291 22 PB
291 22 PB
B
B IOTEKNOLOGI &
IOSAINS VOLUME 5 NOMOR 2
EKSTRAK DAUN SEMBUNG (Blumea balsamifera) MEMPERBAIKI HISTOLOGI TESTIS TIKUS WISTAR YANG
DIINDUKSI PAKAN TINGGI LEMAK - I Gede Widhiantara, Anak Agung Ayu Putri Permatasari, Ferbian Milas Siswanto,
Ni Putu Eny Sulistya Dewi
PEMURNIAN ENZIM SEFALOSPORIN-C ASILASE DAN OPTIMASI PROSES KROMATOGRAFI PENUKAR ION - Uli
Julia Nasution, Silvia Melinda Wijaya, Ahmad Wibisana, Anna Safarrida, Indra Rachmawati, Dian Japany Puspitasari,
DESEMBER 2018
DAMPAK TEKNIK PENGIRISAN DAN PENCETAKAN TERHADAP DAYA APUNG PAKAN IKAN YANG
DIFERMENTASI MENGGUNAKAN Rhizopus sp.- Lulu Suliswati, Catur Sriherwanto, Imam Suja'I
IDENTIFIKASI AKTINOMISETES SEDIMEN AIR TAWAR MAMASA, SULAWESI BARAT DAN AKTIVITASNYA
SEBAGAI ANTIBAKTERI DAN PELARUT FOSFAT - Ade Lia Putri, Puspita Lisdiyanti, Mia Kusmiati
UJI AKTIVITAS ANTIJAMUR BEBERAPA SENYAWA MONOKARBONIL ANALOG CURCUMIN HASIL SINTESIS -
Ismi Rahmawati, Desi Purwaningsih
EVALUASI AKTIVITAS INHIBISI XANTIN OKSIDASE DAN KANDUNGAN SENYAWA POLIFENOL DARI EKSTRAK
SAPPAN - Sri Ningsih, . Churiyah
HISTOLOGI LIMPA DAN HEMATOLOGI MENCIT YANG DIINFEKSI Escherichia coli SETELAH PEMBERIAN ASAM
HUMAT GAMBUT KALIMANTAN - Diah Wulandari Rousdy, Elvi Rusmiyanto Pancaning Wardoyo
PENGARUH WADAH KULTUR DAN KONSENTRASI SUMBER KARBON PADA PERBANYAKAN KENTANG
ATLANTIK SECARA IN VITRO - Karyanti Karyanti, Yosua Glen Kristianto, Hayat Khairiyah, Linda Novita, Tati Sukarnih,
Yayan Rudiyana, Dewi Yustika Sofia
PENINGKATAN AKTIVITAS LIPASE KAPANG LIMBAH KERNEL DAN NUT KELAPA SAWIT DENGAN RADIASI
GAMA DAN ULTRAVIOLET - Aris Indriawan, Wibowo Mangunwardoyo, Dadang Suhendar, Trismilah Siswodarsono
PENGARUH PEMBERIAN MANUR BROILER DENGAN FERMENTASI Lactobacillus casei TERHADAP KONVERSI
PAKAN AYAM KAMPUNG - Alfarisa Nururrozi, Soedarmanto Indarjulianto, Dhasia Ramandani, Yanuartono Yanuartono
AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK KAPANG ENDOFIT Cb.Gm.B3 ASAL RANTING KAYU MANIS (Cinnamomum
burmanni) - Fauzy Rachman, Nisa Rachmania Mubarik, Partomuan Simanjuntak
KEMAMPUAN EKSTRAK SENYAWA AKTIF BAKTERI ENDOFIT DALAM MENGHAMBAT PERTUMBUHAN Fusarium
oxysporum f.sp. PADA KELAPA SAWIT - Emilia Candrawati, Bedah Rupaedah, Sumpono Sumpono, Agus Sundaryono
KERAGAMAN GENETIK 22 AKSESI PADI LOKAL TORAJA UTARA BERBASIS MARKA SIMPLE SEQUENCE
REPEATS (SSR) - Holy Ekklesia Ladjao, Rinaldi Sjahril, Muh. Riadi
MANURE UNGGAS: SUPLEMEN PAKAN ALTERNATIF DAN DAMPAK TERHADAP LINGKUNGAN - Yanuartono
Yanuartono, Alfarisa Nururrozi, Soedarmanto Indarjulianto, Nurman Haribowo, Hary Purnamaningsih, Slamet Raharjo
JURNAL
BIOTEKNOLOGI & BIOSAINS INDONESIA
KATA PENGANTAR
Rasa syukur yang dalam kami sampaikan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan hidayahNya, kami dapat menghadirkan Jurnal Bioteknologi &
Biosains Indonesia (JBBI) Volume 5 Nomor 2 Desember 2018. Dengan semakin
tingginya minat mahasiswa, dosen, perekayasa dan peneliti yang mengirimkan hasil
tulisan ilmiah mereka ke JBBI, telah menjadi titik tolak bagi kami untuk meningkatkan
kualitas JBBI. JBBI telah mulai dikenal oleh berbagai komunitas ilmiah sebagai media
komunikasi yang mempublikasi naskah atau tulisan dalam bidang bioteknologi dan
biosains, mencakup hasil-hasil kerekayasaan dan penelitian mutakhir. Penyaringan
naskah-naskah yang masuk pun kini telah dapat dilakukan dengan lebih ketat.
Pada edisi kali ini JBBI menampilkan 15 tulisan hasil riset dan 1 tulisan tinjauan dari
berbagai institusi dan perguruan tinggi di Indonesia. Kami menyadari bahwa jurnal ini
masih jauh dari sempurna, oleh karena itu perlu pembenahan. Segala kritik, saran dan
himbauan dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan penerbitan pada edisi mendatang.
Redaksi
i
VOLUME 5 NOMOR 2 DESEMBER 2018 ISSN 2548 – 611X
JURNAL
BIOTEKNOLOGI & BIOSAINS INDONESIA
Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kami sampaikan kepada
para Mitra Bestari, yang telah memberikan sumbang sarannya dalam menelaah
naskah-naskah yang masuk, yaitu:
1. Dr. R. Ahmad Fauzantoro 12. Dr. rer. nat Kartika Senjarini, M.Si
2. Dr. rer. nat. Anis H Mahsunah 13. Dr. Mia Miranti
3. Dr. Anuraga Jayanegara 14. Dr. Mulyoto Pangestu, PhD
4. Dr. Churiyah 15. Prof. Dra. Netty Widyastuti, M.Si
5. Dr. Dewi Sukma 16. Dr. Ratu Siti Aliah
6. Dr. Dudi Hardianto 17. Ir. Rinaldi Sjahril, M.Agr., Ph.D
7. Dr. Ir. Elok Zubaidah, MP 18. Dr. Riza Arief Putranto, DEA
8. Dr. Erwahyuni Endang Prabandari 19. Dr. Rofiq Sunaryanto, S.Si, M.Si
9. Prof. Dr. drh. Herdis, M.Si 20. Prof. Dr. Sismindari, SU., Apt
10. Dr. Hermin P Kusumaningrum 21. Prof. Dr. Suyanto Pawiroharsono, DEA
11. Juwartina Ida Royani, M.Si 22. Dr. Tia Setiawati, M.Si
Dengan kesungguhan dan kecermatan para Mitra Bestari, telah memungkinkan kami
meningkatkan kualitas dan menjaga mutu penulisan pada penerbitan Jurnal
Bioteknologi & Biosains Indonesia (JBBI) edisi Bulan Desember 2018 ini.
Kepada Tim Teknis yang telah bekerja keras dalam proses penerbitan, mulai dari
editing tata bahasa, layout halaman, disain cover dan pekerjaan-pekerjaan teknis lain
sehingga edisi ini dapat ditayangkan, juga disampaikan terima kasih dan penghargaan
yang sebesar-besarnya. Tanpa kerja keras mereka upaya penerbitan edisi ini mungkin
tidak akan terwujud. Terakhir kami sampaikan terima kasih kepada penulis yang
dengan komitmen, pemikiran dan kerjasamanya telah berkontribusi pada edisi Bulan
Desember 2018.
Redaksi
ii
VOLUME 5 NOMOR 2 DESEMBER 2018 ISSN 2548 – 611X
JURNAL
BIOTEKNOLOGI & BIOSAINS INDONESIA
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
iii
HISTOLOGI LIMPA DAN HEMATOLOGI MENCIT YANG DIINFEKSI 168-176
Escherichia coli SETELAH PEMBERIAN ASAM HUMAT GAMBUT
KALIMANTAN
Diah Wulandari Rousdy, Elvi Rusmiyanto Pancaning Wardoyo
iv
EDITORIAL TEAM
EDITOR-IN-CHIEF
Dr. Teuku Tajuddin
Laboratory for Biotechnology, Agency for the Assessment and Application of
Technology (BPPT), Indonesia
MANAGING EDITOR
Indria Puti Mustika, S.Si
Laboratory for Biotechnology, Agency for the Assessment and Application of
Technology (BPPT), Indonesia
Siti Zulaeha, S.Si
Laboratory for Biotechnology, Agency for the Assessment and Application of
Technology (BPPT), Indonesia
EDITORIAL BOARD
Dr. Drs. Agung Eru Wibowo, Apt. M.Si.
Laboratory for Biotechnology, Agency for the Assessment and Application of
Technology (BPPT), Indonesia
Diana Dewi, M.Si.
Laboratory for Biotechnology, Agency for the Assessment and Application of
Technology (BPPT), Indonesia
Dyah Noor Hidayati, M.Si.
Laboratory for Biotechnology, Agency for the Assessment and Application of
Technology (BPPT), Indonesia
Dr. Edy Marwanta, B. Eng., M. Eng.
Laboratory for Biotechnology, Agency for the Assessment and Application of
Technology (BPPT), Indonesia
Prof. Dr. Eniya Listiani Dewi, B.Eng., M.Eng.
Deputy for Agroindustrial Tech. & Biotechnology, Agency for the Assessment and
Application of Technology (BPPT), Indonesia
Dr. Hardaning Pranamuda, M.Sc.
Center For Agroindustrial Technology, Agency for the Assessment and Application of
Technology (BPPT), Indonesia
Drs. Tarwadi , M.Si.
Center for Pharmaceutical and Medical Technology, Agency for the Assessment and
Application of Technology (BPPT), Indonesia
Dr. Wahyu Bahari Setianto
Center For Agroindustrial Technology, Agency for the Assessment and Application of
Technology (BPPT), Indonesia
Dr. Dra. Yenni Bakhtiar, M.Ag.Sc.
Centre for Technology Service, Agency for the Assessment and Application of
Technology (BPPT), Indonesia
v
PEER REVIEWER
Dr. Agustin Krisna Wardani
Faculty of Agricultural Technology, Brawijaya University, Indonesia
Dr. R. Ahmad Fauzantoro
Laboratory for Biotechnology, Agency for the Assessment and Application of
Technology (BPPT), Indonesia
Dr. rer. nat. Anis Herliyanti Mahsunah
Laboratory for Biotechnology, Agency for the Assessment and Application of
Technology (BPPT), Indonesia
Dr. Anuraga Jayanegara
Dept. of Nutrition Science and Feed Technology, Faculty of Husbandry, Bogor
Agricultural University, Bogor, Indonesia
Dr. C Churiyah
Center of Technology for Pharmautical and Medical BPPT, Indonesia
Dr. Dewi Sukma
Departemen Agronomi & Hortikultura, Faperta Institut Pertanian Bogor, Indonesia
Dr. Dudi Hardianto
Center for Pharmaceutical and Medical Technology, Agency for the Assessment and
Application of Technology (BPPT), Indonesia
Dr. Elok Zubaidah
Faculty of Agriculture Technology, Brawijaya University, Malang, Indonesia
Dr. Erwahyuni Prabandari
Laboratory for Biotechnology, Agency for the Assessment and Application of
Technology (BPPT), Indonesia
Eva Nikastri, STP., M.Si.
Pusat Riset dan Kajian Obat & Makanan BPOM, Indonesia
Prof. Herdis
Center for Agricultural Production Technology, Agency for the Assessment and
Application of Technology (BPPT), Indonesia
Dr. Hermin Pancasakti Kusumaningrum
Diponegoro University, Indonesia
Dr. Josephine Siregar
Eijkman Institute for Molecular Biologi, Jakarta, Indonesia
Juwartina Ida Royani, M.Si.
Center For Agricultural Production Technology, Agency for The Assesment and
Application of Technology, Indonesia
Dr. rer. nat. Kartika Senjarini
Faculty of Mathematics and Natural Sciences, The University of Jember, East Java,
Indonesia
Dr. Marwan Diapari
London Research and Development Centre, Ottawa, Canada
vi
Dr. Mia Miranti
Department of Biology, Faculty of Mathematics and Natural Sciences, Padjadjaran
University, West Java, Indonesia
Dr. Mulyoto Pangestu
Monash Clinical School, Monash University, Australia
Prof. Netty Widyastuti
Center for Bioindustrial Technology, Agency for the Assessment and Application of
Technology (BPPT), Indonesia
Dr. Ratu Siti Aliah
Center for Agricultural Production Technology, Agency for the Assessment and
Application of Technology (BPPT), Indonesia
Ir. Rinaldi Sjahril, M.Agr., Ph.D
Faculty of Agriculture, Hasanuddin University, Indonesia
Dr. Riza Arief Putranto
Pusat Penelitian Bioteknologi dan Bioindustri, Bogor, West Java, Indonesia
Dr. Rofiq Sunaryanto
Center for Bioindustrial Technology, Agency for the Assessment and Application of
Technology (BPPT), Indonesia
Prof. Dr. Sismindari
Faculty of Pharmacy, Gadjah Mada University, Yogyakarta, Indonesia
Prof. Dr. S. Sudarsono
Department of Agronomy and Horticulture, Bogor Agricultural University, Bogor,
Indonesia
Prof. Dr. Sony Suharsono
Faculty of Mathematics and Natural Sciences, Bogor Agricultural University, Bogor,
Indonesia
Prof. Suyanto Pawiroharsono
Center for Bioindustrial Technology, Agency for the Assessment and Application of
Technology (BPPT), Indonesia
Dr. Tia Setiawati
Faculty of Mathematics and Natural Sciences, Padjadjaran University, Indonesia
LANGUAGE EDITOR
Dr. Ir. Akhmad Jufri, M.Sc.
Center for Agricultural Production Technology, Agency for the Assessment and
Application of Technology (BPPT), Indonesia
Dra. Hadiyati Tarwan
Centre for Information Management, Agency for the Assessment and Application of
Technology (BPPT), Indonesia
vii
ONLINE JOURNAL MANAGER
Dr. rer. nat. Catur Sriherwanto
Laboratory for Biotechnology, Agency for the Assessment and Application of
Technology (BPPT), Indonesia
Devit Purwoko, M.Si.
Laboratory for Biotechnology, Agency for the Assessment and Application of
Technology (BPPT), Indonesia
SECRETARIAT
Imron Rosidi, M.Si.
Laboratory for Biotechnology, Agency for the Assessment and Application of
Technology (BPPT), Indonesia
Nuryanah, SE
Laboratory for Biotechnology, Agency for the Assessment and Application of
Technology (BPPT)
viii
VOLUME 5 NOMOR 2 DESEMBER 2018 ISSN 2548 – 611X
JURNAL
BIOTEKNOLOGI & BIOSAINS INDONESIA
I Gede Widhiantara1,*, A.A. Ayu Putri Permatasari1, Ferbian Milas Siswanto1, Ni Putu Eny Sulistya Dewi2
1
Program Studi Biologi, 2Program Studi Ilmu Gizi
Fakultas Ilmu Kesehatan, Sains dan Teknologi, Universitas Dhyana Pura, Badung, Bali, 80361
*Email: widhiantara@undhirabali.ac.id
ABSTRACT
High fat and high cholesterol diet cause hyperlipidemia, leading to various health problems
including reproductive health. The purpose of this study was to examine the effect of
sembung (Blumea balsamifera) leaf extract on testicular histology profile of high-fat-diet-
induced wistar. This research used 16 adult male rats (Rattus norvegicus), aged 3-4 month,
weighing 150-200 g, and randomly divided into two groups. Eight rats were treated with
distilled water and eight rats were treated with 2 mg/mL B. balsamifera extract. High-fat diet
was a 30 days of porcine fat feed. The results showed that the diameter of seminiferous
tubules, the number of spermatogenic cells of spermatogonium A, spermatocytes Pakiten
and spermatid 16 were increased by giving sembung leaf extract for 50 days (p <0.05).
These results suggested that the sembung leaf extract improves testis histology of high-fat
diet-induced rats.
Keywords: high-fat diet, rat, sembung leaf, seminiferous tubules, spermatogenic cells
ABSTRAK
Makanan tinggi lemak dan tinggi kolestrol menyebabkan hiperlipidemia yang menimbulkan
masalah pada sistem reproduksi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui manfaat
pemberian ekstrak daun sembung (Blumea balsamifera) terhadap profil tubulus seminiferus
dan sel-sel spermatogenik pada tikus wistar yang diinduksi pakan tinggi lemak. Sebanyak 16
ekor tikus wistar jantan dewasa (Rattus norvegicus) umur 3-4 bulan, berat 150-200 g, secara
random dibagi dua kelompok, yaitu 8 ekor tikus kelompok kontrol (aquades steril) dan 8 ekor
tikus kelompok perlakuan (ekstrak daun sembung dosis 2 mg/mL). Tikus diinduksi pakan
tinggi lemak berupa lemak babi selama 30 hari. Pada prettest dilakukan pemeriksaan
diameter tubulus seminiferus dan sel-sel spermatogenik. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa rata-rata diameter tubulus seminiferus tikus meningkat signifikan setelah pemberian
ekstrak daun sembung. Peningkatan secara signifikan juga diikuti oleh spermatogonium A,
spermatosit Pakiten dan spermatid 16 (p<0,05). Dapat disimpulkan bahwa ekstrak daun
sembung memperbaiki histologi testis tikus wistar yang diinduksi pakan tinggi lemak.
Kata Kunci: daun sembung, pakan tinggi lemak, sel spermatogenik, tikus, tubulus seminiferus
111
Ekstrak Daun Sembung (Blumea balsamifera) Memperbaiki Histologi... Widhiantara et al.
112
J Bioteknol Biosains Indones – Vol 5 No 2 Thn 2018
Sampel tikus yang dipilih dibagi menjadi 2 residunya. Residu dijadikan satu untuk
kelompok, yaitu kelompok kontrol selanjutnya didestilasi untuk memisahkan
hiperlipidemia yang diberikan aquades steril alkohol dengan ekstrak daun sembung.
dan kelompok perlakuan yang diberi ekstrak Setelah terpisah ekstrak diuapkan hingga
daun sembung secara oral. Jumlah sampel terbentuk serbuk kering yang kemudian
yang dipakai berjumlah 8 ekor pada masing- disimpan (Gambar 2). Kadar daun sembung
masing kelompok dengan menambahkan 1 dihitung dengan cara membandingkan bobot
ekor cadangan pada kedua kelompok. daun dengan volume akhir yang diperoleh,
Pemberian diet tinggi lemak pada kelompok hingga diperoleh kadar dengan satuan
kontrol dan perlakuan (pretest) selama 30 mg/mL.
hari setelah tikus diaklimatisasi selama 7 Selanjutnya sampel dieutinasi
hari. Kemudian pada kelompok kontrol (dimatikan) untuk dibuat preparat histopatologi
diberikan aquades steril (posttest) testis. Pembuatan preparat histopatologi
sedangkan pada kelompok perlakuan dilakukan di Laboratorium Balai Besar
diberikan ekstrak daun sembung secara oral Penyakit Veteriner, Denpasar. Organ testis
sebanyak 2 mg/mL selama 50 hari (posttest) yang telah dipisahkan, kemudian difiksasi
(Gambar 1B). Selama penelitian tikus pada larutan buffer formalin 10% selama 3
diberikan pakan standar secara ad libitum. jam, lalu dilakukan dehidrasi. Mula-mula pada
Pakan standar yang diberikan adalah alkohol 70% selama ½ jam, selanjutnya
Pakan Ayam CP594 dari PT. Pokphand dimasukkan ke dalam alkohol 95% selama ½
yang mengandung kadar air 13%, protein jam, kemudian dimasukkan ke dalam alkohol
17,5-19,5%, lemak 3%, serat 8%, abu 7%, 100% pertama (I) selama ½ jam, kedua (II)
kalsium 0,9%, dan fosfor 0,9%. Pakan tinggi selama 1 jam, ketiga (III) selama 1 jam dan
lemak mengandung kolesterol 1%, kuning keempat (IV) selama 1 jam.
telur 5%, lemak babi 30%, minyak goreng Kemudian proses clearing
5%, makanan standard sampai 100%. dimasukkan ke dalam xylol pertama (I)
Ekstraksi daun sembung dilakukan di selama 1 jam dan xylol kedua (II) selama 2
Laboratorium Bioteknologi, Universitas jam, kemudian impregnasi embedding
Dhyana Pura (Gambar 2). Sampel daun dengan dimasukkan ke dalam parafin
sembung yang dipilih berukuran sedang dan pertama (I) selama 2½ jam dan parafin
berwarna hijau yang diambil di daerah Tista,
Kerambitan, Tabanan kemudian dibersihkan
dari bahan organik asing dan kotoran.
Selanjutnya ditimbang sejumlah tertentu,
dimasukkan ke dalam juicer dan
dihancurkan, ditambahkan etanol sebagai
senyawa pengekstrak. Lalu dimaserasi
selama 24 jam. Selanjutnya disaring
beberapa kali untuk kemudian diambil
113
Ekstrak Daun Sembung (Blumea balsamifera) Memperbaiki Histologi... Widhiantara et al.
Tabel 1. Profil histologi testis tikus wistar kelompok Tabel 2. Profil histologi testis tikus wistar kelompok
kontrol yang diinduksi pakan tinggi lemak dan perlakuan yang diinduksi pakan tinggi lemak
diberikan aquades steril dan diberikan ekstrak daun sembung secara
oral sebanyak 2 mg/mL selama 50 hari
Pemeriksaan
Variabel Pemeriksaan
Pretest Posttest Variabel
Diameter tubulus (µm) 265,63±19,25 253,43±41,43
NS Pretest Posttest
NS Diameter tubulus (µm) 265,63±7,25 339,97±9,35*
Spermatogonium A 35,25±2,77 37,48±2,45
NS Spermatogonium A 35,85±1,94 55,1±3,52*
Spermatosit Pakiten 39,05±2,55 40,03±1,84
NS
Spermatosit Pakiten 35,53±2,79 48,3±1,96*
Spermatid 7 43,35±2,23 41,03±2,53 NS
Spermatid 7 38,28±1,98 44,15±2,53
NS
Spermatid 16 48,9±3,57 49,03±2,28
Spermatid 16 47,3±3,57 61,43±2,32*
kedua (II) selama 4 jam. Kemudian dibuat beda rerata menggunakan uji paired t-test
blok parafin dan disimpan dalam almari es. serta independent t-test untuk mengetahui
Selanjutnya blok parafin dipotong dengan efek pemberian ekstrak daun sembung.
mikrotom setebal 5 mikron dan dilakukan
pewarnaan (staining). Pewarnaan sediaan HASIL DAN PEMBAHASAN
testis dengan Hematoxylin-Eosin (HE),
dengan cara pertama deparafinisasi dengan Hasil penelitian menunjukkan bahwa
xylol, hidrasi dengan serial alkohol 100% (2 tikus yang diberikan aquades steril (kontrol)
2 menit), 95% (2 menit), 90% (2 menit), tidak mengalami perubahan diameter
80% (2 menit), 70% (2 menit) kemudian tubulus seminiferus serta jumlah sel-sel
diwarnai dengan hematoxylin selama 1 spermatogenik (spermatogonium A,
menit, lalu cuci dengan air keran beberapa spermatosit primer, dan spermatid 16)
menit sampai air bersih, lalu diwarnai (Tabel 1). Namun pada kelompok yang
dengan eosin biarkan selama 5 menit, lalu diberikan ekstrak daun sembung selama 50
cuci 2 kali dengan alkohol 75%, kemudian hari, ketebalan tubulus seminiferus serta sel-
dilakukan dehidrasi dengan alkohol 95%, sel spermatogenik mengalami peningkatan
bersihkan dengan xylene, selanjutnya secara signifikan (Tabel 2). Jumlah sel
dilakukan mounting menggunakan entelan. spermatid 7 meningkat tapi tidak signifikan
Pemeriksaan histopatalogi testis pada kelompok ini (p>0,05).
menggunakan mikroskop elektrik dengan Hasil penelitian menunjukkan
pembesaran 100 kali (10 10) dan 400 kali pemberian pakan tinggi lemak menyebabkan
(10 40). Pengukuran diameter tubulus atrofi tubulus seminiferus pada testis yang
seminiferus dengan cara mengukur diameter ditandai dengan struktur tubulus yang
tubulus yang bulat atau dianggap bulat abnormal serta diameter tubulus yang
menggunakan software ImageJ. Jumlah rendah sebelum diberikan perlakuan
tubulus yang diukur adalah sebanyak 30 (pretest) yaitu 265,63±19,25 µm pada
tubulus per sampel. Penghitungan sel-sel kelompok kontrol dan pada kelompok
spermatogenik dilakukan dengan perlakuan 265,63±7,25 µm. Setelah
menghitung spermatogonium A, spermatosit, diberikan perlakuan selama 50 hari,
spermatid 7 dan spermatid 16 sebanyak 5 kelompok kontrol menunjukkan tidak adanya
lapang pandang kemudian dirata-ratakan. perbaikan karakteristik histologi, namun
Foto histologi diambil menggunakan kamera kelompok yang diberikan ekstrak daun
digital Optilab. sembung menunjukkan perbaikan struktur
Data rerata diameter tubulus dan tubulus dan proses spermatogenesis
jumlah sel-sel spermatogenik dianalisis (Gambar 3, Tabel 3). Kejadian hiperlipidemia
dengan program SPSS. Uji normalitas akibat pakan tinggi lemak erat kaitannya
dengan Kolmogorov-Smirnov dan dengan peningkatan radikal bebas (Reactive
homogenitas data dengan Leven Test. Uji Oxygen Species/ROS) pada sel dan jaringan
114
J Bioteknol Biosains Indones – Vol 5 No 2 Thn 2018
Gambar 3. Atrofi tubulus seminiferus terjadi pada tubulus seminiferus testis tikus, pembesaran gambar 100 kali (A)
dengan gejala penurunan jumlah SPA dan SPs, diameter TS dan RI yang kosong, pembesaran gambar
400 kali (B). Tubulus seminiferous testis tikus setelah pemberian ekstrak daun sembung (Blumea
balsamifera) dosis 2 mg/mL, pembesaran gambar 100 kali (C) merangsang peningkatan SPA dan SPs,
diameter TS dan struktur sel-sel pada RI yang lebih rapat, pembesaran gambar 400 kali (D). Keterangan:
TS = Tubulus Semineferus; r = radius; RI = Ruang Interstisial; SL = Sel Leydig; SPA = Sel
spermatogonium A; SPs = Sel spermatosit; SP7 = Spermatid 7; SP16 = Spermatid 16
115
Ekstrak Daun Sembung (Blumea balsamifera) Memperbaiki Histologi... Widhiantara et al.
Tabel 3. Komparasi rerata tubulus seminiferus dan cukup tinggi mencapai 25% dibandingkan
sel-sel spermatogenik tikus wistar antar dengan jenis tanaman hijau golongan legum
kelompok sesudah perlakuan (posttest) lainnya. Saponin merupakan senyawa
bioaktif yang dapat menghambat biosintesis
Kelompok
Variabel kolesterol secara eksogen (Kusuma et al.
Kontrol Perlakuan
2011). Senyawa saponin mengikat kolesterol
Diameter tubulus (µm) 253,43±41,43 339,97±9,35* dengan asam empedu sehingga dapat
Spermatogonium A 37,48±2,45 55,1±3,52* menurunkan kadar kolesterol pada tikus
jantan galur wistar hiperlipidemia (Afrose et
Spermatosit Pakiten 40,03±1,84 48,3±1,96* al. 2009). Aktifitas senyawa golongan
Spermatid 7 41,03±2,53 44,15±2,53
NS flavonoid pada daun sembung berfungsi
sebagai imunomodulator dan antioksidan
Spermatid 16 49,03±2,28 61,43±2,32* sehingga mampu menjaga metabolisme sel,
meningkatkan regenerasi dan menghambat
Keterangan: *p<0,05; NS= tidak signifikan dibandingkan kerja radikal bebas (Kusuma et al. 2011;
dengan kontrol menggunakan independent t-test Procházková et al. 2011).
116
J Bioteknol Biosains Indones – Vol 5 No 2 Thn 2018
117
Ekstrak Daun Sembung (Blumea balsamifera) Memperbaiki Histologi... Widhiantara et al.
118
J Bioteknol Biosains Indones – Vol 5 No 2 Thn 2018
JURNAL
BIOTEKNOLOGI & BIOSAINS INDONESIA
ABSTRACT
Cephalosporin-C acylase (CCA) has an important role in the one-step conversion of
cephalosporin-C into 7-ACA. Purification process aims to increase specific activity of CCA
enzyme. Purification began with cell lysis, ammonium sulphate precipitation, dialysis, ion
exchange chromatography (IEC) and size exclusion chromatography. IEC optimization of
elution step was also done to compare gradient and isocratic elusion. Purification was
capable to increase the enzyme purity upto 33.66 fold, with specific activity of 3.00 U/mg and
the yield reached 41.41%. Optimization of elusion during IEC showed that isocratic protein
elusion was more efficient (taking shorter time, 3 column volume (CV) only) than that of
gradient batch (up to 9 CV). SDS-PAGE analysis demonstrated that the recombinant CCA
enzyme existed in two types, active enzyme containing α-subunit (25 kDa) and β-subunit (58
kDa), and inactive enzyme (83 kDa) as precursor. Furthermore, 30% ammonium sulphate
saturated precipitation was able to precipitate this inactive CCA.
ABSTRAK
Sefalosporin-C asilase (CCA) merupakan enzim yang berperan penting dalam konversi satu
tahap sefalosporin-C menjadi 7-ACA. Proses purifikasi merupakan salah satu cara untuk
meningkatkan aktivitas spesifik enzim CCA. Proses purifikasi dimulai dari memecah sel,
diikuti dengan tahap presipitasi menggunakan amonium sulfat, dialisis, kromatografi penukar
ion (IEC) dan kromatografi eksklusi. Optimasi proses IEC pada tahap elusi juga dilakukan
untuk membandingkan elusi enzim CCA secara gradien dan isokratik. Proses purifikasi pada
penelitian ini mampu meningkatkan kemurnian enzim hingga 33,66 kali, dengan aktivitas
spesifik sebesar 3,00 U/mg dan perolehan enzim sebesar 41,41%. Hasil optimasi IEC pada
proses elusi secara isokratik lebih efisien dari segi waktu (hanya membutuhkan 3 kolom
volume (CV) dibandingkan dengan secara gradien (sampai 9 CV). Hasil SDS-PAGE
menunjukkan bahwa CCA rekombinan merupakan enzim dengan 2 macam bentuk yaitu
enzim aktif, yang terdiri dari subunit α (25 kDa) dan β (58 kDa), dan enzim tidak aktif berupa
prekursor (83 kDa). Proses presipitasi menggunakan amonium sulfat 30% tersaturasi dapat
mengendapkan prekursor CCA.
119
Pemurnian Enzim Sefalosporin-C Asilase... Nasution et al.
120
J Bioteknol Biosains Indones – Vol 5 No 2 Thn 2018
tahap untuk mendapatkan 7-ACA dari Cep- Preparasi media pertumbuhan bakteri
C. Beberapa studi genetik telah dilakukan Untuk regenerasi dan pemeliharaan
untuk meningkatkan aktivitas CCA terhadap mikroba, bakteri penghasil CCA
Cep-C (Shin et al. 2009). Sebagai contoh, 2 ditumbuhkan dalam media LB agar dengan
mutan penghasil CCA dari Pseudomonas komposisi (g/L): 10 g Tripton, 10 g NaCl, 5 g
N176, M31βF / H57βS / H70βS dan yeast extract dan 20 g agar. Kemasaman pH
A215αY/ M31βF/H70βS, masing-masing diatur menjadi 7,5 dengan NaOH 1 N. Media
menunjukkan 3,3 kali dan 4,3 kali disterilisasi pada suhu 121ºC selama 20
peningkatan aktivitas spesifik terhadap CPC, menit. Sebanyak 100 µg/mL larutan
dibandingkan dengan template awalnya Ampisilin dengan konsentrasi 100 mg/mL
(M31βF), dengan penghapusan inhibisi ditambahkan ke dalam media setelah suhu
substrat dan pengurangan inhibisi produk turun menjadi ±55ºC. Sebagai media untuk
(Xiao et al. 2014). Contoh lainnya adalah pembuatan inokulum digunakan media LB
mutan penghasil CCA acyII dari cair dengan komposisi yang sama seperti
Pseudomonas SE83, V122αA / G140αS / media regenerasi/pemeliharaan tanpa
F58βN/I75βT / I176βV/S471βC (disebut juga penambahan agar.
S12) yang menunjukkan peningkatan
aktivitas spesifik sebesar 7,5 kali lipat jika Bakteri dan fermentasi CCA
dibandingkan dengan wild-type (Xiao et al. Bakteri E. coli BL21(DE3), hasil
2014; Shin et al. 2009). transformasi dengan gen S12 dalam plasmid
Salah satu cara untuk meningkatkan pET21a, digunakan untuk memproduksi
aktivitas spesifik enzim CCA rekombinan enzim CCA rekombinan. Gen S12
adalah dengan memurnikan enzim dan merupakan hasil modifikasi gen Acy II dari
melibatkan beberapa tahap purifikasi. Tujuan Pseudomonas SE83. Produksi CCA
penelitian ini adalah untuk melakukan dilakukan mengacu pada metode Martius et
purifikasi enzim CCA yang dihasilkan oleh E. al. (2018) dengan sedikit modifikasi. Koloni
coli BL21(DE3)/S12 dan melakukan optimasi tunggal dari E. coli yang telah diregenerasi
pada tahap kromatografi penukar ion. selama 18 jam ditumbuhkan pada 5 mL
media LB yang mengandung ampisilin 100
BAHAN DAN METODE µg/mL dan dikultivasi dalam orbital shaker
dengan kecepatan 200 rpm dan suhu 37ºC.
Bahan kimia Setelah itu, kultur overnight sebanyak 1%
Bahan-bahan yang digunakan pada diinokulasikan pada 50 mL media LB dan
penelitian ini adalah Luria Broth (LB) cair diinkubasi selama 2 jam, suhu 37ºC dan
dan agar media (Tripton 1% (Oxoid™), NaCl kecepatan 200 rpm, menggunakan New
1% (Merck), yeast extract 0,5% (Oxoid™), Brunswick™ Innova® 44 incubator orbital
agar 2% (Oxoid™); NaOH 1 N (Merck); shaker. Induksi IPTG sebanyak 0,8 mM
Isopropyl β-D-1-thiogalactopyranoside dilakukan jika nilai absorbansi sel ODλ600
(IPTG) (Thermo Scientific™), ampisilin (MP telah mencapai 0,4-0,8. Inkubasi kembali
Biomedicals); phenylmethane sulfonyl dilakukan selama 24 jam pada suhu 37ºC
fluoride (PMSF) (MP Biomedicals); Tris (Bio dengan kecepatan 150 rpm.
