Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sepsis merupakan komplikasi infeksi yang berpotensi mengancam nyawa.
Sepsis dapat terjadi pada siapa saja, bahkan yang paling berbahaya jika terjadi
pada orang yang sudah lanjut usia atau yang mengalami penurunan sistem
kekebalan tubuh.1 Sepsis adalah penyakit yang umum di perawatan intensif
dimana hampir 1/3 pasien yang masuk ICU adalah sepsis. Sepsis merupakan satu
di antara sepuluh penyebab kematian di Amerika Serikat. Angka kejadian sepsis
meningkat secara bermakna dalam dekade lalu. Telah dilaporkan angka kejadian
sepsis meningkat dari 82,7 menjadi 240,4 pasien per 100.000 populasi antara
tahun 1979 – 2000 di Amerika Serikat dimana kejadian sepsis berat berkisar
antara 51 dan 95 pasien per 100.000 populasi. Adanya dukungan perbaikan
perawatan dan terapi antibiotik, angka kematian di rumah sakit mengalami
penurunan dari waktu ke waktu menjadi sekitar 20 persen, namun total jumlah
kematian yang terus meningkat membuat sepsis sebagai penyebab kesepuluh
utama kematian di Amerika Serikat.2
Sepsis terjadi ketika tubuh melepaskan senyawa kimia ke dalam aliran
darah untuk melawan infeksi dan memicu reaksi inflamasi di seluruh tubuh.
Reaksi inflamasi ini menciptakan gumpalan darah mikroskopis yang dapat
memblokir perfusi nutrisi dan oksigen ke organ, menyebabkan disfungsi organ.
Jika sepsis berlanjut menjadi syok sepsis, tekanan darah turun drastis dan orang
tersebut dapat meninggal.1
Orang yang paling berisiko untuk sepsis adalah mereka yang sistem
kekebalan tubuh melemah. Mereka termasuk orang dengan penyakit seperti
infeksi HIV/AIDS, multiple sklerosis, diabetes, dan limfoma, transplantasi organ,
pasien yang menggunakan obat penekan kekebalan, dan orang yang menerima
kemoterapi. Orang lain yang berisiko adalah mereka yang telah menjalani operasi,
yang memiliki perangkat invasif seperti kateter urin atau jalur intravena (IV),

1
orang yang mengalami luka bakar yang meliputi sebagian besar dari tubuh
mereka, atau yang mengalami trauma akut. Neonatus, wanita hamil, dan individu
di atas usia 85 tahun yang memiliki kondisi medis serius lainnya beresiko sangat
tinggi untuk mengalami syok septik. Risiko ini tidak tergantung jenis kelamin atau
ras, tetapi meningkat seiring dengan bertambahnya usia, syok septik terjadi paling
sering pada individu di atas usia 35 tahun.1,2

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Sepsis adalah respon inflamasi sistemik terhadap infeksi. Dalam klinis,
sepsis didiagnosis bila adanya infeksi nyata atau curiga infeksi dengan respon
sistemik yang disebut Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS). Sumber
infeksi dapat diketahui, seperti pneumonia, infeksi saluran kemih, atau kulit atau
infeksi jaringan lunak, atau infeksi lainnya. Sesuai dengan North American
Consensus Conference tahun 1991, SIRS didefinisikan dengan adanya paling
sedikit 2 dari gejala dibawah ini:3
a. Temperatur > 38⁰C atau < 36⁰C
b. Frekuensi nadi > 90 denyut/menit
c. Frekuensi nafas > 20 nafas/menit atau PaCO2 < 32 mmHg
d. Leukosit > 12.000 sel/mm3, 4000 sel/mm3 atau > 10% bentuk batang
muda.
Sepsis berat berhubungan dengan adanya sepsis dan satu atau lebih
gangguan organ. Syok septik didiagnosis dengan adanya sepsis berat dan adanya
gagal sirkulasi akut walaupun telah dilakukan resusitasi cairan. Syok septik adalah
bentuk sepsis berat terkait dengan tekanan darah rendah yang mengancam nyawa.
Ini menyebabkan disfungsi semua organ karena gangguan oksigenasi dan perfusi
darah. Dengan sepsis berat, kegagalan organ vital terjadi, dan paru-paru adalah
salah satu organ yang paling sering terkena. Sepsis adalah umum kondisi di unit
perawatan intensif (ICU) dan berhubungan dengan mortalitas tinggi, morbiditas,
dan biaya.3
Berdasarkan American College of Chest Physicians/Society of Critical
Care Medicine Consensus Conference, definisi dari tingkatan sepsis, yaitu:4,5

3
Tabel 2.1 Definisi Tingkatan Sepsis4,5
Variabel Definisi
Respon Inflamasi Bila terdapat 2 atau lebih dari gejala di bawah ini:
⁻ *Suhu > 38,3⁰ C atau < 36⁰ C (> 100,0⁰ F atau < 96,8⁰ C)
⁻ Leukosit > 12000 atau < 4000, atau > 10% sel batang
⁻ Nadi > 90 kali/ menit
⁻ Frekuensi nafas > 20 kali/ menit
⁻ Hiperglikemia> 120 mg/dl
⁻ Perubahan status mental
⁻ Laktat > 2
⁻ Penurunan pengisian kapiler > 2 detik
Sepsis Respon inflamasi + diperkirakan atau diidentifikasi sumber
infeksi
Sepsis Berat Sepsis + disfungsi organ, hipotensi sebelum resusitasi cairan
atau laktat ≥ 4 mmol/ L
Septik Syok Sepsis berat + hipotensi (meskipun telah diresusitasi cairan 20-
40 ml/kgBB)
Sindrom disfungsi multiple Terjadi perubahan dari fungsi organ pada pasien dengan
organ (MODS) penyakit akut seperti homeostasis yang tidak dapat dikontrol
tanpa intervensi.
*Hiper/hipotermia pada pediatrik : suhu > 38,5⁰ C atau < 35⁰ C
Hiperglikemia tanpa terdapat riwayat diabetes mellitus. Hipoglikemia tanpa diabetes, pada pasien
dengan imunokompromise meningkatkan kemungkinan infeksi.
Disfungsi organ dapat didefinisikan sebagai kegagalan respirasi, gagal ginjal akut, gagal hati akut,
koagulopati, atau trombositopenia. Hasil laboratorium yang menunjang disfungsi organ termasuk
PaO2/ FiO2 < 300 mmHg, kreatinin > 2,0 atau peningkatan kretainin > 0,5 mg/dl. INR > 1,5, PTT
> 60 detik, trombosit < 100000/ml, bilirubin total > 4 mg/dl, GCS < 13. Keadaan klinis ini tidak
dapat dijelaskan dengan etiologi yang jelas.

