Kosep Dasar Imunologi Dan Hematologi

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 28

KOSEP DASAR IMUNOLOGI DAN HEMATOLOGI

KONSEP DASAR SISTEM IMUN

A. PENGERTIAN

 Imunologi:
ilmu yang mempelajari proses-proses yang dipergunakan oleh hospes untuk
mempertahankan kestabilan dalam lingkungan internalnya bila dihadapkan pada benda asing
 Sistim imun:
mekanisme yang dipergunakan tubuh untuk mempertahankan keutuhan tubuh
sebagai perlindungan terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan oleh berbagai bahan dalam
lingkungan hidup
 Imunitas:
semua mekanisme fisiologis yang membantu untuk
o mengenal benda asing (self/non-self)
o menetralkan dan mengeliminasi benda asing
o memetabolisme benda asing tanpa menimbulkan kerusakan jaringan sendiri

Sistem imun adalah sistem perlindungan pengaruh luar biologis yang dilakukan oleh sel dan
organ khusus pada suatu organisme. Jika sistem kekebalan bekerja dengan benar, sistem ini akan
melindungi tubuh terhadap infeksi bakteri dan virus, serta menghancurkan sel kanker dan zat
asing lain dalam tubuh. Jika sistem kekebalan melemah, kemampuannya melindungi tubuh juga
berkurang, sehingga menyebabkan patogen, termasuk virus yang menyebabkan demam dan flu,
dapat berkembang dalam tubuh.Sistem kekebalan juga memberikan pengawasan terhadap sel
tumor, dan terhambatnya sistem ini juga telah dilaporkan meningkatkan resiko terkena beberapa
jenis kanker.

B. SEJARAH IMUNOLOGI
Imunologi adalah ilmu yang mempelajari struktur dan fungsi imunitas.Imunologi berasal dari
ilmu kedokteran dan penelitian awal akibat dari imunitas sampai penyakit.Sebutan imunitas yang
pertama kali diketahui adalah selama wabah Athena tahun 430 SM. Thucydides mencatat bahwa
orang yang sembuh dari penyakit sebelumnya dapat mengobati penyakit tanpa terkena penyakit
sekali lagi.Observasi imunitas nantinya diteliti oleh Louis Pasteur pada perkembangan vaksinasi
dan teori penyakit kuman.Teori Pasteur merupakan perlawanan dari teori penyakit saat itu,
seperti teori penyakit miasma. Robert Koch membuktikan teori ini pada tahun 1891, untuk itu ia
diberikan hadiah nobel pada tahun 1905. Ia membuktikan bahwa mikroorganisme merupakan
penyebab dari penyakit infeksi.Virus dikonfirmasi sebagai patogen manusia pada tahun 1901
dengan penemuan virus demam kuning oleh Walter Reed.
Imunologi membuat perkembangan hebat pada akhir abad ke-19 melalui perkembangan cepat
pada penelitian imunitas humoral dan imunitas selular.Paul Ehrlich mengusulkan teori rantai-sisi
yang menjelaskan spesifisitas reaksi antigen-antibodi. Kontribusinya pada pengertian imunitas
humoral diakui dengan penghargaan hadiah nobel pada tahun 1908, yang bersamaan dengan
penghargaan untuk pendiri imunologi selular, Elie Metchnikoff.

