stressor, responnya disebut sebagai
strategi koping, respon koping, atau mekanisme koping.

2. SUMBER STRES
Terdapat banyak sumber stres, yang secara luas dapat diklasifikasikan
sebagai stressor internal atau eksternal, atau stressor perkembangan atau
situasional.
a. Stressor internal berasal dari dalam diri seseorang, sebagai contoh,
demam, kondisi seperti kehamilan atau menopause, atau suatu keadaan
emosi seperti rasa bersalah, kanker atau perasaan depresi.
b. Stressor eksternal berasal dari luar individu, sebagai contoh perpindahan
ke kota lain, kematian anggota keluarga, atau tekanan dari teman sebaya,

2
perubahan bermakna dalam suhu lingkungan, perubahan dalam peran
keluarga atau sosial, atau tekanan dari pasangan.
c. Stressor perkembangan terjadi pada waktu yang dapat diperkirakan
sepanjang hidup individu. Pada setiap tahap perkembangan, tugas
tertentu harus dicapai untuk mencegah atau mengurangi stres.
d. Stressor situasional tidak dapat diperkirakan dan dapat terjadi kapan pun
sepanjang hidup. Stres situasional dapat positif dan negatif. Contoh
1) Kematian anggota keluarga
2) Pernikahan atau perceraian
3) Kelahiran anak
4) Pekerjaan baru
5) Penyakit
Sejauh mana pengaruh positif dan negatif peristiwa ini bergantung pada
tahap perkembangan individu. Sebagai contoh, kematian orang tua dapat
lebih menimbulkan stres bagi anak usia 12 tahun dibandingkan pada orang
yang berusia 40 tahun.

3. MACAM –MACAM STRES


Ditinjau dari penyebab, maka stres dibagi menjadi tujuh macam, di
antaranya:
a. Stres fisik
Stres yang disebabkan karena keadaan fisik seperti karena temperatur
yang tinggi atau yang sangat rendah, suara yang bising, sinar matahari atau
karena tegangan arus listrik.
b. Stres kimiawi
Stres ini disebabkan karena zat kimiawi seperti obat-obatan, zat beracun
asam, basa, faktor hormon atau gas dan prinsipnya karena pengaruh senyawa
kimia.
c. Stres mikrobiologik
Stres ini disebabkan karena kuman seperti adanya virus, bakteri atau
parasit.

3
d. Stres fisiologik
Stres yang disebabkan karena gangguan fungsi organ tubuh diantaranya
gangguan dari struktur tubuh, fungsi jaringan, organ dan lain-lain.
e. Stres proses pertumbuhan dan perkembangan
Stres yang disebabkan karena proses pertumbuhan dan perkembangan
seperti pada pubertas, perkawinan dan proses lanjut usia.
f. Stres psikis atau emosional
Stres yang disebabkan karena gangguan stimulus psikologis atau
ketidakmampuan kondisi psikologis untuk menyesuaikan diri seperti
hubungan interpersonal, sosial budaya atau faktor keagamaan (Alimul,
2008).

4. MODEL STRES
Asal dan efek stress dapat diperiksa dalan istilah kedokteran dan model
teoritis perilaku. Model stress digunakan untuk mengidentifikasi stresor bagi
individu tertentu dan memprediksi respons individu tersebut terhadap stresor.
Setiap model menekankan aspek stres yang berbeda.
Model stres membantu perawat mengidentifikasi stresor dalam situasi
tertentu dan untuk memprediksi respon individu. Perawat dapat menggunakan
pengetahuan mengenai model tersebut untuk membantu klien memperkuat
respon koping yang sehat dan dalam menyesuaikan respons yang tidak sehat
dan tidak produktif. Tiga model utama stres adalah model berbasis stimulus,
berbasis respons, dan berbasis transaksi.
a. Model Berbasis Stimulus
Dalam model berbasis stimulus, stres didefinisikan sebagai stimulus,
peristiwa hidup, atau sekelompok situasiyang membangkitkan reaksi
fisiologik dan/atau psikologik yang dapat meningkatkan kerentanan individu
terhadap penyakit. Dalam penelitiannya, Holmes and Rahe (1976)
menetapkan nilai numerik terhadap 43 perubahan atau peristiwa hidup. Skala
peristiwa hidup yang menimbulkan stres digunakan untuk
mendokumentasikan pengalam individu yang relatif baru, seperti perceraian,
kehamilan, dan pensiun. Dalam sudut pandang ini, baik peristiwa positif
maupun negatif dianggap menimbulkan stres.

4
Skala serupa juga dikembangkan, tetapi semua skala harus digunakan
dengan hati-hati karena derajat stres yang dipicu peristiwa yang terjadi
sangat invidual. Sebagai contoh, perceraian dapat menjadi sangat traumatik
bagi seseorang, sementara bagi orang lain mungkin hanya menimbulkan
relatif sedikit ansietas. Selain itu, banyak skala belum diuji terhadap usia,
status sosial ekonomi, atau kepekaan budaya.
b. Model Berbasis Respon
Stres dapat juga dipertimbangkan sebagai satu respons. Definisi ini
dikembangkan dan dijabarkan oleh Selye (1956, 1976) sebagai respons
nonspesifik tubuh setiap tuntutan yang ditimbulkan” (1976, hlm 1). Schafer
(2000) mendefinisikan stres sebagi ”pembangkitan pikiran dan tubuh sebagai
respons terhadap tuntutan yang ditimbulkannya.
Respons stres Selye ditandai dengan satu rantai atau pola kejadian
fisiologik yang disebut sindrom adaptasi umum (GAS) atau atau sindrom
stres. Untuk membedakan penyebab stres dari respon stres, Selye (1976)
menciptakan istilah stresor untuk menunjukan setiap faktor yang
menimbulkan stres dan mengganggu keseimbangan tubuh. Stres adalah satu
kondisi sehingga hanya dapat diobservasi melalui perubahan yang
ditimbulkan stres pada tubuh. Respon tubuh tersebut, sindrom stres atau
GAS, terjadi dengan pelepasan hormon adaptif tertentu dan perubahan
selanjutnya pada struktur dan komposisi kimia tubuh. Organ tubuh yang
dipengaruhi oleh stres adalah saluran cerna, kelenjar adrenal, dan struktur
limfatik. Dengan stres yang berkepanjangan, kelenjar adrenal mengalami
pembesaran yang cukup signifikan; struktur limfatik seperti timus limpa, dan
nodus limfe, mengalami atrofi (menyusut); dan ulkus yang dalam tampak di
lapisan lambung.