2.2 Etiologi
Syok septik dapat disebabkan oleh virus dan jamur, kebanyakan karena
infeksi bakteri. Umumnya bakteri gram negatif menyebabkan syok septik
termasuk flora normal dari usus (oportunistik) seperti Escherichia coli, Klebsiella,
Enterobacter, dan Proteus. Syok gram negatif lainnya menyebabkan septik adalah
Pseudomonas aeruginosa. Bakteri anaerob yang paling umum dapat
menyebabkan sepsis adalah Bacteroides fragilis. Sekitar 45% kasus septikemia
disebabkan oleh bakteri gram negatif. biasanya gram positif menyebabkan syok
septik termasuk Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumoniae, spesies
Enterococcus yang merupakan flora normal usus, dan Streptococcus pyogenes.
Penyebab paling umum dari sepsis neonatorum Grup B Streptococcus (GBS).
Sekitar 45% kasus septikemia disebabkan oleh bakteri gram positif. Sekitar 10%
dari kasus septikemia disebabkan jamur, terutama Candida ragi. Sumber untuk

4
sepsis adalah infeksi di tempat lain dalam tubuh. Organisme tertentu ini sering
berhubungan dengan sumber tempat infeksi tertentu:6
⁻ Infeksi paru-paru: Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae,
spesies Legionella, Chlamydia pneumoniae.
⁻ Luka, infeksi jaringan lunak: Streptococcus pyogenes, Staphylococcus
aureus, Clostridium spesies, Pseudomonas aeruginosa, anaerob.
⁻ Infeksi saluran kemih: Escherichia coli, Klebsiella spesies, spesies
Enterobacter, spesies Proteus, spesies Enterococcus.
⁻ Sistem saraf pusat: Streptococcus pneumoniae, Neisseria meningitidis,
Listeria monocytogenes, Escherichia coli, Haemophilus influenzae,
Pseudomonas aeruginosa, Klebsiella spesies, spesies Staphylococcus.6

2.3 Patogenesis
Untuk melindungi terhadap infeksi, tubuh host mendeteksi keberadaan
mikroorganisme. Tubuh melakukan dengan mengenali molekul unik untuk
mikroorganisme yang tidak berhubungan dengan sel manusia. Molekul-molekul
yang unik disebut patogen terkait pola molekuler. Dinding sel bakteri, seperti
monomer peptidoglikan, asam teichoic, LPS, asam mycolic, peptida formil, dan
manosa, mengikat reseptor pengenalan pola pada berbagai sel-sel pertahanan
tubuh, menyebabkan untuk mensintesis dan mensekresikan berbagai protein yang
disebut sitokin. Sitokin ini berfungsi memberi pertahanan seperti peradangan,
fagositosis, aktivasi jalur komplemen, dan aktivasi koagulasi.7
Sitokin adalah protein antar sel yang dihasilkan oleh satu sel yang
kemudian mengikat sel-sel lain di daerah tersebut dan mempengaruhi aktivitas
mereka dalam beberapa cara. Sitokin seperti Tumor Necrosis Factor-Alpha (TNF-
alfa), interleukin-1 (IL-1), interleukin-6 (IL-6), dan interleukin-8 (IL-8) yang
dikenal sebagai sitokin proinflamasi karena mengaktivasi peradangan . Beberapa
sitokin seperti IL-8 juga dikenal sebagai kemokin. Sel sel tersebut merespon
inflamasi dengan pengeluaran sel darah putih untuk meninggalkan pembuluh
darah dan memasuki jaringan di sekitarnya, dengan chemotactically menarik sel-
sel darah putih ke lokasi infeksi, dan dengan memicu neutrofil untuk melepaskan

5
agen membunuh untuk membunuh ekstraseluler. Selain mengativasi respon
inflamasi, sitokin yang sama juga mengaktifkan jalur komplemen serta jalur
koagulasi.7

Gambar 2.1 Respon Inflamasi Terhadap Sepsis7

Peradangan adalah respon pertama terhadap infeksi dan cedera dan sangat
penting untuk pertahanan tubuh. Pada dasarnya, respon inflamasi merupakan
usaha tubuh untuk mengembalikan dan mempertahankan homeostasis setelah
cedera. Sebagian besar elemen pertahanan tubuh yang terletak dalam darah, dan
peradangan adalah sarana yang sel-sel pertahanan tubuh dan bahan kimia
pertahanan meninggalkan darah dan memasuki jaringan di daerah sekitar terluka
atau terinfeksi. Pelepasan sitokin proinflamasi akhirnya menyebabkan vasodilatasi
pembuluh darah. Vasodilatasi adalah pembukaan reversibel dari zona junctional
antara sel-sel endotel dari pembuluh darah dan menyebabkan permeabilitas
pembuluh darah meningkat. Hal ini memungkinkan plasma, bagian cairan darah,
untuk memasuki jaringan di sekitarnya. Plasma mengandung bahan kimia
pertahanan seperti molekul antibodi, protein komplemen, lisozim, dan defensin.
Peningkatan permeabilitas kapiler juga memungkinkan sel darah putih untuk
menekan keluar dari pembuluh darah dan memasuki jaringan. Peradangan
merupakan bagian penting dari pertahanan tubuh. Peradangan yang berlebihan

