Gerontik Tugas 2

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK

“TEORI SPIRITUAL”

Nama Kelompok 4 :
1. Aldy Adrian Indra Jaya (1714401096)
2. Berlyani Agustina Basirun (1714401075)
3. Dewa Ayu Sukma S. (1714401087)
4. Dian Kuswantoro (1714401083)
5. Dian Maria (1714401054)
6. Kemala Jauhari (1714401055)
7. Lisda Meiza Putri (1714401069)
8. Meli Susnita (1714401080)
9. Niluh Ayu Puspitasari (1714401077)
10. Ni Ketut Ratna Dewi (1714401100)
11. Ni Nyoman Sekar Surya N. (1714401088)
12. Siti Wamroah Lukmana W. (1714401073)

POLITEHNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG


D III – KEPERAWATAN
TA. 2019/2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan
karunia-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Keperawatan Gerontik yang
berjudul “Teori Spiritual” dengan tepat waktu tanpa halangan suatu apapun.
Bagaimana pun penulis telah berusaha membuat makalah ini dengan sebaik-baiknya,
namun tidak ada kesempurnaan dalam karya manusia. Penulis menyadari masih banyak
kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat penulis
harapkan untuk lebih menyempurnakan makalah ini. Semoga makalah ini akan menjadi ilmu
yang bermanfaat.

Bandarlampung, 1 Agustus 2019

Penyusun

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................................ i

KATA PENGANTAR ..................................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ........................................................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................... 2

1.3 Tujuan ...................................................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Konsep Kebutuhan Spiritual pada Lansia..................................................................4

2.2 Dimensi Spiritual pada Lansia...................................................................................6

2.3 Perkembangan Spiritual pada Lansia.........................................................................7

2.4 Pengkajian Kebutuhan Dasar Spiritual pada Lansia.................................................8

2.5 Sikap Pasien Lansia dalam Menghadapi Sakit dan Kematian...................................9

BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan ........................................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kebutuhan spiritual merupakan kebutuhan untuk mencari arti dan tujuan hidup,
kebutuhan untuk mencintai dan dicintai serta rasa keterikatan, kebutuhan untuk memberikan dan
mendapatkan maaf. Dimensi spiritual ini berupaya untuk mempertahankan keharmonisan atau
keselarasan dengan dunia luar, berjuang untuk menjawab atau mendapatkan kekuatan ketika
sedang menghadapi stress emosional, penyakit fisik atau kematian (Hamid, 2000).
Di Indonesia, pelayanan kesejahteraan sosial bagi warga usia lanjut secara umum boleh
dikatakan masih merupakan hal yang baru. Hal ini dikarenakan prioritas yang diberikan pada
populasi usia lanjut memang baru saja mulai diperhatikan. Sebelum GBHN 1993, upaya kepada
populasi usia lanjut selalu dikaitkan dengan istilah “usia lanjut dan jompo“. Pandangan ini mulai
diperbaiki, seiring dengan peningkatan pengertian dan pemahaman tentang usia lanjut, sehingga
dalam GBHN 1993 usia lanjut mendapat perlakuan tersendiri, walaupun masih dalam seksi
bersama dengan wanita dan remaja. GBHN 1998 diharapkan memberikan perhatian yang lebih
bagi para usia lanjut. Dibanding negara maju, misalnya Amerika atau Australia, Indonesia sangat
tertinggal dalam hal pemberian kesejahteraan bagi lansia ini.
Populasi usia lanjut merupakan populasi yang heterogen: Tidak semua individu dalam
populasi usia lanjut memerlukan pelayanan sosial dalam bentuk yang sama. Ini dikarenakan
populasi usia lanjut, walaupun secara keseluruhan termasuk golongan populasi yang rapuh
kesehatan/kesejahteraan, tetapi dalam derajat yang berbeda-beda. Perbedaan ini terlihat bukan
saja dari aspek kesehatan (ada yang “sehat“, setengah sehat setengah sakit, sakit akut, sakit
kronis sampai sakit terminal), tetapi juga dari segi psikologik dan sosial ekonomi (Hadi Wartono,
1997).
Pelayanan kesejahteraan sosial pada usia lanjut membutuhkan keterkaitan antara semua
bidang kesejahteraan, antara lain: kesehatan, sosial, agama, olah raga, kesenian, koperasi dan
lain-lain. Aspek spiritual pada lansia menjadi penting mengingat: Populasi usia lanjut yang
“sehat” secara fungsional masih tidak tergantung pada orang lain, aktivitas hidup sehari-hari
(AHS) masih penuh, walaupun mungkin ada keterbatasan dari segi sosial-ekonomi yang

