Anda di halaman 1dari 8

Kalkulus diferensial dan integral

Dwi Prananto
January 13, 2015

Fenomena di dunia fisis seringkali berurusan dengan sesuatu yang berubah


terhadap waktu atau variabel bebas lainnya, disebut juga perubahan secara kontinu.
Kalkulus adalah tool yang dapat digunakan untuk berurusan dengan hal-hal yang
berhubungan dengan perubahan kontinu.
Kalkulus berhubungan dengan limit. Untuk memahami ide tentang limit, kita
dapat membayangkan urutan bilangan l1 , l2 , l3 , ... yang nilainya semakin lama se-
makin dekat dengan sebuah nilai L. Sebagai contoh: 0.9, 0.99, 0.999, 0.9999,.....
Dapat dikatakan bahwa limit dari urutan ini adalah sama dengan 1. Tidak ada
satu pun dari angka-angka tersebut yang sama dengan 1, akan tetapi semakin
lama semakin mendekati nilai 1. Jika ide ini digunakan pada fungsi yang berubah
sejalan dengan waktu f (t), maka L adalah limit dari fungsi ketika t mendekati
nilai tertentu, misalnya a
lim f (t) = L. (1)
t→a

1 Kalkulus Diferensial
Kalkulus diferensial berhubungan dengan laju perubahan fungsi ∆f terhadap pe-
rubahan waktu ∆t. Laju perubahan didefinisikan sebagai rasio dari perubahan
fungsi ∆f terhadap perubahan waktu ∆t. Sepanjang interval ∆t, fungsi berubah
dari f (t) menjadi f (t + ∆t), sehingga
∆f = f (t + ∆t) − f (t). (2)

Untuk dapat mendefinisikan laju perubahan pada satu waktu t secara lebih
akurat, kita harus menyusutkan ∆t pada Gambar 1 sampai nol. Tentu saja jika
kita menyusutkan ∆t hingga nol maka ∆f juga akan menjadi nol. Akan tetapi, jika
kita membagi ∆f dengan ∆t maka rasio/perbandingan tersebut akancenderung
menuju sebuah limit. Limit tersebut adalah turunan/derivatif dari fungsi f (t)
terhadap waktu t.
df ∆f f (t + ∆t) − f (t)
= lim = lim . (3)
dt ∆t→0 ∆t ∆t→0 ∆t
Sebagai contoh kita hitung turunan dari fungsi f (t) = t2 . Kita gunakan per-
samaan (3) untuk menghitungnya, dimulai dari :
f (t + ∆t) = (t + ∆t)2 = t2 + 2t∆t + ∆t2

1
Gambar 1: Grafik fungsi yang berubah terhadap waktu, ∆f menunjukkan pe-
rubahan dalam fungsi sedangkan ∆t menunjukkan perubahan dalam waktu

kemudian kurangkan dengan f (t)

f (t + ∆t) − f (t) = t2 + 2t∆t + ∆t2 − t2


= 2t∆t + ∆t2 .

Dengan membaginya dengan ∆t, kita dapatkan:

f (t + ∆t) − f (t) 2t∆t + ∆t2


=
∆t ∆t
= 2t + ∆t.

Pembagian ini akan menghasilkan limit jika ∆t → 0:

f (t + ∆t) − f (t)
lim = lim 2t + ∆t
∆t→0 ∆t ∆t→0
= 2t.

Jadi, turunan dari t2 adalah


d(t2 )
= 2t.
dt
Selanjutnya untuk fungsi dengan perpangkatan secara umum f (t) = tn , turunan-
nya dapat dihitung dengan memanfaatkan teorema binomial

n(n − 1) n(n − 1)(n − 2) n−3 3


(a+b)n = an +nan−1 b+ an−2 b2 + a b +...+bn . (4)
2 3
Dengan menggunakan teorema binomial ini kita dapat menghitung f (t + ∆t),

f (t + ∆t) = (t + ∆t)n
= tn + ntn−1 ∆t + ...