6
atau berkepanjangan bisa menyebabkan kerusakan. Produk dari jalur komplemen
menyebabkan peradangan yang berlebihan, opsonisasi bakteri, kemotaksis fagosit
ke tempat yang terinfeksi, dan lisis MAC dari bakteri gram negatif. Produk-
produk dari koagulasi untuk penggumpalan darah sehingga menghentikan
perdarahan, peradangan yang berkelanjutan pada lokasi infeksi. Pada tingkat
sedang, peradangan, produk dari jalur komplemen, dan produk dari jalur koagulasi
sangat penting untuk pertahanan tubuh. Namun, proses yang sama dan produk
ketika berlebihan, dapat menyebabkan kerugian bagi tubuh.7
Ketika ada infeksi bakteri, rendahnya tingkat komponen dinding sel yang
hadir, hal ini menyebabkan produksi sitokin sampai sedang dengan hasil yang
terutama menguntungkan. Namun, dalam kasus infeksi berat dengan jumlah yang
sangat besar bakteri, tingkat tinggi komponen dinding sel yang hadir
menyebabkan produksi sitokin yang berlebihan dengan hasil menyebabkan
kerusakan pada tubuh. SIRS termasuk antigen super (Tipe 1 exotoxins) seperti
sindrom syok toksik toksin-1 (TSST-1) dihasilkan oleh beberapa strain
Staphylococcus aureus, eksotoksin pyrogenic streptokokus, diproduksi oleh strain
invasif langka dan strain demam berdarah Streptococcus pyogenes , dengn respon
inflamasi berlebihan disebut sebagai sindrom respon inflamasi sistemik atau
SIRS. Kematian adalah akibat dari apa yang disebut kaskade syok. Urutan
kejadian adalah sebagai berikut: Sindrom Respon Inflamasi Sistemik (SIRS):
Selama infeksi sistemik yang parah, respon inflamasi berlebihan dipicu oleh
kelebihan produksi sitokin seperti TNF-alpha, IL-1, IL-6, IL- 8, dan PAF sering
terjadi. Hal ini menyebabkan sitokin yang diinduksi secara berurutan sebagai
berikut: Pembuluh darah melebar dan leukosit fagositik ( neutrofil) yang berada di
dinding kapiler dalam jumlah. Kemokin seperti IL-8 mengaktivasi neutrofil
sehingga melepaskan protease dan radikal oksigen beracun di dalam pembuluh
darah. Ini adalah bahan kimia beracun yang sama digunakan neutrofil untuk
membunuh mikroba, tetapi sekarang mereka dibuang ke sel endotel vaskular yang
neutrofil telah terikat didalamnya. Hal ini menyebabkan kerusakan pada dinding
kapiler dan kebocoran darah.7

7
Gambar 2.2 Kerusakan Pembuluh Darah7

Vasodilatasi berkepanjangan dan peningkatan permeabilitas kapiler


menyebabkan plasma untuk meninggalkan aliran darah dan memasuki jaringan.
Vasodilatasi berkepanjangan juga menyebabkan penurunan resistensi pembuluh
darah yang nantinya menghasilkan penurunan tekanan darah (hipotensi) dan
perfusi darah yang berkurang melalui jaringan dan organ. Kerusakan pada kapiler
dan vasodilatasi hasil berkepanjangan dalam darah dan plasma meninggalkan
aliran darah dan memasuki jaringan. Hal ini dapat menyebabkan penurunan
volume sirkulasi darah (hipovolemia). Aktivasi dari jalur koagulasi darah dan
bersamaan down-regulasi mekanisme antikoagulasi menyebabkan gumpalan
terbentuk dalam pembuluh darah ke seluruh tubuh. Hal ini disebut koagulasi
intravaskular diseminata (DIC) . Hal ini semakin membatasi perfusi darah dan
oksigen melalui jaringan dan organ. Permeabilitas kapiler meningkat dan cedera
kapiler dalam alveoli paru-paru hasilnya dalam peradangan akut, edema paru, dan
hilangnya pertukaran gas. Hal ini disebut pernapasan sindrom gangguan akut
(ARDS).7
Penurunan perfusi kapiler dan kerusakan dalam hasil hati pada gangguan
fungsi hati dan kegagalan untuk menjaga kadar glukosa darah normal. Perfusi
berkurang juga menyebabkan ginjal dan cedera usus. Kombinasi hipotensi,
hipovolemia, DIC, kehilangan perfusi, dan ARDS, menyebabkan asidosis dan
penurunan curah jantung. Sitokin yang disebabkan kelebihan produksi oksida

8
nitrat (NO) oleh sel otot jantung menyebabkan gagal jantung. Secara kolektif, ini
adalah hasil peristiwa di syok septik ireversibel, sistem kegagalan organ multiple
(MSOF), dan kematian.7

2.4 Patofisiologi
Sepsis juga bisa disebabkan oleh mediator infeksi. Protein virus, jamur,
dan protozoa (sitokin dan kemokin) memainkan peran penting dalam respon
inflamasi mobilisasi tubuh untuk mengandung dan membasmi infeksi. kaskade
peristiwa mikroba yang mengubah metabolisme dan fungsi sel. Inflamasi
meningkatkan kekebalan antimikroba, namun hasil inflamasi berlebihan
menyebabkan organ-organ vital menjadi disfungsional dan rusak (karakteristik
sepsis berat). Sepsis berat adalah konsekuensi atau dampak dari mekanisme sistem
imun yang berlebihan. Suatu pertahanan normal antimikroba tubuh yang paling
terpengaruh oleh peradangan adalah pembuluh darah, yang bila terluka menjadi
bocor. Di paru-paru, perembesan cairan inflamasi di rongga paru dapat
mengganggu pertukaran oksigen dan karbon dioksida, mengakibatkan sindrom
gangguan pernapasan akut (ARDS), bentuk parah dari kegagalan respirasi.
Kenaikan luas dalam pembekuan darah di pembuluh darah kecil lebih
mengganggu aliran darah normal dan memberikan kontribusi untuk kerusakan
organ. Ketika peradangan sistemik intens mulai mereda, tubuh berusaha untuk
memperbaiki organ yang rusak. Melalui berbagai mekanisme, yaitu menghambat
pembentukan inflamasi sitokin dan kemokin. Dalam perbaikan tahap akhir,
terdapat proses yang disebut apoptosis, atau sel mati terprogram, sel inflamasi
akan mati dan tanpa bahaya dihilangkan dari jaringan. Proses ini juga dapat
maladaptif karena banyak mekanisme inflammasi juga dapat mempengaruhi
kekebalan terhadap infeksi dengan memberikan kontribusi terhadap kondisi
sebaliknya sebagai melumpuhkan system immun, di mana peradangan yang
menguntungkan pasien, berisiko tinggi untuk mengembangkan super-infeksi yang
lebih sulit untuk mengobati.7

9
2.5 Menifestasi Klinis
Gejala sepsis biasanya tidak spesifik dan termasuk demam, menggigil, dan
gejala konstitusional kelelahan, malaise, kecemasan, atau kebingungan. Gejala ini
tidak terbatas terhadap infeksi dan dapat dilihat dalam berbagai kondisi
peradangan tidak menular. Pasien didiagnosis dengan Sindrom Respon inflamasi
sistemik (SIRS) ketika pasien hadir dengan dua atau lebih kriteria berikut:6
1. Suhu > 38 ° C atau < 36 ° C
2. Denyut jantung > 90 kali/minute
3. Respirasi > 20/min atau PaCO2 < 32 mmHg
4. Leukosit hitung > 12.000 / mm3, < 4.000 / mm3
SIRS, sepsis, dan syok septik biasanya berhubungan dengan infeksi
bakteri, bakteremia tidak mungkin ada. Bakteremia adalah adanya bakteri yang
layak dalam komponen darah. Bakteremia bisa bersifat sementara, karena
umumnya adalah setelah cedera pada permukaan mukosa. Bakteremia mungkin
primer (tanpa fokus diidentifikasi infeksi) atau, lebih sering, sekunder (dengan
fokus intravaskuler atau ekstravaskuler infeksi) Angka kematian SIRS telah
dilaporkan menjadi sekitar 7%, yang pada sepsis adalah sekitar 16. - 20%, dan
bahwa dalam syok septik adalah sekitar 45%.6

