PLASEBO
adalah sebuah pengobatan yang tidak berdampak atau penanganan palsu yang bertujuan untuk mengontrol efek dari
pengharapan
Tujuan dari Plasebo yaitu :
1. Pengobatan sugesti, kadangkala memberikan efek yang mengagumkan pada pasien yang kecenduan maupun obat-
obat narkotika dan psikotropika lainnya maupun penderita kanker stadiumakhir
2. Uji klinis, digunakan pada tahap akhir dalam rangkaian penelitian suatu obat baru yang akan dinilai efek
farmakologisnya
3. Pelengkap dan penggenap pil KB, bertujuan agar pasien tida terlupa menelan pil Kb pada saat menstruasi
EFEK TOKSIK
adalah efek yang m,enimbulkan keracunan pada pasien akibat penggunaan dosis maksimal yang berlebih
-Habituasi / kebiasaan adalah kebiasaan dalam mengkonsumssi suatu obat. Habituasi dapat terjadi melalui beberapa
cara yaiti dengan induksi enzim, reseptor seunder, dan penghambatan resorpsi.
-Adiksi / Ketagihan yakni adanya ketergantungan jasmaniah dan rohaniah dan bila pengobatan dihentikan dapat
menimbulkan efek hebat secara fisik dan mental.
RESISTENSI BAKTERI adalah suatu keadaan dimana bakteri telah menjadi kebal terhadap obat karena memiliki
daya tahan yang lebih kuat.
KOMBINASI OBAT
Dua obat yang digunaan bersamaan, kerjanya dapat berupa :
# Antagonisme, dimana kegiatan obat pertama dikurangi atau ditiadakan sama sekali oleh obat kedua.
# Sinergisme, dimana kekuatan obat saling memperkuat, Ada 2 jenis :
a. Adisi / sumasi adalah kekuatan obat saling memperkuat kombinasi kedua obat adalah sama dengan jumlah
masing masing kekuatan obat tersebut.
b. Potensiasi adalah kekuatan kombinasi kedua obat lebih besar dari jumlah kedua obat tersebut.
Farmakokinetik adalah cabang farmakologi yang dikaitkan dengan penentuan nasib obat dalam tubuh, yang mencakup absorbsi, distribusi,
metabolisme dan ekskresi. Efektivitas suatu senyawa obat pada pemakaian klinik berhubungan dengan farmakokinetik suatu senyawa dari suatu bentuk
sediaan yang ditentukan oleh ketersediaan hayatinya (bioavailabilitasnya). Absorpsi merupakan proses penyerapan obat dari tempat pemberian, menyangkut
kelengkapan dan kecepatan proses. Pada klinik pemberian obat yang terpenting harus mencapai bioavaibilitas yang menggambarkan kecepatan dan
kelengkapan absorpsi sekaligus metabolisme obat sebelum mencapai sirkulasi sistemik. Hal ini penting, karena terdapat beberapa jenis obat tidak semua
yang diabsorpsi dari tempat pemberian akan mencapai sirkulasi sistemik, namun akan dimetabolisme oleh enzim didinding usus pada pemberian oral atau
dihati pada lintasan pertamanya melalui organ- organ tersebut. Setelah diabsorpsi obat akan didistribusi keseluruh tubuh melalui sirkulasi darah, karena
selain tergantung dari aliran darah, distribusi obat juga ditentukan oleh sifat fisikokimianya. Distribusi obat dapat dibedakan menjadi 2 fase berdasarkan
a. Distribusi fase pertama terjadi segera setelah penyerapan, yaitu ke organ yang perfusinya sangat baik, seperti jantung, hati, ginjal dan otak.
b. Distribusi fase kedua jauh lebih luas lagi, yaitu mencakup jaringan yang perfusinya tidak sebaik organ pada fase pertama, misalnya pada otot, visera, kulit
Biotransformasi atau lebih dikenal dengan metabolisme obat, adalah proses perubahan struktur kimia obat yang terjadi dalam tubuh dan dikatalisis
oleh enzim. Pada proses ini molekul obat diubah menjadi lebih polar atau lebih mudah larut dalam air dan kurang larut dalam lemak, sehigga lebih mudah
diekskresi melalui ginjal. Eliminasi obat dikeluarkan dari tubuh melalui berbagai organ ekskresi dalam bentuk metabolit hasil biotransformasi (dalam bentuk
asalnya). Obat (metabolit polar) lebih cepat diekskresi daripada obat larut lemak, kecuali yang melalui paru. Ginjal merupakan organ ekskresi yang
terpenting dan ekskresi disini resultante dari 3 proses, yaitu filtrasi di glomerulus, sekresi aktif di tubuli proksimal, dan reabsorpsi pasif di tubuli
Faktor Klinis
Faktor klinis terbagi menjadi dua, yaitu faktor klinis yang di pengaruhi oleh pasien, dan juga yang dipengaruhi oleh terapi. Faktor klinis yang
dipengaruhi oleh pasien menyangkut beberapa hal, antara lain faktor Umur. Kebanyakan obat digunakan oleh banyak orang dari berbagai tingkatan umur,
Pada anak-anak. Secara umum jalur eliminasi obat (hepar dan ginjal) sangat minim pada bayi yang baru lahir, dan juga pada bayi yang premature. Hal ini
disebabkan karena factor fisiologis dari bayi yang tidak biasa, dimana dapat menyebabkan efek yang tidak diinginkan dari terapi.
Jalur kliren obat sangat dipengaruhi oleh perubahan fisiologi (bayi, premature, dan saat pubertas). Pada perkembangan bayi di tahun pertama, kliren
metabolit obat sangat minim. Pada saat pubertas kliren akan mengalami penurunan lebih cepat pada perempuan daripada pada laki-laki.
Perbedaan farmakodinamik ditemukan antara anak-anak dan orang dewasa hal ini dapat mempengaruhi outcome terapi yang tidak diinginkan, dan
juga adverse effect. Namun tidak selamanya penggunaan obat pada anak-anak dapat menimbulkan efek yang tidak diinginkan. Contohnya, sekalipun pada
penggunaan asam valproic pada anak-anak dapat menimbulkan hepatotoksik lebih tinggi dibanding pada orang dewasa, namun pada penggunaan isoniasid dan
Pada orang tua. Perubahan farmakokinetik di dalam tubuh merupakan hasil dari perubahan komposisi tubuh dan fungsi dari organ eliminasi.
Pengurangan masa tubuh, albumin serum,total air di dalam tubuh, dan peningkatan jumlah lemak di dalam tubuh mempengaruhi perubahan distribusi obat
(hubungannya dengan solubilitas di dalam lemak serta ikatannya dengan protein). Pada orang tua kliren mengalami penurunan, hal ini dikarenakan fungsi
ginjal yang menurun sekitar 50%. Aliran darah pada hepar dan fungsi dari enzim pemetabolisme obat juga menurun pada orang tua. Eliminasi dari obat
meningkat sebagai akibat dari volume distribusi yang meningkat (lipid-soluble drugs) dan atau berkurangnya fungsi ginjal atau kliren metabolit.
Perubahan farmakodinamik juga merupakan faktor penting dalam pengobatan pada orang tua. Perubahan fisiologis dan berkurangnya homeostasis
dapat menyebabkan peningkatan sensitifitas terhadap efek obat yang tidak diinginkan. Sebagai contoh, terjadinya hipotensi dari pengobatan psikotropik,
Keberadaan status penyakit yang lain. Hal ini juga mempengaruhi regimen dosis. Sebagai contoh pengobatan pada orang yang memiliki gangguan pada
ginjal berbeda dengan pengobatan pada orang normal, hal ini dikarenakan gangguan ginjal menyebabkan penurunan fungsi ginjal, sehingga dapat menurunkan
kliren metabolit obat dalam tubuh. Oleh karena itu perlu adanya penyesuaian dosis, sehingga tidak terjadi efek toksis, karena peningkatan kadar obat
dalam darah. Selain itu pada orang yang memiliki kelainan pada hepar, juga perlu adanya penyesuaian dosis obat, hal ini dikarenakan fungsi utama hepar
sebagai organ pemetabolisme mengalami penurunan, sehingga apabila tidak disesuaikan dosisnya, dapat menimbulkan toksisitas atau ketidak tercapaian
efek terapi.
Faktor terapi. Faktor ini berhubungan dengan terapi dan berbagai macam obat, dimana pemberian tersebut dapat menimbulkan interaksi antar obat.
Interaksi antar obat merupakan aktivitas dari obat yang dapat mengubah intensitas efek farmakologi obat lainnya yang diberikan secara bersamaan.
Pengaruh yang ditimbulkan dapat meningkatkan maupun mengurangi efek dari obat tersebut.
Faktor lain
· Rute Pemberian
Injeksi intravena tidak memerlukan absorpsi obat namun apabila rute pemberian secara per oral, obat harus mengalami absorbsi, distribusi,
biotransformasi yang menyebabkan obat tersebut diperlukan penyesuaian dosis agar efek terapetik yang diinginkan tercapai.
· Bentuk Sediaan
Formulasi sediaan obat juga berhubungan dengan rute pemberian obat, apabila bentuk tablet yang digunakan per oral diperlukan perkiraan dosis yang
tepat karena panjangnya rute perjalanan obat yang dilalui secara per oral dan terjadinya first pass pada hepar.
· Tolerance-dependence
Toleransi dapat terjadi sebagai hasil dari penginduksian sintesis pada enzim mikrosomal hepar yang terlibat dalam biotransformasi obat. Faktor yang
terpenting pada pengembangan toleransi terhadap opioid, barbiturate, etanol, dan nitrat organic yang merupakan jenis dari adaptasi selular yang dikenal
dengan istilah toleransi farmakodinamik; banyak mekaisme yang mempengaruhi, termasuk perubahan jumlah, afinitas, atau fungsi dari reseptor obat maka
diperlukan penyesuaian dosis agar dosis terapi yang digunakan masih berada dalam jendela terapetik.
· Pharmacogenetics-idiosyncracy
Idiosinkrasi didefinisikan sebagai factor genetic yang menimbulkan reaksi abnormal suatu senyawa kimia, contohnya, banyak pria kulit hitam (sekitar
10%) mengalami anemia hemolitik yang serius ketika mereka mengkonsumsi primakuin sebagai terapi antimalaria.