Basic Canada); HCl (Merck); amonium sulfat
(Merck); NaCl (Merck); Etanol 96%; Purifikasi enzim: presipitasi dan dialisis
Coomasie brilliant blue R250 (Merck), Sel dari 50 mL media fermentasi
metanol (Merck), asam asetat (Merck); dipanen dan dipisahkan antara supernatan
mercaptoethanol (Bio Basic Canada); dan sel dengan cara mensentrifugasi kultur
gliserol (Merck), bromophenol blue (ACS); fermentasi menggunakan sentrifuse pada
Cephalosporin-C (Biorbyt); 7-Amino kecepatan 12.000 rpm selama 5 menit. Pelet
Cephalosporanic Acid (Tokyo Chemical sel yang telah dipisahkan dari
Industry Ltd.); para- supernatannya dicuci dengan buffer Tris-HCl
Dimethylaminobenzaldehyde (PDMAB); 20 mM, pH 8,0 sebanyak 1 kali. Pelet
Pierce™ Coomasie Plus (Bradford) Assay diresuspensi dengan 5 mL Tris-HCl 20 mM,
Kit (Thermo Scientific™); pH 8,0 dan ditambahkan PMSF sebanyak 1
Diethylaminoethanol Sepharose Fast Flow mM. Sel dipecah (lysis) menggunakan alat
(DEAE Sepharose FF). Branson Ultrasonic SonifierTM S-450 dengan
121
Pemurnian Enzim Sefalosporin-C Asilase... Nasution et al.
kondisi pulse ON 5 detik, pulse OFF 20 mengandung NaCl 200 mM sebanyak 3 CV.
detik, amplitudo 25%, pulse temperature Fraksi hasil elusi ditampung setiap 3 hingga
10ºC, suhu maksimum 20ºC, selama 5 4 mL. Fraksi yang mengandung enzim CCA
menit. Suspensi hasil lisis disentrifugasi digabung untuk proses pemurnian selanjutnya.
pada suhu 4ºC, kecepatan 12.000 rpm, Pencucian resin selanjutnya dilakukan
selama 20 menit. Supernatan dipisahkan menggunakan NaCl 2 M sebanyak 5 CV
dari pelet pecahan sel. Pelet diresuspensi untuk menghilangkan sisa protein yang
dengan buffer Tris-HCl 20 mM, pH 8,0 masih terikat sehingga resin dapat digunakan
menjadi 5 mL dan disimpan dalam pendingin untuk proses pemurnian berikutnya.
suhu -20ºC untuk pengecekan enzim CCA
yang masih menempel di pecahan sel. Pemurnian via kromatografi eksklusi
Supernatan hasil lisis dipresipitasi Sampel hasil IEC dimasukkan ke
menggunakan amonium sulfat dengan dalam kolom berisi Sephadex G-50 yang
konsentrasi akhir 30% tersaturasi. telah diekuilibrasi. Elusi dilakukan dengan
Pengadukan larutan dilakukan dalam ruang Tris-HCl 20 mM, pH 8,0 sebanyak 1 CV dan
dingin selama 45 menit menggunakan alat fraksi ditampung setiap 4 mL.
Stuart® Stirrer Hotplate CB162 dan kemudian
disentrifugasi pada suhu 4ºC kecepatan Analisis aktivitas enzim
12.000 rpm selama 15 menit. Supernatan Aktivitas enzim CCA ditentukan dengan
dipisahkan dari peletnya. Pelet diresuspensi mengukur jumlah senyawa 7-ACA yang
dengan buffer Tris-HCl 20 mM, pH 8,0 menjadi terbentuk sebagai hasil hidrolisis senyawa
5 mL dan disimpan dalam suhu -20ºC. Cep-C oleh enzim CCA. Larutan enzim dan
Supernatan hasil presipitasi didialisis substrat Cep-C yang digunakan, masing-
menggunakan filter Amicon® Ultra-15 masing diinkubasi terlebih dahulu ke dalam
Centrifugal Filter Units Molecular Weight waterbath sehingga suhunya mencapai 37ºC.
Cut_off (MWCO) 50.000 Da dengan Sebanyak 25 µL larutan substrat Cep-C 2%
melakukan sentrifugasi pada suhu 4ºC, dimasukkan ke dalam mikrotube dan
kecepatan 5.000 rpm selama 5 menit. ditambahkan dengan 25 µL larutan enzim
sehingga terjadi reaksi hidrolisis. Reaksi
Pemurnian via kromatografi penukar ion hidrolisis dilakukan selama 10 menit dan suhu
Sebanyak 10 mL larutan hasil dialisis dipertahankan pada 37ºC. Selanjutnya,
dicampur dengan resin DEAE Sepharose FF sampel diinkubasi dalam waterbath sehingga
yang telah diekuilibrasi dengan buffer Tris- suhunya 37ºC selama 10 menit. Reaksi
HCl 20 mM, pH 8,0 dalam tabung Falcon hidrolisis dihentikan dengan menambahkan
dan diinkubasi dalam shaker (Stuart® Mini 300 µL larutan stop reaksi. Larutan hasil
Orbital Shaker SSM-1) dengan kecepatan hidrolisis yang telah dihentikan reaksinya
100 rpm selama satu malam (16 jam). selanjutnya ditambah dengan 50 µL PDMAB
Campuran resin dan sampel yang telah 0,5% untuk pewarnaan dan diinkubasi selama
diinkubasi dimasukkan ke dalam kolom dan 10 menit pada suhu kamar. Selanjutnya
dibiarkan ±30 menit. Selanjutnya dilakukan larutan disentrifugasi pada suhu 4ºC, pada
pencucian resin dengan Tris-HCl 20 mM, pH kecepatan 10.000 rpm selama 3 menit.
8,0 yang mengandung 50 mM NaCl Sebanyak 100 µL supernatan diambil dan
sebanyak 5 CV (column volume). dimasukkan ke dalam microplate 96-sumur,
Setelah dilakukan pencucian resin, dan selanjutnya diukur absorbansinya pada
enzim CCA yang terikat pada resin dielusi panjang gelombang 415 nm menggunakan
menggunakan dua metode, yaitu metode Microplate Reader. Satu unit aktifitas enzim
elusi secara bertahap (batch step wise) dan didefinisikan sebagai jumlah enzim yang
cara isokratik. Elusi secara bertahap diperlukan untuk menghasilkan 7-ACA
dilakukan dengan menggunakan eluen sebanyak 1 μmol pada suhu 37ºC per menit.
buffer Tris-HCl 20 mM, pH 8,0 yang
mengandung NaCl dengan konsentrasi 100, Analisis protein via Bradford Assay
150, 200 dan 300 mM. Setiap elusi dilakukan Konsentrasi protein dalam sampel
menggunakan volume eluen sebanyak 3 CV. diukur menggunakan metode Bradford
Elusi secara isokratik dilakukan menggunakan Assay, sesuai dengan prosedur dari Thermo
buffer Tris-HCl 20 mM, pH 8,0 dan Scientific™. Sampel disiapkan dengan
122
J Bioteknol Biosains Indones – Vol 5 No 2 Thn 2018
Gambar 1. Kolom Sephadex G-50 (kiri), kolom DEAE Sepharose FF (tengah), hasil elusi IEC fraksi 2-6 (kanan)
123
Pemurnian Enzim Sefalosporin-C Asilase... Nasution et al.
nilai pI, protein akan mengikat senyawa- itu pada elusi stepwise kemurnian enzim
senyawa dalam medium yang bermuatan secara proses individual meningkat sebesar
negatif (cation exchanger). Protein yang 11,45 kali dengan perolehan individual
berikatan lemah dengan resin akan terelusi sebesar 36,51% (Tabel 2). Secara individual,
dengan buffer yang mengandung garam proses pemurnian enzim menggunakan
berkonsentrasi rendah, sedangkan protein kromatografi penukar ion menghasilkan
yang berikatan kuat dengan resin akan peningkatan kemurnian sebesar 11,41 kali
membutuhkan konsentrasi garam yang lebih dan perolehan sebesar 36,51% (Tabel 1).
tinggi untuk elusinya (Tan dan Yiap 2009;
Tripathi 2016). Pada penelitian ini, pada Pemurnian via kromatografi eksklusi
proses elusi enzim CCA secara isokratik Proses purifikasi dilanjutkan dengan
menggunakan buffer Tris-HCl 20 mM, pH 8 proses kromatografi eksklusi (SEC) dengan
yang mengandung NaCl sebesar 200 mM kolom berisi resin Sephadex G-50 (Gambar
menunjukkan hasil yang lebih baik jika 1), yang memisahkan protein berdasarkan
dibandingkan dengan elusi dengan metode ukuran molekulnya. Protein yang berukuran
gradien secara bertahap. Pada elusi lebih kecil akan terperangkap dalam pori-pori
isokratik kemurnian enzim secara resin sehingga terelusi lebih lambat,
keseluruhan (overall fold) meningkat 14,11 sedangkan protein besar akan terelusi lebih
kali dengan perolehan keseluruhan (overall cepat (Tan dan Yiap 2009; Tripathi 2016).
yield) sebesar 23,87% (Tabel 1). Sementara Pada penelitian ini, pemurnian enzim CCA
Tabel 1. Data analisis sampel tiap tahapan purifikasi CCA yang dihasilkan oleh E. coli BL21(DE3)/S12
Peningkatan
Aktivitas Konsentrasi Aktivitas Perolehan enzim Peningkatan
Tahapan Perolehan kemurnian/fold
enzim protein spesifik secara kemurnian/
purifikasi enzim (%) (secara proses
(U/mL) (mg/mL) (U/mg) individual [%] fold (x)
individual) (x)
Supernatan
1,91 21,46 0,09 100,00 100,00 1,00 1,00
hasil lisis
Supernatan
presipitasi 1,26 11,77 0,11 65,97 65,97 1,20 1,20
setelah didialisis
DEAE Sepharose
0,46 0,36 1,26 23,87 36,51 14,11 11,45
FF (IEC)
Sephadex G-50
0,79 0,26 3,00 41,41 171,74 33,66 2,38
(SEC)
124
J Bioteknol Biosains Indones – Vol 5 No 2 Thn 2018
Tabel 2. Perbandingan purifikasi CCA dengan metode IEC yang dielusi isokratik dan gradient secara bertahap
125
Pemurnian Enzim Sefalosporin-C Asilase... Nasution et al.
126
VOLUME 5 NOMOR 2 DESEMBER 2018 ISSN 2548 – 611X
JURNAL
BIOTEKNOLOGI & BIOSAINS INDONESIA
ABSTRACT
The use of Rhizopus sp. mycelium as biocoating, biostabilizing, and biofloating agent in the
production of floating fish feed through solid fermentation had already been studied as a
much simpler alternative to mechanical extrusion. The fermented fish feed, however, had
poor floatability in aerated water, probably due to structural damage during the size reduction
process of the feed. Thus, this study used alternative size-reducing methods, namely slicing
and moulding, to improve the floatability of the fermented feed. Other physical characteristics
were also measured and compared to those of commercial sinking and floating fish feeds.
Results showed that both the moulded and the sliced fermented-feeds had lower density as
well as higher water stability, absorption capacity, floatability, and durability compared to
those of the commercial sinking feed used as the fermentation substrate. The hydrophobicity
of all the feeds tested were similar, however. The floatability of the fermented feeds obtained
in this study was much higher than those of the previous studies.
Keywords: floatability, floating feed, sinking feed, water absorption, water stability
ABSTRAK
Penggunaan miselium Rhizopus sp. sebagai pelapis permukaan, penstabil, dan pengapung
hayati dalam pembuatan pakan ikan apung melalui fermentasi padat telah diteliti sebagai
alternatif yang jauh lebih sederhana dibandingkan dengan metode ekstrusi mesin. Namun,
pakan ikan fermentasi ini memiliki daya apung yang buruk dalam air bergelembung udara,
yang mungkin disebabkan kerusakan struktural selama proses pengecilan ukuran pakan.
Karenanya, penelitian ini menggunakan metode lain untuk mengecilkan ukuran, yakni
pencetakan dan pengirisan, dalam rangka meningkatkan daya apung pakan yang
difermentasi. Karakteristik fisik lainnya juga diukur dan dibandingkan dengan pakan ikan
tenggelam dan terapung komersial. Hasil menunjukkan bahwa proses fermentasi serta
metode pengecilan dimensi yang digunakan menghasilkan pakan yang memiliki massa jenis
lebih rendah, serta stabilitas air, daya serap air, daya apung, serta ketahanan benturan lebih
tinggi dibandingkan dengan pakan tenggelam komersial yang digunakan sebagai substrat
fermentasi. Namun, nilai hidrofobisitas semua pakan yang diuji adalah sama. Daya apung
pakan fermentasi dalam penelitian ini jauh lebih tinggi daripada penelitian sebelumnya.
Kata Kunci: daya apung, daya serap air, stabilitas dalam air, pakan apung, pakan tenggelam
127
Dampak Teknik Pengirisan dan Pencetakan... Suliswati et al.
128
J Bioteknol Biosains Indones – Vol 5 No 2 Thn 2018
atas 94% hingga menit ke-40 untuk pakan Tabel 1. Perlakuan pakan ikan
apung komersial. Sebaliknya, pemberian
gelembung udara dalam air menurunkan No. Kode Perlakuan
daya apung pakan apung fermentasi hingga 1 PTK Pakan Tenggelam Komersial, yakni
kurang dari 16% di menit ke-5, dan kurang pakan pabrikan untuk ikan budidaya
air tawar merek Buana Mas™, PT.
dari 5% di menit ke-40. Balqis Sejahtera, Bandung Barat
Rendahnya daya apung pakan (Tabel 2), tanpa difermentasi dan
fermentasi pada air bergelombang mungkin digunakan sebagai kontrol negatif
dikarenakan rusaknya struktur miselium 2 PFI Pakan Fermentasi Irisan, yakni pakan
permukaan pakan fermentasi dan/atau tenggelam komersial yang
keretakan struktur bagian dalam pakan difermentasi dalam cawan petri dan
kemudian ukurannya diperkecil
fermentasi akibat tumbukan alu mortar saat menggunakan teknik pengirisan
proses pengecilan dimensi pakan tersebut. bentuk dadu 1 1 1 cm, lalu
Baik Sriherwanto et al. (2017) maupun dikeringkan di dalam oven
Leiskayanti et al. (2017) melakukan 3 PFC Pakan Fermentasi Cetakan, yakni
fermentasi pakan menggunakan cawan petri pakan tenggelam komersial yang telah
berdiameter 9 cm. Hasil fermentasi yang difermentasi dalam lubang cetakan
berbentuk dadu 1 1 1 cm dan
bertekstur seperti tempe kedelai ini setelah terbuat dari bahan silikon, dan
dikeringkan lalu ditumbuk dalam mortar kemudian dikeringkan di dalam oven
menggunakan alu untuk memperkecil ukuran 4 PAK Pakan Apung Komersial, yakni pakan
pakan hingga diameternya berkisar 6-7 mm ikan lele pabrikan merek Hi-Pro-Vite
untuk memudahkan ikan mengonsumsinya. 781, PT. Central Proteina Prima Tbk,
Mempertimbangkan hasil percobaan Jawa Timur (Tabel 2), tanpa
difermentasi dan digunakan sebagai
sebelumnya tersebut, penelitian ini bertujuan kontrol positif
untuk membuat pakan apung fermentasi
dengan daya apung yang lebih baik. Upaya
terhadap benturan. Seluruh uji fisik dalam air
perbaikan daya apung ini dilakukan melalui
dilakukan dengan pemberian efek
dua cara pengecilan dimensi pakan
gelombang melalui gelembung udara
fermentasi, yang meminimalkan perusakan
(aerasi) dengan volume maksimum 3,5 L
struktur miselia kapang Rhizopus sp. agar
udara/menit (aerator akuarium Luckiness,
efek hidrofobisitas dan stabilitas tetap
L828, Cina), menggunakan saringan plastik
terjaga. Selain daya apung, parameter fisik
teh berukuran ±200 mesh (Erizal et al.
lain seperti massa jenis, hidrofobisitas,
2016), dan pengeringan dilakukan dalam
stabilitas dalam air, daya serap air, dan
ketahanan benturan juga diukur untuk oven bersuhu 50C (Memmert, 100-800).
dibandingkan dengan pakan tenggelam
komersial (kontrol negatif) dan pakan apung Pembuatan inokulum
komersial (kontrol positif). Sebanyak 500 g onggok singkong
(Alam Subur, Kedung Halang, Bogor, Jawa
BAHAN DAN METODE Barat) dicampur dengan 10 g ragi tempe
(industri tempe lokal, Serpong, Tangerang
Waktu dan lokasi penelitian Selatan) hingga rata, lalu 750 mL air kran
Penelitian ini dilakukan di ditambahkan, diaduk lagi hingga tercampur
Laboratorium Bioteknologi Pakan, Balai rata, dan campuran yang dihasilkan ini lalu
Bioteknologi BPPT, Kawasan Puspiptek, dimasukkan ke dalam cawan petri hingga
Tangerang Selatan, Banten pada tanggal 1 penuh. Setelah inkubasi 48 jam pada suhu
Maret sampai 28 April 2017. Penelitian ini 28C, onggok hasil fermentasi dikeluarkan
menggunakan metode komparatif dengan 4 dari petri, dikeringkan pada suhu 50C
jenis sampel pakan ikan (Tabel 1). selama 24 jam, dan kemudian dihaluskan
Penelitian ini meliputi proses menggunakan blender.
pembuatan inokulum kapang Rhizopus sp.,
fermentasi padat pakan ikan, serta pengujian Fermentasi pakan
karakteristik fisik pakan yang meliputi massa Fermentasi pakan tenggelam
jenis, hidrofobisitas, stabilitas dalam air, komersial (PTK) dilakukan untuk membuat
daya serap air, daya apung, dan ketahanan pakan apung fermentasi. Sebanyak 500 g
129
Dampak Teknik Pengirisan dan Pencetakan... Suliswati et al.
130
J Bioteknol Biosains Indones – Vol 5 No 2 Thn 2018
dimana
DWt : berat kering setelah perendaman (g)
DWo : berat kering sebelum perendaman (g)
131
Dampak Teknik Pengirisan dan Pencetakan... Suliswati et al.
Gambar 3. Pakan fermentasi berketebalan 1 cm dalam cawan petri berdiameter 9 cm (kiri) lalu diiris 1 1 cm (tengah),
dan kemudian dikeringkan dalam oven untuk mendapatkan pakan fermentasi irisan (PFI) (kanan).
Gambar 4. Pakan fermentasi dalam cetakan silikon berbentuk dadu 1 1 1 cm (kiri), dikeluarkan dari plastik penutup
(tengah), lalu dikeringkan dalam oven untuk mendapatkan pakan fermentasi cetakan (PFI) (kanan).
132
J Bioteknol Biosains Indones – Vol 5 No 2 Thn 2018
Gambar 5. Massa jenis pakan tenggelam komersial Gambar 6. Sudut kontak pakan tenggelam komersial
(PTK), pakan fermentasi irisan (PFI), (PTK), pakan fermentasi irisan (PFI),
pakan fermentasi cetakan (PFC), dan pakan fermentasi cetakan (PFC), dan
pakan apung komersial (PAK) pakan apung komersial (PAK)
133
Dampak Teknik Pengirisan dan Pencetakan... Suliswati et al.
134
J Bioteknol Biosains Indones – Vol 5 No 2 Thn 2018
Tabel 3. Daya apung pakan tenggelam komersial menunjukkan bahwa fermentasi padat
(PTK), pakan fermentasi irisan (PFI), pakan menggunakan kapang Rhizopus sp. mampu
fermentasi cetakan (PFC), dan pakan apung
komersial (PAK) menurunkan massa jenis pakan yang
awalnya lebih besar dari massa jenis air (1
Menit Daya apung (%) g cm-3) menjadi lebih kecil, sehingga
ke- PTK PFI PFC PAK mengapung.
1 0 100 100 100 Penurunan massa jenis pakan ikan
5 0 100 100 100 setelah difermentasi menggunakan kapang
15 0 100 100 100 Rhizopus sp. ini juga dialami oleh
30 0 100 100 100 Leiskayanti et al. (2017) dan Sriherwanto et
45 0 100 100 100 al. (2017). Penurunan massa jenis ini
60 0 100 100 100
kemungkinan dikarenakan keberadaan
75 0 100 100 100
rongga-rongga udara mikro yang terbentuk
90 0 100 100 100
akibat pembentukan miselia kapang
105 0 100 100 100
Rhizopus sp. yang memenuhi ruang antar
120 0 97 100 100
butiran substrat. Dengan demikian, gabungan
345 0 100 100 100
antara pakan ikan, miselia, dan rongga
udara mikro ini memiliki massa jenis total
kapang Rhizopus sp. yang dimensinya kurang dari 1 g cm-3, sehingga mengapung.
diperkecil menggunakan metode pengirisan Kemampuan mengapung PFI dan PFC
memiliki daya serap air lebih tinggi ini lebih baik daripada yang disyaratkan
dibandingkan dengan pakan apung Standar Nasional Indonesia (SNI), yaitu
komersial. Pakan fermentasi yang dihasilkan minimal 15 menit untuk pakan lele dumbo
peneliti tersebut juga memiliki profil stabilitas (BSN 2006). Daya apung PFI dan PFC
dalam air yang sama dengan pakan apung dalam kondisi air bergelombang ini juga lebih
komersial yang digunakannya. baik dibandingkan yang dicapai oleh
Kemampuan menyerap air pakan Sriherwanto et al. (2017) maupun
fermentasi yang dicetak maupun diiris ini Leiskayanti et al. (2017), dimana pakan
lebih baik dibandingkan dengan hasil yang fermentasi buatan keduanya nyaris
didapat oleh Leiskayanti et al. (2017) dan tenggelam semua di menit ke-60. Ini
Sriherwanto et al. (2017). Keduanya menunjukkan bahwa prosedur pengecilan
menggunakan cara yang sama dalam dimensi pakan menggunakan cetakan dan
memperkecil dimensi pakan ikan yang pengirisan yang digunakan dalam penelitian
difermentasi Rhizopus sp., yakni dengan ini memunculkan daya apung yang lebih baik
crushing atau tumbukan menggunakan alu dibandingkan dengan metode penumbukan
dalam mortar, yang diikuti oleh pengayakan (crushing) dan pengayakan bertingkat (multi-
bertingkat untuk mendapatkan ukuran yang level sieving) yang digunakan oleh peneliti
seragam. Diduga, proses crushing ini sebelumnya itu (Leiskayanti et al. 2017;
merusak struktur pakan fermentasi yang Sriherwanto et al. 2017).
mereka hasilkan, dan memunculkan Setelah menit ke-120, uji apung tetap
porositas air yang lebih tinggi yang dilanjutkan hingga menit ke-345. Satu butir
menjadikannya mudah dimasuki air. Dengan PFI yang awalnya tenggelam pada menit ke-
demikian, volume air yang diserap lebih 120 kembali mengapung pada menit ke-345.
besar, sehingga pakan pun mudah Hal ini mungkin dikarenakan massa jenis
tenggelam. satu butir pakan tersebut sedikit lebih besar
daripada massa jenis air setelah menyerap
Daya apung air selama 120 menit, sehingga tenggelam.
Daya apung adalah besaran untuk Namun, di menit ke-345, sebagian
menunjukkan kemampuan suatu benda komponen pakan yang sedang diuji tersebut
mengapung dan tidak tenggelam saat larut dalam air sehingga menjadikan air
berada di dalam air. Fermentasi pakan berubah keruh dengan warna kecoklatan
tenggelam komersial (PTK) menghasilkan (Gambar 9). Air keruh ini memiliki massa
pakan fermentasi PFC dan PFI yang mampu jenis yang lebih tinggi daripada air jernih
mengapung selama 120 menit, atau sebaik saat awal uji apung, dan sedikit lebih tinggi
pakan apung komersial (PAK) (Tabel 3). Ini daripada pakan yang tenggelam tersebut.
135
Dampak Teknik Pengirisan dan Pencetakan... Suliswati et al.
136
J Bioteknol Biosains Indones – Vol 5 No 2 Thn 2018
yang akan digunakan dalam penelitian Goldsmith GR, Bentley LP, Shenkin A,
selanjutnya hendaknya berasal dari Salinas N, Blonder B, Martin RE,
perusahaan yang sama. Bahkan jika Castro-Ccossco R, Chambi-Porroa P,
memungkinkan, komposisi bahan dan nutrisi Diaz S, Enquist BJ, Asner GP, Malhi Y
pakan tenggelam dan apung komersial (2017) Variation in leaf wettability traits
diupayakan sama, keduanya berbeda pada along a tropical montane elevation
sifat apung dan tenggelamnya saja. Bentuk gradient. New Phytologist 214:989-
dan ukuran pakan fermentasi agar sama 1001. doi: 10.1111/nph.14121
dengan bentuk dan ukuran pakan apung dan Kolesnikov B, Khrapatov N, Shamtsyan M
pakan tenggelam komersial yang digunakan. (2016) Obtaining of hydrophobin-type
proteins from mycelia biomass of
DAFTAR PUSTAKA Aspergillus niger. J
EcoAgriTourism 12:44-48
Akbar MRL, Suci DM, Wijayanti I (2017) Law KY (2014) Definitions for hydrophilicity,
Evaluasi kualitas pellet pakan itik yang hydrophobicity, and superhydrophobi-
disuplementasi tepung daun city: getting the basics right. J Phys
mengkudu (Morinda citrifolia) dan Chem Lett 5:686-688. doi:
disimpan selama 6 minggu. Bul Ilmu 10.1021/jz402762h
Makanan Ternak 104:31-48 Leiskayanti Y, Sriherwanto C, Suja'i I (2017)
Aslamyah S, Karim MY (2012) Uji Fermentasi menggunakan ragi tempe
organoleptik, fisik dan kimiawi pakan sebagai cara biologis pengapungan
buatan untuk ikan bandeng yang pakan ikan. J Bioteknol Biosains
disubtitusi dengan tepung cacing tanah Indones 4:54-63. doi:
(Lumbricus sp). J Akuakultur 10.29122/jbbi.v4i2.2503
Indones 11:124-131. doi: Lindasari A (2017) Pembuatan pakan
/10.19027/jai.11.124-131 terapung terfermentasi
BSN (2006) Pakan buatan untuk ikan lele Saccharomyces cerevisiae melalui
dumbo (Clarias gariepinus) pada proses non-ekstrusi. Skripsi, Bogor
budidaya intensif. Standar Nasional Agricultural University
Indonesia, SNI 01-4087-2006:1-12, Linder MB, Szilvay GR, Nakari-Setälä T,
Badan Standardisasi Nasional Penttilä ME (2005) Hydrophobins: the
Chukeatirote E, Eungwanichayapant PD, protein-amphiphiles of filamentous
Kanghae A (2017) Determination of fungi. FEMS Microbiol Rev 29:877-896.
volatile components in fermented doi: 10.1016/j.femsre.2005.01.004
soybean prepared by a co-culture of Misra CK, Sahu NP, Jain KK (2002) Effect of
Bacillus subtilis and Rhizopus extrusion processing and steam
oligosporus. Food Res 1:225–233 pelleting diets on pellet durability,
Craig S, Helfrich LA, Kuhn D, Schwarz MH water absorption and physical
(2017) Understanding fish nutrition, response of Macrobrachium
feeds, and feeding. Publication 420– rosenbergii. Asian Australas J Anim
256. Virginia Cooperative Sci 15:1354-1358. doi:
Extension, Yorktown, Virginia:4 10.5713/ajas.2002.1354
De Cruz CR, Kamarudin MS, Saad CR, Moscatiello R, Sello S, Ruocco M, Barbulova
Ramezani-Fard E (2015) Effects of A, Cortese E, Nigris S, Baldan B,
extruder die temperature on the Chiurazzi M, Mariani P, Lorito M,
physical properties of extruded fish Navazio L (2018) The Hydrophobin
pellets containing taro and broken rice HYTLO1 secreted by the biocontrol
starch. Anim Feed Sci Tech 199:137- fungus Trichoderma longibrachiatum
145. doi: 10.1016/j.anifeedsci.2014.11.010 triggers a NAADP-mediated calcium
Erizal E, Lana M, Setyo R, Abbas B (2016) signalling pathway in Lotus japonicus.
Sintesis dan karakterisasi hidrogel Int J Mol Sci 19:2596. doi:
superabsorben berbasis asam akrilat 10.3390/ijms19092596
hasil iradiasi gamma. J Ilm Apl Isot dan Nurlaila (2016) Hasil uji pakan ikan PT.
Radiasi 11:27-38. doi: Balqis Sejahtera. Laboratorium
10.17146/jair.2015.11.1.2697 Penguji, Balai Bioteknologi, BPPT.
137
Dampak Teknik Pengirisan dan Pencetakan... Suliswati et al.
138
J Bioteknol Biosains Indones – Vol 5 No 2 Thn 2018
JURNAL
BIOTEKNOLOGI & BIOSAINS INDONESIA
ABSTRACT
A large number of actinomycetes that have been isolated and screened were obtained from
soil and marine samples. Consequently, the possibility of isolating novel Actinomycetes and
secondary metabolites compounds strains from soil and marine samples have limited.
Exploration of actinomycetes from freshwater sediment is rare. In this study, 30 isolates of
Actinomycetes from freshwater sediments in Mamasa District, West Sulawesi were isolated,
identified, and screened for their antibacterial and phosphate solubilizing activity.
Actinomycetes were isolated by serial dilution method and were identified based on
morphological and 16S rRNA gene sequence. Antibiotic activity was screened using the agar
plug diffusion method, while soluble phosphate ability was observed by clear zone ratio in
PKA medium. Most of the isolates belong to the genus Streptomyces (80%). Out of 30
isolates, 56.6% showed antibacterial activity and 36.6% had potential as solubilizing
phosphate which belong to genus Streptomyces, Actinomadura, and Kitasatospora.
ABSTRAK
Sebagian besar aktinomisetes yang telah diisolasi dan dilakukan penapisan metabolit
sekundernya berasal dari sampel tanah dan laut. Konsekuensinya, kesempatan untuk
menemukan aktinomisetes jenis baru maupun yang menghasilkan metabolit sekunder baru
dari tanah dan laut semakin berkurang. Eksplorasi aktinomisetes dari lingkungan lain seperti
sedimen air tawar jarang dilakukan. Pada penelitian ini, 30 isolat aktinomisetes yang
diisolasi dari sedimen air tawar di Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat, telah diidentifikasi
dan dilakukan penapisan antibakteri dan kemampuan isolat dalam melarutkan fosfat.
Aktinomisetes diisolasi dengan metode pengenceran secara langsung dan selanjutnya
diidentifikasi secara morfologi dan molekular berdasarkan gen 16S rRNA. Metode yang
digunakan dalam penapisan aktivitas antibakteri adalah agar plug diffusion method,
sedangkan kemampuan aktinomisetes dalam melarutkan fosfat diuji dengan cara
menumbuhkan isolat pada media PKA. Isolat yang paling banyak diisolasi termasuk ke
dalam marga Streptomyces (80%). Dari 30 isolat, 56,6% isolat menunjukkan adanya
aktivitas antibakteri dan 36,6% dari isolat berpotensi sebagai pelarut fosfat, yang termasuk
ke dalam marga Streptomyces, Actinomadura, dan Kitasatospora.
Kata Kunci: 16S rRNA, Aktinomisetes, sedimen air tawar, antibakteri, pelarut fosfat
139
Identifikasi Aktinomisetes Sedimen Air Tawar Mamasa... Putri et al.
140
J Bioteknol Biosains Indones – Vol 5 No 2 Thn 2018
141
Identifikasi Aktinomisetes Sedimen Air Tawar Mamasa... Putri et al.
FeCl3·6H2O 0,01 g/L; agar 18 g/L dengan pH pigmen hanya 2 isolat, yaitu kode SBSD 1(3)
7. Isolat aktinomisetes yang telah dan SBSD 7(1) (Gambar 1). Isolat SBSD
ditumbuhkan pada media PKA selanjutnya 1(3) menghasilkan pigmen bewarna coklat
diinkubasi pada suhu 28C selama 14 hari. keunguan sedangkan isolat SBSD 7(1)
Aktivitas positif ditunjukkan dengan menghasilkan pigmen berwarna kuning
terbentuknya zona bening di sekitar koloni setelah 21 hari ditumbuhkan di media YSA.
aktinomisetes. Aktivitas pelarut fosfat Hasil identifikasi secara molekular
ditentukan dengan perbandingan (rasio) menunjukkan bahwa isolat SBSD 1(3)
antara diameter zona bening dan diameter diidentifikasi sebagai Kitasatospora
koloni (Paul dan Sinha 2017). purpeofusca dan isolat SBSD 7(1)
diidentifikasi sebagai Streptomyces
HASIL DAN PEMBAHASAN rhizosphaerihabitans.
Karakter morfologi yang ditunjukkan
Total isolat aktinomisetes yang pada terbentuknya pigmen dalam media
berhasil diisolasi dari sampel sedimen yang oleh aktinomisetes digunakan untuk
diambil di sekitar aliran sungai dan air terjun identifikasi marga atau jenis, namun
Sarambung di Kabupaten Mamasa, demikian munculnya pigmen sangat
Sulawesi Barat adalah 30 isolat. dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Menurut
Berdasarkan pengamatan morfologi, Chater dan Chandra (2006), kemampuan
sebanyak 24 isolat menghasilkan miselium spora bertahan dalam kondisi yang kurang
aerial dan sisanya sebanyak 6 isolat tidak menguntungkan pada beberapa jenis
membentuk miselium aerial. Streptomyces meningkatkan terbentuknya
Identifikasi aktinomisetes secara pigmen dan aroma yang dihasilkan oleh
morfologi menjadi tahap awal untuk spora. Keadaan tersebut akan menstimulasi
memisahkan marga aktinomisetes yang perkembangan sel dan terbentuknya
berhasil diisolasi. Beberapa karakter isolat metabolit sekunder yang dihasilkan (Chi et
yang diamati diantaranya miselium aerial, al. 2011). Selain itu, menurut Chi et al.
pigmen yang dihasilkan, warna koloni, dan (2011), nutrisi yang ada di lingkungan
warna masa spora (Li et al. 2016). Namun mempengaruhi perbedaan morfologi dan
demikian, identifikasi secara morfologi terbentuknya metabolit sekunder yang
kadang tidak akurat, karena ada beberapa dihasilkan oleh Streptomyces.
marga memiliki morfologi yang hampir sama, Hasil identifikasi secara morfologi dan
sehingga identifikasi dengan pendekatan molekular menunjukkan bahwa isolat
molekular tetap diperlukan untuk terbanyak yang berhasil diisolasi termasuk
mendapatkan informasi marga atau jenis ke dalam marga Streptomyces yaitu
isolat yang lebih akurat. sebanyak 24 isolat (80%) (Tabel 1). Marga
Isolat yang dapat menghasilkan lain yang berhasil diisolasi adalah
Gambar 1. Isolat SBSD 1 (3) dan Isolat SBSD 7 (1) yang menghasilkan pigmen ke dalam media. Isolat ditumbuhkan
pada media YSA, umur 21 hari. Pengamatan menggunakan mikroskop stereo.
