1. Pendahuluan
a. Latar Belakang
b. Epidemiologi Penyakit
c. Aspek Imunisasi
d. Pengertian
2. Tujuan Surveilans
a. Tujuan Umum
b. Tujuan Khusus
3. Kebijakan dan strategi
a. Kebjiakan
b. Strategi
4. Kegiatan Surveilans
a. Di tingkat Puskesmas
1. Penemuan kasus
2. Pengambilan dan pengiriman spesimen
3. Pencatatan pelaporan
4. Pengolahan dan analisa data
5. Umpan balik
b. Di Rumah sakit
1. Penemuan Kasus
2. Pengambilan dan pengiriman spesimen
3. Pencatatan dan pelaporan
c. Di Kabupaten/Kota
1. Penemuan Kasus
2. Pencatatan dan pelaporan
3. Pengolahan, analisa data dan rekomendasi
4. Umpan balik
d. Di Provinsi
1. Pencatatan dan pelaporan
2. Pengolahan, analisa data dan rekomendasi
3. Umpan balik
e. Di Pusat
1. Pencatatan dan pelaporan
2. Pengolahan, analisa data dan rekomendasi
3. Umpan balik
4. Desiminasi Informasi
BAB I
1. PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Distribusi penyakit difteri menyebar di seluruh dunia, pada tahun 2010 kasus
difteri dilaporkan sebanyak 4.797 kasus dengaan estimasi kematian pada tahun
2008 sebanyak 59.000. penyakit mulai menurun setelah dilaksanakan pemberian
imunisasi toxoid difteri. Seiring dengan meningkatnya cakupan DPT3 maka terjadi
penurunan kasus difteri yang sangat signifikan dari 100.000 kasus pada tahun 1980
menjadi 4.797 kasus pada tahun 2010. (Black RE at.al Global Regional and national causes of child mortality in
2008:sysistematic analysis 2010 jun 5).
Pada tahun 2014 jumlah kasus difteri di dunia sebesar 7347 meningkat dari
tahun 2013 yang berjumlah 4680 kasus. Kenaikan yang sangat signifikan berasal
dari region SEAR, yang pada tahun 2013 sejumlah 4080 menjadi 7217 pada tahun
2014. Dengan kata lain 98% kasus difteri di dunia berasal dari SEAR pada tahun
2014. Jumlah kasus difteri di Indonesia sebesar 775 pada tahun 2013 (19% dari total
kasus SEAR) menurun menjadi 430 pada tahun 2014 (6% dari total kasus SEAR).
Penurunan ini terjadi karena telah dilakukan upaya Outbreak Response
Immunization di daerah yang terjadi KLB dan penguatan imunisasi rutin.
b. Epidemiologi Penyakit
Penyakit Difteri adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh
Corynebacterium diphtheriae, ditandai dengan respon inflamasi pada tempat infeksi .
Corynebacterium diphheriae termasuk bakteri batang gram positif, tidak bergerak,
tidak membentuk spora, dan bersifat aerobe. Bentuknya seperti palu (pembesaran
pada salah satu atau kedua ujung) dengan diameter 0,1-1µm dan panjangnya
beberapa µm. Corynebacterium diphtheriae adalah spesies utama penyebab
penyakit pada manusia dari genus Corynebacterium. (WHO/ V & B/ 03.02/2003).
C.diphtheriae dibedakan menjadi 4 biotipe/subtipe berdasarkan kultur dan
reaksi biokimia, yaitu gravis, mitis, intermedius dan belfanti. Focal infeksi biasanya
berada ditenggorokan akan tetapi bakteri penyebab difteri dapat menghasilkan
eksotoksin yang dapat menyebar ke seluruh tubuh dan meyebabkan kerusakan
jaringan yang terkena, terutama sel jantung dan syaraf. Bakteri dapat hidup pada
selaput mukosa tenggorokan manusia tanpa menimbulkan gejala penyakit yang
disebut carrier. Pada carrier, bakteri dapat bertahan hingga 6 bulan. Pada masa non
epidemi ditemukan carrier rate sebesar 0,5% - 1,2% dari penduduk.