· Interaksi Obat
Interaksi obat dapat mengubah respon terapi pasien sehingga diperlukan perhatian khusus ketika terjadi perubahan dalam penyesuaian dosis, dan obat
yang tidak dibutuhkan tidak diteruskan penggunaannya. Interaksi obat seringkali digunakan secara efektif dengan adanya penyesuaian dosis atau
· Harga
Harga merupakan hal yang crusial apalagi bagi sebagian pasien yang berasal dari golongan menengah kebawah. Sehingga, seorang dokter dapat melakukan
Definisi farmakodinamik adalah ilmu yang mempelajari efek biokimiawi dan fisiologi obat serta mekanisme kerjanya.
Selanjutnya akan kita bicarakan lebih mendalam tentang farmakodinamik obat.
Reseptor Obat
Reseptor adalah makromolekul ((biopolimer)khas atau bagiannya dalam organisme yakni tempat aktif obat terikat.
Komponen yang paling penting dalam reseptor obat adalah protein. struktur kimia suatu obat berhubungan erat
dengan affinitasnya terhadap reseptor dan aktivitas intrinsiknya, sehingga perubahan kecil dalam molekul obat
dapat menimbulkan perubahan yang besar
Terapi Kausal, obat yang berfungsi untuk memusnahkan penyebab penyakit, obat inilah yang digunakan untuk
menyembuhkan penderita dari penyakit. contoh obat dengan terapi kausal adalah antibiotik, anti malaria dan
lain-lain.
Terapi simptomatis, obat ini berguna untuk meringankan gejala dari suatu penyakit. contoh obat jenis ini
adalah analgesik, antipiritik, anti emetik dan sebagainya.
Terapi subtitusi, obat yang digunakan untuk mengantikan zat yang lazim diproduksi oleh tubuh.
faktor-faktor yang mempengaruhi khasiat obat
Cara ini paling umum dilakukan karena mudah, aman dan murah. Namun untuk obat yang diberikan melalui oral, ada
tiga faktor yang mempengaruhi bioavailabilitas :
1. Faktor obatnya sendiri (larut dalam lipid, air atau keduanya)
2. Faktor penderita ( keadaan patologik organ-organ pencernaan dan metabolisme )
3. Interaksi dalam absorpsi di saluran cerna. ( interksi dengan makanan )
( dapat dilihat dalam Tabel 1-1 halaman 4 , Ganiswara S.G . Farmakologi dan Terapi`)- sebagai tugas mandiri.
b. Cara pemberian obat melalui suntikan :
Keuntungan pemberian obat secara parenteral dibandingkan per oral, yaitu :
1. Efeknya timbul lebih cepat dan teratur
2. Dapat diberikan pada penderita yang tidak kooperatif, tidak sadar atau muntah-muntah
3. Sangat berguna dalam keadaan darurat
Cara ini disebut cara inhalasi, hanya dilakukan untuk obat yang berbentuk gas atau cairan yang mudah menguap,
misalnya anestetik umum dan obat dalam bentuk aerosol. Absorpsi melalui epitel paru dan mukosa saluran napas
Keuntungan :
1. Absorpsi terjadi secara cepat karena permukaan absorpsinya luas
2. Terhindar dari eliminasi lintas pertama di hati
3. Obat dapat diberikan langsung pada bronchus ( untuk asma bronchial )
Kelemahan :
1. Diperlukan alat dan metoda khusus yang agak sulit ( obat semprot untuk asma)
2. Sukar mengukur dosis (karena ukurannya: berapa kali semprotan sekali pakai)
3. Obatnya sering mengiritasi epitel paru
d. Pemberian Topikal
Pada kulit : Jumlah obat yang diserap tergantung : - (1) pada luas permukaan kulit yang terpejan; - (2) kelarutan
obat dalam lemak; -( 3 ) dapat ditingkatkan absorpsinya dengan membuat suspensi obat dalam lemak.
DISTRIBUSI
Distribusi obat terjadi melalui dua fase berdasarkan penyebarannya. Yaitu :
1. Distribusi fase pertama : yaitu ke organ-organ yang perfusinya sangat baik ( jantung, hati, ginjal dan otak ),
terjadi segera setelah penyerapan, selanjutnya
2. Distribusi fase kedua : yaitu ke organ-organ yang perfusinya tidak begitu baik ( otot, visera, kulit, dan jaringan
lemak ).
Obat yang mudah larut dalam lemak akan melintasi membrane sel dan terdistribusi ke dalam sel, obat yang tidak
larut dalam lemak sulit menembus membrane sel sehingga distribusinya terbatas terutama di cairan ekstrasel.
Distribusi terbatasi oleh ikatan obat pada protein plasma. dan hanya obat bebas yang dapat berdifusi kedalam sel
dan mencapai keseimbangan;
Obat dapat terakumulasi di dalam sel jaringan karena ditransport secara aktif atau lebih sering karena berikatan
dengan konponen intrasel ( protein, fosfolipid, atau nukleoprotein )
Distribusi obat ke SSP sulit terjadi, karena obat harus menembus sawar khusus yaitu sawar darah –otak . Endotel
kapiler otak tidak mempunyai ruang antar sel maupun vesikel pinositosik, karena itu kemampuan obat untuk
menembus sawar darah-otak hanya ditentukan oleh dan sebanding dengan kelarutan bentuk non ion dalam lemak.
Obat yang seluruhnya atau hampir seluruhnya dalam bentuk ion, misalnya ammonium kuaterner atau penisilin, dalam
keadaan normal tidak dapat masuk ke otak dari darah.
Semua obat yang diterima oleh ibu hamil akan masuk ke sirkulasi janin melalui sawar uri yang memisahkan darah ibu
dan darah janin, yang tidak berbeda dengan sawar saluran cerna
BIOTRANSFORMASI
Biotransformasi atau metabolisme obat, adalah proses perubahan struktur kimia obat yang terjadi dalam tubuh dan
dikatalisis oleh enzim.
Reaksi fase II ( disebut reaksi sintetik ) : merupakan konjugasi obat atau metabolit hasil reaksi fase I dengan
substrat endogen misalnya asam glukuronat, sulfat asetat atau asam amino. Hasil konjugasi ini bersifat lebih polar
dan lebih mudah terionisasi sehingga lebih mudah diekskresi.
Kebanyakan obat dimetabolisme melalui beberapa macam reaksi sekaligus atau secara berurutaan menjadi beberapa
macam metabolit, tetapi ada obat yang hanya mengalami reaksi fase I atau Fase II saja.
Enzim yang berperan dalam biotransformasi obat dapat dibedakan berdasarkan letaknya didalam sel, yaitu : (1)
enzim mikrosom ( dalam reticulum endoplasma ) yang mengkatalisis reaksi konjugasi glukuronat, sebagian besar
reaksi oksidasi obat, reaksi reduksi dan hidrolisis; (2) enzim nonmikrosom , yang mengkatalisis reaksi konjugasi
lainnya ( dengan asetat, sulfat, asam fosfat, gugus metal, glutation atau asam amino ), dan beberapa reaksi oksidasi,
reduksi dan hidrolisis.
Sebagian besar biotransformasi obat, asam-asam lemak, hormon-hormon steroid dikatalisis oleh enzim mikrosom
hati. Untuk itu obat harus larut dalam lemak agar dapat melintasi membrane sel masuk kedalam reticulum
endoplasma dan berikatan dengan enzim mikrosom hati.
Aktivitas enzim mikrosom maupun nonmikroson ditentukan oleh faktor genetik, sehingga kecepatan metabolisme
obat antar individu bervariasi.
Metabolisme obat di hati terganggu bila terjadi kerusakaan parenkhim hati misalnya oleh adanya zat hepatotoksik
atau sirosis hepatis. Dalam hal ini, dosis obat yang eliminasinya terutama melalui metabolisme di hati harus
disesuaikan atau dosisnya dikurangi. Misalnya :Gangguan kardiovaskuler dan latihan fisik berat akan mengurangi
metabolisme obat tertentu di hati.
Pada bayi, terutama bayi prematur, aktivitas enzim metabolismenya ( mikrosom maupun nonmikrosom ) masih rendah,
fungsi ekskresi dan sawar darah-otak masih belum sempurna, maka sangat peka terhadap efek toksik obat.
EKSKRESI
Obat dkeluarkan dari tubuh melalui barbagai organ ekskresi dalam bentuk metabolit hasil biotransformasi atau
dalam bentuk asalnya.
Obat atau metabolit polar diekskresi lebih cepat dari pada obat larut lemak, kecuali pada ekskresi lewat paru (
tergantung koefisien partisi darah / udara , bila koefisien partisinya kecil, lebih cepat diekskresi)
Ginjal merupakan organ ekskresi yang terpenting , ekskresi di ginjal merupakan proses filtrasi glomerulus.
Glomerulus merupakan jaringan kapiler yang dapat melewatkan semua zat yang lebih kecil dari albumin melalui celah
antarsel endotelnya. Semua obat yang tidak terikat oleh protein plasma mengalami fitrasi di glomerulus.
. Ekskresi obat melalui ginjal menurun pada gangguan fungsi ginjal, sehingga dosis perlu diturunkan atau interval
pemberian diperpanjang
Ekskresi melalui empedu : Obat dengan BM lebih kecil dari 150 dan obat yang telah dimetabolisme menjadi obat
yang lebih polar, dapat diekskresikan dari hati lewat empedu menuju ke usus dengan mekanisme transport aktif (
dalam bentuk terkonjugasi dengan asam glukuronat, asam sufat atau glisin ). Di usus, obat bentuk konjugat dapat
langsung diekskresi atau mengalami hidrolisis oleh enzim atau bakteri usus menjadi senyawa yang bersifat nopolar
sehingga dapat diabsorpsi kembali ke plasma darah, kembali ke hati , dimetabolisisr, dikeluarkan kembali melalui
empedu menuju ke usus, demikian seterusnya sehingga merupakan siklus yang disebut siklus enterohepatik. Siklus
enterohepatik menyebabkan kerja obat menjadi lebih panjang.
Ekskresi obat juga bisa melalui keringat, air liur, air mata, air susu, dan rambut tetapi dalam jumlah relatif kecil
sekali sehingga tidak berarti dalam pengakhiran efek obat. Maka dari itu, air liur digunakan sebagai pengganti darah
untuk menentukan kadar obat tertentu; rambut juga dapat digunakan untuk menentukan logam toksik, atau arsen
FARMAKODINAMIK
Cabang ilmu yang mempelajari efek biokimia dan fisiologi obat serta mekanisme kerjanya disebut farmakodinamik. (
pengaruh obat terhadap organ-organ tubuh )
Semua molekul obat yang masuk dalam tubuh, kemungkinan besar berikatan dengan konstituen jaringan atau
biopolimer seperti protein, lemak, asan nukleat, mukopolisakari -da, enzim biotransformasi dan reseptor. Pengikatan
obat oleh biopolimer dipengaruhi oleh bentuk konformasi molekul obat dan pengaturan ruang dari gugus-gugus
fungsional senyawa obat. Interaksi obat dapat berupa:(1) Interaksi tidak khas dan ;(2) Interaksi khas.
