Anda di halaman 1dari 41

11.

T I N J A U A N PUSTAKA

2.1. B u a h j e n g k o t .
B u a h j e n g k o l (P. Cobaturn) m e r u p a k a n m a k a n a n k e g e m a r a n
yang populer bagi kelompok masyarakat t e r t e n t u di Indonesia, d a n
diberi nama yang berbeda s e p e r t i Jengkol u n t u k daerah Jawa, Lubi
untuk daerah Sulawesi, Jariang untuk daerah Minangkabau, Jaring
untuk daerah Lampung, d a n J o r i n g a t a u J e r i n g untuk daerah Batak.
Pohon jengkol tingginya mencapai 26.meter, d a n tumbuh baik pada
dataran rendah maupun dataran tinggi. Jengkol selain dipakai
sebagai lauk pauk, juga t e r c a t a t dipakai s e b a g a i obat diare, b a h a n
keramas rambut, bahan karbohidrat alternatif, dan untuk diambil
bahan kayunya, demikian disampaikan oleh Burkill (1935).
S o e m i t r o (1987), m e n c o b a m e n e l i t i k u l i t l u a r b u a h j e n g k o l , y a n g
diduga mempunyai khasiat menurunkan gula darah (obat anti
diabetik), tetapi belum dapat memisahkan bahan aktifnya, sehingga
belum ditawarkan sebagai obat alternatif untuk mengatasi masalah
diabetes, mengingat kemungkinan a d a bahan a k t i f lain.
Pohon jengkol berbuah secara musiman antara November-
Januari. Bila dimakan, bau jengkol yang khas dapat ditemukan
pada mulut, a i r kemih, keringat d a n feses.
Daya racun buah jengkol selama ini dipercaya berasal dari
b a h a n asarn j e n g k o l a t ( C y s t e i n e t h i o a c e t a l of f o r m a l d e h y d e ) , a s a m
a m i n o non-esensial yang terkandung dalarn buah jengkol segar.
Asam jengkolat mempunyai rumus bangun:

L-djenkollc acid

Gambar 0 1 : Rumus bangun asam jengkolat (West and Todd,


1957)

Senyawa ini bersifat amfoter, dapat larut dalam suasana


asam maupun basa. Kristal berwarna putih d a n tidak berbau. Daya
l a r u t d a l a m a l r s a n g a t k e c i l , y a i t u s e k i t a r 1 0 . 2 0 m g d a l a m 10 m l
a i r , d a n p a d a pH i s o e l e k t r i k 5,5 t e r j a d i p e n g e n d a p a n k r i s t a l a s a m
jengkol (Oen u.,1 9 7 2 ) . Buah jengkol berbentuk cakram,
berbelah dua, warna merah kecoklatan, dinding luar buah keras.
Buah jengkol mengandung berbagai bahan yang sangat
bermanfaat. Berikut ini dapat dilihat berbagai kandungannya:

Tabel 01: Komposisi bahan dalam buah jengkol


1 Kandungan [ jumlah Kandungan I
Jumlah I 1
I
Kalori 20.0 gr Fe 0 . 7 mg
Protein 3.5 gr Vit. A 240.0 ip
Lemak 0.1 gr Vit. B 0 . 1 mg
Hidrat Arang 3.1 gr Vit. C 12.0 mg

1F [ 2 5 . 0 mg
Sumber : Direktorat Gizi (1972)
Bahaya keracunan jengkol ternyata tidak mengurangi minat
penggemarnya, bahkan dicari berbagai alternatif untuk
meningkatkan pemasaran sambil mencoba mengurangi daya racun
seperti membuat berbagai menu hidangan, menghindari gabungan
makanan yang sepet-sepet, juga dengan membuat dalam bentuk
keripik (emping jengkol). Oen, Kusumahastuti dan Parwati (1991),
dengan metode kromatografi kertas saring, telah menellti bahwa
kandungan asam jengkolat dalam buah jengkol meningkat sesuai
dengan usia buahnya, tetapi ini tidak mendukung sebab jengkol
muda biasanya tidak dipakai sebagai komodlti makanan. Tentang
keripik jengkol, Oen dan Kusumahastuti (1973) melakukan
penelitian memakai metode krornatografi kertas saring, dan
memang menemukan bahwa kandungan asam jengkol berkurang
secara bermakna (berkurang 41-60%, dari 210 mg/buah menjadi
120 mg/buah), yang diduga k a r e n a pada proses pembuatannya.
yang harus dengan menumbuk-numbuk buahnya, sehingga banyak
cairan yang mengandung asam jengkolat ikut keluar. Pengurangan
kandungan asam jengkolat ini diakui sangat berarti dalam
menurunkan kesempatan timbulnya keracunan, tetapi tetap tidak
menjamin bebasnya penggemar dari bahaya keracunan jengkol,
seperti dilaporkan oleh Sadatun dan Suharjono (1968), yang
mencatat bahwa dari 50 kasus keracunan jengkol, didapatkan 4
diantaranya karena makan keripik. Survai oleh Vachvanichsanong
d a n Lebel (1997) d i Thailand, j u g a mencatat bahwa hematuria yang
muncul, tidak mengurangi minat anak-anak penggemar jengkol.

2 . 2 . K e t a c u n a n jengkol
Masalah keracunan jengkol telah diketahui sejak 60 tahun
lebih, dan kecurigaan bahwa penyebab pokok adalah asam
jengkolat yang terkandung dalam buahnya, telah disampaikan oleh
van Veen dan Hyman (1933). Pada pemeriksaan a i r kemih, d a p a t
ditemukan hablur-hablur yang berupa jarum-jarum runcing, dan
y a n g k a d a n g - k a d a n g b e r g u m p a l m e n j a d i i k a t a n - i k a t a n (rosette).
Setelah beberapa waktu, hablur-hablur itu menghilang d a r i a i r
kemih, tetapi bila air kemih yang itu dipanaskan, maka diatas kaca
obyek, hablur itu akan tampak kembali. Selanjutnya, bila
dilakukan sistoskopi, akan tampak hiperemia selaput lendir buli-
buli (vesica u r i n a r ~ a ,kandung kemih), kadang-kadang hanya
berupa pelebaran pembuluh darah, kadang-kadang kemerahan itu
sedemikian menyebarnya sehingga seolah-olah kita melihat dalam
sebuah bola yang berwarna merah. Hablur-hablur itu sering tampak
terapung-apung dalam cairan, sehingga seakan-akan kita
memandang suatu langit merah yang bertaburan bintang.
Adakatanya hablur i t u begitu banyaknya, sehingga uretra
tersumbat. Ureter juga dapat tersumbat dan ini terjadi pada salah
satu atau kedua-duanya. Sumbatan-sumbatan yang terjadi a k a n
menyebabkan anuria bersifat mekanik. Dalam keadaan demikian,
sisakit mengeluh rasa pegal atau sakit didaerah pinggang. O l e h
karena terjadi sumbatan ureter dan uretra, maka terjadilah retensi
dan bila dibiarkan, terjadilah ekstravasasi dan timbullah infiltrat
air kemih pada jaringan sekitar. Infiltrat ini bisa terjadi pada
penis, dan bisa meIuas k e skrotum dan suprapubis.
Szdatun dan Utama (1971) menyebutkan bahwa keracunan
jengkol merupakan salah satu masalah urologik yang memerlukan
penanganan dengan segera d a n bila diperlukan dapat dilakukan
tindakan bedah sebagai upaya penyelamatan.
Penelitian keadaan keracunan dan penyebabnya, tidak banyak
dilaporkan sejak waktu tersebut. Pembicaraan dan penelitian
berikutnya, mulai marak diangkat kepermukaan setelah terjadi
l e d a k a n k e r a c u n a n j e n g k o l yang m i r i p s u a t u e p i d e m i p a d a t a h u n
1 9 5 9 . D a r i l a p o r a n M o e n a d j a t &. (1963), dalam kurun waktu
Agustus-Desember 1959, telah dirawat 50 kasus keracunan jengkol
a n a k yang tergolong berat, sedang pada kurun waktu s a m a d a r i
Januari-Juli 1959, hanya 7 kasus.
Upaya mengungkapkan berbagai masalah berkaitan dengan
keracunan jengkol berkembang pesat, misalnya penyelidikan
memakai kromatografi kertas yang mencatat bahwa asam jengkolat
terdistribusi secara merata dalam buahnya ( O e n &&., 1972);
penyelidikan peneropongan (sistoskopi) yang memperlihatkan
adanya kristal dalam jumlah besar didalam kandung kemih dan
m u a r a u r e t e r ( M o e n a d j a t &LC.,
1963); penyelidikan kromatografi
kertas saring yang membuktikan bahwa asam jengkolat selalu
d i d a p a t k a n d a l a m u r i n s e t i a p p e m a k a n b u a h j e n g k o l ( O e n &.,
1972); pemberian label di unsur belerang pada asam jengkoiat
(35~-labelleD
d j e n k o l i c a c i d ) untuk k e p e r l u a n p e r u n u t a n p e r j a l a n a n
asam jengkolat (Oen, 1972). Penyelidikan juga dilakukan dinegara
lain seperti Malaysia (Segasothy w., 1 9 9 5 ) dan Thailand
(Vachvanichsanong dan Lebel, 19971, b a h k a n mereka telah
melakukan biopsi ginjal pada penderita yang dirawatnya.
Keracunan jengkol dapat menimpa siapa saja, baik usia t u a
maupun muda. Walaupun jumlah kasus keracunan belakangan ini
tidak terlalu banyak d a n catatan beberapa kota besar di Indonesia
berjumlah kurang seratus orang pertahun untuk kelompok anak,
Sjamsudin dan Suharto (1978) menerangkan bahwa jumlah
penderita keracunan jengkol menduduki nomor 2 dari seluruh
keracunan anak yang dilaporkan setelah keracunan minyak tanah.
Suharjono (1968), mencatat sebagian diantaranya masuk dalam
kategori gagal ginjal akut, d a n ada yang berakhir dengan kematian.
Sampai s a a t ini, para klinisi tetap berpedoman bahwa sumber
bencana adalah pembentukan kristal asam jengkolat pada saluran
kemih, dan obstruksi ysng terjadi dituding sebagai pangkal
masalah yang mengakibatkan gagal ginjal akut (Tambunan, 1990).
Yang menarik daIam keracunan jengkol i n i a d a l a h laporan
Suharjono dan Sadatun (1968), tentang kapan munculnya keluhan .

