DISASTER PLAN
TENTANG
1
RUMAH SAKIT UMUM ISLAMI
" M UTIARA B UN DA"
ALAMAT : JL. RAYA PANTURA CENDERAWASIH
KECAMATAN TANJUNG - KABUPATEN BREBES 52254
TELP/FAX (0283) 877222, E-MAIL : rsia_mutiarabunda@yahoo.co.id
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
Ditetapkan di : Brebes
Pada tanggal : 30 September 2018
Direktur,
RSU Islami Mutiara Bunda
dr.Linaldi Ananta
NIK 0488 0616 060
Tembusan :
1. Semua Unit Kerja RS
2. Arsip
2
KATA PENGANTAR
Wassalamualaikum Wr.Wb.
Tim Penyusun
3
SAMBUTAN
DIREKTUR RSU ISLAMI MUTIARA BUNDA
Assalamualaikum Wr. Wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat segala karunia dan petunjuk-
Nya sehingga penyusunan Pedoman Manajemen Disaster Plan di RSU Islami
Mutiara Bunda telah dapat diselesaikan pada waktunya.
Proses penyusunan Pedoman Manajemen Disaster Plan di RSU Islami
Mutiara Bunda ini melibatkan beberapa pihak di rumah sakit. Dengan telah
disusunnya buku pedoman ini diharapkan dapat menunjang mutu di rumah sakit
terutama dalam hal mewujudkan rumah sakit yang mengutamakan keselamatan
dan keamanan pasien.
Akhirnya kami menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada
semua pihak atas bantuan dan perhatiannya yang telah diberikan dalam
penyusunan Pedoman Manajemen Disaster Plan di RSU Islami Mutiara Bunda.
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan bimbingan dan petunjuk
kepada kita sekalian dalam melaksanakan tugas ini. Amin.
Wassalamualaikum Wr.Wb
dr.LINALDI ANANTA
NIK.04880616060
4
DAFTAR ISI
SK PENETAPAN ............................................................................................. i
KATA PENGANTAR ...................................................................................... iii
KATA SAMBUTAN DIREKTUR ................................................................... iv
DAFTAR ISI .................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Latar Belakang .............................................................................. 1
B. Tujuan Pedoman ........................................................................... 2
C. Ruang Lingkup Pelayanan ............................................................ 2
D. Batasan Operasional ..................................................................... 3
E. Landasan Hukum .......................................................................... 4
BAB II STANDAR KETENAGAAN ............................................................. 5
A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia ............................................... 5
B. Distribusi Ketenagaan ................................................................... 8
C. Pengaturan Jaga ............................................................................ 8
BAB III STANDAR FASILITAS .................................................................... 9
A. Denah Ruang ................................................................................. 9
B. Standar Fasilitas ............................................................................ 9
BAB IV TATA LAKSANA PELAYANAN ..................................................... 10
BAB V LOGISTIK .......................................................................................... 27
BAB VI KESELAMATAN PASIEN ............................................................... 28
BAB VII KESELAMATAN KERJA ............................................................... 31
BAB VIII PENCATATAN DAN PELAPORAN ............................................. 35
BAB IX PENUTUP ......................................................................................... 36
5
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keamanan dan keselamatan bagi pengguna jasa (customer) menjadi
prioritas penyelenggaraan usaha dimasa ini. Penyelenggaraan lingkungan
kerja yang aman juga merupakan kewajiban perusahaan yang tertuang dalam
Undang-undang nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Pelayanan
dan operasional rumah sakit hendaknya juga tidak mengabaikan aspek
keamanan dan keselamatan baik bagi pasien, pengunjung, maupun karyawan.
Upaya menunjang keamanan dan keselamatan diwujudkan salah satunya
melalui kegiatan manajemen risiko. Manajemen risiko menekankan pada
keamanan dan keselamatan pasien, pengunjung, dan karyawan yang pada
hakikatnya merupakan tanggung jawab bersama, baik direksi, manajemen,
hingga staff. Adanya jaminan keamanan dan keselamatan mencerminkan
kualitas pelayanan yang professional sesuai dengan motto rumah sakit.
Adapun jaminan keselamatan dalam bekerja memastikan kelancaran
operasional pelayanan rumah sakit dengan memudahkan karyawan dalam
bekerja. Memprioritaskan keamanan dan keselamatan berarti
mempertahankan loyalitas baik konsumen maupun karyawan yang
harapannya akan mempertahankan pula income yang kontinu bagi eksistensi
rumah sakit.