2
Pengurangannya dengan f (t) akan menghasilkan

∆f = f (t + ∆t) − f (t)
n(n − 1)
= tn + ntn−1 ∆t + tn − 2∆t2 + ... − tn
2
n(n − 1)
= ntn−1 ∆t + tn−2 ∆t2 + ...
2
Kemudian membaginya dengan ∆t akan menghasilkan
∆f n(n − 1) n−2
= ntn−1 + t ∆t + ...
∆t 2
Dengan ∆t → 0 maka semua bagian yang mengandung ∆t akan menyusut menjadi
nol dan menghasilkan sebuah limit
d(tn )
= ntn−1 , (5)
dt
yang merupakan rumusan umum praktis untuk menyelesaikan turunan fungsi per-
pangkatan. n di sini tidak terbatas pada bilangan bulat, tetapi juga untuk bilangan
real apapun atau bahkan bilangan kompleks.
Beberapa aturan dalam turunan antara lain:

1. Turunan dari sebuah konstanta (konstanta adalah angka apapun, baik bi-
langan bulat maupun bilangan real) adalah sama dengan nol. Hal ini benar
menurut pengertian turunan, yaitu bahwa turunan adalah laju perubahan,
dan sebuah konstanta tidak akan berubah:
dc
=0
dt

2. Turunan dari sebuah konstanta dikalikan dengan sebuah fungsi adalah kon-
stanta tersebut dikalukan turunan dari fungsi:
(cf ) df
=c
dt dt

3. Penjumlahan dari dua fungsi f (t) dan g(t) adalah juga berupa fungsi dan
turunannya diberikan oleh:
d(f + g) d(f ) d(g)
= + .
dt dt dt
Aturan ini disebut dengan aturan penambahan atau sum rule.

4. Hasil kali dari dua fungsi adalah juga berupa fungsi dan turunannya adalah:
d(f g) d(g) d(f )
= f (t) + g(t) .
dt dt dt
Aturan ini disebut aturan hasil kali.

3
5. Jika kita memiliki dua fungsi, dimana g(t) adalah sebuah fungsi dari t dan
f (g) adalah fungsi dari g, yang membuat f secara tidak langsung merupakan
fungsi dari t. Maka untuk menurunkan fungsi semacam ini pertama kita
harus turunkan terlebih dahulu fungsi g(t) untuk kemudian barulah menu-
runkan f (g):
df df dg
=
dt dg dt
Aturan ini disebut dengan aturan rantai. Hal yang penting dalam aturan
rantai adalah bahwa kita harus menemukan fungsi perantara g(t) untuk da-
pat menyederhanakan f (t) dan membuatnya menjadi f (g). Sebagai contoh,
kita ambil fungsi f (t) = ln t3 . Dalam fungsi ini t3 bisa menjadi sebuah
masalah. Kita ambil t3 di dalam logaritma sebagai fungsi perantara, g = t3 .
Sehingga sekarang kita memiliki f (g) = ln g. Turunan kedua fungsi adalah:
df 1
= , dan
dt g
dg
= 3t2 .
dt
Dengan menggunakan aturan rantai, kita dapatkan:
df df dg
=
dt dg dt
3t2
= .
g
Substitusi g = t3 menghasilkan turunan dari fungsi f (t) terhadap waktu t
df 3t2 3
= 3 =
dt t t

2 Kalkulus Integral
Jika kalkulus diferensial berhubungan dengan laju perubahan. kalkulus integral
berhubungan dengan jumlahan dari banyak bagian-bagian kecil. Masalah utama
dalam kalkulus integral adalah menghitung luasan dibawah kurva yang didefinisikan
oleh sebuah fungsi f (t).
Misalkan kita ingin menghitung luasan di bawah kurva fungsi f (t) dengan
batasan dari a sampai b. Maka sebagai pendekatan kita dapat pecah-pecah luasan
tersebut ke dalam bagian-bagian kecil berbentuk persegi panjang dengan masing-
masing memiliki ukuran lebar yang sama ∆t, seperti terlihat pada Gambar 2.
Lebar dari persegi panjang ini adalah ∆t dan tingginya merupakan nilai lokal dari
fungsi f (t). Luasan dari sebuah persegi panjang tersebut adalah:
δA = f (t)∆t.
Sekarang kita jumlahkan tiap-tiap persegi panjang ini sehingga mendekati lu-
asan di bawah kurva dari a ke b.
N
X
A= f (ti )∆t,
i

4
Gambar 2: Grafik fungsi yang berubah terhadap waktu, Luasan di bawah kurva
fungsi f (t) dibagi-bagi kedalam banyak sub-luasan lebih kecil berbentuk persegi
panjang

N di sini adalah banyaknya bagian-bagian persegi panjang. Untuk memperoleh


hasil yang tepat dari luasan di bawah kurva ini, maka kita susutkan ∆t hingga
mendekati nol dan jumlah dari persegi panjang menjadi tak berhingga. Integral
tertentu antara t = a dan t = b dituliskan sebagai
Z b X
A= f (t)dt = lim f (ti )∆t.
a ∆t→0
i
R
Tanda integral , disebut summa, menggantikan tanda penjumlahan sigma, dan
∆t digantikan oleh dt. Fungsi f (t) disebut sebagai integrand.
Jika kita ganti batasan b dengan nilai variabel T sehingga integrasi menjadi
tak tentu Z T
f (t)dt.
a
Integral ini direpresentasikan dalam fungsi F (T ). Fungsi F (T ) mendefinisikan
integral tak tentu dari fungsi f (t), biasa ditulis dengan
Z
F (T ) = f (t)dt. (6)

