Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dilihat dari letak geografisnya, kepulauan Indonesia di antara Benua Asia dan
Benua Australia, serta di antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Letak
geografis adalah letak suatu daerah atau wilayah dilihat dari kenyataan di permukaan
bumi. Dengan demikian, wilayah Indonesia berada pada posisi silang, yang
mempunyai arti penting dalam kaitannya dengan iklim dan perekonomian, dimana
Indonesia dilalui jalur perdagangan internasional.
Jika ditinjau dari segi geologi, sebagian wilayah Indonesia merupakan daerah
yang rawan terhadap bencana alam. Hal ini karena wilayah Indonesia menjadi tempat
pertemuan antara dua rangkaian jalur pegunungan muda dunia, yaitu Sirkum Pasifik
(pegunungan lipatan yang mengelilingi Samudera Pasifik) dan Sirkum Mediteran
(pegunungan lipatan yang dimulai dari pegunungan Atlas di Afrika Utara sampai
Nikobar dan masuk Indonesia) (Warto 2002:6), akibatnya Indonesia memiliki
bentukan alam yang indah.Mulai dari pegunungan yang berjajar di sisi barat dan
selatan pulau-pulau Indonesia, lembah, tebing terjal, ngarai, kepulauan dan
sebagainya. Disamping itu Indonesia memiliki bahan mineral tambang yang melimpah
akibat dari posisi geologis yang dimilikinya.
Pertemuan tiga lempeng tektonik besar, yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia
dan lempeng Pasifik juga menyebabkan Indonesia termasuk jalur ring of fire atau
cincin api pasifik dunia, yaitu daerah yang sering mengalami gempa bumi dan letusan
gunung berapi yang mengelilingi cekungan Samudra Pasifik. Menurut Kepala Pusat
Data Informasi dan Humas BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana),
Sutopo Purwo Nugroho, secara global terjadi peningkatan tren bencana alam sebesar
350% dalam waktu tiga dasawarsa terakhir. Peningkatan tersebut, terutama dalam
bencana hidrometeorologi, atau bencana yang dipengaruhi oleh aspek cuaca, seperti
banjir, tanah longsor, puting beliung dan kekeringan.Bencana jenis ini 80% terjadi di
Indonesia. Hal ini disebabkan oleh perubahan lingkungan dan faktor regional, berupa
perubahan iklim secara global. Bencana berpengaruh signifikan terhadap
pembangunan perekonomian bagi suatu bangsa. Potensi gangguan terhadap
kehidupan sosial ekonomi telah dialami bagi penduduk yang tinggal di daerah rawan
bencana seperti Indonesia. Risiko bencana alam membawa pengaruh negatif
terhadap pembangunan, terutama pembangunan ekonomi.
Meningkatnya kejadian bencana alam di beberapa
Kecamatan di Jepara mendorong semua pihak untuk sadar agar
mengantisipasi dini bencana alam yang bisa terjadi kapan saja.
Diatantara bencana alam yaitu tanah longsor ini terjadi karena
pergeseran material pembentuk lereng yang berupa bebatuan,
tanah, maupun material lainnya yang bergerak kebawah atau
keluar lereng.
Tanah longsor yang terjadi di beberapa wilayah di Jepara
terjadi karena intensitas curah hujan yang meningkat di daerah
lereng yang tidak mampu menahan pergerakan tanah. Selain itu
bencana alam tanah longsor terjadi karena erosi di daerah lereng
karena gundulnya hutan di daerah tersebut. Setiap tahunnya
kabupaten di Jepara mengalami bencana tanah longsor seperti
yang terjadi di lereng Gunung Muria Kecamatan Keling yang
mengakibatkan beberapa rumah warga rusak dan bahkan tanah
longsor menutup akses jalan dari dan menuju desa Tempur
terputus total. Dalam upaya untuk mengantisipasi terjadinya tanah
longsor pemerintah perlu membuat kajian mengenai kerawanan
daerah bencana tanah longsor seperti reboisasi hutan yang gundul,
agar tidak mengakibatkan erosi di lereng Gunung. Diharapkan
pemerintah mengetahui besaran curah hujan yang turun di daerah
lereng gunung dan memberikan informasi ke masyarakat yang
berada di daerah rawan tanah longsor untuk mempersiakan diri
ketika curah hujan yang turun cukup tinggi.Pemetaan curah hujan
bisa dilakukan pemerintah Kabupaten Jepara untuk mengambil
keputusan yang cepat dan tepat agar bisa mengurangi dampak
terjadinya bencana tanah longsor.