2.6 Penegakan Diagnosis


Ketika pasien sepsis berkembang menjadi syok makrovaskular (hipotensi
refraktori) atau syok mikrovaskular (peninggian laktat), yang berada dalam bagian
kurva mortalitas serta identifikasi segera dan intervensi segera merupakan hal
yang penting untuk mencegah perburukan yang lebih cepat dan kematian.8
Pengenalan dini dan teliti dari tanda dan gejala sepsis diharuskan dalam
penerimaan pasien. Faktor risiko seperti umur, jenis kelamin, ras, status
imunocompromised dan pemakaian alat-alat invasive atau kondisi lain yang dapat
menyebabkan kolonisasi bakteri. Temuan klinis dan laboratorium sangat penting.
Demam adalah salah satu tanda infeksi walaupun hipotermia dapat terjadi pada
pasien-pasien tertentu. Tanda-tanda nonspesifik lainnya seperti takipneu dan
hipotensi sebaiknya juga diperiksa. Penyebab infeksi juga dicari dengan

10
pemeriksaan klinis yang cermat dan dapat dilengkapi dengan pemeriksaan x-ray,
CT scan, USG atau yang lainnya. Adanya gangguan organ dan beratnya gangguan
juga harus diperiksa.9

Tabel 2.2 Kriteria Diagnostik Sepsis4,10


Infection (documented or suspected) and some of the following:
General variables
Fever (core temperature > 38.3°C)
Hypothermia (core temperature < 36°C)
Heart rate > 90 bpm or > 2 SD above normal value for age
Tachypnea
Altered mental status
Significant edema or positive fluid balance (> 20 mL/kg over 24 hr)
Hyperglycemia (plasma glucose > 120 mg/dL or 7.7 mmol/L) in the absence of diabetes

Inflammatory variables
Leukocytosis (WBC count > 12 x 103/μL)
Leukopenia (WBC count < 4 x 103/μL)
Normal WBC count with 10% immature (band) forms
Plasma C-reactive protein > 2 SD above normal value
Plasma procalcitonin > 2 SD above normal value

Hemodynamic variables
Arterial hypotension (SBP < 90 mm Hg, MAP < 70 mm Hg, or an SBP decrease > 40 mm Hg in adults or
< 2 SD below normal for age)
Mixed venous oxygen saturation > 70%
Cardiac index > 3.5 L/min/m2

Organ dysfunction variables


Arterial hypoxemia (Pao2/Fio2 < 300)
Acute oliguria (urine output < 0.5 mL/kg/hr or 45 mmol/L for ≥ 2 hr)
Creatinine increase > 0.5 mg/dL
Coagulation abnormalities (INR > 1.5 or aPTT > 60 sec)
Ileus (absent bowel sounds)
Thrombocytopenia (platelet count < 100 x 103/μL)
Hyperbilirubinemia (plasma total bilirubin > 4 mg/dL or 70 mmol/L)

Tissue perfusion variables


Hyperlactatemia (> 1 mmol/L)
Decreased capillary refill or mottling
Adapted with permission from Levy MM, Fink MP, Marshall JC, et al. 2001 SCCM/ESICM/ACCP/ATS/SIS
International Sepsis Definitions Conference. SCCM/ESICM/ACCP/ATS/SIS. Crit Care Med 2003;31:1250–6.

aPTT = activated partial thromboplastin time; Fio2 = fractional concentration of oxygen in inspired gas; INR =
international normalized ratio; MAP = mean arterial pressure; Pao2 = partial arterial oxygen tension; SBP =
systolic blood pressure; SD = standard deviation; WBC = white blood cell.

2.7 Penatalaksanaan
Pengobatan sepsis dimulai dengan pencaharian secara teliti dan hati-hati
terhadap penyebab infeksi yang mendasari yaitu dengan pemeriksaan urin,
sputum, cairan spinal, dan darah untuk mencari bakteri, virus dan jamur pathogen.

11
Antibiotik spektrum luas sering diberikan awal, dan ini dapat dipersempit dalam
spektrum sekali bila organisme penyebab diketahui. Sebuah perhatian awal yang
utama mendukung sirkulasi dengan cairan intravena dan obat-obatan yang
meningkatkan tekanan darah dan meningkatkan aliran darah dan karena itu
meningkatkan jumlah oksigen yang dipasok ke organ vital dan jaringan. Pasien
dengan sepsis berat juga mungkin memerlukan studi diagnostik yang canggih,
seperti USG, CT- Scan, dan angiografi untuk menegakkan diagnosis dan untuk
pengobatan langsung untuk infeksi kantung empedu, obstruksi ginjal,
appendisitis, atau iskemik atau usus terperangkap. Perawatan suportif untuk
kegagalan paru-paru dan gagal ginjal sangat diperlukan. Pemeliharaan atau
perbaikan status gizi dan menghindari infeksi nosokomial dan komplikasi ICU
lain juga menjadi prioritas.11
Penanganan Severe sepsis dan syok septik saat ini bertujuan untuk
mangatasi infeksi, mencapai hemodinamik yang stabil, meningkatkan respon
imunitas, dan memberikan support untuk organ dan metabolisme. Surviving
Sepsis Campaign (SSC) adalah prakarsa global yang terdiri dari organisasi
internasional dengan tujuan membuat pedoman yang terperinci berdasarkan
evidence-based dan rekomendasi untuk penanganan Severe sepsis dan syok septik.
Penanganan berdasarkan SSC:9