Hubungan antara integral dan turunan bersifat resiprokal, yang berarti bahwa
turunan dari integral adalah integrand itu sendiri
dF
= f (t).
dt
Hal ini dapat dibuktikan dengan menambahkan perubahan bagian kecil persegi
panjang pada T dari T sampai T + ∆t, sehinggga kita memiliki integral baru
Z T +∆t
F (T + ∆t) = f (t)dt.
a

5
Dengan penambahan sebuah persegi panjang Perbedaan F (T + ∆t) − F (T ) tak
lain hanyalah luasan dari persegi panjang tambahan itu sendiri

F (T + ∆t) − F (T ) = f (T )∆t.

Pembagian dengan ∆t menghasilkan


F (T + ∆t) − F (T )
= f (T ).
∆t
Jika kita ambil limit dimana ∆t → 0,
dF F (T + ∆t) − F (T )
= lim = f (T ).
dT ∆t→0 ∆t
Kita dapat menyederhanakan ini dengan mengabaikan perbedaan antara t dan T ,
dF
= f (t).
dt
Untuk lebih memahaminya kita coba menemukan integral dari fungsi per-
pangkatan f (t) = tn Z Z
F (t) = f (t)dt = tn dt.

Dari hubungan antara F dan f


dF (t)
f (t) =
dt
atau
dF (t)
tn = .
dt
Hal yang harus kita lakukan adalah menemukan fungsi F yang turunannya adalah
tn .
Dari sub-bab sebelumnya tentang kalkulus diferensial, kita menemukan bahwa
untuk apapun nilai m,
d(tm )
= mtm−1
dt
. Jika kita substitusikan m = n + 1, maka akan menjadi
d(tn+1 )
= (n + 1)tn
dt
atau, dengan membagi dengan n + 1,
n+1
d( tn+1 )
= tn .
dt
tn+1
Sehingga kita menemukan bahwa tn adalah turunan dari n+1
. Dapat dituliskan
sebagai
tn+1
Z
F (t) = tn dt = .
n+1

6
Secara umum teorema dasar dari kalkulus dapat dituliskan sebagai
Z b
f (t)dt = F (t)|ba = F (b) − F (a). (7)
a

Beberapa rumus integrasi antara lain:


R
• cdt = ct
R R
• cf (t)dt = c f (t)dt
2
• tdt = t2 + c
R

3
• t2 dt = t3 + c
R

n+1
• tn dt = tn+1 + c
R

R
• sin tdt = − cos t + c
R
• cos tdt = sin t + c
R
• et dt = et

• dtt = ln t + c
R

R R R
• [f (t) ± g(t)]dt = f (t)dt ± g(t)dt.

2.1 Integrasi parsial


Integrasi parsial adalah salah satu tool untuk menyelesaiakn perhitungan integral
yang rumit. Integral parsial merupakan balikan dari aturan hasil kali dari turunan.
Kembali kita tinjau aturan hasil kali

d[f (x)g(x)] dg(x) df (x)


= f (x) + g(x) .
dx dx dx
Mengintegralkan kedua sisi dari presamaan dari a sampai b menghasilkan
Z b Z b Z b
d[f (x)g(x)] dg(x) f (x)
= f (x) + g(x) (8)
a dx a dx a dx
Z b Z b
dg(x) df (x)
f (x)g(x)|ba − f (x) = g(x) . (9)
a dx a dx

Jika f (x) direpresentasikan dengan u dan g(x) dengan v, sehingga df (x)/dx =


du dan dg(x)/dx = dv, maka substitusi pada persamaan (9) menghasilkan
Z Z
uv − udv = vdu, (10)

yang merupakan rumusan praktis dari integrasi parsial.

7
Sebagai contoh, kita hitung integral dari x cos x dari 0 sampai π/2
Z π/2
x cos xdx,
0

dengan menggunakan persamaan (10) ambil x sebagai v dan cos xdx sebagai du

v = x, dv = dx
du = cos xdx, u = sin x.

Substitusi ke persamaan (10) menghasilkan


Z π/2 Z π/2
π/2
x cos xdx = x sin x|0 − sin xdx
0 0
π π π
=
sin + cos
2 2 2
Z π/2
π
x cos xdx = .
0 2

Referensi
[1] L. Susskind, G. Hrabovsky, The Theoretical Minimum, (Basic Book, New York,
2013)

Anda mungkin juga menyukai