SEJARAH IMUNOLOGI
Pada mulanya imunologi merupakan cabang mikrobiologi yang mempelajari respons tubuh,
terutama respons kekebalan, terhadap penyakit infeksi.Pada tahun 1546, Girolamo Fracastoro
mengajukan teori kontagion yang menyatakan bahwa pada penyakit infeksi terdapat suatu zat
yang dapat memindahkan penyakit tersebut dari satu individu ke individu lain, tetapi zat tersebut
sangat kecil sehingga tidak dapat dilihat dengan mata dan pada waktu itu belum dapat
diidentifikasi.
1. Edwar Jenner
Pada tahun 1798, Edward Jenner mengamati bahwa seseorang dapat terhindar dari infeksi variola
secara alamiah, bila ia telah terpajan sebelumnya dengan cacar sapi (cow pox). Sejak saat itu,
mulai dipakailah vaksin cacar walaupun pada waktu itu belum diketahui bagaimana mekanisme
yang sebenarnya terjadi. Memang imunologi tidak akan maju bila tidak diiringi dengan
kemajuan dalam bidang teknologi, terutama teknologi kedokteran. Dengan ditemukannya
mikroskop maka kemajuan dalam bidang mikrobiologi meningkat dan mulai dapat ditelusuri
penyebab penyakit infeksi.Penelitian ilmiah mengenai imunologi baru dimulai setelah Louis
Pasteur pada tahun 1880 menemukan penyebab penyakit infeksi dan dapat membiak
mikroorganisme serta menetapkan teori kuman (germ theory) penyakit.Penemuan ini kemudian
dilanjutkan dengan diperolehnya vaksin rabies pada manusia tahun 1885.Hasil karya Pasteur ini
kemudian merupakan dasar perkembangan vaksin selanjutnya yang merupakan pencapaian
gemilang di bidang imunologi yang memberi dampak positif pada penurunan morbiditas dan
mortalitas penyakit infeksi pada anak.
2. Robert Koch
Pada tahun 1880, Robert Koch menemukan kuman penyebab penyakit tuberkulosis. Dalam
rangka mencari vaksin terhadap tuberkulosis ini, ia mengamati adanya reaksi tuberkulin (1891)
yang merupakan reaksi hipersensitivitas lambat pada kulit terhadap kuman tuberkulosis. Reaksi
tuberkulin ini kemudian oleh Mantoux (1908) dipakai untuk mendiagnosis penyakit tuberkulosis
pada anak.Imunologi mulai dipakai untuk menegakkan diagnosis penyakit pada anak.Vaksin
terhadap tuberkulosis ditemukan pada tahun 1921 oleh Calmette dan Guerin yang dikenal dengan
vaksin BCG (Bacillus Calmette-Guerin).Kemudian diketahui bahwa tidak hanya
mikroorganisme hidup yang dapat menimbulkan kekebalan, bahan yang tidak hidup pun dapat
menginduksi kekebalan.
3. Alexander Yersin Dan Roux
Setelah Roux dan Yersin menemukan toksin difteri pada tahun 1885, Von Behring dan Kitasato
menemukan antitoksin difteri pada binatang (1890). Sejak itu dimulailah pengobatan dengan
serum kebal yang diperoleh dari kuda dan imunologi diterapkan dalam pengobatan penyakit
infeksi pada anak. Pengobatan dengan serum kebal ini di kemudian hari berkembang menjadi
pengobatan dengan imunoglobulin spesifik atau globulin gama yang diperoleh dari manusia.
4. Clemens von pirquet
Dengan pemakaian serum kebal, muncullah secara klinis kelainan akibat pemberian serum ini.
Dua orang dokter anak, Clemens von pirquet dari Austria dan Bela Shick dari Hongaria
melaporkan pada tahun 1905, bahwa anak yang mendapat suntikan serum kebal berasal dari kuda
terkadang menderita panas, pembesaran kelenjar, dan eritema yang dinamakan penyakit serum
(serum sickness). Selain itu peneliti Perancis, Charles Richet dan Paul Portier (1901) menemukan
bahwa reaksi kekebalan yang diharapkan timbul dengan menyuntikkan zat toksin pada anjing
tidak terjadi, bahkan yang terjadi adalah keadaan sebaliknya yaitu kematian sehingga dinamakan
dengan istilah anafilaksis (tanpa pencegahan). Mulailah imunologi dilibatkan dalam reaksi lain
dari kekebalan akibat pemberian toksin atau antitoksin. Clemens von pirquet dari Austria (1906)
memakai istilah reaksi alergi untuk reaksi imunologi ini.Pada tahun 1873 Charles Blackley
mempelajari penyakit hay fever, yaitu penyakit dengan gejala klinis konjungtivitis dan rinitis,
serta melihat bahwa ada hubungan antara penyakit ini dengan serbuk sari (pollen).Oleh Wolf
Eisner (1906) dan Meltzer (1910), penyakit ini dinamakan anafilaksis pada manusia (human
anaphylaxis).
Pada tahun 1911-1914, Noon dan Freeman mencoba mengobati penyakit hay fever dengan cara
terapi imun yaitu menyuntikkan serbuk sari subkutan sedikit demi sedikit. Dasarnya pada waktu
itu dianggap bahwa serbuk sari mengeluarkan toksin, dengan harapan agar terbentuk antitoksin
netralisasi. Sejak itu cara tersebut masih dipakai untuk mengobati penyakit alergi terhadap
antigen tertentu yang dikenal dengan cara desensitisasi. Akan tetapi mekanisme yang sekarang
dianut adalah berdasarkan pembentukan antibodi penghambat (blocking antibody).
Dengan penemuan reaksi tuberkulin, Schloss (1912) dan von Pirquet (1915) melakukan uji gores
(scratch test) pada kulit untuk diagnosis penyakit alergi pada anak. Talbot (1914), seorang dokter
anak, dengan uji gores melihat adanya hu- bungan antara asma anak dengan telur. Cooke (1915)
memodifikasi uji gores dengan uji intrakutan, dan melaporkan juga bahwa faktor keturunan
memegang peranan pada penyakit alergi. Pada tahun 1913, Shick juga memperkenalkan uji kulit
untuk menentukan kepekaan seseorang terhadap kuman difteri, sehingga makin banyak
fenomena imun diterapkan dalam uji diagnostik penyakit anak.
Pada tahun 1923, Cooke dan Coca mengajukan konsep atopi (strange disease) terhadap
sekumpulan penyakit alergi yang secara klinis mempunyai manifestasi sebagai hay fever, asma,
dermatitis, dan mempunyai predisposisi diturunkan.Mulailah ilmu alergi-imunologi diterapkan
dalam kelainan dan penelitian di bidang alergi klinis.Rackemann (1918) melihat bahwa sebagian
besar asma pada anak mempunyai dasar alergi dan dinamakan asma tipe ekstrinsik.Prausnitz dan
Kustner (1921) menyatakan bahwa zat yang menimbulkan sensitisasi kulit pada uji kulit dapat
ditransfer melalui serum penderita.Memang pada waktu itu mekanisme alergi yang tepat belum
diketahui.Kini berkat penelitian yang telah dilakukan, proses selular dan molekular yang terjadi
pada penyakit alergi dapat dijabarkan.Berbagai macam bentuk kelainan klinis berdasarkan reaksi
alergi-imunologi makin banyak ditemukan, terutama dengan bertambah banyaknya obat yang
dipakai untuk pengobatan dan diagnosis penyakit.
Dengan ditemukannya komplemen oleh Bordet (1894), uji diagnostik yang memakai fenomena
imun berkembang lagi dengan uji fiksasi komplemen (1901), seperti pada penyakit sifilis.Pada
tahun 1896, Widal secara in vitro mendemonstrasikan bahwa serum penderita demam tifoid
dapat mengaglutinasi basil tifoid.
Setelah Landsteiner (1900) menemukan golongan darah ABO, dan disusul dengan golongan
darah rhesus oleh Levine dan Stenson (1940) , maka kelainan klinis berdasarkan reaksi imun
semakin dikenal. Pada masa itu, fenomena imun yang terjadi baru dapat dijabarkan dengan
istilah imunologi saja. Baru pada tahun 1939, 141 tahun setelah penemuan Jenner, Tiselius dan
Kabat menemukan secara elektroforesis bahwa antibodi terletak dalam spektrum globulin gama
yang kemudian dinamakan imunoglobulin (Ig). Dengan cara imunoelektroforesis diketahui
bahwa imunoglobulin terdiri atas 5 kelas yang diberi nama IgA, IgG, IgM, IgD dan IgE (WHO,
1964), dan kemudian diketahui bahwa masing-masing kelas tersebut mempunyai subkelas. Pada
tahun 1959 Porter dan Edelman menemukan struktur imunoglobulin, dan tahun 1969 Edelman
pertama kali melaporkan urutan asam amino molekul imunoglobulin yang lengkap. Reagin, yaitu
faktor yang dianggap berperan pada penyakit alergi, baru ditemukan strukturnya oleh Kimishige
dan Teneko Ishizaka pada tahun 1967 dan merupakan kelas imunoglobulin E (IgE). Sekarang
banyak penelitian dilakukan mengenai regulasi sintesis IgE, dengan harapan dapat
menerapkannya dalam mengendalikan penyakit atopi.
5. Metchnikoff
Pada tahun 1883, Metchnikoff sebenarnya telah mengatakan bahwa pertahanan tubuh tidak saja
diperankan oleh faktor humoral, tetapi leukosit juga berperan dalam pertahanan tubuh terhadap
penyakit infeksi.Pada waktu itu peran leukosit baru dikenal fungsi fagositosisnya.Beliaulah yang
menemukan sel makrofag.Sekarang kita mengetahui bahwa sel makrofag aktif berperan pada
imunitas selular untuk eliminasi antigen. Baru pada tahun 1964, Cooper dan Good dari
penelitiannya pada ayam menyatakan bahwa sistem limfosit terdiri atas 2 populasi, yaitu
populasi yang perkembangannya bergantung pada timus dan dinamakan limfosit T, serta
populasi yang perkembangannya bergantung pada bursa fabricius dan dinamakan limfosit B.
Tetapi pada waktu itu belum dapat dibedakan antara limfosit T dan limfosit B. Limfosit T
berperan dalam hipersensitivitas lambat pada kulit dan penolakan jaringan, sedangkan limfosit B
dalam produksi antibodi.
C. FUNGSI SISTEM IMUN
1. Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit dengan menghancurkan dan menghilangkan
mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan virus, serta tumor) yang masuk
ke dalam tubuh.
2. Menghilangkan jaringan atau sel yg mati atau rusak untuk perbaikan jaringan.
3. Mengenali dan menghilangkan sel yang abnormal.
4. Sasaran utama yaitu bakteri patogen dan virus.Leukosit merupakan sel imun utama
(disamping sel plasma, makrofag, dan sel mast).

D. RESPON IMUN
Tahap:
1. Deteksi dan mengenali benda asing
2. Komunikasi dengan sel lain untuk berespons
3. Rekruitmen bantuan dan koordinasi respons
4. Destruksi atau supresi penginvasi

E. JENIS-JENIS SISTEM IMUN


1. Sistem imun non spesifik ,natural atau sudah ada dalam tubuh (pembawaan)
Merupakan pertahanan tubuh terdepan dalam melawan mikroorganisme.Disebut nonspesifik
karena tidak ditujukan terhadap mikroorganisme tertentu. Terdiri dari:
a. Pertahanan fisik/mekanik
Kulit, selaput lendir , silia saluran pernafasan, batuk, bersin akan mencegah masuknya berbagai
kuman patogen kedalam tubuh. Kulit yang rusak misalnya oleh luka bakar dan selaput lendir
yang rusak oleh asap rokok akan meninggikan resiko infeksi.

b. Pertahanan biokimia
Bahan yang disekresi mukosa saluran nafas, kelenjar sebaseus kulit, kel kulit, telinga, spermin
dalam semen, mengandung bahan yang berperan dalam pertahanan tubuh secara
biokimiawi.asam HCL dalam cairan lambung , lisozim dalam keringat, ludah , air mata dan air
susu dapat melindungi tubuh terhadap berbagai kuman gram positif dengan menghancurkan
dinding selnya. Air susu ibu juga mengandung laktoferin dan asam neuraminik yang mempunyai
sifat antibacterial terhadap E. coli dan staphylococcus.
Lisozim yang dilepas oleh makrofag dapat menghancurkan kuman gram negatif dan hal tersebut
diperkuat oleh komplemen.Laktoferin dan transferin dalam serum dapat mengikat zan besi yang
dibutuhkan untuk kehidupan kuman pseudomonas.
c. Pertahanan humoral
Berbagai bahan dalam sirkulasi berperan pada pertahanan tubuh secara humoral. Bahan-bahan
tersebut adalah:

