Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Penyelenggaraan layanan bimbingan dan konseling telah dipetakan sejak


kurikulum 1975, yang menyatakan bahwa bimbingan dan penyuluhan merupakan
bagian integral dalam pendidikan di sekolah (Yusuf dan Nurihsan, 2008: 96).
Kemudian dinyatakan sebagai bagian dari kurikulum dalam Permen Diknas No.
22/2006 tentang Standar Isi yang menyebutkan, konselor atau guru bimbingan dan
konseling memfasilitasi kegiatan pengembangan diri siswa melalui kegiatan
konseling yang berkenaan dengan masalah pribadi, kehidupan sosial, belajar dan
pengembangan karir. Oleh karena itu, eksistensi layanan bimbingan dan konseling
tidak cukup hanya dengan membantu siswa yang mengalami hambatan dalam
belajarnya. Lebih jauh dari itu, layanan bimbingan dan konseling juga harus menjadi
ujung tombaknya tercapainya keberhasilan tujuan pendidikan baik secara nasional
maupun yang lebih khusus dirumuskan oleh sekolah.

Berdasarkan urgensi keberadaan layanan bimbingan dan konseling sebagai


bagian integral dari pendidikan maka penyelenggaraan layanan bimbingan dan
konseling di sekolah juga memerlukan sistem yang teratur, terarah, dan terinci mulai
dari rancangannya, pelaksanaannya hingga proses evaluasi hasilnya. Karena program
bimbingan dan konseling tidak hanya memberikan pengaruh terhadap keberhasilan
perkembangan siswa secara psikologis. Lebih jauh dari itu, program bimbingan dan
konseling menjadi ruh penentu keberhasilan pendidikan bagi siswa.

Dengan demikian, keberadaan bimbingan dan konseling di sekolah harus


terprogram, terstruktur dan dikelola dengan baik. Sebagaimana pendapat yang
dikemukakan Tresna (2011: 12), program bimbingan dan konseling merupakan
bagian yang cukup mendasar dalam menunjang keberhasilan kegiatan layanan
bimbingan dan konseling di sekolah. Hal ini karena program bimbingan dan
konseling merupakan suatu keputusan awal dan menentukan yang harus diambil oleh
pemegang kebijakan pendidikan di sekolah bagi terwujudnya kegiatan bimbingan dan
konseling sekolah yang baik dan memberikan manfaat bagi semua siswa. Lebih lanjut
Tresna (2011: 13) mengungkapkan, dalam pengembangan program bimbingan dan
konseling, para stakeholder hendaknya bermusyawarah untuk menentukan filosofi,
misi, fungsi dan isi keseluruhan program. Dasar pengembangan program yang
lengkap merupakan hal yang sangat penting untuk memastikan bahwa program
bimbingan dan konseling sekolah menjadi suatu bagian utuh dari seluruh program
pendidikan untuk keberhasilan para siswa.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 MASALAH DAN PERILAKU

Pengertian Masalah dan Perilaku

Masalah adalah sesuatu yang tidak luput dari setiap manusia. Menurut KBBI
masalah diartikan sebagai sesuatu yg harus diselesaikan (dipecahkan), karena
masalah yang menimpa sesorang bila dibiarkan berkembang dan tidak segera
dipecahkan dapat mengganggu kehidupan, baik dirinya sendiri maupun orang lain.

Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai
bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa,
bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat
disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia adalah semua kegiatan atau
aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh
pihak luar(Notoatmodjo,2003)..

Adapun ciri-ciri masalah adalah sebagai berikut:

 Masalah muncul karena ada kesenjangan antara harapan (das Sollen) dan
kenyataannya (das sein). Semakin besar kesenjangan, maka masalah semakin
berat.
 Tiap kesenjangan yang terjadi dapat menimbulkan persepsi yang berbeda-
beda.
 Masalah muncul sebagai perilaku yang tidak dikehendaki oleh individu itu
sendiri maupun oleh lingkungan
 Masalah timbul akibat dari proses belajar yang keliru.
 Masalah memerlukan berbagai pertanyaan dasar (basic Question) yang perlu
dijawab.
 Masalah dapat bersifat individual maupun kelompok.