Pelaksanaan monitoring yang selama ini dijalankan di rumah sakit
berupa kegiatan sporadic yang dilakukan unit-unti tertentu. Karena kurangnya
koordinasi unit-unit pelaksana monitoring tersebut maka sulit melakukan
analisis kebutuhan maupun penentuan anggaran yang sistematis. Sudah
saatnya rumah sakit membangun sistem monitoring dan evaluasi keamanan
dan keselamatan yang terintegrasi dengan melibatkan unit kerja yang ada.
Sistem monitoring dan evaluasi umumnya membutuhkan koordinasi agar
dapat segera dilakukan tindak lanjut juga untuk menjaga kesinambungan
program kerja antar unit. Adanya koordinasi meminimalisir terjadinya over-
1
lapping pekerjaan sehingga dengan demikian mendukung perencanaan
anggaran yang sistematis. Penyelenggaraan Monitoring lingkungan kerja
selain menjadi bagian dari proses manajemen risiko untuk menjalankan
fungsi pengawasan juga diharapkan meningkatkan awareness atau
kewaspadaan karyawan pada umumnya mengenai arti penting keamanan serta
keselamatan.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Sebagai implementasi program manajemen risiko terutama fungsi
pengawasan (monitoring) dan pemantauan kondisi keamanan dan
keselamatan bagi pasien, pengunjung, maupun karyawan.
2. Tujuan Khusus
a. Mendeteksi dan mengidentifikasi dini adanya kondisi berisiko dan
berbahaya;
b. Melakukan koordinasi antar unit kerja dalam upaya menerapkan
pengendalian risiko;
c. Memberikan rekomendasi keamanan dan keselamatan fasilitas,
pekerjaan, dan lingkungan kepada direksi berdasarkan hasil
pengendalian dan penilaian risiko.
C. Ruang Lingkup
Pedoman kesiapan menghadapi bencana RSU Islami Mutiara Bunda
meliputi :
1. Gambaran Umum Bencana
2. Pengorganisasian penanganan bencana, termasuk peran Rumah Sakit
pada kejadian bencana
3. System Komunikasi
4. Penanganan Bencana
5. Pencatatan dan Pelaporan
D. Batasan Operasional
2
1. Bencana Internal
Bencana internal adalah bencana yang terjadi didalam rumah sakit.
Potensi bencana (Hazard) yang mungkin terjadi di RSU Islami Mutiara
Bunda:
a. Kebakaran
Sumber kebakaran bias berasal dari dalam gedung bias juga terjadi
di luar gedung antara lain yang menyebabkan kebakaran adalah
konsleting listrik dan putung rokok yang masih mengandung api,
reaksi bahan mudah menyala (flammabel), dll.
b. Gempa Bumi
Lokasi kepulauan di Indonesia berada pada area lempengan bumi
dibawah laut yang sewaktu-waktu dapat bergerak dan menghasilkan
gempa dan kepulauan di Indonesia memiliki banyak gunung berapi
yang sangat memungkinkan terjadinya gempa bumi. Dampak
terjadinya gempa ini dapat terjadi di RSU Islami Mutiara Bunda
(bencana internal) atau di luar Rumah Sakit (lingkungan sekitar)
yang akan merupakan bencana external.
c. Kebocoran Gas/Bahan Mudah Menyala
Kebocoran gas dapat terjadi pada tabung-tabung besar gas maupun
central gas (gas medis maupun non medis) Rumah Sakit yang dapat
disebabkan adanya kecelakaan maupun kerusakan dan sabotase.
d. Ledakan
Ledakan dapat disebabkan oleh kebocoran gas maupun karena
ledakan bahan berbahaya yang ada lainnya di Rumah Sakit serta
bom yang dengan sengaja dipasang/diletakan didalam Rumah Sakit
oleh oknum dari luar.
e. Penyakit Menular
Penyakit menular dapat terjadi akibat pengelolaan sanitasi Rumah
Sakit yang kurang baik seperti pengelolaan air bersih yang baik
memenuhi syarat kesehatan, makanan yang tidak sehat, pengelolaan
sampah baik medis maupun non medis yang kurang baik, ruangan
3
yang tidak higienis, perkembangbiakan vector penyakit (nyamuk,
lalat dan kecoa) dan pencemaran air limbah. Penyakit menular
dikategorikan menjadi bencana pada saat penyakit tersebut menjadi
Kejadian Luar Biasa (KLB).
2. Bencana Eksternal
Bencana eksternal adalah bencana yang terjadi diluar lingkungan Rumah
Sakit. RSU Islami Mutiara Bunda sangat memungkinkan untuk
menerima korban bencana eksternal, maupun memberikan bantuan
terhadap korban bencana keluar RSU Islami Mutiara Bunda maupun
diluar RSU Islami Mutiara Bunda. Potensi bencana eksternal yang
berdampak kepada Rumah Sakit adalah : ledakan/bom, kecelakaan
transportasi, gempa bumi, tsunami, banjir, kebakaran, tanah longsor dan
letusan gunung berapi.