c. Model Berbasis Transaksi


Teori stress transaksional didasarkan pada hasil penelitian Lazarus
(1996), yang menatakan bahwa teori stimulus dan teori respons tidak
mempertimbangkan perbedaan individu. Kedua teori tersebut tidak
menjelaskan factor yang membuat sebagian orang, tetapi tidak membuat

5
sebagian yang lain, berespons secara efektif. Selain itu kedua teori tidak
dapat mengiterpretasi mengapa sebagian orang mampu beradaptasi dalam
periode waktu yang lebih lama dibandingkan sebagian lainnya.
Lazarus menyadari bahwa tuntutan dan tekanan dan tekanan lingkungan
tertentu menimbulkan stres pada cukup banyak orang, namun menekankan
bahwa kepekaan dan kerentanan orang dan kelompok terhadap peristiwa
tertentu berbeda, demikian pula dengan interpretasi dan reaksi mereka.
Sebagai contoh dalam menghadapi penyakit, individu dapat berespons
dengan penyangkalan, individu lain dengan ansietas, dan yang lainnya
dengan depresi.
Teori stres transaksional Lazarus menekankan sekelompok respons
kognitif, afektif, dan adaptif (koping) yang muncul dari transaksi individu-
lingkungan. Individu dan lingkungan tidak dapat dipisahkan; keduanya
saling memengaruhi. Stress “mengacu pada setiap kejadian ketika tuntutan
lingkungan, tuntutan internal, atau keduanya membebani atau melebihi
sumber adaptif, system social, atau system jaringan individu. Individu
berespons terhadap persepsi perubahan lingkungan dengan respons adaptif
atau koping.

5. FAKTOR PENGARUH RESPON TERHADAP STRESOR


Respons terhadap segala bentuk stresor bergantung pada fungsi
fisiologis, kepribadian, dan karakteristik perilaku, seperti juga halnya sifat
dari stresor tersebut. sifat stresor mencakup faktor-faktor berikut ini:
a. Intensitas
b. Cakupan
c. Durasi
d. Jumlah dan sifat dari stressor
Setiap faktor mempengaruhi respons terhadap stresor. Seseorang dapat
saja mencerap intensitas atau besarnya stresor sebagai minimal, sedang, atua
berat. Makin besar stresor, makin besar respons stress yang ditimbulkan.
Sama halnya, cakupan dari stresor dapat digambarkan sebagai terbatas,
sedang, atau luas. Makin besar cakupan stresor, makin besar respons klien

6
yang ditujukan terhadap stresor tersebut (Lazarus & Folkman, 1984 dalam
Perry dan Potter, 2005).

6. TAHAPAN STRES
a. Stres tahap pertama (paling ringan), yaitu stres yang disertai perasaan
nafsu bekerja yang besar dan berlebihan, mampu menyelesaikan
pekerjaan tanpa memperhitungkan tenaga yang dimiliki, dan penglihatan
menjadi tajam.
b. Stres Tahap kedua, yaitu stres yang disertai keluhan, seperti bangun pagi
tidak segar dan letih, lekas capek pada saat menjelang sore, lekas lelah
sesudah makan, tidak dapat rileks, lambung atau perut tidak nyaman
(bowel discomfort), jantung berdebar, otot tengkung dan punggung
tegang. Hal tersebut karena cadangan tenaga tidak memadai.
c. Stres tahap ketiga, yaitu tahapan stres dengan keluhan, seperti defekasi
tidak teratur (kadang-kadang diare), otot semakin tegang, emosional,
insomnia, mudah terjaga dan sulit tidur kembali (middle insomnia),
bangun terlalu pagi dan sulit tidur kembali (late insomnia), koordinasi
tubuh terganggu, dan mau jatuh pingsan.
d. Stres tahap keempat, tahapan stres dengan keluhan, seperti tidak mampu
bekerja sepanjang hari (loyo), aktivitas pekerjaan terasa sulit dan
menjenuhkan, respons tidak adekuat, kegiatan rutin terganggu, gangguan
pola tidur, sering menolak ajakan, konsentrasi dan daya ingat menurun,
serta timbul ketakutan dan kecemasan.
e. Stres tahap kelima, tahapan stres yang ditandai dengan kelelahan fisik
dan mental (physical dan psychological exhaustion), ketidakmampuan
menyelesaikan pekerjaan berat, meningkatnya rasa takut dan cemas ,
bingung dan panik.
f. Stres tahap keenam (paling berat), yaitu tahapan stres dengan tanda-
tanda, seperti jantung berdebar keras, sesak napas, badan gemetar,
dingin, dan banyak keluar keringat, loyo, serta pingsan atau collaps.

7
7. INDIKATOR STRES
Indikator stress individu dapat fisiologis, psikologis atau kognitif
a. Indikator fisiologik
Respons terhadap stress bervariasi, bergantung pada persepsi individu
terhadap peristiwa. Tanda dan gejala fisiologis stress muncul akibat aktivasi
system simpatetik dan system neuroendokrin tubuh.
b. Indikator Psikologis
Manifestasi psikologis stress mencakup ansietas, takut, marah depresi,
dan mekanisme pertahanan ego yang tidak disadari. Beberapa pola koping
tersebut dapat membantu; yang lain menjadi penghalang, bergantung pada
situasi dan lama waktu mekanisme tersebut digunakan atau dialami.
1) Ansietas
Reaksi umum terhadap stress adalah ansietas, satu kondisi
kegelisahan mental, keprihatinan, ketakutan, atau firasat atau perasaan
putus asa karena ancaman yang akan terjadi atau ancaman antisipasi yang
tidak dapat diidentifikasikan terhadap diri sendiri atau terhadap
hubungan yang bermakna. Ansietas dapat dialami pada tingkat sadar,
setengah sadar, atau tidak sadar. Empat hal yang membedakan ansietas
dengan takut adalah:
a) Sumber ansietas tidak dapat diidentifikasi; sumber rasa takut dapat
diidentifikasi
b) Ansietas dikaitkan dengan masa depan, yaitu, untuk kejadian yang
diantisipasi. Rasa takt dikaitkan dengan kondisi saat ini.
c) Ansietas bersifat tidak jelas, sementara rasa takut bersifat pasti.
d) Ansietas merupakan akibat konflik psikologis atau emosi; rasa takut
merupakan akibat entitas fisik atau psikologis yang mempunyai ciri
tersendiri.
2) Takut
Takut adalah emosi atau rasa khawatir yang dibangkitkan oleh
persepsi bahaya, nyeri atau ancaman lain yang akan terjadi atau tampak.
Rasa takut mungkin sebagai respons terhadap sesuatu yang sudah terjadi,
sebagai respons terhadap ancaman yang segera muncul atau sudah