Bencana alam seperti tanah longsor perlu mendapatkan
perhatian khusus dari berbagai pihak, karena bencana alam
tersebut bisa menelan korban jiwa dan mengakibatkan kerugian
yang sangat besar. Hampir setiap tahun beberapa kecamatan di
jepara mengalami bencana tanah longsor. Seperti yang terjadi
pada tanggal 01-02-2015 di wilayah puskesmas mayong I
tepatnya di Dukuh Segrobog Desa Bungu Mayong, yang
mengakibatkan rusaknya rumah warga. Warga yang mengalami
bencana tanah longsor mengalami kerugian materi seperti
rusaknya rumah dan hilangnya harta benda.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang permasalahan di atas, maka rumuskan
masalahnya adalah sebagai berikut:
a. Apa sajakah dampak terhadap kesehatan masyarakat yang
diakibatkan oleh terjadinya bencana tanah longsor?
b. Bagaimanakah besaran masalah bencana tanah longsor?
c. Bagaimanakah tahapan pengungsian korban bencana tanah
longsor?
d. Bagaimanakah upaya pencegahan untuk menghindari
terjadinya bencana tanah longsor?
e. Bagaimanakah prinsip penanggulangan bencana tanah longsor?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran umum dan penanggulangan serta
kegawatdaruratan epidemiologi bencana tanah longsor
diwilayah puskesmas Mayong I.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui dampak bencana tanah longsor
terhadap kesehatan masyarakat.
b. Untuk mengetahui besaran masalah bencana tanah
longsor.
c. Untuk mengetahui tahapan pengungsian korban bencana
tanah longsor.
d. Untuk mengetahui upaya pencegahan terjadinya tanah
longsor.
e. Untuk mengetahui prinsip penanggulangan epidemiologi
tanah longsor.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Bencana
Definisi Bencana Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang
Penanggulangan Bencana menyebutkan definisi bencana sebagai
berikut:
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan
masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau
faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan
timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian
harta benda, dan dampak psikologis.
Definisi tersebut menyebutkan bahwa bencana disebabkan oleh
faktor alam, non alam, dan manusia. Oleh karena itu, Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2007 tersebut juga mendefinisikan
mengenai bencana alam, bencana nonalam, dan bencana sosial.
1. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh
peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh
alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung
meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.
2. Bencana nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh
peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain
berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan
wabah penyakit.
3. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh
peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh
manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau
antarkomunitas masyarakat, dan teror.
B. Gambaran Umum Epidemiologi Tanah Longsor
1. Epidemiologi Tanah Longsor
Tanah longsor atau dalam bahasa Inggris disebut
Landslide, adalah perpindahan material pembentuk lereng
berupa batuan, bahan rombakan, tanah, atau material
campuran tersebut, bergerak ke bawah atau keluar lereng.
Proses terjadinya tanah longsor dapat diterangkan sebagai
berikut: air yang meresap ke dalam tanah akan menambah
bobot tanah. Jika air tersebut menembus sampai tanah kedap
air yang berperan sebagai bidang gelincir, maka tanah menjadi
licin dan tanah pelapukan di atasnya akan bergerak mengikuti
lereng dan keluar lereng (Wikipedia, 2007).
Hampir semua pulau utama di Indonesia memiliki
beberapa kabupaten dan kota yang rawan pergerakan tanah,
kecuali Pulau Kalimantan yang hanya memiliki dua kabupaten
yang rawan, yakni Kabupaten Murung Raya di Kalimantan
Tengah dan Kabupaten Malinau di Kalimantan Timur. Daerah
yang memiliki relief morfologi kasar dengan lereng-lereng yang
terjal secara umum lebih rawan untuk terjadi gerakan tanah.
Di samping itu, kondisi batuan yang tidak kompak dan mudah
mengalami degradasi umumnya lebih mudah untuk terjadi
gerakan tanah. Setidaknya terdapat 918 lokasi rawan longsor
di Indonesia. Setiap tahunnya kerugian yang ditanggung akibat
bencana tanah longsor sekitar Rp 800 miliar, sedangkan jiwa
yang terancam sekitar 1 juta.
Ada 6 jenis tanah longsor, yakni: longsoran translasi,
longsoran rotasi, pergerakan blok, runtuhan batu, rayapan
tanah, dan aliran bahan rombakan. Jenis longsoran translasi
dan rotasi paling banyak terjadi di Indonesia. Sedangkan
longsoran yang paling banyak memakan korban jiwa manusia
adalah aliran bahan rombakan (Nandi, 2007 & Gatot M
Sudrajat, 2008).
a. Longsoran Translasi
Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan
batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau
menggelombang landai.
b. Longsoran Rotasi
Longsoran rotasi adalah bergerak-nya massa tanah dan
batuan pada bidang gelincir berbentuk cekung.
c. Pergerakan Blok
Pergerakan blok adalah perpindahan batuan yang bergerak
pada bidang gelincir berbentuk rata. Longsoran ini disebut
juga longsoran translasi blok batu.
d. Runtuhan Batu
Runtuhan batu terjadi ketika sejum-lah besar batuan atau
material lain bergerak ke bawah dengan cara jatuh bebas.