E. Landasan Hukum
1. Undang-Undang RI No. 23 tahun 2004 tentang pemerintah daerah
2. Undang-Undang RI No. 29 tahun 2004 tentang praktik Kedokteran
3. Undang-Undang RI No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
4. Undang-Undang RI No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
5. Undang-Undang RI No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
6. Kep. Menkes RI No. 448/Menkes/SK/VI/1993 tentang Pembentukan Tim
Kesehatan penanggulangan Bencana di setiap Rumah Sakit
7. Kep. Menkes RI No. 28/Menkes/SK/I/1995 tentang petunjuk pelaksanaan
Umum penanggulangan Medik Korban Bencana
8. Kep. Menkes RI No. 205/Menkes/SK/III/1999 tentang petunjuk
pelaksanaan permintaan dan pengiriman Bantuan Medik dari Rumah
Sakit Rujukan saat Bencana
9. Kep. Menkes RI No. 1653/Menkes/SK/XII/2005 tentang Pedoman
Penanganan Bencana Bidang Kesehatan
BAB II
4
STANDAR KETENAGAAN
2. Tim Evakuasi
Terdiri dari perawat, petugas kebersihan, petugas administrasi dan
keuangan
Bertugas :
5
Membantu pasien dan keluarganya untuk keluar dari gedung rumah
sakit menyelamatkan diri.
Menyelamatkan harta benda milik rumah sakit dan pasien.
3. Tim Keamanan
Adalah Satuan Pengamanan dari rumah sakit.
Bertugas :
Mengamankan lokasi bencana dari orang-orang yang tidak
bertanggungjawab.
Mengamankan jalur lalulintas ambulan, tenaga medis, dokumen-
dokumen, dan harta benda.
Mengamankan jalur transportasi intern rumah sakit.
4. Tim Medis
Dipimpin oleh dokter IGD yang bertugas saat itu dan dibantu oleh
perawat IGD.
Berwenang :
Menentukan kondisi kegawatdarurat korban.
Menentukan penanganan lanjut untuk para korban, misalnya dirujuk
atau tidak.
Menentukan tempat rujukan yang tepat buat korban.
Bertugas :
Memberikan pertolongan medis pertama kepada korban bencana.
6
6. Tim Penunjang
Tim Penunjang ini terdiri dari :
Penunjang medik yaitu radiologi, farmasi, laboratorium, ambulan,
rekam medis yang bertugas memberikan bantuan penunjang medis
sesuai bidangnya.
Penunjang Umum yaitu petugas tekhnik akan memberikan bantuan
penunjang yang sifatnya umum seperti mengamanan kelistrikan agar
tetap berfungsi dan dapat memberikan tenaga listrik sesuai
kebutuhan dan bantuan komunikasi, serta bantuan umum yang lain
yang dibutuhkan saat bencana.
7. Tim Khusus
Adalah petugas / perawat di Kamar Operasi
a. Bila ada operasi yang sedang berlangsung dan operasi harus
diselasaikan maka operasi diselesaikan dan ditutup sementara, maka
petugas kamar operasi bertugas :
Mengupayakan tenaga listrik tetap terjamin dengan
berkoordinasi petugas tekhnik.
Berkoordinasi dengan pimpinan disaster untuk kondisi dan
situasi bencana.
Petugas Kamar Operasi berwenang menghentikan kegiatan
operasi dan mengevakuasi pasien bilamana situasi bencana
tidak memungkinkan lagi.
b. Bila tidak ada operasi/operasi baru dimulai maka operasi dihentikan
dan dilakukan evakuasi pasien oleh petugas kamar operasi sesuai
ketentuan.
c. Bila Korban bencana dari luar Rumah Sakit, maka perawat Kamar
Operasi berperan menyiapkan segala sesuatu untuk persiapan
operasi, baik kamar operasi yang akan digunakan, tim oparasi yaitu
dokter anastesi dan dokter operator, dll, bagi korban yang
memerlukan tindakan operasi segera.
7
d. Perawat OK dapat dalam keadaan stand by di tempat atau bila
diperlukan perawat OK dapat menjemput korban yang telah tiba di
IGD rumah sakit.
B. Distribusi Ketenagaan
Pada saat terjadi bencana semua karyawan di RSU Islami Mutiara Bunda
memiliki tugas masing-masing, yaitu :
1. Kelompok Pemadam : Teknisi, Karyawan urusan pelayanan gizi dan
taataboga, laundry.
2. Kelompok Evakuasi Pasien : perawat, petugas cleaning service, care
giver, petugas administrasi.