1. Sepsis Resuscitation Bundle (initial 6 hours)


Resusitasi awal pasien sepsis harus dikerjakan dalam waktu 6 jam setelah
pasien didiagnosis sepsis. Hal ini dapat dilakukan di ruang emergensi sebelum
pasien masuk di ICU. Identifikasi awal dan resusitasi yang menyeluruh sangat
mempengaruhi outcome. Dalam 6 jam pertama “Golden hours” merupakan
kesempatan yang kritis pada pasien. Resusitasi segera diberikan bila terjadi
hipotensi atau peningkatan serum laktat > 4mmol/l. Resusitasi awal tidak hanya
stabilisasi hemodinamik tetapi juga mencakup pemberian antibiotik empirik dan
mengendalikan penyebab infeksi.9
Bundle resusitasi 6 jam berfokus pada identifikasi pasien berisiko tinggi,
serta mengukur dan mengelola resusitasi agresif awal dengan titik akhir tujuan

12
tertentu. Terapi tersebut melibatkan koreksi hipovolemia, hipotensi, dan depresi
miokard, yang semua berkontribusi terhadap hipoksia jaringan global di sepsis
berat dan syok septik. Terdapat tiga komponen dari bundel resusitasi 6-jam adalah
identifikasi awal, antibiotik dan pemeriksaan kultur dini, dan terapi yang
diarahkan pada tujuan awal (Early Goal-Directed Therapy/ EGDT). Calon EGDT
digambarkan sebagai orang-orang yang hipotensi karena tantangan cairan atau
mereka dengan kadar lactate ≥ 4 mmol /L. Kegunaan laktat sebagai biomarker
penunjuk kekurangan oksigen dan sebagai prediksi kematian jika tidak ditangani
secara tepat dan cepat.5

Tabel 2.3 Pemeriksaan Pendahuluan 6 Jam pada Sepsis Berat/ Syok Septik
Bundle5,10
Unsur-Unsur Bundle Deskripsi
1. Mengukur serum laktat Jika dicurigai sepsis, sepsis berat atau syok
septic

2. Pemberian antibiotic spectrum luas atau Dalam waktu 3 jam setelah ditegakkan
sesuai hasil kultur

3. Pada keadaan hipotensi (sistolik < 90 Pemberian resusitasi cairan kristaloid 20-40
mmHg, MAP < 65 mmHg), atau laktat ≥ ml/kgBB atau koloid yang setara.
4 mmol/L

4. Vasopresor Untuk hipotensi yang tidak respon terhadap


resusitasi awal untuk mempertahankan MAP
> 65 mmHg

5. Pada keadaan syok spetik (MAP < 65 Ukur CVP dan ScvO2
mmHg meskipun telah diberikan cairan – Pertahankan CVP > 8 mmHg
bolus 20-40 ml/ kgBB) atau laktat > 4 – Aktivasi MAP > 65 mmHg
mmol/L (36 mg/dl) – Ukur ScvO2

6. Jika ScvO2 < 70% dengan CVP > 8-12 Transfusi PRBC jika hematokrit < 30%,
mmHg, dan MAP > 65 mmHg kemudian berikan inotropik sampai ScvO2 >
70%
MAP, mean arterial blood pressure; SCV, central venous oxygenation saturation; CVP, central
venous pressure; PRBC, packed red blood cells.

Table adopted from discussion of the SSC Guidelines Steering Committee and the SSC Guidelines
Writing Committee in Catania, Italy, September 13, 2004.

13
a. Resusitasi Hemodinamik
Resusitasi awal dengan pemberian cairan yang agresif. Bila terapi cairan tidak
dapat memperbaiki tekanan darah atau laktat tetap meningkat maka dapat
diberikan vasopressor. Tantangan cairan pada pasien dengan hipovolemia diduga
dimulai dengan sedikitnya 1000 mL kristaloid atau 300-500ml koloid lebih dari
30 menit. Penanganan yang lebih cepat dan jumlah cairan lebih besar mungkin
diperlukan pada pasien dengan sepsis diinduksi jaringan hipoperfusi. Target terapi
CVP 8-12mmHg, MAP ≥ 65mmHg, produksi urin ≥ 0,5 cc/kg/jam, oksigen
saturasi vena kava superior ≥ 70% atau saturasi mixed vein ≥ 65%.12

b. Terapi inotropik dan Pemberian PRC


Jika saturasi vena sentral <70% pemberian infuse cairan dan/atau pemberian PRC
dapat dipertimbangkan. Hematokrit ≥ 30% diinginkan untuk menjamin oxygen
delivery. Meningkatkan cardiac index dengan pemberian dobutamin sampai
maksimum 20ug/kg/m.9

c. Terapi Antibiotik
Antibiotik segera diberikan dalam jam pertama resusitasi awal. Pemberian
antibiotik sebaiknya mencakup patogen yang cukup luas. Terdapat bukti bahwa
pemberian antibiotik yang adekuat dalam jam pertama resusitasi mempunyai
korelasi dengan mortalitas.9

d. Identifikasi dan kontrol penyebab infeksi


Diagnosis tempat penyebab infeksi yang tepat dan mengatasi penyebab infeksi
dalam 6 jam pertama. Prosedur bedah dimaksudkan untuk drainase abses,
debridemen jaringan nekrotik atau melepas alat yang potensial terjadi infeksi.9

14
Tabel 2.4 Resusitasi Awal dan Permasalahan Infeksi5
Kekuatan rekomendasi dan kualitas bukti telah dinilai dengan menggunakan kriteria GRADE
(Grades of Recommendation, Assessment, Development and Evaluation), yang disajikan dalam
tanda kurung setelah masing-masing pedoman. Sebagai tambahan kejelasan: • "kami
merekomendasikan" menunjukkan rekomendasi yang kuat; atau "kami menyarankan"
menunjukkan rekomendasi yang lemah.
– Mulai resusitasi segera pada pasien dengan hipotensi atau laktat serum > 4mmol /L; jangan
tunda masuk ICU. (1C)
– Tujuan resusitasi: (1C)
a. Tekanan vena sentral (CVP) 8-12 mmHg
b. Tekanan arteri rata-rata (MAP) ≥ 65 mmHg
c. Urin output ≥ 0,5 ml/kgBB/jam
d. Saturasi oksigen vena sentral (Vena kava Superior) ≥ 70 % atau mixed venous ≥65%

Jika saturasi O2 vena tidak mencapai target: (2C)


a. Pertimbangkan pemberian cairan lebih lanjut
b. Transfusi PRC jika diperlukan untuk hematokrit ≥ 30%, dan atau;
c. Infuse dobutamine maksimal 20 μg/KgBB/ menit.
*target CVP yang lebih tinggi dari 12-15 mmHg direkomendasikan pada keadaan ventilasi
mekanik atau penurunan komplien ventricular tang telah ada.