T a b e l 0 2 : L a m a w a k t u m u r ~ c u l n y ak e l u h a n s e t e i a h j e n g k o l
dikonsurnsi
Waktu muncul Jumlah Persentase
Keluhvl (jam) penderita pendeii ta
2 3 Kurang 5 jam
4 1 8%

Dari 5-12 jam

56%

12 11
18 3 Diatas 12 jam
24 3

? 9
Sumber: Suharjono dan Sadatun (1968)
I

Disamping itu, dilaporkan juga bahwa pada penderita


keracunan ini, hanya 60% penderita ysng memperlihatkan kristal
dalam urinnya. Jumlah buah yang dimakan juga sangat bervariasi
yaitu antara 1-10 buah jengkol. Jelas dari laporan ini bahwa
jengkol menimbulkan masalah dalam waktu sangat cepat, sehingga
proses yang mengawalinya tentu berjalan kurang d a r i 2 jam. D a r i
catatan klinis, ketiga anak yang menderita keracunan dalam 2 j a m
tersebut, mengeluh kolik, kencing berkurang bahkan a d a yang
oligouria, dan nyeri saat kencing.
Hal yang ditemukan pada ketiga anak i n i d a p a t d i l i h a t dari
tabel berikut:

Tabel 03: K e a d a a n y a n g d i t e m u k a n p a d a 3 a n a k y a n g
mengalami keracunan jengkol 2 jam setelah
mengkonsumsi jengkol
No Darah &lam Kristal Jumlah Keluhan
urin urin
I+ - retensi disuria
, I 1

2 1+ 1+ [ retensi disuria
d m kolik
3 3+ l+ oligouri disuria
dan kolik
Sumber: Suharjono dan Sadatun ( 1 9 6 8 )

Suharjono (1967), saat memperhatikan kasus keracunan


jengkol, dalam bahasannya telah menyampaikan bahwa dia yakin
tentang penyebabnya adalah asam jengkolat, tetapi tidak mampu
menjelaskan patogenesis dari anuria, walaupun hiperemia saluran
kemih yang ditemukan o l e h Moenadjat m.( 1 9 6 3 ) , diyakininya
tidak mungkin mengakibatkan oligo dan anuria.
Segasothy u.( 1 9 9 5 1 , melakukan berbagai pemeriksaan
pada keracunan jengkol ini, misalnya pemeriksaan biopsi ginjal.
dan telah melihat dibawah mikroskop bahwa glomerulus tidak
mengalami kerusakan berarti, dan melihat fokus-fokus nekrosis
tubuler yang luas. Pemeriksaan USG (ultrasonography) yang
dilakukannya, tidak mampu mendeteksi kristal pada penderita
gaga1 g i n j a l y a n g d i t a n g a n i n y a . A l a t a s ( 1 9 9 4 ) , j u g a m e l a k u k a n
biopsi ginjal dan melihat bahwa terjadi kerusakan pada epitel
tubulus daerah proksimal. Pemeriksaan ultrasonografi yang
d i l a k u k a n juga tidak rnendeteksi adanya kristal. KesimpuIan yang
diambil o l e h kedua peneliti, masih belum berubah yaitu sumber
masalah adalah obstruksi saluran kemih akibat pembentukan
kristal.
T e l a h j u g a s a m a - s a m a d i k e t a h u i b a h w a diagriosa k e r a c u n a n
ini tidak s u l i t yaitu sesudah makan jengkol beberapa biji, terjadi
sakit perut, kadang-kadang disertai muntah, penderita mengeluh
serangan kolik, nyeri berkemih, . jumlah air kemih sangat
berkurang, bahkan beberapa mengalami air kemih macet total
(anuria), beberapa menceritakan bahwa kencingnya berdarah
(hematuria), hawa napas, keringat dan kemih bau jengkol, hingga
seakan penderita sendiri sudah menegakkan diagnosanya. Dalam
studi kepustakaan, Suharjono (1968), menyampaikan bahwa
s e r a n g a n k e r a c u n a n j e n g k o l t i d a k m e m b e d a k a n urnur, j e n i s k e l a m i n
d a n ras, namun penderita umumnya dari lapisan masyarakat yang
tergolong sosio-ekonomi rendah. Juga dicatatnya bahwa sudah
sejak 1927, Heyne melihat bahwa disamping kandungan
karbohidrat yang tinggi, buah jengkol mengandung juga minyak
etherik (etherische olien) yang bila dimakan dalam jumlah
b e r l e b i h a n d a p a t menimbulkan keracunan. O l e h van V e e n d a n
Hyman (1933) . disampaikan bahwa asam jengkol (djenkolzuur)
yang berbentuk kristal dalam urin segar pemakan jengkol, dituding
sebagai penyebab keracunan jengkol. Disamping itu, d i a juga
mencoba mereka-reka faktor alergi, dan/atau faktor kerentanan
yang kesemuanya tidak dapat dibuktikannya.
Suharjono ( 1 9 6 8 ) , menawarkan gradasi beratnya keracunan
dalam 3 tingkatan yaitu ringsn, bila hanya merupakan keluh kesah
sakit pinggang yang kadang-kadang disertai muntah, dan hanya
terjadi hematuria; b e r a t , bila terjadi a i r kemih sangat berkurang
(oligouria); sangat b e r a t , bila sudah terjadi urin tidak a d a sama
sekali (anuria). Gradasi sedang, tidak ditawarkannya mungkin
k a r e n a h e m a t u r i a d i a n g g a p ha1 y a n g w a j a r d a n l a z i m , s e d a n g
berkurangnya jumlah air kemih dilihatnya sebagai tolok ukur
keadaan berbahaya dan dapat dengan cepat berkembang menjadi
gaga1 g i n j a l a k u t y a n g s a n g a t m u n g k i n m e n g a k i b a t k a n k e m a t i a n .
Dari kasus keracunan jengkol, Suharjono dan Sadatun
(1968), mencatat bahwa korban b e r a t sebagian besar adalah anak-
anak, usia antara 4-12 tahun, laki-laki lebih banyak dari
perempuan. Tentang usia ini, terdapat usia yang sangat muda yaitu
1'4 t a h u n , y a n g m e n g g a m b a r k a n b a h w a b e g i t u p a r a h n y a k o n d i s i
sosial-ekonomi dan pengetahuan kesehatan keluarga, sehingga
a n a k y a n g b a r u b e l a j a r rnakan, d i b e r i j e n g k o l s e b a g a i I a u k n y a .
Mengenai lebih banyak laki-laki dari perempuan, peneliti diatas
menduga bahwa i n i disebabkan uretra laki-laki yang lebih panjang
dan memungkinkan pengendapan kristal yang lebih baik. Usia
terbanyak 4-7 tahun diduga karena mereka i t u kebanyakan belum
disunat sehingga kristal terkumpul dibawah preputium.
Berikut dapat dilihat perbandingan angka kesakitan dan jenis
k e l a m i n p e n d e r i ta k e r a c u n a n j e n g k o l a n t a r a t a h u n 1 9 5 9 - 1 9 6 7 :

T a b e l 04: J e n i s k e l a m i n p a s i e n k e r a c u n a n j e n g k o l d i b a g i a n
Anak R S Cipto Mangunkusumo tahun 1959-1967

Jenis kelarnin Jumlah Persen

Laki-laki 45 90

Perempuan 5 10
Sumber : Suharjono d a n S a d a t u n (1968)
Berikutnya dapat dilihat kelompok umur penderita keracunan
j e n g k o l . d e n g a n k i s a r a n u m u r a n t a r a 1 % t a h u n s a m p a i 12 t a h u n :

Tabel 05: Usia pasien keracunan jengkol dibagian Anak R S


C i p t o M a n g u n k u s u m o t a h u n 1959-1967
I
Umur (tahun) Jumlah Persen
1% 1 < 4 tahun :
3 3 8%
4 10
5 7 4-7 tahun:
6 5 5 8%
7 ' 7
8 4
9 1 > 7 tahun
I0 4 34%
11 2
12 6
Sumber: Suharjono d a n Sadatun (1968)