Umumnya terjadi pada lereng yang terjal hingga meng-
gantung terutama di daerah pantai. Batu-batu besar yang
jatuh dapat menyebabkan kerusakan yang parah.
e. Rayapan Tanah
Rayapan Tanah adalah jenis tanah longsor yang bergerak
lambat. Jenis tanahnya berupa butiran kasar dan halus.
Jenis tanah longsor ini hampir tidak dapat dikenali. Setelah
waktu yang cukup lama longsor jenis rayapan ini bisa
menyebabkan tiang-tiang telepon, pohon, atau rumah
miring ke bawah.
f. Aliran Bahan Rombakan
Jenis tanah longsor ini terjadi ketika massa tanah bergerak
didorong oleh air. Kecepatan aliran tergantung pada
kemiringan lereng, volume dan tekanan air, dan jenis
materialnya. Gerakannya terjadi di sepanjang lembah dan
mampu mencapai ratusan meter jauhnya. Di beberapa
tempat bisa sampai ribuan meter seperti di daerah aliran
sungai di sekitar gunung api. Aliran tanah ini dapat
menelan korban cukup banyak.
Gejala-gejala umum yang biasanya timbul sebelum terjadinya
bencana tanah longsor adalah :
1) Munculnya retakan-retakan di lereng yang sejajar dengan
arah tebing.
2) Biasanya terjadi setelah hujan.
3) Munculnya mata air baru secara tiba-tiba.
4) Tebing rapuh dan kerikil mulai berjatuhan.
2. Penyebab Epidemiologi Tanah Longsor
Pada prinsipnya tanah longsor terjadi bila gaya pendorong
pada lereng lebih besar daripada gaya penahan. Gaya penahan
umumnya dipengaruhi oleh kekuatan batuan dan kepadatan
tanah. Sedangkan gaya pendorong dipengaruhi oleh besarnya
sudut lereng, air, beban serta berat jenis tanah batuan (Moch
Bachri, 2006 & Nandi, 2007).
a. Hujan
Ancaman tanah longsor biasanya dimulai pada bulan
November karena meningkatnya intensitas curah hujan.
Musim kering yang panjang akan menyebabkan terjadinya
penguapan air di permukaan tanah dalam jumlah besar.
Hal itu mengakibatkan munculnya pori-pori atau rongga
tanah hingga terjadi retakan dan merekahnya tanah
permukaan.
Ketika hujan, air akan menyusup ke bagian yang retak
sehingga tanah dengan cepat mengembang kembali. Pada
awal musim hujan, intensitas hujan yang tinggi biasanya
sering terjadi, sehingga kandungan air pada tanah menjadi
jenuh dalam waktu singkat. Hujan lebat pada awal musim
dapat menimbulkan longsor, karena melalui tanah yang
merekah air akan masuk dan terakumulasi di bagian dasar
lereng, sehingga menimbulkan gerakan lateral. Bila ada
pepohonan di permukaannya, tanah longsor dapat dicegah
karena air akan diserap oleh tumbuhan. Akar tumbuhan
juga akan berfungsi mengikat tanah.
b. Lereng terjal
Lereng atau tebing yang terjal akan memperbesar gaya
pendorong. Lereng yang terjal terbentuk karena
pengikisan air sungai, mata air, air laut, dan angin.
Kebanyakan sudut lereng yang menyebabkan longsor
adalah 180 apabila ujung lerengnya terjal dan bidang
longsorannya mendatar.
c. Tanah yang kurang padat dan tebal
Jenis tanah yang kurang padat adalah tanah lempung
atau tanah liat dengan ketebalan lebih dari 2,5 m dan
sudut lereng lebih dari 220. Tanah jenis ini memiliki
potensi untuk terjadinya tanah longsor terutama bila
terjadi hujan. Selain itu tanah ini sangat rentan terhadap
pergerakan tanah karena menjadi lembek terkena air
dan pecah ketika hawa terlalu panas.
d. Batuan yang kurang kuat
Batuan endapan gunung api dan batuan sedimen
berukuran pasir dan campuran antara kerikil, pasir, dan
lempung umumnya kurang kuat. Batuan tersebut akan
mudah menjadi tanah bila mengalami proses pelapukan
dan umumnya rentan terhadap tanah longsor bila
terdapat pada lereng yang terjal.
e. Jenis tata lahan
Tanah longsor banyak terjadi di daerah tata lahan
persawahan, perladangan, dan adanya genangan air di
lereng yang terjal. Pada lahan persawahan akarnya
kurang kuat untuk mengikat butir tanah dan membuat
tanah menjadi lembek dan jenuh dengan air sehingga
mudah terjadi longsor. Sedangkan untuk daerah
perladangan penyebabnya adalah karena akar pohonnya
tidak dapat menembus bidang longsoran yang dalam
dan umumnya terjadi di daerah longsoran lama.
f. Getaran Getaran yang terjadi biasanya diakibatkan oleh
gempabumi, ledakan, getaran mesin, dan getaran
lalulintas kendaraan. Akibat yang ditimbulkannya adalah
tanah, badan jalan, lantai, dan dinding rumah menjadi
retak.