1. Interaksi tidak khas adalah interaksi yang hasilnya tidak menghasilkan efek yang berlangsung lama dan tidak
menyebabkan perubahan struktur molekul obat maupun biopolimer. Interaksi ini bersifat reversibel ( terpulihkan )
dan tidak menghasilkan respons biologis. Contohnya : Interaksi obat yang hanya merubah lingkungan fisika-kimia dari
struktur badan ( protein jaringan, asam nukleat, mukopolisakarida, air dan lemak ), misalnya : anestetik umum
merubah struktur air didalam otak; diuretik osmotik merubah tekanan osmotik dalam ginjal.
2. Interaksi khas :adalah interaksi yang menyebabkan perubahan struktur makromolekul reseptor sehingga timbul
rangsangan perubahan fungsi fisiologis normal yang dapat diamati sebagai respons biologis. Interaksi dengan
reseptor dan interaksi dengan enzim biotransformasi, merupakan interaksi khas.
KERJA OBAT
Kerja obat dapat digolongkan menjadi dua yaitu : (A) Kerja obat yang diperantarai reseptor dan : (B) Kerja obat
yang tidak diperantarai reseptor.
Reseptor obat merupakan komponen makromolekul fungsional, yaitu tempat terikatnya obat untuk menimbulkan
respons. Sekelompok reseptor obat tertentu juga berperan sebagai reseptor untuk ligand endogen ( hormon dan
neurotransmitor. Komponen yang paling penting dalam reseptor obat adalah protein ( misalnya : asetilkolinesterase,
Na+ -, K+ -ATP ase dsb ). Asam nukleat juga dapat merupakan reseptor obat , contohnya untuk obat sitostatika (
pembunuh sel kanker ).
Ikatan antara obat dengan reseptor, berupa ikatan ion, ikatan hidrogen, ikatan hidrofobik, ikatan van der Walls atau
ikatan kovalen ( jarang ). Umumnya merupakan campuran berbagai ikatan tersebut diatas. Ikatan antara obat
daengan reseptor, misalnya ikatan antara substrat dengan enzim, biasanya merupakan ikatan lemah ( ikatan ion,
ikatan hidrogen, ikatan hidrofobik, ikatan van der Walls ) dan jarang berupa ikatan kovalen. Hubungannya dengan
efek obat dapat digambarkan sebagai berikut :
Beberapa obat tertentu dapat menimbulkan efek tanpa berikatan dengan reseptor. Mekanismenya ada berbagai cara
yaitu :
1. Mengubah atau mempengaruhi sifat cairan tubuh
2. Berinteraksi dengan ion atau molekul kecil
3. Masuk kedalam komponen sel
1. Mekanisme Kerja Obat : Mengubah atau mempengaruhi sifat cairan tubuh :
a. Pengubahan sifat osmotik, contoh : (1) obat-obat diuretik osmotik ( manitol ) yang meningkatkan osmolaritas
filtrat glomerulus sehingga terjadi efek diuretk; (2) obat-obat katartik osmotik atau pencahar ( Mg SO4 ); (3)
gliserol untuk mengurangi udema serebral
b. Pengubahan sifat asam-basa , contoh (1) obat-obat antasida untuk menetralkan asam lambung; (2) NH4CL untuk
mengasamkan urin; (3) Natrium bikarbonat untuk membasakan urin; Asam-asam organik sebagai antiseptik saluran
kemih atau sebagai spermisida topical dalam saluran vagina.
c. Perusakan nonspesifik membran sel ( sebagai antiseptik dan desinfektan ), contoh : (1) detergen, merusak
integritas membran lipoprotein; (2) halogen, peroksida dan oksidator lain ( merusak zat organik ); (3) denaturan,
merusak integritas dan kapasitas fungsional membran sel, partikel subseluler dan protein.
d. Gangguan fungsi membran, contoh : anestesi umum dengan eter, halotan atau metoksifluran, bekerja dengan
melarut dalam lemak membran sel di SSP sehingga eksitabilitas menurun
Selektifitas dapat dinyatakan sebagai hubungan antara dosis terapi ( ED ) dengan dosis obat yang menimbulkan efek
toksik ( TD ).Hubungan ini disebut juga indeks terapi atau batas keamanan obat ( margin of safety ).
Obat yang ideal, menimbulkan efek terapi pada semua penderita, tanpa menimbulkan efek toksik pada satu orang
penderita pun. Oleh karena itu indeks terapinya dinyatakan sebagai berikut :
TD 1
Indeks terapi = ______ = ≥ 1
ED 99
Dapat dinyatakan bahwa untuk obat yang ideal, dosis toksiknya harus lebih besar dari dosis terapinya dan dosis
toksisnya paling banyak hanya boleh menimbulkan kematian 1 % dari responden.
Pada umumnya, indeks terapi obat dinyatakan dalam rasio berikut:
TD 50 LD 50
Indeks Terapi = -------- = ---------
ED 50 ED 50
Indeks terapi hanya berlaku untuk satu efek, maka obat yang mempunyai beberapa efek terapi juga mempunyai
beberapa indeks terapi. Contoh : Aspirin mempunyai efek analgetik dan antirheumatik. Indeks terapi atau batas
keamanan obat aspirin sebagai analgetik lebih besar dibandingkan dengan indeks terapi sebagai antireumatik karena
dosis terapi antireumatik lebih besar dari dosis analgetik.
Meskipun perbandingan dosis terapi dan dosis toksik sangat bermanfaat untuk suatu obat, namun data demikian sulit
diperoleh dari penelitian klinik.( sulit mendapatkan responden yang bersedia untuk uji klinik ). Maka dari itu
selektifitas obat dinyatakan secara tidak langsung yaitu diperhitungkan dari data : (1) pola dan insiden efek samping
yang ditimbulkan obat dalam dosis terapi, dan (2) persentase penderita yang menghentikan obat atau menurunkan
dosis obat akibat efek samping.
Harus diingat bahwa gambaran atau pernyataan bahwa obat cukup aman untuk kebanyakan penderita, tetapi tidak
menjamin keamanan untuk setiap penderita karena selalu ada kemungkinan timbul respons yang menyimpang.
Contohnya : penisilin dapat dinyatakan aman untuk sebagian besar penderita tetapi dapat menyebabkan kematian
untuk penderita yang alergi terhadap obat tersebut.
-
Respons individu terhadap obat sangat bervariasi, yaitu dapat berupa : (1) Hiperaktif ( dosis rendah sekali sudah
dapat memberikan efek ); (2) Hiporeaktif ( untuk mendapatkan efek, memerlukan dosis yang tinggi sekali ); (3)
Hipersensitif ( orang alergi terhadap obat tertentu ); (4) Toleransi ( untuk mendapatkan efek obat yang pernah di
konsumsi sebelumnya, memerlukan dosis yang lebih tinggi ); (5) Resistensi ( efek obat berkurang karena
pembentukan genetik ); (6) Idiosikrasi ( efek obat yang aneh , yang merupaka reaksi alergi obat atau akibat
perbedaan genetik )
3. Efek teratogen :
Adalah efek obat yang pada dosis terapetik untuk ibu hamil, mengakibatkan cacat pada janin, misalnya : tangan dan
kaki seperti kepunyaan anjing laut atau bentuk-bentuk lain yang tidak normal.
4. Efek toksik :
Adalah aksi tambahan dari obat yang lebih berat dari efek samping dan merupakan efek yang tidak diinginkan. Efek
ini disebabkan oleh dosis yang berlebih
5. Idiosinkrasi :
Efek obat yang secara kualitatif berlainan sekali dengan efek terapi normalnya.
6. Fotosensitisasi :
Adalah efek kepekaan yang berlebihan terhadap cahaya yang timbul akibat penggunaan obat, misalnya penggunaan
obat Bithionol sebagai antiseptika lokal.
1. Hipersensitif :
Adalah suatu reaksi alergik yang merupakan respons abnormal terhadap obat dimana pasien sebelumnya telah kontak
dengan obat tersebut hingga berkembang timbul antibodi.
2. Kumulasi :
Suatu fenomena pengumpulan obat dalam badan akibat pengulangan penggunaan obat, dimana obat diekskresi lebih
lambat dibanding kecepatan absorpsinya.
3. Toleransi :
Suatu fenomena berkurangnya respon terhadap dosis obat yang sama, sehingga untuk memperoleh respon yang sama
, dosis harus diperbesar
4. Takhifilaksis :
Adalah fenomena berkurangnya kecepatan respons terhadap aksi obat pada pengulangan penggunaan dosis yang sama
(kurang sensitif). Respon semula tidak terulang meskipun dengan dosis yang lebih besar.
5. Habituasi :
Suatu gejala ketergantungan psikhologik terhadap suatu obat. Kriterianya : (a) selalu ingin menggunakan obat; (b)
tanpa atau hanya sedikit kecenderungan untuk menaikkan dosis; (c). memberikan efek yang merugikan pada suatu
individu.
5. Adiksi :
Adalah suatu gejala ketergantungan psikhologik dan fisik terhadap obat. Kriteria : (a) ada dorongan untuk selalu
menggunakan obat; (b). ada kecenderungan untuk menaikkan dosis; (c). timbul ketergantungan psikhik dan biasanya
diikuti ketergantungan fisik.; (d) merugikan terhadap individu maupun masyarakat.
Penggunaan obat campuran dapat nenyebabkan efek : (1) Adisi; (2) Sinergis; (3) Potensiasi; (4) Antagonis dan (5)
Interaksi.
1. Adisi :
Beberapa obat yang diberikan bersama-sama memberikan efek yang merupakan penjumlahan dari efek masing-
masing obat bila diberikan secara terpisah
2. Sinergis :
Beberapa obat mempunyai aksi yang hampir sama, bila diberikan bersama-sama ,memberikan efek yang lebih besar
dari efek masing-masing obat yang diberikan secara terpisah
3. Potensiasi :
Beberapa obat yang diberikan bersama-sama dengan aksi-aksi yang tidak sama, memberikan efek yang lebih besar
pada pasien, dari pada efek masing-masing secara terpisah.