Diagnosis
– Mendapatkan hasil kultur yang sesuai sebelum memulai pemberian antibiotik tidak secara
signifikan menunda pemberian antimikroba. (1C)
a. Mendapatkan dua atau lebih kultur darah
b. Satu atau lebih kultrur darah harus perkutan
c. Satu kultur darah dari setiap akses vaskular di tempat > 48 jam
d. Kultur di bahagian lain sebagai indikasi klinis

– Lakukan studi pencitraan segera untuk mengkonfirmasi dan mencoba dari berbagai sumber
infeksi, jika aman untuk melakukannya. (1C)

Terapi Antibiotik
– Mulailah pemberian antibiotik intravena sedini mungkin, dan selalu dalam satu jam pertama
mengenali sepsis berat (1D) dan syok septik (1B)
– Spektrum luas: satu atau lebih agen aktif seperti bakteri patogen / jamur dan dengan
penetrasi yang baik dianggap menjadi sumber infeksi. (1B)
– Menilai kembali rejimen antimikroba setiap hari untuk mengoptimalkan efisiensinya,
mencegah resistensi, menghindari toksisitas serta meminimalkan biaya. (1C)
a. Pertimbangkan terapi kombinasi pada infeksi Pseudomonas. (2D)
b. Pertimbangkan terapi empirik kombinasi pada pasien neutropenia. (2D)
c. terapi kombinasi tidak lebih dari 3-5 hari dan setelah itu menurun tingkat kerentanannya.
(2D)
– Durasi terapi biasanya terbatas pada 7-10 hari; lebih lama jika respons yang lambat, fokus
infeksi yang sulit diatasi atau pada imunologi defisiensi. (1D)
– Hentikan terapi antimikroba jika penyebabnya ditemukan menjadi non infeksi. (1D)

Sumber identifikasi dan kontrol


– Bagian anatomi tertentu dari infeksi harus ditetapkan secepat mungkin (1C) dan dalam 6 jam
pertama dari presentasi (1D).
– Secara formal mengevaluasi pasien untuk fokus infeksi bisa menerima tindakan untuk
pengendalian sumber infeksi (misalnya: abses drainase, debridemen jaringan). (1C)
– Melaksanakan tindakan kontrol sumber infeksi sesegera mungkin mengikuti suksesnya
resusitasi awal .(1C)
Kecuali: pada nekrosis pankreas yang terinfeksi, di mana intervensi bedah terbaik adalah

15
dengan menunda tindakan. (2B)
– Pilih ukuran sumber control dengan efisiensi yang maksimal dan gangguan fisiologis
minimal. (1D)
– Hilangkan akses intravaskular jika berpotensi terinfeksi. (1C)

Gambar 2.3 Resusitasi Septik Syok pada Pediatrik10

16
2. Sepsis Management Bundle (24 hours bundle)
a. Steroid
Steroid diberikan bila pemberian vasopressor tidak respon terhadap hemodinamik
pada pasien syok septik. Hidrokortison intravena dosis rendah (<300mg/ hari)
dapat dipertimbangkan pada pasien syok septik dengan hipotensi yang tidak
respon terhadap resusitasi cairan dan vasopressor.9

b. Ventilasi Mekanik
Lung Protective strategies untuk pasien dengan ALI/ARDS yang menggunakan
ventilasi mekanik sudah diterima secara luas. Volume tidal rendah (6cc/kg) dan
batas plateau pressure ≤ 30 cmH2O diinginkan pada pasien dengan ALI/ARDS.
Pola pernapasan ini dapat meningkatkan PaCO2 atau hiperkapnia permisif.
Pemberian PEEP secara titrasi dapat dicoba untuk mencapai sistem pernapasan
yang optimal.9

c. Kontrol Gula Darah


Beberapa penelitian menunjukkan penurunan angka kematian di ICU dengan
menggunakan terapi insulin intensif. Peneliti menemukan target kadar gula darah
<180mg/dl menurunkan mortalitas dari pada target antara 80- 108mg/dl.
Banyaknya episode hipoglikemia ditemukan pada kontrol kadar gula darah yang
ketat. Rekomendasi SSC adalah mempertahankan gula darah < 150 mg/dl.9

d. Recombinant Human-Activated Protein C (rhAPC)


Pemberian rhAPC tidak dianjurkan pada pasien dengan risiko kematian yang
rendah atau pada anak- anak. SSC merekomendasikan pemberian rhAPC pada
pasien dengan risiko kematian tinggi (APACHE II≥25 atau gagal organ
multipel).9

e. Pemberian Produk darah


Pemberian PRC dilakukan bila Hb turun dibawah 7.0 g/dl. Direkomendasikan
target Hb antara 7-9 g/dl pada pasien sepsis dewasa. Tidak menggunakan FFP

17
untuk memperbaiki hasil laboratorium dengan masa pembekuan yang abnormal
kecuali ditemukan adanya perdarahan atau direncanakan prosedur invasif.
Pemberian trombosit dilakukan bila hitung trombosit <5000/mm3 tanpa
memperhatikan perdarahan.9

