Anda di halaman 1dari 17

UPAYA PELESTARIAN BANGUNAN GEDUNG JUANG 45 KOTA SERANG, BANTEN

IR
FAN ROBIANTO
Uni
versitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Bangunan bersejarah merupakan bangunan yang memiliki nilai dan makna

yang penting bagi sejarah, namun juga ilmu pengetahuan dan kebudayaan, dan

ada kalanya bersifat rapuh, unik, langka, dan terbatas. Bangunan bersejarah

bersifat rapuh apabila tidak dirawat dengan baik atau karena faktor usia bangunan

yang sudah tua. Bangunan bersejarah terbilang unik karena rancangan bentuk dan

jenis façade bangunannya mengikuti gaya arsitektur dan fungsi sesuai iklim di

daerah bangunan itu didirikan. Bangunan bersejarah merupakan monumen yang

terbilang langka dan terbatas karena bahan material yang digunakan pada

bangunan yang saat ini sulit untuk dicari. Tidak hanya itu saja, gaya dan ornamen

yang sudah tidak banyak digunakan lagi pada bangunan-bangunan baru sangat

menunjang kelangkaan bangunan bersejarah tersebut.

Bangunan bersejarah juga merupakan aset negara yang bisa dimanfaatkan

dari sisi nilai ekonomi dan sosial untuk kesejahteraan masyarakat. Manfaat yang

diperoleh dari bangunan bersejarah dalam meningkatkan nilai perekonomian dan

sosial salah satunya dapat dilakukan dengan mengubah atau alih fungsi bangunan

dan beberapa ruangan di dalamnya menjadi sebuah kafe yang difasilitasi ruang

membaca, diskusi atau ruang foto dengan penambahan koleksi barang-barang

yang antik untuk mendukung suasana historis dari bangunannya. Nuansa historis

itu, perlu dipertahankan agar nilai dan makna sejarah dari bangunan di masa lalu

tersebut tidak hilang akibat proses perkembangan zaman. Bangunan bersejarah

1
UPAYA PELESTARIAN BANGUNAN GEDUNG JUANG 45 KOTA SERANG, BANTEN
IR
FAN ROBIANTO
Uni
versitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
2

yang tidak dilestarikan akan mengalami kemerosotan atau penurunan dalam mutu

nilainya. Sehubungan dengan hal tersebut, dengan menimbang pentingnya

bangunan bersejarah tersebut, maka pemerintah menetapkan undang-undang

terkait dengan Cagar Budaya sebagaimana tercantum pada Undang-Undang No.

11 Tahun 2010.

Berdasarkan UU tersebut, Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat

kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar

Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air

yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah,

ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses

penetapan. Pengertian lain tentang Bangunan Cagar Budaya pasal 1 ayat 3, adalah

susunan binaan yang terbuat dari benda alam atau benda buatan manusia untuk

memenuhi kebutuhan ruang berdinding, dan beratap.

Bangunan bersejarah sebagaimana disebutkan di atas baik yang belum

ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya maupun yang telah menjadi cagar

budaya melalui Undang-Undang No. 11 Tahun 2010, mendapatkan pengaruh dari

berbagai budaya, salah satunya dari budaya Indis. Budaya Indis merupakan proses

penyatuan dua unsur kebudayaan antara budaya arsitektur modern Eropa dan

budaya arsitektur setempat yang muncul di Hindia Belanda dalam kurun waktu

dari abad ke-18 sampai awal abad ke-20 (Soekiman, 2000:10-12). Arsitektur Indis

juga biasa disebut sebagai arsitektur Indo-Eropa (Handinoto, 1998:1). Ciri khas

bentuk arsitektur di Hindia Belanda adalah perpaduan arsitektur Nusantara dan

arsitektur modern yang disesuaikan dengan kondisi iklim, ketersediaan material,


UPAYA PELESTARIAN BANGUNAN GEDUNG JUANG 45 KOTA SERANG, BANTEN
IR
FAN ROBIANTO
Uni
versitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
3

ketersediaan tenaga kerja, cara membangun serta seni bangun pada waktu itu.