4. Antagonis :
Beberapa obat yang diberikan bersama-sama, salah satu obat mengurangi efek dari obat yang lain
5. Interaksi obat :
Interaksi obat berlangsung dengan beberapa cara, yaitu : (a) Interaksi kimia ; (b) Kompetisi untuk mengikat protein
( mendesak obat lain pada protein ); (c) Induksi enzim ( menstimulasi pembentukan enzim di hati sehingga obat cepat
dibiotransformasi dan dieliminasi ); (d) Inhibisi enzim ( mengganggu fungsi hepar dan enzim-enzimnya, sehingga
memperkuat kerja obat lain ).
Toksikologi merupakan studi mengenai efek yang merugikan dari agen fisik dan kimia pada organisme makhluk hidup.
Ilmu ini adalah multidisiplin yang mencakup banyak bidang keahlian ilmiah, termasuk biologi, biokimia, kimia,
patologi, dan fisiologi. Toksikologi memberikan kontribusi untuk kedokteran klinis, hukum kedokteran, kedokteran
kerja dan kebersihan, kedokteran hewan, patologi eksperimental, pengembangan kimia baru dan evaluasi
keselamatan.
Agen kimia dapat berupa alami atau sintetik. Bahan kimia sintetik dikategorikan ke dalam beberapa kelas-biasanya
terkait dengan kegiatan atau termasuk paparan zat farmasi, bahan tambahan makanan, pestisida, bahan kimia
industri, dan bahan kimia dalam negeri. Bahan kimia alami meliputi berbagai zat yang biasanya ditemukan di
lingkungan, seperti arsenik, timbal dan biologi berasal dari tumbuhan, hewan atau racun mikrobiologi . Contoh racun
tanaman alkaloid pyrrolizidine dihasilkan dari berbagai spesies seperti komprei, glikosida jantung pada oleander dan
morfin dalam tanaman opium. Contoh racun hewan adalah racun-racun yang dihasilkan oleh berbagai spesies hewan
darat dan laut, seperti platypuses, ular, laba-laba, lebah dan ikan batu. Botulinum toksin dan enterotoksin
stafilokokal adalah contoh dari racun mikroba, sedangkan aflatoksin adalah contoh dari racun jamur.
Agen fisik termasuk radiasi, panas, debu, getaran dan suara.
Perbedaan antara toksisitas dan risiko
Toksisitas (atau bahaya) adalah kemampuan yang melekat dari agen untuk menyebabkan kerusakan. Properti ini
hanya akan berubah jika agen diubah dalam beberapa cara. Ini tidak akan berubah dengan perubahan kondisi
penggunaan atau eksposur. Risiko merupakan suatu probabilitas yang terjadi pada paparan agen dalam kondisi
tertentu akan dapat menyebabkan cedera atau bahaya. Risiko akan selalu bergantung pada toksisitas agen dan sifat
dan tingkat eksposur. Sesuatu dari toksisitas rendah dapat berisiko tinggi jika dosis besar, dan sesuatu toksisitas
yang tinggi dapat berisiko rendah jika dosisnya cukup kecil.
Pra-kondisi untuk efek toksik
Untuk mengerahkan efek toksik, agen harus dapat mencapai jaringan rentan, organ, sel, atau kompartemen selular
sub atau struktur dalam konsentrasi yang cukup pada waktu yang memadai pula. Artinya, suatu paparan atau dosis
yang tepat diperlukan. Dosis kecil alkohol tidak akan ada pengaruhnya, tetapi dosis besar selama waktu yang lama
dapat mempengaruhi organ rentan seperti hati dan akhirnya menyebabkan sirosis. Dosis optimal dari parasetamol
akan menghilangkan rasa sakit, tetapi dosis yang melebihi jumlah ini dapat menyebabkan kerusakan hati. Di sisi lain,
jumlah yang jauh lebih rendah daripada dosis yang optimal tidak akan memberikan berpengaruh sama sekali.
Exposure bisa dikatakan akut, kronis, sub akut dan sub kronis atau. Tingkatan akut mengacu pada eksposur tunggal,
seperti overdosis obat kronis yang sementara berlaku paparan untuk eksposur yang berulang-ulang selama jangka
waktu lama (lebih dari tiga bulan). Sub akut berlaku untuk paparan berulang (sampai satu bulan), dan kronis sub
selama periode antara (yaitu, satu sampai tiga bulan).
EFEK SAMPING OBAT
Interaksi ini dapat terjadi antar obat atau antara obat dengan makanan/minuman. Bahkan tanaman yang digunakan
dalam pengobatan alternatif yang disangka aman oleh sebagian besar masyarakat juga dapat berinteraksi dengan
obat lainnya. Contohnya adalah tanaman St. John's wort (Hypericum perforatum), yang digunakan untuk pengobatan
depresi sedang. Tanaman ini menyebabkan peningkatan enzim sitokrom P450 yang berperan dalam metabolisme dan
eliminasi banyak obat-obatan di tubuh, sehingga pasien yang mengkonsumsi St John's wort akan mengalami
Berikut ini adalah contoh dari efek samping obat yang biasanya terjadi:
1. Aborsi atau keguguran, akibat Misoprostol, obat yang digunakan untuk pencegahan (gastric ulcer) borok lambung
2. Ketagihan, akibat obat-obatan penenang dan analgesik seperti diazepam serta morfin.
14. Rambut rontok dan anemia, karena kemoterapi melawan kanker atau leukemia.
15. Hipertensi, akibat penggunaan Efedrin. Hal ini membuat FDA mencabut status ekstrak tanaman efedra (sumber
Oral
Adalah obat yang cara pemberiannya melalui mulut. Untuk cara pemberian obat ini relatif aman, praktis dan
ekonomis. Kelemahan dari pemberian obat secara oral adalah efek yang timbul biasanya lambat, tidak efektif jika
pengguna sering muntah-muntah, diare, tidak sabar, tidak kooperatif, kurang disukai jika rasanya pahit.
Sublingual
Adalah obat yang cara pemberiannya ditaruh di bawah lidah. Tujuannya adalah agar efek yang ditimbulkan bisa lebih
cepat karena pembuluh darah di bawah lidah merupakan pusat dari sakit. Kelebihan dari cara pemberian obat dengan
sublingual adalah efek obat akan terasa lebih cepat dan kerusakan obat pada saluran cerna dan metabolisme di
dinding usus dan hati dapat dihindari.
Inhalasi
Adalah obat yang cara pemberiannya melalui saluran pernafasan. Kelebihan dari pemberian obat dengan cara inhalasi
adalah absorpsi terjadi cepat dan homogen, kadar obat dapat terkontrol, terhindar dari efek lintas pertama dan
dapat diberikan langsung kepada bronkus. Untuk obat yang diberikan dengan cara inhalasi dalam bentuk gas atau uap
yang akan diabsorpsi dengan cepat melalui alveoli paru-paru serta membran mukosa pada saluran pernapasan.
Rektal
Adalah obat yang cara pemberiannya melalui dubur atau anus. Maksudnya adalah mempercepat kerja obat serta
bersifat lokal dan sistematik.
Pervaginam
Untuk obat ini bentuknya hampir sama atau menyerupai obat yang diberikan secara rektal, hanya saja dimasukan ke
dalam vagina.
Parenteral
Adalah obat yang cara pemberiaannya tanpa melalui mulut (tanpa melalui saluran pencernaan) tetapi langsung ke
pembuluh darah. Misalnya sediaan injeksi atau suntikan. Tujuannya adalah agar dapat langsung menuju sasaran.
Kelebihannya bisa untuk pasien yang tidak sadar, sering muntah dan tidak kooperatif. Akan tetapi cara pemberian
obat dengan cara ini kurang aman karena jika sudah disuntikan ke dalam tubuh tidak bisa dikeluarkan lagi jika
terjadi kesalahan.
a.Intravena (IV)
Tidak ada fase absorpsi dalam pemberian obat secara intravena karena obat langsung masuk ke dalam vena, “onset
of action” cepat, efisien, bioavailabilitas 100 %, baik untuk obat yang menyebabkan iritasi kalau diberikan dengan
cara lain, biasanya berupa infus kontinu untuk obat yang waktu-paruhnya pendek (Joenoes, 2002).
b.Intramuskular (IM)
“Onset of action” pemberian obat secara intramusculer bervariasi, berupa larutan dalam air yang lebih cepat
diabsorpsi daripada obat berupa larutan dalam minyak, dan juga obat dalam sediaan suspensi, kemudian memiliki
kecepatan penyerapan obat yang sangat tergantung pada besar kecilnya partikel yang tersuspensi: semakin kecil
partikel, semakin cepat proses absorpsi (Joenoes, 2002).
c.Subkutan (SC)
“Onset of action” lebih cepat daripada sediaan suspensi, determinan dari kecepatan absorpsi ialah total luas
permukaan dimana terjadi penyerapan, menyebabkan konstriksi pembuluh darah lokal sehingga difusi obat
tertahan/diperlama, obat dapat dipercepat dengan menambahkan hyaluronidase, suatu enzim yang memecah
mukopolisakarida dari matriks jaringan (Joenoes, 2002).
Prinsip terapi
Dokter bertanggung jawab terhadap diagnosis dan terapi. Obat harus dipesan dengan menulis resep. Bila ragu
tentang isi resep atau tidak terbaca, baik oleh perawat maupun apoteker, penulis resep itu harus dihubungi untuk
penjelasan.
Peran Apoteker dalam Pengobatan
Apoteker secara resmi bertanggung jawab atas pasokan dan distribusi obat.selain itu apoteker bertanggung jawab
atas pembuatan sejumlah besar produk farmasi seperti larutan antiseptik, dan lain-lain.
Peran penting lainnya adalah sebagai narasumber informasi obat. Apoteker bekerja sebagai konsultan spesialis untuk
profesi kedokteran, dan dapat memberi nasehat kepada staf keperawatan dan profesi kesehatan lain mengenai
semua aspek penggunaan obat, dan memberi konsultasi kepada pasien tentang obatnya bila diminta.
Peran Perawat
Karena obat dapat menyembuhkan atau merugikan pasien, maka pemberian obat menjadi salah satu tugas perawat
yang paling penting. Perawat adalah mata rantai terakhir dalam proses pemberian obat kepada pasien. Perawat yang
bertanggung jawab bahwa obat itu diberikan dan memastikan bahwa obat itu benar diminum.