T a m b u n a n (L990), r n e n y a m p a i k a n b a h w a k a s u s k e r a c u n a n
j e n g k o l d i RS d r . C i p t o M a n g u n k u s u m o t e r c a t a t m e n u r u n t a h u n
demi tahun, dan pelaporan dari beberapa kota besar di Indonesia
b e r j u m l a h k u r a n g d a r i 100 o r a n g p e r t a h u n . U n t u k J a k a r t a , A l a t a s
(1990), menyampaikan kecenderungan pennruilan kasus pada t a h u n
belakangan ini yang mungkin akibat fungsi RSCM sebagai rumah
sakit rujukan telah diambii alih sebagian o l e h berbagai rumah sakit
yang banyak bermunculan. Juga mungkin akibat membaiknya
pemaharnan masyarakat pengguna jengkol tentang teknik
menghidangkan makanan, teknik menambah bahan lain untuk
mengurangi daya racun jengkol, dan dalam pemilihan buah.
2.3. Asam jengkolat
S i n t e s i s a s a m j e n g k o l a t in v i t r o u n t u k p e r t a m a k a l i n y a t e l a h
berhasil dilakukan oleh Du Vigneaud dan Patterson (1936), dengan
mengkondensasikan metilen khlorida dan sistein dalam amonia
encer. Oen dan Simamora (1972), juga telah melakukan sintesis
dengan c a r a yang lebih mudah yang diperkenalkan oleh Armstrong
dan Du Vigneaud (1947), dengan mereaksikan sistein dan
formaldehid di lingkungan asam. O e n (1972), juga telah berhasil
memberikan label dl unsur belerang dari asam jengkolat (35~-

l a b e l l e d Jenkolrc a c i d ) u n t u k k e p e r l u a n p e r u n u t a n a s a m j e n g k o l a t
dalam tubuh manusia. Sayangnya perunutan ini belum pernah
dilaksanakan.
Asam j e n g k o l a t r e l a t i f m u d a h d a n c e p a t d i a b s o r p s i o l e h u s u s
halus, kemudian 2-3 jam berikutnya sudah ditemukan pada urin
penderita dengan bentuk yang tldak berubah, d a n daiam jumlah
yang b e s a r . I n i m e n u n j u k k a n e f i s i e n s i p e n y e r a p a n y a n g t i n g g i d a r i
usus, dan ginjal terkesan sebagai a l a t ekskresi utama bagi asam
jengkolat, dan bahan ini tidak mengalami metabolisme berartl
dalam hati (Oen u.,1 9 7 2 ) . Didalam darah, asam jengkolat
dltransportasikan dalam bentuk ikatan longgar dengan albumin
s e h i n g g a d e n g a n m u d a h d i l e p a s k a n o l e h a l b u m i n d a n 1010s d a r i
saringan glomerulus (Oen d a n Setiadi, 1976).
Buah jengkol mampu menimbulkan urin yang sangat asam,
walaupun asam jengkolat bersifat a a f o t e r dan merupakan asam
lemah. Oen u.( 1 9 7 2 ) , m e n d a p a t h a s i l pH 5 . 0 - 5 . 5 p a d a u r i n
penderita keracunan dan orang percobaan yang ditelitinya. Adanya
kristal dalam urin, d a n d e n g a n pH i s o e l e k t r i k 5.5 d a r i a s a m
j e n g k o l a t , m e n g a j a k b e r p i k i r a d a s a a t d i m a n a pH d i b a g i a n g i n j a l
tertentu t e l a h mencapai pH 5.5, bahkan bisa lebih rendah lagi.
Karyadi d a n Muhilal (1994), telah melakukan percobaan
untuk melihat kecukupan kebutuhan asam amino perhari pada
hewan percobaan, menyimpulkan bahwa suplementasi asam amino
berlebihan dapat menimbulkan keracunan. Bila masukan protein
rendah, maka toleransi terhadap pemberian asam amino tertentu
yang berlebihan, lebih rendah dibanding pada mereka yang
mendapat masukan protein lebih tinggi. Berikut ini d a p a t dilihat
perkiraan kebutuhan asam amino perhari pada seorang anak:

Tabel 0 6 : P e r k i r a a n k e b u t u h a n a s a m a m i n o s e s u a i umur
(rng/kgBB/hari)
Kelompok umur
Asanl Bayi Balita Anak Sekolah Dawasa
Amino (3-4 bln) (1-5 thn) (6-12 thn)
Histidin 28 I - I 1 8-12
Isoleusin
Leusin
Lisin
Metionin +
sistin
Penilalanin +
tirosin
Threonin
Triptopan
Valin

Sumber: FAO/WHO/UNU, 1985 (Karyadi d a n Muhilal, 1994).

D a l a m 1 b u a h j e n g k o l d e n g a n b o b o t s e k i t a r 17.7 g / b u a h ,
terkandung sekitar 210 m g asam a m i n o jengkolat (Oen M.,
1973).
Dengan demikian, seorang anak bobot rata-rata 15 kg, d a n makan 2
jengkol, mengkonsumsi 28 mg/kgBB a s a m jengkolat s e t i a p kalinya.
Data ini menunjukkan bahwa seorang anak penggemar jengkoi
t e l a h m e n g k o n s u m s i "asam a m i n o " j e n g k o l a t m e l e b i h i k e b u t u h a n
s i s t e i n perhari, dan mengacu pada l a p o r a n Suharjono (1968) yang
mencatat bahwa konsumen jengkol bagian terbesar d a r i kalangan
sosial ekonomi rendah, yang perharinya memperoleh masukan
protein yang rendah, maka mengacu pada uraian Karyadi dan
Muhilal (1994), ada kemungkinan masalah kekurangan protein
menjadi faktor pemicu munculnya keracunan jengkoI.
Asam jengkolat ini mampu merembes kejaringan sekitar
(imbibisi), sehingga pada beberapa kasus keracunan jengkol yang
disertai sumbatan di uretra, asam ini keluar ke jaringan sekitar
(ekstravasasi) bersama dengan air kemih dan tertimbun d i jaringan
tersebut sehingga terbentuk infiltrat a i r kemih yang mengandung
kristal asam jengkolat pada penis, skrotum dan didaerah
suprapubis. Hal ini lebih sering terlihat pada anak-anak
(Moenadjat m.,1 9 6 3 ) . P a d a a n a k l a k i - l a k i , h a b l u r a s a m j e n g k o l a t
b a n y a k b e r k u m p u l d i f o s s a n a v i c u i a r e p e n i s . P a d a 20% p e n d e r i t a
keracunan yang ditemukan infiltrat didaerah penis dan suprapubis,
bila dilakukan torehan (excisie), infiltrat ini mengandung hablur
. a s a m jengkolat (Sadatun dan Suharjono, 1968). Rembesan c a i r a n
urin (mengandung kristal asam jengkolat) daerah suprapubis, d a p a t
terjadi bila ureter a t a u vesika urinaria mengalami peregangan
berlebihan, dan cairan keluar melalui celah antar sel epitel
permukaan (Junqueira u.,1 9 9 8 ) .
2 . 4 . Kristal asam jengkolat
Pada sistim saluran kemih, pembentukan kristal dapat
ditemukan secara kasat mata diberbagai bagian dari ginjal, mulai
Iubang keluar ureter, kandung kemih, uretra, ujung iuar penis, dan
pada kondisi yang hebat, dapat ditemukan pada jaringan interstitial
penis d a n skrotum (Munadjat w., 1 9 6 3 ) . Kristal masih dapat
ditemukan biia contoh urin segar kita ambil, tetapi beberapa lama
kemudian kristal akan menghilang bila urin disimpan lama. Bila
urin tersebut dipanaskan diatas kaca obyek, akan terlihat kembali
kristal-kristal tersebut. Kristal asam jengkolat ternyata tidak
d i t e m u k a n s e c a r a m i k r o s k o p i k p a d a s e m u a c o n t o h u*in w a l a u p u n
keadaan keracunannya tergolong berat (Tambunan, 1979).
Moenadjat &. (1963) menduga bahwa pembentukan kristal
dimungkinkan akibat orang tersebut banyak berkeringat, sehingga
seolah-olah a d a kekurangan cairan badan dengan akibat kadar asam
jengkolat dalam badan relatif bertambah, sehingga penghabluran
menjadi lebih mudah. Selanjutnya dikatakan bahwa sungguhpun
hablur itu tidak ditemukan s e c a r a mikroskopik dalam sedimen urin,
tetapi pada beberapa sistoskopi hablur itu dapat terlihat s e c a r s
kasat mata. Dengan ditemukannya fakta ini, dikatakan bahwa
dugaan terdahulu adalah benar yaitu anuria terjadi akibat masalah
mekanik. Walaupun dalam urin secara mikroskopik tidak selalu
dapat ditemukan kristal, penyelidikan Oen w. ( 1 9 7 2 ) , dengan
cara khromatografi kertas, mengemukakan bahwa pada semua
pemakan jengkol, urin mengandung bahan asam jengkolat.
Tentang pembentukan kristal d a n terjadinya kalkuli saluran
k e m i h , R o y e r &. ( 1 9 7 4 ) m e n j e l a s k a n b a h w a b a t u a n u r i n (calculi)
pada awalnya berupa bahan dasar kristal yang kemudian menyatu
menjadi senyawa komplek yang padat d a n keras dengan permukaan
luar yang kasar dan runcing. Penyatuan terjadi setelah kristal satu
dengan lainnya diikat oleh matrik organik yang terdapat dalam
c a i r a n k e m i h , d i m a n a k a d a r m a t r i k o r g a n i k b e r k i s a r 2 . 5 - 10 %
dari berat batuan. Penyatuan dalam bentuk senyawa komplek yang
besar, memerlukan waktu yang c u k u p lama karena penyatuannya
berlangsung secara bertahap hari d e m i hari. Setelah berbentuk
b a t u a n keras m i r i p batu karang. b a r u l a h kalkuli i n i berpotensi
melukai dinding saluran kemih baik saat terkelupasnya batuan dari
tempat perlekatannya, ataupun sepanjang perjalanannya pada
saluran kemih. Dengan demikian pada hematuria, perlu sekali
diperhatikan apakah kristal yang ditemukan telah menyatu dan
telah merupakan bentukan senyawa kompiek yang keras, sehingga
mampu melukai dinding saluran kemih.
Kristal asam jengkolat dafam urin, dapat berbentuk
jarum/gelondong (spindle) bila dalam keadaan terpisah atau
berbentuk bunga mawar (rosette) bila dalam bentuk berkelompok.
Gambar berikut memperlihatkan kristal asam jengkolat:

Bentuk spindle Bentuk rosette

G a m b a r 02: B e n t u k k r i s t a l a s a m j e n g k o l a t ( O e n M . , 1 9 7 2 )

Kristal asam jengkolat ternyata tidak ditemukan pada semua


urin penderita keracunan jengkol, bahkan pada penderita keracunan
berat dan gaga1 g i n j a l akut, lebih banyak ditemukan kristal
n e g a t i f , p a d a h a l h e m a t u r i a s e l a l u a d a ( T a m b u n a n 1993; A l a t a s
1994).
T a b e l 07: K r i s t a l a s a m j e n g k o l a t d a l a m u r i n y a n g d i t e m u k a n
pada berbagai pemeriksaan
Jumlah Jumlah Oh
Pemeriksa bahan kristal
Sadatun dan Suharjono. 1968 50 30 60
O e n dkk.. 1972- 11 2 18
Alatas, 1994* 39 ? ?
Segasothy dkk., 1995 4 0 0
Vacfivanichsanong dan Lebel, 1997 40 0 0
Noviendri,2000 (marmut) 20 9 45
* Pemeriksaan kristal di urin tidak dilakukan s e c a r a khusus

2 . 5 . S i s t i m Perkemihan
Ginjal marmut a d a 2 buah, berfungsi menyaring darah
dengan tujuan utama mengeluarkan berbagai sampah metabolit dari
dalam tubuh, namun tetap harus mampu melakukan pemilahan
sehingga bahan yang penting dan terikut keluar bersama hasil
saringan (filtrat), akan diserap kembali . Penyaringan dilaksanakan
oleh glomerulus, d a n penyerapan kembali dilakukan oleh tubulus.
Darah yang disaring diperoleh langsung dari aorta abdominal
sehingga darah masuk dengan tekanan besar. Dengan demikian,
fuagsi filtrasi dapat berlangsung dengan baik karena tingginya
tekanan filtrasi yang ada di glomerulus. Dari arteria renalis, darah
masuk ke pembuluh aferen dan dalam kapsul Bowman, membentuk
anyaman kapiIer glomerulus untuk kemudian keluar lagi melalui
pembuluh eferen. Dalam anyaman glomerulus ini, terjadi filtrasi
dimana hampir semua komponen cairan plasma darah (kecuali
p r o t e i n ) , t e r s a r i n g k e l u a r m e l a l u i c e l a h (slit pore), m a s u k k e
rongga kapsul Bowman, kemudian dikirim k e tubulus proksimal.
Setelah filtrat berada d i tubulus, terjadi reabsorpsi a i r dan
bahan penting yang masih berguna untuk tubuh. Disamping i t u
berbagai bahan tertentu yang tidak berguna bagi tubuh,
disekresikan o l e h tubulus, dan terbentuklah urin yang sementara
ditampung d i kandung kemih, menunggu pada akhirnya dikeluarkan
dari tubuh m e l a l u i m i k s i .
Gambar berikut ini adalah anatomi s i s t i m perkemihan dimana
dapat dilihat bahwa ginjal m e m p e r o l e h kiriman darah langsung
dari aorta abdominal
Kopek Medula
Arteri renalis \ ,-

Ginjal kiri
uinjsll Kanan (sayatan melintall

Ureter

Kandung kemih

C
Arah aliran urin

Gambar 03: Anatomi s i s t i m perkemihan (Guyton, 1 9 7 1 )


a. Komposisi sistim kemih.
Sepasang ginjal membentuk urin yang disalurkan
melalui ureter ke kandung kemih.
b . Sayatan longitudinal ginjal.
Kortek ginjal ada dilapisan luar, bercorak granular.
Medqla ginjaI bercorak berserat dilapisan dalam.
P e l v i s renalis berperan mengumpulkan u r i n .
Gambar 04: Nefron fungsionil (Sherwood, 1 9 9 3 )
Komponen vaskular Komponen tubular
Arteriol aferen, membawa darah Kapsula Bowman, mengumpulkan
ke glomerulus filtrat glomerulus
Glomerulus, penuh dengan kapiler, Tubulus proksimal, reabsorpsi yang
filtrasinya tidak mengandung tak terkendali dan sekresi bahan
protein tertentu
Arteriol eferen, membawa darah . Saluran Henle, dengan berbagai
keluar glomerulus tingkat osmotiknya, penting dalam
Kapiler peritubular, mensuplai memproduksi urin dalarn berbagai
darah kejaringan sekitar tubulus, konsentrasi mengatur cairan dalam
Komponen kombinasi Juksta- lumen tubulus
glornenrlar aparatus, mensekresi Tubulus distal, reabsorpsi yang
bahan tertentu yang penting terkendali, dan sekresi bahan tertentu
dalarn fungsi pengendalian dari ginjal Tubulus kontortus (collecting duct),
Bagian yang menebal disebut fungsi penyerapan akhir dari air.
Makula Densa, menghasilkan renin Setelah disini, bahan disebut urin ,
Selanjutnya ke pelvis renalis
Aner~Aferen Arter~El'eren

Port Scl Endotcl

I-umen .
K a p ~ l cC
r io~~,ernl~~r

I \
Celah
Filtrasi
hnlolan ~ i l l i l
~,,d,,~i,
Lumen
Kilpsula Bo\rman

G a m b a r 05: G l o m e r u l u s d a n s u s u n a n m e m b r a n n y a
( S h e r w o o d , 1993)

Menurut Oen d a n Setiadi (1976), asam jengkolat terikat


secara longgar dengan albumin sebagai alat transpornya, mudah
lepas dari ikatannya, ikut bersama cairan filtrat masuk kerongga
Bowman, tanpa mengalami perubahan metabolisme berarti. Dalam
melihat perjalanan asam jengkolat, sebenarnya glomerulus telah
dilengkapi dengan berbagai pengaman untuk seleksi bahan yang
diperlukan tubuh (misalnya protein), agar bahan tersebut tidak ikut
keluar bersama filtrat (lihat gambar 4-5). Bila dinding glomerulus
diperhatikan dengan seksama, ada 3 bentukan didaerah membran
basal glomerulus, lapisan dalam, sel endotel kapiler dengan
selapis sel tersusun sedemikian sehingga terbentuk pori. Sel
endotel satu dengan lainnya diperkokoh hubungannya oleh
penjuluran dari sel mesangial. suatu sel yang bersifat kontraktil;
lapisan tengah, yaitu membran basal yang berisi susunan
sandwich kolagen dan glikoprotein. Pada lesi glomerular tertentu
yang spesifik, bagian ini menebal tanpa bertambahnya sel
(thickening without endocapillary hipercellularity) seperti pada
Thrombotic Microangiopathy (Royer u.,1 9 7 4 ) ; dan lapisan
luar, bungkus podosit yaitu bentukan mirip ikan gurita yang
mencengkeram membran basal, tonjolan-tonjolan kaki isapnya
melesak kedalam membran basal dengan ujung persentuhan yang
melebar sehingga seakan mampu tertanam dengan baik didalam
lumpur s a n d w i c h . Diantara tonjolan kaki isap i n i terbentuklah
celah Cfiltration slit) yang dapat dilewati berbagai bahan .
(Sherwood, 1 9 9 3 ) . Pada penyakit tertentu seperti nefritis, podosit
ini dapat mengalami gangguan misalnya penebaian, menjadi kaku
sehingga tidak mampu melebar atau mengecil, sehingga fungsinya
terganggu.
Sel Badan Podosit

G a m b a r 06: B a d a n p o d o s i t d a n p e n j u l u r a n n y a
(Sherwood, 1993)

Tenaga dorong untuk terlaksananya filtrasi adalah kekuatan


tekanan darah arterial yang sangat besar karena arteri renal
memperoleh aliran langsung dari aorta abdominal. Pori dinding
k a p i l e r g l o m e r u l u s m e n c e g a h e r i t r o s i t , p r o t e i n rnolekul b e s a r , d a n
sebagian albumin, untuk ikut keluar bersama filtrat dengan
b e r k o n t r a k s i n y a s e l m e s a n g i a l yang a k a n m e m p e r k e c i l l u b a n g p o r i .
L u m p u r sandwich membran basal yang bermuatan negatif, akan
menolak protein d a n albumin yang juga bermuatan negatif.
Lurnen Kapiler
Glornerultts

Bowman

G a m b a r 07: M e k a n i s m e k e r j a p o d o s i t u n t u k m e n c e g a h l e w a t n y a
berbagai bahan (Sherwood 1993)
Ujung podosit yang dapat melebar, mampu menutup
celah sehingga dapat menahan laju bocornya
berbagai bahan yang tidak diinginkan untuk lewat
d a r i s a r i n g a n g l o m e r u l u s ( g a m b a r b).