Perpaduan antara arsitektur Eropa dengan arsitektur setempat dikenal dengan

istilah Indische Empire Style yang merupakan bangunan pemerintahan dan

perumahan pribadi. Penerapan gaya Empire di Hindia Belanda berubah menjadi

Indische Empire Style karena Indische Empire lebih menyesuaikan dengan

keadaan alam di Hindia Belanda dengan ditemukannya pepohonan dan kebun atau

tanaman yang luas di depan bangunan (Handinoto, 1998:2-5). Bangunan dengan

gaya arsitektur campuran ini diantaranya dapat ditemukan di Kota Serang.

Kota Serang merupakan salah satu daerah berdasarkan undang-undang

pemerintahan Hindia Belanda baru, yaitu Regeerings-Reglement (RR) 1854 yang

menjadi ibukota dari Kabupaten Utara sehingga wilayahnya dijadikan sebagai

pusat administrasi pada masa pemerintahan Kolonial Belanda. Letak daerah yang

strategis karena perdagangan rempah-rempah yang begitu besar serta wilayah

yang berdekatan dengan pusat pemerintahan Hindia Belanda di Batavia, membuat

pemerintah Belanda membangun beberapa gedung-gedung penunjang

infrastruktur untuk pelaksanaan pemerintahan kolonial. Karena letak posisi

wilayah yang strategis menjadikan Kota Serang berada di jalur utama Anyer-

Panarukan dan kota ini juga menjadi persimpangan jalur kota karesidenan yang

lain yaitu Kota Cilegon dan Pandeglang.

Semakin banyak kebutuhan terhadap sarana dan prasarana bangunan gedung

yakni fasilitas kelengkapan di dalam dan di luar bangunan gedung yang

mendukung pemenuhan terselenggaranya fungsi bangunan gedung yang dibangun

dan seiring pesatnya pertumbuhan kota akibat era globalisasi serta modernisasi
UPAYA PELESTARIAN BANGUNAN GEDUNG JUANG 45 KOTA SERANG, BANTEN
IR
FAN ROBIANTO
Uni
versitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
4

pada infrastruktur untuk publik membuat pemerintah kota maupun pihak swasta

terus-menerus mengadakan pembangunan fisik yang mengancam keberadaan

bangunan bersejarah di Kota Serang.

Pembangunan selalu membawa dampak positif dan negatif. Pembangunan

gedung baru pada bangunan bersejarah merupakan salah satu dampat negatif dari

cepatnya pembangunan fisik tersebut. Sekarang bangunan-bangunan baru tersebut

seringkali menggeser nilai historis dari bangunan-bangunan bersejarah. Keadaan

tersebut disebabkan oleh pesatnya pertumbuhan penduduk, terutama di daerah

kota. Pertambahan penduduk tersebut mengakibatkan kekurangan lahan tempat

tinggal sehingga terjadi pembukaan lahan baru untuk perumahan. Akibatnya

masyarakat melakukan pembangunan dengan mengorbankan bangunan-bangunan

bersejarah yang secara fisik terlihat tua dan tidak terurus. Masalah yang lain

adalah kurangnya perhatian dan komitmen pemerintah terhadap pelestarian

sumber daya budaya khususnya pada bangunan cagar budaya. Kurangnya

perhatian dan komitmen tersebut diakibatkan lemahnya penerapan aturan

pemerintah untuk kepentingan pelestarian bangunan bersejarah. Sehingga aturan-

aturan yang ada tidak disosialisasikan dengan baik dan tidak diterapkan

sebagaimana yang seharusnya. Hal tersebut menyebabkan kurangnya

ketidaktahuan informasi tentang pentingnya pelestarian bangunan bersejarah yang

dapat menimbulkan ketidakpedulian masyarakat terhadap sumber daya arkeologi

yang ada di sekitarnya. Kondisi tersebut bisa menjadi ancaman bagi sumber daya

arkeologi khususnya bangunan cagar budaya. Salah satu kurangnya perhatian

pemerintah dan masyarakat terhadap Bangunan Cagar Budaya hingga terjadi


UPAYA PELESTARIAN BANGUNAN GEDUNG JUANG 45 KOTA SERANG, BANTEN
IR
FAN ROBIANTO
Uni
versitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
5

beberapa bagian yang mengalami kerusakan adalah Bangunan Gedung Juang 45

Kota Serang.