142
J Bioteknol Biosains Indones – Vol 5 No 2 Thn 2018
143
Identifikasi Aktinomisetes Sedimen Air Tawar Mamasa... Putri et al.
Tabel 2. Aktinomisetes asal sedimen air tawar yang berpotensi menghasilkan antibiotik
Tabel 3. Aktinomisetes asal sedimen air tawar yang dapat melarutkan fosfat
yang sama juga pernah dilaporkan oleh menghasilkan β-lactam (Antonio et al. 2012).
Singh et al. (2016) bahwa Streptomyces Selain menghasilkan senyawa
xanthophaeus dapat menghasilkan antibakteri, isolat yang berhasil diisolasi juga
antibiotik. Berbagai senyawa metabolit yang dapat melarutkan fosfat terbukti dengan
dapat dihasilkan S. xanthophaeus seperti terbentuknya zona bening di sekitar media.
postprolin endopeptidase, benarthin, β- Jumlah isolat yang dapat melarutkan fosfat
galactosidase (Singh et al. 2016). sebanyak 11 isolat (36,6%). Rata-rata indeks
Beberapa jenis aktinomisetes, zona bening yang dihasilkan berkisar antara
diantaranya Streptomyces griseus pernah 2,1-2,4 (Tabel 3). Isolat yang dapat
dilaporkan menghasilkan antibiotik melarutkan fosfat termasuk ke dalam marga
streptomisin (Meanwell dan Shama 2008; Streptomyces, Actinomadura, dan
Ram 2014). Streptomyces kanamyceticus Kitasatospora. Marga dominan yang dapat
menghasilkan kanamisin (Gao et al. 2017). melarutkan fosfat termasuk ke dalam marga
Streptomyces menghasilkan rifampisin Streptomyces.
(Spanogiannopoulos et al. 2012) serta Terbentuknya zona bening yang
Streptomyces clavuligerus dapat dihasilkan mengindikasikan bahwa isolat
144
J Bioteknol Biosains Indones – Vol 5 No 2 Thn 2018
Gambar 2. Kemampuan aktinomisetes menghasilkan antibakteri (a) dan sebagai pelarut fosfat (b).
145
Identifikasi Aktinomisetes Sedimen Air Tawar Mamasa... Putri et al.
al. 2013; Sripreechasak et al. 2017). 27064. Braz Arch Biol Technol
Penelitian ini menunjukkan bahwa 55:819-825. doi: 10.1590/S1516-
aktinomisetes yang ditemukan lebih banyak 89132012000600003
berperan dalam menghasilkan antibakteri Balouiri M, Sadiki M, Ibnsouda SK (2016)
dibandingkan sebagai pelarut fosfat. Methods for in vitro evaluating
antimicrobial activity: A review. J
KESIMPULAN Pharm Anal 6:71-79. doi:
10.1016/j.jpha.2015.11.005
Tiga puluh isolat berhasil diisolasi dari Bull AT, Ward AC, Goodfellow M (2000)
sedimen perairan Mamasa, Sulawesi Barat. Search and discovery strategies for
Dari jumlah tersebut yang menghasilkan biotechnology: the paradigm shift.
pigmen adalah isolat isolat SBSD 1(3) yang Microbiol Mol Biol Rev 64:573-606
menghasilkan pigmen berwarna coklat Chater KF, Chandra G (2006) The evolution
keunguan dan isolat SBSD 7(1) yang of development in Streptomyces
menghasilkan pigmen berwarna kuning. analysed by genome comparisons.
Hasil identifikasi isolat terdekat menunjukkan FEMS Microbiol Rev 30:651-672. doi:
bahwa isolat SBSD 1(3) diidentifikasi 10.1111/j.1574-6976.2006.00033.x
sebagai Kitasatospora purpeofusca dan Chaudhary HS, Soni B, Shrivastava AR,
isolat SBSD 7(1) diidentifikasi sebagai Shrivastava S (2013) Diversity and
Streptomyces rhizosphaerihabitans. Sebesar versatility of actinomycetes and its
80% isolat yang berhasil diisolasi termasuk role in antibiotic production. J Appl
ke dalam marga Streptomyces. Sebanyak Pharm Sci 3:S83-S94. doi:
56,6% isolat menghasilkan antibakteri dan 10.7324/JAPS.2013.38.S14
mampu menghambat pertumbuhan bakteri Chavan DV, Mulaje SS, Mohalkar RY
E. coli, B. subtilis, atau S. aureus. Hanya (2013) A review on actinomycetes and
dua isolat yang mampu menghambat their biotechnological application. Int J
pertumbuhan semua bakteri uji yaitu isolat Pharmaceut Sci Res 4:1730-1742.
SBSD 3(1) dan SBSD 3(2). Sebanyak 36,6% doi: 10.13040/IJPSR.0975-
isolat dapat melarutkan fosfat dengan indek 8232.4(5).1730-42
zona bening berkisar 2,1 – 2,4. Chi WJ, Lee SY, Lee J (2011) Functional
Aktinomisetes yang berhasil ditemukan dari analysis of SGR4635-induced
sedimen air tawar Mamasa memiliki potensi enhancement of pigmented antibiotic
menghasilkan senyawa antibiotik dan production in Streptomyces lividans. J
berpotensi pelarut fosfat, yang diharapkan Microbiol 49:828-833. doi:
dapat digunakan untuk studi selanjutnya. 10.1007/s12275-011-1100-7
Das S, Lyla PS, Khan SA (2008).
UCAPAN TERIMAKASIH Distribution and generic composition
of culturable marine actinomycetes
Penelitian ini merupakan hasil from the sediments of Indian
eksplorasi E-WIN (Ekspedisi Widya continental slope of Bay of Bengal.
Nusantara) LIPI tahun 2016. Ucapan Chin J Oceanol Limnol 26:166-177.
terimakasih penulis ucapkan kepada Bapak doi: 10.1007/s00343-008-0166-5
Prof. Rosichon Ubaidillah yang membimbing de Lima Procópio RE, da Silva IR, Martins
dalam penulisan, serta Ruby Setiawan, Rini MK, Azevedo JL, Araújo JM (2012)
Riffiani, Dian Alfian Nurcahyanto, dan Gita Antibiotics produced by Streptomyces.
Azizah Putri atas bantuannya selama Braz J Infect Dis 16:466-471. doi:
penelitian. 10.1016/j.bjid.2012.08.014
Franco-Correa M, Quintana A, Duque C,
DAFTAR PUSTAKA Suarez C, Rodríguez MX, Barea JM
(2010) Evaluation of actinomycete
Antonio T, Bellão C, Corrêa T, Cavallieri strains for key traits related with plant
AP, Badino AC, Araujo MLGC (2012) growth promotion and mycorrhiza
Evaluation of different media for the helping activities. Appl Soil Ecol
production of cephalosporins by 45:209-217. doi:
Streptomyces clavuligerus ATCC 10.1016/j.apsoil.2010.04.007
146
J Bioteknol Biosains Indones – Vol 5 No 2 Thn 2018
147
Identifikasi Aktinomisetes Sedimen Air Tawar Mamasa... Putri et al.
148
VOLUME 5 NOMOR 2 DESEMBER 2018 ISSN 2548 – 611X
JURNAL
BIOTEKNOLOGI & BIOSAINS INDONESIA
ABSTRACT
Fungal resistance can pose a threat to future fungal infections, therefore studies to find other
compounds that have antifungal activity need to be done. The aim of this study was to examine
antifungal activity of synthesized curcumin analogue compounds i.e. 2,6-Bis-(2'-furilidin)-
cyclohexanone (26FuH); 2,5-Bis-(2'-furilidine)-cyclopentanone (25FuP) and 1,5-Difuril-1,4-
pentadien-3-on (15FuA). The curcumin analogue compound was successfully synthesized with
Aldol condensation using KOH 7.5% as the catalyst. The compound was purified and
characterized by melting point, thin layer chromatography, gas chromatography with mass
spectrometry, FTIR spectrophotometry, spectrophotometry 1H-NMR. The results showed pure
compounds and have a structure that corresponds to the target compounds. All compound
were assayed as antifungal against Candida albicans, Pityrosporum ovale, Aspergillus niger,
and Trichophyton mentagrophytes. The activity of each compound represented by inhibitory
diameter was analyzed by one-way ANOVA followed by post hoc Tukey (p<0.05). All three
compounds showed antifungal activity against Candida albicans, Pityrosporum ovale, and
Aspergillus niger. The best antifungal activity was shown by 26FuH against Pityrosporum
ovale.
ABSTRAK
Resistensi jamur dapat menjadi ancaman pada kasus infeksi jamur di masa mendatang, oleh
sebab itu penelitian untuk menemukan senyawa lain yang memiliki aktivitas antijamur perlu
dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk menguji aktivitas antijamur senyawa analog curcumin
hasil sintesis yaitu senyawa 2,6-Bis-(2’-furilidin)-sikloheksanon (26FuH); 2,5-Bis-(2’-furilidin)-
siklopentanon (25FuP) dan 1,5-Difuril-1,4-pentadien-3-on (15FuA). Senyawa analog curcumin
sudah berhasil disintesis dengan metode kondensasi Aldol menggunakan katalis KOH 7,5%.
Senyawa hasil sintesis dimurnikan dan dikarakterisasi dengan menggunakan pemeriksaan
organoleptis, titik lebur, kromatografi lapis tipis, kromatografi gas dengan spektrometri massa,
spektrofotometri FTIR, spektrofotometri 1H-NMR. Hasil menunjukkan senyawa murni dan struktur
sesuai senyawa target. Hasil sintesis diuji aktivitas antijamur terhadap Candida albicans,
Pityrosporum ovale, Aspergillus niger dan Trichophyton mentagrophytes. Hasil diameter daya
hambat dianalisis dengan ANOVA satu arah dilanjutkan post hoc Tukey (p<0,05). Ketiga
senyawa memiliki aktivitas antijamur terhadap jamur Candida albicans, Pityrosporum ovale, dan
Aspergillus niger. Aktivitas antijamur terbaik adalah senyawa 26FuH terhadap jamur
Pityrosporum ovale.
149
Uji Aktivitas Antijamur Beberapa Senyawa Monokarbonil... Rahmawati dan Purwaningsih
150
J Bioteknol Biosains Indones – Vol 5 No 2 Thn 2018
151
Uji Aktivitas Antijamur Beberapa Senyawa Monokarbonil... Rahmawati dan Purwaningsih
152
J Bioteknol Biosains Indones – Vol 5 No 2 Thn 2018
Tabel 2. Hasil karakterisasi dan elusidasi struktur senyawa 26FuH, 25FuP dan 15FuA
Senyawa
Struktur
26FuH 25FuP 15FuA
Organoleptis Kristal jarum, kuning oranye Kristal jarum, kuning Serbuk, kuning coklat
gelap
KLT Silika gel 60 GF 254 Satu Silika gel 60 GF 254 Satu Silika gel 60 GF 254 Satu
bercak, Rf=0,33 eluen= bercak, Rf=0,18 eluen= bercak, Rf=0,54 eluen=
heksan:CHCl3=1:2 heksan:CHCl3=1:2 heksan:CHCl3=1:3
GC-MS Luas area 100%, tr=22,658 Luas area 100%, tr=23,185 Luas area total 93.28%,
menit, m/z = 254 menit, m/z 240 tr= 28,45; 28,50; 28,56
dan 28,63 menit, m/z 214
-1 -1 -1
FTIR C-H (2923.56 cm ), C-H (2919.7 cm ), C-H (2923.56 cm ),
-1 -1 -1
Spektrofotometri C-H (2850.27 cm ), C-H (2850.27cm ), C-H (2854.13 cm ),
-1 -1 -1
C=C (1589.06 cm dan C=C (1608.34 cm dan C=C (1623.77 cm dan
-1 -1 -1
1465.63 cm ), 1465.63 cm ), 1469.49 cm ),
-1 -1 -1
C-O (1284.36 cm ), C-O (1265.07 cm ), C-O (1261.22 cm ),
-1 -1 -1
Keton heksanon (1751.05 cm ) Keton pentanon (1751.05 cm ) Keton (1739.48 cm ),
-1 -1
Para substitusi (817.67 cm ) Para substitusi (821.527 cm ) Para substitusi (821.527
-1
cm )
Spektrofotometri δ; ppm s, 3.8549; d, 7,5449- δ; ppm d, 7,5767-7,5742; s δ; ppm d, 7,5110-7,508;
1
H-NMR 7,5412; d 6,6514-6,6453; q 7,3334; d 6,6807-66746; q, d, 7,4914-7,4609; d
6,5035-6,4999-6,4974-6,4937; 6,5280-6,5243-6,519-6,5182; s 6,9268-6,8950; d 6,6896-
t, 3,0029-2,9919-2,9822; q 3,0555 6,6823; t, 6,4977-6,4941-
1,8943-1,8809-1,8687-1,8565 6,4904
jam dalam suhu kamar. Hasil sintesis Berdasarkan hasil pemeriksaan kemurnian
seperti pada Tabel 1, total senyawa dan elusidasi struktur dapat disimpulkan
berasal dari 3 kali sintesis untuk masing- senyawa hasil sintesis memiliki karakteristik
masing senyawa. Hasil karakterisasi dan sesuai struktur senyawa target. Hasil sintesis
elusidasi struktur senyawa 26FuH, 25FuP selanjutnya diuji aktivitas antijamur.
dan 15FuA ditampilkan pada Tabel 2 dan
Gambar 2. Hasil pengujian antijamur secara difusi
Senyawa 15FuA memiliki luas area di Sintetis tiga senyawa analog kurkumin
kromatografi gas sebesar 93,28% dengan yang telah diperoleh, selanjutnya dilakukan
muncul di 4 waktu retensi, yaitu: 28,45; 28,50; pengujian terhadap jamur C. albicans, P.
28,56 dan 28,63 menit. Ke empat waktu ovale, A. niger dan T. mentagrophytes
tersebut ditunjukkan spektrofotometri massa dengan metode difusi dapat dilihat pada
memiliki m/z yang sama yaitu 214. Hal ini Tabel 3 dan Gambar 3. Penentuan aktivitas
dapat disimpulkan hasil sintesis senyawa antijamur dilakukan dengan metode difusi.
15FuA memiliki 4 konfigurasi ruang yang Pengamatan dengan mengukur diameter
berbeda. zona hambat yang ditandai zona jernih yang
153
Uji Aktivitas Antijamur Beberapa Senyawa Monokarbonil... Rahmawati dan Purwaningsih
Diameter daya
No. Senyawa Log P
hambat (mm)
1. 26FuH 1,87 26,67 ± 1,53
2. 25FuP 1,45 23,33 ± 1,53
3. 15FuA 1,25 21,00 ± 1,73
154
J Bioteknol Biosains Indones – Vol 5 No 2 Thn 2018
155
Uji Aktivitas Antijamur Beberapa Senyawa Monokarbonil... Rahmawati dan Purwaningsih
156
VOLUME 5 NOMOR 2 DESEMBER 2018 ISSN 2548 – 611X
JURNAL
BIOTEKNOLOGI & BIOSAINS INDONESIA
ABSTRACT
Hyperuricemia is a disease that is characterized by a high uric acid level, in which the
number of patients tends to increase every year. This research was intended to evaluate the
xanthine oxidase (XO) inhibitory activity and determinate the total polyphenol content of
heartwood sappan (Caesalpinia sappan L.) extract. The extract was prepared by macerating
the dry powder wood using 70% ethanol at room temperature. The quality of ethanolic
extract obtained was evaluated based on BPOM guideline. XO inhibitory power was
determined by measuring uric acid produced in the xanthine/XO system in vitro. The
polyphenol content of the extract was measured using Folin-Ciocalteu reagent
spectrophotometrically. The results showed that the quality of sappan semisolid extract
fulfilled the required standard. Sappan extract inhibited XO activity by 98% relative to the
positive control, allopurinol, at the final extract concentration of 100 µg/mL. The total polyphenol
content was 26% of the crude extract. It could be concluded that sappan ethanolic extract has
the potential to be developed as an ingredient for hyperuricemia treatment.
ABSTRAK
Hiperurisemia adalah penyakit yang dicirikan dengan kadar asam urat tinggi dimana
prevalensi penderita cenderung meningkat. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari
aktivitas esktrak kayu sappan (Caesalpinia sappan L.) dalam menginhibisi enzim XO (xantin
oksidase) secara in vitro dan penentuan kadar senyawa polifenol total yang terkandung di
dalamnya. Ekstrak dibuat dengan cara maserasi serbuk kayu menggunakan pelarut etanol
70% pada suhu kamar. Kualitas ekstrak dievaluasi mengacu pada parameter karakterisasi
ekstrak yang ditetapkan oleh BPOM. Aktivitas inhibisi XO ditetapkan dengan mengukur
kadar asam urat yang terbentuk pada sistem xantin/XO in vitro. Kadar polifenol ekstrak
diukur menggunakan pereaksi Folin-Ciocalteu secara spektrofotometri. Hasil analisis
menyatakan bahwa kualitas ekstrak kental sappan memenuhi persyaratan yang ada.
Pengujian inhibisi XO dengan pembanding positif allopurinol pada konsentrasi akhir ekstrak
sebesar 100 µg/mL menunjukkan bahwa ekstrak mempunyai kekuatan menginhibisi XO
sebesar 98% relatif terhadap pembanding positif allopurinol. Kadar senyawa polifenol total
dalam ekstrak sappan sebesar 26% dari ekstrak kasar. Dari penelitian ini dapat disimpulkan
bahwa ekstrak sappan mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai bahan untuk
mengatasi hiperurisemia.
157
Evaluasi Aktivitas Inhibisi Xantin Oksidase... Ningsih dan Churiyah
158
J Bioteknol Biosains Indones – Vol 5 No 2 Thn 2018
Gambar 2. Serbuk kayu (A) dan ekstrak kental kayu (B) sappan
159
Evaluasi Aktivitas Inhibisi Xantin Oksidase... Ningsih dan Churiyah
(Gambar 2A) dimaserasi menggunakan Tabel 1. Komposisi pereaksi pada pengukuran inhibisi XO
pelarut 1 L etanol 70% pada suhu kamar
Kontrol Blanko Sampel/ Blanko
dengan pengadukan selama 12-14 jam. Pereaksi enzim enzim Allopurinol sampel
Selanjutnya filtrat dipisahkan dengan (µL) (µL) (µL) (µL)
cara penyaringan, ampas diekstraksi Sampel/
1) 100 100
Allopurinol
ulang sekali lagi. Filtrat disatukan dan Buffer
diuapkan menggunakan mesin vakum 1) 800 840 700 740
fosfat
rotavapour hingga diperoleh ekstrak Xantin
1)
160 160 160 160
kental (Gambar 2B). 2)
XO 40 40
Karakterisasi ekstrak
Keterangan:
Pada ekstrak kental dilakukan 1)
Diinkubasi pada 37ºC selama 5'
karakterisasi yang meliputi parameter kadar 2)
Diinkubasi pada 37ºC dan absorbansi diukur setiap
abu, kadar abu tidak larut asam, kadar menit selama 4 menit pada -maks. 290 nM
senyawa larut etanol, kadar senyawa larut menggunakan spektrofotometer UV-vis
air, susut pengeringan, cemaran logam berat,
dan cemaran mikroba, dengan mengacu pada hingga memberikan konsentrasi sekitar 0,2
Pedoman Parameter Standar Umum Ekstrak unit/mL.
Tumbuhan Obat (Depkes RI 2000). Larutan induk sampel uji dibuat dengan
cara melarutkan 10 mg ekstrak kental dalam
Pengujian inhibisi xantin oksidase 200 µL DMSO hingga larut, kemudian
Evaluasi aktivitas inhibisi XO secara in ditambah 300 mL dapar fosfat pH 7,5.
vitro mengacu pada penelitian sebelumnya Selanjutnya larutan induk ini diencerkan
(Apaya dan Hernandez 2011; Ningsih dan menggunakan buffer fosfat pH 7,5 hingga
Fahrudin 2018) dengan modifikasi, secara diperoleh konsentrasi 1000 ppm. Larutan ini
jelasnya sebagai berikut: sebagai media digunakan untuk pengujian.
digunakan buffer fosfat pH 7,5 yang Sebagai pembanding positif digunakan
disiapkan dengan cara melarutkan 7,071 g sediaan tablet allopurinol (generik) dengan
K2HPO4 dan 1,279 g KH2PO4 dengan 900 penyiapan sebagai berikut: sebanyak 1
mL akuades bebas CO2 hingga homogen. tablet allopurinol 100 mg digerus hingga
Selanjutnya pH larutan ditetapkan menjadi halus, dimasukan ke dalam labu ukur 5 mL
7,5 dengan menambahkan larutan NaOH 1 dan ditambah dengan buffer fosfat pH 7,5
M, kemudian larutan ditambah dengan hingga tanda batas. Untuk membantu
akuades bebas CO2 hingga volume 1000 mL. melarutkan allopurinol, labu disonikasi atau
Substrat xantin dibuat secara segar divorteks selama 10 menit. Selanjutnya filtrat
sebelum digunakan dengan cara melarutkan dipisahkan dengan cara disentrifugasi pada
kecepatan 5000 rpm pada suhu kamar
sebanyak 22 mg xantin dalam 100 µL NaOH
selama 5 menit. Filtrat digunakan untuk
encer, kemudian ditambahkan aquades
pengujian.
hingga 1 L dalam labu takar. Nilai pH
Pengukuran aktivitas inhibisi enzim XO
ditetapkan hingga pH 7,5 pada suhu kamar dilakukan sebagai berikut: ke dalam kuvet
dengan menggunakan larutan HCl/NaOH encer. kuarsa 3 mL dimasukkan secara berturut-
Larutan induk enzim XO disiapkan turut larutan sampel uji dan larutan substrat,
dengan cara melarutkan sejumlah 10 mg (~8 kemudian diinkubasi pada 37ºC selama 5
unit/10 mL) enzim dalam 10 mL dapar fosfat menit. Selanjutnya dilakukan penambahan
pH 7,5 pada suhu 25ºC. Larutan induk di- larutan kerja enzim dan dikocok hingga
aliquot dalam tabung plastik disposable 1 mL homogen. Pengukuran kadar asam urat
(0,8 unit/mL), disimpan pada suhu -20ºC. yang terbentuk dilakukan segera setiap
Larutan induk tidak boleh di-rethawing. menit selama 4 menit menggunakan
Berdasarkan hasil optimasi spektrofotometer UV-vis pada panjang
sebelumnya bahwa konsentrasi larutan kerja gelombang 290 nm. Selama pengukuran
enzim paling optimal adalah 0,2 UI/L yang absorbansi, kuvet tetap diinkubasi pada
dibuat dengan mengencerkan 1 mL larutan suhu 37ºC. Kurva yang menyatakan
induk dengan 4 mL dapar fosfat pH 7,5 hubungan antara absorbansi terhadap waktu
160
J Bioteknol Biosains Indones – Vol 5 No 2 Thn 2018
)
No Parameter Hasil Syarat*
)
* Depkes RI (1989)
dibuat, dan nilai slope (kemiringan) dari 20 µL larutan ke dalam multiwell 96 dan
persamaan regresi ditentukan dengan ditambah 75 µL larutan Folin-Ciocalteu
menggunakan program Microsoft Excel. (disiapkan dengan mengencerkan reagen
Kontrol enzim dibuat dimana sampel diganti Folin-Ciocalteu 1:10 menggunakan
dengan buffer fosfat. Blanko sampel dibuat akuades). Selanjutnya dilakukan inkubasi
dengan menambahkan larutan kerja sampel selama 5 menit pada suhu 22ºC pada
uji dan buffer fosfat tanpa larutan enzim dan suasana gelap sambil digoyang. Ke dalam
larutan substrat. Buffer fosfat digunakan multiwell 96 ditambahkan 75 µL larutan
sebagai blanko kontrol enzim. Komposisi Na2CO3 60 g/L dan kembali diinkubasi
pereaksi dapat dilihat pada Tabel 1. selama 90 menit pada kondisi yang sama
Persen inhibisi XO dihitung dengan sambil digoyang. Absorbansi larutan dibaca
persamaan berikut: pada panjang gelombang maksimum 725
nm menggunakan Elisa reader. Sebagai
blanko dengan mengganti sampel uji
menggunakan metanol p.a. Setiap
pengukuran dilakukan pengulangan
sebanyak tiga kali.
Sebagai pembanding, digunakan asam
Pengujian kadar polifenol total galat yang disiapkan sebagai berikut: larutan
Pengukuran kadar polifenol total induk dibuat dengan melarutkan 10 mg
dilakukan secara spektrofotometri asam galat dalam 1 mL metanol p.a. Larutan
menggunakan reagen kit Folin-Ciocalteu, induk diencerkan menggunakan metanol p.a.
mengacu pada penelitian sebelumnya hingga diperoleh serangkaian konsentrasi
(Waterhouse 2012) dengan modifikasi. 25, 50, 100, 150, dan 200 ppm atau
Rinciannya adalah sebagai berikut: larutan konsentrasi akhir asam galat 2,94; 5,88;
sampel uji dibuat dengan melarutkan hingga 11,76; 17,65 dan 23,53 ppm. Larutan
homogen 10 mg ekstrak kental dalam 1 mL standar diperlakukan sama seperti sampel.
metanol p.a. Selanjutnya, larutan tersebut Kurva standar yang menyatakan hubungan
diencerkan kembali menggunakan metanol antara absorbansi dibuat menggunakan
hingga diperoleh konsentrasi 1000 ppm. program Microsoft Excell dan diturunkan
Pengukuran kadar polifenol total persamaan regresi y=ax+b. Kadar polifenol
dilakukan dengan memasukkan sebanyak total dalam sampel dihitung menggunakan
161
Evaluasi Aktivitas Inhibisi Xantin Oksidase... Ningsih dan Churiyah
162
J Bioteknol Biosains Indones – Vol 5 No 2 Thn 2018
)
* Dihitung dengan persamaan = [1 – (slope sampel/slope kontrol enzim)] x 100%. Pengujian dilakukan pada konsentrasi
akhir (baik ekstrak dan allopurinol) 100 µg/mL. Blanko enzim dan blanko ekstrak/allopurinol dengan komposisi seperti
tertulis pada Tabel 1 tidak menunjukkan tingkat kemiringan slope. Hasil analisis statistik menunjukkan tidak berbeda
bermakna (p=0,468) aktivitas inhibisi XO ekstrak etanol 70% sappan dan allopurinol pada konsentrasi 100 µg/dL.
163
Evaluasi Aktivitas Inhibisi Xantin Oksidase... Ningsih dan Churiyah
164
J Bioteknol Biosains Indones – Vol 5 No 2 Thn 2018
Pada pengukuran kadar polifenol total Tabel 4. Kadar polifenol ekstrak kental sappan
digunakan pembanding asam galat.
Penelitian sebelumnya membuktikan bahwa Kadar Rata2
Absorbansi Kadar
setara Kadar
penggunaan asam galat sebagai n (-maks.
GAE
polifenol
polifenol
)
pembanding memiliki beberapa keunggulan 725 nm) (%)*
(ppm) (%)
seperti senyawa ini dalam keadaan murni
1 1,57 30,15 25,77 26,00
cukup mudah diperoleh dengan harga yang
relatif tidak terlampau mahal, hasil 2 1,61 30,76 26,29
pengukuran kadar senyawa fenolik dari
3 1,58 30,34 25,93
beberapa jenis sampel uji memberikan nilai
yang ekuivalen dengan penggunaan standar )
asam galat, larutan asam galat relatif stabil * Dihitung dengan rumus = [kadar(ppm)/konsentrasi
akhir(ppm)] x 100%. Kadar dihitung terhadap ekstrak
dimana aktivitas akan menurun sekitar 5% kasar. n=ulangan.
setelah penyimpanan dalam lemari es
selama 2 minggu dalam keadaan tertutup caesalpiniaphenol A, B, C dan D (Cuong et
(Waterhouse 2012). Karena senyawa fenol al. 2012). Selain senyawa polifenol, aktivitas
yang ada dalam sampel uji tidak semuanya inhibisi XO juga disebabkan oleh kandungan
adalah asam galat, maka kadar polifenol senyawa lain yang terkandung dalam
total dalam sampel uji dinyatakan dengan ekstrak mengingat bahwa sampel uji adalah
satuan setara asam galat (gallic acid ekstrak kasar yang berisi beragam senyawa
equivalent/GAE), yang dihitung dari yang komplek (Nguyen et al. 2014b).
persamaan kurva standar asam galat. Hasil Dalam sampel berupa ekstrak
pembuatan kurva standar asam galat dan umumnya mengandung berbagai golongan
penghitungan persamaan regresinya senyawa kimia selain polifenol.
disajikan pada Gambar 3. Hasil pengukuran Kemungkinan bahwa aktivitas inhibisi XO
kadar polifenol total disajikan pada Tabel 4. yang ditunjukkan oleh ekstrak etanol 70%
Hasil penelitian ini menunjukkan sappan juga disebabkan oleh keberadaan
bahwa kandungan senyawa polifenol total senyawa selain golongan polifenol. Hasil
dari ekstrak sappan sebesar 26% ekstrak studi in vitro sebelumnya menunjukkan
kasar. Kandungan senyawa polifenol bahwa senyawa-senyawa berikut berpotensi
menentukan sifat farmakologis yang sebagai penurun asam urat melalui
diberikan oleh ekstrak. Hal ini sejalan mekanisme inhibisi XO, yaitu golongan
dengan penelitian sebelumnya, dimana alkaloid, minyak atsiri, tannin, glukosida
senyawa golongan polifenol, termasuk iridoid, kumarin. Selanjutnya, senyawa
didalamnya senyawa golongan flavonoid, golongan lignan, triterpenoid dan xantofil
telah dilaporkan mempunyai potensi sebagai bermanfaat dalam penanganan gout melalui
inhibitor XO (Abdullahi et al. 2012). Studi aktivitas antiinflamasi (Ling dan Bonchu
struktur aktivitas inhibisi XO dan senyawa 2014). Dalam menginhibisi enzim XO, suatu
flavonoid menunjukkan bahwa senyawa senyawa dapat melalui beberapa
flavonoid yang mampu menginhibisi XO mekanisme seperti mengikat sisi aktif tempat
adalah yang mempunyai gugus OH pada pengikatan senyawa purin, seperti
posisi C5 dan C7 dan ikatan rangkap antara ditunjukkan oleh allopurinol, atau pada
C2 dan C3 atau struktur berbentuk planar, kofaktor FAD, seperti pada benzimidazole,
sehingga golongan flavones agak lebih kuat atau melalui membloking biosintesis asam
sebagai inhibitor XO dibandingkan flavonol. urat dari senyawa purin. Sehingga
Adanya substitusi gugus OH pada posisi C3 mekanisme yang bersifat meningkatkan
dan C7 dengan glikosida atau gugus metil ekskresi asam urat dari tubuh atau menekan
akan melemahkan sifat inhibisi XO. Diduga produksi asam urat mampu menurunkan
bahwa keberadaan gugus gula akan kadar asam urat (Kostic et al. 2015).
menghalangi interaksi antara flavonoid
dengan enzim XO sehingga melemahkan KESIMPULAN
aktivitas (Wong et al. 2014; Kostic et al.
2015). Beberapa senyawa polifenol dalam Kesimpulan yang dapat ditarik dari
sappan telah berhasil diisolasi dan penelitian ini adalah ekstrak etanol 70%
diidentifikasi, diantaranya adalah empat jenis kayu sappan yang dibuat memenuhi
165
Evaluasi Aktivitas Inhibisi Xantin Oksidase... Ningsih dan Churiyah
166
J Bioteknol Biosains Indones – Vol 5 No 2 Thn 2018
167
VOLUME 5 NOMOR 2 DESEMBER 2018 ISSN 2548 – 611X
JURNAL
BIOTEKNOLOGI & BIOSAINS INDONESIA
ABSTRACT
Humic acid compounds have an immunostimulatory effect. The aim of this research was to
determine the effect of humic acid on the spleen of mice infected with Escherichia coli. The
study used a completely randomized design with six treatments and five replicates. The
treatments were normal control, negative control, positive control of isoprinosine, humic acid
dose of 62.5; 125; and 250 mg/kg body weight (BW). The results showed that E. coli
infection caused diarrhea symptoms and significant weight loss. There were significant
differences (P<0.05) on hematocrit value and a total leukocyte count of humic acid, in which
isoprinosine treatment was higher than those of negative control and normal control. There
was no significant difference in the spleen weight of the mice subjected to the different
treatments, but through histologic observations a significant difference (P<0.05) was found in
the histologic size of the spleen. Humic acid treatment of 250 and 125 mg/kg BW resulted in
the widest white pulp (495.8 ± 58.2 µm) and the highest leukocytes count (6725 ± 1018
cell/mL), respectively. On the red pulp serving as negative control numerous clusters of
lymphocyte cells were found.
Keywords: Escherichia coli, humic acid, peat soil, spleen, white pulp
ABSTRAK
Senyawa asam humat mempunyai potensi imunostimulan. Penelitian ini bertujuan
mengetahui pengaruh pemberian asam humat terhadap organ limpa mencit yang diinfeksi
bakteri Escherichia coli. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan enam
perlakuan dan lima ulangan. Perlakuan tersebut yakni kontrol normal, kontrol negatif, kontrol
positif isoprinosin, asam humat dosis 62,5; 125; dan 250 mg/kg berat badan (BB). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa infeksi bakteri E. coli pada mencit menyebabkan mencit
mengalami gejala diare dan penurunan berat badan yang signifikan. Perbedaan signifikan
(P<0,05) pada nilai hematokrit dan jumlah leukosit total perlakuan asam humat dan
isoprinosin lebih tinggi dibandingkan kontrol negatif dan kontrol normal. Tidak terdapat
perbedaan nyata (P>0,05) pada berat limpa mencit antar perlakuan, melalui pengamatan
histologi ditemukan perbedaan ukuran histologi limpa mencit. Perlakuan asam humat 250
mg/kg BB mempunyai ukuran pulpa putih (495,8 ± 58,2 µm) dan perlakuan asam humat 125
mg/kg BB mempunyai nilai leukosit tertinggi (6725 ± 1018 sel/mL). Pada pulpa merah
perlakuan kontrol negatif ditemukan banyak sel limfosit yang menggerombol.