3. Kelompok Evakuasi Dokumen dan Barang : staff personalia, keuangan,
rekam medis, farmasi, laboratorium, front office
4. Kelompok Pengatur lalu lintas dan pengamanan : satpam, petugas parkir.
C. Pengaturan Jaga
1. Komandan disaster tiap lantai/instalasi adalah kepala perawatan/kepala
urusan masing-masing unit kerja.
2. Semua karyawan yang berdinas pada saat kejadian bencana harus
menjalankan tugas sesuai pengelompokan tugas.
3. Tugas ketua disaster di luar jam kerja Direktur adalah kepala jaga.
4. Jika direktur atau tenaga jaga lainnya sedang cuti/tidak masuk maka
tugasnya digantikan oleh karyawan yang diberi wewenang sesuai
pendelegasian.
8
BAB III
STANDAR FASILITAS
A. Denah Ruang
B. Standar Fasilitas
Standar fasilitas kesiapan dan penanggulangan bencana di RSU Islami
Mutiara Bunda adalah sebagai berikut :
1. APAR
2. Selasar
3. Tandu Kasur
9
BAB IV
TATA LAKSANA
10
Menyiapkan fasilitas logistic seperti makanan dan minuman,
obat-obatan, pakaian dan transportasi
Menyiapkan SDM sesuai dengan standar pelayanan dan
kompetensi
Menyiapkan prosedur-prosedur khusus dalam pelayanan
medis.
b. Managerial support :
Menyiapkan pos komando
Menyiapkan SDM
Menyiapkan logistic
Menyiapkan alur evakuasi, titik kumpul penampungan korban
yang aman
Jika diperlukan menyiapkan lokasi dekontaminasi
Melakukan pendataan pasien dan pengiriman pasien
Menetapkan masa pengakhiran penanganan bencana
Menyiapkan fasilitas komunikasi didalam dan di luar Rumah
Sakit
Menangani masalah pemberitaan media dan informasi bagi
korban
Menyediakan fasilitas transportasi untuk petugas dan korban.
B. Komunikasi
Sistem komunikasi merupakan sistem esensial dalam pengorganisasian
bencana. Dalam keadaan diperlukan sistem komunikasi terpadu yang terdiri
dari :
1. Komunikasi penyampaian informasi
Informasi kejadian dilakukan pertama kali oleh petugas yang
mengetahui kejadian bencana kepada petugas satpam melalui alat
komunikasi yang ada / terdekat dengan petugas penyampaian informasi
harus menjamin bahwa informasi kejadian bencana tersebut sampai
11
kepada ketua tim penanganan bencana dengan menggunakan teknologi
komunikasi seperti telephone, handphone, HT dll.
Penyampaian informasi dilaksanakan sebagai berikut :
a. Pada jam kerja, satpam langsung menghubungi direktur sebagai
ketua tim penanganan bencana
b. Diluar jam kerja, satpam langsung menghubungi kepala jaga
sebagai ketua tim penanganan bencana. Kepala jaga langsung
menghubungi direktur untuk mendapatkan petunjuk dan arahan
selanjutnya.
Untuk menjamin terlaksananya komunikasi secara cepat, maka
petunjuk atau sasaran lain seperti daftar nomer telepon ketua penanganan
bencana (direktur dan kepala jaga harus tersedia dimeja satpam).
2. Komunikasi koordinasi
Merupakan komunikasi menggunakan sistem yang telah disepakati
dalam pelayanan administrasi (umum, keuangan) dan logistic koordinasi
dapat dilakukan internal antar Rumah Sakit eksternal. Untuk menjamin
komunikasi koordinasi secara tepat, disediakan daftar nomor telepon di
tiap unit kerja di dalam rumah sakit.
3. Komunikasi pengendalian
Merupakan komunikasi yang dilakukan pada operasional
penanganan bencana untuk menjamin terlaksana nya komunikasi
pengendalian secara cepat, diperlukan alat komunikasi seperti HT dan
Handphone, dll.
C. Penanganan Bencana
Pada situasi bencana aspek koordinasi kolaborasi untuk mengatur
proses pelayanan terhadap korban dan mengatur unsur penunjang yang
mendukung proses pelayanan sehingga dapat berjalan sebagaimana mestinya
pengelolaan bencana di Rumah Sakit pada sistem penanganan bencana adalah
sebagai berikut :
12
1. Penanganan Korban
Proses penanganan yang diberikan kepada korban dilakukan
secepatnya untuk mencegah resiko kecacatan dan atau kematian, dimulai
sejak di lokasi kejadian, proses evakuasi dan proses transportasi ke IRD
atau area berkumpul. Kegiatan dimulai sejak korban tiba di IRD.