1) Komplemen
Komplemen mengaktifkan fagosit dan membantu destruktif bakteri dan parasit karena:
a. Komplemen dapat menghancurkan sel membran bakteri
b. Merupakan faktor kemotaktik yang mengarahkan makrofag ke tempat bakteri
c. Komponen komplemen lain yang mengendap pada permukaan bakteri memudahkan
makrofag untuk mengenal dan memfagositosis (opsonisasi).
2) Interferon
Interferon adalah suatu glikoprotein yang dihasilkan oleh berbagai sel manusia yang
mengandung nukleus dan dilepaskan sebagai respons terhadap infeksi virus.Interveron
mempunyai sifat anti virus dengan jalan menginduksi sel-sel sekitar sel yang terinfeksi virus
sehingga menjadi resisten terhadap virus.Disamping itu, interveron juga dapat mengaktifkan
Natural Killer cell (sel NK). Sel yang diinfeksi virus atau menjadi ganas akan menunjukkan
perubahan pada permukaannya. Perubahan tersebut akan dikenal oleh sel NK yang kemudian
membunuhnya. Dengan demikian penyebaran virus dapat dicegah.
3) Reactive Protein (CRP)
Peranan CRP adalah sebagai opsonin dan dapat mengaktifkan komplemen.CRP dibentuk oleh
badan pada saat infeksi.CRP merupakan protein yang kadarnya cepat meningkat (100 x atau
lebih) setelah infeksi atau inflamasi akut.
CRP berperanan pada imunitas non spesifik, karena dengan bantuan Ca++ dapat mengikat
berbagai molekul yang terdapat pada banyak bakteri dan jamur.
d. Pertahanan seluler
Fagosit/makrofag dan sel NK berperanan dalam sistem imun non spesifik seluller.
1) Fagosit
Meskipun berbagai sel dalam tubuh dapat melakukan fagositosis tetapi sel utama yang berperaan
dalam pertahanan non spesifik adalah sel mononuclear (monosit dan makrofag) serta sel
polimorfonuklear seperti neutrofil.
Dalam kerjanya sel fagosit juga berinteraksi dengan komplemen dan sistem imun spesifik.
Penghancuran kuman terjadi dalam beberapa tingakt sebagai berikut:
Kemotaksis, menangkap, memakan (fagosistosis), membunuh dan mencerna.Kemotaksis adalah
gerakan fagosit ketempat infekis sebagai respon terhadap berbagai factor sperti produk bakteri
dan factor biokimiawi yang dilepas pada aktivasi komplemen.Antibody seperti pada halnya
dengan komplemen C3b dapat meningkatkan fagosistosis (opsonisasi). Antigen yang diikat
antibody akan lebih mudah dikenal oleh fagosit untuk kemudian dihancurkan. Hal tersebut
dimungkinkan oleh adanya reseptor untuk fraksi Fc dari immunoglobulin pada permukaan
fagosit.
2) Natural Killer cell (sel NK)
Sel NK adalah sel limfoid yang ditemukan dalam sirkulasi dan tidak mempunyai cirri sel limfoid
dari siitem imun spesifik, maka karenan itu disebut sel non B non T (sel NBNT) atau sel poplasi
ketiga.
Sel NK dapat menghancurkan sel yang mengandung virus atau sel neoplasma dan interveron
meempunyai pengaruh dalam mempercepat pematangan dan efeksitolitik sel NK.
2. Sistem imun spesifik atau adaptasi
Mempunyai kemampuan untuk mengenal benda asing.Benda asing yang pertama kali muncul
dikenal oleh sistem imun spesifik sehingga terjadi sensitiasi sel-sel imun tersebut. Bila sel imun
tersebut berpapasan kembali dengan benda asing yang sama, maka benda asing yang terakhir ini
akan dikenal lebih cepat, kemudian akan dihancurkan olehnya. Oleh karena sistem tersebut
hanya mengahancurkan benda asing yang sudah dikenal sebelumnya, maka sistem itu disebut
spesifik.
sistem imun spesifik dapat bekerja sendiri untuk menghancurkan benda asing yang berbahaya,
tetapi umumnya terjalin kerjasama yang baik antara antibodi, komplemen, fagosit dan antara sel
T makrofag.
Sistem imun spesifik ada 2 yaitu:
a. Sistem imun spesifik humoral
Yang berperanan dalam sistem imun humoral adalah limfosit B atau sel B. sel B tersebut berasal
dari sel asal multipoten. Bila sel B dirangsang oleh benda asing maka sel tersebut akan
berproliferasi dan berkembang menjadi sel plasma yang dapat menbentuk zat anti atau antibody.
Antibody yang dilepas dapat ditemukan didalam serum.Funsi utama antibody ini ialah untuk
pertahanan tehadap infeksi virus, bakteri (ekstraseluler), dan dapat menetralkan toksinnya.
b. Sistem imun spesifik selular
Yang berperanan dalam sistem imun spesifik seluler adalah limfosit T atau sel T. sel tersebut
juga berasal dari sel asal yang sama dari sel B. factor timus yang disebut timosin dapat
ditemukan dalam peredaran darah sebagai hormon asli dan dapat memberikan pengaruhnya
terhadap diferensiasi sel T diperifer. Berbeda dengan sel B, sel T terdiri atas beberapa sel subset
yang mempunyai fungsi berlainan.Fungsi utama sel imun spesifik adalah untuk pertahanan
terhadap bakteri yang hidup intraseluler, virus, jamur, parasit, dan keganasan.
Imunitas spesifik dapat terjadi sebagai berikut:
1) Alamiah
a) Pasif
Imunitas alamiah pasif ialah pemindahan antibody atau sel darah putih yang disensitisasi dari
badan seorang yang imun ke orang lain yang imun, misalnya melalui plasenta dan kolostrum dari
ibu ke anak.
b) Aktif
Imunitas alamiah katif dapat terjadi bila suatu mikoorgansme secara alamiah masuk kedalam
tubuh dan menimbulkan pembentukan antibody atau sel yang tersensitisasi.
2) Buatan
a) Pasif
Imunitas buatan pasif dilakukan dengan memberikan serum, antibody, antitoksin misalnya pada
tetanus, difteri, gangrengas, gigitan ular dan difesiensi imun atau pemberian sel yang sudah
disensitisasi pada tuberkolosis dan hepar.
b) Aktif
Imunitas buatan aktif dapat ditimbulkan dengan vaksinasi melalui pemberian toksoid tetanus,
antigen mikro organism baik yang mati maupun yang hidup.
F. ANTIGEN DAN ANTIBODI
1. Antigen
a. Pengertian
Antigen molekul asing yang dapat menimbulkan respon imun spesifik dari limfosit pada manusia
dan hewan. Antigen meliputi molekul yang dimilki virus, bakteri, fungi, protozoa dan cacing
parasit. Molekul antigenic juga ditemukan pada permukaan zat-zat asing seperti serbuk sari dan
jaringan yang dicangkokkan. Sel B dan sel T terspesialisasi bagi jenis antigen yang berlainan
dan melakukan aktivitas pertahanan yang berbeda namun saling melengkapi (Baratawidjaja
1991: 13; Campbell,dkk 2000: 77).
b. Letak Antigen
Antigen ditemukan di permukaan seluruh sel, tetapi dalam keadaan normal, sistem kekebalan
seseorang tidak bereaksi terhadap sel-nya sendiri.Sehingga dapat dikatakan antigen merupakan
sebuah zat yang menstimulasi tanggapan imun, terutama dalam produksi antibodi.Antigen
biasanya protein atau polisakarida, tetapi dapat juga berupa molekul Iainnya.Permukaan bakteri
mengandung banyak protein dan polisakarida yang bersifat antigen, sehingga antigen bisa
merupakan bakteri, virus, protein, karbohidrat, sel-sel kanker, dan racun.
c. Karakteristik
Karakteristik antigen yang sangat menentukan imunogenitas respon imun adalah sebagai berikut:
1) Asing (berbeda dari self )
Pada umumnya, molekul yang dikenal sebagai self tidak bersifat imunogenik, jadi untuk
menimbulkan respon imun, molekul harus dikenal sebagai nonself.
2) Ukuran molekul
Imunogen yang paling poten biasanya merupakan protein berukuran besar. Molekul dengan
berat molekul kurang dari 10.000 kurang bersifat imunogenik dan yang berukuran sangat kecil
seperti asam amino tidak bersifat imunogenik.
3) Kompleksitas kimiawi dan struktural
Jumah tertentu kompleksitas kimiawi sangat diperlukan, misalnya homopolimer asam amino
kurang bersifat munogenik dibandingkan dengan heteropolimer yang mengandung dua atau tiga
asam amino yang berbeda.
4) Determinan antigenic (epitop)
Unit terkecil dari antigen kompleks yang dapat dikat antibody disebut dengan determinan
antigenic atau epitop. Antigen dapat mempunyai satu atau lebih determinan. Suatu determinan
mempunyai ukuran lima asam amino atau gula.
5) Tatanan genetic penjamu
Dua strain binatang dari spesies yang sama dapat merespon secara berbeda terhadap antigen
yang sama karena perbedaan komposisi gen respon imun.
6) Dosis, cara dan waktu pemberian antigen
Respon imun tergantung kepada banyaknya natigen yang diberikan, maka respon imun tersebut
dapat dioptmalkan dengan cara menentukan dosis antigen dengan cermat (termasuk jumlah
dosis), cara pemberian dan waktu pemberian (termasuk interval diantara dosis yang diberikan).