4
memerlukan beberapa pelayanan, misalnya perumahan, peningkatan pendapatan dan pelayanan
lain. Pelayanan kesehatan yang diperlukan terutama adalah dari segi prevensi dan promosi.
Kebutuhan spiritual merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia untuk mencari tujuan
dan harapan hidup. Aspek dalam spiritual antara lain: harapan, kedamaian. Cinta, kasih, sayang,
bersyukur dan keyakinan. Perawat sebagai tenaga kesehatan yang profesional mempunyai
kesempatan paling besar untuk memberikan pelayanan atau asuhan keperawatan yang
komprehensif dengan membantu klien memenuhi kebutuhan dasar yang holistic. Perawat
memandang klien sebagai mahluk bio-psiko-sosio-cultural dan spiritual yang berespon secara
holistic dan unik terhadap perubahan kesehatan atau pada keadaan krisis. Asuhan keperawatan
yang diberikan perawat tidak bisa lepas dari aspek spiritual yang merupakan bagian integral dari
interaksi perawat dengan klien (Martono, 2004).
Meningkatnya usia harapan hidup masyarakat Indonesia, membawa konsekuensi pada
meningkatnya populasi lanjut usia dari tahun ke tahun, sehingga menimbulkan kebutuhan
pelayanan sosial bagi lanjut usia dalam mengisi hari tuanya (Depsos, 2007). Hal ini disebabkan
perubahan-perubahan yang terjadi pada beberapa aspek (Berger & William, 1992). Perubahan-
perubahan yang signifikan pada lanjut usia, antara lain: perubahan gaya hidup dan keuangan,
merawat pasangan yang sakit, menghadapi kematian, kehilangan pasangan hidup dan orang-
orang yang dicintai, ketidakmampuan fisik dan penyakit kronis, kesepian serta perubahan
lainnya (Elderly Health Service, 2003; Berger & William, 1992).
Berdasarkan kegiatan spiritual, kondisi lanjut usia meliputi dua hal yaitu mengenai
ibadah agama dan kegiatan didalam organisasi sosial keagamaan. Dalam hal ini kehidupan
spiritual mempunyai peranan penting, seseorang yang mensyukuri nikmat umurnya tentu akan
memelihara umurnya dan mengisinya dengan hal-hal yang bermanfaat (Depsos, 2007).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan konsep kebutuhan spiritual pada manusia?
2. Bagaimana dimensi spiritual pada lansia?
3. Mengetahui perkembangan spiritual pada lansia?
4. Mengetahui pengkajian kebutuhan dasar spiritual pada lansia?
5. Bagaimana sikap pasien lansia dalam menghadapi sakit dan kematian?

5
1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian konsep kebutuhan spiritual pada manusia
2. Mengetahui dimensi spiritual pada lansia
3. Mengetahui perkembangan spiritual pada lansia
4. Mengetahui pengkajian kebutuhan dasar spiritual pada lansia
5. Mengetahui sikap pasien lansia dalam mengahadapi sakit dan kematian

6
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Kebutuhan Spiritual Pada Manusia