D e n g a n t e k a n a n a r t e r i t e t a p b e r a d a p a d a k i s a r a n 80- 180
mmHg, dan tekanan arteri rata-rata (mean arterial pressure)
sebesar 93 mmHg, laju filtrasi (glomerular filtration r a t e ) akan
tetap berlangsung dengan baik, walaupun ada pengaruh plus/minus
dari tekanan koloid osrnotik dan tekanan hidrostatik d a l a m rongga
Bowman. Selanjutnya dari kapsul ini, filtrat akan dikirim ke
tubulus proksimal d a n d i s i n i dilanjutkan dengan proses reabsorpsi.
2.6. Asam j e n g k o l a t dalam tubuk
A s a m j e n g k o l a t yang t e r k a n d u n g d a l a m b u a h n y a a k a n i k u t
termakan sejalan dengan dimakannya buah jengkol. Direktorat Gizi
( 1 9 7 2 ) y a n g m e l a p o r k a n k a n d u n g a n p r o t e i n 3 . 5 g1100gram b u a h
j e n g k o l , t i d a k nienyebutkan besarnya kandungan asam jengkolat
atau bahan protein lainnya yang berhubungan dengan asam
j e n g k o l a t , s e d a n g O e n &. (1972), menyebutkan bahwa protein ini
berada daiam keadaan bebas dan tersebar rata diseluruh buahnya.
Lambung dengan suasana asam dan dengan pH yang dapat
mencapai 2.0 (Ganong, 1995). sedang asam jengkolat dengan sifat
amfoternya dan pH isoelektrik 5.5 (Oen cJiJ., 1972), akan
menyebabkan asam jengkolat sangat sesuai dengcn suasana inl, dan
dapat melarut dengan baik dalam gumpalan makanan lambung.
Usus halus, akan segera memulai absorpsi protein, yang
tergambar melalui kenaikan kadar protein yang sangat tajam pada
sistim vena porta segera setelah makanan mencapai duodenum.
D a l a m ha1 p e n y e r a p a n p r o t e i n i n i , L - i s o m e r a s a m a m i n o a k a n l e b i h
c e p a t diserap dibanding D-isomer, karena penyerapan L-isomer
berlangsung secara transpor aktif, sedang D-isomer berlangsung
s e c a r a difusi pasif. Absorpsi asam a m i n o berlangsung dengan c e p a t
dan banyak di duodenum dan jejunum, sedang d i ileum absorpsinya
berjalan lambat. Efektifitas penyerapan protein yang baik d a n
cepat ini, hanya menyisakan 2 - 5 s protein yang tidak terserap oleh
usus halus dan dapat ditemukan d i usus besar (Ganong 1995).
A s a m j e n g k o l a t d e n g a n k o n f i g u r a s i L - i s o m e r ( l i h a t ha1 8 ) . t e n t u
dengan cepat diserap usus, dan dengan cepat berada dalam
sirkulasi darah. Transpor asam jengkolat dalam darah berlangsung
dengan mudah, d a n serum albumin yang berikatan secara longgar,
bertindak sebagai alat transpornya (Oen dan Setiadi, 1976).
2 . 7 . Konsentrasi asam jengkolat didaerah kortek ginjal
O e n dan Setiadi (1976), mengatakan bahwa asam jengkolat
setelah mencapai .ginjal, dengan mudah akan tersaring keluar
bersama filtrat glomerulus karena terikat secara longgar dengan
albumin darah. Susunan basal membran seperti telah dijelaskan
sebelumnya, dirancang untuk menghambat kebocoran protein dan
asam amino, dan sepanjang tidak terjadi kerusakan yang berarti
pada anyaman glomerulus, maka albumin (komponen protein
terbesar dalam darah) dan asam jengkolat (suatu asam amino),
seharusnya tidak ikut keluar bersama filtrat karena dinding
glomerulus dilengkapi dengan lapisan bermuatan negatif.
Kesimpulan Oen d a n S e t i a d i (1972), senyawa ini mudah s e k a l i
diserap usus dan dengan cepat diekskresikan oleh ginjal karena
d i t e m u k a n dalarn u r i n 2-3 j a m setelah mengkonsumsi jengkol,
menjadi perlu diragukan.
Bila ditinjau proses faali pada ginjal, kemampuan filtrasi
g l o m e r u l u s m e n c a p a i 180 l i t e r c a i r a n f i l t r a t d a l a m s e h a r i , s e d a n g
plasma darah hanya 2.75 liter. Ini berarti bahwa dalam kurang d a r i
% jam, seluruh plasma t e l a h terkuras d a l a m bentuk filtrat. Hal ini
ternyata tidak terjadi karena kemampuan rebsorpsi tubulus
proksimal yang dengan c e p a t menyerap kembali a i r s e j u m l a h 95 %
dari a i r yang terkandung dalam filtrat (Ganong, 1995).
D a l a m ha1 a l i r a n d a r a h g i n j a l . perlu juga diingat bahwa
d a r a h y a n g m e n g a l i r kt: g l o m e r u l u s h a n y a 20% d a r i s e l u r u h a l i r a n
darah ginjal, sedang 80% lainnya mengalir melalui kapiler
peritubular yang juga mampu mengeluarkan bahan yang terkandung
dalam darah langsung kedalam sel tubulus, untuk kemudian
disekresikan kedalam lumen tubulus. Sebelum mencapai sel
tubulus, bahan yang keluar melalui kapiler peritubular ini, harus
melalui cairan interstitial lebih dahulu. Dengan demikian sel
tubulus akan menerima kiriman bahan dari 2 sektor, yaitu sebagian
kecil dari hasil reabsorpsi filtrat glomerulus, d a n sebagian besar
dari cairan interstitial yang disuplai kapiler peritubular
(Sherwood, 1993).
Dengan melihat mekanisme jalur bahan seperti dijelaskan
diatas, baik asam jengkolat ataupun bahan yang bersifat
nefrotoksik, akan terkonsentrasi lebih dahulu didaerah tubulus
proksimal dan jaringan interstitialnya, dan berkemampuan untuk
menimbulran nasala ah p a d a s e l t u b u l u s p r o k s i m a l d a n j a r i n g a n
sekitarnya..
Tubulus proksimal mempunyai sifat reabsorpsi yang bzrbeda
dibanding tubulus distal. Tubulus proksimal punya sifat reabsorpsi
yang tidak terkendali (uncontrolled reabsorprion) untuk beberapa
bahan yang dianggap penting, sehingga proses reabsorpsi
berlangsung dengan baik tanpa pengaruh pemantau lain, dan baru
berkurang/berhenti bila tugasnya sudah maksirnum (tubular
maximum). B a h a n y a n g t e r m a s u k d i s e r a p t a n p a k e n d a l i pemantau
lain ini adalah asam amino. Tubulus distal reabsorpsinya
terkendali (controlled reabsorption) dimana tugas reabsorpsi
diatur oleh pemantau (sesuai kebutuhan) misalnya mengatur
tambahan reabsorbsi a i r bila dalam tubuh a d a kekurangan air.
Sebagai asam amino, penyerapan kembali asam jengkolat
( b i l a b o c o r melalili g l o m e r u l u s ) d i m u n g k i n k a n d a p a t t e r j a d i lcarena
sifat reabsorpsi sel tubulus ginjal tidak berbeda dengan sifat
reabsorpsi usus halus (Sherwood 1993), yang sangat baik dalam
mereabsorpsi bentukan L-isomer asam amino, dimana asam
jengkolat diketahui merupakan L-isomer. D a l a m waktu yang relatif
sangat singkat, dalam tubulus awal didaerah kortek ginjal,
dimungkinkan untuk terjadinya akumulasi asam jengkolat yang
luar biasa, baik yang berasal dari hasil reabsorpsi filtrat maupun
d a r i h a s i l ultrafiltrasi kapiler peritubuler. Hal yang sama juga a k a n
terjadi pada bahan yang bersifat nefrotoksik.
Mengacu pada uraian Karyadi dan Muhilal 1994, y a n g
menjelaskan bahwa keberadaan asam amino (asam jengkolat) yang
b e r l e b i h a n d a l a m t u b u h a t a u s e l , b e r s i f a t r a c u n , d a n rnengingat
penggemar jengkol tergolong ekonomi lemah. sangat mungkin
bahwa pengaruh kekurangan protein tubuh dari konsumen jengkol,
akan mengurangi daya tahannya terhadap keberadaan berlebihnya
asam jengkolat didaerah kortek ginjal ini.
Kondisi melemahnya daya tahan tubuh bila seseorang
kekurangan protein, juga memungkinkan lemahnya daya tahan
melawan pengaruh bahan nefrotoksik.

