Anda di halaman 1dari 7

PENATALAKSANAAN PERDARAHAN RETROBULBAR

Laksmi Utari, Ni Made


Bagian/SMF IK Mata FK Universitas Udayana, RSUP Sanglah Denpasar

Abstract

Retrobulbar hemorrhage is a rare, vision-threatening ophthalmic emergency condition that may occur
spontaneously or following facial trauma, orbital surgery, endoscopic sinus surgery, and retrobulbar
injections. The clinical presentation includes pain, proptosis, decrease of vision, ophthalmoplegia,
impairment or loss of the pupillary reflect and increased of intraocular pressure. Treatment must be
initiated within a limited time in order to prevent its complication. Rapid diagnosis and immediate
lateral canthotomy and cantholysis must be performed and medical treatment can be added to surgical
therapy.

Keywords: Retrobulbar hemorrhage, lateral canthotomy cantholysis, ocular trauma

Pendahuluan
Perdarahan retrobulbar merupakan suatu kondisi darurat mata yang terjadi akibat adanya
perdarahan di daerah belakang bola mata. Kejadian perdarahan retrobulbar sangat jarang dan
dapat terjadi baik secara spontan, akibat trauma orbita, anomali pembuluh darah orbita,
komplikasi pembedahan mata dan sinus termasuk saat penyuntikan anestesi peribulbar atau
retrobulbar.1,2
Perdarahan retrobulbar bersifat progresif dan mengancam penglihatan yang ditandai dengan
proptosis, ophthalmoplegia, peningkatan TIO yang mendadak serta nervus optikus atau retina
yang pucat. Penurunan penglihatan yang terjadi bervariasi bahkan dapat menjadi permanen jika
tidak mendapatkan penanganan yang tepat sejak awal. Penanganan berupa pemberian
medikamentosa dan pembedahan harus segera diberikan setelah diagnosa ditegakkan. Deteksi
dini dan penanganan yang tepat sangat penting untuk mencegah hilangnya penglihatan.3-5

Epidemiology
Angka kejadian perdarahan retrobulbar sangat kecil, dengan penyebab paling sering yaitu
kasus trauma tumpul atau penetrasi orbita memiliki insiden 0.45-12%, 0.44%-3% pada injeksi
anestesi retrobulbar, 0.0052% pada kasus post operasi blepharoplasty, 0.3% pada penanganan
fraktur facial dan 0.006% pada pembedahan sinus endoskopik. 6-8
Faktor Risiko
Perdarahan retrobulbar sering kali dikaitkan pada beberapa kondisi seperti hipertensi yang
tidak terkontrol, penggunaan obat anti koagulan (aspirin, NSAID dan Coumadin), Valsava
maneuver post operatif (muntah dan batuk setelah pembedahan kelopak mata atau orbita),
koagulopati, penyakit pembuluh darah, diskrasia (trombositopenia, sirosis dan leukemia),
trauma orbita dan injeksi anesthesia retrobulbar.2

Etiopatogenesis
Perdarahan retrobulbar spontan jarang terjadi, biasanya disebabkan antara lain karena anomaly
vascular orbita (varix orbita, limfangioma atau AVM), adanya abnormalitas sistemik
(koagulopati, sickle cell, hipertensi tidak terkontrol atau septicemia), angkat barang berat,
menyelam, bersin atau maneuver lainnya yang menyebabkan peningkatan tekanan vena orbita.
Rongga orbita berisi bola mata dan jaringan orbita yang dibatasi oleh struktur tulang yang
terfiksasi sehingga hanya memungkinkan sedikit fleksiblitas ke anterior. Ketika terjadi
perdarahan di dalam rongga orbita akibat perdarahan spontan, trauma ataupun komplikasi post
operasi, menyebabkan terjadinya pembengkakan jaringan orbita. Keterbatasan ruangan
menyebabkan terjadi kondisi peningkatan tekanan intraocular. Tekanan intraocular yang
meningkat diatas tekanan sistolik menyebabkan penurunan perfusi ke bola mata, menekan
nervus optikus dan pembuluh darah siliaris longus dan brevis (akibat compartment syndrome)
sehingga terjadi iskemia retina, nervus optikus dan pada akhirnya menyebabkan kebutaan.7,9,10

Gambar 1. Mechanisme terjadinya kebutaan pada perdarahan retrobulbar 9


Gejala Klinis
Perdarahan retrobulbar akan menampilkan gejala rasa nyeri tiba-tiba, mual dan muntah, dan
diplopia. Pada pemeriksaan fisik biasanya didapatkan:1,3

Tajam penglihatan dan lapang pandangan menurun dengan adanya diskromatopsia (tanda-
tanda terjadinya neuropati optic)

Pemeriksaan eksternal akan tampak proptosis, kemosis, perdarahan subkonjungtiva difus,
edema periorbital, kelopak mata tegang