8
muncul, atau sebagai respons terhadap sesuatu yang diyakini sesorang
akan terjadi. Objek rasa takut mungkin berdasarkan pada realitas,
mungkin juga tidak. Sebagai contoh, mahasiswa kebidanan baru mungkin
takut dalam mengantisipasi pengalaman pertama di tatanan perawatan
pasien. Mahasiswa mungkin takut tidak mau dirawat oleh mahasiswa
atau mahasiswa secara tidak sengaja membahayakan klien.
3) Marah
Marah adalah status ekonomi yang terdiri dari perasaan subjektif
rasa bermusuhan atau ketidak senangan yang kuat. Individu dapat merasa
bersalah ketika meraka marah karena diajarkan bahwa merasa marah itu
salah. Akan tetapi, marah dapat diekspresikan dalam cara verbal yang
tidak membuat Si empunya marah dijauhi; dengan demikian, marah
dipertimbangkan sebagai emosi positif dan sebagai tanda kedewasaan
emosi karena pertumbuhan dan manfaat interaksi yang doitimbulkannya.
Ekspresi marah verbal dapat dipertimbangkan sebagai tanda
terhadap orang lain atas ketidak nyamanan psikologis internal individu
dan sebagai permintaan bantuan untuk menghadapi persepsi stress.
Sebaliknya, permusuhan biasanya ditandai dengan antagonism dan
perilaku merusak atau destruktif; agresi adalah serangan tanpa pemicu
atau tindakan atau pandangan bermusuhan, mencederai, atau merusak;
dan kekerasan adalah penggunaan kekuatan fisik untuk mencederai atau
menganiaya. Kemarahan diekspresikan secara verbal, berbeda dari rasa
bermusuhan, agresi, dan kekerasan, , tetapi dapat mengakibatkan
kekerasan dan kerusakan apabila marah menetap dan tak jua reda.
Komunikasi verbal marah yang diekspresikan secara jelas, ketika
orang yang marah mengatakan kepada orang lain mengenai
kemarahannya dan dengan cermat mengidentifikasi sumbernya
merupakan tindakan konstruktif. Kejelasan komunikasi ini membuat
kemarahan “dikeluarkan” sehingga orang lain dapat memahami rasa
marah tersebut dan membantu meredakannya. Orang yang marah
“meluapkan” kemarahannya dan mencegah akumulasi emosi.

9
4) Depresi
Depresi adalah reaksi umu terhadap kejadian yang tampak kacau
atau negative. Depresi, perasaan sedih, putus asa, kekesalan, perasaan tak
berharga, atau kekosongan ekstrem, terjadi pada jutaan orang
Amerikasetiap tahun. Tanda dan gejala depresi dan tingkat keparahan
masalah berbeda pada setiap klien dan bergantung pada makna kejadian
pemicu. Gejala emosi mencakup perasaan kelelahan,
kesedihan,kehampaan, atau mati rasa. Tanda perilaku depresi termasuk
iritabilitas, ketidak mampuan untuk berkonsentrasi, kesulitan dalam
membuat keputusan, kehilangan gairah seksual, menangis, gangguan
tidur, dan menarik diri. Tanda fisik depresi mencakup kehilangan nafsu
makan, penurunan berat badan, konstipasi, sakit kepala, dan limbung.
Banyak orang menalami depresi periodesingkat sebagai respons terhadap
kejadian pemicu stress yang sangat banyak, seperti kematian orang yang
dicintai atau kehilangan pekerjaan; akan tetapi, depresi berkepanjangan,
merupakan penyebab kekhawatiran dan dapat membutuhkan penanganan.
5) Mekanisme Pertahanan Ego Yang Tak Disadari
Mekanisme pertahanan ego yang tak disadari adalah mekanisme
adaptif psikologik, atau dalam pernyataan Sigmund Freud (1946),
mekanisme mental yang brkembang saat personalitas berupaya
mempertahankan diri, menciptakan gangguan terhadap impuls, yang
bertentangan, dan meredakan ketegangan di dalam diri. Mekanisme
pertahanan adalah pikiran yang tidak disadari yang bekerja untuk
melindungi individu dari ansietas. Mekanisme pertahanan dapat
dipertimbangkan sebagai precursor mekanisme koping kognitif yang
disadari yang akhirnya memecahkan masalah. Seperti beberapa respons
verbal dan motoric, mekanisme pertahanan melepaskan ketegangan.
Deskripsi mekanisme ini dan contoh penggunaannya yang adaptif dan
mal adaptif.
c. Indikator Kognitif
Indicator kognitif stress adalah respons berpikir yang mencakup
pemecahan masalah, penstrukturan, control diri atau disiplin diri, supresi dan