Bangunan Gedung Juang 45 Kota Serang terletak di sudut Jalan Ki Mas

Jong, Serang, Banten. Penetapan sebagai Bangunan Cagar Budaya pada tanggal 8

Januari 2010 dengan no SK PM.02/PW.007/MKP/2010 (Lihat Lampiran 11) yang

dahulu merupakan sebuah barak militer Belanda atas usulan dari Letnan Jendral

Anthing kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang tertuang dalam suratnya

tanggal 29 agustus 1818. Bangunan ini didirikan untuk memenuhi fasilitas

keamanan pada kota karesidenan dari pemberontakan dan gangguan keamanan

lainnya. Selain itu alasan lain didirikan gedung tersebut karena kondisi tangsi

militer yang dulu sudah rusak dan akibat masih banyaknya kekacauan serta

pemberontakan dari ketidakpuasan orang-orang Banten setelah dihancurkannya

Keraton Surosowan, Banten. Dalam perkembangannya, pada saat kependudukan

Jepang di Serang tahun 1942, Bangunan Juang 45 ini beralih fungsi menjadi

markas militer yaitu Kempeitai. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)

Kempeitai atau Satuan Polisi Militer adalah satuan polisi militer Jepang yang

terkenal dengan kekejamannya dan ditempatkan di seluruh wilayah Jepang

termasuk daerah jajahan. Pada bangunan ini telah terjadi peristiwa kepahlawanan

perjuangan rakyat Banten ketika melucuti tentara Jepang dan bersama dengan

Tentara Keamanan Rakyat (TKR) telah berhasil menduduki gedung tersebut yang

dalam penyerangannya dipimpin oleh KH. Syam’un pada 10 Oktober 1945.

Bekas tangsi militer yang saat ini bernama Gedung Juang 45 terdiri atas

gedung utama, rumah perwira, barak militer untuk prajurit, dapur, kandang kuda,
UPAYA PELESTARIAN BANGUNAN GEDUNG JUANG 45 KOTA SERANG, BANTEN
IR
FAN ROBIANTO
Uni
versitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
6

dan poliklinik. Bangunan ini dibuat dari bahan-bahan yang tahan lama seperti

kayu jati, genteng dari tanah liat, rotan, dan konstruksi bangunan dari bahan bata

merah (Widodo, 2007:75), namun seiring perkembangan kota pada masa kini,

banyak bagian-bagian elemen pada bangunan yang mengalami kerusakan dan

pelapukan.

Kerusakan terjadi hampir pada semua elemen-elemen bangunan Gedung

Juang 45. Bagian elemen yang mengalami kerusakan dan pelapukan di antaranya

adalah bagian atap serta tiang bagian depan bangunan. Cagar Budaya yang

dikatakan rusak tersebut menunjukan kondisi yang tidak utuh unsur-unsurnya,

tetapi tidak menyebabkan cagar budaya yang bersangkutan kehilangan wujud dan

bentuk asli bangunannya. Situasi saat ini perbaikan pada bangunan tersebut hanya

dilakukan dengan bahan dan peralatan yang seadanya oleh pemilik yayasan.

Karena terkendala dengan dana dan keterbatasan pengetahuan tentang cara

merawat bangunan tersebut. Padahal, bangunan Gedung Juang 45 yang sudah

menjadi Cagar Budaya bisa menjadi identitas Kota Serang karena mempunyai

nilai kesejarahan yang penting sebagai bukti keberanian pemuda Banten dalam

melucuti dan mengusir penjajah dari tanah Banten. Tidak hanya mempunyai nilai

kesejarahan saja, Gedung Juang 45 juga mempunyai nilai penting bagi bidang

ilmu yang lain, seperti penelitian tentang bentuk atau gaya arsitekturnya dan bagi

pendidikan dengan menumbuhkan rasa kesadaran sejarah dan jati diri berupa

kebanggaan tentang pentingnya pelestarian bangunan bersejarah.