Penanggungjawa : Ketua Tim Medical support (Ka IRD)
b
Tempat : Triase-IRD / lokasi kejadian / area berkumpul /
tempat perawatan
Prosedur :
Di lapangan:
a. Lakukan triage sesuai dengan berat ringannya kasus (Hijau, Kuning,
Merah)
b. Menentukan prioritas penanganan
c. Evakuasi korban ketempat yang lebih aman
d. Lakukan stabilisasi sesuai kasus yang dialami.
e. Transportasi korban ke IRD.
Di rumah sakit (IRD):
a. Lakukan triage oleh tim medik.
b. Penempatan korban sesuai hasil triage.
c. Lakukan stabilisasi korban.
d. Berikan tindakan definitif sesuai dengan kegawatan dan situasi yang
ada (Merah, Kuning,Hijau)
e. Perawatan lanjutan sesuai dengan jenis kasus (ruang perawatan dan
OK)
f. Lakukan rujukan bila diperlukan baik karena pertimbangan medis
maupun tempat perawatan.
13
hilang maupun tertukar. Sedangkan barang milik korban meninggal,
setelah di dokumentasi oleh koordinator tim forensik, selanjutnya
diserahkan ke pihak kepolisian yang bertugas di forensik.
Tempat : Ruang Triage-IRD
Penanggungjawab : Kepala Ruangan Triage IRD
Prosedur :
a. Catat barang yang dilepaskan dari korban atau dibawa oleh korban.
b. Bila ada keluarga maka barang tersebut diserahkan kepada keluarga
korban dengan menandatangani form catatan.
c. Tempatkan barang milik korban pada kantong plastik dan disimpan
di lemari/ locker terkunci.
d. Bila sudah 1 minggu barang milik korban belum diambil baik oleh
pasien sendiri maupun keluarganya, maka barang-barang tersebut
diserahkan kepada Ka Sub Bag Humas dengan menandatangani
dokumen serah terima, selanjutnya ka Sub Bag Humas menghubungi
pasien maupun keluarganya. Apabila dalam waktu 1 bulan barang
belum diambil, maka barang tersebut diserahkan oleh Ka Bag
Hukum.
14
c. Kepala Ruangan dan Wakil serta Perawat Primer menjelaskan pada
pasien/ keluarganya alasan pengosongan ruangan.
d. Kepala Ruangan mencatat ruangan-ruangan tempat tujuan pasien
pindah dan menginstruksikan petugas billing untuk melakukan
mutasi pada system billing.
e. Kepala Ruangan melaporkan proses pengosongan ruangan kepada
Ka. Bidang Keperawatan.
15
Pengaturan jumlah dan kualifikasi tenaga yang diperlukan saat
penanganan bencana. Tenaga yang dimaksud adalah SDM rumah sakit
yang harus disiagakan serta pengelolaannya saat situasi bencana.
Tempat : Bagian SDM
Penanggungjawab : Dir. SDM
Prosedur :
16
sesuai dengan jenis bencana yang terjadi. Instansi terkait yang dimaksud
adalah Satkorlak, Dinas Kesehatan Propinsi, Kepolisian, Dinas Pemadam
Kebakaran, SAR, PDAM, PLN, TELKOM, PMI, dan RS Jejaring,
Intitusi PendidikanKesehatan, Perhotelan dan PHRI.
Tempat : Pos Komando
Penanggungjawab : Komandan RS
Prosedur :
17
d. Bantuan obat & bahan/ alat habis pakai kepada LSM/ lembaga donor
adalah pilihan terakhir, namun apabila ada yang berminat tanpa ada
permintaan, buatkan kriteria dan persyaratannya.
e. Siapkan tempat penyimpanan yang memadai dan memenuhi
persyaratan
penyimpanan obat & bahan/ alat habis pakai.
f. Buatkan pencatatan dan pelaporan harian.
g. Lakukan pemusnahan/ koordinasikan ke pihak terkait apabila telah
kadaluwarsa dan atau tidak diperlukan sesuai dengan persyaratan.
18
i. Buatkan absensi kehadirannya setiap shift/hari.
j. Siapkan penghargaan/ sertifikat setelah selesai melaksanakan tugas
a. Catat semua asal, jumlah dan jenis donasi yang masuk baik berupa
obat, makanan, barang dan uang maupun jasa.
b. Catat tanggal kedaluarsa
c. Distribusikan donasi yang ada kepada pos-pos yang bertanggung
jawab :
Obat dan bahan/ alat habis pakai ke Ka. Instalasi Farmasi
19
Makanan/ minuman ke Ka Instalasi Gizi
Barang medis/ non medis ke Ka Bag Rumah Tangga
Uang ke Ka Sub Bagian Mobilisasi Dana
d. Laporkan rekapitulasi jumlah dan jenis donasi ( yang masuk, yang
didistribusikan dan sisanya) kepada Pos Komando.
e. Sumbangan yang ditujukan langsung kepada korban akan difasilitasi
oleh kepala ruangan atas sepengetahuan ketua manajemen support.