Jenis-jenis Masalah
Siswa sekolah menengah berada dalam fase masa remaja. Pada fase ini individu
mengalami perubahan yang besar yang dimulai sejak datangnya fase masa puber.
Hurlock (1980:192) menuliskan berbagai perubahan sikap dan perilaku sebagai akibat
dari perubahan yang terjadi pada masa puber. Sikap dan perilaku yang dimaksudkan
adalah :

 Ingin menyendiri
 Bosan
 Inkoordinasi
 Antagonism social
 Emosi yang meninggi
 Hilangnya kepercayaan diri

Sikap dan perilaku anak yang berbeda dalam masa puber tersebut sering
mengganggu tugas-tugas perkembangan anak pada fase berikutnya yaitu fase remaja,
dan sebagai akibatnya anak akan mengalami gangguan dalam menjalani kehidupan
pada fase remaja.

Beberapa masalah yang dialami oleh remaja antara lain:


a) Masalah Emosi
Akibat dari perubahan fisik dan kelenjar, emosi remaja seringkali sangat kuat,
tidak terkendali, dan kadang tampak irasional. Hal ini dapat dilihat dari gejala yang
tampak pada mereka, misalnya mudah marah, mudah dirangsang, emosinya meledak-
ledak dan tidak mampu mengendalikan perasaannya. Keadaan ini sering
menimbulkan berbagai permasalahan remaja.
Sekolah sebagai lembaga formal yang diberi tugas dan tanggung jawabuntuk
membantu subjek didik menuju kearah kedewasaan yang optimal harus mempunyai
langkah-langkah konkrit untuk mencegah dan mengatasi masalahemosional ini.
Dalam layanan bimbingan dan konseling kelompok anak dapat berlatih menjadi
pendengar yang baik, bagaimana cara mengemukakan masalah, bagaimana cara
mengendalikan diri baik dalam menggapai masalah sesama anggota maupun
masalahnya sendiri.

b) Masalah Penyesuaian Diri


Untuk mencapai tujuan dari pola sosialisasi dewasa, remaja harus membuat
banyak penyesuaian baru. Pada fase ini remaja lebih banyak di luar rumah bersama-
sama temannya sebagai kelompok, maka dapatlah dimengerti kalau pengaruh teman
sebaya dalam segala pola perilaku , sikap, minat, dan gaya hidupnya lebih besar
daripada pengaruh dari keluarga. Perilaku remaja sangat tergantung dari pola-pola
perilaku kelompok. Yang menjadi masalah apabila mereka salah dalam bergaul,dalam
keadaan demikian remaja cenderung akan mengikuti pergaulan yang salahtersebut
tanpa mempedulikan berbagai akibat yang akan menimpa dirinya karenakebutuhan
akan penerimaan dalam kelompok sebaya dianggap paling penting.

c) Masalah Perilaku Seksual


Pada masa puber (masa remaja), remaja sudah mulai tertarik pada lawan jenis
sehingga timbul keinginan yang kuat untuk memperoleh dukungan dan perhatian dari
lawan jenis, sebagai akibatnya, remaja mempunya minat yang tinggi pada seks.
Seharusnya mereka mencari atau memperoleh informasi tentang seluk-beluk seks dari
orang tua, tetapi kenyataannya mereka lebih banyak mencari informasi dari sumber-
sumber yang kadang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Sebagai akibat dari
informasi yang tidak tepat tersebut dapat menimbulkan perilaku seks remaja yang
apabila ditinjau dari segi moral dan kesehatan tidak layak untuk dilakukan. Untuk
menanggulangi dan mangatasi masalah tersebut, sekolah hendaknya melakukan
tindakan nyata, misalnya pendidikan seks.

d) Masalah Perilaku Sosial


Adanya diskriminasi terhadap mereka yang berlatar belakang ras, agama,atau
sosial ekonomi yang berbeda dapat melahirkan geng-geng atau kelompok remaja
yang pembentukannya berdasarkan atas kesamaan latar belakang agama,suku, dan
sosial ekonomi, hal ini dapat memicu terjadinya permusuhan antar kelompok atau
geng. Untuk mencegah dan mengatasi masalah tersebut , sekolah dapat
menyelenggarakan kegiatan-kegiatan kelompok dengan tidak memperhatikan latar
belakang suku, agama, ras dan sosial ekonomi.