Kelompok risiko terserang difteri adalah anak-anak dan orang lanjut usia, tapi
saat ini terjadi perubahan epidemiologi dimana difteri juga sering terjadi pada orang
dewasa. Sebelum umur 1 tahun, anak-anak masih mendapat perlindungan pasif dari
antibodi ibunya. Faktor risiko yang mendasari terjadinya infeksi difteri adalah
menurunnya imunitas yang disebabkan karena imunisasi pada waktu bayi tidak
lengkap,pemberian imunisasi sebelum waktunya dan penurunan potensi vaksin.
Cara penularan :
Penyakit ini mudah menyebar melalui droplet dan kontak langsung dengan penderita
atau karrier, termasuk hubungan seksual. Difteri juga dapat ditularkan secara tidak
langsung melalui barang-barang yang terkontaminasi.
Masa inkubasi penyakit 2 – 5 hari, tapi penderita dapat menularkan penyakit ke
orang lain 2-4 minggu sejak masa inkubasi, sedangkan masa penularan carrier bisa
sampai 6 bulan.
Pathogenesis :
yang diserang terutama saluran pernafasan bagian atas. Ciri khas dari penyakit
Difteri ini adalah pembengkakan di daerah tenggorokan dan terbentuknya membran
putih keabu-abuan (pseudomembrane) yang sukar diangkat dan mudah berdarah
sebagai tempat bersarangnya kuman difteri. Kuman-kuman ini mengeluarkan
eksotoksin yang memberikan gejala-gejala umum maupun gejala lokal serta dapat
menyebabkan komplikasi seperti kelumpuhan otot dan myocarditis.
Gejala Klinis :
- Demam suhu lebih kurang 38 oC
- Ada pseudomembrane putih keabu-abuan, tak mudah lepas dan mudah
berdarah. Letak pseudomembrane bisa di pharynx, larynx atau tonsil.
- Sakit waktu menelan.
- Leher membengkak seperti leher sapi (bullneck), disebabkan karena
pembengkakan kelenjar leher.
- Sesak nafas disertai bunyi (stridor).
D
C
c. Aspek Imunisasi
Bayi baru lahir mempunyai kekebalan terhadap penyakit difteri yang diturunkan dari
ibunya selama kurang lebih 2 bulan. Setelah itu diperlukan pemberian imunisasi
secara aktif untuk memberi perlindungan terhadap difteri jangka panjang. Imunisasi
DPT-HB-Hib diberikan pada bayi sebanyak 3 dosis untuk dapat menimbulkan
antibodi yang protektif (> 0,1 IU/ml). Pemberian imunisasi pada bayi dimulai pada
usia 2 bulan dengan interval minimal 4 minggu. Selanjutnya perlu diberikan
imunisasi lanjutan (booster) pada usia 18 bulan karena telah terjadi penurunan
tingkat antibodi pada usia tersebut. Imunisasi lanjutan (booster) juga masih perlu
diberikan pada anak sekolah dasar, serta booster berikutnya setiap 10 tahun
kemudian. (Immunoligical bassis for immunization series-modul 2 : Diftheria update
2009 dan WHO Position Paper 2006).
d. Pengertian
1. Difteri klinis adalah: Demam yang disertai dengan sakit menelan (laryngitis,
pharyngitis, tonsilitis) dan adanya selaput putih keabu-abuan yang melekat
dan bila diangkat mudah berdarah. (WHO, Recomended standart
surveillance, 2003)
Klinis Difteri
Hasil Lab(-)
Hasil
Lab(+) Tidak Ada Ada
Tidak Kasus link Epid dg link
Ada link Probable kasus Epid
Epid konfirmasi
lab
Ada link
Epid dg
kasus
konfirmasi Kasus Konfirmasi
lab
3. Kontak kasus :
Adalah orang serumah, teman bermain, teman sekolah, termasuk guru dan
teman kerja.
4. Carrier :
Adalah orang yang tidak menunjukkan gejala klinis, tetapi hasil pemeriksaan
laboratorium positif C Diphteri.
BAB II
A. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Melakukan deteksi dini dan pengendalian terhadap penyakit difteri.
2. Tujuan Khusus
a. Terdeteksinya kasus difteri secara dini
b. Terlaksananya Penyelidikan Epidemiologi setiap KLB difteri dan konfirmasi
laboratorium
c. Terlaksananya analisa data difteri berdasarkan variabel epidemiologi yang
meliputi waktu, tempat kejadian dan orang di setiap tingkat administrasi
kesehatan, sebagai bahan monitoring dampak program imunisasi difteri
d. Terdisseminasinya hasil analisis kepada unit terkait
e. Terwujudnya pengambilan keputusan untuk pengendalian penyakit difteri.