A. Pengertian Kebutuhan Spiritual
Kebutuhan spiritual adalah kebutuhan untuk mempertahankan atau mengembalikan
keyakinan dan rnemenuhi kewajiban agama serta kebutuhan untuk mendapatkan maaf atau
pengampunan, mencintai, menjalin hubungan penuh rasa percaya dengan Tuhan.
Kebutuhan spiritual adalah kebutuhan mencari arti dan tujuan hidup, kebutuhan untuk
mencintai dan dicintai, serta kebutuhan untuk memberikan dan mendapatkan maaf (Kozier,
2004).
Kebutuhan spiritual adalah kebutuhan untuk mempertahankan atau mengembalikan
keyakinan dan memenuhi kewajiban agama, serta kebutuhan untuk mendapatkan maaf atau
pengampunan, mencintai, menjalin hubungan penuh rasa percaya dengan Tuhan. Dapat
disimpulkan kebutuhan spiritual merupakan kebutuhan untuk mencari arti dan tujuan hidup,
kebutuhan untuk mencintai dan dicintai serta rasa keterikatan dan kebutuhan untuk memberikan
dan mendapatkan maaf. (Hamid, 2000).
Menginventarisasi 10 butir kebutuhan dasar spiritual manusia (Clinebell dalam Hawari,
2002), yaitu :
1. Kebutuhan akan kepercayaan dasar (basic trust), kebutuhan ini secara terus-menerus
diulang guna membangkitkan kesadaran bahwa hidup ini adalah ibadah.
2. Kebutuhan akan makna dan tujuan hidup, kebutuhan untuk menemukan makna hidup
dalam membangun hubungan yang selaras dengan Tuhannya (vertikal) dan sesama
manusia (horisontat) serta alam sekitaraya
3. Kebutuhan akan komitmen peribadatan dan hubungannya dengan keseharian,
pengalaman agama integratif antara ritual peribadatan dengan pengalaman dalam
kehidupan sehari-hari.
4. Kebutuhan akan pengisian keimanan dengan secara teratur mengadakan hubungan
dengan Tuhan, tujuannya agar keimanan seseorang tidak melemah.

7
5. Kebutuhan akan bebas dari rasa bersalah dan dosa. rasa bersaiah dan berdosa ini
merupakan beban mental bagi seseorang dan tidak baik bagi kesehatan jiwa seseorang.
Kebutuhan ini mencakup dua hal yaitu pertama secara vertikal adalah kebutuhan akan
bebas dari rasa bersalah, dan berdosa kepada Tuhan. Kedua secara horisontal yaitu
bebas dari rasa bersalah kepada orang lain
6. Kebutuhan akan penerimaan diri dan harga diri {self acceptance dan self esteem), setiap
orang ingin dihargai, diterima, dan diakui oleh lingkungannya.
7. Kebutuhan akan rasa aman, terjamin dan keselamatan terhadap harapan masa depan.
Bagi orang beriman hidup ini ada dua tahap yaitu jangka pendek (hidup di dunia) dan
jangka panjang (hidup di akhirat). Hidup di dunia sifatnya sementara yang merupakan
persiapan bagi kehidupan yang kekal di akhirat nanti.
8. Kebutuhan akan dicapainya derajat dan martabat yang makin tinggi sebagai pribadi
yang utuh. Di hadapan Tuhan, derajat atau kedudukan manusia didasarkan pada tingkat
keimanan seseorang. Apabila seseorang ingin agar derajatnya lebih tinggi dihadapan
Tuhan maka dia senantiasa menjaga dan meningkatkan keimanannya.

Secara ringkas dapat dinyatakan bahwa seseorang terpenuhi kebutuhan spiritualnya apabila
mampu (Hamid, 2000) :
1. Merumuskan arti personal yang positif tentang tujuan keberadaannya di
dunia/kehidupan.
2. Mengembangkan arti penderitaan dan meyakini hikmah dari suatu kejadian atau
penderitaan.
3. Menjalin hubungan positif dan dinamis melalui keyakinan, rasa percaya dan cinta.
4. Membina integritas personal dan merasa diri berharga.
5. Merasakan kehidupan yang terarah terlihat melalui harapan.
6. Mengembangkan hubungan antar manusia yang positif.