Dengan melihat adanya kerusakan dan kurang terawatnya bangunan

bersejarah di Kota Serang yaitu bangunan Gedung Juang 45 sebagai Bangunan


UPAYA PELESTARIAN BANGUNAN GEDUNG JUANG 45 KOTA SERANG, BANTEN
IR
FAN ROBIANTO
Uni
versitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
7

Cagar Budaya, maka perlu adanya suatu upaya pelestarian sebagai bentuk

penanganan pada warisan budaya. Upaya adalah usaha mencari jalan keluar dari

masalah yang ada, sedangkan pelestarian menurut Undang-Undang No. 11 Tahun

2010 tentang Cagar Budaya adalah upaya dinamis dalam mempertahankan

keberadaan cagar budaya dan nilainya dengan cara melindungi, mengembangkan,

dan memanfaatkannya. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, pelestarian

berasal dari kata lestari yang mendapat imbuhan pe-an. Arti kata lestari adalah

tidak berubah, bertahan, kekal, atau tetap seperti keadaan semula. Dengan

demikian, pelestarian dapat diartikan sebagai suatu tindakan atau perbuatan

melestarikan.

Upaya pelestarian dapat dilaksanakan dalam tiga kegiatan yaitu

pelindungan, pengembangan dan pemanfaatan yang masing-masing unsur

kegiatan saling terintegrasi dan saling mendukung di dalam proses

pelaksanaannya. Kegiatan pelindungan dimaksudkan untuk mencegah agar cagar

budaya tidak mengalami kerusakan dan kehancuran, sehingga keberadaannya

tetap dipertahankan. Kegiatan pengembangan dapat diartikan sebagai usaha untuk

menjaga kualitas Cagar Budaya agar dapat difungsikan terus seperti fungsi semula

atau untuk fungsi lain yang sesuai dengan ketentuan undang-undang. Kegiatan

pemanfaatan dilakukan dengan memberikan kegunaan untuk meningkatan

kesejahteraan bagi masyarakat, baik untuk pendidikan dan pengembangan ilmu

pengetahuan, ekonomi, maupun kebudayaan di masa kini dan mendatang. Dalam

tiga kegiatan upaya pelestarian tersebut, peran masyarakat, pihak swasta maupun
UPAYA PELESTARIAN BANGUNAN GEDUNG JUANG 45 KOTA SERANG, BANTEN
IR
FAN ROBIANTO
Uni
versitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
8

pemerintah sangat diperlukan untuk keterlibatannya pada kelestarian bangunan

bersejarah, khususnya Cagar Budaya itu sendiri.

Sehubungan dengan latar belakang permasalahan di atas, maka dilakukanlah

penelitian untuk memberikan rekomendasi, solusi dan kebijakan yang tepat

kepada stakeholder yang saling berkaitan di sekitar bangunan tersebut dalam

Upaya Pelestarian Bangunan Gedung Juang 45 di Kota Serang yang mengalami

kerusakan.

I.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang dikemukakan dalam

penelitian ini adalah: Bagaimana model pelestarian yang tepat untuk diterapkan

pada bangunan Gedung Juang 45 di Kota Serang, Banten ?

I.3 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini berfokus pada cara atau langkah yang diambil untuk

pelestarian dan rekomendasi terbaik pada bangunan yang mengalami kerusakan

dan perlu adanya penyelamatan dengan menggunakan pendekatan Cultural

Resource Management (CRM) yaitu kegiatan penelitian arkeologi bertujuan untuk

memunculkan nilai kekinian dari tinggalan arkeologi dalam rangka pelestarian

dan penyelamatan warisan budaya. Langkah pertama adalah dengan melakukan

pengumpulan data berupa: pengamatan terhadap bangunan, setelah itu dilakukan

pendeskripsian pada bangunan dan identifikasi bagian elemen bangunan yang

mengalami kerusakan, mengetahui tingkat ancaman, penentuan nilai penting,

sehingga dapat diperoleh strategi pelestarian yang tepat pada Bangunan Gedung

Juang 45 ini. Setelah itu dilakukan upaya tindakan penanganan dengan


UPAYA PELESTARIAN BANGUNAN GEDUNG JUANG 45 KOTA SERANG, BANTEN
IR
FAN ROBIANTO
Uni
versitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
9

merencanakan dan membuat kebijakan untuk pelestarian bangunan melalui

pelindungan, pengembangan dan pemanfaatan. Untuk melaksanakannya perlu

adanya kerjasama yang dilakukan oleh pemilik yayasan, pemerintah, dan BPCB

Kota Serang, sehingga akan mendapatkan suatu rekomendasi yang baik dalam

upaya pelestarian bangunan tersebut.