2. Strategi
a. Diseminasi dan informasi tentang penyakit difteri
b. Semua kasus Difteri harus dilakukan penyelidikan epidemiologi
c. Melakukan pemantauan harian surveilans berbasis kejadian (Event base
Surveilans)
d. Penemuan dan penatalaksanaan kasus Difteri secara dini
e. Semua kasus difteri dirujuk ke Rumah Sakit untuk mendapatkan tindakan
secara cepat dan tepat.
f. Mengambil dan memeriksa spesimen pada kasus dan kontak.
g. Menghentikan transmisi Difteri dengan cara pengbatan penderita, pemberian
profilaksis terhadap kontak dan pemberian imunisasi (ORI) pada yang
berisiko
h. Meningkatkan cakupan imunisasi dasar dan booster.
i. Menganalisa data sebagai dasar rekomendasi dalam pengendalian penyakit
difteri
BAB III
KEGIATAN SURVEILANS DIFTERI
A. Tingkat Puskesmas :
1. Penemuan kasus
Kasus difteri dapat ditemukan di pelayanan statis maupun kunjungan
lapangan di wilayah kerja Puskesmas.
Setiap kasus difteri yang ditemukan dilakukan investigasi dengan format
individual (Format penyelidikan difteri, lampiran 1).
Penderita dirujuk ke RS untuk mendapatkan pengobatan lebih lanjut dan
dilakukan pencarian kasus tambahan dan karier .
B. Rumah Sakit
1. Penemuan kasus
a. Kasus difteri dapat ditemukan oleh dokter atau tenaga kesehataan lainnya
yang merawat kasus di rumah sakit,
b. Penemuan kasus juga dapat dilakukan oleh petugas kabupaten dan
kontak person rumah sakit saat pelaksanaan surveilans akitf rumah sakit..
c. Setiap kasus difteri yang ditemukan di Rumah Sakit dilaporkan ke Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota melalui telpon/SMS.
C. Di Kabupaten :
1. Penemuan kasus
a. Setiap minggu petugas dinas kesehatan kabupaten/kota mengunjungi
rumah sakit di wilayah kerjanya untuk mencari dan menemukan secara
aktif kasus difteri (diintegrasikan Surveilans AFP dan PD3I lainnya).
b. Setiap kasus difteri yang dilaporkan dari rumah sakit segera
diinformasikan ke puskesmas untuk dilakukan investigasi dan pencarian
kasus tambahan dan karier .
D. Provinsi :
3. Umpan balik
Memberikan hasil kajian minimal setiap 3 bulan kepada pihak terkait:
a. Kabupaten/Kota
b. Lintas program dan sektor terkait
E. Pusat :
3. Umpan balik
Memberikan hasil kajian minimal setiap bulan kepada provinsi.
4. Diseminasi Informasi
Memberikan hasil kajian berdasarkan data epidemiologi minimal 3 bulan sekali
kepada lintas program antara lain imunisasi, KIA, Pusdatin, KKP dan sektor
terkait, seperti organisasi profesi kesehatan, Departemen Dalam Negeri dan lain-
lain.
C. Penanggulangan KLB
Sesuai Permenkes 1501/2010 tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu Yang Dapat
Menimbulkan Wabah Dan Upaya Penanggulangan, upaya penanggulangan KLB
dibebankan pada anggaran pemerintah daerah. Dalam keadaan KLB, pemerintah
dan pemerintah daerah wajib menyediakan perbekalan kesehatan meliputi bahan,
alat, obat, dan vaksin serta bahan/alat pendukung lainnya.
Dalam hal KLB Difteri alat dan bahan yang dimaksud termasuk ADS, media Amies,
antibiotik serta bahan/alat pendukung lainnya.
Pengobatan penderita, karier dan kontak untuk mencegah komplikasi dan
menghilangkan sumber penularan.
1. Pengobatan penderita, lihat tatalaksana kasus di Rumah Sakit.
2. Pemberian profilaksis pada kontak dan karier dengan antibiotik pilihan
erytromicin dengan dosis 40 - 50 mg/kg BB/hari maksimal 2 gram perhari yang
diberikan selama 7-10 hari. Dilakukan pengambilan spesimen ulang setelah
selesai profilaksis, jika ditemukan masih positif maka profilaksis dilanjut satu kali
periode (7-10 hari), bila tetap positif maka di lakukan test resistensi untuk
menentukan jenis antibiotik yang sesuai.