d. Pembagian Antigen
1) Secara fungsional
a. Imunogen, yaitu molekul besar (disebut molekul pembawa).
b. Hapten, yaitu kompleks yang terdiri atas molekul kecil.
2) Pembagian antigen menurut epitop
a. Unideterminan, univalent yaitu hanya satu jenis determinan atau epitop pada satu molekul.
b. Unideterminan, multivalent yaitu hanya satu determinan tetapi dua atau lebih determian
tersebut ditemukan pada satu molekul.
c. Multideterminan, univalent yaitu banyak epitop yang bermacam-macam tetapi hanya satu
dari setiap macamnya (kebanyakan protein).
d. Multideterminan, multivalent yaitu banyak macam determinan dan banyak dari setiap
macam pada satu molekul (antigen dengan berat molekul yang tinggi dan kompleks secara
kimiawi). (Baratawidjaja 1991: 14).
3) Pembagian antigen menurut spesifisitas
a) Heteroantigen, yaitu antigen yang terdapat pada jaringan dari spesies yang berbeda.
b) Xenoantigen yaitu antigen yang hanya dimiliki spesies tertentu.
c) Alloantigen (isoantigen) yaitu antigen yang spesifik untuk individu dalam satu spesies.
d) Antigen organ spesifik, yaitu antigen yang dimilki oleh organ yang sama dari spesies yang
berbeda.
e) Autoantigen, yaitu antigen yang dimiliki oleh alat tubuh sendiri (Baratawidjaja 1991: 14-15:
Sell : 9–10).
4) Pembagian antigen menurut ketergantungan terhadap sel T
a) T dependent yaitu antigen yang memerlukan pengenalan oleh sel T dan sel B untuk dapat
menimbulkan respons antibodi. Sebagai contoh adalah antigen protein.
b) T independent yaitu antigen yang dapat merangsang sel B tanpa bantuan sel Tuntuk
membentuk antibodi. Antigen tersebut berupa molekul besar polimerik yang dipecah di dalam
badan secara perlahan-lahan, misalnya lipopolisakarida, ficoll, dekstran, levan, dan flagelin
polimerik bakteri.(Baratawidjaja 1991: 15).
5) Pembagian antigen menurut sifat kimiawi
a) Hidrat arang (polisakarida)
Hidrat arang pada umumnya imunogenik. Glikoprotein dapat menimbulkan respon imun
terutama pembentukan antibodi. Respon imun yang ditimbulkan golongan darah ABO,
mempunyai sifat antigen dan spesifisitas imun yang berasal dari polisakarida pada permukaan sel
darah merah.
b) Lipid
Lipid biasanya tidak imunogenik, tetapi menjadi imunogenik bila diikat oleh protein carrier.
Lipid dianggap sebagai hapten, sebagai contoh adalah sphingolipid.
c) Asam nukleat
Asam nukleat tdak imunogenik, tetapi menjadi imunogenik bila diikat oleh protein carrier.
DNA dalam bentuk heliksnya biasanya tidak imunogenik. Respon imun terhadap DNA terjadi
pada penderita dengan SLE.
d) Protein
Kebanyakan protein adalah imunogenik dan pada umunya multideterminan univalent.
(Baratawidjaja 1991: 15)

e. Reaksi Antigen dan Antibodi


Dalam lingkungan sekitar kita terdapat banyak substansi bermolekul kecil yang bisa masuk ke
dalam tubuh.Substansi kecil tersebut bisa menjadi antigen bila dia melekat pada protein tubuh
kita yang dikenal dengan istilah hapten. Substansi-substansi tersebut lolos dari barier respon non
spesifik (eksternal maupun internal), kemudian substansi tersebut masuk dan berikatan dengan
sel limfosit B yang akan mensintesis pembentukan antibodi.
Sebelum pertemuan pertamanya dengan sebuah antigen, sel-sel-B menghasilkan molekul
immunoglobulin IgM dan IgD yang tergabung pada membran plasma untuk berfungsi sebagai
reseptor antigen.Sebuah antigen merangsang sel untuk membuat dan menyisipkan dalam
membrannya molekul immunoglobulin yang memiliki daerah pengenalan spesifik untuk antigen
itu. Setelah itu, limfosit harus membentuk immunoglobulin untuk antigen yang sama. Pemaparan
kedua kali terhadap antigen yang sama memicu respon imun sekunder yang segera terjadi dan
meningkatkan titer antibodi yang beredar sebanyak 10 sampai 100 kali kadar sebelumnya. Sifat
molekul antigen yang memungkinkannya bereaksi dengan antibodi disebut
antigenisitas.Kesanggupan molekul antigen untuk menginduksi respon imun disebut
imunogenitas.
Terdapat berbagai kategori Interaksi antigen-antibodi, kategori tersebut antara lain:
1) Primer
Interaksi tingkat primer adalah saat kejadian awal terikatnya antigen dengan antibodi pada situs
identik yang kecil, bernama epitop.
2) Sekunder

Interaksi tingkat sekunder terdiri atas beberapa jenis interaksi, di antaranya:


a) Netralisasi
Adalah jika antibodi secara fisik dapat menghalangi sebagian antigen menimbulkan effect yang
merugikan.Contohnya adalah dengan mengikat toksin bakteri, antibody mencegah zat kimia ini
berinteraksi dengan sel yang rentan.
b) Aglutinasi
Adalah jika sel-sel asing yang masuk, misalnya bakteri atau transfusi darah yang tidak cocok
berikatan bersama-sama membentuk gumpalan
c) Presipitasi
Adalah jika komplek antigen-antibodi yang terbentuk berukuran terlalu besar, sehingga tidak
dapat bertahan untuk terus berada di larutan dan akhirnya mengendap.
d) Fagositosis
Adalah jika bagian ekor antibodi yang berikatan dengan antigen mampu mengikat reseptor
fagosit (sel penghancur) sehingga memudahkan fagositosis korban yang mengandung antigen
tersebut.
e) Sitotoksis
Adalah saat pengikatan antibodi ke antigen juga menginduksi serangan sel pembawa antigen
oleh killer cell (sel K). Sel K serupa dengan natural killer cell kecuali bahwa sel K mensyaratkan
sel sasaran dilapisi oleh antibodi sebelum dapat dihancurkan melalui proses lisis membran
plasmanya.

3) Tersier
Interaksi tingkat tersier adalah munculnya tanda-tanda biologik dari interaksi antigen-antibodi
yang dapat berguna atau merusak bagi penderitanya.

2. Antibodi
a. Pengertian
Antibodi adalah protein immunoglobulin yang disekresi oleh sel B yang teraktifasi oleh
antigen.Antibodi merupakan senjata yang tersusun dari protein dan dibentuk untuk melawan sel-
sel asing yang masuk ke tubuh manusia.Senjata ini diproduksi oleh sel-sel B, sekelompok
prajurit pejuang dalam sistem kekebalan. Antibodi akan menghancurkan musuh-musuh
penyerbu.

b. Fungsi
a.Untuk mengikatkan diri kepada sel-sel musuh, yaitu antigen.
b.Membusukkan struktur biologi antigen tersebut lalu menghancurkannya.

c. Sifat Antibodi
Antibodi mempunyai sifat yang sangat luar biasa, karena untuk membuat antibodi spesifik untuk
masing-masing musuh merupakan proses yang luar biasa, dan pantas dicermati. Proses ini dapat
terwujud hanya jika sel-sel B mengenal struktur musuhnya dengan baik. Dan, di alam ini
terdapat jutaan musuh (antigen).Dia mengetahui polanya berdasarkan perasaan. Sulit bagi
seseorang untuk mengingat pola kunci, walau cuma satu, Akan tetapi, satu sel B yang
sedemikian kecil untuk dapat dilihat oleh mata, menyimpan jutaan bit informasi dalam
memorinya, dan dengan sadar menggunakannya dalam kombinasi yang tepat.