I.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dijelaskan di atas, maka

penelitian ini bertujuan untuk:

1. Memperbarui keberadaan nilai penting yang ada pada bangunan Gedung

Juang 45 Kota Serang agar nilai yang diwariskan tidak hilang oleh

perkembangan zaman di masa kini.

2. Menemukan solusi, rekomendasi dan kebijakan dalam kegiatan

pelindungan, pengembangan dan pemanfaatan pada bagian-bagian

bangunan yang mengalami kerusakan maupun bagian yang tidak

berfungsi, sehingga diperlukan adanya upaya pelestarian yang tepat pada

bangunan Gedung Juang 45 di Kota Serang agar nilai yang terkandung

tetap lestari.

Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan manfaat:

1. Bagi pengembangan ilmu sejarah, pengetahuan, sosial dan meningkatkan

rasa kepedulian terhadap pelestarian bangunan Gedung Juang 45 di Kota

Serang yang mempunyai histori bentuk perjuangan rakyat Banten.

2. Sebagai referensi yang terbaru agar mampu melengkapi pada bidang studi

yang lain di masa yang akan datang mengenai bentuk arsitektur bangunan
UPAYA PELESTARIAN BANGUNAN GEDUNG JUANG 45 KOTA SERANG, BANTEN
IR
FAN ROBIANTO
Uni
versitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
10

Gedung Juang 45 di Kota Serang serta nilai penting yang ada pada

bangunan tersebut.

3. Sebagai dasar pertimbangan untuk merancang payung hukum dalam upaya

pelestarian sesuai keberadaan isi aturan pada Undang-Undang No. 11

Tahun 2010 tentang cagar budaya yang secara bersama-sama dirumuskan

oleh pemerintah daerah, akademisi, pengelola cagar budaya, dan

masyarakat.

I.5 Tinjauan Pustaka

Dalam mendukung penyelesaian skripsi ini, diperlukan bahan-bahan

rujukan yang dapat diketahui dari buku-buku, laporan penelitian, artikel, tesis,

koran ataupun skripsi yang kaitannya dengan upaya pelestarian cagar budaya.

Bahan-bahan tertulis tersebut antara lain:

Buku Ragam Pusaka Budaya Banten yang ditulis oleh Juliadi, dkk pada tahun

2005 diterbitkan oleh Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Serang berisikan

tentang sejarah masa jayanya Banten, dari masa Prasejarah hingga terbentuknya

Provinsi Banten sampai sekarang. Selain itu, di dalam buku ini juga menerangkan

tentang warisan budaya Banten yang tersebar di berbagai wilayah. Salah satunya

bangunan Gedung Juang 45 di Kota Serang, Banten yang saat ini dimanfaatkan

sebagai kantor yayasan dan ormas-ormas Serang.

Penelitian yang pernah dilakukan tentang Kota Serang adalah skripsi dengan

judul “Perkembangan Kota Serang Tahun 1809 – 1942 Kajian Arkeologi Spasial

Berdasarkan Peta Kuna” karya Ujon Sujana pada tahun 2012. Karya ini

membahas perkembangan diakronik Kota Serang melalui peta-peta kuna dalam


UPAYA PELESTARIAN BANGUNAN GEDUNG JUANG 45 KOTA SERANG, BANTEN
IR
FAN ROBIANTO
Uni
versitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
11

kurun waktu 1809 hingga tahun 1942 dengan menggunakan kajian arkeologi

spasial dengan pendekatan Sistem Informasi Geografi (SIG). Dengan bantuan

skripsi ini peneliti dapat mengetahui letak Bangunan Gedung Juang 45 di Kota

Serang pada kurun waktu 1809-1942.