3. Berikan penjelasan cara minum obat dan efek samping obat, obat diminum
setelah makan untuk menghindari iritasi lambung yang merupakan efek samping
obat.
4. Diperlukan 1 orang yang akan memantau dalam minum obat untuk setiap
kelompok kontak erat (PMO).
5. Respon cepat pemberian imunisasi (ORI) untuk memberikan perlindungan pada
kelompok masyarakat rentan dalam rangka memutus rantai penularan.
a. Sasaran imunisasi adalah anak usia 1-15 tahun atau usia tertinggi kasus
terjadi, dengan jenis vaksin berdasarkan kelompok umur sebagai berikut:
Umur 2 bulan s.d 3 tahun diberikan vaksin DPT-HB-Hib
Umur > 3 tahun s.d 7 tahun diberikan vaksin DT
Umur > 7 tahun diberikan vaksin Td
b. Respon immunisasi dapat dilakukan dengan dua strategi : Untuk wilayah di
sekitar KLB / berdasarkan hasil cakupan maka dilakukan respon imunisasi
i. Immunisasi masal bila cakupan immunisasi dasar DPT-HB <90% berturut-
turut selama 3 tahun terakhir, dilaksanakan sebanyak 3 putaran dengan
interval 1 bulan.
ii. Imunisasi selektif bila cakupan immunisasi dasar DPT-HB >90% dilakukan
bagi sasaran yang belum mendapatkan imunisasi lengkap sesuai dengan
usia dengan ketentuan sebagai berikut :
Pada semua usia, bila status imunisasi dasar diketahui < 3 dosis,
maka segera lengkapi dosis imunisasi difteri (3 dosis).
Anak usia 18 bulan, bila status imunisasi dasar diketahui sudah
lengkap imunisasi dasar 3 dosis tetapi belum mendapatkan imunisasi
booster, maka diberikan 1 dosis sebagai booster.
Interval waktu pemberian 3 dosis imunisasi:
- Pada usia < 1 tahun: antara dosis pertama - kedua dan dosis kedua –
ketiga interval 1 bulan.
- Pada usia > 1 tahun: antara dosis pertama – kedua interval 1 bulan dan
dosis kedua – ketiga interval 6 bulan.
Contoh:
Provinsi Nangroe Aceh Darussalam, kota Banda Aceh, puskesmas X dilaporkan
kasus pertama difteri tahun 2015 maka penomoran Epidnya adalah sebagai berikut :
D01020011501
BAB VI
LABORATORIUM SURVEILANS DIFTERI
a. Peran dan Fungsi laboratorium
1. Membantu menegakkan diagnosis pasti dengan pemeriksaan kultur difteri :
ditemukan Corynebacterium diphtheriae
2. Menentukan tipe difteri : C.diphtheriae tipe gravis, Intermedius dan mitis
3. Menentukan toksigenitas difteri : penentuan toksigenitas dilakukan
menggunakan metode PCR atau elek test
5. Labeling spesimen.
Labeling ( pemberian label/etiket)
Tiap spesimen yang diambil harus diberi label /etiket yaitu dengan label nama
penderita
6. Penyimpanan.
Apabila sampel swab tenggorokan tidak segera diperiksa dalam 2 jam maka didalam
transport media harus disimpan pada suhu 2-8°C.di lemari es (refrigerator).
Untuk pengemasan dan pengiriman spesimen difteri dapat juga dilakukan dengan
menyesuaikan kondisi yang ada tanpa mengurangi prinsip makna pengiriman
spesimen tersebut seperti contoh di bawah ini.
c. Pemeriksaan Laboratorium
Secara umum tahapan pemeriksaan dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu kultur,
Mikroskopis, biokimia dan toksigenisitas. Pemeriksaan tambahan dapat berupa
serologi, resistensi dan molecular typing.
Laporan tentang hasil segera dikirimkan ke instansi pengirim, untuk ditindak lanjuti
oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Propinsi, Subdit
Surveilans dan subdit terkait Ditjen P2PL melalui fax/e-mail/pos/SMS.
Lampiran 1
KUESIONER INVESTIGASI KLB DIFTERI
:
NO. STATUS : KASUS /
…………………………
KUESIONER RESPONDEN KONTAK
….