d. Proses Pembentukan Antibodi


1.Antibodi terbentuk secara alami di dalam tubuh manusia dimana substansi tersebut diwariskan
dari ibu ke janinnya melalui inntraplasenta. Antibody yang dihasilkan pada bayi yang baru lahir
titier masih sangat rendah, dan nanti antibody tersebut berkembang seiring perkembangan
seseorang.
2.Pembentukan antibody karena keterpaparan dengan antigen yang menghasilkan reaksi
imunitas, dimana prosesnya adalah:
Misalnya bakteri salmonella. Saat antigen (bakteri salmonella) masuk ke dalam tubuh, maka
tubuh akan meresponnya karena itu dianggab sebagai benda asing. karena bakteri ini sifatnya
interseluler maka dia tidak sanggup untuk di hancurkan dalam makrofag karena bakteri ini juga
memproduksi toksinsebagai pertahanan tubuh. Oleh karena itu makrofag juga memproduksi
APC yang berfungsi mempresentasikan antigen terhadap limfosit.agar respon imun berlangsung
dengan baik.Ada dua limfosit yaitu limfosit B dan limfosit T.

e. Klasifikasi Antibodi
1) IgG (Imuno globulin G)
IgG merupakan antibodi yang paling umum. Dihasilkan hanya dalam waktu beberapa hari, ia
memiliki masa hidup berkisar antara beberapa minggu sampai beberapa tahun. IgG beredar
dalam tubuh dan banyak terdapat pada darah, sistem getah bening, dan usus. Mereka mengikuti
aliran darah, langsung menuju musuh dan menghambatnya begitu terdeteksi.Mereka mempunyai
efek kuat anti-bakteri dan penghancur antigen.Mereka melindungi tubuh terhadap bakteri dan
virus, serta menetralkan asam yang terkandung dalam racun.
Selain itu, IgG mampu menyelip di antara sel-sel dan menyingkirkan bakteri serta musuh
mikroorganis yang masuk ke dalam sel-sel dan kulit.Karena kemampuannya serta ukurannya
yang kecil, mereka dapat masuk ke dalam plasenta ibu hamil dan melindungi janin dari
kemungkinan infeksi. Jika antibodi tidak diciptakan dengan karakteristik yang memungkinkan
mereka untuk masuk ke dalam plasenta, maka janin dalam rahim tidak akan terlindungi melawan
mikroba. Hal ini dapat menyebabkan kematian sebelum lahir. Karena itu, antibodi sang ibu akan
melindungi embrio dari musuh sampai anak itu lahir.
2) IgA (Imuno globulin A)
Antibodi ini terdapat pada daerah peka tempat tubuh melawan antigen seperti air mata, air liur,
ASI, darah, kantong-kantong udara, lendir, getah lambung, dan sekresi usus.Kepekaan daerah
tersebut berhubungan langsung dengan kecenderungan bakteri dan virus yang lebih menyukai
media lembap seperti itu. Secara struktur, IgA mirip satu sama lain. Mereka mendiami bagian
tubuh yang paling mungkin dimasuki mikroba.Mereka menjaga daerah itu dalam pengawasannya
layaknya tentara andal yang ditempatkan untuk melindungi daerah kritis.
Antibodi ini melindungi janin dari berbagai penyakit pada saat dalam kandungan. Setelah
kelahiran, mereka tidak akan meninggalkan sang bayi, melainkan tetap melindunginya. Setiap
bayi yang baru lahir membutuhkan pertolongan ibunya, karena IgA tidak terdapat dalam
organisme bayi yang baru lahir. Selama periode ini, IgA yang terdapat dalam ASI akan
melindungi sistem pencernaan bayi terhadap mikroba. Seperti IgG, jenis antibodi ini juga akan
hilang setelah mereka melaksanakan semua tugasnya, pada saat bayi telah berumur beberapa
minggu.
3) IgM (Imuno globulin M)
Antibodi ini terdapat pada darah, getah bening, dan pada permukaan sel B. Pada saat organisme
tubuh manusia bertemu dengan antigen, IgM merupakan antibodi pertama yang dihasilkan tubuh
untuk melawan musuh.Janin dalam rahim mampu memproduksi IgM pada umur kehamilan enam
bulan. Jika musuh menyerang janin, jika janin terinfeksi kuman penyakit, produksi IgM janin
akan meningkat. Untuk mengetahui apakah janin telah terinfeksi atau tidak, dapat diketahui dari
kadar IgM dalam darah.
4) IgD (Imuno globulin D)
IgD juga terdapat dalam darah, getah bening, dan pada permukaan sel B. Mereka tidak mampu
untuk bertindak sendiri-sendiri.Dengan menempelkan dirinya pada permukaan sel-sel T, mereka
membantu sel T menangkap antigen.
5) IgE (Imuno globulin E)
IgE merupakan antibodi yang beredar dalam aliran darah.Antibodi ini bertanggung jawab untuk
memanggil para prajurit tempur dan sel darah lainnya untuk berperang.Antibodi ini kadang juga
menimbulkan reaksi alergi pada tubuh. Karena itu, kadar IgE tinggi pada tubuh orang yang
sedang mengalami alergi.

G. SISTEM KOMPLEMEN
Sistem komplemen adalah suatu sistem yang terdiri dari seperangkat kompleks protein yang satu
dengan lainnya sangat berbeda.Pada kedaan normal komplemen beredar di sirkulasi darah dalam
keadaan tidak aktif, yang setiap saat dapat diaktifkan melalui dua jalur yang tidak tergantung
satu dengan yang lain, disebut jalur klasik dan jalur alternatif.Aktivasi sistem komplemen
menyebabkan interaksi berantai yang menghasilkan berbagai substansi biologik aktif yang
diakhiri dengan lisisnya membran sel antigen.Aktivasi sistem komplemen tersebut selain
bermanfaat bagi pertahanan tubuh, sebaliknya juga dapat membahayakan bahkan mengakibatkan
kematian, hingga efeknya disebut seperti pisau bermata dua. Bila aktivasi komplemen akibat
endapan kompleks antigen-antibodi pada jaringan berlangsung terus-menerus, akan terjadi
kerusakan jaringan dan dapat menimbulkan penyakit.
Komplemen sebagian besar disintesis di dalam hepar oleh sel hepatosit, dan juga oleh sel fagosit
mononuklear yang berada dalam sirkulasi darah. Komplemen C l juga dapat di sintesis oleh sel
epitel lain diluar hepar. Komplemen yang dihasilkan oleh sel fagosit mononuklear terutama akan
disintesis ditempat dan waktu terjadinya aktivasi. Sebagian dari komponen protein komplemen
diberi nama dengan huruf C: Clq, Clr, CIs, C2, C3, C4, C5, C6, C7, C8 dan C9 berurutan sesuai
dengan urutan penemuan unit tersebut, bukan menurut cara kerjanya.

H. SEL-SEL SISTEM IMUN


1. Sel-Sel Sistem Imun Nonspesifik
Sel sistem imun non spesifik bereaksi tanpa memandang apakah agen pencetus pernah atau
belum pernah dijumpai.Reaksinya pun tidak perlu diaktivasi terlebih dahulu seperti pada sistem
imun spesifik.Lebih jauh lagi respon imun non spesifik merupakan lini pertama pertahanan
terhadap berbagai faktor yang mengancam.Sel-sel yang berperan dalamnsistem imun nonspesifik
adalah sel fagosit, sel nol, dan sel mediator.