Penelitian lain dilakukan oleh Edi Widodo tahun 2007 dalam sebuah tesis

berjudul “Optimalisasi pemanfaatan gedung-gedung bersejarah di Kota Serang,

Banten”. Widodo dalam tulisannya tersebut membahas mengenai optimalisasi

pemanfaatan gedung-gedung bersejarah di Kota Serang, Banten dengan melalukan

pendekatan strategis melalui metode analisis SWOT (Strength, Weakness,

Opportunity, dan Threat). Ia menjelaskan bahwa dengan menggunakan analisi

SWOT dapat membuat suatu bentuk rancangan atau sesuatu hal secara optimal

dalam pemanfaatan gedung-gedung bersejarah di Kota Serang.

Angelica Hedy Andani pada tahun 2011 menulis skripsi yang berjudul

“Strategi Pelestarian Bangunan Kolonial di Kaliurang”. Peneliti membahas

tentang persebaran Bangunan Kolonial di Kawasan Kaliurang yang didirikan

antara tahun 1920 hingga 1940-an yang dahulu sebagai tempat peristirahatan

kaum bangsawan Belanda untuk dijadikan sebagai Bangunan Cagar Budaya. Dia

melakukan pendeskripsian terhadap bentuk arsitektur bangunan yang tersebar di

Kawasan Kaliurang melalui sketsa/foto bangunan dan karakteristik bangunan

bersamaan dengan lingkungannya. Setelah itu, dia melakukan perpaduan

identifikasi nilai penting bangunan dengan identifikasi tingkat ancaman untuk

menghasilkan suatu Strategi Pelestarian menurut skala prioritas sehingga akan

memberikan rekomendasi berupa penetapan berupa Bangunan Cagar Budaya dan


UPAYA PELESTARIAN BANGUNAN GEDUNG JUANG 45 KOTA SERANG, BANTEN
IR
FAN ROBIANTO
Uni
versitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
12

Kawasan Cagar Budaya di Kaliurang. Dari beberapa referensi, dapat memberi

masukan penelitian tentang upaya pelestarian terhadap Gedung Juang 45 sebagai

Bangunan Cagar Budaya yang bernilai penting, karena kondisi saat ini yang

begitu memperihatinkan, rusak dan butuh secepatnya diselamatkan. Jika tidak

nilai penting yang ada akan hilang.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa penelitian mengenai

Upaya Pelestarian terhadap Bangunan Gedung Juang 45 di Kota Serang yang

dibangun pada masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda sebagai tempat

barak/tangsi militer ini belum ada yang membahas. Perlu ditambah dengan hal

yang menunjukkan pentingnya bangunan ini sehingga layak untuk dibahas dalam

skripsi ini.

I.6 Metode Penelitian

Penelitian arkeologi sebagaimana disiplin ilmu yang lain meliputi tiga

proses dan tingkatan penelitian yaitu, mulai dari pengumpulan data, pengolahan

data, hingga sampai penjelasan mengenai hasil penelitian (eksplanasi) (Deetz,

1967:8). Penelitian pada Upaya Pelestarian Bangunan Gedung Juang 45 di Kota

Serang bersifat deskriptif, karena bertujuan untuk memberi gambaran secara tepat

tentang suatu gejala atau keadaan yang terjadi pada masa itu melalui observasi,

serta perkembangan fisik yang mengalami kerusakan dan perlu adanya kebijakan

penyelamatan berdasarkan keadaan di lapangan.

Penelitian ini menggunakan pendekatan Cultural Resource Management

(selanjutnya disingkat CRM) sebagai salah satu bentuk cara dalam mencari jalan

keluar, rekomendasi atau solusi terbaik agar kepentingan dari berbagai pihak
UPAYA PELESTARIAN BANGUNAN GEDUNG JUANG 45 KOTA SERANG, BANTEN
IR
FAN ROBIANTO
Uni
versitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
13