g. Susut muka air danau atau bendungan
Akibat susutnya muka air yang cepat di danau maka
gaya penahan lereng menjadi hilang, dengan sudut
kemiringan waduk 220 mudah terjadi longsoran dan
penurunan tanah yang biasanya diikuti oleh retakan.
h. Adanya beban tambahan
Adanya beban tambahan seperti beban bangunan pada
lereng, dan kendaraan akan memperbesar gaya
pendorong terjadinya longsor, terutama di sekitar
tikungan jalan pada daerah lembah. Akibatnya adalah
sering terjadinya penurunan tanah dan retakan yang
arahnya ke arah lembah.
i. Pengikisan/erosi
Pengikisan banyak dilakukan oleh air sungai ke arah
tebing. Selain itu akibat penggundulan hutan di sekitar
tikungan sungai, tebing akan menjadi terjal.
j. Adanya material timbunan pada tebing
Untuk mengembangkan dan memperluas lahan
pemukiman umumnya dilakukan pemotongan tebing dan
penimbunan lembah. Tanah timbunan pada lembah
tersebut belum terpadatkan sempurna seperti tanah asli
yang berada di bawahnya. Sehingga apabila hujan akan
terjadi penurunan tanah yang kemudian diikuti dengan
retakan tanah.
k. Bekas longsoran lama
Longsoran lama umumnya terjadi selama dan setelah
terjadi pengendapan material gunung api pada lereng
yang relatif terjal atau pada saat atau sesudah terjadi
patahan kulit bumi. Bekas longsoran lama memilki ciri :
1) Adanya tebing terjal yang panjang melengkung
membentuk tapal kuda.
2) Umumnya dijumpai mata air, pepohonan yang
relatif tebal karena tanahnya gembur dan subur.
3) Daerah badan longsor bagian atas umumnya relatif
landai.
4) Dijumpai longsoran kecil terutama pada tebing
lembah.
5) Dijumpai tebing-tebing relatif terjal yang
merupakan bekas longsoran kecil pada longsoran
lama.
6) Dijumpai alur lembah dan pada tebingnya dijumpai
retakan dan longsoran kecil.
7) Longsoran lama ini cukup luas.
l. Adanya bidang diskontinuitas (bidang tidak sinambung)
Bidang tidak sinambung ini memiliki ciri:
1) Bidang perlapisan batuan
2) Bidang kontak antara tanah penutup dengan batuan
dasar
3) Bidang kontak antara batuan yang retak-retak
dengan batuan yang kuat.
4) Bidang kontak antara batuan yang dapat
melewatkan air dengan batuan yang tidak
melewatkan air (kedap air).
5) Bidang kontak antara tanah yang lembek dengan
tanah yang padat.
6) Bidang-bidang tersebut merupakan bidang lemah
dan dapat berfungsi sebagai bidang luncuran tanah
longsor.
m. Penggundulan hutan
Tanah longsor umumnya banyak terjadi di daerah yang
relatif gundul dimana pengikatan air tanah sangat
kurang.
n. Daerah pembuangan sampah
Penggunaan lapisan tanah yang rendah untuk
pembuangan sampah dalam jumlah banyak dapat
mengakibatkan tanah longsor apalagi ditambah dengan
guyuran hujan, seperti yang terjadi di Tempat
Pembuangan Akhir Sampah Leuwigajah di Cimahi.
Bencana ini menyebabkan sekitar 120 orang lebih
meninggal.
B. Dampak Epidemiologi Tanah Longsor Terhadap Kesehatan
Masyarakat
Dampak terhadap masyarakat yang terjadi akibat bencana tanah
longsor, yaitu sebagai berikut (Pan American Health Organization,
2006) :
1. Peningkatan Morbiditas
Tingginya angka kesakitan dalam keadaan terjadinya bencana
dibagi dalam 2 katagori, yaitu:
a. Kesakitan primer, adalah kesakitan yang terjadi sebagai
akibat langsung dari kejadian bencana tersebut, kesakitan
ini dapat disebabkan karena trauma fisik, termis, kimiawi,
psikis dan sebagainya.
b. Kesakitan sekunder, kesakitan sekunder terjadi sebagai
akibat sampingan usaha penyelamatan terhadap korban
bencana, yang dapat disebabkan karena sanitasi
lingkungan yang buruk, kekurangan makanan dan
sebagainya.
2. Tingginya Angka Kematian
Kematian akibat terjadinya bencana alam dibagi dalam dua
kategori, yaitu:
a. Kematian primer, adalah kematian langsung akibat terjadi
bencana, misalnya tertimbun tanah longsor.
b. Kematian Sekunder, adalah kematian yang tidak langsung
disebabkan oleh bencana, melainkan dipengaruhi oleh
faktor-faktor penyelamatan terhadap penderita cedera
berat, seperti: kurangnya persediaan darah, obat-obatan,
tenaga medis dan para medis yang dapat bertindak cepat
untuk mengurangi kematian tersebut.