20
h. Lakukan monitoring secara rutin.
21
meninggal serta evakuasi dan lengkapi dengan data tindakan yang
telah dilakukan.
b. Informasi di update setiap 12 jam untuk 2 hari pertama (jam 08.00
dan jam 20.00) dan 24 jam untuk hari-hari berikutnya (jam 08.00).
c. Informasi ditulis pada papan informasi dan dipasang di pos
informasi.
d. Setiap lembar informasi yang keluar ditandatangani oleh komandan
bencana dan diserahkan kepada pihak yang membutuhkan oleh
penanggung jawab pos informasi.
a. Jumpa pers dilaksanakan setiap hari setiap jam 11.00 wita untuk 5
hari pertama, dua hari sekali untuk hari berikutnya dan seterusnya
bilamana dipandang perlu.
b. Undangan atau pemberitahuan kepada pers akan adanya jumpa pers
dilakukan oleh Ka Bag Hukum dan Humas.
c. Siapkan dan sebelumnya konfirmasikan informasi yang akan
disampaikan pada jumpa pers kepada Direktur Utama.
d. Jumpa pers dipimpin oleh Komandan Rumah Sakit
22
tamu ke unit pelayanan, bukan hanya berasal dari media regional,
nasional tetapi juga internasional sehingga perlu dikelola dengan baik.
Tempat : Posko Penanggulangan Bencana
Penanggungjawab : Ka. Sub Bagian Humas
Prosedur :
23
Semua korban bencana yang dirawat menggunakan label ID. Label
ID yang dipasangkan pada pasien berisi identitas dan hasil triage. Setelah
dilakukan tindakan life saving, label ID akan dilepas dan disimpan pada
rekam medik yang bersangkutan.
Tempat : Triage Titik Kumpul
Penanggungjawab : Ka. Instalasi Rekam Medik
Prosedur :
24
c. Siapkan ruangan rencana transit dan kebutuhan lainnya (makanan/
minuman) bila dibutuhkan.
d. Siapkan informasi/ data korban dan perkembangannya, data kesiapan
rumah sakit dan proses pelayanannya.
e. Koordinasi ke Ka Instalasi Pengamanan Rumah Sakit untuk
persiapan pengamanannya.
f. Koordinasikan Ka Bag RT dan Bidang Keperawatan untuk
kebersihan unit terkait.
g. Siapkan dokumentasi team dokumentasi RS
25
Mutiara Bunda. Perpindahan/ evakuasi korban ini dilakukan atas
persetujuan tim medis dengan keluarga maupun negara yang
bersangkutan bila korban adalah warga negara asing. Kelengkapan
dokumen medik serta persetujuan keluarga/ negara ybs diperlukan untuk
pelaksanaan proses evakuasi.
BAB V
LOGISTIK
Kebutuhan obat, alat – alat kesehatan, makanan dan lain – lain harus
disiagakan di bawah koordinasi dan pimpinan dari Ketua Tim Penanggulangan
bencana yang dalam hal ini dipimpin oleh Ka Unit IGD.
Perencanaan meliputi :
1. Siap untuk mensuplai kebutuhan tiap bagian.
2. Memiliki Listter baru dari supplier yang dapat mengirim dengan cepat
kebutuhan obat dan barang-barang kebutuhan.
3. Penyiapan persiapan persediaan obat-obatan gawat darurat.
4. Tersedianya petugas untuk mengatur obat setiapwaktu obat dibutuhkan .
5. Penyimpan makanan pada saat bencana dan mempertahankan persediaan
makanan untuk pasien dan petugas. Semua dana yang dikeluarkan dalam
kegiatan ini harus dibuatkan laporan pertanggungjawaban.
26
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN
A. Pengertian
Keselamatan Pasien (Patient Safety) adalah suatu sistem dimana rumah
sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi :
Asesmen resiko
Identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien
Pelaporan dan analisis insiden
Kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya
Implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko
Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh :
Kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan
Tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil
B. Tujuan
Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit
Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat
Menurunkan Kejadian Tidak Diharapkan ( KTD ) di rumah sakit
Terlaksananya program-program pencegahann sehingga tidak terjadi
pengulangan Kejadian Tidak Diharapkan ( KTD )
27
STANDAR KESELAMATAN PASIEN
1. Hak pasien
2. Mendidik pasien dan keluarga
3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
4. Penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk smelakukan evaluasi
dan program peningkatan keselamatan pasien
5. Mendidik staf tentang keselamatan pasien
6. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien.