Kata Kunci: asam humat, Escherichia coli, limpa, pulpa putih, tanah gambut
168
J Bioteknol Biosains Indones – Vol 5 No 2 Thn 2018
169
Histologi Limpa dan Hematologi Mencit... Rousdy dan Wardoyo
larutan buffer neutral formaline (BNF), bakteri E. coli selama 5 hari menggunakan
larutan phospate buffer saline (PBS) steril dosis 106 cfu/mL sebanyak 0,5 mL/hari.
dan biakan murni bakteri E. coli koleksi
Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas MIPA, Pembuatan preparat limpa
Universitas Tanjungpura. Mencit dibius dengan kloroform dan
Hewan uji yang digunakan adalah dibedah. Limpa yang berada di abdomen
mencit (Mus musculus L.) galur Swiss jantan sebelah kiri berwarna merah kehitaman
dengan kisaran umur 2-3 bulan dan berat diambil dan dicuci dalam larutan PBS. Limpa
badan 20-40 gram. Mencit diaklimasi selama dan hati ditimbang dengan timbangan
tujuh hari dengan pemberian makan dan analitik untuk mengetahui bobotnya. Limpa
minum secara ad libitum. difiksasi dengan BNF kemudian dibuat
Tanah gambut diambil pada tingkat preparat histologi menggunakan metode
kematangan sapris di kedalaman 30-50 cm parafin dan pewarnaan hematoksilin eosin
dari permukaan tanah. Jenis tanah (HE) (Suvarna et al. 2013).
diidentifikasi di Laboratorium Fisika Tanah Bagian jaringan limpa yang diamati
Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura. adalah diameter pulpa putih, germinal center
Pemisahan asam humat mengacu pada dan zona marginalis. Diameter germinal
metode IHSS (2015) yakni berdasarkan center limpa diukur di bawah mikroskop
pengendapan dalam asam kuat dan pada perbesaran 40. Diameter germinal
kelarutan dalam basa lemah (Gambar 1). center adalah rerata diameter yang
ditentukan dari hasil pengukuran diameter
Rancangan percobaan terpanjang dan terpendek. Tiap individu
Penelitian menggunakan Rancangan diamati 3 irisan dan tiap irisan diamati 5
Acak Lengkap satu jalur. Tiga puluh hewan germinal center.
uji dibagi menjadi 6 perlakuan. Perlakuan
yang diberikan sebagai berikut: Kontrol Pemeriksaan hematokrit
normal: mencit tidak diinjeksi bakteri E. coli Pemeriksaan parameter hematologi
dan asam humat; kontrol negatif: mencit menggunakan darah yang diambil langsung
diinjeksi bakteri E. coli dan tanpa pemberian dari jantung (cardiac puncture) pada hari ke-
asam humat; kontrol positif: mencit diinjeksi 8. Penghitungan nilai hematokrit dengan
bakteri E. coli dan diberi obat isoprinosin; cara darah dimasukkan ke dalam
perlakuan asam humat 250 mg/kg BB: mikrokapiler dan disentrifugasi pada
mencit diinjeksi bakteri E. coli dan diberi kecepatan 5000 rpm selama 5 menit. Total
asam humat 250 mg/kg BB; perlakuan asam leukosit dihitung menggunakan
humat 125 mg/kg BB: mencit diinjeksi bakteri
hemositometer.
E. coli dan diberi asam humat 125 mg/kg
BB; perlakuan asam humat 62,5 mg/kg BB:
Analisis statistik
mencit diinjeksi E. coli dan diberi asam
humat 62,5 mg/kg. Pemberian asam humat Data pengamatan hematologi dan
dilakukan secara oral menggunakan sonde histologi limpa dianalisis statistik dengan
lambung sesuai dosis perlakuan.
170
J Bioteknol Biosains Indones – Vol 5 No 2 Thn 2018
Analysis of Variance (ANOVA) satu jalur. limpa paling ringan dibandingkan perlakuan
Apabila terdapat perbedaan antar perlakuan lainnya. Penurunan berat limpa pada
(P<0,05) dilanjutkan dengan uji lanjut kelompok isoprinosin kemungkinan
Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) disebabkan oleh infeksi berat yang terjadi
menggunakan SPSS versi 15. pada perlakuan tersebut. Imunostimulan
isoprinosin tidak berperan sebagai
HASIL DAN PEMBAHASAN antibakteri sehingga tidak optimal dalam
mengurangi diare pada mencit.
Berdasarkan hasil perlakuan, mencit Pemberian asam humat pada dosis
(Mus musculus) yang diinfeksi oleh bakteri tertinggi cenderung meningkatkan berat
E. coli menunjukkan terjadinya gejala diare limpa. Perubahan dari berat limpa
berupa meningkatnya frekuensi buang air disebabkan proses stimulasi pulpa putih
besar, konsistensi feses yang encer dan limpa oleh pemberian imunostimulan asam
berbau serta terjadi penurunan berat badan. humat. Asam humat juga diketahui
Penurunan berat badan mencit terjadi pada mempunyai potensi sebagai antibakteri
semua perlakuan mencit yang diinfeksi sehingga selain menstimulus sistem
bakteri E. coli, kecuali pada perlakuan imunitas, asam humat juga mampu
kontrol normal yang tidak diinfeksi bakteri E. mengurangi jumlah bakteri patogen yang
coli (Gambar 2.). masuk ke dalam tubuh.
Mencit pada perlakuan normal Hampir sejalan dengan berat limpa,
mempunyai berat badan relatif konstan pengamatan pada berat hati mencit
sebab tidak mengalami diare akibat menunjukkan perlakuan isoprinosin
pemberian bakteri E. coli. Penurunan berat memberikan penurunan berat hati signifikan
badan terbesar terjadi pada perlakuan dibandingkan perlakuan lain (Tabel 1,
isoprinosin. Gambar 3). Hal ini kemungkinan
disebabkan obat isoprinosin mengalami
Perubahan berat limpa dan hati metabolisme utama dalam hati sehingga
Setelah pemberian perlakuan meningkatkan aktivitas dan fungsi hati.
imunostimulan dan infeksi oleh bakteri E. Asam humat sebagai obat alami yang
coli, mencit dibedah untuk diamati diberikan tidak memberikan pengaruh pada
perubahan pada organ hati dan limpa. berat hati secara signifikan. Begitu pula pada
Penimbangan berat limpa mencit pada kontrol negatif dan kontrol normal yang tidak
semua kelompok perlakuan menunjukkan mendapat pengaruh senyawa apapun, tidak
tidak ada perbedaan nyata (P>0,05) menunjukkan perubahan pada berat hati.
(Gambar 3). Terdapat kecenderungan pada
perlakuan isoprinosin mempunyai berat Nilai hematokrit dan leukosit total
Infeksi bakteri E. coli yang diberikan
menyebabkan meningkatnya jumlah sel
34
2.5
Berat badan mencit (g)
32
2.0
,
Berat (g)
30 1.5
,
1.0
,
28
0.5
,
26 0.0
,
Hari ke-0 Hari ke-10 setelah
infeksi
171
Histologi Limpa dan Hematologi Mencit... Rousdy dan Wardoyo
Keterangan: huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata antar perlakuan (P<0,05)
Keterangan: huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata antar perlakuan (P<0,05)
darah putih (leukosit) pada semua perlakuan 250 mg/kg diduga disebabkan efek khelator
kecuali kontrol normal (Tabel 1, Gambar 4). asam humat yang dapat mengikat logam Fe.
Sel leukosit merupakan jenis sel darah yang Logam Fe diperlukan dalam pembentukan
berperan mempertahankan tubuh terhadap hemoglobin dan sel darah merah.
infeksi bakteri E. coli. Perlakuan asam humat Asam humat mempunyai banyak
dan obat isoprinosin memberikan nilai gugus fungsi reaktif seperti karboksil dan
leukosit lebih tinggi dibandingkan kontrol hidroksil yang mudah mengalami ionisasi.
negatif yang tidak mendapat imunostimulan Proses ini menyebabkan senyawa humat
apapun. Perlakuan kontrol normal yang tidak menjadi bermuatan negatif (polianionic
mendapat infeksi mempunyai jumlah leukosit compound) dan mudah mengikat kation-
standar yakni sekitar 4.468 sel/mL darah. kation (Stevenson 1994). Tan (2003) dalam
Jumlah total leukosit meningkat dalam Lasmi (2013) menyatakan bahwa
darah apabila terjadi infeksi akibat bakteri kemampuan tiap gugus fungsi reaktif asam
patogen. Kalia et al. (2016) melaporkan humat untuk mengalami deprotonisasi
infeksi bakteri Salmonella enterica serovar menjadi senyawa polianionik sangat
Typhimurium secara intraperitoneal pada dipengaruhi oleh pH lingkungan. Hasil
mencit Balb/C akan meningkatkan nilai total spektra inframerah asam humat tanah
leukosit dan persentase limfosit. Jumlah gambut Kalimantan diketahui mengandung
eritrosit dan persentase hematokrit akan gugus -COOH (Lasmi 2013), maka diduga
menurun pada perlakuan infeksi bakteri pada pH netral (pH plasma) gugus –COOH
Salmonella. mengalami deprotonisasi lebih cepat. Hal ini
Pemberian asam humat pada menyebabkan asam humat tanah gambut
konsentrasi rendah 62,5 mg/kg BB diduga lebih mudah mengkelat ion Fe2+ selama
menstimulasi proliferasi sel darah merah. berada dalam aliran darah.
Proliferasi sel darah merah atau eritrosit Hematokrit merupakan rasio jumlah sel
ditunjukkan dengan besarnya nilai darah merah terhadap total volume darah,
hematokrit pada mencit perlakuan asam dengan demikian peningkatan persentase
humat 62,5 mg/kg. Pemberian asam humat hematokrit menunjukkan semakin
dosis tertinggi 250 mg/kg menyebabkan banyaknya jumlah sel darah merah. Efek
penurunan hematokrit. Penurunan proliferatif pembentukan eritrosit akibat
hematokrit pada konsentrasi asam humat pemberian imunostimulan kemungkinan
172
J Bioteknol Biosains Indones – Vol 5 No 2 Thn 2018
disebabkan peran IL-1, IL-3, IL-6 dan GM- jaringan hematopoietik. Sel darah putih
CSF (Chen et al. 2002) pada perkembangan memiliki peranan penting dalam sistem imun
sel induk eritrosit. yakni sebagai pertahanan seluler terhadap
Peningkatan jumlah leukosit mencit infeksi patogen.
selama proses imunostimulasi asam humat Efek proliferatif dari senyawa humat
menunjukkan bahwa asam humat mampu gambut dilaporkan dalam penelitian
memicu proliferasi sel-sel darah putih dalam Obminska-Domoradzka dan Stefanska-
Gambar 4. Histologi Limpa (a) Asam Humat Dosis 62,5 mg/kg; (b) Asam Humat Dosis 125 mg/kg; (c) Asam Humat
Dosis 250 mg/kg; (d) Kontrol Positif Isoprinosin; (e) Kontrol Negatif. Keterangan: germinal center (gc),
pulpa merah (pm), zona marginalis (zm), pulpa putih (↔). Perbesaran 100
173
Histologi Limpa dan Hematologi Mencit... Rousdy dan Wardoyo
Jonca (2001) dalam Habibian et al. (2010) disebabkan oleh reaksi inflamasi.
menyatakan bahwa bahan gambut memiliki Tasminatun et al. (2017) melaporkan
potensi meningkatkan kemampuan pemberian agen inflamasi ovalbumin akan
proliferatif sel timosit tikus yang distimulasi meningkatkan diameter pulpa putih. Reaksi
mitogen. Selain itu, asam humat diketahui inflamasi disebabkan oleh pelepasan
mempunyai efek bimodal, dimana stimulasi prostaglandin yang menyebabkan migrasi
imunitas terjadi pada pemberian asam dan pengumpulan sel leukosit pada limpa.
humat dosis rendah, sedangkan inhibisi Kalia et al. (2016) menambahkan infeksi
imunitas terjadi pada pemberian asam berat akibat bakteri akan menyebabkan
humat dosis tinggi (Junek et al. 2009; van pelebaran sinus limfa dan ekspansi sel
Rensburg dan Naude 2009). eritrosit pada pulpa merah. Ciri ini
merupakan tanda pembesaran limpa atau
Histologi limpa mencit sphlenomegali. Pembesaran limpa dapat
Organ limpa mencit dibuat preparat dilihat dari berat limpa kontrol negatif dan
sayatan dengan metode parafin dan perlakuan asam humat mempunyai berat
pewarnaan hematoksilin. Bagian dalam limpa lebih dibandingkan kontrol normal
parenkim limpa tersusun oleh pulpa merah yang tidak mendapat infeksi bakteri E. coli.
dan pulpa putih. Pulpa putih tampak seperti Pada perlakuan asam humat 62,5
nodul atau bulatan putih pada permukaan mg/kg BB mempunya diameter pulpa putih
irisan limpa. Pulpa putih merupakan nodul paling kecil yakni 404,2 µm namun
limfoid atau kumpulan sel limfosit yang mempunyai diameter germinal center dan
menyelubungi arteri sentralis, terutama jenis zona marginalis paling besar (Tabel 2). Pada
limfosit T. bagian tengah pulpa putih tampak germinal
Diantara pulpa merah dan putih center yang berisi sel-sel limfosit yang
terdapat zona marginalis yang dipenuhi sedang mengalami maturasi. (Gambar 4a).
limfosit B. Pulpa merah limpa merupakan Sel limfosit yang belum matang tampak
jaringan merah gelap yang dipenuhi darah. berukuran lebih besar dibandingkan sel
Penyusun pulpa merah berupa jaringan ikat limfosit yang matang. Pulpa putih pada
retikulin, limfosit B, limfosit T, sel plasma dan perlakuan asam humat 62,5 mg/kg
banyak sel darah serta sinusoid. berukuran lebih kecil, dengan zona
Pada irisan preparat limpa tampak marginalis yang lebih tipis. Zona marginalis
pulpa putih yang dikelilingi oleh pulpa merah. berisi sel limfosit B. Bagian tepi dari zona
Pulpa merah terpulas kemerahan marginalis tampak arteri centralis yang
disebabkan pada bagian ini dipenuhi oleh merupakan percabangan dari arteri
kapiler darah atau sinus venosus. trabekularis (Gambar 4).
Pada perlakuan kontrol negatif Pada perlakuan isoprinosin (kontrol
ditemukan sel limfosit dalam susunan klaster positif), pulpa putih limpa berukuran paling
atau menggerombol pada pulpa merah kecil dengan rata-rata 308 µm. Hal ini diduga
(Gambar 4e). Tampilan limfosit pada pulpa ukuran pulpa putih akan berkorelasi dengan
merah yang khas kemungkinan disebabkan berat limpa. Berat limpa pada perlakuan
oleh reaksi antara antigen bakteri E. coli isoprinosin paling rendah dibandingkan
yang masuk ke tubuh dengan sel-sel perlakuan lain (Tabel 2, Gambar 3). Hasil
leukosit. Tidak semua pulpa putih memiliki penelitian ini berbeda dengan Patil et al.
germinal center. Germinal center akan aktif (2012) yang menyatakan isoprinosin
dan membesar bila terjadi proses merupakan imunostimulan sintetis yang
imunostimulasi pada sistem imun. Seperti menyebabkan proliferasi pada sel T dan
pada kelompok kontrol negatif yang tidak peningkatan berat limpa. Perbedaan hasil
diberikan imunostimulasi, pulpa putih dan tersebut disebabkan oleh isoprinosin yang
germinal center yang diamati berukuran tidak memiliki aktivitas antibakteri sehingga
lebih kecil yakni rata-rata 354 µm (Tabel 2). infeksi E. coli pada mencit berakibat akut
Infeksi bakteri E. coli yang terjadi pada dan menurunkan berat badan serta berat
kontrol negatif tidak menyebabkan reaksi limpa.
inflamasi yang ditandai dengan pembesaran Perlakuan asam humat dosis 125
pulpa putih dan germinal center. mg/kg dan 250 mg/kg menyebabkan pulpa
Pembesaran diameter pulpa putih dapat putih berukuran besar dengan germinal
174
J Bioteknol Biosains Indones – Vol 5 No 2 Thn 2018
center dan zona marginalis yang lebih luas dibandingkan kontrol negatif dan kontrol
(Tabel 2). Pada pemberian asam humat normal.
dosis tertinggi yakni 250 mg/kg tampak Tidak terdapat perbedaan nyata pada
bagian dalam pulpa putih tersusun oleh berat limpa mencit antar perlakuan, namun
limfosit yang tidak rapat atau merenggang pengamatan histologi menemukan
(Gambar 3c). Kondisi ini disebut sebagai perbedaan ukuran limpa mencit yang
kongesti limpa (Matheos et al. 2013). diinfeksi bakteri dan diberikan asam humat.
Susunan limfosit yang merenggang pada Perbedaan jelas diamati pada ukuran pulpa
pulpa putih akan menyebabkan diameter putih, germinal center dan zona marginalis
pulpa putih menjadi lebih lebar (Tabel 2). yang cukup besar. Pulpa merah pada
Kondisi kongesti limpa juga ditemukan pada perlakuan kontrol negatif ditemukan banyak
penelitian lain. Andrew et al. (2017) sel limfosit yang menggerombol.
melaporkan dosis ekstrak bawang putih
tertinggi dapat memicu kondisi anemia, UCAPAN TERIMA KASIH
penurunan jumlah oksigen dan kongesti
pulpa putih limpa. Penelitian ini didanai dari sumber dana
Pulpa putih dan germinal center DIPA 2017 Fakultas MIPA Universitas
merupakan tempat berkumpulnya sel limfosit Tanjungpura, Pontianak.
khususnya sel limfosit T. Sedangkan sel
limfosit B berkumpul pada zona marginalis DAFTAR PUSTAKA
pulpa putih. Asam humat merupakan
substansi humus yang berpotensi Andrew UO, Ozoko LEC, Kingsley IA,
menstimulus proliferasi dan maturasi sel-sel Mamerhi ET, Beauty E (2017)
leukosit, khususnya limfosit yang utama Histologic effect of garlic extract on
berkumpul pada organ limpa. Hal tersebut the spleen of adult wistar rat. J Pharm
diduga berkaitan dengan stimulus produksi Biol Sci 12:1-4. doi:10.9790/3008-
sitokin, suatu protein sinyal yang berperan 1204050104
penting dalam komunikasi antar sel leukosit. Chen CH, Liu JJ, Lu FJ, Yang ML, Lee Y,
Penelitian yang dilaporkan oleh Joone Huang TS (2002) The effect of humic
et al. (2003) menggunakan kultur sel limfosit acid on the adhesibility on neutrophils.
manusia penderita HIV menyebutkan bahwa Thromb Res 108:67-76.
pemberian oxihumat (senyawa humat dari doi:10.1016/S0049-3848(02)00384-5
batu bara) akan meningkatkan proliferasi sel Habibian R, Morshedi A, Delirezh N (2010)
limfosit dan sekresi interleukin-2 (IL-2). Effect of humic acid on humoral
Fungsi dari IL-2 berperan dalam immune respons and phagocytosis.
menstimulus maturasi sel leukosit lain dalam Global Veterinaria 4:135-139
tubuh. Stimulus pelepasan sitokin juga IHSS (2015) Isolation of IHSS soil fulvic and
dilaporkan oleh Vetvitcka et al. (2010) yang humic acids. International Humic
menyatakan bahwa penggunaan asam Substances Society. http://humic-
humat bersama imunostimulan glukan (rasio substances.org/isolation-of-ihss-soil-
1:1) dapat menstimulus secara optimal fulvic-and-humic-acids/. Diakses 10
sekresi enam jenis sitokin yakni IL-2, IL-4, September 2015
IL-5, IL-6, TNF-α, dan MPC-1. Joone GK, Dekker J, van Rensburg CE
(2003) Investigation of
KESIMPULAN immunostimulatory properties of
oxihumate. Z Naturforsch C 58:263-
Berdasarkan hasil penelitian dapat 267. doi:10.1515/znc-2003-3-421
diambil kesimpulan bahwa pemberian Junek R, Morrow R, Schoenherr J, Schubert
infeksi bakteri E. coli menyebabkan mencit R, Kallmeyer R, Phull S, Klocking R
mengalami gejala diare dan penurunan (2009) Bimodal effect of humic acids
berat badan yang signifikan. Ditemukan on the LPS-induced TNF-α release
perbedaan signifikan pada nilai hematokrit from differentiated U937 cells.
dan jumlah leukosit total perlakuan asam Phytomedicine 16:470-476. doi:
humat dan isoprinosin lebih tinggi 10.1016/j.phymed.2008.10.003
175
Histologi Limpa dan Hematologi Mencit... Rousdy dan Wardoyo
Kalia P, Kumar NR, Harjai K (2016) Effect Stevenson FJ (1994) Humus Chemistry,
of propolis extract on hematotoxicity Genesis, Composition, Reaction.
and histological changes induced by Second Edition. John Wiley & Sons
Salmonella enterica serovar Inc, New York
Typhimurium in balb/C mice. Arch Biol Suvarna SK, Layton C, Bancroft JD (2013)
Sci 68:385-391. doi: Bancroft’s Theory and Practice of
10.2298/ABS150902030K Histological Techniques. Seventh
Lasmi L (2013) Studi adsorpsi kompetitif Edition. Elsevier Ltd, Churchill
logam Ag(I), Cu(II) dan Cr(III) pada Livingstone
asam humat. Tesis, FMIPA Universitas Tasminatun S, Pravitasari R, Makiyah N
Gadjah Mada (2017) Potential ethanol of Carica
Matheos C, Lintong P, Kairupan C (2013) papaya L. extract as immunomodulatory
Gambaran histologik jaringan limpa through histology observation at mice
tikus putih (Rattus novergicus) yang balb/C spleen. Berkala Kedokteran
diinfeksi Escherichia coli dan diberi 13:205-210. doi: 10.20527/jbk.v13i2.4077
madu. Jurnal e-Biomedik 1:961-965 van Rensburg CEJ, Naude PJW (2009)
Noor M (2001) Pertanian Lahan Gambut: Potassium humate inhibits complement
Potensi dan Kendala. Penerbit activation and the production of
Kanisius, Yogyakarta inflammatory cytokines in vitro.
Orlov DS (1995) Humic Substances of Soil Inflammation 32:270-276. doi:
and General Theory of Humification. 10.1007/s10753-009-9130-6
AA Balkema Publisher, Rotterdam Vašková J, Veliká B, Pilátová M, Kron I,
Patil US, Jaydeokar AV, Bandawane DD Vaško L (2011) Effects of humic acids
(2012) Immunomodulators: A in vitro. In Vitro Cell Dev Biol Anim
pharmacological review. Int J Pharm 47:376-382. doi: 10.1007/s11626-011-
Pharm Sci 4:30-36 9405-8
Rousdy DW dan Wijayanti N (2016) Vetvicka V, Baigorri R, Zamarreno AM,
Peningkatan imunitas nonspesifik ikan Garcia-Mina JM, Yvin JC (2010)
mas, Cyprinus carpio (Linnaeus, 1758) Glucan and humic acid: Synergistic
yang diinfeksi Aeromonas hydrophilla effects on the immune system. J Med
dengan pemberian asam humat tanah Food 13:863-869. doi:
gambut. Jurnal Iktiologi Indonesia 10.1089/jmf.2009.0178
16:345-352 Winarni D, Handono CD, Sugiharto (2013)
Rousdy DW, Rahmawati, Kurniatuhadi R Efek Imunostimulatori beberapa fraksi
(2016) Immune responses of wistar rat teripang lokal Phyllophorus sp.
(Rattus novergicus) on adduction of terhadap histologi limpa mencit (Mus
humic acid from Borneo peat soil. musculuc) yang diinfeksi
Biosaintifika 8:400-405. doi: Mycobacterium tuberculosis. Jurnal
10.15294/biosaintifika.v8i3.7499 Ilmiah Biologi FST 1:1-13
176
VOLUME 5 NOMOR 2 DESEMBER 2018 ISSN 2548 – 611X
JURNAL
BIOTEKNOLOGI & BIOSAINS INDONESIA
ABSTRACT
Potato is a food commodity that has the potential to support food diversification in Indonesia.
There is an increasing demand for Atlantic potatoes as the raw material for processed potato
products. The demand, which has not been met by the increased production, has been the
cause of the ongoing potato import activities in Indonesia. The limitation of producing quality
Atlantic potato seeds economically is one of the obstacles to increasing the production of Atlantic
potatoes in Indonesia. The aim of this research was to study the effect of various table sugar
concentrations as the carbon source and the type of the culture containers used for Atlantic
potato shoot multiplication in vitro. The propagation was carried out in bioreactors and culture
bottles with MS liquid medium + coconut water at a concentration of 150 mL/L medium, and 3
concentration levels of table sugar, namely 0; 7.5; and 15 g/L medium. The use of bioreactor
significantly increased the height of the Atlantic potato plantlets. The use of bioreactor combined
with table sugar addition decreased hyperhydricity level. The highest number of shoots, leaves,
and roots were found at the table sugar concentration of 15 g/L medium in both containers.
ABSTRAK
Kentang merupakan komoditas pangan yang berpotensi mendukung program diversifikasi
pangan di Indonesia. Peningkatan permintaan terhadap kentang Atlantik sebagai bahan
baku kentang olahan yang tak diimbangi dengan peningkatan produksi kentang Atlantik
menjadi penyebab masih berlangsungnya impor kentang Atlantik di Indonesia. Keterbatasan
menghasilkan benih kentang Atlantik berkualitas yang ekonomis merupakan salah satu
hambatan dalam meningkatkan produksi kentang Atlantik di Indonesia. Penelitian ini
bertujuan mempelajari pengaruh variasi konsentrasi sukrosa teknis sebagai sumber karbon
dan penggunaan jenis wadah terhadap perbanyakkan tunas kentang Atlantik secara in vitro.
Perbanyakkan tunas kentang Atlantik menggunakan media MS cair + 150 mL/L air kelapa
dalam wadah bioreaktor dan botol kultur dengan 3 taraf konsentrasi sukrosa, yaitu 0; 7,5;
dan 15 g/L media. Penggunaan bioreaktor secara signifikan meningkatkan tinggi planlet
kentang Atlantik yang dihasilkan. Penggunaan bioreaktor yang dikombinasikan dengan
penambahan sukrosa teknis menurunkan tingkat hiperhidrisitas. Tunas, daun, dan akar
terbanyak dihasilkan oleh perlakuan sukrosa teknis 15 g/L media dalam kedua jenis wadah.
177
Pengaruh Wadah Kultur dan Konsentrasi Sumber Karbon... Karyanti et al.
178
J Bioteknol Biosains Indones – Vol 5 No 2 Thn 2018
Penanaman
Proses penanaman dilakukan dalam
laminar air flow secara aseptik. Potongan
eksplan yang akan dikultur dalam bioreaktor
terdiri atas 4 buku atau nodus. Setiap
ulangan baik pada wadah bioreaktor atau
kultur terdiri dari 10 eksplan. Semua wadah
bioreaktor dan kultur yang telah ditanami
eksplan ditutup rapat dan disegel dengan
plastic wrap. Pada wadah bioreaktor bagian
selang aerator untuk masuk dan keluarnya
udara masing-masing dipasangi mikrofilter
untuk menyaring udara yang masuk.
Gambar 1. Wadah kultur. Spesifikasi: botol Schott 1L
(bioreaktor) dengan tinggi 22 cm (A), dan
Pengamatan
botol kultur 1L dengan tinggi 16 cm (B) Semua perlakuan diinkubasi dalam
179
Pengaruh Wadah Kultur dan Konsentrasi Sumber Karbon... Karyanti et al.
ruang ruang kultur pada suhu 20 2C Secara visual kondisi planlet kentang
dengan intensitas cahaya 1000 – 3000 lux. Atlantik yang tumbuh dalam wadah botol
Pengamatan dilakukan setiap minggu, kultur terlihat memiliki batang yang kurus
selama empat minggu setelah tanam. dan kurang kekar dengan warna hijau muda.
Parameter yang diamati adalah jumlah Didapati pula tunas-tunas aksilar yang keluar
tunas, jumlah buku, dan tinggi (cm) planlet dari nodus. Daun yang terbentuk berukuran
tanaman kentang Atlantik. Pada minggu kecil-kecil (lebarnya < 1 cm) dan berwarna
terakhir pengamatan (minggu keempat hijau. Selain akar primer dan sekunder,
setelah tanam) seluruh planlet akan banyak pula ditemukan akar adventif yang
dikeluarkan dari wadah, lalu dilakukan tumbuh pada nodus. Berbeda halnya
perhitungan total dari jumlah tunas, buku, dengan pertumbuhan kentang Atlantik dalam
akar yang terbentuk dan pengukuran tinggi. wadah bioreaktor. Kondisi planlet kentang
Atlantik yang tumbuh dalam wadah
Analisis data bioreaktor memiliki batang tunas yang kekar
Analisis data hasil penelitian dilakukan dan berwarna hijau. Tidak banyak tunas
dengan menggunakan program SPSS IBM. aksilar yang tumbuh dari nodus batangnya.
Uji ANOVA (Analysis of Variance) dilakukan Daun yang tumbuh memiliki lebar kurang
untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan lebih 1 cm dan berwarna hijau tua dan tidak
hasil tiap perlakuan. Dilanjutkan dengan uji ditemukan akar adventif, yang ada hanya
DMRT (Duncan Multiple Rank Test) taraf 5% akar primer dan sekunder.
jika diketahui ada perbedaan nyata pada tiap Pertumbuhan tinggi tunas kentang
perlakuan. Atlantik dalam botol kultur lebih pendek dari
yang dikultur dalam bioreaktor (Gambar 2).
HASIL DAN PEMBAHASAN Hal ini diduga berkaitan dengan
homogenitas media dan suplai udara ke
Vigor tanaman dalam wadah. Pada perlakuan botol kultur,
Kondisi eksplan kentang yang tumbuh sirkulasi udara terkendala karena botol kultur
dalam kedua jenis wadah kultur, bioreaktor tertutup rapat dan sumber karbon hanya
dan botol kultur, diamati setiap minggu diperoleh dari yang ditambahkan saja. Selain
sampai minggu ke empat setelah tanam. itu homogenitas nutrisi dalam media tidak
Gambar 2. Planlet kentang Atlantik yang vigor, yang tumbuh pada wadah kultur yang berbeda: botol kultur, tertinggi
9 cm (A), dan bioreaktor, tertinggi 14 cm (B)
180
J Bioteknol Biosains Indones – Vol 5 No 2 Thn 2018
dapat dijaga oleh karena tidak ada proses seiring dengan penambahan konsentrasi
agitasi. Berbeda dengan wadah bioreaktor sukrosa yaitu 7,5 dan 15 g/L media.
dimana kebutuhan karbon selain dari Munculnya hiperhidrisitas diduga
sukrosa, diperoleh pula dari aerasi yang karena eksplan yang ditanam tenggelam
diberikan serta membantu menjaga lama dalam media cair. Jika eksplan yang
homogenitas media melalui pergerakan yang ditanam tenggelam lama dan tidak
teratur (Jeong et al. 2009; Pujol 2016). secepatnya beradaptasi untuk bisa tumbuh,
Sirkulasi udara dan homogenitas nutrisi maka kemungkinan besar eksplan tidak
dalam media merupakan hal penting bagi akan menumbuhkan tunas, melainkan
pertumbuhan dan perkembangan tanaman berubah menjadi seperti kalus ataupun kalus
untuk membantu meningkatkan kualitas dengan akar (Gambar 4). Hiperhidrisitas
proses metabolisme dalam jaringan berupa tunas vitrous memiliki penampakan
tanaman. Sesuai dengan penelitian yang seperti kaca dengan karakteristik
dilakukan Nurhaimi-Haris et al. (2011), translucent, yaitu kekurangan klorofil dan
pertumbuhan tanaman in vitro bisa kelebihan air. Tunas vitrous dapat muncul
terganggu akibat minim atau bahkan tidak akibat zat pengatur tumbuh sitokinin yang
adanya sirkulasi udara dalam wadah kultur. berlebih. Keadaan ini menyebabkan tunas
Selain kehadiran aerasi dalam wadah, sulit tumbuh dan menghasilkan akar (Dinarti
planlet kentang Atlantik yang vigor juga 2012). Terjadinya tunas vitrous dalam
dipengaruhi oleh variasi konsentrasi sukrosa penelitian ini diduga eksplan yang telah
di dalam media. Tidak semua eksplan dapat memiliki sitokinin endogen tenggelam dalam
tumbuh dengan normal. Dari hasil jangka waktu yang lama dalam media cair
pengamatan didapati adanya gejala (mengandung sitokinin tambahan dari air
hiperhidrisitas. Gejala hiperhidrisitas adalah kelapa) lalu kemudian bertahan hidup
pertumbuhan eksplan menjadi tunas vitrous dengan menumbuhkan tunas adventif.
ataupun perubahan eksplan menjadi seperti Selain itu ciri hiperhidrisitas secara
kalus. Hasil pengamatan seperti pada morfologi seperti gambar 4 diantaranya
Gambar 3, sebagian eksplan yang ditanam warna daun yang lebih muda (Ibrahim et al.
dalam wadah bioreaktor maupun botol kultur 2017), ruas batang pendek, roset daun dan
mengalami hiperhidrisitas. Jumlah eksplan batang translusen (bening) (Nurhaimi-Haris
yang mengalami hiperhidrisitas tertinggi et al. 2011).
adalah dalam wadah botol kutur maupun
bioreaktor pada perlakuan kontrol (sukrosa 0 Jumlah tunas
g/L media). Namun jumlah eksplan yang Banyaknya planlet kentang Atlantik
mengalami hiperhidrisitas dalam wadah dihitung berdasarkan jumlah tunas yang
botol kultur dan wadah bioreaktor menurun tumbuh. Respon eksplan dalam
menghasilkan tunas bervariasi oleh karena
perbedaan wadah kultur dan variasi
181
Pengaruh Wadah Kultur dan Konsentrasi Sumber Karbon... Karyanti et al.