3. Masalah Kesehatan Lingkungan
Mencakup masalah-masalah yang berkaitan erat dengan
sanitasi lingkungan, tempat penampungan yang tidak
memenuhi syarat, seperti penyediaan air bersih, tempat
pembuangan tinja dan air bekas, tempat pembuangan sampah,
tenda penampungan dan kelengkapannya, kepadatan dari
tempat penampungan, dan sebagainya.
4. Suplai Bahan Makanan dan Obat-Obatan
Apabila kekurangan suplai bahan makanan dan obat-obatan
untuk membantu korban bencana, maka kemungkinannya
akan menimbulkan berbagai masalah, diantaranya:
a. Kekurangan gizi dari berbagai lapisan umur
b. Penyakit infeksi dan wabah, diantaranya infeksi pencernaan
(GED), infeksi pernapasan akut seperti influensa, penyakit
kulit.

BAB III
PENCEGAHAN DAN PENANGANAN
BENCANA DAN KEGAWATDARURATAN
A. Mapping Bencana
1. Peta Rawan Bencana
Secara geologis kecamatan mayong menghadapi ancaman
gerakan tanah, atau yang pada umumnya dikenal sebagai tanah
longsor. Hampir setiap tahun Indonesia mengalami kejadian
gerakan tanah yang mengakibatkan bencana. Korban dan
kerugian besar pada umumnya terjadi pada gerakan tanah jenis
aliran bahan rombakan atau banjir bandang, Daerah yang
memiliki relief morfologi kasar dengan lereng-lereng yang terjal
secara umum lebih rawan untuk terjadi gerakan tanah. Di
samping itu, kondisi batuan yang tidak kompak dan mudah
mengalami degradasi umumnya lebih mudah untuk terjadi
gerakan tanah. Hal ini diperburuk lagi oleh curah hujan yang
tinggi dan gempa yang terkadang terjadi.
Gambar 1. menyajikan zona kerentanan tanah longsor di jepara
(bpbd.jepara.co.id).
2. Besaran Masalah
Bencana tanah longsor di Indonesia banyak terjadi di daerah
yang memiliki derajat kemiringan lereng tinggi. Bencana ini
umumnya terjadi pada saat curah hujan tinggi. Berdasarkan
catatan kejadian bencana, daerah yang sangat rawan terjadi
bencana longsor adalah desa Bungu dan pancur. Longsor yang
menimbulkan korban juga terkadang terjadi di areal
penambangan batu.
B. Tahap Pengungsian
Tahap pengungsian yang dapat dilakukan dalam menghadapi
bencana tanah longsor adalah (Yayasan IDEP, 2004).
1. Peringatan Bahaya
Peringatan bahaya merupakan hal pertama yang bisa dilakukan
oleh siapa saja yang mengetahui terjadinya bencana. Peringatan
ini bisa menggunakan alat atau model komunikasi yang sudah
biasa dikenal oleh masyarakat setempat. Alat komunikasi
seperti: kentongan, bedug dan lainnya merupakan alat yang
sangat membantu.
2. Informasi yang Perlu Disampaikan Pada Masyarakat
a. Tentang bencana (jenis bencana)
b. Besarnya bencana
c. Kapan kemungkinan terjadi
3. Transportasi
Menyediakan transportasi yang ada dan pendukungnya seperti:
supir, bahan bakar. Urutan pengungsian adalah: anak-anak,
orang tua, korban terluka,orang cacat, wanita dan pria.
4. Saat Dilokasi Pengungsian
Yang perlu dipertimbangkan adalah:
a. Perawatan dan pertolongan bagi yang terluka
b. Mendirikan tempat perlindungan dan dapur umum
c. Membentuk pos-pos bantuan kemanusiaan
d. Mencatat semua data korban, yang selamat, terluka dan
meninggal
e. Mengatur bantuan yang diterima
f. Menghubungi pihak-pihak bantuan dari luar
C. Upaya Pencegahan
Upaya pencegahan yang dilakukan untuk bencana tanah longsor
(Iwan Setiawan, 2008).
1. Pencegahan Tingkat Pertama
a. Melarang pembangunan rumah pada lokasi yang rawan
longsor, terutama pada lereng dan kaki bukit
b. Memperkuat kestabilan tanah dengan pohon-pohon yang
akarnya dapat mengikat tanah secara kuat
c. Tidak menebang atau merusak hutan
d. Melakukan penanaman pada daerah-daerah yang gundul
e. Pembangunan tembok-tembok penahan untuk memperkuat
lereng pada lokasi rawan longsor
f. Memberikan penyuluhan pada masyarakat yang tinggal di
wilayah longsor tentang cara menghindari bencana longsor.
2. Pencegahan Tingkat Kedua
Yang harus dilakukan dalam tahap ini adalah penyelamatan dan
pertolongan korban secepatnya supaya korban tidak bertambah.