Pergerakan otot ekstraokular mengalami hambatan (ophthalmoplegia)

Pupil dapat terjadi RAPD hingga hilangnya reflex pupil

Pemeriksaan tonometry didapatkan peningkatan tekanan intraocular yang mendadak

Funduskopi tampak papilledema akibat neuropati optic kompresif, nervus optikus atau
retina yang pucat akibat oklusi dari arteri atau vena retina

Gambar 2. Gambaran klinis pasien dengan perdarahan retrobulbar3

Pemeriksaan penunjang radiologi dengan CT Scan atau MRI akan membantu menegakkan
diagnosis. Pada kondisi darurat yang berhubungan dengan trauma, CT Scan lebih dipilih karena
hasil cepat dan visualisasi anatomi tulang lebih baik. Sedangkan pada kondisi seperti anomaly
vascular, MRI akan memberikan informasi lebih baik dibandingkan CT Scan. Pada CT Scan
perdarahan retrobulbar akan menampilkan gambaran proptosis dan area hyperdense di daerah
orbita di belakang bola mata.3

Gambar 3. Gambaran radiologi (CT Scan) yang menunjukkan adanya suatu perdarahan retrobulbar 3
Diagnosis Banding
Diagnosis banding perdarahan retrobulbar diantaranya:5,6
 Abses retrobulbar
 Selulitis orbita
 Cavernous sinus thrombosis
 Carotid Cavernous sinus fistula
 Tumor orbita

Penatalaksanaan
Intervensi dini pada kasus perdarahan retrobulbar penting untuk mempertahankan penglihatan.
Penanganan bertujuan menurunkan tekanan intraorbita dan melindungi nervus optikus.
Pengobatan dengan medikamentosa biasanya dipertimbangkan pada kasus dengan perdarahan
retrobulbar yang ringan. Setelah diagnose perdarahan retrobulbar ditegakkan, harus segera
dilakukan tindakan evakuasi hematoma. Tindakan dekompresi harus dilakukan dalam 2 jam
setelah onset gejala untuk mencegah kerusakan permanen, dan untuk memperoleh
penyembuhan total dari retina maka tindakan harus dilakukan dalam 90 menit setelah onset
terjadinya perdarahan.3 Observasi ketat harus dilakukan sejak awal mendapatkan pasien
dengan kecurigaan terjadi perdarahan retrobulbar, yaitu setiap 15 menit selama 2 jam pertama,
setiap 30 menit selama 2 jam kedua dan selanjutnya setiap 1 jam.9
Penatalaksanaan secara farmakologis dapat sebagai tindakan alternative terhadap pembedahan
namun dapat juga diberikan bersama-sama dengan tindakan pembedahan dekompresi. Untuk
medikamentosa dapat diberikan injeksi acetazolamide 500 mg intravena atau intramuscular dan
hydrocortisone 100 mg intravena, atau sebagai alternative dapat diberikan infus cepat mannitol
20%.3 Pemberian acetazolamide akan menurunkan tekanan intraocular dengan cara
menghambat carbonic anhydrase yang akan menurunkan produksi humor akuos. Agen
hiperosmotik seperti mannitol akan menyebabkan penyusutan vitreus sehingga akan
mengurangi volume jaringan di orbita.9 Pemberian kortikosteroid akan mengurangi inflamasi
dan menstabilkan membrane sel terhadap kerusakan iskemik. Pemberian tetes mata timolol
maleate 1 hingga 2 tetes sehari juga dapat diberikan untuk mengurangi produksi humor akuos.3
Penanganan konservatif sederhana lainnya yang dapat dilakukan antara lain: posisikan kepala
lebih tinggi, kompres dingin, dan hindari penggunaan bebat yang justru dapat menekan dan
meningkatkan tekanan intraocular. Jika terdapat perbaikan pada penglihatan dan gejala local
yang dialami, maka terapi konservatif dilanjutkan hingga 5-7 hari.9
Tindakan dekompresi darurat harus dilakukan segera tanpa menunggu hasil radiologi jika
pasien datang dengan proptosis berat, perdarahan subkonjungtiva difus, penurunan
penglihatan, peningkatan TIO (>40 mmHg) dan RAPD (+), atau jika dengan penanganan
konservatif tidak terdapat perbaikan penglihatan dalam 30 hingga 45 menit. Tindakan
dekompresi darurat dapat dilakukan dengan cara melakukan kantotomi dan kantolisis. Prosedur
kantotomi dan kantolisis adalah sebagai berikut: lakukan desinfeksi kelopak mata dan kantus
lateral, injeksi anestes lidocaine dan epinephrine di kantus lateral, jepit kulit di kantus lateral
dengan hemostat atau klem Kelly selama 1-2 menit untuk meminimalkan perdarahan dan
menandai lokasi kantotomi, kantus lateral diinsisi menggunakan gunting 1-2 cm kearah rima
orbita sepanjang garis yang dibentuk oleh klem, kelopak bawah diretraksi hingga terlihat
tendon kantus lateral lalu potong tendon dan lepaskan dari rima orbita. Karena TIO yang tinggi,
seringkali hanya sedikit darah yang bisa keluar. Tekanan bola mata diharapkan akan turun
hingga <40 mmHg.11-13
Penanganan pembedahan definitif dilakukan jika tidak terdapat perbaikan setelah tindakan
kantotomi – kantolisis, yaitu dengan melakukan dekompresi orbita dalam bius umum.
Perdarahan atau hematoma didrainase melalui orbita atau ruang intrakonal. Prosedur ini selain
memperbaiki drainase darah dan infiltrasi radang, juga kita dapat melakukan pemasangan
selang drainase sehingga dapat menghambat pembentukan hematoma baru.14