Tabel 2. Rataan jumlah tunas per perlakuan pada tunas yang maksimal. Berbeda dengan
konsentrasi sukrosa perlakuan pada wadah botol kultur didapati
rata-rata jumlah tunas tertinggi pada
Konsentrasi Wadah perlakuan dengan penambahan sumber
sukrosa (g/L) Bioreaktor Botol Kultur karbon 15 g/L, hasil ini menunjukkan
0 29,3
a
15
ab perlunya penambahan sumber karbon atau
b b sukrosa dalam konsentrasi yang tinggi untuk
7,5 13 12
b a
mendukung pertumbuhan jumlah tunas
15 16,7 20,3 kentang. Menurut Saji dan Sujatha (2004)
untuk membentuk tunas dan akar pada
Keterangan: Angka-angka pada kolom yang sama
diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak
kultur in vitro maka eksplan harus memiliki
berbeda nyata pada taraf uji 5% (DMRT) akumulasi pati di dalam plastida. Karena
organ yang dimiliki oleh eksplan tidak
konsentrasi sukrosa yang diberikan. mendukung untuk melakukan fotosintesis
Berdasarkan Tabel 2 pada perlakuan wadah maka dalam media tumbuh diberikan
bioreaktor diperoleh hasil rata-rata jumlah tambahan sukrosa untuk meningkatkan
tunas yang berbeda nyata antara perlakuan akumulasi pati.
sumber karbon 0 g/L (kontrol) dengan Pada pengamatan minggu keempat
perlakuan 7,5 dan 15 g/L, dimana antara setelah penanaman semua tunas yang
perlakuan 7,5 dengan 15 g/L menghasilkan dihasilkan dikeluarkan dari wadah bioreaktor
jumlah tunas tidak berbeda nyata. dan botol kultur. Didapati adanya tunas yang
Sedangkan pada perlakuan wadah botol vitrous khususnya pada perlakuan kontrol
kultur dihasilkan rata-rata jumlah tunas yang baik pada bioreaktor maupun botol kultur.
tidak berbeda nyata antara kontrol dengan Tunas vitrous tidak memiliki stomata
perlakuan 7,5 dan 15 g/L. Pada perlakuan sehingga akan mengganggu transpirasi.
wadah bioreaktor didapati rata-rata jumlah Dalam teknik mikropropagasi,
tunas tertinggi pada kontrol dibandingkan pengembangan arus transpirasi in vitro
dua perlakuan yang lain, sedangkan pada sangatlah penting karena besar kecilnya
wadah botol kultur didapati rata-rata jumlah pertukaran gas serta pengangkutan unsur-
tunas tertinggi pada perlakuan sumber unsur hara dan fotosintat dalam jaringan
karbon 15 g/L dibandingkan perlakuan tanaman diatur melalui transpirasi (Cassells
kontrol dan sumber karbon 7,5 g/L. Hasil 2016). Sedangkan pada perlakuan yang
pertumbuhan tunas yang tertinggi dalam ditambahkan sukrosa dapat menekan
wadah bioreaktor pada perlakuan kontrol terjadinya vitrous, sehingga untuk
diduga karena kandungan hara, zat memaksimalkan pertumbuhan tunas dan
pengatur tumbuh dan sumber karbon alami meningkatkan jumlah tunas vigor
yang terkandung dalam air kelapa sudah penambahan sukrosa menjadi penting
mampu menunjang kebutuhan eksplan untuk dengan konsentrasi yang tepat.
tumbuh dan dengan adanya aerasi
membantu meningkatkan jumlah tunas yang Jumlah buku atau nodus
dihasilkan. Menurut Kristina dan Syahid Buku atau nodus daun berfungsi
(2014) air kelapa tidak hanya memiliki sebagai pusat berlangsungnya proses
kandungan zat pengatur tumbuh berupa pengolahan zat makanan (fotosintesis)
sitokinin dan auksin, namun juga menghasilkan energi bagi kelangsungan
mengandung mineral seperti thiamin dan hidup tanaman. Sehingga semakin banyak
piridoksin. Kandungan hormon dan mineral daun diharapkan dapat meningkatkan
yang ada di air kelapa lebih efektif untuk kesuburan tanaman. Selain itu
meningkatkan multiplikasi dibandingkan meningkatkan potensi induksi tunas aksilar
dengan menggunakan hormon sintesis yang dapat tumbuh dari nodus tempat daun
(Indriani 2014). Sedangkan pada perlakuan berada. Induksi daun muncul secara
yang ditambahkan sumber karbon bersamaan dengan induksi tunas dari tiap
pertumbuhannya kurang maksimal nodus eksplan yang terlihat selama
dikarenakan sumber karbon yang berlebih pengamatan. Rata-rata jumlah buku yang
tersebut digunakan untuk menghasilkan akar dihasilkan pada perlakuan wadah bioreaktor
sehingga menghambat pertumbuhan jumlah tidak berbeda nyata di setiap perlakuan
182
J Bioteknol Biosains Indones – Vol 5 No 2 Thn 2018
Tabel 3. Rataan jumlah buku (dari tunas vigor) per korelasi positif yang signifikan terhadap
perlakuan konsentrasi sukrosa jumlah tunas yang dapat tumbuh dalam
wadah bioreaktor dan botol kultur. Semakin
Konsentrasi Wadah banyak jumlah daun yang dihasilkan maka
sukrosa (g/L) Bioreaktor Botol Kultur jumlah buku akan semakin banyak ini
0 104,7
b
68
b
berhubungan dengan penambahan sumber
7,5 116,3
ab
82,7
b karbon yang berkorelasi dengan
15 134,3
a
144
a meningkatnya fotosintesis yang terjadi dan
meningkatnya sumber nutrisi yang
Keterangan: Angka-angka pada kolom yang sama mensuport penambahanya jumlah daun atau
diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak buku yang terbentuk.
berbeda nyata pada taraf uji 5% (DMRT)
Jumlah akar
Tabel 4. Korelasi jumlah tunas dan buku 4 MST Akar merupakan organ yang penting
bagi tanaman untuk penyerapan unsur-unsur
Buku/ daun
hara dari media. Dalam kondisi in vitro, akar
Tunas r 0,885** dapat menyokong tanaman supaya tetap
Sig. 0,000 dalam posisi yang tegak selama berada
dalam wadah yang berisi media cair.
Keterangan: **korelasi positif signifikan antara kedua Pengamatan jumlah akar dihitung pada
parameter pada tingkat kepercayaan 99% (sig. < 0,01) minggu keempat setelah tanam, dengan
cara dikeluarkan dari wadah kultur. Hasil
Tabel 5. Rataan jumlah akar per perlakuan konsentrasi
sukrosa pengamatan dan pengolahan data seperti
pada Tabel 5 pada perlakuan wadah
Wadah bioreaktor didapati hasil rata-rata jumlah
Konsentrasi
sukrosa (g/L) akar yang tidak berbeda nyata antara
Bioreaktor Botol Kultur
b b
perlakuan kontrol dengan perlakuan sukrosa
0 84 73,3 7,5 g/L tetapi kedua perlakuan tersebut
b b
7,5 98,3 60,7 berbeda nyata dengan perlakuan
15 177,3
a
130,7
a penambahan sukrosa 15 g/L, begitu pula
pada perlakuan wadah botol kultur. Rata-
Keterangan: Angka-angka pada kolom yang sama rata jumlah akar tertinggi pada perlakuan
diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak wadah bioreaktor dan botol kultur dihasilkan
berbeda nyata pada taraf uji 5% (DMRT)
pada perlakuan dengan penambahan
sukrosa 15 g/L. Berdasarkan hasil
antara kontrol dengan perlakuan peningkatan jumlah akar seiring dengan
penambahan sukrosa 7,5 g/L dan antara penambahan jumlah sukrosa yang
perlakuan penambahan sukrosa 7,5 g/L ditambahkan, hal ini diduga penambahan
dengan perlakuan 15 g/L, tetapi berbeda sukrosa dalam konsentrasi tinggi
nyata antara perlakuan kontrol dengan meningkatkan zat pengatur tumbuh endogen
perlakuan penambahan sukrosa 15 g/L jenis auksin yang memicu munculnya akar
(Tabel 3). Begitu pula pada perlakuan wadah berlebihan. Tingginya jumlah akar akan
botol kultur (Tabel 3), hal ini menunjukkan berpengaruh pada pertumbuhan tunas yang
bahwa penambahan sumber karbon sukrosa dihasilkan.
meningkatkan rata-rata jumlah buku, seperti Akar yang tumbuh dalam wadah
yang disampaikan oleh Winarto et al. (2009) bioreaktor kebanyakan adalah akar primer
bahwa pemberian sukrosa ataupun (akar yang tumbuh dari eksplan) dan
karbohidrat jenis apapun dapat memacu percabangan dari akar primer, yakni akar
pembentukan tunas dan akar dalam kultur sekunder. Sedangkan akar yang tumbuh
in vitro melalui energi dari beberapa rangka dalam wadah botol kultur tidak hanya akar
karbon yang dihasilkan. primer dan sekunder, tetapi juga akar
Jumlah buku yang dihasilkan adventif yang keluar dari nodus tempat
berkorelasi dengan jumlah daun yang tumbuhnya daun. Panjang akar adventif
dihasilkan seperti pada Tabel 4. Hasil yang tumbuh adalah sekitar 1 – 5 cm. Akar
analisa korelasi didapati bahwa adanya adventif yang dilengkapi rambut akar pada
183
Pengaruh Wadah Kultur dan Konsentrasi Sumber Karbon... Karyanti et al.
Tabel 6. Rataan tinggi planlet per perlakuan sehingga membantu tanaman tetap dalam
konsentrasi sukrosa posisi yang tegak berdiri ketika tunas telah
tinggi.
Konsentrasi Wadah Induksi akar dipengaruhi oleh zat
sukrosa (g/L) Bioreaktor Botol Kultur pengatur tumbuh auksin (Ikeuchi et al.
0 7,93
a
4,06
a 2013). Namun konsentrasi sukrosa dalam
7,5 9,17
a
3,86
a media juga turut mempengaruhi banyaknya
a a akar yang dapat diinduksi. Secara
15 10,12 4,04
keseluruhan, induksi akar tanaman kentang
Keterangan: Angka-angka pada kolom yang sama Atlantik meningkat seiring dengan
diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak meningkatnya konsentrasi sukrosa dalam
berbeda nyata pada taraf uji 5% (DMRT) media. Hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan Zavattieri et al. (2009), yang
bagian aerial planlet kentang Atlantik secara menyatakan bahwa persentase
visual tidak banyak terlihat pada perlakuan pertumbuhan akar meningkat seiring dengan
sukrosa 15 g/L media dalam biorekator. penambahan konsentrasi sukrosa dalam
Namun akar advetif banyak terlihat pada media.
perlakuan sukrosa 15 g/L media dalam botol
kultur (Gambar 5). Berkaitan dengan Tinggi tanaman
kehadiran aerasi dan kepekatan media oleh Tinggi tanaman merupakan ukuran
sukrosa dalam wadah biorekator dan botol tanaman yang mudah diamati dalam wadah
kultur. Respon pertumbuhan akar planlet kultur. Pengamatan mengukur tinggi planlet
dalam wadah botol kultur yang tidak dilakukan pada minggu keempat dengan
dilengkapi dengan sirkulasi cenderung akan mengukur satu per satu planlet yang
menginduksi akar-akar adventif. Akar-akar dihasilkan secara detail. Hasil pengamatan
adventif yang tumbuh diperkirakan memiliki pada Tabel 6 didapati rata-rata tinggi planlet
fungsi khusus dalam kondisi seperti ini, perlakuan wadah bioreaktor tidak berbeda
dimana mereka membantu tanaman nyata, begitu pula pada perlakuan wadah
menyerap oksigen yang ada di dalam wadah botol kultur. Rata-rata tinggi planlet pada
untuk bisa bertahan dengan media yang wadah bioreaktor meningkat seiring dengan
pekat. Fungsi akar-akar adventif yang penambahan sumber karbon, sedangkan
tumbuh memanjang di bagian aerial pada rata-rata tinggi planlet pada wadah
tanaman kentang Atlantik lainnya adalah botol kultur tidak berbeda (Tabel 6).
untuk melekat pada dinding botol kultur Berdasarkan Tabel 6 didapati wadah
Gambar 5. Jenis akar yang dihasilkan dalam kedua jenis wadah, umur 4 MST. Akar primer dan sekunder tumbuh
lebat dalam bioreaktor (A). Banyak akar adventif yang tumbuh pada batang planet dalam botol kultur (B)
184
J Bioteknol Biosains Indones – Vol 5 No 2 Thn 2018
185
Pengaruh Wadah Kultur dan Konsentrasi Sumber Karbon... Karyanti et al.
186
J Bioteknol Biosains Indones – Vol 5 No 2 Thn 2018
187
VOLUME 5 NOMOR 2 DESEMBER 2018 ISSN 2548 – 611X
JURNAL
BIOTEKNOLOGI & BIOSAINS INDONESIA
Enhancement of Lipase Activity of Molds Isolated from Kernel and Nut Waste of
Oil Palm with Gamma and Ultraviolet Irradiation
Aris Indriawan1, Wibowo Mangunwardoyo1, Dadang Suhendar2, Trismilah2*
1
Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia, Depok
2
Laboratorium Pengembangan Teknologi Industri Agro dan Biomedika, BPPT, Kawasan PUSPIPTEK,
Tangerang Selatan
*Email: trismilah@bppt.go.id
ABSTRACT
Molds isolated from oil palm waste sampled from Malingping, Lebak, Banten, West Java
have the potential for lipase production. This study aimed to increase the fungal lipase
activity with gamma radiation and ultraviolet light (UV). NA and KC mold spores were
exposed to various gamma radiation doses of 1, 2, 3 and 4 kGy. The best of these NA and
KC resulted mutants were subsequently subjected to ultraviolet mutations for 1, 2, 3, and 4
hours, at dose of 0.1 J/cm2, 254 nm, 20 cm. Lipase activity was tested by the Lindfield
method. Results showed that gamma radiation affected the lipase activity of NA1kGy
mutants (8.58 U/mL) and KC1 kGy (8.25 U/mL), each increased the lipase activity by 4.6%
and 3.13% higher than the wild type, respectively. Mutations with ultraviolet had an effect on
mutant lipase activity of KC4H 10U/mL and NA3H 9.25 U/mL, each increased the lipase
activity by 25% and 15.63% higher than the wild type, respectively. Based on phenotypic and
phylogenetic (28srRNA) approaches, KC mold had a 100% similarity with Aspergillus
fumigatus strain RA204.
ABSTRAK
Kapang dari limbah kelapa sawit diisolasi dari Malingping, Lebak, Banten, Jawa Barat
berpotensi untuk menghasilkan lipase. Penelitian ini betujuan meningkatkan aktivitas lipase
kapang dengan radiasi sinar gama dan sinar ultraviolet (UV). Spora kapang NA dan KC
dipaparkan pada berbagai radiasi gama dosis 1, 2, 3 dan 4 kGy. Hasil terbaik dari mutan NA
dan KC dilanjutkan dengan mutasi ultraviolet dengan lama inkubasi 1, 2, 3, dan 4 jam, dosis
0,1 J/cm2, 254 nm, 20 cm. Aktivitas lipase diuji dengan metode Lindfield. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa radiasi gama berpengaruh pada aktivitas lipase mutan NA 1kGy 8,58
U/mL dan KC1 kGy 8,25 U/mL, masing-masing menaikkan aktivitas lipase sebesar 4,6% dan
3,13% dari wild type-nya. Hasil mutasi dengan ultraviolet berpengaruh pada aktivitas lipase
mutan KC4H 10U/mL dan NA3H 9,25 U/mL, masing-masing menaikkan aktivitas lipase
sebesar 25% dan 15,63% dari wild type-nya. Berdasarkan pendekatan fenotipik dan
filogenetik (28s rRNA), isolat kapang kernel C memiliki similiaritas 100% dengan spesies
Aspergillus fumigatus strain RA204.
Kata Kunci: kapang KC, kapang NA, lipase, radiasi sinar gama, sinar ultraviolet
188
J Bioteknol Biosains Indones – Vol 5 No 2 Thn 2018
189
Peningkatan Aktivitas Lipase Kapang... Indriawan et al.
190
J Bioteknol Biosains Indones – Vol 5 No 2 Thn 2018
Gambar 1. Tingkat kematian pada isolat kapang kernel Gambar 2. Tingkat kematian pada isolat kapang nut A
C setelah dipaparkan radiasi gama: (A) setelah dipaparkan radiasi gama: (A)
kontrol, (B) 1kGy, (C) 2 kGy, (3) 3 kGy, (4) kontrol, (B) 1kGy, (C) 2 kGy, (3) 3 kGy, (4)
4 kGy 4 kGy
191
Peningkatan Aktivitas Lipase Kapang... Indriawan et al.
Tabel 1. Tingkat kematian spora pada isolat kapang tingkat kematian spora tertinggi hanya
kernel C and nut A setelah dipaparkan 41,45% setelah terpapar radiasi sinar UV
radiasi ultraviolet selama 4 jam. Hal ini menunjukkan bahwa
sinar gama lebih efektif dalam menentukan
Tingkat
No Kode 10⁷ cfu/mL tingkat kematian dibandingkan dengan sinar
kematian (%)
UV.
Kontrol 76,00 00,00 Semua mutan yang dihasilkan dari
radiasi gama dan ultraviolet (UV) secara
KC1J 57,50 24,34 acak diuji untuk kemampuan lipolitik mereka
dengan menggunakan media agar tributyrin
1 KC2J 45,00 40,79 (de Queiroz Baptista et al. 2015). Hasil zona
bening menunjukkan bahwa jamur dapat
KC3J 57,50 24,34
menghidrolisis trigliserida menjadi gliserol
KC4J 44,50 41,45 dan asam lemak (Andualema dan Gessesse
2012). Zona bening yang terbentuk semua
Kontrol 72,50 00,00 mutan itu kecil. Nilai rata-rata dari Enzymatic
8,20
8.20
NA4J 44,50 38,62 3.00
3,00
Biomassa (g)
8,00
8.00 2.50
2,50
7,80
7.80 2.00
2,00
7,60
7.60 1.50
1,50
7,40
7.40 1,00
1.00
7,20
7.20 0,50
0.50
7,00
7.00 0,00
0.00
KC Wild Type KC1kGy KC2kGy NA Wild Type NA1kGy NA2kGy
Gambar 3. Produksi lipase pada variasi dosis radiasi dengan sinar gama
12,00
12.00 Aktivitas lipase Kadar protein Biomassa 6.00
6,00
10,00
10.00 5,00
5.00
Kadar protein (mg/mL)
Aktivitas lipase (U/ml)
8,00
8.00 4,00
4.00
Biomassa (g)
6,00
6.00 3.00
3,00
4,00
4.00 2.00
2,00
2,00
2.00 1,00
1.00
0,00
0.00 0,00
0.00
KC Wild KC1J KC2J KC3J KC4J NA Wild NA1J NA2J NA3J NA4J
Type Type
Gambar 4. Produksi lipase pada variasi dosis radiasi dengan sinar ultraviolet
tingkat kematian spora tertinggi hanya
192
J Bioteknol Biosains Indones – Vol 5 No 2 Thn 2018
Index (IE) adalah 0,01 cm. Mutan yang protein mutan dibandingkan dengan wild
memiliki IE tertinggi dari setiap perlakuan type meningkat.
akan diuji aktivitas lipasenya. Namun tidak untuk biomassa,
Mutan dari radiasi gama dan sinar UV biomassa kering mutan kernel C menurun
diuji aktivitas lipase menggunakan metode dibandingkan dengan wild type yaitu dari
titrasi (Lindfield et al. 1984). Dosis radiasi 0,68 g menjadi 0,54 g, begitu juga biomassa
gama terbaik diperoleh dengan dosis 1 kGy kering mutan nut A menurun dibandingkan
di kedua isolat kapang. Pada Gambar 3 wild type yaitu dari 0,66 g menjadi 0,51 g.
dapat dilihat bahwa mutan kernel C Paparan sinar gama ke sel akan
(KC1kGy) memiliki aktivitas lipase tertinggi menyebabkan perubahan senyawa kimia
8,25 U/mL dan mutan nut A (NA1kGy) dalam mikroorganisme dan akan menyebab-
adalah 8,58 U/mL, hal ini menunjukkan kan perubahan metabolik dan fisiologis.
bahwa aktivitas lipase dan kandungan Kandungan biomassa dan protein
Gambar 5. Hasil pengamatan morfologi isolat kapang Gambar 6. Hasil pengamatan morfologi isolat kapang
kernel C (400): makroskopik (A), nut A (400): makroskopik (A),
mikroskopik (B), dan konidia (C) mikroskopik (B), dan konidia (C)
Gambar 7. Posisi isolat kapang kernel C (Aris 28S) ditunjukkan pada pohon filogenetika berdasarkan urutan gen
28S rRNA dengan menggunakan Maximum Likehood (ML). Posisi substitusi per nukleotida ditunjukkan
193
Peningkatan Aktivitas Lipase Kapang... Indriawan et al.
kering yang dihasilkan oleh mutan yang rata-rata yang terjadi pada cabang
dihasilkan oleh mutan berfluktuasi seperti ditunjukkan pada nilai yang terdapat pada
dapat dilihat pada Gambar 4. Paparan pohon filogenetika Maximum Likehood,
radiasi ultraviolet (UV) dapat menyebabkan sehingga isolat kapang kernel C (Aris-28S)
dimer pirimidin, mampu merusak heliks mempunyai nenek moyang terdekat dengan
ganda dalam DNA dan menghambat A. fumigatus strain RA204.
replikasi lebih lanjut (Irfan et al. 2011).
Perubahan DNA menyebabkan kematian KESIMPULAN
atau sel yang dimodifikasi secara genetik. Mutagenesis dengan radiasi sinar
Modifikasi genetik akan menyebabkan gama dan sinar UV mempengaruhi aktivitas
mikroorganisme menjadi lebih adaptif lipase kapang kernel C dan nut A dari limbah
terhadap lingkungan (Prabakaran et al. kelapa sawit. Radiasi gama mempengaruhi
2009). Agrawal et al. (2013) melaporkan aktivitas lipase, NA1kGy mutan (8,58 U/mL)
bahwa radiasi ultraviolet adalah salah satu dan KC1 kGy (8,25 U/mL) masing-masing
mutagen potensial dan efektif untuk meningkatkan aktivitas lipase sebesar 4,6%
meningkatkan enzim komersial seperti dan 3,13% dari wild type. Dengan sinar UV
lipase. mempengaruhi aktivitas lipase, mutan KC4J
Analisis pendekatan fenotipik (10,00 U/mL) dan NA3J (9,25 U/mL) masing-
menunjukkan bahwa koloni isolat kapang masing meningkatkan aktivitas lipase
kernel C dan nut A pada medium potato sebesar 25% dan 15,63% dari wild type.
dextrose agar mencapai diameter 7 cm dan Analisis pendekatan fenotipik dan molekuler
4,67 cm dalam waktu 7 hari, berwarna hijau filogenetik (28S rRNA), isolat kapang kernel
tua dengan tepi berwarna putih. Kepala C (KC) memiliki similiaritas 100% dengan
konidia memiliki ciri khusus yaitu berbentuk spesies A. fumigatus strain RA204.
kolumnar. Konidiofor pendek, berdinding
halus dan pada bagian atas berwarna hijau. DAFTAR PUSTAKA
Vesikula berbentuk gada yang lebar dan
fialid terbentuk langsung dari vesikula dan Agrawal R, Satlewal A, Verma AK (2013)
berwarna hijau. Bentuk konidia adalah bulat Development of a β-glucosidase
hingga semi bulat dan berwarna hijau. hyperproducing mutant by combined
Berdasarkan karakter tersebut isolat kapang chemical and UV mutagenesis. 3
kernel C dan nut A masuk dalam genus Biotech 3:381-388. doi: 10.1007/s13205-
Aspergillus spp. Seperti dapat dilihat pada 012-0095-z
Gambar 5 dan Gambar 6. Andualema B, Gessesse A (2012) Microbial
A. turcosus strain IBT 27911 dan A. lipases and their industrial applications:
lentulus strain NRRL 35553. Hasil BLAST Review. Biotechnology 11:100-118. doi:
menunjukkan isolat kapang kernel C (Aris- 10.3923/biotech.2012.100.118
28S) mempunyai similiritas tertinggi dengan Awan MS, Tabbasam N, Ayub N, Babar ME,
galur A. fumigatus strain RA204. Pohon Mehboob-ur-Rahman, Mahboob S,
filogenetik dengan metode Maximum Rajoka MI (2011) Gamma radiation
Likehood (ML) ditunjukkan pada Gambar 7. induced mutagenesis in Aspergillus
Isolat kapang kernel C (Aris-28S) pada niger to enhance its microbial
pohon filogenteik termasuk ke dalam genus fermentation activity for industrial
Aspergillus. A. fumigatus strain RA204 enzyme production. Mol Biol Rep
memiliki galur terdekat dengan isolat kapang 38:1367-1374. doi: 10.1007/s11033-
kernel C (Aris-28S). Identifikasi molekuler 010-0239-3
dilakukan dengan menggunakan gen 28S Bradford MM (1976) A rapid and sensitive
rRNA. Berdasarkan hasil analisis BLAST method for the quantitation of microgram
pada sekuen gen 28S rRNA isolat quantities of protein utilizing the principle
menunjukkan similiaritas 100% dengan of protein-dye binding. Anal Biochem
spesies A. fumigatus strain RA204, A. 72:248-254
nishimurae strain CBS 117265. Pohon Crabbe E, Nolasco-Hipolito C, Kobayashi G,
filogenetik Maximum Likehood disusun Sonomoto K, Ishizaki A (2001) Biodiesel
berdasarkan perubahan DNA seiiring waktu production from crude palm oil and
(Reece et al. 2014). Perubahan karakter evaluation of butanol extraction and fuel
194
J Bioteknol Biosains Indones – Vol 5 No 2 Thn 2018
195
VOLUME 5 NOMOR 2 DESEMBER 2018 ISSN 2548 – 611X
JURNAL
BIOTEKNOLOGI & BIOSAINS INDONESIA
ABSTRACT
Husbandry of kampung chicken is constrained by high feed prices and poor productivity.
This study aims to utilize alternative feed materials derived from broiler manure to obtain a
cheaper feed with good quality. Manure contains high nutrients. Manure was fermented
using Lactobacillus casei to improve feed conversion. Two hundred chickens were divided
into 4 groups (n = 50). Groups P1, P2, and P3 were given 4%, 8%, and 12% fermentation of
L. casei, respectively. Group P0 was given a regular feed without L. casei. Each treatment
group consisted of four replicates and were maintained for 60 days. The research design
used was Completely Randomized Design subjected to analysis of variant (ANOVA)
followed by Duncan test. The feed conversion values of groups P0, P1, P2, and P3 were
4.46; 4.38; 4.21; and 4.54, respectively. The results showed that the feed conversion was
not significant in all groups. It was concluded that L. casei fermenter could not improve the
feed conversion ratio (FCR).
ABSTRAK
Budidaya ayam kampung terkendala tingginya harga pakan dan rendahnya produktivitas.
Penelitian ini bertujuan memanfaatkan pakan alternatif bersumber manur (limbah kotoran)
ayam broiler untuk memperoleh pakan murah dengan kualitas baik. Manur broiler masih
mengandung nutrisi yang tinggi. Manur difermentasi menggunakan Lactobacillus casei untuk
memperbaiki konversi pakan. Dua ratus ekor ayam dibagi menjadi 4 kelompok (n=50 ekor).
Kelompok P1, P2, dan P3 masing-masing diberi ransum yang ditambah fermentasi L. casei
sebanyak 4%, 8%, dan 12%. Kelompok P0 diberikan pakan biasa tanpa penambahan L.
casei. Setiap kelompok perlakuan terdiri dari empat ulangan dipelihara selama 60 hari.
Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan analisis ragam yang
dilanjutkan dengan uji Duncan. Konversi pakan dari kelompok P0, P1, P2, dan P3 berturut-
turut 4,46; 4,38; 4,21; dan 4,54. Hasil penelitian menunjukkan konversi pakan tidak berbeda
nyata pada semua kelompok perlakuan. Dari hasil penelitian disimpulkan penggunaan
fermenter L.casei pada pakan belum mampu memperbaiki konversi pakan .
196
J Bioteknol Biosains Indones – Vol 5 No 2 Thn 2018
197
Pengaruh Pemberian Manur Broiler Dengan Fermentasi... Nururrozi et al.
Gambar 1. Isolat cair Lactobacillus casei (A), pakan hasil fermentasi menggunakan Lactobacillus casei (B), dan
ayam kelompok perlakuan (C)
198
J Bioteknol Biosains Indones – Vol 5 No 2 Thn 2018
199
Pengaruh Pemberian Manur Broiler Dengan Fermentasi... Nururrozi et al.
Tabel 2. Rata-rata konsumsi pakan, pertambahan bobot badan, dan konversi pakan selama penelitian (60 hari)
Perlakuan
Variabel
P0 P1 P2 P3
Konsumsi pakan (g/ekor) 4150 ± 170,4 4230 ± 150 3980 ± 180,3 4180 ± 210,2
PBB (g/ekor) 930 ± 45 965 ± 40 945 ± 85 920 ± 100
Konversi pakan 4,46 ± 0,12 4,38 ± 0,09 4,21 ± 0,10 4,54± 0,07
Keterangaan : Notasi superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan pengaruh sangat
nyata (P<0,05)
200
J Bioteknol Biosains Indones – Vol 5 No 2 Thn 2018
201
Pengaruh Pemberian Manur Broiler Dengan Fermentasi... Nururrozi et al.
202
J Bioteknol Biosains Indones – Vol 5 No 2 Thn 2018
203
VOLUME 5 NOMOR 2 DESEMBER 2018 ISSN 2548 – 611X
JURNAL
BIOTEKNOLOGI & BIOSAINS INDONESIA
ABSTRACT
There are many degenerative diseases that are caused by a free radical effect. Cinnamon
(Cinnamomum burmanni) contains cinnamaldehyde compounds that have activity as a
powerful antioxidant and fight free radicals. Endophytic fungi can be found in cinnamon plants
living symbiotically. Endophytic fungi produce a variety of bioactive metabolites including
antioxidants. This research was conducted to isolate endophytic fungi from C. burmanni plant
which is active as antioxidant. Endophytic fungi isolation was carried out using surface
sterilization method and cultivated in PDA media. Antioxidant activity test was performed using
free radical 2.2-diphenyl-1-picrylhydrazyl (DPPH) method. Selected isolates were then
identified molecularly to determine their species. A total of nine fungi were isolated from
cinnamon twigs. The result showed that the highest antioxidant activity was obtained from
Cb.Gm.B3 with IC50 of 13.219 ± 0.755 µg/mL. The selected isolate Cb.Gm.B3 taxonomically
has a high similarity with Neofusicoccum parvum isolate PEL23 (Accession no: KY053054.1).
ABSTRAK
Kayu manis (Cinnamomum burmanni) mengandung senyawa sinamaldehid yang memiliki
aktivitas sebagai antioksidan kuat dan dapat menangkal radikal bebas. Dalam tanaman kayu
manis terdapat kapang endofit yang hidup bersimbiosis. Kapang endofit dapat menghasilkan
berbagai senyawa metabolit bioaktif termasuk antioksidan. Penelitian ini dilakukan untuk
mengisolasi kapang endofit dari tanaman C. burmanni yang aktif sebagai antioksidan. Isolasi
kapang endofit dilakukan menggunakan metode sterilisasi permukaan dan ditanam pada
media PDA. Pengujian aktivitas antioksidan dilakukan menggunakan metode peredaman
radikal bebas dengan reagen 2.2-difenil-1-pikrilhidrazil (DPPH). Isolat terpilih diidentifikasi
secara molekuler untuk menentukan spesiesnya. Sebanyak 9 isolat kapang berhasil diisolasi
dari jaringan ranting tanaman kayu manis. Aktivitas antioksidan tertinggi (IC50) didapatkan
dari isolat Cb.Gm.B3 sebesar 13,219 ± 0,755 µg/mL. Isolat terpilih Cb.Gm.B3 secara
taksonomi memiliki tingkat kemiripan yang tinggi dengan Neofusicoccum parvum isolat
PEL23 (No. aksesi: KY053054.1).
204
J Bioteknol Biosains Indones – Vol 5 No 2 Thn 2018
205
Aktivitas Antioksidan Ekstrak Kapang Endofit... Rachman et al.
A B
kontrol
Gambarnegatif sebanyak
1. A). Tanaman kayu 0,5 mLB).
manis; airRanting
steril dari
kayu manis antioksidan dari endofit
sumber isolat kapang seluruh isolat kapang
bilasan terakhir disebar pada media PDA endofit.
dan diinkubasi pada suhu ruang. Kapang
yang muncul dipindahkan ke media PDA Uji aktivitas antioksidan
baru tanpa kloramfenikol dan diinkubasi Pengujian aktivitas antioksidan
pada suhu ruang selama 7 hari (Akmalasari dilakukan dengan metode peredaman
et al. 2013). radikal bebas dengan reagen DPPH (2,2-
difenil-1-pikrilhidrazil) karena paling praktis
Fermentasi dan ekstraksi dan mudah dilakukan dengan keakuratan
Isolat kapang berpotensi antioksidan data yang baik (Molyneux 2004). Seleksi
yang telah diperoleh difermentasi pada aktivitas antioksidan dengan metode
media PDB dan diinkubasi goyang dengan peredaman radikal DPPH (2,2-difenil-1-
shaker pada kecepatan 120 rpm selama 14 pikrilhidrazil) dilakukan pada konsentrasi 100
hari. Kultur cair disaring menggunakan µg/mL untuk masing-masing ekstrak
kertas saring untuk memisahkan filtrat dan biomassa dan filtrat. Ekstrak dengan
biomassa. Filtrat diekstraksi dengan etil konsentrasi 500 µg/mL dipipet 600 µL dan
asetat sedangkan biomassa dikeringkan direaksikan dengan 0,6 mL DPPH 0,4 mM
dalam oven pada suhu 50ºC selama 24 jam. kemudian ditambahkan metanol pro analisis
Biomassa kering kemudian diekstrak dengan sampai total campuran menjadi 3 mL.
etil asetat sampai semua biomassa Campuran tersebut selanjutnya diinkubasi
terendam oleh pelarut dengan rasio 1:2. dalam waterbath dengan suhu 37ºC selama
Masing-masing ekstrak dikeringkan 30 menit. Absorbansi diukur menggunakan
menggunakan rotary evaporator (Widowati spektrofotometer pada panjang gelombang
et al. 2016). Ekstrak yang diperoleh 517 nm (Widowati et al. 2016). Dari hasil
kemudian diuji aktivitas antioksidannya. absorbansi yang didapat kemudian dihitung
Seleksi dilakukan untuk mengetahui aktivitas daya hambatnya dengan persamaan:
206
J Bioteknol Biosains Indones – Vol 5 No 2 Thn 2018
A B C
D E F
G H I
Gambar 2. Isolat kapang endofit dari ranting kayu manis yang tumbuh pada media Potato Dextrose Agar (PDA): A).
Cb.Gm.B1; B). Cb.Gm.B2; C). Cb.Gm.B3; D). Cb.Gm.B4; E). Cb.Gm.B5; F). Cb.Gm.B6; G). Cb.Gm.B7;
H). Cb.Gm.B8; I). Cb.Gm.B9. Keterangan: Cb =dengan sumbu
Cinnamomum konsentrasi,
burmanni, Gm = Gunungkemudian
Mas, B =
Ranting batang dimasukkan ke dalam persamaan y=a+bx di
Keterangan: A: serapan blanko, B: serapan sampel mana nilai y=50 dan nilai x menunjukkan nilai
IC50. Pengelompokan aktivitas antioksidan
Ekstrak dengan persentase hambatan suatu ekstrak berdasarkan pada nilai IC50.
tertinggi kemudian diuji lanjut dengan 4 tingkat Ekstrak dinyatakan sangat aktif jika nilai
konsentrasi yaitu 5, 10, 25 dan 50 µg/mL IC50<10 µg/mL, aktif jika nilai IC50<100 µg/mL,
untuk mendapatkan nilai IC50. Untuk kontrol dan tidak aktif jika nilai IC50>100 µg/mL (Putri
positif digunakan vitamin C (asam askorbat) et al. 2013).
dengan konsentrasi 3, 6, 9 dan 12 µg/mL. IC50
(Inhibition Concentration 50) dihitung dari Penapisan fitokimia
perpotongan garis antara 50% daya hambatan Uji penapisan fitokimia meliputi uji
207
Aktivitas Antioksidan Ekstrak Kapang Endofit... Rachman et al.