2 . 8 . B a k a n i k u t a n lain d a l a m b u a h j e n g k o l
Buah jengkol yang masih utuh, terbungkus oleh kulit luar
yang keras, d a n bila bungkus l u a r dikupas, terdapat lagi bungkus
dalam yang juga keras berwarna merah kecoklatan. Bila bungkus
dalam ini tidak mengalami kerusakan, tidak tercium adanya bau
jengkol yang khas. Dalam keadaan terbungkus oleh kulit dalam ini,
buah jengkol diperdagangkan. B a u jengkol baru muncul bila kulit
keras bagian dalam mengalami perlukaan.
Banwart dan B r e m m e r (1975), clelalui pemeriksaan gas
khromatografi, mendeteksi adanya bahan volatil mengandung
sulfur yang keluar dari tanah bila diberi asam jengkolat. Bahan
volatil tersebut adalah C S 2 , dan bahan ini merupakan hasil
dekomposisi oleh mikroba tanah yang terjadi bila tanah lembab
dan dalam kondisi aerobik.
Piluk m. 1996, j u g a m e n d e t e k s i p e m b e n t u k a n CS1, C O S
( k a r b o n i l s u l f i d ) , d a n CH3CH2SH ( e t a n t h i o l ) o l e h a k a r t a n a m a m
Mimosa pudica yang mengalami perlukaan dan dibasahi air, dan
kemudian d i b e r i a s a m j e n g k o l a t . D a l a m ha1 i n i , d i d u g a b a h w a
asam jengkolat d'ihidrolisis o l e h enzim S-alkyl cysteine l y a s e yang
terdapat dalam akar tanaman tersebut. Dalam kutipannya,
disebutkan b a h w a enzim ini s e l a i n ditemukan di a k a r tanaman,
juga terdapat di kotiledon dan hipokotil mimosa. Aktifitas
pembentukan CS2 ini sangat meningkat pada 30 menit pertama, dan
s e t e l a h 60 m e n i t , p r o d u k s i n y a 4 k a l i I e b i h b a n y a k d a r i p r o d u k
lainnya.
Tanalca &. (1 98 I ) , menjelaskan bahwa L-Djenkolate akan
didekornposisi o l e h S-alkyl-L-cysteine l y a s e yang terdapat d a l a m
Pseudomonas putida, m e n j a d i p i r u v a t , NH3 d a n S H - t h i o i y a n g
t i d a k s t a b i l y a i t u m e t h y l e n e d i t h i o l , C H ~ ( S H ) z . . y a n go l e h P i l u k
&. (1966) menduganya dengan c e p a t berubah menjadi senyawa
konyugat thioformaldehid. Tomisawa m. (1984), menjelaskan
bahwa C - S lyase y a n g d i h a s i l k a n o l e h F u s o b a c t e r i u m varrurn,
m a m p u m e m o t o n g i k a t a n C - S d a r i s e n y a w a S - a r y l . S - a r a k y l d a n S-
alkyl cysteine melalui reaksi eliminasi-a,P. Kemampuan kerja yang
Iuas dari enzim ini memungkinkan untuk menjelaskan pentingnya
peranan mikroflora usus dalam berbagai proses enzimatik dari
berbagai xenobiotik.
D a l a m ha1 k e r a c u n a n j e n g k o l i n i , m e n j a d i p e r t a n y a a n a p a k a h
dekomposisi (perubahan) pada asam jengkolat ini juga terjadi pada
tubuh, dan seperti apa pengaruh metabolit yang dihasilkannya. . .
2.9. K e a d a a n d a l a m g i n j a l
Insulin-like Growth factor-I 1 - 1 merupakan suatu
hormon protein yang dihasilkan oleh semua jaringan tubuh,
termasuk dihasilkan oleh sei ginjal, dan berfungsi dalam
melakukan perbaikan bila ada jaringan rusak, demikian dijefaskan
oleh Tsao m.( 1 9 9 7 ) . IGF-I y a n g b e r e d a r d a l a m d a r a h , d i h a s i l k a n
oleh sel hati. Dalam ginjal. bahan ini banyak diproduksi oleh
Henle asenden bagian yang tebal. Reseptor IGF-I ditemukan
diseluruh bagian ginjal, dan kerjanya dikendalikan oleh protein
pengikat khusus yang Serdaya ikat sangat kuat. Pada nekrosis
t u b u l u s y a n g a k u t , j u m l a h r e s e p t o r IGF-I d a l a m m e i n b r a n p l a s m a
g i n j a l m e n i n g k a t s e k a l i , p a d a h a l m-RNA r e s e p t o r IGF-l j u m l a h n y a
tidak berubah. Ternyata ini lebih disebabkan reseptor dalam s e l
berpindah k e membran plasma. IGF-I sendiri sangat berperan
dalam memperbaiki kerusakan yang akut. Tampilan yang dapat
t e r l l h a t s e b a g a i b a g i a n d a r i m e n i n g k a t n y a IGF-I b i l a a d a k e r u s a k a n
akut, adalah meningkatnya jumlah sel yang berinfiltrasi dijaringan
i n t e r s t i t i a l , d a n IGF-I i n i s e g e r a a k t i f b i l a s u a s a n a m e n j a d i a s a m
akibat kerusakan sel, dan disamping itu, aktifitasnya akan
menyebabkan proliferasi sel mesangial dan keluarnya bahan
kolagen (Remuzzi, 1997).
Keadaan IGF-I ini tentu penting dipertimbangkan pada
masalah keracunan jengkol, terutama dalam menangkal efek
kerusakan oleh asam jengkolat atau bahac nefrotoksik lainnya.

2.10. Tubulus nekrosis akut


Keracunan jengkoI dapat menimbulkan masalah yang serius,
dan sering penderita dibawa dalam keadaan yang berat dan sudah
t e r j a d i gaga1 g i n j a l a k u t s e p e r t i d i s a m p a i k a n o l e h ALatas (1994).
Kegagalan fungsi ginjal diakibatkan terjadinya nekrosis tubulus
y a n g a k u t s e p e r t i y a n g d i t e m u k a n o l e h A l a t a s (1994), y a i t u p a d a
b i o p s i g i n j a i d i t e m u k a n k e r u s a k a n e p i t e l t u b l ~ l u s .H a l y a n g m i r i p
juga didapat oleh Segasothy u.(19951, yang melihat adanya
fokus-fokus nekrosis tubuler yang tersebar luas, edema jaringan
interstitial, sedangkan dari delapan glomerulus yang ditemukan,
kesemuanya terkesan normal.
Confer =.(1995) menjelaskan bahwa tubulus nekrosis akut
d i t i m b u l k a n o l e h 2 ha1 y a i t u i s k e m i k - d a n n e f r o t o k s i k .
Pada kelompok iskemik, masalah ditimbulkan karena suplai
darah keseluruh ginjal berkurang a t a u terhenti seperti pada syok
karena perdarahan hebat atau hipotensi berat. Kerusakan terjadi
bila gangguan berlangsung 2 jam/ lebih. Karena kerja
mitokhondria terhenti, dinding sel rusak, dan akhirnya seluruh sel
tubulus mati. Bagian yang secara awal paling parah mengalami
kerusakan adalah tubulus proksimal, dan lama kelamaan berlanjut
kebagian medula. Glomerulus tidak mengalami kerusakan berarti.
Hal yang khas adalah kerusakan membran basal tubulus yang
d i s e b u t tubulorrhectic necrosis, sehingga a p a b i l a vaskularisasi
membaik, tidak lagi terjadi perbaikan pada sel tubulus, dan
terjadilah fibrosis.
Pada kelompok nefrotoksik, masalah ditimbulkan oleh
adanya bahan beracun, baik bahan racun alami atau bahan sintetik.
Biasanya membran basal tidak rusak sehingga tubulus dapat pulih
kembali. Nekrosis diakibatkan rusaknya membran sel dan
mitokhondria yang sering dipicu oleh ikatan toksin dengan gugus
sulfhidril dari protein tubuh. Diterangkan juga bahwa kerusakan
dapat terjadi bila bahan yang bersifat farmakologis diberikan
dalam dosis berlebihan, tetapi derajat kerusakan ternyata
cenderung variatif, tergantung sifat individu. Beberapa bahan
m e n g g a n g g u d e n g a n c a r a m e n g h a m b a t k e r j a d a r i e n z i m Na-K-
ATPase sehingga. ion hidrogen, ion natrium dan a i r menumpuk
dalam intrasel, dan terlihat dengin membengkaknya sel,
mitokhohdria bengkak dan terjadi kematian sel. Beberapa bahan
yang mampu membentuk kristal juga dapat menimbulkan berbagai
sumbatan d a n mengakibatkan nekrosis, tetapi bahan penyumbat
selalu dapat terdeteksi.
Otieno dan Anders ( 199.7), daiam penyelidikannya
menemukan bahwa beberapa senyawa konyugat S dari sistein yang
bersifat nefrotoksik dan sitotoksik, akan menghambat aktifitas dari
NF-KB p a d a b i a k a n s e l t u b u l u s g i n j a l b a b i (seI L L C - P K , ) . A k t i f i t a s
dari NF-KB muncul bila a d a rangsangan khusus yang berpotensi
merusak jaringan seperti senyawa oksigen intermediar. Terpicunya
aktifitas, muncul melalui kehadiran lipopolisakarida, sitokin, dan
e s t e r forb01 s e b a g a i p e r a n t a r a k e d u a . NF-KB dikenal sebagai
protein khusus yang dihasilkan jaringan limfoid. Puncak dari
k e n a i k a n k a d a r NF-KB t e r j a d i p a d a j a m . k e t i g a . S t r u k t u r a s a m
jengkolat yang juga merupakan konyugat-S dari sistein,
m e m u n g k i n k a n u n t u k m e n g h a m b a t a k t i f i t a s NF-KB.
R e m u z z i &. ( 1 9 9 7 ) , menjelaskan bahwa tubulus punya
kemampuan terbatas dalam menangani kebocoran dari glomerulus
terhadap bahan bersifat protein, hormon dan faktor tumbuh
(growth factors). Bahan tersebut karena dianggap penting, segera
ditangkap kembali oleh sel tubulus melalui endositosis oleh
lisosom, dan akan dirombak menjadi asam amino. Tetapi bila
bahan tersebut berlebih, terjadi pembengkakan organel, lisosom
b e n g k a k d a n p e c a h d a n b a h a n d i d a l a m n y a k e l u a r ke s i t o p l a s m a d a n
kejaringan interstitial, begitu juga enzim penghancur dari lisosom
a k a n keluar dan merusak sekitar termasuk sel tubulus dan dinding
pembuluh darah sekitar tubulus. Kerusakan sel akibat
meningkatnya enzim lisosom ini dapat dilacak melalui peningkatan
kadar laktat dehidrogenase (LDH) dan pembentukan
malondialdehid.
Pulihnya kembali sel-sel tubulus dengan tingkat
reversibilitas tinggi seperti diuraikan oieh C o n f e r (1995), ofeh
Remuzzi dibantah karena kelebihan beban (overload) pada tubulus
akan memicu dikeluarkannya sinyal nuklear untuk pengaktifan gen
inflamasi nuclear factor k a p p a B (ArFkB) y a n g d e p e n d e n d a n
independen beserta gen vasoaktif, sehingga fibroblas
berproliferasi, dan terjadi reaksi radang d i jaringan interstitial.
Hal ini berakibat terjadinya sintesis matrik ekstrasel yang
dikemudian hari menimbulkan jaringan parut (renal scarring).
PenjeIasan oleh Remuzzi ini perlu dicermati karena efek dari
dikonsumsinya jengkol, bila kerusakannya ditimbulkan oleh sifat
toksis asam jengkolat atau metabolitnya, maka patut diduga
dikemudian hari akan timbul masalah serius pada ginjal, walaupun
penggemar tidak pernah mengalami keracunan jengkol secara
nyata.