Tabel 2.5 Bantuan Hemodinamik dan Terapi Adjuvant5


Terapi Cairan
Kekuatan rekomendasi dan kualitas bukti telah dinilai dengan menggunakan kriteria GRADE,
yang disajikan dalam tanda kurung setelah pedoman masing-masing. Untuk kejelasan,
menambahkan: "kami merekomendasikan" menunjukkan rekomendasi yang kuat; atau "kami
menyarankan" menunjukkan rekomendasi yang lemah.
– Cairan-resusitasi menggunakan kristaloid atau koloid. (1B)
– Targetkan CVP ≥ 8mmHg (≥ 12 mmHg jika ventilasi mekanik). (1C)
– Gunakan teknik tantangan cairan yang terkait dengan perbaikan hemodinamik. (1D)
– Berikan tantangan cairan 1000 ml kristaloid atau koloid 300-500 ml selama 30 menit.
Volume yang lebih cepat dan lebih besar mungkin diperlukan pada sepsis akibat hipoperfusi
jaringan. (1D)
– Tingkat pemberian cairan harus dikurangi jika tekanan pengisian jantung meningkat tanpa
perbaikan hemodinamik pada waktu bersamaan. (1D)
Vasopressors
– Menjaga MAP ≥ 65mmHg. (1C)
– Norepinefrin atau dopamin dikelola secara terpusat adalah vasopressors pilihan awal. (1C)
a. Epinefrin, fenilefrin atau vasopressin tidak boleh diberikan sebagai vasopresor awal
dalam syok septik. (2C)
b. Vasopresin 0,03 unit / menit mungkin kemudian ditambahkan ke norepinefrin dengan
antisipasi dari efek setara dengan pemberian norepinefrin saja.
c. Gunakan epinefrin sebagai agen alternatif pertama pada syok septik ketika tekanan
darah kurang responsif terhadap norepinefrin atau dopamin. (2B)
– Jangan menggunakan dosis rendah dopamin untuk perlindungan ginjal. (1A)
– Pada pasien yang memerlukan vasopressors, masukkan kateter arteri sesegera mungkin. (1D)
Terapi inotropik
– Gunakan dobutamin pada pasien dengan disfungsi miokard sebagai bantuan dalam
meningkatkan tekanan pengisian jantung dan cardiac output yang rendah. (1C)
– Jangan meningkatkan indeks jantung ke tingkat di atas normal dari yang telah ditentukan.
(1B)
Steroid
– Pertimbangkan pemberian hidrokortison intravena untuk shock septik pada dewasa dengan
hipotensi yang kurang atau tidak responsif terhadap cairan resusitasi dan vasopressor. (2C)
– Uji stimulasi ACTH tidak dianjurkan untuk mengidentifikasi subset dari orang dewasa
dengan syok septik yang seharusnya menerima hidrokortison. (2B)
– Hidrokortison lebih disukai dari pada deksametason. (2B)
– Fludrokortison (50μg oral sekali sehari) dapat dijadikan sebagai alternatif jika hidrokortison
yang digunakan tidak memiliki aktivitas mineralokortikoid yang signifikan. Fludrokortison
adalah pilihan lain jika hidrokortison digunakan. (2C)
– Terapi steroid mungkin disapih sekali bila vasopressors tidak lagi diperlukan. (2D)
– Dosis hidrokortison ≤ 300 mg / hari. (1A)
– Jangan menggunakan kortikosteroid untuk mengobati sepsis dengan tidak adanya syok
kecuali pada pasien endokrin atau terdapat riwayat pembenaran penggunaan kortikosteroid
itu. (1D)
Recombinant human activated protein C (rhAPC)
– Pertimbangkan rhAPC pada pasien dewasa dengan sepsis yang disebabkan disfungsi organ

18
dengan penilaian klinis yang berisiko tinggi kematian (biasanya APACHE II ≥ 25 atau gagal
organ multipel) jika tidak ada kontraindikasi. (2B, 2C untuk pasien pasca-operasi)
– Pasien dewasa dengan sepsis berat dan risiko rendah kematian (misalnya: APACHE II <20
atau satu kegagalan organ) seharusnya tidak menerima rhAPC. (1A)

Tabel 2.6 Terapi Suportif lain pada Sepsis Berat5


Pemberian Produk Darah
Kekuatan rekomendasi dan kualitas bukti telah dinilai dengan menggunakan kriteria GRADE, yang
disajikan dalam tanda kurung setelah pedoman masing-masing. Untuk kejelasan, menambahkan: "kami
merekomendasikan" menunjukkan rekomendasi yang kuat; atau "kami menyarankan" menunjukkan
rekomendasi yang lemah.
– Berikan sel darah merah ketika hemoglobin menurun hingga <7,0 g / dl (<70 g / L) hingga target
hemoglobin 7,0-9,0 g / dl pada orang dewasa. (1B)
* Tingkat hemoglobin yang lebih tinggi mungkin diperlukan dalam keadaan khusus (misalnya:
iskemia miokard, hipoksemia berat, perdarahan akut, penyakit jantung sianosis atau asidosis laktat)
– Jangan menggunakan erythropoietin untuk mengobati sepsis berhubungan dengan anemia.
Erythropoietin dapat digunakan untuk alasan lainnya. (1B)
– Jangan menggunakan plasma beku segar (FFP) untuk memperbaiki kelainan laboratorium
pembekuan kecuali ada perdarahan atau prosedur invasif yang direncanakan. (2D)
*Jangan menggunakan terapi antitrombin (1B)
– Pemberian trombosit jika: (2D)
a. Jumlahnya <5000/mm3 (5 × 109 / L) tanpa perdarahan.
b. Jumlah adalah 5000 sampai 30.000 / mm3 (5-30 × 109 / L) dan ada risiko perdarahan yang
signifikan.
c. Jumlah trombosit lebih tinggi (≥ 50.000 / mm3 (50 × 10 9/ L)) yang diperlukan untuk operasi atau
prosedur invasif.

Ventilasi mekanik sepsis akibat cedera paru akut (Acute Lung Injury) / ARDS
– Targetkan volume tidal 6ml/kg (diprediksi) berat badan pada pasien dengan ALI / ARDS. (1B)
– Targetkan batas atas awal tekanan plateu ≤ 30 cmH2O. Pertimbangkan pergerakan dinding dada
ketika menilai tekanan plateu. (1C)
– PaCO2 diperbolehkan meningkat di atas normal, jika diperlukan untuk meminimalkan tekanan
plateu dan volume tidal. (1C)
– Tekanan akhir ekspirasi positif (PEEP) harus ditetapkan untuk menghindari kolaps paru yang luas
pada akhir ekspirasi. (1C)
*Pertimbangkan untuk menggunakan posisi tengkurap untuk pasien ARDS yang membutuhkan
tingkat yang berpotensi merugikan dari tekanan FiO2 atau plateu,
asalkan mereka tidak menempatkan pada risiko dari perubahan posisi. (2C)
– Menjaga mekanisme ventilasi pasien dalam posisi semi-telentang (kepala tempat tidur dinaikkan
menjadi 45º) kecuali kontraindikasi (1B), antara 30º- 45º (2C).
*Ventilasi non invasif dapat dipertimbangkan pada sebahagian kecil pasien ALI / ARDS dengan
kegagalan pernafasan hypoxemia ringan-sedang. Para pasien harus memiliki hemodinamik yang
stabil, nyaman, mudah dirangsang, mampu melindungi / membersihkan jalan napas dan diharapkan
cepat pulih. (2B)
– Gunakan protokol penyapihan dan percobaan bernapas spontan (SBT) secara teratur untuk
mengevaluasi kemampuan untuk menghentikan ventilasi mekanik. (1A)
a. Pilihan SBT termasuk rendahnya tingkat dari tekanan bantuan positif berkelanjutan jalan napas ,
tekanan 5 cm H2O
b. Sebelum SBT, pasien haruslah:
 Menjadi arousable (mudah untuk dirangsang)
 Dengan hemodinamik stabil tanpa vasopressor
 Tidak memiliki kondisi yang berpotensi serius yang baru
 Memiliki ventilasi rendah dan tekanan akhir ekspirasi sesuai kebutuhan