sebanyak mungkin dapat terakomodasi secara adil (Tanudirjo, 1998:15). Cultural

Resource Management adalah suatu upaya pengelolaan warisan budaya secara

bijak dengan mempertimbangkan kepentingan banyak pihak yang saling

berkepentingan demi masyarakat. Bangunan Gedung Juang 45 ini dikelola oleh

yayasan dan ormas. Umumnya mereka mendapatkan sumber daya budaya tersebut

sebagai warisan budaya dari turun-temurun. Tidak semua pewaris atau pemilik

sah itu punya harta lebih sehingga mampu memelihara BCB itu selamanya. Arti

kepemilikan1 adalah hak terkuat dan terpenuh terhadap Cagar Budaya dengan

tetap memperhatikan fungsi sosial dan kewajiban untuk melestarikannya. Untuk

melakukan pemeliharaan pada warisan budaya dilakukan pemberdayaan

(empowement). Bentuk pemberdayaan kepada masyarakat melalui pendekatan

ekonomi. Pemberdayaan melalui pendekatan ekonomi ini seperti kemudahan

membuka warung di sekitar situs yang menjadi objek wisata, pengelolaan parkir.

Oleh karena itu, jika mereka diwajibkan untuk melestarikan sumber daya budaya

tersebut, perlu adanya kompensasi-kompensasi2 dari pemerintah. Bentuk

kompensasi pemerintah terhadap Bangunan Cagar Budaya berupa bangunan yang

dihuni bisa keringanan pajak, bebas bayar listrik, atau mendapatkan bantuan untuk

renovasi bangunan dengan prinsip-prinsip arkeologi. Selain itu bentuk lain yang

dapat dilakukan adalah penyelenggaraan intensif terhadap bangunan Gedung

Juang 45 di Kota Serang. Intensif, berdasarkan UU RI No. 11 Tahun 2010 tentang

Cagar Budaya, adalah dukungan berupa advokasi, perbantuan, atau bentuk lain

1
Undang-undang no 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya, pasal 1 ayat 7

2
Kompensasi adalah imbalan berupa uang dan/atau bukan uang dari pemerintah atau
pemerintah daerah.
UPAYA PELESTARIAN BANGUNAN GEDUNG JUANG 45 KOTA SERANG, BANTEN
IR
FAN ROBIANTO
Uni
versitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
14

bersifat nondana untuk mendorong pelestarian Cagar Budaya dari Pemerintah atau

Pemerintah Daerah.

I.6.1 Pengumpulan Data

Dalam Penelitian ini, tahap pengumpulan data dilakukan melalui:

a. Studi Pustaka

Sebagai langkah awal dilakukan pengumpulan data dari kepustakaan

dengan tujuan mengumpulkan sumber tulisan seperti, buku-buku, laporan

penelitian, artikel, skripsi maupun tesis yang ada kaitannya dengan

Bangunan Gedung Juang 45 di Kota Serang, Banten.

b. Observasi

Langkah selanjutnya adalah observasi lapangan. Observasi dilakukan

secara langsung untuk melakukan pengamatan terhadap objek penelitian

dan dokumentasi foto bangunannya. Tujuan dokumentasi foto bangunan

ini adalah untuk mendeskripsikan bangunan dari penampilan fisik

(eksterior), hiasan interior dan fasad-fasadnya. Langkah

pendokumentasian ini sangat penting bagi penelitian, karena dengan

adanya data berupa foto-foto dan gambar mengenai Bangunan Gedung

Juang 45 di Kota Serang dapat dijadikan bahan informasi visual tentang

bangunan fisiknya serta dapat mengontrol pada saat melakukan

interpretasi terhadap data yang dijumpai. Kemudian dilakukan juga

pengamatan pada bagian-bagian yang kondisinya telah mengalami

kerusakan.
UPAYA PELESTARIAN BANGUNAN GEDUNG JUANG 45 KOTA SERANG, BANTEN
IR
FAN ROBIANTO
Uni
versitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
15

c. Wawancara

Langkah terakhir adalah melakukan wawancara. Wawancara dilakukan

kepada tokoh masyarakat, pedagang, orang-orang yang bekerja di

bangunan Gedung Juang 45 Kota Serang serta para ahli, baik Balai

Pelestarian Cagar Budaya Serang dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata

Provinsi Banten yang ikut bertanggung jawab dalam menjaga dan

melestarikan Bangunan Cagar Budaya.