Secara operasional, pada tahap ini diarahkan pada kegiatan:
a. Penanganan korban bencana termasuk mengubur koban
meninggal dan menangani korban yang luka-luka.
b. Penanganan pengungsian
c. Pemberian bantuan darurat
d. Pelayanan kesehatan, sanitasi, dan air bersih
e. Penyiapan penampungan sementara
f. Pembangunan fasilitas sosial dan fasilitas umum sementara
serta memperbaiki sarana dan prasarana dasar agar mampu
memberikan pelayanan yang memadai untuk para korban.
3. Pencegahan Tingkat Ketiga
a. Rehabilitasi
Upaya pemulihan korban dan prasarananya, meliputi kondisi
sosial, ekonomi, dan sarana transportasi. Selain itu dikaji juga
perkembangan tanah longsor dan teknik pengendaliannya
supaya tanah longsor tidak berkembang dan penentuan
relokasi korban tanah longsor bila tanah longsor sulit
dikendalikan.
b. Rekonstruksi
Penguatan bangunan-bangunan infrastruktur di daerah rawan
longsor tidak menjadi pertimbangan utama untuk mitigasi
kerusakan yang disebabkan oleh tanah longsor, karena
kerentanan untuk bangunan-bangunan yang dibangun pada
jalur tanah longsor hampir 100%. Ada beberapa tindakan,
perlindungan dan perbaikan yang bisa ditambah untuk
tempat-tempat hunian antara lain:
1) Perbaikan drainase tanah (menambah materi-materi yang
bisa menyerap)
2) Modifikasi lereng (pengurangan sudut lereng sebelum
pembangunan)
3) Vegetasi kembali lereng-lereng dan beton-beton yang
menahan tembok mungkin bisa menstabilkan hunian.
D. Prinsip Penanggulangan
Penanggulangan bencana alam bertujuan untuk melindungi
masyarakat dari bencana alam dan dampak yang ditimbulkannya.
Karena itu, dalam penanggulangan harus memperhatikan prinsip-
prinsip penanggulangan bencana alam (Iwan Setiawan, 2008).
Dalam Undang-Undang No.24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana, disebutkan sejumlah prinsip
penanggulangan, yaitu:
1. Cepat dan Tepat
Yang dimaksudkan dengan “prinsip cepat dan tepat” adalah
bahwa dalam penanggulangan benacana harus dilaksanakan
secara cepat dan tepat sesuai dengan tuntutan keadaan.
Keterlambatan dalam penanggulangan akan bnerdampak pada
tingginya kerugian material maupun korban jiwa.
2. Prioritas
Yang dimaksud dengan “prinsip prioritas” adalah bahwa apabila
terjadi bencana, kegiatan penanggulangan harus mendapat
prioritas dan diutamakan pada kegiatan penyelamatan jiwa
manusia.
3. Koordinasi dan Keterpaduan
Yang dimaksud dengan “prinsip koordinasi” adalah bahwa
penaggulangan bencana didasarkan pada koordinasi yang baik
dan saling mendukung. Yang dimaksud dengan “prinsip
keterpaduan” adalah bahwa penanggulangan bencana dilakukan
oleh berbagai sektor secara terpadu yang didasarkan pada kerja
sama yang baik dan saling mendukung.
4. Berdaya Guna da Berhasil Guna
Yang dimaksud dengan “prinsip berdaya guna” adalah bahwa
dalam mengatasi kesulitan masyarakat dengan tidak membuang
waktu, tenaga, dan biaya yang berlebiahn. Yang dimaksud
dengan “prinsip berhasil guna” adalah bahwa kegiatan
penanggulangan bencana harus berhasil guna, khususnya dalam
mengatasi kesulitan masyarakat denga tidak membuang waktu,
tenaga, dan biaya yang berlebihan.
5. Transparansi dan Akuntabilitas
Yang dimaksud dengan “prinsip transparansi” adalah bahwa
penanggulangan bencana dilakukan secara terbuka dan dapat
dipertanggungjawabkan. Yang dimaksud dengan “prinsip
akuntabilitas” adalah bahwa penanggulangan bencana dilakukan
secar terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan secara etik dan
hukum.
6. Kemitraan
Penanggulangan bancana tidak bisa hanya mengandalkan
pemerintah. Keemitraan dalam penanggulangan bencana
dilakukan antara pemerintah dengan masyarakat secra luas,
termasuk lembaga swadaya masyarakat (LSM) maupun dengan
organisasi-organisasi kemasyarakatan lainnya. Bahkan,
kemitraan juga dilakukan dengan organisasi atau lembaga di
luar negeri termasuk dengan pemerintahnya.
7. Pemberdayaan
Pemberdayaan berarti upaya meningkatkan kemampuan
masyarakat untuk mengetahui, memahami, dan melakukan
langkah-langkah antisipasi, penyelamatan, dan pemulihan
bencana. Negara memiliki kewajiban untuk memberdayakan
masyarakat agar dapat mengurangi dampak dari bencana.