e) Masalah Moral
Masalah moral yang terjadi pada remaja ditandai oleh ketidakmampuan
remaja membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Hal ini disebabkan oleh
ketidak konsistenan dalam konsep benar dan salah yang ditemukan dalam kehidupan
sehari-hari. Maka, sekolah sebaiknya menyelenggarakan berbagai kegiatan
keagamaan, meningkatkan pendidikan budi pekerti.

f) Masalah Keluarga
Hurlock (1980,233) mengemukakan sebab-sebab umum pertentangan
keluarga selama masa remaja adalah: standar perilaku, metode disiplin, hubungan
dengan saudara kandung, sikap yang sangat kritis pada remaja, dan masalah palang
pintu.

Remaja sering menganggap standar perilaku orang tua yang kuno dan modern
berbeda. Keadaan inilah yang sering menjadi sumber perselisihan di antara
mereka.Yang dimaksud dengan masalah palang pintu adalah peraturan keluarga
tentang penetapan waktu pulang dan mengenai teman-teman remaja yang dapat
berhubungan terutama teman-teman lawan jenis. Untuk itu sekolah harus
meningkatkan kerjasama dengan orang tua.

Pendekatan Umum dalam Bimbingan dan Konseling


Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa siswa di sekolah
sangat mungkin mengalami masalah-masalah yang dapat mengganggu proses tumbuh
kembangnya, maka untuk menanggulangi permasalahan tersebut dapat dilakukan
beberapa pendekatan dalam bimbingan dan konseling yaitu:

a) Pendekatan Krisis
Pendekatan krisis disebut juga pendekatan kuratif merupakan upaya
bimbingan yang diarahkan kepada individu yang mengalami krisis atau masalah.
Bimbingan ini bertujuan mengarasi krisis atau masalah-masalah yang dialami
individu. Dalam pendekatan ini, pembimbing menunggu individu yang dating.
Selanjutnya, mereka memberikan bantuan sesuai dengan masalah yang dirasakan
individu.

b) Pendekatan Remedial
Pendekatan remedial merupakan pendekatan bimbingan yang diarahkan
kepada individu yang mengalami kelemahan atau kekurangan. Tujuannya adalah
untuk membantu memperbaiki kekurangan/kelemahan yang dialami individu.
Pembimbing memfokuskan tujuannya pada kelemahan-kelemahan individu dan
selanjutnya berupaya untuk memperbaikinya.

c) Pendekatan Preventif
Pendekatan preventif merupakan pendekatan yang diarahkan pada antisipasi
masalah-masalah umum individu, mencegah jangan sampai masalah tersebut
menimpa individu. Pembimbing memberikan upaya seperti informasi dan
keterampilan untuk mencegah masalah tersebut.
d) Pendekatan Perkembangan
Pendekatan perkembangan menekankan kepada pengembangan potensi dan
kekuatan yang ada pada individu secara optimal. Setiap individu memiliki potensi
dan kekuatan tertentu melalui penerapan berbagai teknik bimbingan potensi,
kemudian kekuatan-kekuatan tersebut dikembangkan. Layanan bimbingan ini
diberikan kepada setiap individu bukan hanya yang memiliki masalah.

2.2 KONSELING KELOMPOK

a.) Pengertian Konseling kelompok


Layanan konseling kelompok adalah layanan bimbingan dan konseling yang
memungkinkan siswa memperoleh kesempatan untuk pembahasan dan pengentasan
permasalahan yang dialaminya melalui dinamika kelompok. Dinamika kelompok
ialah suasana yang hidup, yang berdenyut, yang bergerak, yang ditandai dengan
adanya interaksi antar sesama anggota kelompok (Prayitno dalam Vitalis, 2008:63).
Layanan konseling kelompok adalah suatu proses antar pribadi yang dinamis,
terpusat pada pikiran dan perilaku yang disadari, dibina, dalam suatu kelompok kecil
mengungkapkan diri kepada sesama anggota dan konselor, dimana komunikasi antar
pribadi tersebut dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan pemahaman dan
penerimaan diri terhadap nilai-nilai kehidupan dan segala tujuan hidup serta untuk
belajar perilaku tertentu ke arah yang lebih baik (Winkel dan Hastuti, 2004:198).
Tujuan konseling kelompok adalah berkembangnya kemampuan sosialisasi
siswa, khususnya kemampuan berkomunikasinya. Melalui konseling kelompok hal-
hal yang dapat menghambat atau mengganggu sosialisasi dan komunikasi siswa
diungkap dan didinamikakan melalui berbagai teknik, sehingga kemampuan
sosialisasi dan berkomunikasi siswa berkembang secara optimal (Tohirin, 2007:181).
b.) Teknik Layanan Konseling Kelompok