Gambar 4. Prosedur kantotomi dan kantolisis 12


Gambar 4. Algoritma managemen perdarahan retrobulbar 3

Prognosis
Kondisi perdarahan retrobulbar harus dapat didiagnosa dengan cepat, diawasi dan tindakan
dekompresi harus segera dilakukan untuk mempertahankan penglihatan. Kebutaan terjadi pada
48% dari kasus perdarahan retrobulbar. Namun jika ditangani segera dan tepat, dalam waktu
60-120 menit setelah onset terjadinya perdarahan, maka insiden kebutaan menurun menjadi
sekitar 0.14%. Penatalaksanaan yang dilakukan segera memungkinkan penyembuhan yang
baik.5,7
Daftar Pustaka

1. Pamukcu C and Odabasi M. acute retrobulbar hemorrhage: An ophthalmologic Emergency for the
emergency physician. Ulus Travma Acil Cerrahi Derg. 2015; 21(4): 309-314.
2. Deveer M, Cullu N, Beydilli H, Sozen H, Yeniceri O and Parlak S. Spontaneus Retrobulbar Haematoma.
Case Reports in Radiology. 2015; vol 45:1-3.
3. Winterton JV, Patel K and Mizen KD. Review of Management Option for a Retrobulbar Hemorrhage. J Oral
Maxillofac Surg. 2007; 65: 296-299.
4. Viterbo S, Boffano P, Guglielmi V, Fasolis M, Palumbo C and Berrone S. Double Consecutive Retrobulbar
Hemorrhage in a High-Risk Patient in Treatment with Aspirin and Warfarin. J Craniofac Surg. 2012; 23:
1782-1784.
5. Colletti G, Valassina D, Rabbiosi D, Pedrazzoli M, Felisati G, Rossetti L, et al. Traumatic and Iatrogenic
Retrobulbar Hemorrhage: An 8-Patient Series. J Oral Maxillofac Surg. 2012; 70:e464-e468.
6. Gerbino G, Ramieri A and Nasi A. Diagnosis and treatment of retrobulbar haematomas following blunt
orbital trauma: a description of eight cases. Int. J.Oral Maxillofac. Surg. 2005; 34: 127–131.
7. Fattabi T, Brewer K, Retana A and Ogledzki M. Incidence of Retrobulbar Hemorrhage in the Emergency
Department. J Oral Maxillofac Surg. 2014:1-3.
8. Burkat CN and Lemke BN. Retrobulbar hemorrhage: inferolateral Anterior Orbitotomy for emergency
management. Arch Ophthalmol. 2005; 123: 1260-1262.
9. Sabharwal G, Agrawal A and Baisakhiya S. Traumatic Retrobulbar Haemorrhage: Aetiopathology and
management. Nigerian Journal of Ophthalmology. 2008; 16(2):48-50.
10. Kloss BT and Patel R. Orbital Compartment Syndrome from Retrobulbar Hemorrhage. Int J Emerg Med .
2010; 3:521-522.
11. Han JK, Caughey RJ, Gross CW and Newman S. Management of retrobulbar hematoma. Am J Rhinol. 2008;
22:522-524.
12. Ballard SR, Enzenauer RW, O’Donnel T, Fleming JC, Risk G and Waite AN. Emergency Lateral
Canthotomy and Cantholysis: A Simple Procedure to Preserve Vision from Sight Threatening Orbital
Hemorrhage. Journal of Special Operations Medicine. 2009; 9(3): 26-32.
13. Alteveer J and Lahmann B. An Evidence-Based Approach to Traumatic Ocular Emergencies. Emergency
Medicine Practice. 2010; 12(5):1-26.
14. Ribeiro AL, Reis AM, Ramalho DG, Junior SM and Pinheiro JJ. Pathophysiological mechanism of blindness
in facial trauma: A review. Open Journal of Stomatology. 2013; 3:183-191.

Anda mungkin juga menyukai