Bila ada obat yang diberikan kepada pasien, hal itu harus menjadi bagian integral dari rencana keperawatan. Perawat
yang paling tahu tentang kebutuhan dan respon pasien terhadap pengobatan. Misalnya, pasien yang sukar menelan,
muntah atau tidak dapat minum obat tertentu (dalam bentuk kapsul). Faktor gangguan visual, pendengaran,
intelektual atau motorik, yang mungkin menyebabkan pasien sukar makan obat, harus dipertimbangkan.
Rencana perawatan harus mencangkup rencana pemberian obat, bergantung pada hasil pengkajian, pengetahuan
tentang kerja dan interaksi obat, efek samping, lama kerja, dan program dokter.
Prinsip Enam Benar
1.Benar Pasien
Sebelum obat diberikan, identitas pasien harus diperiksa (papan identitas di tempat tidur, gelang identitas) atau
ditanyakan langsung kepada pasien atau keluarganya. Jika pasien tidak sanggup berespon secara verbal, respon non
verbal dapat dipakai, misalnya pasien mengangguk. Jika pasien tidak sanggup mengidentifikasi diri akibat gangguan
mental atau kesadaran, harus dicari cara identifikasi yang lain seperti menanyakan langsung kepada keluarganya.
Bayi harus selalu diidentifikasi dari gelang identitasnya.
2.Benar Obat
Obat memiliki nama dagang dan nama generik. Setiap obat dengan nama dagang yang kita asing (baru kita dengar
namanya) harus diperiksa nama generiknya, bila perlu hubungi apoteker untuk menanyakan nama generiknya atau
kandungan obat. Sebelum memberi obat kepada pasien, label pada botol atau kemasannya harus diperiksa tiga kali.
Pertama saat membaca permintaan obat dan botolnya diambil dari rak obat, kedua label botol dibandingkan dengan
obat yang diminta, ketiga saat dikembalikan ke rak obat. Jika labelnya tidak terbaca, isinya tidak boleh dipakai dan
harus dikembalikan ke bagian farmasi.
Jika pasien meragukan obatnya, perawat harus memeriksanya lagi. Saat memberi obat perawat harus ingat untuk apa
obat itu diberikan. Ini membantu mengingat nama obat dan kerjanya.
3.Benar Dosis
Sebelum memberi obat, perawat harus memeriksa dosisnya. Jika ragu, perawat harus berkonsultasi dengan dokter
yang menulis resep atau apoteker sebelum dilanjutkan ke pasien. Jika pasien meragukan dosisnya perawat harus
memeriksanya lagi. Ada beberapa obat baik ampul maupun tablet memiliki dosis yang berbeda tiap ampul atau
tabletnya. Misalnya ondansentron 1 amp, dosisnya berapa ? Ini penting !! karena 1 amp ondansentron dosisnya ada 4
mg, ada juga 8 mg. ada antibiotik 1 vial dosisnya 1 gr, ada juga 1 vial 500 mg. jadi Anda harus tetap hati-hati dan
teliti !
4.Benar Cara/Rute
Obat dapat diberikan melalui sejumlah rute yang berbeda. Faktor yang menentukan pemberian rute terbaik
ditentukan oleh keadaan umum pasien, kecepatan respon yang diinginkan, sifat kimiawi dan fisik obat, serta tempat
kerja yang diinginkan. Obat dapat diberikan peroral, sublingual, parenteral, topikal, rektal, inhalasi.
Oral, adalah rute pemberian yang paling umum dan paling banyak dipakai, karena ekonomis, paling nyaman dan aman.
Obat dapat juga diabsorpsi melalui rongga mulut (sublingual atau bukal) seperti tablet ISDN.
Parenteral, kata ini berasal dari bahasa Yunani, para berarti disamping, enteron berarti usus, jadi parenteral berarti
diluar usus, atau tidak melalui saluran cerna, yaitu melalui vena (perset / perinfus).
Topikal, yaitu pemberian obat melalui kulit atau membran mukosa. Misalnya salep, losion, krim, spray, tetes mata.
Rektal, obat dapat diberi melalui rute rektal berupa enema atau supositoria yang akan mencair pada suhu badan.
Pemberian rektal dilakukan untuk memperoleh efek lokal seperti konstipasi (dulkolax supp), hemoroid (anusol),
pasien yang tidak sadar / kejang (stesolid supp). Pemberian obat perektal memiliki efek yang lebih cepat
dibandingkan pemberian obat dalam bentuk oral, namun sayangnya tidak semua obat disediakan dalam bentuk
supositoria.
Inhalasi, yaitu pemberian obat melalui saluran pernafasan. Saluran nafas memiliki epitel untuk absorpsi yang sangat
luas, dengan demikian berguna untuk pemberian obat secara lokal pada salurannya, misalnya salbotamol (ventolin),
combivent, berotek untuk asma, atau dalam keadaan darurat misalnya terapi oksigen.
5.Benar Waktu
Ini sangat penting, khususnya bagi obat yang efektivitasnya tergantung untuk mencapai atau mempertahankan kadar
darah yang memadai. Jika obat harus diminum sebelum makan, untuk memperoleh kadar yang diperlukan, harus
diberi satu jam sebelum makan. Ingat dalam pemberian antibiotik yang tidak boleh diberikan bersama susu karena
susu dapat mengikat sebagian besar obat itu sebelum dapat diserap. Ada obat yang harus diminum setelah makan,
untuk menghindari iritasi yang berlebihan pada lambung misalnya asam mefenamat.
6.Benar Dokumentasi
Setelah obat itu diberikan, harus didokumentasikan, dosis, rute, waktu dan oleh siapa obat itu diberikan. Bila pasien
menolak meminum obatnya, atau obat itu tidak dapat diminum, harus dicatat alasannya dan dilaporkan.
Cara Penyimpanan Obat
Kesalahan pemberian obat, selain memberi obat yang salah, mencakup faktor lain yang mengubah terapi obat yang
direncanakan, misalnya lupa memberi obat, memberi obat dua sekaligus sebagai kompensasi, memberi obat yang
benar pada waktu yang salah, atau memberi obat yang benar pada rute yang salah.
Jika terjadi kesalahan pemberian obat, perawat yang bersangkutan harus segera menghubungi dokternya atau
kepala perawat atau perawat yang senior segera setelah kesalahan itu diketahuinya.
Pedoman KIE Perawat kepada Pasien atau Keluarga
Kepatuhan terjadi bila aturan pakai obat yang diresepkan serta pemberiannya di rumah sakit diikuti dengan benar.
Jika terapi ini akan dilanjutkan setelah pasien pulang, penting agar pasien mengerti dan dapat meneruskan terapi itu
dengan benar tanpa pengawasan. Ini terutama penting untuk penyakit-penyakit menahun, seperti asma, artritis
rematoid, hipertensi, TB, diabetes melitus, dan lain-lain.
Terapi obat yang efektif dan aman hanya dapat dicapai bila pasien mengetahui seluk beluk pengobatan serta
kegunaanya. Untuk itu sebelum pasien pulang ke rumah, perawat perlu memberikan KIE kepada pasien maupun
keluarga tentang :
Nama obatnya.
Kegunaan obat itu.
Jumlah obat untuk dosis tunggal.
Jumlah total kali minum obat.
Waktu obat itu harus diminum (sebelum atau sesudah makan, antibiotik tidak diminum bersama susu)
Untuk berapa hari obat itu harus diminum.
Apakah harus sampai habis atau berhenti setelah keluhan menghilang.
Rute pemberian obat.
Kenali jika ada efek samping atau alergi obat dan cara mengatasinya
Jangan mengoperasikan mesin yang rumit atau mengendarai kendaraan bermotor pada terapi obat tertentu misalnya
sedatif, antihistamin.
Memberikan obat adalah salah satu tanggungjawab sebagai perawat. Kesalahan dalam penghitungan dan pemberian
obat seringkali terjadi terutama pada perawat yang kurang berpengalaman, tetapi kita dapat menghindari masalah
yang serius dengan mengikuti aturan dasar dalam pemberian obat. Berikut ini ada beberapa hal yang mesti kita
lakukan yaitu :
Mengetahui kebijakan dan prosedur rumah sakit untuk pemberian obat.
Periksa instruksi dokter.
Mengetahui prinsip enam benar.
Baca masing masing label tiga kali.
Tanyakan kepada pasien / keluarganya (jika pasien tidak sadar) jika ada riwayat alergi terhadap obat-obat tertentu.
Jangan biarkan adanya gangguan saat menyiapkan obat karena konsentrasi anda mungkin akan terganggu.
Jangan berpendapat bahwa bagian farmasi selalu benar, lakukan pemeriksaan ulang terhadap obat yang diterima dari
farmasi.
Jangan pernah memberikan obat yang tidak memiliki label / etiket.
Bila masih ragu, jangan mencampur obat.
jangan menuangkan kembali cairan ke dalam botol.
Selalu memeriksa identitas pasien sebelum memberikan obat.
Periksa ulang perhitungan obat.
Kenali antidot, terutama bila memberikan obat-obat inttravena.
Kenali kerja, efek samping dan reaksi balik dari obat sebelum memberikan obat.
Selalu mengetahui waktu pemberian yang diharuskan bila memberikan obat-obat intravena.
Bila memastikan instruksi dokter, sebaiknya bicarakan hanya dengan dokter yang menuliskan obat tersebut.
Obat dapat juga dikelompokkan menjadi obat tanpa diresepkan (obat bebas), dengan resep dan obat herbal.
Obat bebas adalah obat yang dapat dibeli atau didapatkan tanpa adanya resep dari tenaga kesehatan yang
berwenang. Obat-obat ini dijual bebas ditoko-toko atau apotik. Hal tersebut dikarenakan obat-obat yang dijual
bebas telah dinyatakan aman untuk dikonsumsi tanpa adanya resep / pengawasan dari tenaga kesehatan. Contoh obat
bebas yang umum dijual dan dikonsumsi masyarakat adalah obat pereda gejala flu dan analgesic ringan seperti
aspirin dan asetominofen. Menjadi tugas Badan POM untuk mengkontrol keamanan, efektivitas, dan publikasi obat-
obat bebas.
Obat bebas masih dianggap aman ketika langsung dikonsumsi. Namun, bahaya obat-obatan bebas sering terjadi
karena penyalahgunaan obat-obat tersebut. Banyak orang lebih memilih mengkonsumsi obat sendiri daripada datang
kepada tenaga kesehatan untuk mendapatkan bantuan, bahkan banyak pula yang tidak dapat tertolong karena
keterlambatan penanganan oleh tenaga kesehatan.