10
fantasi. Pemecahan masalah mencakup berpikir melalui situasi yang
mengancam , menggunakan langkah spesifik atau mencapai solusi. Individu
mengkaji situasi yang mengancam, menggunakan langkah yang spesifik
untuk mencapai solusi. Individu mengkaji situasi atau masalah, menganalisis
atau mendefinisikannya, memilih alternative, melaksanakan alternative yang
dipiih, dan mengevaluasi apakah solusinya berhasil.
Penstrukturan adalah perencanaan atau menipulasi situasi sehingga
kejadian yang mengancam tidak tejadi. Sebagai contoh seorang perawat
dapat menstruktur atau mengontrol wawancara dengan klien dengan
mengajukan hanya pertanyaan lansung dan tertutup. Penstrukturan dapat
menjadi produktif pada situasi tertentu. Individu menjadwalkan pemeriksaan
gigi enam bulan sekali untuk mencegah penyakit gigi yang parah
menggunakan penstrukturan yang produktif.
Kontrol diri (disiplin) adalah menunjukan perilaku dan ekspresi wajah
yang menggambarkan rasa dapat mengontrol atau berwenang. Ketika control
diri mencegah panic dan tindakan membahayakan atau tindakan non
produkif dalam situasi yang mengancam, control diri merupakan respons
bermanfaat yang menunjukkan kekuatan. Akan tetapi, control diri terlalu
ekstrem dapat menunda pemecahan masalah dan mencegah individu
menerima dukngan dari orang lain, yang mungkin menganggapnya mampu
menangani situasi dengan baik, tenang, atau tidak khawatir.
Supresi adalah menempatkan pikiran atau perasaan di luar ingatannya
secara disadari dan disengaja. “saya tidak mau menghadapi hal itu hari ini.
Saya akan melakukannya besok.” Respons ini menurunkan stres sementara,
tetapi tidak memecahkan masalah. Seorang pria yang tetap mengabaikan
sakit gigi, dengan menekannya diluar ingatan karena ia takut merasa
sakit,tidak akan meredakan gejala yang dialaminya.
Fantasi atau bermimpi sama dengan berkhayal. Keinginan dan harapan
yang tidak terpenuhi dibayangkan terpenuhi, atau pengalaman yang
mengancam dikerjakan kembali atau diulang kembali sehingga akhirnya
dapat berbeda dari kenyataan. Pengalaman dapat dibangkitkan kembali,
setiap hari masalah diselesaikan, dan rencana masa depan disusun. Hasil

11
masalah yang sedang dihadapi juga dapat difantasikan. Sebagai contoh
seorang klien yang menunggu hasil biopsy payudara dapat memfantasikan
bahwa dokter bedah mengatakan. “Anda tidak mengidap kanker.” Respons
fantasi dapat membantu apabila menimbulkan pemecahan masalah. Sebagai
contoh, klien yang menunggu hasi biopsy payudara dapat berkata pada
dirinya sendiri, “meskipun dokter mengatakan, ‘Anda mengidap kanker’,
asalkan ia juga mengatakan bahwa kanker tersebut dapat disembuhkan, saya
dapat menerimanya.” Fantasi dapat destruktif dan non produktif apabila
indivdu menggunakannya secara berlebihan dan melarikan diri dari
kenyataan.

B. ADAPTASI
1. PENGERTIAN ADAPTASI
Adaptasi adalah proses penyesuaian diri terhadap beban lingkungan
agar organisme dapat bertahan hidup (Sarafino, 2005). Gerungan (1996)
mengemukakan adapatasi atau penyesuaian diri adalah mengubah diri sesuai
dengan keadaan lingkungan, tetapi juga mengubah lingkungan sesuai dengan
keadaan (keinginan diri). Folkman dan Lazarus (1984) mengemukakan bahwa
adaptasi adalah usaha kognitif dan usaha perilaku untuk menangani
permintaan – permintaan eksternal atau internal yang dinilai melampaui atau
mengganggu sumber – sumber daya yang dimiliki oleh orang tersebut.
Adaptasi merupakan proses penyesuaian yang terjadi dalam aktivitas
aspek fisiologis dan psikososial dalam berespon terhadap suatu stressor.
Penyesuaian diri ini melalui suatu pertahanan yang didapat sejak lahir atau
diperoleh melalui pengalaman.

2. TUJUAN ADAPTASI
Freud ( dalam Feist dan Feist 2009 ) menjelaskan bahwa pada
hakekatnya tujuan dari adaptasi khususnya mekanisme pertahanan diri adalah
menghadapi ledakan – ledakan seksual dan agresif secara langsung untuk
mempertahankan atau melindungi diri sendiri dari kecemasan. Secara umum
adaptasi bertujuan untuk :

12
a. Menghadapi tuntutan keadaan secara sadar.
b. Menghadapi tuntutan keadaan secara realistik
c. Menghadapi tuntutan keadaan secara obyektif
d. Menghadapi tuntutan keadaan secara rasional

3. JENIS ADAPTASI
a. Adaptasi fisiologis
Adalah proses dimana respon tubuh terhadap stresor untuk
mempertahankan fungsi kehidupan, dirangsang oleh faktor eksternal dan
internal, respons dapat dari sebagian tubuh atau seluruh tubuh serta setiap
tahap perkembangan punya stresor tertentu.

Mekanisme fisiologis adaptasi berfungsi melalui umpan balik negatif,


yaitu suatu proses dimana mekanisme kontrol merasakan suatu keadaan
abnormal seperti penurunan suhu tubuh dan membuat suatu respons adaptif
seperti mulai mengigil untuk membangkitkan panas tubuh.

Ketiga dari mekanisme utama yang digunakan dalam menghadapi


stressor dikontrol oleh medula oblongata, formasi retikuler dan hipofisis.

Riset klasik yang telah dilakukan oleh Hans Selye (1946,1976) telah
mengidentifikasi dua respons fisiologis terhadap stres, yaitu:

1) LAS ( Lokal Adaptasion Syndrome)


Tubuh menghasilkan banyak respons setempat terhadap stres,
responnya berjangka pendek Karakteristik dari LAS:
a) Respon yang terjadi hanya setempat dan tidak melibatkan semua
sistem.
b) Respons bersifat adaptif, diperlukan stresor untuk
menstimulasikannya.
c) Respons bersifat jangka pendek dan tidak terus menerus.
d) Respons bersifat restorative yaitu membantu dalam memulihkan
homeostatis region atau bagian tubuh tertentu.