2.1 1 . Hernaturia pada keracunan j e n g k o f


Salah satu gejala pada keracunan jengkol adalah hematuria,
dan selama ini diyakini ditimbulkan oleh tajamnya kristal yang
menggores dinding sistim perkemihan. Bentuk kristal asam
jengkolat memang runcing (Gambar-1), dan adakalanya
pembentukan kristat begitu hebatnya sehingga dapat ditemukan
pada orifisium ureter eksterna, kandung kemih, orifisium uretra
eksterna terutama d i fosa navikularis penis, d a n l e b i h hebat lagi,
dapat ditemukan pada jaringan interstitiel penis, skrotum,
suprapubis, dan daerah inguinal (Sadatun dan Suharjono, 1968)
Tanggapan para klinisi tentang hematuria ini juga bervariasi,
tetapi umumnya berpendapat bahwa kemunculan hematuria pada
penderita keracunan yang datang untuk ditolong, mengindikasikan
kondisi penderita dalam keadaan keracunan berat. Keadaan
dilapangan sehari-hari (wawancara dengan penggemar jengkol)
kelihatannya berbeda dalam memandang suatu hematuria, karena
b a g i m e r e k a i n i a d a l a h b i a s a b i l a k e n c i n g b e r d a r a h s e t e l a h rnakan
jengkol. Pendapat penggemar ini kelihatannya sesuai dengan yang
diternukan oleh Vachvanichsanong dan Lebel (1997), yang
melakukan survai pada 6 0 9 anak didaernh yang banyak tumbuh
j e n g k o l , s e j u m l a h 80% m e n g a k u p e n g g e m a r j e n g k o l , d a n d i a n t a r a
mereka ini, 31% mengaku dalam 24 jam terakhir telah makan
jengkol, pemeriksaan urin menunjukkan bahwa 7.8% hematuria,
8 . 4 % k r i s t a l u r i a , d a n 7.0% l e k o s i t u r i a ( p y u r i a ) . J u g a d i t a m b a h k a n
bahwa risiko hematuria tidak mengurangi minat makan jengkol.
Hematuria diperiksa dengan memakai mikroskop biasa, dan
e r i t r o s i t s e c a r a u t u h d a p a t d i l i h a t d e n g a n b a i k . S e g a s o t h y &.
1995, memeriksa struktur mikroskopik eritrosit d i urin memakai
fase kontras, tidak melihat ada bentuk yang gepeng, semuanya
isomorfis dan menyimpulkan sebagai perdarahan nonglomeruler.
Hematuria ini sering dapat dilihat secara kasat mata (gross
hernaturia), bahkan pada penderita yang ditangani oleh Siswan
(1992), bekuan darah keluar saat kandung kemih dibilas.
Berikut dapat dilihat frekuensi hematuria:
Tabel 08: Frekuensi dari hematuria

I Pelapor I IumlahKasus
I Hematuria
1
I
Sadatql968 50 36 72
Alatas. 1994 20 14 70
Segasothy, 1995 4 4 100
Vachvanich. 1997 474 37 78
1 Noviendri,200 1* 20 4 70
* percobaan dengan marmut

Untuk masalah keracunan jengkol ini, hematuria oleh kristal


slsain j e n g k o l a t , b i l a t i m b u l a k i b a t r o b e k a n d i n d i n g o l e h k e t a j a m a n
kristal, maka sebagai konsekuensi perdarahan terbuka, akan
ditemukan eritrosit yang isomorfis, dan karena lokasi kristal
sebagai penyebab terletak pada segmen bawah sistim kemih (ureter
sampai uretra), butiran eritrosit tidak ditemukan didaerah nefron
fungsionaI khususnya pada segmen a t a s . E r i t r o s i t baru kemudian
dapat ditemukan bila sumbatan oleh kristal telah mengakibatkan
pembendungan lanjut yang telah mencapai glomerulus.
Bila masalahnya diakibatkan bahan nefrotoksik, dan dengan
mengingat kemungkinan awal terjadi lebih dahulu didaerah tubulus
proksimal, maka butiran eritrosit mungkin dapat ditemukan mulai
dari tubulus daerah kortikal ginjal sampai k e kandung kemih. Butir
eritrosit tidak ditemukan d i lumen kapsula Bowman sepanjang
a n y a m a n g l o m e r u l u s t i d a k m e n g a l a m i -k e r u s a k a n .

2.12. K e l u h a n pada k e r a c u n a n j e n g k o l
Salah satu keluhan yang menonjol a d a l a h nyeri pinggang,
baik yang disebut kolik maupun sakit pinggang. Sadatun dan
Suharjono (1968), mencatat bahwa keluhan ini disampaikan oleh
22 orang dari 50 penderita keracunan jengkol.
Tentang kapan muncul keluhan ini dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 09: Kapan muncul keluhan-keluhan* (Sadatun 1968


Berapa jam Jumlah YO
setelah makan

I I I I
* dari 50 orang,l orang tidak dapat menjelaskannya

Keluhan nyeri pinggang d a n k o l i k ini menunjukkan suatu


nyeri berkepanjangan, yang melibatkan serabut saraf tipe C
sebagai penghantarnya. Untuk rasa nyeri tipe ini, bradikinin
memegang peranan pokok dalam memicu munculnya rasa nyeri ini,
dan derajat nyeri bertambah dengan adanya pengaruh prostaglandin
yang j u g a dikeluarkan pada kerusakan sel. Bradikinin menjadi
aktif bila enzim lisozim keluar dari jaringan yang rusak.
Bradikinin juga punya kontribusi dalam reaksi peradangan
( S h e r w o o d , 1993).
Untuk rasa nyerl i n i , k o l i k a k a n lebih dominan b i l a a d a
sumbatan pada ureter, d a n r a s a pegal a k a n lebih dominan b i l a
r e s e p t o r n y e r i p a d a kapsuf g i n j a l t e r a n g s a n g . P e r l u d i c a t a t d i s i n i
bahwa frekuensi kolik dan pegal terjadi sama banyak pada
penderita yang dirawat (Sadatun d a n Suharjono 1968).
Bila asam jengkolat menimbulkan masalah awal melalui
pembentukan kristal yang menyumbat ureter, kolik akan mengawali
segala keluhan.
Bila bahan nefrotoksik menimbulkan masalah awal melalui
kerusakan jaringan, m a k a rasa pegal akan mengawali keluhan.
2 . 1 3 . Fungsi Filtrasi dun Reabsorpsi
Fungsi filtrasi glomerulus pada keracunan jengkol belum
pernah diperiksa. Untuk memeriksa ini, dapat dilakukan
pemeriksaan klirens kreatinin (creatinine clearance), yaitu dengan
mengukur kadar kreatinin darah dan urin 24 jam, dan dapat
diperoleh hasilnya dengan rumus (Ganong, 1995):

C = clearance (ml/menit)
U = kadar urin (mg)
V = volume urin permenit (mllmenit)
P = kadar kreatinin plasma/ml