Obat dengan resep adalah obat yang diperjualbelikan secara legal. Untuk pasien-pasien tertentu, dibutuhkan
pengawasan medis dalam pengunaan obat-obatan dikarenakan keamanan akan efek terapi dan resiko keracunan
akibat dosis yang diberikan. Dokter bertanggungjawab dalam meresepkan obat. Namun, dalam kondisi tertentu
perawat atau asisten dokter dapat juga meresepkan obat.®
Obat herbal atau tumbuhan obat adalah obat-obatan yang digunakan berasal dari tumbuhan dan belum mengalami
proses kimia dilaboratorium. Walaupun penggunaan obat-oabatan herbal ini sudah sangat luas dimasyarakat, namun
penggunaannya masih jarang dimasukkan kedalam riwayat kesehatan klien. Perawat harus mengkaji penggunaan obat-
obat herbal ini. Contoh tanaman obat adalah ginko biloba yang dapat digunakan untuk meningkatkan sirkulasi darah
dan fungsi kognitif.
Banyak orang mengira bahwa obat herbal sangat aman karena semua bahannya yang berasal dari alam. Namun,
menilai hal tersebut menjadi sulit karena obat herbal tidak memiliki standar kualitas dan pengaturan yang resmi dari
pemerintah. Beberapa obat herbal dapat mengakibatkan kegawatan akibat interaksi kimiawi yang terjadi, sehingga
dibutuhkan lebih banyak penelitian laboratorium untuk menilai manfaat, efektivitas, dosis yang tepat, dan reaksi
kimia yang terjadi didalam tubuh. Karena apabila sesuatu yang asing masuk kedalam tubuh, dapat menimbulkan reaksi
yang tidak terduga. Untuk itu perawat perlu untuk mengkaji penggunaan tablet, ramuan, ataupun ekstrak yang
berasal obat-obatan herbal untuk dibandingkan dengan literatur yang menunjang.
Nama Obat : nama generik atau merk dagang obat. Dituliskan dengan jelas agar tidak tertukar dengan nama
obat lain.
Dosis Obat : dapat menggunakan metrik, apotekari, atau pengukuran rumah tangga, misalnya digoxin 0,25 mg 1
dd (artinya 1 kali sehari).
Cara Pemberian : obat yang sama dapat diberikan dengan beberapa cara yang berlainan, misal PO (per oral),
IV (intravena), Supp (suppotoria).
Dibawah ini adalah beberapa istilah yang lazim digunakan didalam resep obat
Istilah Artinya Istilah Artinya
a atau a. sebelum mg miligram
a.c. sebelum makan No atau no. jumlah obat
ad lib bebas p.c. setelah makan
aq. air cap., caps kapsul
bid , 2 dd dua kali sehari p atau p. per atau setelah
d hari PO per oral
prn bila dibutuhkan IV intra vena
q setiap Inj. injeksi
qh setiap jam IM intra muskular
g gram tab. tablet
syr sirup qid 4 kali sehari
h.s. sebelum tidur q6h setiap 6 jam
Rx dibeli, resep tid, 3 dd 3 kali sehari
stat. segera, langsung sc subkutaneus
R. atau PR diminum qs sebanyak yg
rectal, per rectal dibutuhkan
Selain obat yang dipesankan melalui resep, perawat juga bertanggung jawab dalam mengelola pesanan obat yang
harus diberikan kepada klien dengan cara lainnya. Contohnya adalah :
1. Standing order adalah pesanan obat yang harus diberikan kepada klien selama beberapa hari, pesanan obat ini
harus dicek dan ditulis ulang setiap hari sampai dengan ada perubahan / penggantian obat atau dosis obat.
2. PRN order adalah pesanan pemberian obat dalam waktu tertentu saja atau bila dibutuhkan. Berasal dari kata
Latin pro re nata. Misalnya : obat nyeri, laksative, atau obat mual.
3. Order sekali waktu adalah pesanan pemberian obat yang hanya satu kali untuk diberikan, misalnya obat-obat
preoperative / anestesi.
Stat order adalah pesanan pemberian obat yang segera diberikan kepada klien dan hanya berlaku satu kali
pemberian, misalnya pemberian furosemid 20 mg IV stat.
4. Melalui telepon, faximile, atau secara verbal adalah pesanan pemberian obat yang dipesankan melalui telepon
atau alat komunikasi lainnya. Dan dikarenakan pemberi pesanan tidak ada ditempat untuk menulis dan menanda
tangani pesanan obat maka perawat harus mencatat pesanan tersebut dalam daftar obat klien dan diberi kode
T.O (telephone order) serta menandatanganinya. Namun, pemberi pesanan obat tersebut harus tetap
menandatangani dihari berikutnya.
Farmakokinetik
Adalah proses obat memasuki tubuh dan akhirnya keluar dari tubuh. Proses terdiri dari absorpsi, distribusi,
metabolisme, dan ekskresi obat dari tubuh manusia. Setiap obat mempunyai karakteristik khusus dalam kecepatan
dan bagaimana obat tersebut akan diserap oleh jaringan, kemudian dihantarkan pada sel-sel tubuh, dan berubah
menjadi zat yang tidak berbahaya bagi tubuh hingga akhirnya keluar dari tubuh kita.
Absorpsi
Adalah proses zat-zat dari obat masuk ke dalam aliran / pembuluh darah. Cara pemberian berdampak pada
kecepatan dan keseluruhan bagian obat yang akan diserap tubuh. Pemberian secara intravena merupakan cara
tercepat dalam absorpsi obat, kemudian diikuti dengan pemberian secara intramuskular, subkutaneus, dan oral.
Distribusi
Adalah proses pengiriman zat-zat dalam obat kepada jaringan dan sel-sel target. Proses dipengaruhi oleh sistem
sirkulasi tubuh, jumlah zat obat yang dapat terikat dengan protein tubuh serta jaringan atau sel tujuan dari obat
tersebut.
Metabolisme
Adalah proses deaktivasi / detoksifikasi zat-zat obat didalam tubuh. Proses ini terutama berlangsung didalam
hepar, namun juga berlangsung di dalam ginjal, plasma darah, mukosa usus, dan paru-paru. Gangguan pada fungsi
hepar, termasuk diantaranya adalah penurunan fungsi hepar akibat penuaan atau penyakit dapat mempengaruhi
kecepatan detoksifikasi obat yang berlagsung didalam tubuh.
Ekskresi
Adalah proses mengeluarkan obat atau zat-zat sisa metabolismenya dari dalam tubuh. Ginjal berfungsi untuk
mengeluarkan sebagian besar sisa metabolisme tersebut, sebagian yang lain dikeluarkan melalui paru-paru dan
intestinal. Penurunan fungsi ginjal akan sangat berpengaruh buruk pada proses ini.
Farmakodinamik
Adalah proses yang berhubungan dengan fungsi fisiologis dan biokimia dari obat didalam tubuh. Pemahaman tentang
proses ini sangat membantu perawat untuk mengevaluasi efek terapeutik dan efek lainnya dari pengobatan.
Reaksi kerja obat adalah hasil dari reaksi kimia antara zat-zat obat dengan sel-sel tubuh untuk menghasilkan respon
biologis tubuh. Kebanyakan obat bereaksi dengan komponen sel untuk menstimulasi perubahan biokimia dan
fisiological sehingga obat menjadi efektif bagi tubuh. Reaksi ini dapat terjadi secara lokal maupun sistemik didalam
tubuh. Contohnya adalah efek lokal terlihat terjadi pada pemberian obat topikal pada kulit. Sedangkan pada
pemberian obat analgesik, efeknya akan meliputi beberapa sistem, termasuk diantaranya yaitu sistem saraf (efek
sedatif), paru-paru (depresi pernafasan), gastrointenstinal (konstipasi) walaupun efek yang diharapkan adalah
pereda nyeri. Efek medikasi dapat dimonitor melalui perubahan klinis yang terjadi pada kondisi klien. Secara umum,
peningkatan kualitas pada gejala dan hasil laboratorium menunjukkan efektivitas medikasi.
Efek Terapeutik
Adalah efek yang diinginkan atau efek tujuan dari medikasi yang diberikan. Efek tersebut bervariasi berdasarkan
bahan dasar obat, lama penggunaan obat, dan kondisi fisik klien. Beberapa diantaranya juga dipengaruhi interaksi
antar obat yang dikonsumsi. Puncak reaksi obat sangat bervariasi tergantung dari obat yang diberikan dan cara
pemberian yang dilakukan.
Efek Merugikan
Adalah efek lain dari obat selain efek terapi yang diinginkan. Efek merugikan ini dapat merupakan efek lanjutan dari
efek terapi, misalnya hipotensi dapat terjadi ketika pemberian antihipertensi. Beberapa efek yang merugikan ini
dapat ditangani segeraseperti konstipasi, namun ada pula yang memerlukan perhatian lebih, misalnya depresi
pernafasan. Efek ini sering terjadi pada klien yang sangat parah kondisi dan menerima banyak medikasi (Cleveland,
Aschenbrenner, Venable, & Yensen, 1999).
Efek samping
Efek merugikan obat dengan skala kecil disebut juga efek samping obat. Banyak efek samping yang tidak berbahaya
dan dapat diabaikan, namun ada pula yang dapat membahayakan terutama ketika ada obat baru yang diberikan atau
ditambahkan dosisnya. Perawat harus waspada terhadap efek merugikan dari obat ini.
Reaksi hipersensitivitas
Reaksi hipersensitivitas terjadi bila klien sensitif terhadap efek dari pengobatan yang dilakukan. Hal ini dapat
terjadi bila dosis yang diberikan lebih dari kebutuhan klien sehingga menimbulkan efek lain yang tidak diinginkan.
Contohnya adalah ketika seorang pria dewasa dengan berat badan normal biasanya dapat diberikan meperidin
(sedatif) dengan dosis 75 – 100 mg, namun pada klien lansia dengan berat badan rendah akan mengalami durasi
reaksi yang lebih lama dan dapat mengalami penurunan kesadaran dengan dosis meperidin yang sama. Biasanya,
dengan menurunkan dosis dan meningkatkan interval waktu pemberian, maka obat tersebut dapat dikonsumsi dengan
aman.
Toleransi
Adalah reaksi yang terjadi ketika klien mengalami penurunan respon / tidak berespon terhadap obat yang diberikan,
dan membutuhkan penambahan dosis obat untuk mencapai efek terapi yang diinginkan. Beberapa zat yang dapat
menimbulkan toleransi terhadap obat adalah nikotin, etil alkohol, opiat dan barbiturat.