KEJADIAN TIDAK DIHARAPKAN ( KTD ) ADVERSE EVENT :
Adalah suatu kejadian yang tidak diharapkan, yang mengakibatkan cedera
pasien akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil, dan bukan karena penyakit dasarnya atau kondisi pasien.
Cedera dapat diakibatkan oleh kesalahan medis atau bukan kesalahan medis
karena tidak dapat dicegah.
KESALAHAN MEDIS
Medical Errors:
28
Adalah kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan medis yang
mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien
KEJADIAN SENTINEL
Sentinel Event :
Adalah suatu KTD yang mengakibatkan kematian atau cedera yang serius;
biasanya dipakai untuk kejadian yang sangat tidak diharapkan atau tidak dapat
diterima, seperti : operasi pada bagian tubuh yang salah.
Pemilihan kata “sentinel” terkait dengan keseriusan cedera yang terjadi
( seperti, amputasi pada kaki yang salah ) sehingga pencarian fakta terhadap
kejadian ini mengungkapkan adanya masalah yang serius pada kebijakan dan
prosedur yang berlaku.
29
BAB VII
KESELAMATAN KERJA
30
komite K3 atau instalasi K3 sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan nomor 66
tahun 2016 tentang standar kesehatan dan keselamatan kerja di rumah sakit.
Dalam permenkes 66 TH 2016 juga disebutkan tentang 5 prinsip SMK3 (Sistem
Manajemen K3) sesuai dengan PP 50 Tahun 2012 tentang SMK3. Lima prinsip
tersebut adalah:
1. Kebijakan
2. Perencanaan
3. Implementasi
4. Monitoring Evaluasi
5. Tindak lanjut/perbaikan berkelanjutan
Artinya, dalam menerapkan K3 di rumah sakit harus dimulai dengan
Komitmen dari Top Manajemen atau direktur rumah sakit yang dituangkan dalam
bentuk kebijakan K3. Hal ini juga dinyatakan didalam MFK 1 tentang
Kepemimpianan dan Perencanaan. Tanpa komitmen yang kuat dari direktur rumah
sakit maka penerapan K3 secara baik akan menjadi sulit diwujudkan. Ada
beberapa langkah berikut yang dapat dilakukan dalam menerapkan K3 di rumah
sakit, langkah ini menjadi penting karena K3 Rumah Sakit dapat dikatakan
merupakan hal yang baru dan masih dianggap belum begitu penting, yaitu:
1. Mendapatkan komitmen dari Direktur Rumah Sakit. Langkah awal dalam
penerapan K3 rumah sakit adalah dengan mendapatkan komitmen dari
direktur rumah sakit, artinya direktur rumah sakit secara serius mendukung
dan terlibat dalam program-program K3 yang akan dijalankan.
2. Membentuk komite K3. Setelah mendapatkan komitmen dari direktur
rumah sakit, dan salah satu bentuk wujud dari komitmen tersebut, direktur
membentuk Komite K3 rumah sakit dimana ketua komitenya adalah
direktur atau satu level dibawahnya. Komite K3 rumah sakit bertugas
mebuat kebijakan K3 RS dan program-program K3 lainnya. Pembentukan
Komite K3 RS disertai dengan Surat Keputusan (SK) direktur, ada dua
jenis SK yang perlu dikeluarkan oleh direktur, yaitu:
a. SK Pembentukan Organisasi Komite K3, dan
b. SK penunjukan/penugasan untuk semua anggota Komite K3.
31
3. Setelah komite K3 terbentuk, maka dilakukan kick off meting untuk
membahas rancangan Kebijakan K3 Rumah Sakit yang nantinya akan
ditanda tangani oleh direktur rumah sakit. Kebijakan K3 RS
mencerminkan komitmen K3 dari direktur rumah sakit untuk mematuhi
peraturan perundangan terkait K3 yang berlaku, komitmen untuk
merencanakan dan menerapkan K3 untuk mencegahan Kecelakaan Akibat
Kerja (KAK) dan Penyakit Akibat Kerja (PAK) bagi semua staff/karyawan
rumah sakit baik yang permanen, kontrak, outsourcing atau
vendor/kontraktor. Kebijakan dibuat dalam bentuk tertulis dan ditanda
tangani oleh direktur.