8. Nondiskriminatif
Yang dimaksud dengan “prinsip nondiskriminatif” adalah bahwa
negara dalam penanggulangan bencana tidak memberikan
perlakuan yang berbeda terhadap jenis kelamin, suku, agama,
ras, dan aliran politik apapun.
9. Nonproletisi
Yang dimaksud dengan “prinsip nonproletisi” adalah bahwa
dilarang menyebarkan agama atau keyakinan pada saat
keadaan darurat bencana, terutama melalui pemberian bantuan
dan pelayanan darurat bencana.
E. Peran Perawat Pada Bencana
Perawat sebagai bagian dari petugas kesehatan yang ikut dalam
penanggulangan bencana dapat berada di berbagai tempat seperti
di rumah sakit, di pusat evakuasi, di klinik berjalan atau di
puskesmas.
Berikut dibawah ini akan diuraikan peran perawat sesuai
dengan tempat tugasnya.
1. Peran Perawat di Rumah Sakit yang terkena Dampak Bencana
Peran perawat di rumah sakit yang terkena bencana (ICN,
2009) yaitu:
a. Sebagai manager, perawat mempunyai tugas antara lain:
mengelola pelayanan gawat darurat, mengelola fasilitas,
peralatan, dan obat-obatan live saving, mengelola
administrasi dan keuangan ugd, melaksanakan pengendalian
mutu pelayanan gadar, melakukan koordinasi dengan unit
RS lain.
b. Sebagai Leadership, memiliki tugas untuk: mengelola tenaga
medis, tenaga keperawatan dan tenaga non medis, membagi
jadwal dinas.
c. Sebagai pemberi asuhan keperawatan (care giver), perawat
harus melakukan pelayanan siaga bencana dan memilah
masalah fisik dan psikologis yang terjadi pada pasien
2. Peran Perawat di Pusat Evakuasi
Di pusat evakuasi perawat mempunyai peran sebagai :
a. Koordinator, berwenang untuk: mengkoordinir sumberdaya
baik tenaga kesehatan, peralatan evakuasi dan bahan
logistik, mengkoordinir daerah yang menjadi tempat
evakuasi
b. Sebagai pelaksana evakuasi: perawat harus melakukan
transportasi pasien, stabilisasi pasien, merujuk pasien dan
membantu penyediaan air bersih dan sanitasi di daerah
bencana
3. Peran Perawat di Klinik Lapangan (Mobile Clinic)
Peran perawat di klinik berjalan (mobile clinic) adalah
melakukan: triage, penanganan trauma, perawatan
emergency, perawatan akut, pertolongan pertama, kontrol
infeksi, pemberian supportive, palliative.
4. Peran Perawat di Puskesmas
Peran perawat di puskesmas saat terjadi bencana adalah
melakukan:
Perawatan pasien ringan, pemberian obat ringan, merujuk
pasien.
Sedangkan fungsi dan tugas perawat dalam situasi bencana dapat
dijabarkan menurut fase dan keadaan yang berlaku saat terjadi
bencana seperti dibawah ini;
a. Fase Pra-bencana:
a. Perawat mengikuti pendidikan dan pelatihan bagi tenaga
kesehatan dalam penanggulangan ancaman bencana untuk
setiap fasenya.
b. Perawat ikut terlibat dalam berbagai dinas pemerintahan,
organisasi lingkungan, palang merah nasional, maupun
lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam memberikan
penyuluhan dan simulasi persiapan menghadapi ancaman
bencana kepada masyarakat.
c. Perawat terlibat dalam program promosi kesehatan untuk
meningkatkan kesiapan masyarakat dalam menghadapi
bencana yang meliputi hal-hal berikut.
 Usaha pertolongan diri sendiri (pada masyarakat
tersebut).
 Pelatihan pertolongan pertama pada keluarga seperti
menolong anggota keluarga yang lain.
 Pembekalan informasi tentang bagaimana menyimpan
dan membawa persediaan makanan dan penggunaan air
yang aman.
 Perawat juga dapat memberikan beberapa alamat dan
nomor telepon darurat seperti dinas kebakaran, rumah
sakit, dan ambulans.
 Memberikan informasi tempat-tempat alternatif
penampungan dan posko-posko bencana.
 Memberikan informasi tentang perlengkapan yang dapat
dibawa seperti pakaian seperlunya, radio portable,
senter beserta baterainya, dan lainnya.
b. Fase Bencana:
 Bertindak cepat
 Do not promise. Perawat seharusnya tidak menjanjikan
apapun dengan pasti, dengan maksud memberikan harapan
yang besar pada para korban selamat.
 Berkonsentrasi penuh pada apa yang dilakukan.
 Koordinasi dan menciptakan kepemimpinan
 Untuk jangka panjang, bersama-sama pihak yang terkait
dapat mendiskusikan dan merancang master plan of
revitalizing, biasanya untuk jangka waktu 30 bulan
pertama.
c. Fase Pasca bencana
 Bencana tentu memberikan bekas khusus bagi keadaaan
fisik, sosial, dan psikologis korban.