a. Sel Fagosit
Sel fagosit terbagi dua jenis, yaitu fagosit mononuclear dan fagosit polimorfonuklear.Fagosit
mononuclear terdiri dari sel monosit dan sel makrofag, sedangkan fagosit polimorfonuclear
terdiri dari neutrofil dan eusinofil.
1) Sel Monosit dan Sel Makrofag
Persentase sel monosit dalam sel darah putih berkisar 5 %. Monosit bersirkulasi dalam darah
hanya selama beberapa jam, kemudian bermigrasi ke dalam jaringan, dan berkembang menjadi
makrofaga (macrophage) besar (pemangsa besar). Makrofaga jaringan, yang merupakan sel-sel
fagositik terbesar, adalah fagosit yang sangat efektif dan berumur panjang.Sel-sel ini
menjulurkan kaki semu (psedopodia) yang panjang yang dapat menempel ke polisakarida pada
permukaan mikroba dan menelan mikroba itu, sebelum kemudian dirusak oleh enzim-enzim di
dalam lisosom makrofaga itu.
Beberapa makrofaga bermigrasi ke seluruh tubuh, sementara yang lain tetap tinggal secara
permanen dalam jaringan tertentu: dalam paru-paru (makrofaga alveoli), hati (sel-sel Kupffer),
ginjal (sel-sel mesangial), otak (sel-sel mikroglia), jaringan ikat (histiosit), dan pada limpa, nodus
limfa, serta jaringan limfatik. Mikroorganisme, fragmen mikroba, dan molekul asing yang
memasuki darah menghadapi makrofaga ketika mereka terjerat dalam bangun limpa yang mirip
dengan jarring, sementara yang berada dalam cairan jaringan mengalir ke dalam limfa dan
disaring melalui nodus limfa.
Namun, beberapa mikroba telah mengevolusikan mekanisme untuk menghindari perusakan oleh
sel fagositik.Beberapa bakteri mempunyai kapsul bagian luar yang tidak dapat ditempeli
makrofaga.Contoh bakteri tersebut adalah Mycobacterium tuberculosis, yang bersifat resisten
terhadap perusakan oleh lisosom dan bahkan dapat bereproduksi di dalam makrofaga.
2) Sel Neutrofil
Neutrofil merupakan sel fagosit yang berasal dari sel bakal myeloid dalam sumsum
tulang.Jumlahnya sekitar 60-70% dari semua sel darah putih (leukosit).Neutrofil adalah fagosit
pertama yang tiba, diikuti oleh monosit darah, yang berkembang menjadi makrofaga besar dan
aktif.Sel-sel yang dirusak oleh mikroba yang menyerang membebaskan sinyal kimiawi yang
menarik neutrofil dari darah untuk datang. Neutrofil itu akan memasuki jaringan yang terinfeksi,
lalu menelan dan merusak mikroba yang ada disana. (Migrasi menuju sumber zat kimia yang
mengundang ini disebut kemotaksis).Di dalam neutrofil terdapat enzim lisozim dan laktoferin
untuk menghancurkan bakteri atau benda asing lainnya yang telah difagositosis.Setelah
memfagositosis 5-20 bakteri, neutrofil mati dengan melepaskan zat-zat limfokin yang
mengaktifasi makrofag. Biasanya, neutrofil hanya berada dalam sirkulasi kurang dari 48 jam
karena neutrofil cenderung merusak diri sendiri ketika mereka merusak penyerang asing.
3) Sel Eusinofil
Sama seperti sel fagosit lainnya, sel eosinofil berasal dari sel bakal myeloid.Ukuran sel ini
sedikit lebih besar daripada neutrofil dan berfungsi juga sebagai fagosit.Eosinofil berjumlah 2-
5% dari sel darah putih.Peningkatan eosinofil di sirkulasi darah dikaitkan dengan keadaan-
keadaan alergi dan infeksi parasit internal (contoh, cacing darah atau Schistosoma mansoni).
Walaupun kebanyakan parasit terlalu besar untuk dapat difagositosis oleh eosinofil atau oleh sel
fagositik lain, namun eosinofil dapat melekatkan diri pada parasit melalui molekul permukaan
khusus, dan melepaskan bahan-bahan yang dapat membunuh banyak parasit. Selain itu, eosinofil
juga memiliki kecenderungan khusus untuk berkumpul dalam jaringan yang memiliki reaksi
alergi.Kecendrungan ini disebabkan oleh faktor kemotaktik yang dilepaskan oleh sel mast dan
basofil yang menyebabkan eosinofil bermigrasi kearah jaringan yang meradang. Sel fagosit
terutama makrofag dan neutrofil; memiliki peran besar dalam proses peradangan. Untuk
melaksanakan fungsi tersebut sel fagosit juga berinteraksi dengan komplemen dan sistem imun
spesifik lainnya.
b. Sel Nol
Sel Natural Killer (Sel NK) merupakan golongan limfosit tapi tidak mengandung petanda seperti
pada permukaan sel B dan sel T. Oleh karena itu disebut sel nol. Sel ini beredar dalam pembuluh
darah sebagai limfosit besar yang khusus, memiliki granular spesifik yang memiliki kemampuan
mengenal dan membunuh sel abnormal, seperi sel tumor dan sel yang terinfeksi oleh virus. Sel
NK berperan penting dalam imunitas nonspesifik pada patogen intraseluler.Sel jenis khusus
mirip limfosit yang diproduksi di dalam sumsum tulang ini juga tersedia di limpa, nodus limfa,
dan timus dan merupakan 10 % – 20 % bagian dari limfosit perifer.Bentuknya lebih besar dari
limfosit B dan limfosit T.
c. Sel Mediator
Sel yang termasuk sel mediator adalah sel basofil, sel mast, dan trombosit.Sel tersebut disebut
sebagai mediator dikarenakan melepaskan berbagai mediator yang berperan dalam sistem imun.
1) Sel basofil dan sel mast
Basofil adalah jenis leukosit yang paling sedikit jumlahnya dan diduga juga dapat berfungsi
sebagai fagosit.Sel basofil secara struktural dan fungsional mirip dengan sel mast, yang tidak
pernah beredar dalam darah tapi tersebar di jaringan ikat di seluruh tubuh. Awalnya sel basofil
dianggap berubah menjadi sel mast dengan bermigrasi dari sistem sirkulasi, tapi para peneliti
membuktikan bahwa basofil berasal dari sumsum tulang sedangkan sel mast berasal dari sel
prekursor yang terletak di jaringan ikat.Ada dua macam sel mast yaitu terbanyak sel mast
jaringan dan sel mast mukosa.Yang pertama ditemukan di sekitar pembuluh darah dan
mengandung sejumlah heparin dan histamine.Sel mast yang kedua ditemukan di slauran cerna
dan napas.Proliferasinya dipacu IL-3 dan IL-4 dan ditingkatkan pada infeksi parasit.Baik sel
basofil maupun sel mast memiliki reseptor untuk IgE dan karenanya dapat diaktifkan oleh
alergen spesifik yang berkaitan dengan antibodi IgE.Kemudian bila terdapat alergen spesifik
berikutnya yang bereaksi dengan antibodi, maka perlekatan keduanya menyebabkan sel mast
atau basofil rupture dan melepaskan banyak sekali histamin, bradikinin, serotonin, heparin,
substansi anafilaksis yang bereaksi lambat, dan sejumlah enzim lisosomal.Bahan-bahan inilah
yang menyebabkan manifestasi alergi.Selain itu keduanya pun dapat membentuk dan
menyimpan heparin dan histamin.
2) Trombosit
Trombosit adalah fragmen sel yang berasal dari megakariosit besar di sumsum tulang belakang.
Trombosit berperan dalam pembatasan daerah yang meradang, dimana apabila terpajan ke
tromboplastin jaringan di jaringan yang cedera maka fibrinogen, yang telah diaktifkan melalui
proses berjenjang yang melibatkan pengaktifan suksesif faktor-faktor pembekuan, diubah
menjadi fibrin. Fibrin inilah yang membentuk bekuan cairan interstitiumdi ruang-ruang di sekitar
bakteri dan sel yang rusak.
2. Sel-sel Sistem Imun Spesifik
a. Sel T
1) Karakteristik Sel T
a. Sel T tidak mengeluarkan antibodi. Sel –sel ini harus berkontak langsung dengan sasaran
suatu proses yang dikenal sebagai immunitas yang diperantarai oleh sel (cell-mediated immunity,
imunitas seluler).
b. Bersifat klonal dan sangat spesifik antigen. Di membran plasmanya, setiap Sel T memiliki
protein-protein reseptor unik.
c. Sel T diaktifkan oleh antigen asing apabila antigen tersebut disajikan di permukaan suatu sel
yang juga membawa penanda identitas individu yang bersangkutan, yaitu, baik antigen asing
maupun antigen diri harus terdapat di permukaan sel sebelum sel T dapat mengikuti keduanya.
d. Tidak semua turunan sel T yang teraktivasi menjadi sel T efektor. Sebagian kecil tetap
dorman, berfungsi sebagai cadangan sel T pengingat yang siap merespon secara lebih cepat dan
kuat apabila antigen asing tersebut muncul kembali di sel tubuh.
e. Selama pematangan di timus, sel T mengenal antigen asing dalam kombinasi dengan antigen
jaringan individu itu sendiri, suatu pelajaran yang diwariskan ke semua turunan sel T berikutnya.
f. Diperlukan waktu beberapa hari setelah pajanan antigen tertentu sebelum sel T teraktivasi
besiap untuk melancarkan serangan imun seluler.
2) Subpopulasi sel T
Ketika sel T terpajan ke kombinasi antigen spesifik, sel-sel dari sel klon sel T komplementer
berproliferisai dan berdiferensiasi selama beberapa hari, menghasilkan sejumlah besar sel T
teraktivasi yang melaksanakan berbagai respons imunitas seluler.Terdapat tiga subpopulasi sel T,
tergantung pada peran mereka setelah diaktifkan oleh antigen.
a) Sel Tc (cytotocic)
Sel T yang menghancurkan sel penjamu yang memiliki antigen asing, misalnya sel tubuh yang
dimasuki oleh virus, sel kanker, dan sel cangkokan.
b) Sel Th (helper)
Berperan menolong sel B dalam memproduksi antibodi, memperkuat aktivitas sel T sitotoksik
dan sel T penekan (supresor) yang sesuai, dan mengaktifkan makrofag.
c) Sel Ts (supperssor)
Sel T yang menekan produksi antibodi sel B dan aktivitas sel T sitotoksik dan
penolong.Sebagian besar dati milyaran Sel T diperkirakan tergolong dalam subpopulasi
penolong dan penekan, yang tidak secara langsung ikut serta dalam destruksi patogen secara
imunologik.Kedua subpopulasi tersebut disebut sel T regulatorik, karena mereka memodulasi
aktivitas sel B dan Sel T sitotoksik serta aktivitas mereka sendiri dan aktivitas makrofag.
d) Sel Tdh (delayed hypersensitivity)
Merupakan sel yang berperan pada pengerahan makrofag dan sel inflamasi lainnya ketempat
terjadinya reaksi hipersensitivitas tipe lambat.Dalam fungsinya, sel Tdh sebenarnya menyerupai
sel Th.
e) Limfokin
Dalam biakan sel limfosit T dapat ditemukan berbagai bahan yang mempunyai efek
biologic.Bahan-bahan tersebut disebut limfokin dan dilepas sel T yang disensitisasi. Beberapa
jenis limfokin yaitu: interleukin, interferon, factor supresor, factor penolong , dan sebagainya.
b. Sel B
Sel B merupakan 5-15 % dari jumlah seluruh limfosit dalam sirkulasi.Fungsi utamanya ialah
memproduksi antibodi.Sel B ditandai dengan adanya immunoglobulin yang dibentuk didalam sel
dan kemudian dilepas, tetapi sebagian menempel pada permukaan sel yang selanjutnya berfungsi
sebagai reseptor antigen.Kebanyakan sel perifer mengandung IgM dan IgD dan hanya beberapa
sel yang mengandung IgG, IgA, dan IgE, pada permukaannya.Sel B dengan IgA banyak
ditemukan dalam usus.Antibody permukaan tersebut dapat ditemukan dengan teknik
imunofluoresen.