: :
DESA ………………………… PUSKESMAS ………………………
…. …….
: :
KECAMATAN ………………………… KABUPATEN ………………………
…. …….
DATA
I.
UMUM
NAMA :……………………… UMUR :………. TAHUN ……
1
L/P BULAN
BELUM SEKOLAH / TK / SD / SLTP / SLTA / PT / TDK
3 SEKOLAH
SEKOLAH
JIKA : NAMA SEKOLAH :…………… ALAMAT : JL. ………….
SEKOLAH ……………
: BELUM BEKERJA / PETANI / BURUH / PNS / ABRI /
4 PEKERJAAN LAIN LAIN
JIKA : NAMA TEMPAT KERJA :……….……………. ALAMAT : JL.
BEKERJA ……….…………
NAMA ORANG
5 TUA ……………………………………………….
6 ALAMAT RUMAH JLN. ………………………………………….. RT. … RW. ……
KEL./ DESA …………………………. KECAMATAN
…………………………
Spesimen
Nomor U m u r Jenis Tgl mulai Vaksin Difteri Sebelum Sakit Hasil Kontak Keadaa
No Nama kelami Alamat (Kec. Dan Desa/ Kel.) sakit Tanggal Klasifikasi
Epidemiologi Tidak / Tdk Ambil Kultur Mikroskop Jumla diambil n Akhir
Thn Bln n (L/P) (demam) Berapa Kali Tenggoro Hidun Tenggoro Hidun Positif
Tahu h spec (swab
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Catatan:
Form ini dilaporkan bulanan ada kasus maupun tidak ada kasus dan kasus yang dilaporkan adalah kasu baru
No : Jelas Hasil Pemeriksaan Spesimen : Hasil pemeriksaan laboratorium (Kultur dan Mikroskopis),
Nomorepid : diisi dengan hurup D (difteri), 2 digit Kode provinsi, 2 Digit Kode kab/kota, isi dengan tanda + (positif) dan - (negatif) dikolom hasil
2 Digit tahun kejadian, 3 digit nomor kasus Contoh : D.13.29.11.001 Klasifikasi : Hasil kesimpulan akhir penderita, isi dengan Probabel atau Konfirmasi
( artinya : Kasus pertama di tahun 2011 dari Kabupaten Gresik Provinsi Jawa Timur ) - Probable (WHO 2003) = Faringitis, Laringitis/Tonsilitis dan ditemukan membran
Nama : Jelas yang melekat pada faring/laring atau mucosa hidung
Umur (Tahun) : Umur berdasarkan ulang tahun terkahir (isi dengan angka) - Konfirm (WHO 2003) = Probable yang ditemukan kuman difteria
Umur (Bulan) : Bulan lahir (isi dengan angka) pada pemeriksaan spesimen ATAU ada link epidemiology dengan kasus konfirm.
Jenis kelamin : Jenis kelamin penderita (isi dengan L jika laki-laki dan P jika perempuan) Kontak : Jumlah kontak erat dengan kasus, selama 7 hari sejak kontak terakhir. (isi dengan angka)
Alamat : Alamat tempat tinggal penderita 7 hari sebelum sakit yang terdiri dari Kecamatan dan desa/ kelurahan kontak yang diambil specimen : Jumlah kontak yang diambil spesimennya (isi dengan angka)
Vaksin Difteri : Berapa kali penderita mendapat vaksin difteri (DPT/DT dan Td), tidak mendapat atau tidak tahu Hasil Spesimen Positif kontak : Jumlah kontak yang hasil labnya positif
Tanggal ambil spesimen : Tanggal pengambilan Spesimen Keadaan akhir kasus : isi dengan sehat atau meninggal
Mengetahui,
(.................................................)
Lampiran 3
Provinsi :
Month : Januari
Year :
Update :
Kasus Difteri
Meningg
Vaksina
Vaksina
Vaksina
Vaksina
Vaksina
Vaksina
Total
Total
Total
Total
Total
Total
al
si
si
si
si
si
si
8. Indikator :
a. Kelengkapan laporan puskesmas (C-1) : ≥ 90%
b. Ketepatan laporan puskesmas : ≥ 80 %
c. Kelengkapan laporan surveilans aktif RS : ≥ 90 %
d. KLB dilakukan penyelidikan : 100 %
e. Dilakukan pemeriksaan laboratorium : 100%