Reaksi alergi
Adalah akibat dari respon imunologik terhadap medikasi. Tubuh menerima obat sebagai benda asing, sehingga tubuh
akan membentuk antibodi untuk melawan dan mengeluarkan benda asing tersebut. Akibatnya akan menimbulkan
gejala / reaksi alergi yang dapat berkisar dari ringan sampai berat. Reaksi alergi yang ringan diantaranya adalah
gatal-gatal (urtikaria), pruritus, atau rhinitis, dapat terjadi dalam hitungan menit sampai dengan 2 minggu pada klien
setelah mengkonsumsi obat. Reaksi pada kulit ( gatal-gatal, kemerahan, dan lesi) biasanya meningkat setelah klien
menghentikan medikasi terutama obat yang memiliki kegunaan yang sama dengan antihistamin.
Reaksi alergi yang parah dapat mengakibatkan gejala seperti sesak nafas (wheezing, dispneu), angioedema pada lidah
dan orofaring, hipotensi, dan takikardia segera setelah pemberian obat. Reaksi ini disebut reaksi anafilaktik dan
membutuhkan tindakan medis segera karena dapat berakibat fatal. Tindakan yang dapat dilakukan adalah
menghentikan segera pemberian obat tersebut, segera berikan epinefrin, cairan infus (normal saline), steroid, dan
antihistamin.
Toksisitas
Atau keracunan obat adalah reaksi yang terjadi karena dosis berlebih atau penumpukkan zat dalam darah akibat
dari gangguan metabolisme atau ekskresi. Perhatian harus diberikan pada dosis dan tingkat toksik obat, dengan
menevaluasi fungsi ginjal dan hepar. Beberapa obat dapat langsung berefek toksik setelah diberikan, namun obat
lainnya tidak menimbulkan efek toksik apapun selama berhari-hari lamanya.
Keracunan obat dapat mengakibatkan kerusakan pada fungsi organ. Hal yang umum terjadi adalah nefrotoksisitas
(ginjal), neurotoksisitas (otak), hepatotosisitas (hepar), imunotoksisitas (sistem imun), dan kardiotoksisitas
(jantung). Pengetahuan tentang efek toksisitas obat akan membantu perawat untuk mendeteksi dini dan mencegah
kerusakan organ secara permanen pada klien.
Interaksi antar obat
Hal ini terjadi ketika efek dari suatu obat terganggu akibat adanya obat lain atau makanan yang mempengaruhi
kerja obat didalam tubuh. Interaksi ini dapat berbentuk saling menguatkan efek terapi dari obat atau saling
bertentangan dengan efek terapi. Kadang-kadang makanan dapat juga mempengaruhi reaksi obat, contohnya adalah
deaktivasi antibiotik tetrasiklin akibat makanan yang berasal dari produk susu.
Dalam beberapa kasus, juga terjadi reaksi penggumpalan zat-zat yang tedapat didalam obat, hal ini disebut reaksi
inkompabilitas obat. Hampir seluruh obat-obatan akan berefek buruk bila berinteraksi dengan obat lainnya, namun
tidak selamanya dapat dihindarkan untuk memberikan obat yang tidak saling berefek merugikan.
Pemberian Obat
Dalam memberikan obat kepada klien, perawat harus memperhatikan hal-hal berikut :
Interpretasikan dengan tepat resep obat yang dibutuhkan
Perawat bertanggung jawab untuk melakukan interpretasi yang tepat terhadap order obat yang diberikan. Saat
order obat yang dituliskan tidak dapat terbaca, maka dapat terjadi misinterpretasi terhadap order obat yang harus
diberikan. Segera klarifikasikan kepada pemberi resep atau tim medis yang menulis resep bila terdapat
ketidakjelasan tulisan atau istilah yang digunakan, apalagi bila cara dan frekuensi pemberian tidak tercantum.
Lakukan evaluasi untuk melihat apakah jumlah dan cara pemberian yang diresepkan aman untuk dilakukan pada klien.
Ketahui dengan pasti atau lihat kembali dosis yang diberikan, cara pemberian, kontraindikasi, dan efek samping yang
mungkin terjadi sebelum memberikan obat. Bila perawat tidak yakin dengan cara pemberian atau dosis yang
diinginkan, tanyakan langsung pada tim medis karena perawat berhak dan bertanggung jawab langsung atas
keselamatan klien.
Hitung dengan tepat dosis obat yang akan diberikan sesuai dengan resep
Permintaan dosis obat biasanya ditulis dalam angka-angka matematika, begitupula dengan sediaan obat yang ada.
Perawat harus dapat menghitung dosis obat yang akan diberikan pada klien, walaupun pada beberapa obat sangat
berbeda antara sediaan obat dengan dosis obat yang akan diberikan. Bila dosis obat yang diinginkan sama dengan
dosisi obat yang tersedia, gunakan rumus berikut untuk menghitung dosis obat :
Contoh 1:
Bp. R membutuhkan 400 mg antibiotic sesuai dengan resep yang ada, tablet
antibiotic yang tersedia adalah 200 mg. Berapa tablet antibiotic yang perawat
harus berikan pada Bp. R ?
Jawab :
200 mg = 400 mg
1 X&&& tablet
Contoh 2 :
Ibu S, 65 tahun, harus diberikan obat antiaritmia (digoksin) sebanyak 0,25 mg per intra vena (IV).
Pada vial / kemasan obat tersebut tertulis 0,125 mg = 1 cc. Berapa cc digoksin yang harus perawat
berikan untuk Ibu S ?
Jawab :
Dosis digoksin yang harus Ibu S terima = X cc.
0,125 mg = 0,25 mg
1 cc X
0,125X = 0,25
X = 2 cc
Contoh :
An. P, 2 tahun, membutuhkan paracetamol untuk menurukan panas tubuhnya.Berat badan (BB) An. P 10 kg. Dalam kemasan
obat tercantum dosis untuk anak adalah 10 mg/KgBB.
Jawab: Misalkan Anak. P membutuhkan = a mg Paracetamol.
Maka a= 10 mg X 10 Kg = 100 mg
Gunakan prosedur yang sesuai dan aman, ingat prinsip 5 benar dalam pengobatan
Setelah memvalidasi dan menghitung dosis obat dengan benar, pemberian obat dengan akurat dapat dilakukan
berdasarkan prinsip 5 benar, yaitu :
1. Benar Klien
2. Benar Obat
3. Benar Dosis Obat
4. Benar Waktu Pemberian
5. Benar Cara Pemberian
Benar Klien
Benar klien berarti bahwa obat yang diberikan memang benar dan sudah dipastikan harus diberikan kepada klien
yang bersangkutan. Kesalahan identifikasi klien dapat terjadi jika terdapat 2 orang klien dengan nama yang sama
atau mirip berada pada satu ruangan atau unit. Untuk menghindari kesalahan pemberian, cocokkan selalu nama klien
pada papan nama di tempat tidur klien dengan catatan rekam medik
Benar Obat
Benar yang kedua adalah benar obat, yang berarti obat yang diberikan adalah obat yang memeng diminta untuk
diberikan kepada klien tersebut sesuai dengan dosis yang diinginkan tim medis. Kesalahan pemberian obat dapat
terjadi ketika dalam situasi :
Farmasist atau apoteker salah memberikan obat dengan obat yang hamper sama dengan obat yang dipesankan
Apoteker atau perawat salah memberikan obat yang mempunyai nama / merk sama dengan obat yang dimaksud
Tim medis atau pemberi resep salah menuliskan obat atau obat tersebut tidak sesuai dengan klien
Perawat memberikan obat yang tidak dipersiapkan oleh perawat sendiri
Perawat salah mengidentifikasi obat
Untuk mengurangi kesalahan pemberian obat dapat digunakan sistem “dosis obat per unit”, yaitu pemberian obat
yang telah dipersiapkan dan diberikan label oleh perawat atau apoteker yang bersangkutan., memeriksa kembali
label obat yang akan diberikan dengan catatan pemberian obat, mengetahui nama generic atau merk dagang obat
serta manfaat obat tersebut diberikan kepada klien, dan mendengarkan dengan teliti komentar klien tentang obat
yang diberikan, misalnya “ ini tidak seperti obat yang kemarin saya minum.”
Bila mendengar hal demikian, segera tarik obat yang akan diberikan dan cocokkan dengan catatan pemberian obat
atau order obat.
Benar Dosis Obat
Benar dosis obat berarti obat yang diberikan memang dosis yang diinginkan oleh tim medis dan dosis tersebut telah
sesuai untuk klien. Kesalahan dosis obat dapat terjadi bila tim medis memberikan obat yang tidak sesuai dengan
klien, apoteker salah mengeluarkan jumlah obat, perawat salah memberikan dosis obat, perawat atau asisten
perawat salah menuliskan kembali obat-obatan yang diresepkan oleh tim medis.
Kesalahan pemberian dosis obat dapat dihindari bila baik perawat dan apoteker sama-sama mengetahui dosis yang
diberikan. Perawat dapat melakukan pengecekkan ulang dengan tim medis bila terdapat keraguan dengan kesesuaian
dosis obat. Lakukan pengecekkan ulang terhadap dosis obat yang diberikan bila :
Pemberian obat secara oral dapat dilakukan melalui mulut dan langsung ditelan oleh klien, obat diletakkan dibawah
lidah (sublingual) atau diletakkan dipipi bagian dalam (buccal) serta ditunggu sampai obat tersebut larut. Pemberian
obat secara oral juga dapat dilakukan melalui selang nasogastrik (NGT).
Pemberian obat melalui oral atau mulut memang merupakan cara termudah dan paling sederhana. Cara tersebut
meminimalkan ketidaknyamanan pada klien dan dengan efek samping yang paling kecil, serta paling murah
dibandingkan dengan cara pemberian yang lain.
Bila klien tidak dapat menelan air atau cairan lain atau merasa mual dan muntah, pemberian obat per oral segera
dihentikan dan obat diberikan dengan cara lainnya. Dan jika klien dipuasakan (NPO – Nothing Per Oral) sebelum
dilakukan pembedahan, tim medis dapat memilih obat oral yang dapat diberikan dengan air yang terbatas. Atau obat
per oral dapat ditunda pemberiannya atau diberikan dengan cara yang lain bila klien baru saja selesai mengalami
pembedahan. Hal tersebut dilakukan sampai fungsi saluran pencernaan klien kembali normal.
Bila klien dilakukan gastricsuction atau terpasang NGT dengan tujuan bilas lambung, pemberian obat per oral
dihentikan dan diberikan dengan cara yang lain. Namun, beberapa dokter kadang tetap menginstruksikan pemberian
obat melalui NGT dengan menghentikan sementara proses bilas lambung, caranya adalah dengan menutup selang NGT
minimal selama 30 menit setelah diberikan obat melalui NGT.