208
J Bioteknol Biosains Indones – Vol 5 No 2 Thn 2018
Tabel 2. Aktivitas hambatan peredaman radikal DPPH dari ekstrak etil asetat filtrat dan biomassa
adalah isolat Cb.Gm.B9 (Tabel 1). Ekstrak biomassa isolat Cb.Gm.B5 (3,352 ± 1,534%)
biomassa dan filtrat yang diperoleh (Tabel 2).
kemudian ditapis aktivitas antioksidannya Untuk memastikan isolat yang akan
untuk mengetahui isolat yang memiliki diuji lebih lanjut kemudian dilakukan
potensi aktivitas antioksidan yang tinggi. pengujian aktivitas antioksidan terhadap
Penapisan dilakukan menggunakan satu ekstrak filtrat dari isolat Cb.Gm.B3,
konsentrasi yaitu 100 µg/mL sehingga bisa Cb.Gm.B5 dan Cb.Gm.B9 dengan metode
didapat data aktivitas hambatannya. peredaman radikal bebas menggunakan
Persentase hambatan ekstrak etil DPPH dengan empat konsentrasi 5, 10, 25
asetat pada konsentrasi 100 µg/mL yang dan 50 µg/mL untuk mencari IC50-nya.
memiliki nilai tinggi adalah ekstrak filtrat dari Sebagai kontrol positif digunakan vitamin C
isolat Cb.Gm.B3, Cb.Gm.B5 dan Cb.Gm.B9 (asam askorbat) pada konsentrasi 3, 6, 9
dengan persentase hambatan masing- dan 12 µg/mL.
masing yaitu 90,549 ± 0,580; 90,314 ± Persentase hambatan ekstrak etil
0,359 dan 91,137 ± 0,180%. Sedangkan asetat pada konsentrasi 100 µg/mL yang
persentase hambatan untuk ekstrak memiliki nilai tinggi adalah ekstrak filtrat dari
biomassa semua di bawah 50 persen. isolat Cb.Gm.B3, Cb.Gm.B5 dan Cb.Gm.B9.
Ekstrak dari filtrat isolat Cb.Gm.B9 Ekstrak filtrat dari isolat Cb.Gm.B3,
menunjukkan nilai hambatan tertinggi Cb.Gm.B5 dan Cb.Gm.B9 dinyatakan aktif
(91,137 ± 0,180%), sedangkan nilai sebagai antioksidan, sedangkan untuk
hambatan ekstrak filtrat terendah ditunjukkan ekstrak biomassa dinyatakan tidak aktif
oleh isolat Cb.Gm.B1 (0,196 ± 0,136%). sebagai antioksidan karena persentase
Persentase hambatan tertinggi dari ekstrak hambatan untuk ekstrak biomassa semua di
biomassa ditunjukkan oleh isolat Cb.Gm.B1 bawah 50%. Aktivitas antioksidan dari bahan
(11,488 ± 0,065%), sedangkan nilai yang diuji dinyatakan aktif bila menghambat
hambatan terendah diperoleh dari ekstrak radikal bebas lebih dari 80%, dinyatakan
209
Aktivitas Antioksidan Ekstrak Kapang Endofit... Rachman et al.
sedang keaktifannya bila menghambat 50- Tabel 4. Hasil uji penapisan fitokimia ekstrak etil
80% dan dinyatakan tidak aktif bila asetat filtrat isolat CB.Gm.B3
menghambat kurang dari 50% (Widowati et
Senyawa kimia Kandungan
al. 2016). Hasil pada Tabel 2 menunjukkan
bahwa nilai persentase inhibisi filtrat lebih Flavonoid +
besar dibandingkan dengan biomassa, hal Tannin +
ini karena senyawa aktif antioksidan yang Fenolik +
dihasilkan lebih banyak terdapat di dalam
filtrat (ekstraseluler) dibandingkan di Keterangan: (+) = terdeteksi
biomassa (intraseluler) (Widowati et al.
2016). Pengujian aktivitas antioksidan aktivitas antioksidan dari vitamin C. Semakin
dengan metode peredaman radikal DPPH kecil nilai IC50 maka senyawa uji tersebut
didasarkan pada kemampuan senyawa aktif akan semakin efektif dalam penangkap
antiokasidan untuk meredam aktivitas radikal radikal bebas (Cholisoh dan Utami 2008).
DPPH yang berwarna ungu menjadi bentuk Suatu senyawa dikelompokkan ke dalam
senyawa stabil non-radikal yang berwarna sangat aktif sebagai antioksidan jika nilai
kuning. IC50<10, aktif jika nilai IC50 <100 dan tidak
Hasil penghitungan IC50 menunjukkan aktif jika nilai IC50>100 µg/mL (Putri et al.
bahwa nilai IC50 terkecil dari ekstrak filtrat 2013). Dengan demikian ekstrak etil asetat
isolat Cb.Gm.B3 sebesar 13,219 ± 0,755 filtrat dari isolat Cb.Gm.B3 termasuk ke
µg/mL (Tabel 3). Namun demikian nilai IC50 dalam kelompok antioksidan yang aktif.
dari ekstrak filtrat isolat Cb.Gm.B3 masih Hasil uji penapisan fitokimia dari
lebih tinggi dibandingkan dengan IC50 ekstrak filtrat etil asetat isolat Cb.Gm.B3
vitamin C yaitu sebesar 3,049 ± 0,044 menunjukkan bahwa di dalam ekstrak filtrat
µg/mL. etil asetat Cb.Gm.B3 tersebut ditemukan
Nilai IC50 berbanding terbalik dengan adanya senyawa flavonoid, tannin dan
aktivitas antioksidannya. Semakin kecil nilai fenolik (Tabel 4).
IC50 maka aktivitas antioksidannya semakin Aktivitas biologis dari suatu ekstrak
kuat. Berdasarkan nilai IC50 yang diperoleh, erat kaitannya dengan senyawa kimia yang
aktivitas antioksidan yang terbaik diantara dikandungnya. Dari hasil penapisan fitokimia
ketiga isolat yang diuji adalah ekstrak etil diketahui bahwa ekstrak filtrat kapang
asetat filtrat dari isolat Cb.Gm.B3, meskipun endofit isolat CB.Gm.B3 mengandung
masih lebih rendah dibandingkan dengan golongan senyawa flavonoid, tannin dan
210
J Bioteknol Biosains Indones – Vol 5 No 2 Thn 2018
Cb.Gm.B3
KY053054.1 Neofusicoccum parvum isolate PEL23
JX513630.1 Neofusicoccum brasiliense strain CMM1338
EU821900.1 Neofusicoccum kwambonambiense strain CMW14023
KP217053.1 Neofusicoccum hellenicum strain CERC1947
GU251176.1 Neofusicoccum mediterraneum strain PD312
KX871869.1 Neofusicoccum luteum strain CAA200
KX871844.1 Neofusicoccum australe strain CAA178
GU251163.1 Neofusicoccum nonquaesitum strain PD484
AY819720.1 Fusicoccum arbuti isolate UW01
AY615185.1 Neofusicoccum mangiferae isolate CMW7024
KT440922.1 Neofusicoccum eucalyptorum strain CAA369
fenolik (Tabel 4). Senyawa fenol dan Analisis lanjut menggunakan pohon
flavonoid dilaporkan memiliki peranan positif kekerabatan filogenetik menunjukkan bahwa
terhadap aktivitas antioksidan, dimana isolat Cb.Gm.B3 sangat dekat
semakin tinggi kadar senyawa tersebut kekerabatannya dengan N. parvum dengan
maka akan semakin tinggi pula aktivitas nilai bootstrap 92% (Gambar 3).
antioksidannya (Ghasemzadeh dan Berdasarkan hasil ini dilihat kekerabatannya
Ghasemzadeh 2011). Senyawa flavonoid dengan beberapa spesies kapang dari
juga dilaporkan mempunyai kemampuan tanaman hutan yang telah berhasil dihimpun
sebagai penangkap radikal bebas dan oleh Lopes et al. (2016) untuk membuat
menghambat oksidasi lipid (Banjarnahor dan pohon filogenetiknya. N. parvum merupakan
Artanti 2014), sedangkan senyawa tannin kapang yang bersimbiosis dengan tanaman
yang merupakan salah satu komponen sebagai endofit atau fitopatogen. Beberapa
fenolik diketahui memiliki aktivitas spesies Neofusicoccum adalah patogen bagi
antioksidan (Saxena et al. 2013), bahkan suatu tanaman, tetapi spesies yang lain
lebih efektif dalam menangkap radikal mempunyai hubungan simbiosis mutualistik
peroksil daripada senyawa fenolik dengan inangnya. Perubahan mikroba
sederhana sehingga tannin bisa endofit menjadi fase patogen bisa
dipertimbangkan sebagai antioksidan biologi diakibatkan karena adanya tekanan seperti
yang potensial (Gagola et al. 2014). tekanan kekeringan, fluktuasi suhu ekstrim,
kekurangan nutrisi dan kerusakan mekanis
Identifikasi Molekuler Isolat Cb.Gm.B3 (Slippers dan Wingfield 2007). Sebagai
Identifikasi isolat kapang dilakukan contoh N. parvum adalah yang paling
secara molekuler berdasarkan analisis banyak ditemukan di tanaman Tibouchina
genetika secara parsial pada lokus ITS urvilleana, akan tetapi memiliki sifat tidak
(Internal Transcribed Spacer) ribosomal agresif. Berbeda dengan N. mangiferae yang
DNA kapang. Berdasarkan data ITS, isolat walaupun sedikit ditemukan pada inang yang
Cb.Gm.B3 diidentifikasi sebagai sama akan tetapi memiliki tingkat
Neofusicoccum parvum. Hasil BLAST patogenitas yang sangat tinggi (Heath et al.
menunjukkan kekerabatan yang tinggi 2011).
dengan N. parvum isolat PEL23, Accession
no: KY053054.1 [Max score: 1026; Total KESIMPULAN
score: 1026; Query coverage: 100%; E-
value: 0.0; Max identities: 100%]. Bioproduksi kapang endofit hasil
211
Aktivitas Antioksidan Ekstrak Kapang Endofit... Rachman et al.
isolasi dari batang kayu manis terbukti Pharm Sci 55:225-265. doi:
memiliki aktivitas antioksidan. Hasil 10.1002/jps.2600550302
bioproduksi kapang endofit Cb.Gm.B3 Gagola C, Suryanto E, Wewengkang D
memiliki aktivitas antioksidan tertinggi yaitu (2014) Aktivitas antioksidan dari
13,219 ± 0,755 µg/mL. Hasil identifikasi ekstrak fenolik cortex umbi ubi kayu
molekuler terhadap isolat kapang tersebut (Manihot esculenta) daging putih dan
diketahui memiliki tingkat kemiripan yang daging kuning yang diambil dari kota
tinggi dengan N. parvum isolat PEL23 (No. Melonguane Kabupaten Kepulauan
aksesi: KY053054.1). Talaud. Pharmacon J Ilmiah Farmasi
3:127-133
SARAN Ghasemzadeh A, Ghasemzadeh N (2011)
Flavonoids and phenolic acids: Role
Perlu dilakukan isolasi dan identifikasi and biochemical activity in plants and
senyawa kimia hasil bioproduksi kapang human. J Med Plants Res 5:6697-
endofit Cb.Gm.B3 untuk mengetahui struktur 6703. doi: 10.5897/JMPR11.1404
kimia senyawa aktif tersebut. Ginting RCB, Sukarno N, Widyastuti U,
Darusman LK, Kanaya S (2013)
UCAPAN TERIMA KASIH Diversity of endophytic fungi from red
ginger (Zingiber officinale Rosc.) plant
Terima kasih kepada Kementerian Riset, and their inhibitory effect to Fusarium
Teknologi dan Pendidikan Tinggi oxysporum plant pathogenic fungi.
(Kemenristekdikti) yang telah memberikan Hayati 20:127-137. doi:
bantuan beasiswa melalui beasiswa Program 10.4308/hjb.20.3.127
Gelar tahun 2016 (SK Nomor Harborne JB (1987) Metode Fitokimia:
338/M/KPT/2016) dan mendanai penelitian ini. Penuntun Cara Modern Menganalisa
Tumbuhan. Edisi kedua. Terjemahan.
DAFTAR PUSTAKA Padmawinata K, Soediro I, Niksolihin
S. Penerbit ITB, Bandung
Akmalasari I, Purwati ES, Dewi RS (2013) Heath RN, Roux J, Slippers B, Drenth A,
Isolasi dan identifikasi jamur endofit Pennycook SR, Wingfield BD,
tanaman manggis (Garcinia Wingfield MJ (2011) Occurrence and
mangostana L.). Biosfera 30:82-89. pathogenicity of Neofusicoccum
Doi: 10.20884/1.mib.2013.30.2.131 parvum and N. mangiferae on
Banjarnahor S, Artanti N (2014) Antioxidant ornamental Tibouchina species. For
properties of flavonoids. Med J Path 41:48-51. doi: 10.1111/j.1439-
Indones 23:239-244. doi: 0329.2009.00635.x
10.13181/mji.v23i4.1015 Jakhetia V, Patel R, Khatri P, Pahuja N,
Cholisoh Z, Utami W (2008) Aktivitas Garg S, Pandey A, Sharma S (2010)
penangkapan radikal ekstrak etanol Cinnamon: A pharmacological review.
70% biji Jengkol (Archidendron jiringa). J Adv Sci Res 1:19-23
Pharmacon 9:33-40 Kusari S, Hertweck C, Spiteller M (2012)
Dai C, Yu B, Li X (2008) Screening of Chemical ecology of endophytic fungi:
endophytic fungi that promote the Origins of secondary metabolites.
growth of Euphorbia pekinensis. Afr J Chem Biol 19:792-798. doi:
Biotechnol 7:3505-3510 10.1016/j.chembiol.2012.06.004
Dudeja SS, Giri R, Saini R, Suneja-Madan P, Lopes A, Barradas C, Phillips AJL, Alves A
Kothe E (2012) Interaction of (2016) Diversity and phylogeny of
endophytic microbes with legumes. J Neofusicoccum species occurring in
Basic Microbiol 52:248-260. doi: forest and urban environments in
10.1002/jobm.201100063 Portugal. Mycospere 7:906-920. doi:
Ferry Y (2013) Prospek pengembangan 10.5943/mycosphere/si/1b/10
kayu manis (Cinnamomum burmanii L) Maehara S, Ikeda M, Haraguchi H, Kitamura
di Indonesia. SIRINOV 1:11-20 C, Nagoe T, Ohashi K, Shibuya H
Fransworth NR (1966) Biological and (2011) Microbial conversion of
phytochemical screening of plant. J curcumin into colorless
212
J Bioteknol Biosains Indones – Vol 5 No 2 Thn 2018
213
Kemampuan Ekstrak Senyawa Aktif Bakteri Endofit... Candrawati et al.
JURNAL
BIOTEKNOLOGI & BIOSAINS INDONESIA
ABSTRACT
Wilt vessels disease in oil palm plants is caused by Fusarium oxysporum f.sp. This disease
is very harmful because of its ability to kill the infected oil palm plant in less than a year.
Endophytic bacteria are likely to be biological controllers for the disease because of their
ability to produce bioactive antifungal compounds. Isolation of endophytic bacteria from oil
palm plant and activity test of their active compounds against F. oxysporum f.sp. in vitro had
been done. Antagonistic test of endophytic bacterial isolates against F. oxysporum f.sp. was
carried out using a double culture method. The potential endophytic bacterial isolates were
extracted using ethyl acetate solvent for their active compounds, which were then tested for
its activity in inhibiting the growth of F. oxysporum f.sp. The results showed that the active
compound extract of B11 endophytic bacteria with the incubation time of 24 and 54 hours
gave the growth inhibition of F. oxysporum f.sp. at the level of 29.23% and 43.85%,
respectively.
ABSTRAK
Penyakit layu pembuluh pada tanaman kelapa sawit disebabkan oleh Fusarium oxysporum
f.sp. Penyakit ini menjadi penyebab kematian tanaman kelapa sawit yang telah terinfeksi
dalam waktu kurang dari setahun. Bakteri endofit asal tanaman kelapa sawit dimungkinkan
menjadi pengendali hayati bagi penyakit ini karena kemampuan bakteri tersebut
memproduksi senyawa bioaktif yang bersifat antifungi. Isolasi bakteri endofit dari tanaman
kelapa sawit dan uji aktivitas senyawa aktifnya terhadap F. oxysporum f.sp. secara in vitro
telah dilakukan. Uji antagonis isolat bakteri endofit terhadap jamur patogen F. oxysporum
f.sp. menggunakan metode kultur ganda. Isolat bakteri endofit potensial diekstrak senyawa
aktifnya dengan menggunakan pelarut etil asetat, kemudian senyawa aktif ini diuji
aktivitasnya dalam menghambat pertumbuhan jamur patogen F. oxysporum f.sp. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa ekstrak senyawa aktif bakteri endofit B11 dengan waktu
inkubasi 24 dan 54 jam memberikan daya hambat terhadap F. oxysporum f.sp. sebesar
masing-masing 29,23% dan 43,85%.
Kata Kunci: bakteri endofit, F. oxysporum f.sp., kelapa sawit, senyawa aktif, uji antagonis
214
J Bioteknol Biosains Indones – Vol 5 No 2 Thn 2018
215
Kemampuan Ekstrak Senyawa Aktif Bakteri Endofit... Candrawati et al.
216
J Bioteknol Biosains Indones – Vol 5 No 2 Thn 2018
217
Kemampuan Ekstrak Senyawa Aktif Bakteri Endofit... Candrawati et al.
80 74.55
63.64
60 54.55
Daya hambat (%)
40
20 14.55 14.55
9.09
5.45
0.00 0.00 0.00 0.00
0
B1
B2
B3
B4
B5
B6
B7
B8
B9
B10
B11
Kontrol (-)
Kontrol (+)
-9.09
-20 -14.55
Bakteri
Gambar 2. Hasil uji antagonis isolat bakteri endofit terhadap F. oxysporum f.sp.
218
J Bioteknol Biosains Indones – Vol 5 No 2 Thn 2018
120
B1
Jumlah sel ( 106 sel/mL)
100
B4
80 B11
60
40
20
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Waktu inkubasi
50
43.85
40
Daya hambat (%)
29.23
30
22.31
20.77
20 16.92
15.38 14.62
12.31
10.77
10
3.85
2.31 2.31 2.31
0.77 0.00
0
B1/36
B1/12
B1/24
B1/30
B1/48
B4/12
B4/24
B4/30
B11/24
B11/30
B11/36
B11/48
B11/54
Kontrol (+)
Kontrol (-)
Bakteri
Gambar 4. Persentase penghambatan ekstrak senyawa aktif yang diekstraksi dari bakteri B1, B4, dan B11
berdasarkan waktu inkubasi terhadap F. oxysporum f.sp.
metabolit primer dihasilkan pada fase jam ke-48 dan mulai mengalami lisis pada
eksponensial, sedangkan metabolit jam ke-54. Bakteri endofit mulai
sekunder dihasilkan pada fase stationer memproduksi senyawa aktif setelah
(Stanbury et al. 2016). memasuki fase stationer. Xie et al. (2009)
Berdasarkan hasil uji ekstrak senyawa dalam Budianto dan Suprastyani (2017)
aktif bakteri endofit (Gambar 4), persentase menyatakan bahwa aktivitas bakteri dapat
penghambatan terbesar ditunjukkan oleh dideteksi pada pertumbuhan pertengahan
ekstrak senyawa aktif bakteri B11 dengan fase eksponensial dan cepat mencapai
waktu inkubasi 54 jam dengan rata-rata maksimum pada fase awal stationer. Akan
persentase penghambatan sebesar 43,85%. tetapi dalam penelitian ini, aktivitas senyawa
Bakteri B11 mengalami fase stationer pada aktifnya justru maksimum pada awal fase
219
Kemampuan Ekstrak Senyawa Aktif Bakteri Endofit... Candrawati et al.
lisis. Bakteri endofit mengalami fase lisis memfasilitasi penelitian ini, PT. Bioteknologi
setelah melewati fase stationer. Metabolit Nusantara atas izin pengambilan sampel
sekunder yang diproduksi pada fase berupa tanah, akar, dan daun tanaman
stationer dianggap mengganggu kelapa sawit yang terinfeksi F. oxysporum
pertumbuhan bakteri, akan tetapi metabolit f.sp., dan seluruh pihak yang telah
sekunder ini dimungkinkan aktif terhadap membantu.
jamur patogen F. oxysporum f.sp. Oleh
karena itu, hasil uji ekstrak senyawa aktifnya DAFTAR PUSTAKA
justru memberikan penghambatan lebih
besar pada sampel bakteri B11 yang Ahemad M and Kibret M (2014) Mechanisms
diinkubasi selama 54 jam. and applications of plant growth
Bakteri B11 mengalami dua kali fase promoting rhizobacteria: Current
stationer. Puncak pertumbuhan bakteri B11 perspective. J King Saud University -
pertama kali terjadi pada jam ke-12, namun Science 26:1-20. doi:
pertumbuhannya statis di jam ke-24 hingga 10.1016/j.jksus.2013.05.001
jam ke-30. Waktu inkubasi yang Alabouvette C, Olivain C, Steinberg C (2006)
menunjukkan pertumbuhan bakteri statis Biological control of plant disease: the
merupakan fase stationer. Pada fase inilah European situation. Eur J Plant Pathol
bakteri akan memproduksi senyawa 114:329-341. doi: 10.1007/s10658-
metabolit sekundernya. Oleh karena itu, 005-0233-0
hasil uji ekstrak senyawa aktif bakteri B11 Alfizar A, Marlina M, Hasanah N (2011)
yang diinkubasi selama 24 jam juga Upaya pengendalian penyakit layu
memberikan daya hambat terhadap F. Fusarium oxysporum dengan
oxysporum f.sp. dengan persentase sebesar pemanfaatan agen hayati cendawan
29,23%. Hasil uji senyawa aktif yang diekstrak FMA dan Trichoderma harzianum. J
dari bakteri endofit B1 dan B4 diketahui tidak Floratek 6:8-17. doi:
memberikan daya hambat yang signifikan 10.24815/floratek.v6i1.494
terhadap jamur F. oxysporum f.sp. Bivi MSHR, Paiko AS, Khairulmazmi A,
Akhtar MS, Idris AS (2016) Control of
KESIMPULAN basal stem rot disease in oil palm by
supplementation of calcium, copper,
Uji antagonis isolat bakteri endofit and salicylic acid. Plant Pathol J
menunjukkan penghambatan terbesar 32:396-406
diberikan oleh isolat B1 sebesar 74,55%, doi: 10.5423/PPJ.OA.03.2016.0052
isolat B11 sebesar 63,64%, serta isolat B4 Budianto B, Suprastyani H (2017) Aktivitas
sebesar 54,55%. Hasil uji ekstrak senyawa antagonis Bacillus subtilis terhadap
aktifnya menunjukkan hanya bakteri B11 Streptococcus iniae dan Pseudomonas
yang memberikan aktivitas antifungi terhadap fluorescens. J Veteriner 18:409-415.
F. oxysporum f.sp. Ekstrak senyawa aktif doi: 10.19087/jveteriner.2017.18.3.409
bakteri endofit B11 dengan waktu inkubasi 54 Budi IS, Hadie J (2015) Pengendalian
jam memberikan daya hambat sebesar penyakit kelapa sawit fase pre-nursery
43,85%, sedangkan ekstrak senyawa aktif dengan konsorsium mikroba endofit
bakteri B11 dengan waktu inkubasi 24 jam dari lahan basah. Prosiding Seminar
sebesar 29,23%. Dari hasil tersebut dapat Nasional dan Kongres Perhimpunan
disimpulkan bakteri endofit B11 baik agen Fitopatologi Indonesia, 11-13
hayatinya maupun ekstrak senyawa aktifnya November 2015, Bekasi
berpotensi untuk dikembangkan sebagai Ditjenbun (2013) Pertumbuhan areal kelapa
bahan aktif biokontrol untuk jamur patogen F. sawit meningkat. Berita Utama.
oxysporum f.sp yang menyerang tanaman www.ditjenbun.pertanian.go.id.
kelapa sawit. Direktorat Jenderal Perkebunan
Kementerian Pertanian. Diakses 10
UCAPAN TERIMAKASIH Juli 2018
Garcia A, Rhoden SA, Bernardi WJ,
Penulis mengucapkan terimakasih Orlandelli RC, Azevedo JL, Pamphile
kepada Balai Bioteknologi, BPPT yang telah JA (2012) Antimicrobial activity of
220
J Bioteknol Biosains Indones – Vol 5 No 2 Thn 2018
221
Variasi Genetik Kambing Benggala... Pakpahan et al.
JURNAL
BIOTEKNOLOGI & BIOSAINS INDONESIA
ABSTRACT
Indonesia has several types of local goats that have had an extended period of adaptation to
the natural conditions in Indonesia. Goat is one of the most important germplasm in
supporting the economy of rural communities. Benggala is a local breed of goat originating
from Flores Island, East Nusa Tenggara province and has distinctive characteristics. The
RAPD technique has several advantages and has been widely used in studies of the genetic
diversity of goats. A total of 50 blood samples of Benggala goats were taken from four sub-
districts in West Manggarai Regency. This study was conducted to estimate genetic
variations of Benggala goats using OPA-6 and OPA-16 primers. The OPA-6 primer
consisted of 0-11 bands, while the OPA-16 primer consisted of 0-7 bands. The total bands
produced on the OPA-6 primer from all samples was 456, whilst OPA-16 primer was 314.
The lowest genetic similarity between individuals of Benggala goats was 44% from the
sample K46. Based on the sample population, the average genetic similarity level was 72%.
These results show that the genetic diversity of Benggala goats is low.
ABSTRAK
Indonesia memiliki beberapa jenis kambing lokal yang memiliki periode adaptasi yang
panjang dengan kondisi alam di Indonesia. Kambing merupakan salah satu plasma nutfah
yang sangat penting dalam mendukung perekonomian masyarakat pedesaan. Benggala
adalah jenis kambing lokal yang berasal dari pulau Flores, propinsi Nusa Tenggara Timur
dan kambing Benggala memiliki ciri khas. Teknik RAPD memiliki beberapa keunggulan dan
telah banyak digunakan pada studi keragaman genetik kambing. Total 50 sampel darah
kambing Benggala yang diambil dari empat kecamatan di Kabupaten Manggarai Barat.
Penelitian ini dilakukan untuk menguji variasi genetik kambing Benggala dengan
menggunakan primer OPA-6 dan OPA-16. Primer OPA-6 terdiri dari 0-11 band, sedangkan
primer OPA-16 terdiri dari 0-7 band. Total jumlah pita yang dihasilkan pada primer OPA-6
dari semua sampel adalah 456, sementara primer OPA-16 adalah 314. Kemiripan genetik
terendah antara individu-individu kambing Benggala adalah 44% dari sampel K46.
Berdasarkan populasi sampel, tingkat kemiripan genetik rata-rata adalah 72%. Hasil ini
menunjukkan bahwa keragaman genetik kambing Benggala tergolong rendah.
Kata Kunci: kambing Benggala, kemiripan genetik, Manggarai Barat , RAPD, variasi genetik
222
J Bioteknol Biosains Indones – Vol 5 No 2 Thn 2018
223
Variasi Genetik Kambing Benggala... Pakpahan et al.
Mini KIT (Geneaid). Primer yang digunakan Tabel 1. Lokasi pengambilan sampel
adalah primer universal yang didesain oleh
Operon Technologies Inc., yaitu OPA-6: Sampel Lokasi
GGTCCCTGAC, OPA-16: AGCCAGCGAA. K1 – K20 Kec. Komodo
Primer ini telah digunakan pada beberapa K21 – K30 Kec. Boleng
penelitian untuk menguji keragaman genetik K30 – K40 Kec. Lembor
kambing dan berbagai organisme K41 – K50 Kec. Lembor Selatan
(Mudawamah et al. 2014; Al-Otaibi dan
Fahmi 2011; Kumar et al. 2008). Amplifikasi denaturasi 95ºC selama 1 menit, 35 dan
gen inti, masing-masing menggunakan 38ºC selama 1 menit untuk penempelan
primer yang telah didisain untuk daerah primer (anneling), 72ºC selama 1 menit
target. Primer ini dapat menghasilkan untuk pemanjangan (elongation), proses
fragmen DNA lebih dari tiga jenis pita yang amplifikasi dilakukan sebanyak 35 siklus,
berbeda. Kedua primer tersebut diproduksi kemudian diakhiri dengan (final elongation)
oleh Geneaid Biotech Ltd. New Taipei City, pada suhu 72ºC selama 8 menit. Produk
22180 Taiwan, digunakan untuk PCR divisualisasikan dengan
mengamplifikasi target dalam identifikasi menggunakan gel agarose 1,5% (5 μL
polimorfisme. produk PCR ditambah 2 μL loading dye).
Komposisi reaksi PCR dengan Elekroforesis dijalankan pada kondisi 100
volume 50 μL sebagai berikut: sampel mV selama 40 menit dan hasil amplifikasi
DNA 3 μL, KAPA readyMix 25 μL, primer dilihat di atas cahaya UV.
forward dan reverse masing-masing 1 μL,
ddH2O 20 μL. Kondisi PCR sebagai Analisis data
berikut: denaturasi awal selama 5 menit Produk amplifikasi dianalisis
pada suhu 95ºC selanjutnya diikuti dengan berdasarkan pita yang muncul pada gel
224
J Bioteknol Biosains Indones – Vol 5 No 2 Thn 2018
agarose dengan metode scoring untuk tidak adanya pita, masing-masing diberi
mengetahui hubungan kekerabatan atau skor 1 dan 0. Variasi genetika antara
perbedaan setiap individu. Hasil scoring individu dapat diketahui dengan perbedaan
dinalisis dengan menggunakan perangkat setiap jalur pita yang muncul. Jarak genetik
lunak NTSYSpc 2.02 (Numerical Taxonomy digunakan untuk analisis klaster dengan
and Multivariate Analysis System), pada menggunakan metode UPGMA.
program ini dilakukan clustering SAHN
dengan metode UPGMA (unweighted pair HASIL DAN PEMBAHASAN
group method with arithmetic average)
untuk mendapatkan pohon filogenetik dari Hasil amplifikasi menunjukkan bahwa
total sampel kambing Benggala (Rohlf kedua primer tersebut menghasilkan
2000). Hanya pita yang berbeda dan polimorfisme yang dapat digunakan untuk
tampak jelas yang diberi skor untuk mengetahui variasi genetik kambing
estimasi berbagai variabel. Kehadiran dan Benggala. Amplifikasi DNA target dengan
Gambar 2. Elektroforesis gel Agarose dari produk amplifikasi sesuai dengan target primer OPA-6. M adalah marker
DNA 100 bp
Gambar 3. Elektroforesis gel Agarose dari produk amplifikasi sesuai dengan target primer OPA-16. M adalah
marker DNA 100 bp
225
Variasi Genetik Kambing Benggala... Pakpahan et al.
Gambar 4. Pohon filogenetik yang menunjukkan hubungan kekerabatan antara 50 individu kambing Benggala
dengan program NTSYS 2.2. K1-K50 merupakan sampel kambing Benggala
226
J Bioteknol Biosains Indones – Vol 5 No 2 Thn 2018
227
Variasi Genetik Kambing Benggala... Pakpahan et al.
228
J Bioteknol Biosains Indones – Vol 5 No 2 Thn 2018
229
Keragaman Genetik 22 Aksesi Padi Lokal Toraja Utara... Ladjao et al.
JURNAL
BIOTEKNOLOGI & BIOSAINS INDONESIA
ABSTRACT
One way to explore the potential of local rice is by the characterization that could obtain
genetic diversity of that plants. The aim of this study was to obtain the genetic diversity of 22
local rice accession from North Toraja. Twenty-two of local rice accessions from North
Toraja were characterized by 30 SSR markers and using NTSYS pc 2.1 program to analyze
genetic diversity. The results showed that twenty-six SSR markers that had been analyzed
produced some alelles with a size between 106.75-311 bp, the average number of alleles
were 3 and the polymorphism rate was 0.53. On coefficient genetic similarity at 0.38, the
population formed three clusters. Cluster I and II were dominated by rice that had no hair on
the tip of the grain and cluster III were dominated by rice that had hair on the tip of the grain.
There were 105 probabilities to crossing between accessions when the genetic distance was
above 0.7.
Keywords: genetic diversity, local rice, North Toraja, polymorphism rate, SSR markers
ABSTRAK
Salah satu cara untuk menggali potensi padi lokal adalah dengan karakterisasi. Dengan
adanya kegiatan karakterisasi tersebut maka dapat diketahui bagaimana keragaman genetik
dari suatu tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaman genetik dari 22
aksesi padi lokal Toraja Utara. Duapuluh dua aksesi padi lokal Toraja Utara dikarakterisasi
menggunakan 30 marka SSR dan dianalisis keragaman genetiknya menggunakan program
NTSYS pc 2.1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa duapuluh enam marka SSR yang
dianalisis memiliki kisaran ukuran alel antara 106.75-311 bp, dengan jumlah alel rata-rata 3
dan tingkat polimorfisme sebesar 0,53. Koefisien kemiripan genetik 0,38 dan terbentuk 3
klaster. Pada klaster I dan klaster II didominasi oleh padi yang tidak memiliki rambut pada
ujung gabahnya, dan pada klaster III didominasi oleh padi yang memiliki rambut pada ujung
gabahnya. Selain itu, pada jarak genetik diatas 0,7 terdapat 105 peluang persilangan.
Kata Kunci: keragaman genetik, marka SSR, padi lokal, tingkat polimorfisme, Toraja Utara
230
J Bioteknol Biosains Indones – Vol 5 No 2 Thn 2018
231
Keragaman Genetik 22 Aksesi Padi Lokal Toraja Utara... Ladjao et al.
Tabel 1. Materi genetik yang digunakan dalam 15 biji untuk masing-masing aksesi tanaman
penelitian
padi pada bak plastik ukuran 30 cm 40 cm.
Duapuluh satu hari setelah tanam (HST)
Kode Nama Asal
aksesi padi lokal (kecamatan)
(Gambar 1), daun tanaman padi diambil
untuk selanjutnya dilakukan isolasi DNA.
TU-01 Pare Loto-loto Nanggala
TU-02 Pare Lotong Tanduk Nanggala Isolasi DNA
TU-03 Pare Pulu Lotong Nanggala Isolasi DNA dilakukan dengan
TU-04 Pare Pulu Mandoti Tikala mengikuti prosedur George et al. (2004)
TU-05 Pare Cina Balusu yang dimodifikasi dengan mengganti
TU-06 Pare Tallang Balusu nitrogen cair dengan buffer CTAB pada saat
TU-07 Pare Lea Balusu penggerusan jaringan segar tanaman
TU-08 Pare Seko Balusu berdasarkan metode Khan et al. (2004).
TU-09 Pare Mansur Buri Balusu
TU-10 Pare Pulu Kombong Balusu
Uji kualitas dan uji kuantitas DNA
Uji kualitas dan kuantitas DNA
TU-11 Pare Pulu Seba Balusu
diverifikasi melalui elektroforesis horizontal
TU-12 Pare Ko'Bo Balusu
pada gel agarosa 1%. Kuantifikasi setiap
TU-13 Pare Birri Balusu
hasil ekstraksi dilakukan dengan
TU-14 Pare Ambo Balusu membandingkan sampel DNA dengan
TU-15 Pare Pulu Lallodo Balusu lambda DNA standar (50, 100, 200, dan 300
TU-16 Pare Mansur Putih Balusu ng/µL larutan).