1. Teknik Umum (pengembangan dinamika kelompok)

Secara umum, teknik-teknik yang digunakan dalam penyelenggaraan


layanan konseling kelompok mengacu kepada berkembangnya dinamika
kelompok yang diikuti oleh seluruh anggota kelompok untuk mencapai tujuan
layanan. Adapun teknik-teknik tersebut secara garis besar meliputi antara lain :
Pelatihan untuk membentuk pola tingkah laku baru yang dikehendaki

c.) Fase-fase Proses Konseling Kelompok


Terdapat lima fase proses konseling kelompok (Winkel dan Hastuti dalam Vitalis,
2008:66):
a. Pembukaan
Diletakkan dasar bagi pengembangan hubungan antar pribadi (working
relationship) yang baik, yang memungkinkan pembicaraan terbuka dan terarah
dalam wawancara konseling. Jika konselor dan konseli bertemu untuk pertama
kali, waktunya akan lebih lama dan isinya akan berbeda dibandingkan dengan
pembukaan saat konseli dan konselor bertemu kembali untuk melanjutkan
wawancara yang telah berlangsung sebelumnya.

b. Penjelasan masalah
Konselor mempersilahkan atau mengundang konseli untuk
mengungkapkan alam perasaan, alam pikiran kepada konselor secara bebas.
Konselor segera merespon pernyataan perasaan atau pikiran konseli dengan
teknik yang sesuai, memiliki derajat emosional yang tinggi, semakin membuka
dirinya.
c. Penggalian latar belakang masalah
Pada fase penggalian latar belakang masalah ini inisiatif ada pihak
konselor untuk memperoleh gambarn yang jelas, lengkap dan mendalam tentang
masalah konseli. Fase ini disebut dengan analisis kasus, yang dilakukan menurut
sistematika tertentu sesuai dengan pendekatan konseling yang diambil. Konselor
disini mengambil sikap’’ekletik’’, karena sistematika analisis disesuaikan dengan
jenis masalah, taraf perkembangan konseli, dan pengalaman konselor dalam
menetapkan konseling tertentu.

d. Penyelesaian masalah
Berdasarkan data setelah diadakan analisis kasus, konselor dan konseli
membahas bagaimana persoalan dapat diatasi. Meskipun konseli selama fase ini
harus ikut berfikir, memandang dan mempertimbangkan, peran konselor di
institusi pendidikan dalam mencari penyelesaian permasalahan pada umumnya
lebih besar.

e. Penutup
Mengakhiri proses konseling dapat mengambil bentuk yang agak formal
sehingga konselor dan konseli menyadari bahwa hubungan antar pribadi telah
usai. Oleh karena itu biasanya konselor mengambil inisiatif dalam memulai fase
penutup ini.