Pemberian Topikal
Pemberian obat secara topical adalah pemberian obat dengan cara mengoleskan obat pada permukaan kulit atau
membran mukosa, dapat pula dilakukan melalui lubang yang terdapat pada tubuh (anus).
Obat yang biasa digunakan untuk pemberian obat topical pada kulit adalah obat yang berbentuk krim, lotion, atau
salep. Hal ini dilakukan dengan tujuan melakukan perawatan kulit atau luka, atau menurunkan gejala gangguan kulit
yang terjadi (contoh : lotion). Krim, dapat mengandung zat anti fungal (jamur), kortikosteorid, atau antibiotic yang
dioleskan pada kulit dengan menggunakan kapas lidi steril. Bersihkan dan keringkan kulit sebelum mengoleskan krim
obat tersebut. Krim dengan antibiotic sering digunakan pada luka bakar atau ulkus dekubitus. Sedangkan salep,
dapat digunakan untuk melindungi kulit dari iritasi atau laserasi kulit akibat kelembaban kulit pada kasus
inkontenansia urin atau fekal. Bersihkan dan tepuk-tepuk perlahan pada area yang diberikan salep.
Obat transdermal adalah obat yang dirancang untuk larut kedalam kulit untuk mendapatkan efek sistemik. Tersedia
dalam bentuk lembaran. Lembaran obat tersebut dibuat dengan membran khusus yang membuat zat obat menyerap
perlahan kedalam kulit. Lembaran ini juga dapat sekaligus mengontrol frekuensi penggunaan obat selama 24 – 72
jam.
Obat tetes atau salep mata digunakan untuk mengobati iritasi, infeksi atau glaucoma yang terjadi pada mata. Obat
tetes telinga diberikan untuk mengatasi infeksi telinga atau untuk menghancurkan kotoran yang mengeras didalam
liang telinga. Gunakan dalam suhu yang sama dengan lingkungan sekitar, karena bila terlalu panas atau dingin dapat
menyebabkan vertigo, mual dan nyeri pada klien.
Obat suppositoria atau rectal medication diberikan melalui anus dan berbentuk seperti peluru atau cairan. Diberikan
untuk mengatasi keluhan sistemik atau sebagai laksatif bila klien mengalami konstipasi. Namun, obat antiemetik
dapat juga diberikan melalui rectal bila pemberian dengan cara yang lain tidak berhasil. Cairan enema diberikan
melalui rectal dengan menggunakan alat khusus. Cairan enema terdiri dari gliserin cair, sejumlah 100 mL dan
dibiarkan sebentar sekitar 5 – 10 menit, sebelum akhirnya klien merasa ingin defekasi.
Vaginal douche atau medikasi / obat yang diberikan melalui vagina berupa busa, cairan, jelly, krim, atau tablet.
Indikasi pengobatan adalah untuk kontrasepsi, membunuh bakteri sebelum pembedahan, mengatasi keluhan atau
infeksi yang terjadi pada vagina atau untuk menstimulasi / mempercepat kelahiran bayi
Pemberian Parenteral
Pemberian obat melalui parenteral berarti pemberian obat melalui injeksi atau infuse. Dapat diberikan secara
intradermal (ID), subkutaneus (SC), intramuscular (IM) / jaringan intralesional, intravena (IV) / sirkulasi intra-
arterial, intraspinal atau melalui ruang intra-artikular.
Obat yang diberikan secara parenteral akan diabsorbsi lebih banyak dan bereaksi lebih cepat daripada obat yang
diberikan secara topical atao oral. Pemberian obat parenteral dapat menyebabkan resiko infeksi bila perawat tidak
memperhatikan dan melakukan tehnik aseptic dan antiseptic pada saat pemberian obat. Karena pada pemberian
parenteral, obat diinjeksikan melalui kulit, menembus sistem pertahanan kulit. Komplikasi yang sering terjadi adalah
bila pH, osmolalitas dan kepekatan cairan obat yang diijeksikan tidak sesuai dengan kondisi tempat penusukkan,
serta dapat mengakibatkan merusakan jaringan sekitar tempat insersi / injeksi. Peralatan yang khusus diperlukan
untuk menunjang pemberian obat parenteral, sehingga membutuhkan biaya yang lebih mahal dibandingkan pemberian
obat dengan cara yang lain.
Digunakan pada pembedahan untuk memberikan anestesi pada klien atau untuk mengatasi gangguan pernafasan.
Perawat anestesi memberikan obat-obatan anestesi melalui mesin respiratori yang tersedia di ruangan operasi.
Obat-obat yang dapat diinhalasi melalui mesin ventilator, inhaler-nebulizer, inhaler sekali pakai. Obat untuk
inhalasi dalam bentuk cair dimasukkan kedalam mesin ventilator atau nebulizer dan kemudian akan dirubah menjadi
partikel-partikel gas yang dapat dihirup melalui hidung. Pengobatan ini dilakukan sebagai bronkodilator, untuk
membuka jalan nafas dan memperbaiki pola nafas.
Pengobatan dengan inhalasi mempunyai efek yang sangat cepat terhadap kerja paru-paru dan mempengaruhi sirkulasi
oksigen di seluruh tubuh. Pada pengobatan inhalasi, perawat perlu untuk mengkaji status pernafasan klien
(ditunjukkan dengan pola nafas / usaha untuk bernafas, suara nafas, dan penggunaan otot-otot pernafasan) sebelum
dan sesudah pemberian obat melalui inhalasi.
Pengkajian sebelum memberikan obat kepada klien diperlukan untuk menentukan efektivitas dan mengidentifikasi
efek lain dari obat yang diberikan. Terutma bila terdapat gejala dari efek non terapi yang timbul seperti perubahan
kesadaran, penurunan berat badan, dehidrasi, agitasi atau kelelahan, anoreksia, retensi urin, atau gangguan
istirahat. Perlu juga diperhatikan reaksi antar obat atau efek obat terhadap penyakit.
Pengkajian keperawatan meliputi pengkajian terhadap riwayat penggunaan obat dahulu, dengan atau tanpa resep dan
obat tradisional. Perawat juga perlu mengkaji sistem pendukung dalam keluarga dan lingkungan bagi klien. Pastikan
tidak terdapat gangguan farmakodinamik atau farmakokinetik pada tubuh klien. Lakukan evaluasi terhadap
kemampuan klien mengkonsumsi obat yang diberikan secara benar. Lakukan pengkajian berkenaan dengan prinsip
hidupdan kepercayaan yang dimiliki klien berhubungan dengan pengobatan yang diberikan, apakah pengobatan
tersebut dapat melukai klien atau tidak.
Indikator Pengkajian :
Perencanaan
Pencegahan
Sebelum memberikan obat, perawat sebaiknya melakukan :
Baca kembali dengan teliti catatan pemakaian obat klien, hal ini dilakukan untuk menghindari pemberian
obat yang dapat mempengaruhi efek obat yang telah diberikan sebelumnya.
Diet makanan dan cairan klien, hal ini berkaitan dengan penatalaksanaan pengobatan pada klien. Untuk klien
yang akan menjalani pembedahan sementara waktu akan diperintahkan NPO, maka perawat harus
mengingatkan klien untuk menghentikan pemakaian obat secara oral, dan juga menanyakan kepada tim medis
obat pengganti untuk klien.
Hasil pemeriksaan laboratorium, yang berguna untuk mengevaluasi efek pengobatan (terapi dan non terapi).
Contoh : status koagulasi pada pembuluh darah vena, elektrolit darah (Na, K, Ca, P), level leukosit / trombosit,
serum kreatinin (fungsi ginjal), fungsi hepar (SGOT / SGPT).
Lakukan pemeriksaan fisik, sebelum memberikan obat perawat perlu melakukan pengkajian dengan cepat
meliputi kemampuan klien untuk menerima obat yang diberikan, misalnya : kemampuan menelan (PO), kondisi
pembuluh darah vena (IV), sistem gastrointestinal (peristaltik, mual, muntah), massa otot (IM), tanda-tanda
vital (TD/N/RR/S),
Intervensi
Saat dan setelah memberikan obat, yang harus perawat lakukan adalah :
Melakukan observasi akan efek non terapi yang timbul secara teratur
Berkolaborasi dengan tim medis dan farmasist untuk bersama-sama membuat strategi untuk meminimalkan
efek non terapi yang mungkin timbul pada klien.
Memberikan pendidikan kesehatan kepada klien terkait dengan interaksi obat dengan obat lain yang diberikan,
makanan, dan alkohol. Kebiasaan dan sifat adiktif terhadap obat, cara melakukan pencatatan sederhana
terkait pemakaian obat mandiri, tanda dan gejala yang mungkin timbul pada reaksi tubuh terhadap efek obat.
Dokumentasi dan Evaluasi
Kriteria evaluasi :
Klien akan memperlihatkan efek / reaksi tubuh yang minimal terhadap pengobatan.
Klien dapat memahami regimen / tata laksana pengobatan yang sedang dijalani.
Nakes yang terlibat menggunakan intervensi yang dapat mencegah masalah medikasi pada klien.
Dokumentasi :
nakes melakukan dokumentasi yang menyeluruh dan dapat diakses oleh seluruh tim yang terlibat.
Nakes selalu meningkatkan pengetahuan tentang pengobatan.
Kaji kemampuan staf keperawatan yang terlibat dalam melakukan pengkajian tentang pengobatan pada klien.
Selalu lakukan dokumentasi yang sesuai dan konsisten terkait respon klien terhadap pengobatan.
Berikan perawatan yang sesuai sebagai tindak lanjut terhadap masalah kesehatan yang mungkin timbul terkait
pengobatan.
Evaluasi selalu sumber masalah kesehatan yang timbul pada klien yang berhubungan dengan kebiasaan klien
yang timbul setelah pengobatan dilakukan.
Lalukan pendidikan kesehatan untuk mendorong pemahaman dan kedisplinan klien dalam mematuhi regimen /
tata laksana pengobatan yang telah ditetapkan.
Oktapeptida yang diproduksi oleh sel saraf dalam nukleus supraoptikus dan paraventrikularis di hypothalamus.
Sekresi ADH me
Klasifikasi diuretic
Klasifikasi diuretic
1. Diuretic osmotic
a. Sifat zat - Difiltrasi bebas oleh glomerulus
· Tidak atau sedikit di filtrasi - Zat inert
· Resisten terhadap perubahan metabolic