B. Karakteristik Spiritual
Adapun karakteristik spiritualitas menurut Hamid (2000) meliputi :
1. Hubungan dengan diri sendiri (kekuatan dalam atau self-reliance) meliputi: pengetahuan
diri (siapa dirinya, apa yang dapat dilakukannya) dan sikap (percaya pada diri sendiri,

8
percaya pada kehidupan/masa depan, ketenangan pikiran, harmoni atau keselarasan
dengan diri sendiri.
2. Hubungan dengan alam (harmoni) meliputi: mengetahui tentang tanaman, pohon,
margasatwa, iklim dan berkomunikasi dengan alam (bertanam, berjalan kaki),
mengabadikan dan melindungi alam.
3. Hubungan dengan orang lain (harmonis atau suportif) meliputi: berbagi waktu,
pengetahuan dan sumber secara timbal balik, mengasuh anak, orang tua dan orang sakit,
serta meyakini kehidupan dan kematian (mengunjungi, melayat dll), dikatakan tidak
harmonis apabila: konflik dengan orang lain, resolusi yang menimbulkan
ketidakharmonisan dan friksi.
4. Hubungan dengan ketuhanan (agamais atau tidak agamais) meliputi: sembahyang atau
berdoa atau meditasi, perlengkapan keagamaan dan bersatu dengan alam (hamid, 2000)

2.2 Dimensi Spiritual Pada Lansia


Menurut Koezier & Wilkinson, 1993 cit Hamid, 2000, dimensi spiritual adalah upaya untuk
mempertahankan keharmonisan atau keselarasan dengan dunia luar, berjuang untuk menjawab
atau mendapat kekuatan ketika sedang menghadapi stres emosional, penyakit fisik atau
kematian. kekuatan yang timbul diluar kekuatan manusia.
Dimensi spiritual berupaya untuk mempertahankan keharmonisan atau keselarasan dengan
dunia luar, berjuang untuk menjawab atau mendapatkan kekuatan ketika sedang menghadapi
stress emosional, penyakit fisik, atau kematian. Dimensi spiritual juga dapat menumbuhkan
kekuatan yang timbul diluar kekuatan manusia (Kozier, 2004).
Spiritualitas sebagai suatu yang multidimensi, yaitu dimensi eksistensial dan dimensi agama,
Dimensi eksistensial berfokus pada tujuan dan arti kehidupan, sedangkan dimensi agama lebih
berfokus pada hubungan seseorang dengan Tuhan Yang Maha Penguasa. Spiritualitas sebagai
konsep dua dimensi. Dimensi vertikal adalah hubungan dengan Tuhan atau Yang Maha Tinggi
yang menuntun kehidupan seseorang, sedangkan dimensi horizontal adalah hubungan seseorang
dengan diri sendiri, dengan orang lain dan dengan lingkungan. Terdapat hubungan yang terus
menerus antara dua dimensi tersebut (Hawari, 2002).

9
2.3 Perkembangan Spiritual Pada Pasien Lansia
Kelompok usia pertengahan dan lansia mempunyai lebih banyak waktu untuk kegiatan
agama dan berusaha untuk mengerti agama dan berusaha untuk mengerti nilai-nilai agama yang
diyakini oleh generasi muda. Perasaan kehilangan karena pensiun dan tidak aktif serta
menghadapi kematian orang lain (saudara, sahabat) menimbulkan rasa kesepian dan mawas diri.
Perkembangan filosofis agama yang lebih matang sering dapat membantu orang tua untuk
menghadapi kenyataan, berperan aktif dalam kehidupan dan merasa berharga serta lebih dapat
menerima kematian sebagai sesuatu yang tidak dapat ditolak atau dihindarkan (Hamid,
2000).Mubarak et.al (2006), perkembangan spiritual yang terjadi pada lanjut usia antara lain:
a. Agama/kepercayaan semakin terintegrasi dalam kehidupan;
b. Lanjut usia makin matur dalam kehidupan keagamaannya, hal ini terlihat dalam berfikir
dan bertindak dalam sehari-hari. Perkembangan spiritual pada usia 70 tahun menurut
Fowler: universalizing, perkembangan yang dicapai pada tingkat ini adalah berfikir dan
bertindak dengan cara memberikan contoh cara mencintai dan keadilan.