19
 Memerlukan tingkat FiO2 yang dapat dengan aman di hantarkan dengan masker wajah atau
kanula nasal
– Jangan menggunakan kateter arteri pulmonal untuk pemantauan rutin pasien dengan ALI / ARDS.
(1A)
– Gunakan strategi konservatif cairan untuk pasien yang telah ditegakkan ALI yang tidak memiliki
bukti hipoperfusi jaringan. (1C)

Sedasi, analgesia, dan blokade neuromuskuler pada sepsis


– Gunakan protokol sedasi dengan tujuan sedasi untuk pasien sakit kritis dengan ventilasi mekanik.
(1B)
– Gunakan sedasi bolus lain secara intermiten atau sedasi infus kontinu untuk titik akhir yang telah
ditentukan (skala sedasi), dengan gangguan yang ada setiap hari / keringanan untuk menghasilkan
kebangkitan. Re-titrasi jika perlu. (1B)
– Hindari neuromuskular bloker (NMBs). Monitor kedalaman blok dengan kereta api dari empat saat
menggunakan infus kontinu. (1B)

Kontrol Kadar Gula Darah


– Gunakan insulin IV untuk mengontrol hiperglikemia pada pasien dengan sepsis berat yang
distabilisasi di ICU. (1B)
– Bertujuan untuk menjaga glukosa darah <150 mg / dl (8,3 mmol / L) menggunakan protokol yang
divalidasi untuk penyesuaian dosis insulin. (2C)
– Menyediakan sumber kalori glukosa dan monitor kadar glukosa darah setiap 1-2 jam (4 jam bila
stabil) pada pasien yang menerima intravena insulin. (1C)
– Menafsirkan dengan hati-hati kadar glukosa darah yang rendah serta memerlukan titik penting
perawatan, karena teknik memprediksikan secara berlebihan darah arteri
atau kadar glukosa plasma. (1B)

Ginjal pengganti
– Hemodialisis secara intermiten dan Veno-vena hemofiltrasi (CVVH) berkesinambungan dianggap
setara. (2B)
– CVVH menawarkan manajemen lebih mudah pada pasien hemodinamik yang tidak stabil. (2D)

Terapi Bikarbonat
– Jangan menggunakan terapi bikarbonat untuk tujuan memperbaiki hemodinamik atau mengurangi
kebutuhan vasopresor ketika menangani hipoperfusi yang diinduksi asidemia laktat dengan pH ≥
7,15. (1B)

Pencegahan Deep vein thrombosis (DVT)


– Gunakan heparin dosis rendah tak terpecah (UFH) yang lain atau Heparin Molekular Berbobot
Ringan (LMWH), kecuali bila merupakan kontraindikasi. (1A)
– Gunakan profilaksis mekanis, seperti stoking kompresi atau perangkat kompresi intermiten, bila
penggunaan heparin merupakan kontraindikasi. (1A)
a. Gunakan kombinasi dari terapi farmakologis dan mekanik untuk pasien yang berisiko sangat
tinggi untuk DVT. (2C)
b. Pada pasien dengan resiko yang sangat tinggi LMWH lebih baik digunakan daripada UFH.
(2C)

Pencegahan Stress ulcer


– Memberikan profilaksis stres ulkus dengan menggunakan H2 blocker (1A) atau proton pump
inhibitor (1B). Manfaat pencegahan perdarahan gastrointestinal atas harus
dipertimbangkan terhadap potensi pengembangan ventilator terkait pneumonia.

Pertimbangan untuk pembatasan dukungan


– Diskusikan perencanaan perawatan yang lebih canggih dengan pasien dan keluarganya. Jelaskan
kemungkinan hasil dan menetapkan harapan yang realistis. (1D)

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Mayo clinic staff. Sepsis. 2012. [cited: 2012 July 20]. Available from:
http://www.mayoclinic.com/health/sepsis/DS01004.

2. Martin GS, Mannino DM, Eaton S, et al. The Epidemiology of Sepsis in the
United States from 1979 through 2000. N Engl J Med 2003;348:1546–1554.

3. Comstedt P, Storgaard M, Lassen AT. The Systemic Inflammatory Response


Syndrome (SIRS) in Acutely Hospitalised Medical Patients: a Cohort Study
Original research. Scandinavian Journal of Trauma,Resuscitation and
Emergency Medicine. 2009, 17:67 doi:10.1186/1757-7241-17-67.
http://www.sjtrem.com/content/17/1/67.

4. Khan ZU, Salzman GA. Management Of Sepsis: The Surviving Sepsis


Guidelines For Early Therapy. Clinical Review Article. Hospital Physician.
June 2007. P: 21-30,55.

5. Osborn TM, Nguyen HB, Rivers EP. Emergency Medicine And The
Surviving Sepsis Campaign: An International Approach To Managing Severe
Sepsis And Septic Shock. Health Policy And Clinical Practice/Editorial. Ann
Emerg Med. 2005;46:228-231.

6. American College of Chest Physicians: Society of Critical Care Medicine


Consensus Conference. Definitions for sepsis and organ failure and guidelines
for the use of innovative therapies in sepsis. Critical Care Med. 1992; 20:864-
875.

7. Russell JA. Drug Therapy Management of Sepsis. N Engl J Med


2006;355:1699-713.

8. Sweet D, Marsden J, Ho K et al. Emergency Management Of Sepsis: The


Simple Stuff Saves Lives. Bc Medical Journal. May 2012. Vol 54; No 4. p:
176-182. www.Bcmj.Org.

9. Napitupulu HH. Sepsis Laporan Kasus. Anestesia & Critical Care. 2010
September; 28(3); 50-58.

10. Townsend S, Dellinger RP, Levy MM et al. Identifying of Patients. In:


Implementing the Surviving Sepsis Campaign. 2005.The Society of Critical
Care Medicine, the European Society of Intensive Care Medicine, and the
International Sepsis Forum.

11. Anonimous. Sepsis. Chapter 22. p: 227-236.


www.nlm.nih.gov/medlineplus/sepsis.html.

21
12. Dellinger RP, Levy MM, Carlet JM et al. Surviving Sepsis Campaign:
International guidelines for management of severe sepsis and septic shock:
2008. Special Article. Intensive Care Med (2008) 34:17–60. DOI
10.1007/s00134-007-0934-2

22

Anda mungkin juga menyukai