 Stres psikologis yang terjadi dapat terus berkembang hingga
terjadi posttraumatic stress disorder (PTSD) yang
merupakan sindrom dengan tiga kriteria utama. Pertama,
gejala trauma pasti dapat dikenali. Kedua, individu tersebut
mengalami gejala ulang traumanya melalui flashback,
mimpi, ataupun peristiwaperistiwa yang memacunya.
Ketga, individu akan menunjukkan gangguan fisik. Selain
itu, individu dengan PTSD dapat mengalami penurunan
konsentrasi, perasaan bersalah, dan gangguan memori.
 Tim kesehatan bersama masyarakat dan profesi lain yang
terkait bekerja sama dengan unsur lintas sektor menangani
masalah kesehatan masyarakat pascagawat darurat serta
mempercepat fase pemulihan menuju keadaan sehat dan
aman.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
• Tanah longsor atau dalam bahasa Inggris disebut Landslide,
adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan,
bahan rombakan, tanah, atau material campuran tersebut,
bergerak ke bawah atau keluar lereng. Penyebab epidemiologi
tanah longsor yaitu; hujan, lereng terjal, tanah yang kurang
padat dan tebal, batuan yang kurang kuat , jenis tata lahan,
getaran, susut muka air danau atau bendungan, adanya beban
tambahan, pengikisan/erosi, adanya material timbunan pada
tebing, bekas longsoran lama, adanya bidang diskontinuitas
(bidang tidak sinambung), penggundulan hutan, dan daerah
pembuangan sampah. Adapun dampak epidemiologi tanah
longsor terhadap kesehatan masyarakat yaitu; peningkatan
morbiditas, tingginya angka kematian, masalah kesehatan
lingkungan, masalah suplai bahan makanan dan obat-obatan,
serta keterbatasan tenaga medik dan paramedis serta
transportasi ke pusat rujukan.
• Adapun tahap pengungsian bencana tanah longsor yaitu;
Peringatan Bahaya, Informasi yang Perlu Disampaikan Pada
Masyarakat, Transportasi, Saat Dilokasi Pengungsian
• Upaya pencegahan terjadinya bencana tanah lonsor yaitu;
pencegahan tingkat pertama (sebelum terjadinya tanah
longsor), pencegahan tingkat kedua (saat terjadinya tanah
longsor), dan pencegahan tingkat ketiga (setelah terjadinya
tanah longsor).
 Prinsip penanggulangan bencana tanah longsor yaitu; Koordinasi
dan Keterpaduan, Prioritas, Cepat dan Tepat, Berdaya Guna dan
Berhasil Guna, Transparansi dan Akuntabilitas, Kemitraan,
Pemberdayaan, Nondiskriminatif, Nonproletisi

B. Saran
Adapun saran yang diberikan untuk menghindari bencana tanah
longsor adalah:
• Jangan mencetak sawah dan membuat kolam pada lereng
bagian atas di dekat pemukiman
• Buatlah terasering (sengkedan)
• Segera menutup retakan tanah dan dipadatkan agar air tidak
masuk ke dalam tanah melalui retakan
• Jangan melakukan penggalian di bawah lereng terjal
 Jangan menebang pohon di lereng
• Jangan mendirikan permukiman di tepi lereng yang terjal
• Jangan mendirikan bangunan di bawah tebing yang terjal
• Jangan memotong tebing jalan menjadi tegak
• Jangan mendirikan rumah di tepi sungai yang rawan erosi
DAFTAR PUSTAKA

Definisi Bencana. http://bpbd.jepara.go.id/definisi-bencana/.


Diakses Tanggal 3 Agustus 2018.
Gatot M Soedradjat. 2008. Bencana Gerakan Tanah di Indonesia.
http://pirba.hrdpnetwork.com/e5781/e5795/e6331/e15201/ev
entReport15219/Bencana_Gerakan_Tanah.pdf. Diakses
Tanggal 3 Agustus 2018.
Maria D.C., (2016) Keperawatan Kegawatdaruratan dan Manajemen
Bencana PUSDIK SDM Kesehatan
Moch Bachri. 2006. Geologi Lingkungan. Malang: CV. Aksara.
Nandi.2007.Longsor.http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._G
EOGRAFI/197901012005011NANDI/BUKU_LONGSOR.pdf__Pen
gayaan_Geologi_Lingkungan.pdf. Diakses Tanggal 3 Agustus
2018.
Perawatan Kesehatan Masyarakat Dalam Keadaan Bencana.
http://dokterkonsul.blogspot.com/2011/03/perawatan-
kesehatan-masyarakat-dalam.html. Diakses Tanggal 3 Agustus
2018.
Rencana Aksi Nasional Pengurangan Risiko Bencana 2015-2015.
https://www.bnpb.go.id/uploads/24/file/BUKU_RENAS_PB.pdf.
Diakses Tanggal 3 Agustus 2018.

Anda mungkin juga menyukai