I.6.2 Analisis Data

Setelah melakukan tahap pengumpulan data, selanjutnya adalah melakukan

analisis data yang didapatkan dari hasil observasi lapangan, wawancara dan studi

literatur. Analisis data dilakukan dengan melakukan identifikasi kondisi arsitektur

dan tingkat ancaman yang dapat terjadi pada bangunan Gedung Juang 45 di Kota

Serang yang telah mengalami kerusakan dan lambatnya penanganan pelestarian

bangunan tersebut. Setelah diketahui kondisi arsitektur dan tingkat ancaman pada

bangunannya, maka dilakukanlah identifikasi pada nilai pentingnya yang

mencangkup nilai sejarah, ilmu pengetahuan, sosial, ekonomi, politik, dan

hubungan antara pihak pengelola bangunan Gedung Juang 45 dengan Pemerintah

Kota Serang, serta BPCB Serang untuk mengungkapkan nilai penting terbaru

pada Cagar Budayanya. Dengan demikian, dapat diketahui model rancangan

pelestarian yang bisa diterapkan pada bangunannya. Adapun analisis selanjutnya

yang perlu dilakukan dalam upaya pelestarian adalah sebagai berikut; (1)

menganalisis berbagai hal yang terkait dalam upaya melindungi sebagian atau

seluruh Cagar Budaya agar dapat bertahan lebih lama (pelindungan), (2) upaya
UPAYA PELESTARIAN BANGUNAN GEDUNG JUANG 45 KOTA SERANG, BANTEN
IR
FAN ROBIANTO
Uni
versitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
16

yang dilakukan untuk mencegah kerusakan atau merosotnya nilai pentingnya

(pengembangan), (3) manfaat apa yang bisa dirasakan bagi masyarakat luas

(pemanfaatan). Selain itu, analisis juga dilakukan terhadap UU RI No. 11 Tahun

2010 tentang Cagar Budaya mengenai pelestarian, Undang-Undang RI No. 28

Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, PP RI No. 36 Tahun 2005 tentang

Peraturan Pelaksanaan UU No. 28 Tahun 2002 tentang Gedung dan PermenPUPR

RI No. 01/PRT/M/2015 tentang Bangunan Gedung Cagar Budaya yang

dilestarikan sebagai sumber acuan dalam memberikan jaminan adaanya kepastian

hukum dalam mengelola Cagar Budaya untuk dilestarikan.

I.6.3 Penutup

Tahap terakhir adalah penutup. Tahap ini berisikan kesimpulan dari

penelitian yang telah dilakukan dengan memberikan suatu rekomendasi, solusi

dan arah kebijakan yang diambil secara tepat dalam Upaya Pelestarian Bangunan

Gedung Juang 45 di Kota Serang. Dengan menggunakan pendekatan CRM

sebagai strategi penelitiannya serta sumber-sumber acuan dari undang-undang dan

Peraturan Pemerintah yang saling berhubungan tentang Bangunan Cagar Budaya

agar dapat memberikan suatu model Pelestarian yang tepat terhadap Bangunan

Gedung Juang 45 untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat.


UPAYA PELESTARIAN BANGUNAN GEDUNG JUANG 45 KOTA SERANG, BANTEN
IR
FAN ROBIANTO
Uni
versitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
17

Gambar 2.1 Bagan Alir Penelitian

Rumusan Masalah

Pengumpulan Data

Wawancara Observasi Lapangan Kepustakaan


- BPCB Serang - Dokumentasi Foto - Dokumen Sejarah
- Dinas Pariwisata dan - Pencatatan dan - Artikel/Laporan
Kebudayaan Banten Pengukuran Fisik Penelitian
- Pemilik Bangunan Bangunan - Skripsi
- Tokoh Masyarakat - Tesis

Identifikasi Nilai Identifikasi kondisi


Penting Bangunan bangunan dan
Gedung Juang 45 menentukan tingkat
ancaman,

- UU No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya


- Undang-Undang RI no 28 Tahun 2002 tentang
Bangunan Gedung
- PermenPUPR RI no 01/PRT/M/2015 tentang
Bangunan Gedung Cagar Budaya yang dilestarikan

Upaya Pelestarian Bangunan


Gedung Juang 45:
- Pelindungan
- Pengembangan
- Pemanfaatan

Rekomendasi

Anda mungkin juga menyukai