13
2) GAS (General Adaptasion Syndrom)
Merupakan respons fisiologis dari seluruh tubuh terhadap stres.
Respons yang terlibat didalamnya adalah sistem saraf otonom dan sistem
endokrin. Di beberapa buku teks GAS sering disamakan dengan Sistem
Neuroendokrin. GAS diuraikan dalam tiga tahapan berikut:
a) Fase alarm
Melibatkan pengerahan mekanisme pertahan dari tubuh dan
pikiran untuk menghadapi stresor seperti pengaktifan hormon yang
berakibat meningkatnya volume darah dan akhirnya menyiapkan
individu untuk bereaksi. Aktifitas hormonal yang luas ini
menyiapkan individu untuk melakukan respons melawan atau
menghindar. Respons ini bisa berlangsung dari menit sampai jam.
Bila stresor menetap maka individu akan masuk kedalam fase
resistensi.
b) Fase resistensi (melawan)
Individu mencoba berbagai macam mekanisme
penanggulangan psikologis dan pemecahan masalah serta mengatur
strategi. Tubuh berusaha menyeimbangkan kondisi fisiologis
sebelumnya kepada keadaan normal dan tubuh mencoba mengatasi
faktor-faktor penyebab stres. Bila teratasi, gejala stres menurun
atau normal. Bila gagal maka individu tersebut akan jatuh pada
tahapan terakhir dari GAS yaitu: Fase kehabisan tenaga.
c) Fase exhaustion (kelelehan)
Merupakan fase perpanjangan stres yang belum dapat
tertanggulangi pada fase sebelumnya. Tahap ini cadangan energi
telah menipis atau habis, akibatnya tubuh tidak mampu lagi
menghadapi stres. Ketidakmampuan tubuh untuk mempertahankan
diri terhadap stresor inilah yang akan berdampak pada kematian
individu tersebut.
b. Adaptasi psikologis
Perilaku adaptasi psikologi membantu kemampuan seseorang untuk
menghadapi stresor, diarahkan pada penatalaksanaan stres dan didapatkan

14
melalui pembelajaran dan pengalaman sejalan dengan pengidentifikasian
perilaku yang dapat diterima dan berhasil.
Perilaku adaptasi psikologi dapat konstruktif atau destruktif. Perilaku
konstruktif membantu individu menerima tantangan untuk menyelesaikan
konflik. Perilaku destruktif mempengaruhi orientasi realitas, kemampuan
pemecahan masalah, kepribadian dan situasi yang sangat berat.
Perilaku adaptasi psikologis juga disebut sebagai mekanisme koping.
Lazarus dan Folkman (1984) mengemukakan koping merupakan strategi
untuk memanajemen prilaku menuju penyelesaian masalah yang paling
sederhana dan realistis, serta untuk membebaskan diri dari masalah yang
nyata maupun tidak nyata. Lazarus dan Folkman (1984) lebih lanjut
menyatakan pada awalnya kata “manajemen” dalam arti koping memiliki
pengertian yang sangat penting dalam mengindikasikan koping sebagai
usaha untuk keluar serta mencoba untuk mencari solusi dari permasalahan
yang ada. Pada dasarnya jika dapat mengatasi setiap permasalahan yang ada
dan dapat mengevaluasi kembali setiap inti dari permasalahan yang ada, kita
akan dapat memberikan penilaian secara sederhana setelah mengamati
perbedaan setiap permasalahan yang ada, mentoleransi atau menerima setiap
ketakutan, ancaman dan kita akan menolak dan menghindari dari setiap
masalah yang dialami. Penilaian merupakan komponen penting dalam
kaitan stress dan koping. Lazarus dan Folkman (dalam Mayne dan Bonano,
2003) membedakan dua tipe penilaian, yaitu penilaian primer (primary
appraisal) dan penilaian sekunder (secondary appraisal). Penilaian primer
tergantung pada tujuan, nilai dan kepercayaan yang berhubungan dengan
evaluasi yang dimiliki individu terhadap stressor. Penilaian primer
ditunjukan pada kejadian yang dialami sebagai pertanyaan oleh individu
untuk menentukan arti dari kejadian tersebut. Penilaian sekunder merupakan
penilaian terhadap kemampuan individu atau penilaian terhadap sumber
sumber ketahanan terhadap stress seperti harga diri, hubungan yang
dimiliki, dalam upaya mengatasi tekanan yang dialami (Lazarus dalam
Eysenck dan Keane,2001)

15
c. Adaptasi perkembangan
Pada setiap tahap perkembangan, seseorang biasanya menghadapi tugas
perkembangan dan menunjukkan karakteristik perilaku dari tahap
perkembangan tersebut. Stres yang berkepanjangan dapat mengganggu atau
menghambat kelancaran menyelesaikan tahap perkembangan tersebut.
Dalam bentuk ekstrem, stres yang terlalu berkepanjangan dapat mengarah
pada krisis pendewasaan.
Bayi atau anak kecil umumnya menghadapi stresor di rumah. Jika
diasuh dalam lingkungan yang responsive dan empati, mereka mampu
mengembangkan harga diri yang sehat dan pada akhirnya belajar respons
koping adaptif yang sehat (Haber, 1990)
Anak-anak usia sekolah biasanya mengembangkan rasa kecukupan.
Mereka mulai menyadari bahwa akumulasi pengetahuan dan penguasaan
keterampilan dapat membantu mereka mencapai tujuan, dan harga diri
berkembang melalui hubungan berteman dan saling berbagi diantara teman.
Pada tahap ini, stres ditunjukan oleh ketidakmampuan atau ketidakinginan
untuk mengembangkan hubungan berteman.
Remaja biasanya mengembangkan rasa identitas yang kuat tetapi pada
waktu yang bersamaan perlu diterima oleh teman sebaya. Remaja dengan
sistem pendukung sosial yang kuat menunjukkan suatu peningkatan
kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap stresor, tetapi remaja tanpa
sistem pendukung sosial sering menunjukan peningkatan masalah
psikososial (Dubos, 2002).
Dewasa muda berada dalam transisi dari pengalaman masa remaja ke
tanggung jawab orang dewasa. Konflik dapat berkembang antara tanggung
jawab pekerjaan dan keluarga. Stresor mencakup konflik antara harapan dan
realitas.
Usia setengah baya biasanya terlibat dalam membangun keluarga,
menciptakan karier yang stabil dan kemungkinan merawat orang tua
mereka. Mereka biasanya dapat mengontrol keinginan dan pada beberapa
kasus menggantikan kebutuhan pasangan, anak-anak, atau orang tua dari
kebutuhan mereka.

