Itu karena Allah memberi ku cinta Yang ditujukan kepadamu Jika sudah menikah, manakah yang harus didahulukan taat kepada orang tua atau suami?
Mungkin sudah dipahampi sebagian
kita, taat seorang suami adalah kepada ibunya. Taat seoerang istri adalah kepada suaminya. Tidak patut bagi manusia untuk bersujud kepada manusia yang lain dan kalau patut seorang manusia untuk bersujud kepada manusia yang lain tentu aku perintahkan kepada perempuan supaya bersujud kepada suaminya. Karena besarnya hak suami atas perempuan (HR. Ahmad) Syaikhul islam ibnu taimiyah juga menyatakan “segalah puji bagi rabb alam semesta. Seorang perempuan apabila telah dikawinkan maka suaminya lebih berhak terhadapnya daripada kedua orang tuanya dan taat kepada suami itu lebih wajib atasnya. Sementara di dalam al-quran Allah berfirman “sebab itu maka wanita yang shalihah, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada. Oleh karena Allah memelihara mereka (AN-Nisa: 34) Maka perempuan itu di sisi suaminya serupa budak dan tawanan, karena itu ia tidak boleh keluar dari rumahnya kecuali dengan izin suaminya. Baik perempuan itu disuruh oleh bapaknya, ibunya atau lainnya, demikian menurut kesepakatan para imam. Dan apabila suami hendak membawa istrinya pindah ke suatu tempat sementara ia adalah orang yang senantiasa melakukan segala yang menjadi kewajibannya dan menjaga batas-batas Allah padanya, namun bapaknya melarang menaati suaminya dalam hal itu (berpindahan) maka istri itu wajib manaati suaminya bukan orangtuanya. Maka kedua orangtua itu zalim (berbuat aniaya), sebab keduanya tidak mempunyai hak untuk melarang wanita tersebut taat kepada suami seperti ini, dan perempuan itu tidak boleh taat kepada ibunya dalam hal yang diperintahkan seperti menjauhkan diri dari suaminya atau juah padanya hingga suami menalaknya. Seperti halnya jika wanita itu menuntut nafkah, pakaian dan mas kawin kepada suaminya dengan tuntunan supaya suaminya mentalaknya. Karena itu istri tidak boleh mentaati dari salah seorang dari kedua orangtunya untuk menimbulkan perceraian apabila suaminya takwa kepada Allah dalam mempergaulinya. Apakah yang membuat kita mampu memaafkan kesalahan suami? Tentu karena melihat kesungguhan suami untuk mengishlahkan diri, setelah mungkin melakukan hal yang mengecewakan istri maupun keluarga. Lainnya mungkin merasa harus lebih memaklumi karena baru pertama ini keslahan seperti itu dilakukan suami. Atau rasa cinta dan kebutuhan yang begitu besar, sehingga kita tidak pernah sanggup memikirkan kemungkinan berpisah dari suami apapun kesalahannya. Taat dan bakti seorang lelaki Lalu kepada siapakah lelaki wajib tunduk dan taat? Istri? Tentu saja bukan. Kecauli mereka yagn sering diledek sebagai barisan takut istri heeheh….seorang lelaki memiliki prioritas taat yang sama seperti ketika dia belum menikah. Kepada ibu Beberapa istri mungkin mengeluh, memprotes kebiasaan suami yang masih manja, masih senang dipeluk, dipijat keningnya atau meletakkan kepada dipakuang ibunya. Wajar nggak sih? Sebagian ada juga yang memprotes. Wanita perlu taat kepada suaminya, tetapi lelaki wjib taat kepada ibunya bahkan dalam hadist disebutkan kewajiban taat kepada ibu diulang Rasullah tiga kali, dibandingkan wajib taat laki-laki kepada ayahnya. Pengulangan yang menunjukkan keutamaan taat kepada ibu dibanding ayah. Adilkah? Sebenarnya jika dipikirkan lagi, tidak ada yang tidak adil. Bukahkah ibu adalah wanita seperti kita juga. Dan tidakkah membahagikan jika nantinya, kita dimuliakan sedemikian? Dijamin perlindungan dan penjagaannya oleh anak-anak lelaki kita nanti, meskipun mereka sudah besar dan menjadi miliki perempuan lain. Tentu saja ketaatan ini tidak membabi buta dan membuta suami boleh menelantarkan istri demi ibunya. Jika si ibu tidak memiliki pemahaman islam yang baik dan berusaha mengusir sang istri, tanpa alasan atau menguasai harta anaknya, hingga si istri dan cucunya terlantar tentu tidak dibenarkan Permintaa siapa pun, ibu sekali pun, yang mengarah kepada kemunkaran, suatu kemaksiatan, berlawanan dengan perintah Allah maka tidak ada taat seorang makhluk dalam hal ini. Anak lelaki boleh menolak. Istri berhak keberatan. Mertua yang baik tidak akan membiarkan anaknya bertinda tidak bertanggung jawab kepada istri yang sudah dinikahi.