I. REAKSI HIPERSENSITIVITAS
Pada keadaan normal, mekanisme pertahanan tubuh baik humoral maupun selular tergantung
pada aktivasi sel B dan sel T. Aktivasi berlebihan oleh antigen atau gangguan mekanisme ini,
akan menimbulkan suatu keadaan imunopatologik yang disebut reaksi hipersensitivitas.
Menurut Gell dan Coombs, reaksi hipersensitivitas dapat dibagi menjadi 4 tipe, yaitu tipe I
hipersensitif anafilaktik, tipe II hipersensitif sitotoksik yang bergantung antibodi, tipe III
hipersensitif yang diperani kompleks imun, dan tipe IV hipersensitif cell-mediated (hipersensitif
tipe lambat).Selain itu masih ada satu tipe lagi yang disebut sentivitas tipe V atau stimulatory
hipersensitivity.Pembagian reaksi hipersensitivitas oleh Gell dan Coombs adalah usaha untuk
mempermudah evaluasi imunopatologi suatu penyakit.Dalam keadaan sebenarnya seringkali
keempat mekanisme ini saling mempengaruhi. Aktivasi suatu mekanisme akan mengaktifkan
mekanisme yang lainnya.
1. Reaksi Hipersentivitas Tipe I
Reaksi hipersensitivitas tipe I atau anafilaksis atau alergi yang timbul segera sesudah badan
terpajan dengan alergen.Semula diduga bahwa tipe I ini berfungsi untuk melindungi badan
terhadap parasit tertentu terutama cacing.Istilah alergi pertama kali diperkenalkan oleh Von
Pirquet pada tahun 1906, yang diartikan sebagai reaksi pejamu yang berubah. Pada reaksi ini
allergen yang masuk ke dalam tubuh akan menimbulkan respon imun dengan dibentuknya Ig E.
Urutan kejadian reaksi tipe I adalah sebagai berikut :
a. Fase Sensitasi
Waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan IgE sampai diikatnya oleh reseptor spesifik pada
permukaan sel mastosit dan basofil.
b. Fase Aktivasi
Waktu selama terjadi pajanan ulang dengan antigen yang spesifik, mastosit melepas isinya yang
berisikan granul yang menimbulkan reaksi.
c. Fase Efektor
Waktu terjadi respon yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek bahan- bahan yang dilepas
mastosit dengan aktivasi farmakologik.
IgE yang sudah dibentuk, biasanya dalam jumlah sedikit, segera diikat oleh mastosit/basofil. IgE
yang sudah ada permukaan mastosit akan menetap untuk beberapa minggu. Sensitasi dapat juga
terjadi secara pasif apabila serum (darah) orang yang alergik dimasukkan ke dalam kulit atau
sirkulasi orang normal.
2. Reaksi Hipersensitivitas Tipe II
Reaksi hipersensitivitas tipe II atau Sitotoksis terjadi karena dibentuknya antibodi jenis IgG atau
IgM terhadap antigen yang merupakan bagian sel pejamu.Reaksi ini dimulai dengan antibodi
yang bereaksi baik dengan komponen antigenik sel, elemen jaringan atau antigen atau hapten
yang sudah ada atau tergabung dengan elemen jaringan tersebut.Kemudian kerusakan
diakibatkan adanya aktivasi komplemen atau sel mononuklear.Mungkin terjadi sekresi atau
stimulasi dari suatu alat misalnya thyroid.Contoh reaksi tipe II ini adalah distruksi sel darah
merah akibat reaksi transfusi, penyakit anemia hemolitik, reaksi obat dan kerusakan jaringan
pada penyakit autoimun. Mekanisme reaksinya adalah sebagai berikut :
a. Fagositosis sel melalui proses apsonik adherence atau immune adherence
b. Reaksi sitotoksis ekstraseluler oleh sel K (Killer cell) yang mempunyai reseptor untuk Fc
c. Lisis sel karena bekerjanya seluruh sistem komplemen
3. Reaksi Hipersensitivitas Tipe III
Reaksi tipe III disebut juga reaksi kompleks imun adalah reaksi yang terjadi bila kompleks
antigen-antibodi ditemukan dalam jaringan atau sirkulasi/ dinding pembuluh darah dan
mengaktifkan komplemen. Antibodi yang bisa digunakan sejenis IgM atau IgG sedangkan
komplemen yang diaktifkan kemudian melepas faktor kemotatik makrofag. Faktor kemotatik
yang ini akan menyebabkan pemasukan leukosit-leukosit PMN yang mulai memfagositosis
kompleks-kompleks imun. Reaksi ini juga mengakibatkan pelepasan zat-zat ekstraselular yang
berasal dari granula-granula polimorf, yakni berupa enzim proteolitik, dan enzim-enzim
pembentukan kinin. Antigen pada reaksi tipe III ini dapat berasal dari infeksi kuman patogen
yang persisten (malaria), bahan yang terhirup (spora jamur yang menimbulkan alveolitis alergik
ekstrinsik) atau dari jaringan sendiri (penyakit autoimun). Infeksi dapat disertai dengan antigen
dalam jumlah berlebihan, tetapi tanpa adanya respons antibodi yang efektif.
4. Reaksi Hipersensitivitas Tipe IV
Reaksi tipe IV disebut juga reaksi hipersensitivitas lambat, cell mediatif immunity (CMI),
Delayed Type Hypersensitivity (DTH) atau reaksi tuberculin yang timbul lebih dari 24 jam
setelah tubuh terpajan dengan antigen. Reaksi terjadi karena sel T yang sudah disensitasi
tersebut, sel T dengan reseptor spesifik pada permukaannya akan dirangsang oleh antigen yang
sesuai dan mengeluarkan zat disebut limfokin. Limfosit yang terangsang mengalami transformasi
menjadi besar seperti limfoblas yang mampu merusak sel target yang mempunyai reseptor di
permukaannya sehingga dapat terjadi kerusakan jaringan.
Antigen yang dapat mencetuskan reaksi tersebut dapat berupa jaringan asing (seperti reaksi
allograft), mikroorganisme intra seluler (virus, mikrobakteri, dll).Protein atau bahan kimia yang
dapat menembus kulit dan bergabung dengan protein yang berfungsi sebagai carrier.Selain itu,
bagian dari sel limfosit T dapat dirangsang oleh antigen yang terdapat di permukaan sel di dalam
tubuh yang telah berubah karena adanya infeksi oleh kuman atau virus, sehingga sel limfosit ini
menjadi ganas terhadap sel yang mengandung antigen itu (sel target).Kerusakan sel atau jaringan
yang disebabkan oleh mekanisme ini ditemukan pada beberapa penyakit infeksi kuman
(tuberculosis, lepra), infeksi oleh virus (variola, morbilli, herpes), infeksi jamur (candidiasis,
histoplasmosis) dan infeksi oleh protozoa (leishmaniasis, schitosomiasis).