F u n g s i r e a b s o r p s i t e l a h d i p e r i k s a o l e h W i r y a &. (1987j,
d a n i n i d i l a k u k a n m e l a l u i p e m e r i k s a a n b e t a 2 - m i k r o g l o b u l i n (P2-M),
suatu parameter spesifik untuk melacak gangguan fungsi tubulus
proksimal. Pemeriksaan menghasilkan peningkatan kadar P2M, dan
ini menunjukkan bahwa mekanisme rearbsopsi tubulus proksimal
terganggu.
Peterson w. f 1 9 6 9 ) , memeriksa kadar ~2-mikroglobulin
pada orang normal, gangguan glomerulus, d a n gangguan tubulus.
Hasil yang diperolehnya menunjukkan bahwa pada urin 24 jam
o r a n g n o r m a l . k a d a r P2.M b e r k i s a r 0 . 1 2 m g , a l b u m i n 1 0 mg; s e d a n g
pada masalah glomeruler menunjukkan nilai normal atau sedikit
meningkat dengan peningkatan menyolok pada albumin; dan pada
m a s a l a h t u b u l e r , k a d a r Pz-M s a n g a t m e n i n g k a t d e n g a n a l b u m i n
yang hanya sedikit meningkat.
P e m e r i k s a a n @2-Mo l e h W i r y a s.( 1 9 8 7 ) diatas, dilakukan
pada penderita yang sedang menjalani perawatan pemulihan
keracunan jengkol, sehingga tidak mungkin membedakan apakah
penyebab pokoknya sumbatan ataukah b a h a n nefrotoksik.
2.14. P e r u b a h a n pH u r i n
U r i n m a n u s i a p u n y a pH b e r k i s a r 4.5 - 8.0, d a n b e r f l u k t u a s i
sesuai dengan kondisinya. Darah a r t e r i punya pH 7 . 4 0 , dengan
k i s a r a n p l u s - m i n u s 0.05 ( G a n o n g 1995).
Diatas 7.45 sudah terjadi alkalosis, sedang dibawah 7.40
sudah terjadi asidosis. Untuk mempertahankan pH darah dengan
kisaran sempit ini, tubuh dilengkapi o l e h berbagai sistim dapar
(buffer). Ginjal juga mengemban tugas ini sebagai lini ketiga,
d e n g a n m e n g a t u r e k s k r e s i i o n H+, i o n H C 0 3 - d a n NH3 ( a m m o n i a ) .
O e n &. ( 1 9 7 2 ) , mencatat pH urin berkisar pada 5.0-5.5,
s u a t u p H y a n g s a n g a t a s a m , s e h i n g g a p a t u t d i d u g a t e I a h terjacii
s e s u a t u m a s a l a h p a d s t u b u h , s e h i n g g a g i n j a l t e r p a c u icuat u n t u k
m e n g e l u a r k a n banyak a s a m k e d a l a m l u m e n s a l u r a n k e m i h . A s a m
jengkolat bersifat asam lemah, sehingga s u l i t untuk memungkinkan
punya peranan langsung dalam mempengaruhi keasaman urin ini.
Peran ginjal dalam mensekresikan asam sebagai bagian
menstabilkan pH d a r a h , merupakan lini ketiga dari perangkat
stabilisator pH darah. Dengan turunnya pH dibagian ginjal yang
terjadi dalam waktu yang relatif singkat, sedangkan penderita
keracunan jengkol tidak menunjukkan gejala asi.dosis yang
m e n o n j o l , a k a n m e n g a j a k b e r p i k i r a p a k a h m a s a l a h t u r u n n y a pH
urin ini merupakan masalah lokal pada ginjal.

2 . 1 5 . U p a y a m e n g u r a n g i d a y a r a c u n jengkol
Sebenarnya penggemar jengkol sudah tahu betapa
berbahayanya jengkol ini untuk kesehatan, t e t a p i nampaknya tidak
mengurangi minat bagi penggemarnya, bahkan dicari berbagai
variasi masakan dan variasi pengolahannya.
Ada yang membuatnya menjadi keripik jengkol yang o l e h
Oen dan Kusumahastuti (1973), diperoleh hasil bahwa kadar asam
jengkolat berkurang 4 1-60%; ada yang menawarkan untuk sebelum
dimakan, jengkol dibuat iayu lebih dahulu (jengkol sepi atau
beweh), dan oleh Oen, Kusumahastuti, dan Tadjai (1972), juga
diperiksa, dengan hasilnya adalah asam jengkolat hilang sama
s e k a l i ( n o l ) b i l a t e f a h t u m b u h t u n a s yang c u k u p d a n s u d a h l e m b e k ,
bau khas jengkol t e t a p a d a . B i l a masih keras, kandungan a s a m
jengkolatnya tidak berubah. Menawarkan jengkol sepi ini memang
merupakan alternatif yang baik, tetapi penggemar jengkol ternyata
lebih menyukai yang segar bahkan sering dilnakan mentah-mentah.
Moenadjat a.
(1963), juga memeriksa kadar asam jengkolat
pada jengkol muda sisa makanan penderita keracunan, dan
memperoleh hasil kandungannya 1.9%, tidak banyak berbeda
dengan yang tua (2.2%). Juga mengutip catatan kepustakaan lama,
seperti Mreyen (1941), yang mengusulkan mencari sebab dalam
cara menghidangkannya, seperti memakan mentah, merebus,
menggoreng, membuat gado-gado, pecal, dan ada yang membuat
rendang goreng. Juga mencatat dugaan dari Hyman dan van Veen
(1936), bahwa faktor kerentanan mungkin berperan s e b a b makan
10 biji tidak apa-apa, t a p i hanya satu biji bagi orang yang rentan,
sudah keracunan. Ada beberapa cara yang ditawarkan seperti
mengatur pengolahan d a n cara memasak sebelum dihidangkan,
m a k a n a t a u m i n u m b a h a n t e r t e n t u y a n g d a p a t m e n g a t u r pH u r i n
lebih lindi, dan membakar atau memanggang lebih dahulu
(Ramayati m.,1 9 8 7 ) .
2.16. Penanggulangan keracunan jengkol
Dengan mengingat sifat keasamannya, mengupayakan
mengurangi keasaman menjadi langkah pokok pada
penanggulangan keracunan jengkol, seperti pada kasus ringan,
diberikan minum soda dan tablet sodium bikarbonat 1-2 g r a m
perhari; pada kasus berat, dirawat d a n ditangani sebagai kasus
gagal ginjal akut dan diberi i n f u s b i k a r b o n a t 2-5 mEqIKgBB
(Sjamsudin u.,
1990).
Alatas (1990). mengelompokkan keracunan jengkol dalam
gagal ginjal pasca renal, mengingat faktor utamanya adalah
obstruksi o l e h kristal. Bila belum terlihat tanda-tanda pemulihan,
segera disiapkan dialisis, dan blasanya dialisa peritoneal.
Pada obstruksi berat, dan ada kesulitan pemasangan kateter,
dilakukan tindakan bedah seperti punksi kandung kemih, dan bila
terdapat banyak infiltrat yang mengganggu, dapat dilakukan
torehan pada skrotum yang paling bawah (Tambunan, 1990).
Dengan melihat kemungkinan keracunan jengkol disebabkan
bahan nefrotoksik, maka gaga) ginjal yang terjadi, akan tergolong
dalam gagal ginjal renal, dan tentang penanggufangan pokok
memakai bikarbonat, a d a kemungkinan bahwa bikarbonat mampu
meredam daya toksisnya. Teknik memasak dan variasi dalam
menghidangkannya juga mungkin dapat mengurangi daya
nefrotoksik yang ada.

2 . 1 7 . R e m a t i a n pada k e r a c u n a n j e n g k o l
Penderita keracunan jengkol sering dibawa kerumah sakit
dalam keadaan berat d a n banyak diantaranya sudah masuk dalam
gagal ginjal akut, sehingga kemungkinan kematian menjadi lebih
besar (Alatas, 1994).
Laporan kematian dapat dilihat pada t a b e l berikut ini:

T a b e l 10: B e r b a g a i c a t a t a n k e m a t i a n a k i b a t k e r a c u n a n
jengkol di RSCM Jakarta
Pelapor Tahun Jumlah
kasus
Moenadjat dkk 1959 52
Sadatun dkk. 1960-1967 50
Sjamsudin dkk.* 1971-1976 285
Tambunan 1977 15
Wirya dkk. 1978-1983 53
Alatas 1984-1993 39
* Data dari beberapa rumah sakit d i Jakarta

Ramayati w. ( 1 9 8 7 ) , juga melaporkan dirawztnya anak


karena keracunan jengkol di RS Pirngadi, M e d a n dari tahun 1982-
1 9 8 6 . D a r i 14 o r a n g y a n g d i r a w a t , 1 a n a k m e n i n g g a l .
Pada wawancara khusus, untuk tahun-tahun belakangan ini,
kasus keracunan jengkol sudah sangat berkurang yang dirawat d i
RSCM. D i d u g a k a r e n a s a a t i n i b a n y a k r u m a h s a k i t b e r d i r i di
Jakarta, sehingga peran RSCM sebagai rujukan, s u d a h diambil alih
o l e h rumah sakit tersebut (Alatas 1994).

2.18. Prognosis pada keracunan jengkol


Pada umumnya, para klinisi berpendapat bahwa prognosis
adalah baik, dan penderita setelah dirawat, dipulangkan bila
keadaan fungsi ginjal sudah normal (Tambunan, 1993).
Mengacu pada penjelasan yang disampaikan Remuzzi N.
(1997), apabila penyebab pokok keracunan jengkol rnerupakan
bahan nefrotoksik, maka prognosisnya seharusnya meragukan
(dubia). S e d a n g a p a b i l a p e n y e b a b pokok adalah pembentukan
kristal, maka prognosisnya bisa baik.
2.19. CS2 sebagai produk perubahan asam jengkolat
Belakangan ini, berbagai buah-buahan telah diperiksa untuk
mefihat kandungan residu pestisida oleh suatu badan pengawas
untuk perlindungan kesehatan. Residu p e s t i s i d a 'yang j u g a
d i p e r i k s a a d a l a h s e n y a w a dithiocarbamat y a n g d i l a c a k m e l a l u i
produksi CS2 bila pada campuran diberikan asam HCI dan
ditambahkan SnCl sebagai katalisatornya.
Metode kerja ini mengingatkan bahwa dalam tubuh terdapat
berbagai suasana keasaman yang mungkin mendukung proses
perubahan asam jengkolat menjadi bahan yang toksis, seperti
l a m b u n g d e n g a n a s a m HC1, d a n i n t r a s e l d e n g a g b e r b a g a i p r o s e s
m e t a b o l i s m e y a n g m e l i b a t k a n i o n H*, d i m a n a p r o s e s p e m b e n t u k a n
CS2 i n i d a p a t t e r b e n t u k p a d a b a g i a n t u b u h t e r s e b u t .

Anda mungkin juga menyukai