4. Langkah berikutnya adalah melakukan sosialisasi kebijakan K3 kepada
seluruh karyawan rumah sakit untuk mendapatkan dukungan dan
keterlibatan dari seluruh karyawan. Sosialisasi ini melibatkan semua
manajemen termasuk direktur. Hal ini penting dilakukan untuk
menunjukan keseriusan dari semua manajemen dalam penerapan K3 di
rumah sakit. Kegagalan dalam mensosialisasikan kebijakan K3 kepada
seluruh karyawan akan berakibat pada kegagalan dalam penerapan
program-program K3 berikutnya. Sosialisasi dapat dilakukan dalam
bentuk komunikasi langsung oleh direktur kepada seluruh karyawan
rumah sakit, atau berjenjang melalui manajemen rumah sakit sampai pada
level karyawan paling bawah. Sosialisasi tidak hanya membacakan poin-
poin kebijakan akan tetapi juga penjelasan yang detil dari poin-poin
tersebut agar dapat dipahami oleh semua karyawan.
5. Setelah sosisaliasi kebijakan dilakukan dengan baik, maka dilanjutkan
dengan membuat perencanaan program-program K3. Langkah ini dimulai
dengan Identifikasi Bahaya di tempat kerja. Kenapa membuat program K3
dimulai dengan identifikasi bahaya? Kenapa tidak copy paste saja dari
rumah sakit lain?, tentu saja hal tersebut tidak bisa kita lakukan, karena
program K3 adalah program pengendalian bahaya dan risikoditempat
kerja, maka harus dimulai dengan melihat dan mengenal
(mengidentifikasi) bahaya dan risiko ditempat kerja masing-masing,
32
karena potensi bahaya dan risiko disetiap tempat bisa berbeda-beda.
Identifikasi bahaya bisa dilakukan dengan berbagai teknik atau metode,
misalnya dengan teknik inspeksi, job safety analisis (JSA) atau
qualitative risk assessment (HIRA). Dari hasil identifikasi bahaya makan
dibuatlah program-program pengendalian dari bahaya dan risko yang
ditemukan. Dalam membuat program K3 harus ditentukan sasaran yang
ingin dicapai, tolok ukur keberhasilan (KPI), penanggung jawab
pelaksana, target waktu dan anggaran yang diperlukan.
6. Langkah berikutnya menerapkan atau menjalankan program yang sudah
dibuat. Penerapan program adalah menjadi tanggung jawab semua
instalasi rumah sakit, tergantung pada jenis program yang dijalankan di
instalasi masing-masing. Komite K3 bertanggung jawab mengawasi,
mengevaluasi dan memberikan masukan terhadap program K3 berjalan.
7. Untuk memastikan konsistensi penerapan program K3 agar tetap berada
pada jalur yang ditetapkan, maka perlu dilakukan monitoring dan evaluasi
(Monev) secara berkala. Ada tiga cara dalam melakukan monev, yaitu:
a. Inspeksi K3 secara berkala, paling kurang 1 kali dalam 1 bulan.
b. Audit K3 minimal 1 kali dalam 1 tahun
c. Rapat komite k3 untuk membahas program-program berjalan atah
hasil inspeksi K3, minimal 1 kali dalam 1 bulan.
8. Langkah terakhir dan juga merupakan kunci keberhasilan dari program K3
dalam Tindak Lanjut atau perbaikan secara terus-menerus dari hasil
temuan Monev yang dilakukan. Temuan-temuan yang merupakan gap atau
kekurangan dalam implementasi program K3 harus diperbaiki dan ditindak
lanjuti. Ada tiga kelompok temuan dari kegiatan Monev, yaitu:
a. Potensi bahaya dan risiko yang sudah dikendalikan dengan baik,
ini harus dipertahankan.
b. Potensi bahaya dan risiko yang dikendalikan parsial, ini harus
diperbaikan dan dilenkapi pengendaliannya.
c. Potensi bahaya dan risiko yang belum dikendalikan sama sekalu,
ini harus dibuat program pengendaliannya.
33
BAB VIII
PENCATATAN DAN PELAPORAN
A. Pencatatan
1. Inventarisasi korban personel
a. Jumlah pasien
b. Jumlah korban dan keadaan korban dari yang luka, meninggal dan
hilang
c. Jumlah petugas
2. Inventaris Material
a. Dokumen
b. Uang
c. Bangunan
d. Alat kesehatan dan material lain
3. Inventaris Fungsi
a. Fungsi listrik, AC, Gas untuk keperluan pasien
b. Fungsi peralatan dan Umum
c. Fungsi komunikasi, logistic pendukung pasien
B. Pelaporan
Tim penanggulangan bencana membuat laporan rinci dan lengkap dari
penanggulangan bencana serta akibat yang ditimbulkan menyangkut kerugian
jiwa, harta dan prasarana yang lain berkaitan langsung dengan
34
operasionalisasi Rumah Sakit. Laporan diserahkan ke Direktur maksimal
1x14 jam setelah kejadian.
BAB IX
PENUTUP
35