16
Usia lansia biasanya menghadapi adaptasi terhadap perubahan dalam
keluarga dan kemungkinan terhadap kematian dari pasangan atau teman
hidup. Usia dewasa tua juga harus menyesuaikan terhadap perubahan
penampilan fisik dan fungsi fisiologis.
d. Adaptasi sosial budaya
Mengkaji stresor dan sumber koping dalam dimensi sosial mencakup
penggalian tentang besaranya, tipe dan kualitas dari interaksi sosial yang
ada. Stresor pada keluarga dapat menimbulkan efek disfungsi yang
mempengaruhi klien atau keluarga secara keseluruhan (Reis & Heppner,
2003).
e. Adaptasi spiritual
Orang menggunakan sumber spiritual untuk mengadaptasi stres dalam
banyak cara, tetapi stres dapat juga bermanifestasi dalam dimensi spiritual.
Stres yang berat dapat mengakibatkan kemarahan pada Tuhan, atau individu
mungkin memandang stresor sebagai hukuman.

C. MEKANISME KOPING
1. PENGERTIAN MEKANISME KOPING
Mekanisme koping adalah cara yang dilakukan individu dalam
menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri dengan perubahan, serta respon
terhadap situasi yang mengancam (Keliat, 2005). Sedangkan menurut Lazarus
(2005), koping adalah perubahan kognitif dan perilaku secara konstan dalam
upaya mengatasi tuntutan internal atau eksternal khusus yang melelahkan atau
melebihi sumber individu.
2. PENGGOLONGAN MEKANISME KOPING
Berdasarkan penggolongannya dibagi menjadi 2 (dua) (Stuart dan
Sundeen, 2005) yaitu :
a. Mekanisme koping adaptif
Mekanisme koping yang mendukung fungsi integrasi, pertumbuhan,
belajar dan mencapai tujuan. Kategorinya adalah berbicara dengan orang
lain, memecahkan masalah secara efektif, teknik relaksasi, latihan seimbang
dan aktivitas konstruktif.

17
b. Mekanisme koping maladaptive
Mekanisme koping yang menghambat fungsi integrasi, memecah
pertumbuhan, menurunkan otonomi dan cenderung menguasai lingkungan.
Kategorinya adalah makan berlebihan / tidak makan, bekerja berlebihan,
menghindar.

3. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MEKANISME


KOPING
Mekanisme koping seseorang dipengaruhi oleh faktor – faktor
diantaranya: peran dan hubungannya, gizi dan metabolisme, tidur dan
istirahat, rasa aman dan nyaman, pengalaman masa lalu, tingkat pengetahuan
seseorang, dan lingkungan tempat tinggal (Taylor 2003).
4. FUNGSI KOPING
a. Koping yang berfokus pada emosi

Mekanisme pertahanan ego, yang sering disebut sebagai mekanisme


pertahanan mental merupakan suatu prilaku yang tidak disadari oleh
individu yang memberikan perlindungan psikologis terhadap kejadian
yang menegangkan. Digunakan oleh setiap orang dan membantu
melindungi diri dari perasaan tidak berdaya dan asietas (Potter and Perry
1997). Adapun mekanisme pertahanan ego adalah sebagai berikut :

1) Kompensasi
Proses seseorang memperbaiki penurunan citra diri dengan tegas
menonjolkan keistimewaan atau kelebihan yang dimiliki.
2) Penyangkalan (denial)
Menyatakan tidak setuju terhadap realitas dengan mengingkari realitas
tersebut. Bila individu menyangkal kenyataan, maka dia menganggap
tidak ada atau menolak pengalaman yang tidak menyenangkan
(sebenarnya mereka sadari sepenuhnya) dengan maksud melindungi
diri (Keliat, 2005)
3) Pemindahan (displacement)
Pengalihan emosi yang semula ditujukan pada seseorang atau benda
lain yang biasanya netral atau lebih sedikit mengancam dirinya.

18
4) Disosiasi
Pemisahan suatu kelompok proses mental atau perilaku dari kesadaran
atau identitasnya. Keadaan dimana terdapat dua atau lebih kepribadian
pada diri seorang individu.
5) Identifikasi (identification)
Proses dimana seseorang untuk menjadi seseorang yang ia kagumi
berupaya dengan menirukan pikiran-pikiran, perilaku dan selera orang
tersebut (Stuart dan Sundeen, 2005).
6) Intelektualisasi (intelectualization)
Pengguna logika dan alasan yang berlebihan untuk menghindari
pengalaman yang mengganggu perasaannya. Dengan intelektualisasi,
manusia dapat mengurangi hal-hal yang pengaruhnya tidak
menyenangkan, dan memberikan kesempatan untuk meninjau
permasalah secara obyektif.
7) Introjeksi (Introjection)
Suatu jenis identifikasi yang kuat dimana seseorang mengambil dan
melebur nilai-nilai dan kualitas seseorang atau suatu kelompok ke
dalam struktur egonya sendiri, merupakan hati nurani.
8) Isolasi
Pemisahan unsur emosional dari suatu pikiran yang mengganggu dapat
bersifat sementara atau berjangka lama
9) Proyeksi
Pengalihan buah pikiran atau impuls pada diri sendiri kepada orang
lain terutama keinginan, perasaan emosional dan motivasi yang tidak
dapat ditoleransi. Teknik ini mungkin dapat digunakan untuk
mengurangi kecemasan karena dia harus menerima kenyataan akan
keburukan dirinya sendiri (Stuart dan Sundeen, 2005)
10) Rasionalisasi
Rasionalisasi dimaksudkan sebagai usaha individu mencari alasan
yang dapat diterima secara sosial untuk membenarkan atau
menyembunyikan perilakunya yang buruk. Rasionalisasi juga muncul
ketika individu menipu dirinya sendiri dengan berpurapura