Manfaat Konseling Kelompok


Dalam pelaksanaan bimbingan/konseling kelompok banyak sekali manfaat
yang didapatkan klien dalam menjalani kehidupan untuk menyelesaikan tugas-tugas
perkembangan yang harus dilaluinya, diantaranya adalah:
1. Anak dapat mengenal dirinya melalui hidup bergaul dengan teman lain, sehingga
dapat mengukur kemampuan dirinya lebih pandai atau kurang, sehingga anak lalu
mengambil sikap bagaimana kalau lebih atau bagaimana kalau kurang.
2. Dalam interaksi sosial terpengaruh sifat dan sikapnya menjadi baik, misalnya
mempunyai rasa toleransi, menghargai pendapat orang lain, kerjasama yang baik,
tanggung jawab, disiplin, kreatif, saling mempercayai dan sebagainya.
3. Dapat mengurangi rasa malu, agresif, penakut, emosional, pemarah, emosional dan
sebagainya.
4. Dapat mengurangi ketegangan emosional, konflik, frustasi.
5. Dapat mendorong anak lebih gairah di dalam melaksanakan tugas, suka berkorban
kepada kepentingan orang lain, suka menolong, bertindak teliti dan hati-hati.
6. Dapat mengembangkan keterampilan sosial dan keterampilan interpersonal.
7.Dapat mengembangkan kemampuan pengarahan diri, pemecahan masalah,
pengambilan keputusan dan untuk mentransper kemampuan tersebut kedalam
kontak sosial dan sekolah.
8. Untuk belajar menjadi seorang pendengar yang empati yang mendengar bukan
hanya apa yang dikatakan tetapi perasaan yang menyertai apa yang dikatakan
9. Untuk membantu setiap anggota merumuskan tujuan khusus yang dapat diukur dan
diamati bagi dirinya, untuk membuat suatu komitmen kearah pencapaian tujuan
tersebut.

2.3 TEORI – TEORI DALAM KONSELING


Teori-teori dalam bimbingan dan konseling dibangun dari landasan filosofi
tentang hakikat manusia, teori- teori kepribadian, teori perkembangan belajar,
pemahaman sosio antropologi kultural, serta system nilai dan keyakinan.
1. Teori Kepribadian yaitu : perangkat asumsi yang relevan berkenaan dengan
perilaku manusia dan sejalan dengan defenisi-defenisi empirik
2. Teori Perkembangan Belajar.
Menyangkut tahapan dan tugas perkembangan serta proses belajar individu.
Teori- teori perkembangan akan membangun teori bimbingan dan konseling ,
yang bisa diterjemahkan kedalam tingkatan jenjang pendidikan.
3. Pemahaman sosio antropologi kultural diperlukan didalam membangun teori
bimbingan dan konseling dengan alasan : 1). perkembangan perilaku individu
tidak pernah berlangsung dalam kevakuman melainkan selalu ada di dalam
lingkungan, 2). Ada fungsi-fungsi pemeliharaan yang harus ditampilkan oleh
bimbingan dan konseling terkait dengan kehidupan sosio-antropologik-
kultural konseling. 3). Bimbingan dan konseling pada hakikatnya adalah
perjumpaan kultural.

2.4 PROBLEM SOUVING APPROACH( Pendekatan pemecahan masalah dalam


program penyelenggaraan konseling)
a. Pengertian Pendekatan
Pendekatan terdiri dari kata dasar dekat yang berarti hal, usaha atau perbuatan
mendekati atau mendekatkan. Jadi pendekatan bimbingan dan konseling adalah suatu
usaha yang dilakukan oleh konselor untuk mendekati kliennya. Sehingga klien mau
menceritakan masalahnya.
b. Macam- macam pendekatan
1. Pendekatan dalam bimbingan dan konseling
Dalam melaksanakan kegiatan bimbingan dan konseling ada beberapa
Pendekatan, antara lain :
1. Pendekatan non ilmiah
Pendekatan non ilmiah ini tidak didasarkan atas hal-hal yang objectif, nyata
dan tidak dapat diujioleh pihak lain.
2. Pendekatan ilmiah
Pendekatan ini berdasarkan atas hasil wawancara, hasil penelitian prestasi
belajar, hasil tes, dsb. Jadi pendekatan ini berdasarkan atas hal-hal yang
objektif, tidak spekulatif, orang lain dapat mengeceknya. Sehingga
dapatdipertanggungjawabkan secara ilmiah.