TU-17 Pare Birrang Sesean Suloara
TU-18 Pare Mandi Sesean Suloara Proses PCR
TU-19 Pare Barri Rarang Bangkele Kila Reaksi PCR dilakukan dengan
TU-20 Pare Jawa Bangkele Kila membuat campuran larutan yang terdiri dari
TU-21 Pare Pulu Kalloko Bangkele Kila 1 µL DNA cetakan, 6,25 µL Taq DNA
TU-22 Pare Barri Busa Sa’dan polimerase, 0,5 µL primer SSR 0,5 mM
(Forward), 0,5 µL primer SSR 0,5 mM
(Reverse), dan 2,25 µL ddH2O.
Kabupaten Tana Toraja, Kabupaten Toraja
Utara juga memiliki aset padi lokal yang Proses amplifikasi dilakukan dalam
mesin PCR Techne Fuse TIGA FTC
sangat beragam dan masih dibudidayakan
Plus/02. Siklus reaksi PCR terdiri atas
oleh penduduk setempat. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui keragaman beberapa tahap yaitu: (1) denaturasi awal
genetik dari 22 aksesi padi lokal Toraja 94ºC selama 2 menit, (2) denaturasi 94ºC
selama 30 detik, (3) annealing pada 53ºC,
Utara dengan menggunakan marka SSR.
55ºC, 57ºC, 61ºC, atau 63ºC (disesuaikan
BAHAN DAN METODE dengan suhu annealing masing-masing
primer (Tabel 2)) selama 1 menit, (4)
Bahan ekstensi pada 72ºC selama 1 menit, (5)
Bahan yang digunakan adalah 22 pengulangan siklus (kembali ke tahap
aksesi padi lokal yang berasal dari denaturasi, sebanyak 29 kali), (6) ekstensi
Kabupaten Toraja Utara yang merupakan terakhir pada 72ºC selama 5 menit, dan (7)
penyimpanan (soak) pada 4°C.
koleksi dari Laboratorium Biosains Terapan
dan Laboratorium Pemuliaan Tanaman dan
Elektroforesis dan visualisasi pita DNA
Ilmu Benih Fakultas Pertanian, Universitas
Hasanuddin (Tabel 1). DNA tiap aksesi Pemisahan pita DNA hasil PCR
tanaman padi diamplifikasi pada mesin dilakukan dengan elektroforesis
PCR dengan menggunakan 30 marka SSR menggunakan 8% PAGE. Elektroforesis
(Tabel 2). dilakukan dengan menggunakan alat
elektroforesis vertikal mini yaitu Dual mini-
Persiapan materi genetik verticals complete system MGV-202-33.
Persiapan materi genetik untuk isolasi Visualisasi fragrem-fragmen DNA hasil
DNA dilakukan dengan menanam sebanyak elektroforesis dilakukan menggunakan teknik
pewarnaan perak (silver staining).
232
J Bioteknol Biosains Indones – Vol 5 No 2 Thn 2018
233
Keragaman Genetik 22 Aksesi Padi Lokal Toraja Utara... Ladjao et al.
234
J Bioteknol Biosains Indones – Vol 5 No 2 Thn 2018
Tabel 3. Profil data keragaman 22 aksesi padi lokal Toraja Utara menggunakan 26 marka SSR
Marka Kromosom Jumlah alel Frekuensi alel mayor PIC Ukuran alel (bp)
RM259 1 5 0,45 0,71 155,08-284,43
RM154 2 3 0,55 0,58 175,50-195,92
RM452 2 3 0,68 0,48 200,00-216,33
RM338 3 3 0,68 0,46 183,67-200,00
RM489 3 2 0,64 0,46 232,67-266,71
RM241 4 2 0,73 0,40 130,22-140,00
RM252 4 4 0,48 0,63 187,75-232,67
RM307 4 3 0,82 0,31 119,47-139,02
RM161 5 3 0,41 0,63 167,33-183,67
RM334 5 6 0,25 0,82 140,00-198,37
RM507 5 3 0,55 0,60 241,38-249,00
RM190 6 3 0,70 0,49 109,00-171,42
RM133 6 2 0,82 0,30 221,78-232,67
RM180 7 2 0,57 0,59 129,00-134,50
RM125 7 5 0,45 0,72 122,89-167,33
RM455 7 2 0,86 0,24 125,33-132,67
RM433 8 2 0,82 0,30 220,69-227,22
RM447 8 3 0,64 0,52 106,75-118,00
RM316 9 2 0,59 0,48 293,29-311,00
RM105 9 4 0,68 0,47 130,22-155,08
CBG 10 5 0,45 0,69 145,50-183,67
RM484 10 2 0,77 0,35 269,67-290,33
RM224 11 4 0,43 0,71 118,98-151,00
RM3701 11 2 0,55 0,50 159,17-183,67
RM552 11 6 0,43 0,77 179,58-284,43
RM277 12 4 0,61 0,50 113,50-140,00
Total 85 15,59 13,68 -
Rata-rata 3 0,60 0,53 -
Gambar 2. Produk PCR dengan marka RM105 pada 22 padi lokal Toraja Utara. M = DNA ladder (Promega ΦX174
DNA/HinfI), G = Ukuran alel DNA padi lokal (155,08 bp), H = DNA ladder 151bp, I = DNA ladder 140bp,
I1 = Ukuran alel DNA padi lokal (138,53 bp), I2 = Ukuran alel DNA padi lokal (135,11 bp), I3 = Ukuran
alel DNA padi lokal (130,22 bp), 1 = Pare Loto-loto, 2 = Pare Lotong Tanduk, 3 = Pare Pulu Lotong, 4 =
Pare Pulu Mandoti, 5 = Pare Cina, 6 = Pare Tallang, 7 = Pare Lea, 8 = Pare Seko, 9 = Pare Mansur
Buri, 10 = Pare Pulu Kombong, 11 = Pare Pulu Seba, 12 = Pare Ko'Bo, 13 = Pare Birri, 14 = Pare Ambo,
15 = Pare Pulu Lallodo, 16 = Pare Mansur Putih, 17 = Pare Mansur Putih, 18 = Pare Mandi, 19 = Pare
Barri Rarang , 20 = Pare Jawa, 21 = Pare Pulu Kalloko, 22 = Pare Barri Busa
235
Keragaman Genetik 22 Aksesi Padi Lokal Toraja Utara... Ladjao et al.
Nilai PIC marka SSR yang digunakan tergantung dari banyaknya frekuensi dan
sangat penting untuk diketahui dalam distribusi alel yang ditemukan.
analisis keragaman genetik dan kekerabatan
plasma nutfah (Rohaeni et al. 2016). Analisis klaster
Semakin besar nilai PIC suatu marka maka Hasil analisis kekerabatan berdasarkan
marka tersebut semakin bagus digunakan program NTSYS pc 2.1 menghasilkan
sebagai penanda molekuler (Anderson et al. dendrogram yang dapat dilihat pada Gambar
1993). Marka molekuler yang memiliki nilai 3. Apabila dendrogram tersebut ditarik garis
PIC yang besar, menunjukkan bahwa marka vertikal pada koefisien kemiripan genetik
tersebut mampu mendeteksi jumlah alel 0,38, maka terbentuk 3 klaster. Klaster I
yang banyak. Rohaeni et al. (2016) terdiri atas 1 aksesi yaitu TU-19. Klaster II
mengemukakan bahwa marka molekuler terdiri atas 8 aksesi, yaitu TU-22, TU-16, TU-
yang polimorfis dapat menghasilkan pola 13, TU-09, TU-08, TU-07, TU-06, dan TU-
pita yang beragam antarvarietas atau aksesi 05. Klaster III terdiri dari 13 aksesi yaitu TU-
sehingga baik digunakan untuk kegiatan 15, TU-21, TU-20, TU-18, TU-17, TU-02,
analisis kekerabatan plasma nutfah. TU-11, TU-10, TU-12, TU-04, TU-03, TU-14,
Terdapat beberapa marka SSR yang dan TU-01.
mendeteksi jumlah alel yang sama namun Sebagai informasi tambahan, terdapat
memiliki nilai frekuensi alel mayor dan PIC 16 padi lokal yang tergolong subspesies
yang berbeda, seperti yang terlihat pada indica (salah satu cirinya yaitu memiliki
marka RM484 dan RM180 yang sama-sama rambut pada ujung gabahnya). Adapun padi
mendeteksi 2 alel, dengan nilai frekuensi alel lokal dengan kode aksesi TU-05, TU-06, TU-
mayor masing-masing yaitu 0,77 dan 0,57 07, TU-08, TU-09, dan TU-19 merupakan
dan nilai PIC berturut-turut yaitu 0,35 dan padi lokal yang tergolong subspecies
0,59. Berdasarkan data tersebut, ada javanica (salah satu cirinya yaitu tidak
kecenderungan bahwa semakin besar nilai memiliki rambut pada ujung gabahnya).
frekuensi alel mayor, maka nilai PIC nya Sehingga, berdasarkan analisis klaster
akan semakin rendah sehingga nilai PIC tersebut, padi yang memiliki rambut pada
sangat bergantung pada frekuensi alel. Hal ujung gabahnya berada pada klaster
ini sesuai dengan pendapat Anderson et al. tersendiri, yaitu klaster III. Pada klaster I,
(1993) yang mengemukakan bahwa nilai PIC hanya terdapat 1 aksesi yaitu Pare Barri
Gambar 3. Hasil analisis klaster 22 aksesi padi lokal Toraja Utara berdasarkan 26 marka SSR menggunakan
program NTSYS pc 2.1
236
J Bioteknol Biosains Indones – Vol 5 No 2 Thn 2018
Rarang. Hal tersebut mengindikasikan diperoleh kisaran nilai jarak genetik padi
bahwa terdapat karakter khas dari padi lokal lokal Toraja Utara (Tabel 4). Rohaeni et al.
tersebut sehingga berdiri sendiri dalam hasil (2016) mengemukakan bahwa, informasi
analisis klaster. Pada klaster II, terdapat 5 kekerabatan dan jarak genetik ini penting
aksesi yang tidak memiliki rambut pada dalam penentuan tetua persilangan
ujung gabahnya dan 3 aksesi yang memiliki berkerabat jauh karena padi lokal yang
rambut pada ujung gabahnya (TU-22, TU- berasal dari daerah yang sama dapat
16, dan TU-13). Diduga ketiga aksesi ini berkerabat jauh ataupun dekat.
sudah mengalami persilangan sehingga Nilai jarak genetik yang diperoleh,
memiliki kekerabatan yang dekat dengan mulai dari 0,22 (TU-08 vs TU-09) sampai
padi yang tidak memiliki rambut pada ujung 0,92 (TU-04 vs TU-19). Misalnya pada
gabahnya. pasangan TU-08 vs TU-09 memiliki jarak
Penelitian Rohaeni et al. (2016) pada genetik 0,22 yang berarti bahwa kode aksesi
beberapa aksesi padi lokal tahan hama padi TU-08 memiliki perbedaan genetik
penyakit tanaman (HPT) yang berasal dari sebesar 22% terhadap padi dengan kode
beberapa daerah di Indonesia didapati aksesi TU-09, ini dibuktikan dengan kedua
bahwa padi golongan subspesies indica dan aksesi ini berada pada klaster yang sama.
subspesies padi javanica berada dalam Berbeda halnya bila dibandingkan dengan
klaster yang terpisah. pasangan TU-04 vs TU-19 yang berbeda
klaster, memiliki nilai jarak genetik 0,92 yang
Jarak genetik berarti bahwa kode aksesi padi TU-04
Berdasarkan hubungan kekerabatan memiliki perbedaan genetik sebesar 92%
diantara 22 aksesi padi lokal yang diteliti, terhadap padi dengan kode aksesi TU-19.
TU-02
TU-03
TU-04
TU-05
TU-06
TU-07
TU-08
TU-09
TU-10
TU-11
TU-12
TU-13
TU-14
TU-15
TU-16
TU-17
TU-18
TU-19
TU-20
TU-21
TU-22
TU-01 0,00
TU-02 0,55 0,00
TU-03 0,51 0,53 0,00
TU-04 0,57 0,54 0,26 0,00
TU-05 0,75 0,67 0,76 0,73 0,00
TU-06 0,69 0,73 0,86 0,84 0,62 0,00
TU-07 0,68 0,78 0,88 0,82 0,51 0,38 0,00
TU-08 0,80 0,80 0,83 0,80 0,55 0,46 0,54 0,00
TU-09 0,78 0,73 0,78 0,83 0,56 0,47 0,55 0,22 0,00
TU-10 0,70 0,67 0,54 0,63 0,76 0,81 0,81 0,76 0,70 0,00
TU-11 0,53 0,47 0,55 0,53 0,77 0,75 0,71 0,77 0,68 0,35 0,00
TU-12 0,51 0,54 0,45 0,28 0,75 0,82 0,76 0,76 0,76 0,54 0,42 0,00
TU-13 0,70 0,71 0,79 0,83 0,65 0,55 0,61 0,50 0,43 0,72 0,67 0,71 0,00
TU-14 0,39 0,51 0,63 0,61 0,77 0,73 0,68 0,70 0,71 0,63 0,47 0,53 0,69 0,00
TU-15 0,59 0,63 0,56 0,65 0,81 0,78 0,78 0,83 0,81 0,64 0,59 0,66 0,74 0,63 0,00
TU-16 0,70 0,64 0,73 0,80 0,67 0,58 0,64 0,56 0,46 0,59 0,53 0,73 0,49 0,50 0,73 0,00
TU-17 0,59 0,33 0,63 0,67 0,80 0,78 0,80 0,80 0,72 0,63 0,50 0,56 0,63 0,41 0,63 0,53 0,00
TU-18 0,65 0,53 0,60 0,67 0,82 0,80 0,82 0,82 0,74 0,42 0,37 0,58 0,61 0,55 0,49 0,57 0,34 0,00
TU-19 0,88 0,84 0,88 0,92 0,64 0,70 0,53 0,62 0,59 0,77 0,78 0,89 0,65 0,82 0,84 0,69 0,78 0,74 0,00
TU-20 0,71 0,63 0,66 0,80 0,83 0,85 0,85 0,85 0,75 0,60 0,59 0,72 0,70 0,62 0,55 0,60 0,46 0,32 0,76 0,00
TU-21 0,74 0,56 0,69 0,76 0,74 0,82 0,82 0,82 0,72 0,64 0,59 0,68 0,67 0,58 0,56 0,61 0,43 0,45 0,75 0,24 0,00
TU-22 0,76 0,76 0,84 0,90 0,76 0,64 0,70 0,56 0,46 0,71 0,66 0,85 0,49 0,65 0,79 0,51 0,67 0,70 0,54 0,70 0,70 0,00
Peluang
10 7 9 11 10 10 9 9 8 3 1 5 2 1 3 0 1 2 2 1 1 0
Persilangan*
Jumlah
105
Peluang
237
Keragaman Genetik 22 Aksesi Padi Lokal Toraja Utara... Ladjao et al.
Berdasarkan nilai jarak genetik tersebut, sesuai dengan pendapat Makkulawu et al.
dapat diketahui bahwa padi lokal yang (2009) yang mengemukakan bahwa dalam
berasal dari daerah yang sama, belum tentu pembentukan varietas hibrida, diperlukan
memiliki jarak genetik yang dekat. Dari hasil tetua penyusun varietas hibrida yang
penelitian ini ternyata ada yang memiliki memiliki jarak genetik yang jauh. Rohaeni
jarak genetik yang jauh. et al. (2016) juga mengemukakan bahwa
Aksesi yang memiliki nilai jarak persilangan antartetua yang memiliki jarak
genetik yang dekat, keduanya berasal dari genetik yang jauh kemungkinan besar
populasi yang sama sehingga tidak bisa akan menghasilkan keturunan yang
dilakukan rekombinasi persilangan karena memiliki tingkat keragaman yang tinggi
memiliki kemiripan genetik yang sangat dan terdapat peluang untuk memperoleh
kuat. Semakin jauh jarak genetik antar galur keturunan yang memiliki sifat unggul
aksesi, maka akan memiliki efek heterosis lebih baik daripada kedua tetuanya
yang tinggi apabila disilangkan. Hal ini (heterosis).
Rekomendasi tetua persilangan pada
tanaman padi yaitu yang memiliki koefisien DAFTAR PUSTAKA
jarak genetik >0,7 (Rohaeni et al. 2016).
Sehingga, berdasarkan hasil penelitian yang Anderson JA, Churchill GA, Autrique JE,
didapatkan (Tabel 4), terdapat 105 peluang Tanksley SD, Sorrells ME (1993)
pasangan persilangan yang dapat terbentuk Optimizing parental selection for
apabila melihat nilai koefisien jarak genetik genetic linkage maps. Genome 36:181-
yang lebih dari 0,7. 186. doi: 10.1139/g93-024
Dalam melakukan seleksi materi untuk Anggraheni YGD dan Mulyaningsih ES
persilangan, selain faktor jarak genetik, (2017) Eksplorasi marka SSR terpaut
korelasi antara karakter vegetatif dan sifat toleransi padi gogo terhadap
generatif perlu diperhitungkan untuk aluminium. J Biol Indones 13:97-106
menghasilkan rekombinan yang baik, Botstein D, White RL, Skolnick M, Davis RW
sehingga perakitan varietas unggul tersebut (1980) Construction of a genetic
lebih terarah dan efektif. Mulsanti et al. linkage map in man using restriction
(2013) menerangkan bahwa pengaruh fragment length polymorphisms. Am J
heterosis pada padi dikendalikan oleh multi Hum Genet 32:314-331
gen sehingga heterosis tidak cukup Chaerani, Hidayatun N, Utami DW (2009)
diterangkan hanya melalui jarak genetik. Pengembangan set multipleks
Akan tetapi, pemulia dapat memanfaatkan penanda DNA mikrosatelit untuk
plasma nutfah dengan jarak genetik yang analisis variasi genetik padi dan
jauh sehingga pilihan galur-galur lebih kedelai. J AgroBiogen 5:57-64.
banyak. doi: 10.21082/jbio.v5n2.2009.p57-64
Chaerani, Utami DW, Hidayatun N, Abdullah
KESIMPULAN B, Suprihatno B (2014) Asosiasi antara
marka SSR dengan ketahanan
Marka SSR yang digunakan mampu terhadap wereng batang coklat pada
mendeteksi keragaman genetik padi lokal varietas dan calon galur harapan padi.
Toraja Utara yang didukung dengan nilai J Entomol Indones 11:43-52. doi:
kisaran ukuran alel antara 106,75 s/d 311 bp, 10.5994/jei.11.1.43
dengan jumlah alel rata-rata 3 dan tingkat Chen MH, Bergman C, Pinson S, Fjellstrom
polimorfisme sebesar 0,53. Hasil analisis R (2008) Waxy gene haplotypes:
klaster menunjukkan bahwa pada koefisien Associations with apparent amylose
kemiripan genetik 0,38 terbentuk 3 klaster. content and the effect by the
Pada klaster I dan klaster II didominasi oleh environment in an international rice
padi yang tidak memiliki rambut pada ujung germplasm collection. J Cereal Sci
gabahnya, dan pada klaster III didominasi 47:536-545. doi:
oleh padi yang memiliki rambut pada ujung 10.1016/j.jcs.2007.06.013
gabahnya. Selain itu, terdapat 105 peluang Efendi R, Musa Y, Farid MB, Rahim MD, Azrai
pasangan heterotik potensial dengan nilai M, Pabendon MB (2015) Seleksi jagung
jarak genetik diatas 0,7. inbrida dengan marka molekuler dan
238
J Bioteknol Biosains Indones – Vol 5 No 2 Thn 2018
239
Keragaman Genetik 22 Aksesi Padi Lokal Toraja Utara... Ladjao et al.
240
VOLUME 5 NOMOR 2 DESEMBER 2018 ISSN 2548 – 611X
JURNAL
BIOTEKNOLOGI & BIOSAINS INDONESIA
ABSTRACT
The increase in protein demand is now of serious concern as the human population is
forecasted to rise to as much as 9.6 billion by 2050. The poultry industry is one of the largest
and fastest growing sectors of livestock production in the world. Increased production results
in increased sewage so that the impact on the emergence of environmental problems
associated with increased air pollution, water, and soil. The sustainability of animal feeds is
crucial in the development of livestock production systems, and feed efficiency can be
improved by reusing poultry waste in livestock diets, thus diminishing the use of feed grains.
There are several ways of disposing of poultry waste including burial, incineration,
composting, fertilizer or source of biogas energy and feed for livestock. Poultry manure is a
rich source of lignocelluloses, polysaccharides, proteins, minerals, and other biological
materials. It is currently expected some problems can be overcome by utilizing poultry
manure waste as an alternative feed source for livestock. This paper aims to review the
negative effects of excessive chicken manure and its benefits as an alternative feed for
livestock and fish.
ABSTRAK
Kenaikan permintaan protein menjadi perhatian serius karena populasi manusia diperkirakan
akan meningkat menjadi sebanyak 9,6 miliar orang pada tahun 2050. Industri perunggasan
merupakan salah satu sektor produksi ternak terbesar dan tercepat di dunia. Meningkatnya
hasil produksi tersebut akan menambah jumlah limbah sehingga berdampak pada
munculnya masalah lingkungan yang terkait dengan peningkatan polusi udara, air dan
tanah. Ketersediaan pakan hewan secara berkesinambungan sangat penting dalam
pengembangan sistem produksi ternak dan efisiensi pakan dapat ditingkatkan dengan
menggunakan kembali limbah unggas sebagai bahan pakan ternak, sehingga mengurangi
penggunaan biji-bijian sebagai sumber pakan. Ada beberapa metode mengurangi jumlah
manure ayam termasuk penguburan, insinerasi, pengomposan, pemupukan atau sumber
energi biogas dan pakan ternak. Kotoran unggas adalah sumber lignoselulosa, polisakarida,
protein, mineral dan bahan biologi lainnya. Saat ini diperkirakan beberapa permasalahan
bisa diatasi dengan memanfaatkan limbah manure unggas sebagai sumber pakan alternatif
bagi ternak. Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji dampak negatif dari manure ayam yang
berlebihan dan manfaatnya sebagai pakan alternatif untuk ternak dan ikan.
Kata Kunci: industri perunggasan, manure ayam, pakan alternatif, polusi, ternak
241
Manure Unggas: Suplemen Pakan Alternatif... Yanuartono et al.
242
J Bioteknol Biosains Indones – Vol 5 No 2 Thn 2018
penggunaan pakan harus efisien, tetapi tidak (Cu), seng (Zn), klor (Cl), boron (B), besi
mengganggu produksi ternak. Biaya (Fe) dan molybdenum (Mo) (Amanullah et al.
produksi dapat ditekan apabila efisiensi 2010). Mineral mineral tersebut sebagian
pakan meningkat (Natalia et al. 2016). besar berasal dari pakan, pakan tambahan
Penggunaan limbah ternak sebagai bahan (feed supplement), obat-obatan, dan air
pakan bermanfaat pula dalam mengurangi minum. Komposisi kimia manure unggas
pencemaran lingkungan. Atas dasar sangat bervariasi karena dipengaruhi oleh
permasalahan tersebut diatas maka para berbagai macam faktor seperti kandang
peneliti kemudian mencoba untuk sumber manure, pakan hewan, umur dan
memanfatkan manure unggas menjadi kondisi unggas, penyimpanan dan
sumber pakan alternatif guna menekan penanganannya serta litter yang digunakan.
biaya pakan yang semakin lama semakin
meningkat. Pengolahan manure unggas
Komposisi manure ayam sangat Manure unggas sudah lama
bervariasi tergantung pada berbagai macam dimanfaatkan sebagai bagian dari formulasi
faktor seperti fisiologis ayam, ransum yang pakan ternak, baik secara langsung melalui
dimakan, lingkungan kandang termasuk pengolahan secara fisik maupun secara
suhu dan kelembaban. Manure ayam segar kimiawi (Huang et al. 2017). Namun
mengandung 77-80% air, nitrogen (N) 1%, demikian sampai saat ini manure ayam
fosfor (P) 0,9% dan kalium (K) 0,5%. tersebut masih terbatas digunakan sebagai
Sedangkan dari total bahan kering, manure suplemen pakan ternak dalam konsentrasi
ayam mengandung N 5%, P 3,9%, dan K yang rendah. Rendahnya penggunaan
2,4%. (Kopec et al. 2016). Manure unggas tersebut disebabkan oleh berbagai macam
segar secara umum memiliki kandungan air faktor pada saat proses pembuatan dan
(70%) dan nitrogen (3,5%). Hasil penelitian penyimpanannya. Faktor tersebut antara lain
yang dilakukan oleh Jamila et al. (2009) seperti timbulnya emisi gas ammonia, polusi
menunjukkan bahwa manure ayam petelur nitrat, kontaminasi air permukaan, menarik
mengandung protein kasar sebesar 9,97%, lalat untuk datang dan berkembang biak,
lemak kasar 2,39%, BETN 27,96%, Ca gangguan kenyamanan lingkungan serta
7,6%, P 1,97% dan serat kasar 30,63%. penurunan nilai nutrisi (Amanullah et al.
Sedangkan manure ayam buras 2010). Lebih lanjut menurut Kader et al.
mengandung protein 9,65-11,62 %, bahan (2012), keberhasilan konversi manure
kering 91,75-94,04%, lemak 3,67-6,16% unggas menjadi bahan pakan tergantung
(Helda dan Sabuna 2012). Hasil penelitian pada proses penyimpanan dan perlakuan
Ghaly dan MacDonald (2012) menunjukkan yang digunakan. Perlakuan fisik untuk
bahwa kandungan protein kasar manure meningkatkan nilai nutrisi manure unggas
ayam yang dikeringkan adalah sebesar 422 dapat dilakukan dengan pengeringan
g/kg, karbohidrat 330 g/kg, serat kasar 65 (Lopez-Mosquera et al. 2008; Bernhart dan
g/kg dan lemak 63 g/kg. Nilai nutrisi manure Fasina 2009) dan pemanasan (Cim et al.
ayam sangat bervariasi tergantung pada 2014). Proses perlakuan kimiawi manure
kondisi dan metode pengolahannya. Rasio unggas biasanya dilakukan dengan
litter dengan manure serta kadar air menggunakan asam asetat, asam propionat
mengakibatkan besarnya variasi nilai nutrisi dan formalin (Glatz et al. 2011; Wales et al.
antar kandang. Hasil penelitian oleh 2013). Sedangkan proses biologis guna
Amanullah et al. (2010) menunjukkan bahwa meningkatkan nilai nutrisi manure ayam
manure ayam potong atau broiler adalah melalui fermentasi (Jamila et al.
mengandung N 2,2%, P 1,41% dan K 2009; Pamungkas et al. 2012), digesti
1,52%. Sedangkan hasil penelitian anaerobik (Thyagarajan et al. 2013),
kandungan manure ayam oleh Kolawole pembuatan kompos dan silase (Suryono et
(2016) menunjukkan bahwa kandungan N al. 2014).
adalah sebesar 2,98%, P 1,31% dan K Hasil penelitian Bernhart dan Fasina
2,34%. Manure unggas juga mengandung (2009) menunjukkan bahwa proses
unsur-unsur mineral yang lain seperti pengeringan dapat menghambat kecepatan
kalsium (Ca), magnesium (Mg), penurunan nilai nutrisi manure ayam. Proses
belerang/sulfur (S), mangan (Mn), tembaga pengeringan tersebut juga berdampak positif
243
Manure Unggas: Suplemen Pakan Alternatif... Yanuartono et al.
244
J Bioteknol Biosains Indones – Vol 5 No 2 Thn 2018
berat badan yang signifikan antara kelompok Penelitian yang dilakukan oleh Azizi et
yang diberi konsentrat dengan kelompok al. (2017) menunjukkan bahwa manure
yang diberi tambahan manure ayam. ayam yang telah dikeringkan dapat
Sedangkan Rossi et al. (1999) telah digunakan sebagai suplemen protein pada
melakukan penelitian pada sapi silang domba dengan pakan basal jerami. Hasil
Simmental Angus yang diberi pakan penelitian tersebut menunjukkan bahwa
konsentrat tinggi ditambah dengan manure tidak ada perbedaan signifikan terhadap
ayam dibandingkan dengan pakan kesehatan, penampilan domba, kecernaan
konsentrat tinggi ditambah dengan protein protein kasar, FCR dan ADG. Manure
kedelai. Hasil penelitiannya menunjukkan unggas dengan campuran bahan pakan lain
bahwa penampilan secara keseluruhan sapi juga dapat dibuat menjadi bentuk blok
percobaan tidak berbeda nyata antara (Hadjipanayiotou et al. 1993; Aye dan
kelompok penambahan manure dengan Adegun 2010). Aye (2013) melakukan
kedelai. Dengan demikian, jika ditinjau dari penelitian dengan menggunakan kambing
sisi ekonomi hasil penelitian tersebut West African Dwarf yang diberi pakan basal
menunjukkan bahwa pemberian manure Cnidosculus aconitifolius dengan suplemen
ayam mampu menekan biaya pakan jika Poultry Manure-Multinutrient Blocks
dibandingkan dengan penambahan kedelai. (CPMNB). Hasil penelitian tersebut
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Arave et menunjukkan bahwa kambing yang diberi
al. (1990) menunjukkan tidak ada perbedaan tambahan CPMNB memiliki performan lebih
yang signifikan kadar lemak susu antara sapi baik jika dibandingkan dengan kontrol tanpa
yang diberi tambahan manure unggas penambahan CPMNB. Hasil penelitian
dengan kontrol. Lebih lanjut Arave et al. tersebut menunjukkan bahwa CPMNB
(1990) juga menyatakan bahwa tidak ada mampu memperbaiki performan kambing
perubahan pada rasa susu antara sapi melalui peningkatan fermentasi pakan dalam
Holstein yang diberi tambahan manure rumen.
unggas dengan kontrol tanpa manure ayam. Hasil hasil penelitian yang bervariasi
Hasil penelitian tersebut juga menunjukkan dalam Tabel 1 tersebut dapat diakibatkan
bahwa penambahan manure unggas sampai oleh berbagai macam sebab seperti metode
17,4% dari total pakan mampu mencukupi proses pengolahan, dosis atau jumlah
asupan pakan untuk sapi dengan produksi manure ayam, ruminansia yang digunakan,
susu yang tinggi. Penelitian pengaruh durasi waktu penelitian dan pakan basal
pemberian suplemen manure unggas kering yang digunakan dalam penelitian. Hasil hasil
pada sapi jantan yang dikastrasi juga penelitian dalam Tabel 1 menunjukkan
menunjukkan tidak adanya perbedaan yang bahwa penelitian lebih banyak dilakukan
signifikan pada pertambahan bobot rata rata pada ruminansia kecil dan sapi potong.
perhari (ADG), asupan bahan kering dan Oleh sebab itu masih banyak
efisiensi pakan penelitian yang dapat dilakukan pada
West African 10, 20, 30% suplemen Pengeringan Peningkatan asupan Ukanwoko dan
Dwarf bahan pakan bahan kering Ibeawuchi 2009
Domba 170 g/kg pakan Silase Peningkatan performan San Pedro et al.
melalui peningkatan 2015
protein kasar
245
Manure Unggas: Suplemen Pakan Alternatif... Yanuartono et al.
ruminansia besar dan penelitian lebih Saat ini para peternak ikan, terutama
mendalam untuk memperoleh hasil yang dengan model integrated farming telah
maksimal dalam memanfaatkan manure banyak mulai memanfaatkan metode daur
ayam tersebut. Namun demikian, ulang limbah, salah satunya adalah dengan
pemanfaatan manure ayam tersebut juga memanfaatkan manure ayam sebagai bahan
harus mempertimbangkan aspek kesehatan tambahan pakan ikan (Elsaidy et al. 2015).
lingkungan dari tanah, air dan udara yang Di negara negara Asia, pemberian manure
mungkin dapat ditimbulkannya. ayam pada ikan tanpa melalui pengolahan
merupakan hal yang umum dilakukan dan
Sebagai pakan tambahan ikan telah banyak memberikan keuntungan,
Penggunaan bahan pakan namun demikian, jika jumlah yang diberikan
konvensional seperti biji-bijian dan protein berlebihan maka akan menekan jumlah
hewani untuk pakan ikan saat ini tidak lagi oksigen dalam air dan mengakibatkan
ekonomis karena meningkatnya permintaan tingkat kematian yang tinggi pada ikan
kebutuhan protein hewani dan industri (Adewumi et al. 2011). Sampai saat ini,
perikanan. Salah satu permasalahan utama pemeliharaan ayam dan ikan yang terpadu
yang dihadapi budidaya perikanan di hampir merupakan model integrated farming yang
semua negara berkembang adalah paling umum digunakan, dimana kandang
terbatasnya ketersediaan bahan pakan ayam dibangun di atas kolam ikan sehingga
sumber protein kualitas tinggi dengan harga manure ayam dan sisa pakan akan langsung
terjangkau. Penggunaan limbah organik dapat dimanfaatkan oleh ikan (Al Mamun et
diharapkan tidak hanya dapat memberikan al. 2011). Selain dimanfaatkan secara
alternatif sumber pakan ikan murah namun langsung sebagai pakan pada usaha
juga meminimalisir masalah yang terkait budidaya ikan, manure ayam juga
dengan pembuangan limbah organik dimanfaatkan sebagai pupuk organik untuk
memasuki lingkungan. menghasilkan plankton melalui proses
Di era globalisasi saat ini kita perlu fotosintesis (Obasa et al. 2009). Hasil
mencermati munculnya isu internasional penelitian Abbas et al. (2004) menunjukkan
yang bersifat multidimensi dan hal tersebut adanya peningkatan produksi ikan dalam
perlu kita sikapi dengan bijak. Isu yang kolam yang diberi manure ayam secara
banyak muncul dalam industri yang terkait langsung. Lebih lanjut, penelitian yang
dengan industri perikanan adalah kualitas dilakukan oleh Jha et al. (2008)
dan keamanan produk perikanan yang menunjukkan bahwa jumlah bakteri
dihasilkan. Saat ini kendala penggunaan heterotrofik dalam kolam ikan hias secara
manure ayam sebagai bahan tambahan signifikan lebih tinggi pada pemberian
pakan ikan adalah belum adanya kontrol manure ayam jika dibandingkan dengan
kualitas dan keamanannya jika digunakan pemberian pakan ikan komersial, manure
sebagai pakan ikan. Permasalahan lain yang sapi maupun plankton hidup. Hasil penelitian
kemungkinan dapat mempengaruhi kualitas tersebut diatas menunjukkan bahwa
dan keamanan produk ikan adalah pemberian manure ayam juga memiliki
penggunaan antibiotic growth promotor kemampuan meningkatkan kualitas air.