19
menganggap yang buruk adalah baik, atau yang baik adalah yang
buruk.
11) Reaksi formasi
Individu mengadakan pembentukan reaksi ketika berusaha
menyembunyikan motif dan perasaan sebenarnya, dan menampilkan
ekspresi wajah yang berlawanan. Dengan cara ini individu dapat
menghindarkan diri dari kecemasan yang disebabkan oleh keharusan
menghadapi ciri pribadi yang tidak menyenangkan.
12) Regresi
Regresi merupakan respon yang umum bagi individu bila berada
dalam situasi frustrasi, setidak-tidaknya pada anak-anak. Dapat pula
terjadi bila individu yang menghadapi tekanan kembali lagi kepada
metode perilaku yang khas individu yang berusia lebih muda (Stuart
dan Sundeen, 2005)
13) Represi
Represi didefinisikan sebagai upaya individu menyingkirkan frustrasi,
konflik batin, mimpi buruk, dan sejenisnya yang menimbulkan
kecemasan. Bila represi terjadi, hal-hal yang mencemaskan itu tidak
akan memasuki kesadaran walaupun masih tetap ada pengaruhnya
terhadap perilaku.
14) Pemisahan (splitting)
Sikap mengelompokkan orang atau keadaan hanya sebagai semuanya
baik atau semuanya buruk; kegagalan untuk memadukan nilai-nilai
positif dan negatif di dalam diri sendiri.
15) Sublimasi
Mengganti keinginan atau tujuan yang terhambat dengan cara yang
dapat diterima oleh masyarakat. Impuls yang berasal dari Id yang sukar
disalurkan karena mengganggu individu atau masyarakat, oleh karena
itu impuls harus dirubah bentuknya agar tidak merugikan
individu/masyarakat sekaligus mendapatkan pemuasan.

20
16) Supresi
Supresi merupakan proses pengendalian diri yang terang-terangan
ditujukan menjaga agar impuls dan dorongan yang ada tetap terjaga.
17) Undoing
Meniadakan pikiran-pikiran, impuls yang tidak baik, seolah-olah
menghapus suatu kesalahan (Smet, 2004).
18) Fiksasi
Dalam menghadapi kehidupannya individu dihadapkan pada situasi
menekan yang membuatnya frustrasi dan cemas, sehingga individu
tersebut merasa tidak sanggup menghadapinya dan membuat
perkembangan normalnya terhenti sementara atau selamanya. Individu
menjadi terfiksasi pada satu tahap perkembangan karena tahap
berikutnya penuh dengan kecemasan.
19) Menarik Diri
Reaksi ini merupakan respon umum dalam mengambil sikap. Bila
individu menarik diri, dia memilih untuk tidak mengambil tindakan.
Biasanya respons ini disertai dengan depresi dan sikap apatis (Yosep,
2007).
20) Mengelak
Bila individu merasa diliputi oleh stres yang lama, kuat dan terus
menerus, individu cenderung mencoba mengelak. Bisa secara fisik
mengelak atau menggunakan metode yang tidak langsung.
21) Fantasi
Dengan berfantasi pada yang mungkin menimpa dirinya, individu
merasa mencapai tujuan dan dapat menghindari dirinya dari peristiwa
yang tidak menyenangkan, menimbulkan kecemasan dan
mengakibatkan frustrasi. Individu yang sering melamun kadang
menemukan bahwa kreasi lamunannya lebih menarik dari pada
kenyataan sesungguhnya. Bila fantasi ini dilakukan proporsional dan
dalam pengendalian kesadaraan yang baik, maka fantasi menjadi cara
sehat untuk mengatasi stress.

21
22) Simbolisasi
Menggunakan benda atau tingkah laku sebagai simbol pengganti
keadaan atau hal yang sebenarnya (Yosep, 2007)
23) Konversi
Adalah transformasi konflik emosional ke dalam bentuk gejalagejala
jasmani (Stuart dan Sundeen, 2005)
b. Koping yang berfokus pada masalah

Merupakan suatu upaya untuk mengurangi stressor dengan


mempelajari cara – cara atau ketrampilan yang baru untuk digunakan
mengubah situasi, keadaan atau pokok permasalahan. Individu akan
cenderung menggunakan strategi ini jika dirinya yakin akan dapat
mengubah situasi ( Smet, 1994). Koping yeng berfokus pada emosi telah
sering digunakan saat menghadapi masalah dalam aktivitas kehidupan
sehari – hari seperti saat kita tawar menawar membeli barang, saat
menyusun jadwal kuliah atau saat khursus tertentu.

Billings dan Moos (dalam Rice, 1992) membuat karegori koping


menjadi dua macam meliputi metode koping aktif atau menghindar (
advoidance ) dan koping yang dilihat sebagai respon focus yaitu orientasi
pada masalah dan orientasi pada emosi. Mantheny, dkk ( dalam Rice 1992)
mengemukakan dua model koping yang diperolehnya melalui metode
menganalisis dari literature dengan membaginya menjadi koping kombatif
dan koping preventif.

Koping kombatif merupakan penyelesaian dengan langsung bertempur


untuk mengatasi persoalan, sedangkan koping preventif merupakan upaya
untuk mencegah terjadinya distress sehingga individu menjadi lebih tahan
terhadap stress tersebut. Koping kombatif meliputi monitoring stress dan
simtom, menyusun kekuatan/sumber daya, menyerang stressor dengan
penyelesaian masalah, asertivitas dan desensitisasi, mentoleransi stressor
dengan cognitive resctructuring, menyangkal (denial), sensation focusing,
menurunkan ketegangan dengan relakasi, disclosure, kataris dan self

22
medication. Koping preventif meliputi meliputi menghindari stressor
dengan life adjustments, adjusting tingkat tuntutan, mengubah pola prilaku
yang menimbulkan stress, mengembangkan sumber daya koping individu
seperti asset fisiologis berupa kesehatan fisik dan olah raga, asset
psikologis berupa harga diri, kepercayaan diri dan sense of control, asset
kognitif berupa kompetensi akademik, perubahan keyakinan, persepsi,
penilaian terhadap keadaan stress dan kemampuan manajemen waktu,
asset social berupa dukungan social dan kemampuan menjalin hubungan,
asset finansial berupa sumber keuanan dan pekerjaan.