2.5 Langkah – Langkah Bimbingan Konseling


Ada beberapa langkah yang harus dilakukan dalam melaksanakan bimbingan
konseling diantaranya adalah:
a. Mebangun hubungan
Sasaran pertama dalam langkah ini adalah supaya klien dapat menjelaskan
masalahnya, keprihatinannya, distress serta alasan kedatangannya untuk konseling.
Hubungan terapeutis dibangun pada langkah pertama ini sangat diperlukan untuk
membangun hubungan yang positif, berlandaskan rasa saling percaya, keterbukaan
dan kejujuran berekpresi. Konselor harus menunjukkan bahwa dirinya dapat
dipercaya dan kompeten untuk membantu klien. Dengan demikian sasaran kedua
untuk menentukan sejauh mana klien menganli kebutuhannya untuk mendapatkan
bantuan dan kesediaanya melakukan komitmen. Konseling tidak akan berhasil
dengan tanpa adanya komitmen dari klien. Proses konseling pada hakekatnya adalah
proses perubahan, dimana untuk terjadinya perubahan biasanya disertai dengan
sesuatu yang menyakitkan, oleh karena itu konselor harus sensitive akan adanya
penolakan perubahan (resistence to change) ini. Dan membantu klien untuk
mengatasinya. Membina hubungan sangatlah penting. Konseling adalah bentuk
khusus dari hubungan atau komunikasi interpersonal. Berarti kaidah-kaidah yang
berlaku untuk komunikasi, berlaku juga dalam konseling. Suatu istilah yang banyak
dipakai berkaitan dengan membangun hubungan dalam konseling adalah rapport.
Konselor diharapkan dapat menciptakan rapport dengan kliennya. Rapport adalah
suatu iklim psikologis yang positif, yang mengandung kehangatan dan penerimaan,
sehingga klien tidak merasa terncam berhubungan dengan konselor. Iklim psikologis
adalah emotional tone resulting from the personal interaction of the client and
counselor (Brammer, Abrego dan Shostrom, 1993). Iklim psikologis tidak selalu
positif, dapat pila negative misalnya, tegang, mengancam dan lain-lain, rapport disini
yang dimaksudkan adalah yang positif. Komunikasi diantara individu yang ada dalam
suatu hubungan untuk membangun harus menunjukkan penerimaan dan respek,
bahwa klien adalah welcome, harus mampu berempati dengan klien, dan adanya
genuineness. Komunikasi melibatkan tindakan untuk mendengarkan. Dalam
konseling kemampuan konselor untuk mendengarkan adalah hal yang sangat
mendasar yang harus dimiliki oleh seorang konselor, termasuk menyangkut aspek
aspek verbal dan non verbal. Untuk mencapai pemahaman yang utuh, seorang
konselor harus mendengarkan kliennya dengan memperhatikan apa yang disampaikan
melalui kata-katanya ( aspek verbal) , tetapi juga memperhatikan aspek nonverbal
(seperti bahasa tubuh, nada suara, ekspresi wajah,gerakan dll). Kemudian konselor
harus bias menggabungkan kedua pesan yang disampaikan melalui bahasa verbal dan
nonverbal ini supaya sampai pada suatu pemahaman dan pengertian yang akurat
tentang pesan apa yang ingin disampaikan oleh klien. Dengan demikian observasi
menjadi sangat penting. Tetapi adakalanya pesan yang ditangkap melalui aspek veral
dan nonverbal bias berbeda, konselor harus dapat menangkap hal ini dan kemudian
menyaring dan mencari bukti-bukti tentang apa yang sebenarnya ingin disampaikan
oleh klien. Menurut McKay, Davis dan Fanning (1992) ketrampilan mendengarkan
adalah kemampuan dasar yang essensial untuk membuat dan mempertahankan
hubungan. Bila seseorang merupakan pendengar yang baik, maka orang akan tertarik
kepadanya. Selanjutnya McKay, Davis dan Fanning (1992) juga mengatakan bahwa
mendengarkan itu sekaligus komitmen dan komplimen. Komitmen, adalah upaya
untuk memahami bagaimana perasaan orang lain, bagaimana mereka melihat dunia,
dengan demikian berarti mengesampingkan prasangka dan keyakinankeyakinan
pribadi, kecemasan dan self-interest sehingga bisa memandang dunia dari matanya,
berusaha melihat dari perspektifnya.
b.Identifikasi dan Penilaian Masalah
Yang utama disini adalah mendikusikan dengan klien apa yang ingin mereka
dapatkan dari proses konseling ini, terutama bila pengungkapan klien tentang
masalahnya diungkapkan secara samarsamar. Diskusi ini untuk menghindari
kemungkinan adanya harapan dan sasaran yang tidak realistis. Perlu didiskusikan
sasaran-sasaran spesifik dan macam tingkah laku apa yang merupakan ukuran
konseling yang berhasil. Jadi sasaran utama adalah mendiagnosis apa masalahnya dan
hasil seperti apa yang diharapkan dari konseling.