(AGP) pada pakan unggas. Dengan Menurut Obasa et al. (2009), pemberian
berbagai alasan tersebut maka pemerintah manure ayam sampai 60% mampu
mulai 1 Januari 2018 telah mengeluarkan menggantikan peran bungkil kedelai dalam
larangan terhadap penggunaan AGP pada meningkatkan pertumbuhan dan efisiensi
ternak. Larangan tersebut mengacu UU No. nutrisi Clarias gariepinus secara
41 tahun 2014 tentang Peternakan dan keseluruhan. Hasil penelitian tersebut
Kesehatan. Kementerian Pertanian pun kemungkinan disebabkan oleh adanya
mengeluarkan Permentan No. 14/2017 kenyataan bahwa kedelai masih banyak
tentang klasifikasi obat hewan. Larangan mengandung anti nutrisi yang salah satunya
tersebut diharapkan dapat menurunkan mengakibatkan penurunan aktivitas enzim
kejadian resistensi bakteri terhadap banyak pencernaan protein. Hasil penelitian lain
jenis antibiotik, yang pada akhirnya akan menunjukkan bahwa pemberian manure
meningkatkan kualitas dan keamanan ikan ayam juga mampu meningkatkan
yang mengonsumsi manure unggas. produktivitas melalui parameter
246
J Bioteknol Biosains Indones – Vol 5 No 2 Thn 2018
pertumbuhan harian rata rata/ daily growth unggas pada ikan, baik yang dilakukan di
rate (DGR) ikan nila (Oreochromis niloticus) Indonesia maupun luar negeri. Jenis ikan,
dan ikan mas (Cyprinus carpio) pada kolam jumlah atau dosis manure unggas serta
skala kecil atau skala rumah tangga (Endebu metode pemberian yang digunakan dalam
et al. 2016). Lebih lanjut, Kaur et al. (2015) peneltian tersebut juga bervariasi. Penelitian
dalam penelitiannya juga menunjukkan penelitian pemanfaatan manure unggas
bahwa manure ayam berpengaruh positif sebagai pakan alternatif terutama ditujukan
terhadap kualitas air kolam pemeliharaan untuk menekan biaya produksi terutama
dan pertumbuhan ikan mas (C. carpio) tanpa harga pakan yang semakin lama semakin
mempengaruhi komposisi lemak dan protein tinggi. Meskipun dari banyak hasil penelitian
dalam dagingnya. Menurut Adewumi et al. dapat disimpulkan bahwa manure ayam
(2011), hasil hasil penelitian tersebut diatas merupakan sumber nutrisi yang cukup baik
disebabkan karena manure ayam untuk ikan, namun menurut Mlejnkova dan
merupakan sumber nutrisi yang memiliki Sovova (2012) manure unggas tetap
kualitas cukup baik untuk ikan. Lebih lanjut, termasuk dalam kategori bahan organik
nilai nutrisi yang tinggi pada manure ayam berbahaya karena memiliki potensi risiko
kemungkinan disebabkan karena saluran yang besar terhadap kesehatan lingkungan
pencernaannya sangat pendek (enam kali air. Pendapat tersebut didukung oleh Hoa et
panjang tubuh) sehingga beberapa bahan al. (2011) yang menyatakan bahwa
pakan yang dimakan diekskresikan oleh lingkungan perairan dapat memainkan peran
ayam sebelum dicerna sepenuhnya. Hasil- penting untuk menyimpan dan menyebarkan
hasil penelitian menunjukkan bahwa 80% resistensi antibiotik di berbagai ekosistem.
berat kering bahan pakan dapat dicerna oleh Lebih lanjut, penggunaan manure ayam
ayam sehingga sekitar 20% dapat pada peternakan ikan terpadu diduga
dimanfaatkan oleh ikan dalam sistem mengakibatkan peningkatan resistensi
budidaya ayam dan ikan secara terpadu. bakteri sehingga dapat menjadi cermin
Tabel 2 menunjukkan berbagai hasil kualitas ikan serta lingkungan kolamnya
penelitian dampak pemberian manure (Neela et al. 2012). Dugaan tersebut
Rohu (Labeo rohita), Tergantung jumlah Peternakan ayam Peningkatan Sahoo dan
Silver carp yang jatuh ke kolam dan ikan terpadu bobot panen ikan Singh 2015
(Hypophthalmichthys
molitrix)
dan Grass carp
(Ctenopharyngodon
idella)
247
Manure Unggas: Suplemen Pakan Alternatif... Yanuartono et al.
248
J Bioteknol Biosains Indones – Vol 5 No 2 Thn 2018
30%. Hasil penelitiannya menunjukkan 60% diekskresikan dalam bentuk yang tidak
bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan berubah atau sebagai metabolit aktif dalam
pada status kesehatan dan kualitas karkas urin. Penelitian lebih lanjut menunjukkan
yang dihasilkan. Namun demikian, hasil bahwa sekitar 67% dari tylosin yang
penelitiannya menunjukkan adanya terkonsumsi oleh ayam terutama akan
hubungan linier yang signifikan pada tingkat diekskresikan melalui tinja. Oleh sebab itu,
pertumbuhan dan efisiensi konversi pakan, jika limbahnya digunakan sebagai pupuk
dimana pada setiap kenaikan 10% akan atau bahan pakan alternatif kemungkinan
terjadi penurunan pertambahan bobot badan besar akan menimbulkan residu yang dapat
sebesar 0,02 kg/hari. Hasil penelitian Len et menyebabkan munculnya masalah
al. (2003) menunjukkan bahwa silase dapat lingkungan seperti pertumbuhan tanaman,
dibuat dari campuran manure ayam dengan potensi gangguan kesehatan pada manusia
dedak padi, tepung singkong, sari tebu dan dan hewan (Musa dan Abdullahi 2013;
residu singkong dan digunakan sebagai Okeke et al. 2015).
pakan babi. Penggunaan manure ayam Penelitian dampak manure terhadap
sebagai bahan campuran dalam silase munculnya residu antibiotik juga telah
berkisar 25-50% untuk babi dengan berat banyak dilakukan terutama pada
20-50 kg, sedangkan untuk babi dengan klortetrasiklin dan oksitetrasiklin (Du dan Liu
berat 50-70 kg, maksimal manure ayam 2012; Ho et al. 2014; Hou et al. 2015). Lebih
dalam campuran adalah 75%. Hasil hasil lanjut, munculnya residu antibiotik tersebut
penelitian diatas menunjukkan bahwa kemungkinan disebabkan oleh aplikasi
pemberian manure ayam yang telah melalui penggunaannya yang luas dan tidak
proses pengeringan maupun silase mampu terkendali (Bassil et al. 2013). Hampir 90%
meningkatkan performan babi secara dari semua antibiotik yang digunakan di
keseluruhan. peternakan hewan dan unggas telah
dilaporkan diberikan pada konsentrasi sub-
DAMPAK NEGATIF TERHADAP LINGKUNGAN terapeutik. Dari 90% tersebut, 70% dari ini
adalah untuk tujuan pencegahan penyakit
Saat ini, manure ayam dapat dan 30% untuk pemacu pertumbuhan
dimanfaatkan untuk berbagai macam (Kebede et al. 2014). Menurut Yang et al.
kepentingan, namun demikian di sisi lain (2014), penggunaan manure ayam yang
perlu adanya perhatian yang cukup besar mengandung antibiotik memiliki dampak
terhadap munculnya dampak negatif dari negatif dua sisi, yaitu meningkatnya
pemanfaatan manure tersebut, terutama resistensi antibiotik di alam bebas dan
terhadap kesehatan lingkungan. Menurut membantu penyebaran bakteri yang telah
Kaplan et al. (2011), polutan tersebut dapat resisten. Penggunaan pupuk kandang dari
menyebar melalui berbagai macam jalur dan hewan yang memperoleh pencegahan
pada akhirnya sebagian besar memasuki maupun pengobatan dengan antibiotik
rantai pakan ternak maupun makanan memiliki efek peningkatan resistensi dua kali
manusia. Dampak kerusakan lingkungan lipat. Salah satu contoh adalah yang terjadi
akibat penggunaan manure ayam dapat di China (Wang et al. 2016; Yang et al.
dibagi menjadi 3 macam, yaitu kerusakan 2016), dimana manure ayam yang diberi
tanah, pencemaran air dan kesehatan udara antibiotik mengandung beberapa strain
termasuk pemanasan global (Leip et al. bakteri resisten terhadap antibiotik. Lebih
2015). Munculnya dampak negatif tersebut lanjut hasil penelitian Yang et al. (2014)
kemungkinan besar disebabkan oleh menunjukkan bahwa penggunaan manure
pemberian pakan ayam komersial yang ayam tersebut sebagai pupuk tanaman
diberi berbagai macam tambahan suplemen seperti seledri dan timun mengakibatkan
dan mineral seperti Fe, Mn, Cu dan Zn. bakteri resisten antibiotik ditemukan dalam
Selain berbagai macam tambahan tersebut, konsentrasi lebih tinggi. Hal tersebut
dalam pakan ayam juga ditambahkan AGP mengindikasikan bahwa penyebaran bakteri
yang ditujukan untuk pencegahan, resisten antibiotik dapat terjadi akibat
pengobatan penyakit dan peningkatan pemberian antibiotik pada ayam, baik
produksi. Sekitar 25% dosis tetrasiklin oral sebagai growth promoter maupun terapi
diekskresikan dalam kotoran dan 50 sampai (FDA 2012; Adelowo et al. 2014). Laporan
249
Manure Unggas: Suplemen Pakan Alternatif... Yanuartono et al.
Manure ayam Manure segar Peningkatan pencemaran air dan Moreki dan
pedaging dan petelur udara sekitar lokasi peternakan Keaikitse 2013
Manure ayam Manure segar pencemaran air, tanah udara dan peningkatan Kostadinova et al.
pedaging jumlah koliform sekitar lokasi peternakan. 2014
Manure ayam Pupuk organik Multipel resisten terhadap gentamisin (10%), Oluyege et al. 2015
ciprofloxacin (20%), ceftazidime (48%),
sefotaksim (50%), norfloksasin (29%),
cefuroxime (53%), ceftriaxone (43%),
eritromisin (71%), vankomisin (44%) dan
penisilin (55%)
Manure ayam Manure segar Peningkatan residu tetrasiklin (0,01-1,38 Carballo et al. 2016
pedaging mg/kg) sedangkan oksitetrasiklin (OTC),
klortetrasiklin (CTC) dan doksisiklin (DOC)
masih dalam batas yang rendah (100 µg/kg)
Manure ayam petelur Manure segar Ampisillin, kotrimoksasole, nalidixic acid, Cookey dan
nitrofurantoin, kolistin, tetrasiklin, oksasilin Otokunefor 2016
eritromisin dan penisilin
Manure ayam Manure segar Peningkatan resistensi tetrasiklin, Wang et al. 2016
pedaging sulfonamida, kuinolon, aminoglikosida,
dan makrolida
Manure ayam Pupuk organik Kontaminasi sayuran oleh koliform, Atidégla et al. 2016
Escherichia coli dan Streptococci
250
J Bioteknol Biosains Indones – Vol 5 No 2 Thn 2018
daya dari limbah. Metode lain yang saat ini DAFTAR PUSTAKA
banyak diterapkan untuk mengatasi masalah
pencemaran lingkungan tersebut adalah Abbas S, Ahmed I, Akhtar P (2004) Effect of
dengan memanfaatkan manure ayam different levels of poultry droppings on
menjadi pakan alternatif untuk ruminansia the growth performance of major
atau ikan. carps. Pak Vet J 24:139-143
Hasil sejumlah penelitian yang Abd-Rahman AR, Cob ZC, Jamari Z,
disebutkan diatas dan tertera dalam Tabel Mohamed AM, Toda T, Ross OH
3 menunjukkan bahwa sebagian besar (2018) The effects of microalgae as
pemanfaatan manure ayam sebagai live food for Brachionus plicatilis
suplemen pakan tambahan dilakukan di (rotifer) in intensive culture system.
negara negara berkembang. Hal tersebut Trop Life Sci Res 29:127-138. doi:
tidaklah mengherankan karena saat ini 10.21315/tlsr2018.29.1.9
harga bahan bahan pakan semakin tinggi Adelowo OO, Fagade OE, Agers Y (2014)
sehingga digunakan bahan pakan alternatif Antibiotic resistance and resistance
yang relatif jauh lebih murah. Namun genes in Escherichia coli from poultry
demikian, penggunaan bahan alternatif farms, southwest Nigeria. J Infect Dev
tersebut memiliki risiko yang besar Ctries 8:1103-1112.
terhadap kondisi kesehatan lingkungan doi:10.3855/jidc.4222
yang pada akhirnya akan berakibat pada Adeoye PA, Hasfalina CM, Amin MSM,
kesehatan manusia. Di Indonesia, dengan Thamer AM, Akinbile CO (2014)
keluarnya larangan pemerintah terhadap Environmental implication of poultry
penggunaan AGP pada ternak mulai 1 waste generation and management
Januari 2018, diharapkan produk manure techniques in Minna, semi-arid region
ayam sebagai pakan alternatif akan lebih of Nigeria. Ann Res Rev Biol 4:1669-
menjamin kesehatan dan keamanan ternak 1681
yang mengonsumsinya, baik ruminansia, Adesehinwa AOK, Obi OO, Makanjuola BA,
unggas maupun ikan. Namun demikian, Adebayo AO, Durotoye ES (2010)
peran pemerintah masih sangat diperlukan Utilization of sun-dried on-farm
untuk mengawasi pelaksanaan larangan generated poultry litter as a feed
tersebut dilapangan sehingga benar benar resource for growing-finishing pigs. Afr
dapat terlaksana dengan baik. J Biotechnol 9:2821-2825. doi:
10.5897/AJB09.1821
KESIMPULAN Adewumi AA, Adewumi IK, Olaleye VF
(2011) Livestock waste-menace: Fish
Sebagai sumber pakan alternatif, wealth-solution. Afr J Environ Sci
manure ayam sangat sesuai digunakan di Technol 5:149-154
negara atau wilayah dimana terdapat Agbede TM, Ojeniyi SO, Adeyemo AJ
industri perunggasan namun tidak banyak (2008). Effect of poultry manure on soil
memiliki sumber pakan untuk ternak physical and chemical properties,
ruminansia, non ruminansia maupun ikan growth and grain yield of sorghum in
dengan kualitas yang memadai. Namun Southwest, Nigeria. American-
demikian, manure ayam yang berasal dari Eurasian J Sus Agric 2: 72-77
industri perunggasan memiliki aspek Akinfala EO, Komolafe OB (2011) Evaluation
negatif pada lingkungan yang terkait of different processing methods on the
dengan meningkatnya polusi udara, air dan nutrient composition of broiler litter and
tanah. Guna menurunkan atau its utilization by weaner pigs in the
meminimalisir aspek negatif yang timbul tropics. Livestock Res Rural Dev 23:1-
tersebut, manure ayam sebagai limbah 4
dapat diubah menjadi produk yang Al Mamun S, Nusrat F, Debi MR (2011)
bermanfaat untuk pupuk organik tanaman, Integrated farming system: Prospects
sumber energi alternatif dan sumber in Bangladesh. J Environ Sci & Natural
suplemen pakan alternatif untuk berbagai Resources 4:127-136. doi:
macam ternak. 10.3329/jesnr.v4i2.10161
251
Manure Unggas: Suplemen Pakan Alternatif... Yanuartono et al.
252
J Bioteknol Biosains Indones – Vol 5 No 2 Thn 2018
FDA (2012) Guidance for industry: the Total Environ 409:2894-2901. doi:
judicious use of medically important 10.1016/j.scitotenv.2011.04.030
antimicrobial drugs in food-producing Hou J, Wan W, Mao D, Wang C, Mu Q, Qin
animals. Center for Veterinary S, Luo Y (2015) Occurrence and
Medicine, Department of Health and distribution of sulphonamides,
Human Services, Food and Drug tetracyclines, quinolones, macrolides,
Administration 2012:209 and nitrofurans in livestock manure
Febrita E, Darmadi, Siswanto E (2015) and amended soils of Northern China.
Pertumbuhan cacing tanah (Lumbricus Environ Sci Pollution Res Int 22:4545-
rubellus) dengan pemberian pakan 4554. doi: 10.1007/s11356-014-3632-y
buatan untuk mendukung proses Huang J, Yu Z, Gao H, Yan X, Chang J,
pembelajaran pada konsep Wang C, Hu J, Zhang L (2017)
pertumbuhan dan perkembangan Chemical structures and
invertebrata. J Biogenesis 11:169-176 characteristics of animal manures and
Ghaly AE, MacDonald KN (2012) Drying of composts during composting and
poultry manure for use as animal feed. assessment of maturity indices. PLoS
Am J Agric Biol Sci 7:239-254. doi: ONE 12:e0178110. doi:
10.3844/Ajabssp.2012.239.254 10.1371/journal.pone.0178110
Glatz P, Miao Z, Rodda B (2011) Handling Ilaiayadeepan K, Durairaj K, Saravanan K
and treatment of poultry hatchery (2015) A comparative nutrient analysis
waste: A review. Sustainability 3:216- of vermicompost and goat manure
237. doi: 10.3390/su3010216 based on the growth of plant green
Hadjipanayiotou M, Labban LM, Kronfoleh gram (Vigna Radiate) Int J Modn Res
AE, Verhaeghe L, Naigm T, Al-Wadi Revs 3:728-730
M, Amin M (1993) Studies on the use Iwai CB, Ta-oun M, Seripong S, Champar-
of dried poultry manure in ruminant ngam N (2011) Vermicomposting:
diets in Syria. Livest Res Rural Dev good management practice for waste,
5:1-3 soil and yield safety. Department of
Han X, Rusconi N, Ali P, Pagkatipunan K, Plant Sciences and Agricultural
Chen F (2017) Nutrients extracted Resources, Land Resources and
from chicken manure accelerate Environment Section, Faculty of
growth of microalga Scenedesmus Agriculture, Khon Kaen University,
obliquus HTB1. Green and Sustainable Thailand
Chemistry 7:101-113. doi: Iyappan P, Karthikeyan S, Sekar S (2011)
10.4236/gsc.2017.72009 Changes in the composition of poultry
Helda, Sabuna C (2012) Fermentasi kotoran farm excreta (PFE) by the cumulative
kambing dan ayam dengan nira lontar influence of the age of birds, feed and
sebagai pakan ayam. Partner 19:112- climatic conditions and a simple mean
120 for minimizing the environmental
Hirpo LA (2017) Evaluation of integrated hazard. Int J Environ Sci 1:847-859
poultry-fish-horticulture production in Jamila, Tangdilintin FK, Astuti R (2009)
Arsi Zone, Ethiopia. Int J Fish Aquat Kandungan protein kasar dan serat
5:562-565 kasar pada feses ayam yang
Ho YB, Zakaria MP, Latif PA, Saari N (2014) difermentasi dengan Lactobacillus Sp.
Occurrence of veterinary antibiotics Pp 557-560. Prosiding Seminar
and progesterone in broiler manure Nasional Teknologi Peternakan dan
and agricultural soil in Malaysia. Sci Veteriner. 13-14 Agustus 2009.
Total Environ 488-489:261-267. doi: Puslitbang Peternakan, Bogor
10.1016/j.scitotenv.2014.04.109 Jamir T, Rajwade VB, Prasad VM, Lyngdoh
Hoa PTP, Managaki S, Nakada N, Takada C (2017) Effect of organic manures
H, Shimizu A, Anh DH, Viet PH, and chemical fertilizers on growth and
Suzuki S (2011) Antibiotic yield of sweet pepper (Capsicum
contamination and occurrence of annuum L.) hybrid Indam Bharath in
antibiotic-resistant bacteria aquatic shade net condition. Int J Curr
environments of northern Vietnam. Sci Microbiol App Sci 6:1010-1019 doi:
253
Manure Unggas: Suplemen Pakan Alternatif... Yanuartono et al.
254
J Bioteknol Biosains Indones – Vol 5 No 2 Thn 2018
255
Manure Unggas: Suplemen Pakan Alternatif... Yanuartono et al.
amaranths. J Bot 2014:ID 828750. doi: pada budidaya cacing sutra dengan
10.1155/2014/828750 sistem resirkulasi. J Akuakultur
Ozores-Hampton M (2012) Developing a Indones 13:132-139
vegetable fertility program using Rameshwar HY, Argaw A (2016) Manurial
organic amendments and inorganic value of khat waste vermicompost from
fertilizers. HortTechnology 22:743-750 Awday, Harar town, Ethiopia. Int J
Pamungkas GS, Sutarno, Mahajoeno E Recycl Org Waste Agricult 5:105-111.
(2012) Fermentasi lumpur digestat doi: 10.1007/s40093-016-0121-y
kotoran ayam petelur dengan kapang Ranadheera CS, Mcconchie R, Phan-Thien
Aspergillus niger untuk sumber protein K, Bell T (2017) Strategies for
pada ransum ayam. Bioteknologi 9:26- eliminating chicken manure odour in
34. doi: 10.13057/biotek/c090105 horticultural applications. World's
Paxton H (2010) The effects of selective Poultry Sci J 73:365-378. doi:
breeding on the architectural 10.1017/S0043933917000083
properties of the pelvic limb in broiler Rossi JE, Loerch SC, Borger ML (1999)
chickens: a comparative study across Poultry manure as a supplement in
modern and ancestral populations. J high concentrate diets limit-fed to beef
Anat 217:153-166. doi: 10.1111/j.1469- cows. Professional Animal Scientist
7580.2010.01251.x 15:258-263. doi: 10.15232/S1080-
Perez-Aleman S, Dempster DG, English PR, 7446(15)31772-1
Topps JH (1971) A note on dried Sahoo UK, Singh SL (2015) Integrated fish-
poultry manure in the diet of the pig and fish-poultry farming in East
growing pig. Anim Sci 13:361-364. doi: Kalcho, Saiha District of Mizoram,
10.1017/S0003356100029834 North-East India: An economic
Petmuenwai N, Iwai CB, Chuasavathi T, Ta- analysis. Int J Agric For 5:281-286. doi:
Oun M (2013) Using chicken manure 10.5923/j.ijaf.20150505.03
in vermicompost to manage different Salam NI, Malik A, Dewi R (2017) Formulasi
agro-industrial wastes. Int J Environ pakan kotoran ayam dengan
Rural Dev 4:69-74 persentase yang berbeda terhadap
Pinto-Ruiz R, Alfonso-Ruiz E, Gomez-Castro pertumbuhan ikan bandeng Chanos
H, Guevara-Hernandes F, Ruiz-Sesma Chanos di BBAP Takalar Provinsi
B, Jimenez-Trujillo JA (2012) Quality Sulawesi Selatan. Octopus 6:563-568
of chicken manure as cattle feed and San Pedro FM, Vara IAD, Bo´rquez JL,
its effect on composition of cow’s milk Gonzalez-Ronquill M (2015) The effect
and blood serum in a dry tropical of feeding fresh swine manure, poultry
pastoral system. J Anim Vet Adv waste, urea, molasses and bakery by-
11:289-294. doi: products ensiled for lambs. Int J
10.3923/javaa.2012.289.294 Recycl Org Waste Agricult 4:273-278.
Prabowo JA, Irdaf, Azizah S (2016) doi: 10.1007/s40093-015-0106-2
Efektivitas pemberdayaan peternak Shiyam JO, Binang WB (2011) Effect of
broiler melalui pola kemitraan inti poultry manure and urea-n on
plasma oleh PT. Jaguar Farm di flowering occurrence and leaf
Kabupaten Malang. J Ilmu-Ilmu productivity of Amaranthus cruentus. J
Peternakan 26:49-59. doi: Appl Sci Environ Manage 15:13-15.
10.21776/ub.jiip.2016.026.02.7 doi: 10.4314/jasem.v15i1.65667
Priyadarshini M, Manissery JK, Gangadhara Singh RK, Vartak VR, Chavan SL, Desai AS,
B, Keshavanath P (2011) Influence of Khandagale PA, Sawant BT, Sapkale
feed, manure and their combination on PH (2010) Management of waste
the growth of Cyprinus carpio (L.) fry organic matters and residential used
and fingerlings. Turk J Fish Aquat Sci water for culture and biomass
11:577-586. doi: 10.4194/1303-2712- production of red worm Tubifex tubifex.
v11_4_11 Int J Environ Waste Manage 5:140-
Putri DS, Supriyono E, Djokosetiyanto D 151. doi: 10.1504/IJEWM.2010.029698
(2014) Pemanfaatan kotoran ayam Suryono, Dewi WS, Sumarno (2014)
fermentasi dan limbah budidaya lele Pemanfaatan limbah peternakan
256
J Bioteknol Biosains Indones – Vol 5 No 2 Thn 2018
dalam konsep pertanian terpadu guna ruminants. Asian J Anim Vet Adv 7:283-
mewujudkan pertanian yang 287. doi: 10.3923/ajava.2012.283.287
berkelanjutan. Caraka Tani J Ilmu-Ilmu Wales A, McLaren I, Rabie A, Gosling RJ,
Pertanian 29:96-100. doi: Martelli F, Sayers R, Davies R (2013)
10.20961/carakatani.v29i2.13378 Assessment of the anti-Salmonella
Thyagarajan D, Barathi M, Sakthivadivu R activity of commercial formulations of
(2013) Scope of poultry waste organic acid products. Avian Pathol
utilization. IOSR J Agric Vet Sci 6:29-35 42:268-275. doi:
Ukanwoko AI, Ibeawuchi JA (2009) Nutrient 10.1080/03079457.2013.782097
intake and digestibility of West African Wang N, Guo X, Yan Z, Wang W, Chen B,
dwarf bucks fed poultry waste-cassava Ge F, Ye B (2016) A comprehensive
peels based diets. Pak J Nutr 8:1461- analysis on spread and distribution
1464. doi: 10.3923/pjn.2009.1461.1464 characteristic of antibiotic resistance
UN (2013) World Population Prospects: The genes in livestock farms of
2012 Revision, Highlights and Southeastern China. PLoS One
Advance Tables. Department of 11(7):e0156889. doi:
Economic and Social Affairs, United 10.1371/journal.pone.0156889
Nations, New York Yang Q, Ren S, Niu T, Guo Y, Qi S, Han
Unal HB, Bayraktar ÖH, Alkan I, Akdeniz RC X, Liu D, Pan F (2014) Distribution of
(2015) Evaluation possibilities of antibiotic-resistant bacteria in chicken
chicken manure in Turkey. J Agric Eng manure and manure-fertilized
2:5-14. doi: 10.14654/ir.2015.154.116 vegetables. Environ Sci Pollut Res Int
Utete B, Dzikiti B (2013) Comparative study 21:1231-1241. doi: 10.1007/s11356-
of maize bran and chicken manure as 013-1994-1
fish feed supplement: effects on Yang Q, Zhang H, Guo Y, Tian T (2016)
growth rate of Oreochromis niloticus in Influence of chicken manure
pond culture systems. Int J fertilization on antibiotic-resistant
Aquaculture 3:23-29. doi: bacteria in soil and the endophytic
10.5376/ija.2013. 03.0006 bacteria of pakchoi. Int J Environ Res
Uzatici A (2012) The importance of Public Health 13:662. doi:
nonprotein nitrogen (NPN) in feeding 10.3390/ijerph13070662
257
J Bioteknol Biosains Indones – Vol 5 No 2 Thn 2018
1 C
16S rRNA................................. 139, 141, 147 CCA ........ 119, 120, 121, 122, 123, 124, 125
cephalosporin C .............................. 119, 126
2 Cinnamomum burmanni ..........204, 205, 213
2.2-difenil-1-pikrilhidrazil ......................... 204 curcumin ................. 149, 150, 155, 156, 212
2.2-diphenyl-1-picrylhydrazyl .................. 204
D
7 daun sembung . 111, 112, 113, 114, 115, 116
7-ACA ..............................119, 120, 122, 126 daya apung ..... 127, 128, 129, 131, 135, 136
daya serap air.......... 127, 129, 134, 135, 136
A
E
Actinomycetes.................................. 139, 147
Aktinomisetes .......................... 139, 140, 146 endophytic bacteria .................214, 221, 257
aktivitas antijamur . 149, 150, 151, 152, 153, endophytic fungi ......................204, 212, 221
154, 155 Escherichia coli ..... 120, 126, 141, 168, 169,
aktivitas spesifik ..............119, 120, 121, 123 176, 197, 251
alternative feed................................ 196, 241
F
antagonistic test, ..................................... 214
antibacterial ............. 117, 139, 147, 155, 156 F. oxysporum f.sp .. 214, 215, 216, 217, 218,
antibakteri112, 139, 140, 141, 143, 144, 146, 220
151, 156, 164, 171, 174, 221 FCR ........................ 196, 197, 200, 201, 245
antifungal activity.............147, 149, 155, 156 fermentasi121, 125, 127, 128, 129, 130, 131,
antioksidan .... 112, 116, 158, 164, 169, 204, 132, 133, 134, 135, 136, 138, 190, 196,
205, 206, 207, 209, 210, 211, 212, 213 197, 199, 200, 201, 202, 203, 243, 244,
antioxidant .............. 117, 155, 166, 204, 213 245, 248, 254, 255, 256
asam humat .. 168, 169, 170, 171, 172, 173, fermentation............ 127, 194, 195, 196, 203
174, 175, 176 floatability ................................................. 127
ayam196, 197, 198, 199, 200, 201, 202, 203, floating feed ............................................. 127
241, 242, 243, 244, 245, 246, 247, 248, freshwater sediment ......................... 139, 148
249, 250, 251, 252, 253, 254, 255, 256
ayam kampung196, 197, 199, 200, 201, 202, G
203, 248, 252, 255 gamma radiation .............................. 188, 195
genetic diversity .............. 222, 228, 229, 230
B genetic similarity .............................. 222, 230
bakteri endofit 214, 215, 216, 217, 218, 219, genetic variation .............................. 222, 228
220
Benggala goat ........................................ 222 H
bioactive compound ................................ 214 high-fat diet .............................................. 111
bioreactor ........................................ 177, 185 hiperurisemia ...........................157, 158, 166
bioreaktor177, 178, 179, 180, 181, 182, 183, humic acid ...............................168, 175, 176
184, 185 hyperuricemia .................................. 157, 166
258
J Bioteknol Biosains Indones – Vol 5 No 2 Thn 2018
I P
industri perunggasan ...............241, 242, 251 padi lokal 230, 231, 232, 234, 235, 236, 237,
238, 239
K pakan alternatif128, 196, 197, 241, 242, 243,
kambing Benggala.. 222, 223, 225, 226, 227 247, 249, 251
kampung chicken .................................... 196 pakan apung... 127, 128, 129, 130, 132, 133,
kapang endofit204, 205, 206, 208, 210, 211, 134, 135, 136
212, 213 pakan tenggelam .... 127, 128, 129, 130, 132,
KC mold ................................................... 188 133, 134, 135, 136
kelapa sawit ... 188, 189, 194, 214, 215, 216, pakan tinggi lemak ........... 111, 112, 114, 116
217, 220, 221 peat soil........................................... 168, 176
kemiripan genetik .. 222, 226, 227, 230, 236, pelarut fosfat ........... 139, 140, 142, 145, 146
238 phosphate solubilizing...................... 139, 147
keragaman genetik 222, 223, 224, 226, 227, Pityrosporum ovale ......................... 149, 151
230, 231, 232, 236, 238 polifenol total................... 157, 161, 165, 166
kultur tunas .............................................. 177 pollution........................................... 241, 254
polusi............................... 241, 242, 243, 251
L polymorphism rate ...................................230
poultry industry ........................................241
Lactobacillus casei 196, 197, 202, 203, 248,
poultry manure .........................................241
255
protein purification ...................................119
limpa ....... 168, 169, 170, 171, 174, 175, 176
pulpa putih ...... 168, 169, 170, 171, 174, 175
lipase140, 188, 189, 190, 191, 193, 194, 195
purifikasi protein.......................................119
livestock .......................... 241, 253, 254, 257
local rice .................................................. 230 R
M radiasi sinar gama .......... 188, 189, 191, 194
RAPD .............................. 222, 223, 227, 228
Manggarai Barat ......................222, 223, 228
rat ............................ 111, 117, 118, 175, 176
manur...... 196, 197, 198, 199, 200, 201, 255
manure... 196, 202, 241, 242, 243, 244, 245, S
246, 247, 248, 249, 250, 251, 252, 253,
254, 255, 256, 257 sappan ...157, 158, 159, 162, 163, 165, 166,
marka SSR .... 230, 232, 234, 235, 236, 238, 167
239, 240 sedimen air tawar ........... 139, 140, 143, 146
micropropagation ............................. 177, 185 sefalosporin C ................................. 119, 120
mikropropagasi ................................ 177, 182 Sefalosporin-C asilase.................... 119, 120
monocarbonyl .......................................... 149 sel spermatogenik .... 111, 112, 114, 115, 116
monokarbonil ................................... 149, 150 sembung leaf ...........................................111
seminiferous tubules................................111
N senyawa aktif . 116, 163, 205, 210, 212, 214,
217, 219, 220
NA mold ................................................... 188
shoot culture ............................................177
Neofusicoccum parvum ...........204, 211, 212
sinar ultraviolet................ 188, 189, 190, 191
North Toraja............................................. 230
sinking feed ..............................................127
O sintesis ...149, 150, 151, 153, 154, 155, 182,
189
oil palm ....................................188, 214, 220 Solanum tuberosum ............... 177, 185, 186
specific activity .........................................119
259
J Bioteknol Biosains Indones – Vol 5 No 2 Thn 2018
260
J Bioteknol Biosains Indones – Vol 5 No 2 Thn 2018
INDEKS PENGARANG
A
I Gede Widhiantara .................................... 111
A.A. Ayu Putri Permatasari ......................... 111 Imam Suja’i ............................................... 127
Ade Lia Putri ............................................. 139 Indra Rachmawati ..................................... 119
Agus Sundaryono ..................................... 214 Ismi Rahmawati ........................................ 149
Ahmad Wibisana ...................................... 119 K
Alfarisa Nururrozi.............................. 196, 241 Karyanti ..................................................... 177
Anis Herliyanti Mahsunah ........................ 119 L
Anna Safarrida ......................................... 119 Linda Novita .............................................. 177
Aris Indriawan ........................................... 188 Lulu Suliswati ............................................ 127
B M
Bedah Rupaedah ..................................... 214 Mia Kusmiati ............................................. 139
C Muh. Riadi ................................................. 230
Catur Sriherwanto .................................... 127 N
Churiyah ................................................... 157 Ni Putu Eny Sulistya Dewi .......................... 111
D Nisa Rachmania Mubarik ......................... 204
Dadang Suhendar .................................... 188 Nurman Haribowo ..................................... 241
Desi Purwaningsih .................................... 149 P
Dewi Yustika Sofia ................................... 177 Partomuan Simanjuntak ........................... 204
Dhasia Ramandani ................................... 196 Puspita Lisdiyanti ...................................... 139
Diah Wulandari Rousdy ........................... 168 R
Dian Japany Puspitasari .......................... 119 Rinaldi Sjahril ............................................ 230
E Rini Widayanti ........................................... 222
Elvi Rusmiyanto Pancaning Wardoyo...... 168 S
Emilia Candrawati .................................... 214 Sasmito Wulyoadi ..................................... 119
F Sidrotun Naim ........................................... 119
Fauzy Rachman ....................................... 204 Silvia Melinda Wijaya................................ 119
Ferbian Milas Siswanto .............................. 111 Slamet Rahardjo ....................................... 241
H Soedarmanto Indarjulianto ............... 196, 241
Hary Purnamaningsih ............................... 241 Sri Ningsih ................................................ 157
Hayat Khairiyah ........................................ 177 Suhendra Pakpahan ................................. 222
Holy Ekklesia Ladjao ................................ 230 Sumpono................................................... 214
I Suyanto ..................................................... 119
I Gede Suparta Budisatria ........................ 222 T
Tati Sukarnih ............................................. 177
261
J Bioteknol Biosains Indones – Vol 5 No 2 Thn 2018
262