2.4 Pengkajian Kebutuhan Dasar Spiritual Pada Pasien Lansia


Dalam pengkajian terhadap lansia perawat harus bisa memberikan ketenangan dan
kepuasan batin dalam hubungannya dengan Tuhan atau agama yang dianutnya dalam keadaan
sakit atau mendeteksi kematian. Sehubungan dengan pendekatan spiritual bagi klien lanjut usia
yang menghadapi kematian, DR. Tony styobuhi mengemukakn bahwa maut sering kali
menggugah rasa takut. Rasa semacam ini didasari oleh berbagai macam factor, seperti ketidak
pastian akan pengalaman selanjutnya, adanya rasa sakit dan kegelisahan kumpul lagi bengan
keluarga dan lingkungan sekitarnya. Dalam menghadapi kematian setiap klien lanjut usia akan
memberikan reaksi yang berbeda, tergantung dari kepribadian dan cara dalam mengahadapi
hidup ini. Adapun kegelisahan yang timbul diakibatkan oleh persoalan keluarga perawat harus
dapat meyakinkan lanjut usia bahwa kalaupun kelurga tadi di tinggalkan , masih ada orang lain
yang mengurus mereka. Sedangkan rasa bersalah selalu menghantui pikiran lanjut usia.
Umumnya pada waktu kematian akan datang agama atau kepercayaan seseorang merupakan
factor yang penting sekali. Pada waktu inilah kelahiran seorang iman sangat perlu untuk
melapangkan dada klien lanjut usia.

10
Dengan demikian pendekatan perawat pada klien lanjut usia bukan hanya terhadap fisik
saja, melainkan perawat lebih dituntut menemukan pribadi klien lanjut usia melalui agama
mereka. Mengingatkan klien lansia apakah sudah beribadah, bagaimana perasaan lansia setelah
beribadah, melakukan hal-hal yang berhubungan dengan beribadah lainnya (berdoa, pergi
ketempat beribadah, berpuasa, berdoa bersama atau pengajian, membaca kitab suci atau al’quran
dan lain-lain).

2.5 Bagaimana Sikap Pasien Lansia Dalam Mengahadapi Sakit Dan Kematian
Pada kelompok lansia saat menghadapi sakit dan kematian, lansia lebih cenderung:
1. Mempunyai lebih banyak waktu untuk kegiatan agama
2. Berusaha untuk mengerti agama dan berusaha untuk mengerti nilai-nilai agama yang
diyakini oleh generasi muda.
3. Perasaan kehilangan karena pensiun dan tidak aktif serta menghadapi kematian orang lain
(saudara, sahabat) menimbulkan rasa kesepian dan mawas diri.
4. Perkembangan filosofis agama yang lebih matang sering dapat membantu orang tua untuk
menghadapi kenyataan, berperan aktif dalam kehidupan dan merasa berharga serta lebih
dapat menerima kematian sebagai sesuatu yang tidak dapat ditolak atau dihindarkan
(Hamid, 2000).
Alasannya : karena pada kelompok lansia lebih cenderung memikirkan aspek spiritual
keagamaan yang lebih utama dari aspek-aspek yang lain, sehingga kelompok lansia lebih
focus pada satu aktivitas spiritual keagamaan untuk mendekatkan dirinya dengan
Tuhannya.

11
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pada kelompok lansia saat menghadapi sakit dan kematian, lansia lebih cenderung:
Mempunyai lebih banyak waktu untuk kegiatan agama, berusaha untuk mengerti agama dan
berusaha untuk mengerti nilai-nilai agama yang diyakini oleh generasi muda, perasaan
kehilangan karena pensiun dan tidak aktif serta menghadapi kematian orang lain (saudara,
sahabat) menimbulkan rasa kesepian dan mawas diri, perkembangan filosofis agama yang lebih
matang sering dapat membantu orang tua untuk menghadapi kenyataan, berperan aktif dalam
kehidupan dan merasa berharga serta lebih dapat menerima kematian sebagai sesuatu yang tidak
dapat ditolak atau dihindarkan (Hamid, 2000).

12
DAFTAR PUSTAKA

http://riosmart.blogspot.co.id/2011/10/konsep-spiritual-lansia.html, diakses pada 19 Maret 2017


http://www.sosial.spiritual.co.id, diakses pada 19 Maret 2017
www.konsepspiritual.com, diakses pada 19 Maret 2017
http://www.spiritualpadalansia.html, diakses pada 19 Maret 2017

13

Anda mungkin juga menyukai