5. ASPEK KOPING
Terdapat beberapa aspek menurut jenis coping dari Lazarus dan Folkman
(1984) diantaranya yaitu
a. Problem-focused coping terbagi atas:
1) Confrontative (Konfrontasi)
Individu menggunakan usaha agresif untuk mengubah keadaan yang
menekan, dengan tingkat kemarahan yang cukup tinggi, dan
pengambilan risiko.
2) Seeking Social Support (Pencarian Dukungan Sosial).
Usaha individu untuk memperoleh dukungan dari orang lain berupa
nasehat, informasi, dan bantuan yang diharapkan membentu
memecahkan masalahnya.
3) Planful Problem Solving (Perencanaan Penyelesaian Masalah)
Individu berusaha menganalisa situasi untuk memperoleh solusi,
kemudian mengambil tindakan langsung untuk menyelesaikan
masalah.
b. Emotion focused coping
1) Self Control (Kontrol Diri).
Usaha individu untuk menyesuaikan diri dengan perasaan ataupun
tindakan terkait masalah.

23
2) Distancing (Menjauh).
Usaha untuk tidak terlibat dalam permasalahan, seakan tidak terjadi
apa-apa, atau menciptakan pandangan positif seperti menganggap
masalah sebagai lelucon.
3) Positive Reappraisal (Penilaian Kembali Secara Positif).
Usaha individu untuk menciptakan arti positif dari situasi yang
dihadapi dengan fokus pada pengembangan diri, biasanya juga
melibatkan hal-hal bersifat religious.
4) Accepting Responsibility (Penerimaan Tanggung Jawab).
Usaha untuk menyadari tanggung jawab diri sendiri dalam
permasalahan yang dihadapi dan mencoba menerima agar semua
menjadi lebih baik.
5) Escape atau Avoidance (Melarikan Diri atau Menghindar).
Usaha untuk mengatasi situasi menekan dengan lari dari situasi
tersebut atau menghindarinya dengan beralih pada hal lain seperti
makan, minum, merokok, atau menggunakan obat-obatan
6) Seeking social emotional support
Upaya untuk memperoleh dukungan secara emosional maupun
social dari orang lain.
6. SUMBER KETAHANAN TERHADAP STRESS

Antonovsky (1979) mencatat bahwa sebagian besar dari kita telah bertahan
hidup dan bahkan berkembang cepat dalam dunia yang terisi dengan pathogen
– pathogen fisik, psikologis, social dan pathogen budaya atau dengan kata lain
terisi dengan stressor. Untuk menangani dan berdaptasi dengan stressor ini
dapat berorientasi pada sumber – sumber ketahanan terhadap stress. Inilah
yang harus dimiliki dalam penyelesaian yang memungkinkan bagi setiap
orang untuk mengatasi stressor kehidupan. Sheridan dan Radmacher (1992)
sumber sumber ketahanan terhadap stress meliputi

a. Sumber daya material


Sumber daya material diantaranya adalah uang dan semual hal yang dapat
dibeli seperti makanan, pakaian, rumah dan perawatan kesehatan.

24
b. Sumber daya fisik
Merupakan atribut atribut fisik positif dari seseorang seperti kekuatan,
kesehatan dan daya tarik yang berguna dalam menanggulangi stressor.
c. Sumber daya intrapersonal
Sumber daya intrapersonal adalah keseluruhan “kekuatan-kekuatan dalam
diri” yang membantu dalam menghadapi peristiwa kehidupan. Satu
diantaranya sumber daya yang paling penting dari tipe ini adalah harga
diri. Keberadaan harga diri erat kaitannya dengan integritas ego.
d. Sumber daya pendidikan dan informasi
Ilmu pengetahuan adalah sumber daya yang paling berhargauntuk di
miliki. Mengetahui tentang gizi, olah raga, faktir risiko, keselamatan dan
cara pertolongan pertama pada kecelakaan dapat merupakan sumber daya
penting dalam menanggulangi stressor yang mempengaruhi kesehatan.
e. Sumber daya budaya
Budaya memberi kita perasaan mengenai hal hal yang berhubungan secara
koheren (Antonovsky, 1979). Sumber daya budaya memberi seseorang
kepercayaan yang kuat untuk memberi makna pada kehidupannya
walaupun tidak semuanya terbukti.

25
DAFTAR PUSTAKA

Alimul Aziz, H. (2008). Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Edisi 2. Jakarta:


Salemba Medika

Antonovsky, A. 1979. Heath, Stress and Coping. San Fransisco: Iossey- Bass.

Candra, I.W. 2011. Manajemen Stress. Denpasar: Poltekkes Denpasar Jurusan


Keperawatan : Perpustakaan Nasional : Katalog Dalam Terbitan (KDT)

Eysenck, M.W dan Keane, M.T. 2001. Cognitive Psychology. Philandelphia :


Psychology Press.Ltd

Feist, J & Feist GJ. 2009. Teori Kepribadian (Edisi VII). Terjemahan. Jakarta :
Salemba Humanika

Gerungan, W. A. 2010. Psikologi Sosial. Bandung : Pt. Refika Aditama

Haber, A., & Runyon, R. D. (1990). Psychology of Adjustment. Illinois: The


Dorsey Press

Holmes, T.H. & Rahe, R.H. (1976). The social readjustment rating scale. Journal
of Psychosomatic Research, 11, 213-218.

Keliat, B.A. 2005. Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC

Kozier, Barbara. Erb, Glenora. Berman, Audrey. Snyder, Shirlee J. 2011. Buku
Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik. Jakarta:
EGC.
Lazarus, R.S dan Falkman, S. 1984. Stress, Appraisal and Coping. New York :
Spranger
Mayne, T.J dan Bonano, G. A. 2003. Emotions Current Issues and Future
Direction. New York : The Guildford Press

26
Sarafino, Edward P. 2006. Part II/Stress, Ilness, and Coping: Biological Aspect of
Stress. Health psychology: Biopsychosocial interaction 7th edition page
60. USA : John Wiley & Sons.

Selye, H. 1976. Stress in Health and Disease. Boston : M.A Butterworth

Struart, G.W and Sundeen, S.J. 2002. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Terjemahan
oleh Achir Yani S Hamid. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

Potter, P.A, Perry, A.G. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep,
Proses, dan Praktik. Edisi 4. Volume 2. Alih Bahasa : Renata.
Komalasari, dkk. Jakarta: EGC

Smet, B. 2004. Psikologi Kesehatan. Jakarta : PT Gramedia Widiasarana


Indonesia

Taylor, S.E. 2003. Health Psychology. Fifth Edition. United States of America:
Mc Graw-Hill, Inc.

Yosep, I. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung : Refika Aditama

27

Anda mungkin juga menyukai