c. Memfasilitasi Perubahan Terapeutis


Dalam langkah ini yang dicari adalah strategi dan intervensi yang dapat
memudahkan terjadinya perubahan. Sasaran dan strategi terutama ditentukan oleh
sifat masalah, gaya dan teori yang dianut oleh konselor, keinginan klien dan gaya
komunikasinya. Konselor dalam langkah ii memikirkan alternative, melakukan
evaluasi dan kemungkinan konsekuensi dari berbagai alternative, rencana tindakan.
Dipertimbangkan juga strategi yang berasal dri berbagai macam pendekatan.
Bagaimana caranya mengubah hambatan afektif, melakukan pengelolaan stress
(stress management), meningkatkan kemampuan penyelesaiaan masalah atau
mengubah pola interaksi maladaptive. Proses terapeutis atau konseling merupakan
sesuatu yang berkelanjutan dan berlangsung terus-menerus, merupakan suatu
lingkaran sampai akhirnya masalah dapat terselesaikan. Hal ini berarti seorang
konselor harus terus-menerus mengevaluasi apa yang dilakukannya, dan
mengubahnya bila suatu strategi tidak dapat dilaksanakan atau dilanjutkan.

d. Evaluasi dan Terminasi


Suatu proses konseling pasti akan ada akhirnya. Dalamlangkah keempat ini,
dilakukan evaluasi terhadap hasil konseling, dan akhirnya terminasi. Indikatornya
adalah sampai sejauh mana sasaran tercapai. Pertanyaan evaluasi progress yang
penting mencakup: apakah hubungan ini membantu klien? Dalam hal apa membantu?
Bila tidak membantu, mengapa tidak? Bila tidak semua sasaran tercapai, sampai
sejauh mana sudah tercapai?. Keputusan untuk menghentikan adalah usaha bersama
antara klien dan konselor, meskipun klien merupakan determinaror utama bila sasaran
sudah tercapai.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
keberadaan bimbingan dan konseling di sekolah harus terprogram, terstruktur
dan dikelola dengan baik. Sebagaimana pendapat yang dikemukakan Tresna (2011:
12), program bimbingan dan konseling merupakan bagian yang cukup mendasar
dalam menunjang keberhasilan kegiatan layanan bimbingan dan konseling di sekolah.
Hal ini karena program bimbingan dan konseling merupakan suatu keputusan awal
dan menentukan yang harus diambil oleh pemegang kebijakan pendidikan di sekolah
bagi terwujudnya kegiatan bimbingan dan konseling sekolah yang baik dan
memberikan manfaat bagi semua siswa. Lebih lanjut Tresna (2011: 13)
mengungkapkan, dalam pengembangan program bimbingan dan konseling, para
stakeholder hendaknya bermusyawarah untuk menentukan filosofi, misi, fungsi dan
isi keseluruhan program. Dasar pengembangan program yang lengkap merupakan hal
yang sangat penting untuk memastikan bahwa program bimbingan dan konseling
sekolah menjadi suatu bagian utuh dari seluruh program pendidikan untuk
keberhasilan para siswa.

3.2 Saran
Diharapkan makalah ini dapat bermanfaat bagi Mahasiswa D4 Kebidanan
Helvetia Medan.
DAFTAR PUSTAKA

Baharuddin.(2009).Psikologi Pendidikan Refleksi Teoritis Terhadap


Fenomena.Jogjakarta: AR- Ruzz Media.

Nurihsan, A. J.(2006). Bimbingan dan Konseling dalam Berbagai Latar Kehidupan.


Bandung: PT Refika Aditama

Asri Kmilah, 2014 Kompetensi Pengetahuan Guru Bimbingan Dan Konseling Dalam
Merancang Program Bimbingan Dan Konseling Komprehensif Di Sekolah
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Prayitno. 1995. Layanan Bimbingan Konseling Kelompok, Jakarta Ghalia


Indonesia,2004 Layanan L1-L9, Padang Jurusan BK FIP Universitas Ngeri Padang.

Anda mungkin juga menyukai