SEJARAH HEMATOLOGI
Hematologi juga dieja, adalah cabang kedokteran internal, fisiologi, patologi, pekerjaan
laboratorium klinis, dan pediatri yang berkaitan dengan studi darah, darah-membentuk organ,
dan penyakit darah.Hematologi mencakup studi etiologi, diagnosis, prognosis pengobatan, dan
pencegahan penyakit darah.Pekerjaan laboratology yang masuk ke studi tentang darah sering
dilakukan oleh teknolog medis.Darah dokter juga sangat sering melakukan studi lebih lanjut
dalam onkologi - pengobatan medis kanker.
Darah penyakit''''mempengaruhi produksi darah dan komponen-komponennya, seperti sel darah,
hemoglobin, protein darah, mekanisme koagulasi, dll
Dokter khusus dalam hematologi dikenal sebagai Darah.Pekerjaan rutin mereka terutama
mencakup perawatan dan pengobatan pasien dengan penyakit hematologi, meskipun beberapa
juga dapat bekerja di laboratorium hematologi melihat film slide darah dan sumsum tulang di
bawah mikroskop, menafsirkan berbagai hasil tes hematologi.
Di beberapa institusi, Darah juga mengelola laboratorium hematologi.Dokter yang bekerja di
laboratorium hematologi, dan paling sering mengatur mereka, yang patolog spesialis dalam
diagnosis penyakit hematologi, disebut sebagai hematopathologists.Darah dan
hematopathologists umumnya bekerja bersama untuk merumuskan diagnosis dan memberikan
terapi yang paling tepat jika diperlukan.Hematologi adalah subspesialisasi kedokteran internal
yang berbeda, terpisah dari tetapi tumpang tindih dengan subspesialisasi onkologi medis.

Darah dapat mengkhususkan diri lebih lanjut atau memiliki kepentingan khusus, misalnya
dalam:

 mengobati gangguan perdarahan seperti hemofilia dan idiopatik purpura


thrombocytopenic
 mengobati malignacies hematologi seperti limfoma dan leukemia
 mengobati hemoglobinopathies
 dalam ilmu transfusi darah dan pekerjaan dari bank darah
 dalam sumsum tulang dan transplantasi sel induk
(Hematologi berasal dari kata Yunani ἁίμα (''Haima'') yang berarti "darah" dan λόγος (''logo''),
akar yang biasa digunakan untuk menunjukkan suatu bidang studi.)

Fungsi Darah

1. Transportasi (sari makanan, oksigen, karbondioksida, sampah dan air)


2. Termoregulasi (pengatur suhu tubuh)
3. Imunologi (mengandung antibodi tubuh)
4. Homeostasis (mengatur keseimbangan zat, pH regulator)

Eritrosit (Sel Darah Merah)


Merupakan bagian utama dari sel darah.Jumlah pada pria dewasa sekitar 5 juta sel/cc
darah dan pada wanita sekitar 4 juta sel/cc darah. Berbentuk Bikonkaf, warna merah disebabkan
oleh Hemoglobin (Hb) fungsinya adalah untuk mengikat Oksigen. Kadar 1 Hb inilah yang
dijadikan patokan dalain menentukan penyakit Anemia.
Eritrosit berusia sekitar 120 hari.Sel yang telah tua dihancurkan di Limpa 4.Hemoglobin
dirombak kemudian dijadikan pigmen Bilirubin (pigmen empedu).

Lekosit (Sel Darah Putih)


Jumlah sel pada orang dewasa berkisar antara 6000 – 9000 sel/cc darah.Fungsi utama dari
sel tersebut adalah untuk Fagosit (pemakan) bibit penyakit/ benda asing yang masuk ke dalam
tubuh.Maka jumlah sel tersebut bergantung dari bibit penyakit/benda asing yang masuk tubuh.

Peningkatan jumlah lekosit merupakan petunjuk adanya infeksi Þ misalnya radang paru-paru.
Lekopeni : Berkurangnya jumlah lekosit sampai di bawah 6000 sel/cc darah.
Lekositosis : Bertambahnya jumlah lekosit melebihi normal (di atas 9000 sel/cc darah).
Jenis Lekosit
1. Granulosit : Lekosit yang di dalam sitoplasmanya memiliki butir-butir kasar (granula).
Jenisnya adalah eosinofil, basofil dan netrofil.
2. Agranulosit : Lekosit yang sitoplasmanya tidak memiliki granola. Jenisnya adalah limfosit
dan monosit.
3. Eosinofil : mengandung granola berwama merah (Warna Eosin) disebut juga Asidofil.
Berfungsi pada reaksi alergi (terutama infeksi cacing).
4. Basofil : mengandung granula berwarna biru (Warna Basa). Berfungsi pada reaksi alergi.
5. Netrofil : (ada dua jenis sel yaitu Netrofil Batang dan Netrofil Segmen). Disebut juga
sebagai sel-sel PMN (Poly Morpho Nuclear).Berfungsi sebagai fagosit.
6. Limfosit : (ada dua jenis sel yaitu sel T dan sel B). Keduanya berfungsi untuk
menyelenggarakan imunitas (kekebalan) tubuh.
7. sel T4 : imunitas seluler sel B4 Þ imunitas humoral
8. Monosit : merupakan lekosit dengan ukuran paling besar

Trombosit (KEPING DARAH)


Disebut pula sel darah pembeku. Jumlah sel pada orang dewasa sekitar 200.000 –
500.000 sel/cc. Di dalam trombosit terdapat banyak sekali faktor pembeku (Hemostasis) antara
lain adalah Faktor VIII (Anti Haemophilic Factor) Þ Jika seseorang secara genetis trombositnya
tidak mengandung faktor tersebut, maka orang tersebut menderita Hemofili.
Plasma Darah
Terdiri dari air dan protein darah Þ Albumin, Globulin dan Fibrinogen.Cairan yang tidak
mengandung unsur fibrinogen disebut Serum Darah.
Protein dalam serum inilah yang bertindak sebagai Antibodi terhadap adanya benda asing
(Antigen).
Zat antibodi adalah senyawa Gama : Globulin.
Tiap antibodi bersifat spesifik terhadap antigen dan reaksinya bermacam-macam:
1. Antibodi yang dapat menggumpalkan antigen Þ Presipitin.
2. Antibodi yang dapat menguraikan antigen Þ Lisin.
3. Antibodi yang dapat menawarkan racun Þ Antitoksin.
Contohnya adalah sifat golongan darah (Blood Groups). Yang umum adalah penentuan cara
ABO (ABO System) Þ oleh Landsteiner.
Donor Universal adalah golongan darah yang dapat memberikan darahnya pada semua jenis
golongan darah yang lain Þ Golongan Darah O.
Resipien Universal adalah golongan darah yang dapat memberikan darah dari semua jcnis
golongan darah yang lain Þ Golongan Darah AB.
Sistem golongan darah yang lain adalah Sistem Rhesus yang dikemukakan oleh Landsteiner.
Nama Rhesus diambil dari sejenis kera Macacca rhesus (di India).Prinsipnya adalah terdapatnya
antibodi terhadap antigen D (anti-D).
Sistem rhesus mengenal dua jenis golongan darah yaitu:
1. Rhesus POSITIF
2. Rhesus NEGATIF (diturunkan secara genetis, Rh+ dominan terhadap Rh-)
Eritroblastosis Foetalis adalah kelainan pada bayi di mana telah terjadi ketidaksesuaian faktor
rhesus (bayi Rh + dan ibu Rh -). Gejala penyakit ini adalah Ikterik : ditemukan oleh Levine.
Pertolongan pada bayi tersebut adalah dengan cara Transfusi Eksanguinasi (Exchange
Transfussion).

Anda mungkin juga menyukai