TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Diabetes Melitus
1. Pengertian Diabetes Melitus
a. Kata Diabetes berasal dari bahasa Yunani, “diabainean” yang berarti curahan atau
pancuran air, dan Militus berasal dari bahasa latin “militus” yang berarti manis atau
gula atau madu. Dengan demikian, secara bahasa, defenisi dari diabetes melitus
adalah curahan cairan dari tubuh yang banyak mengandung gula. Cairan yang
dimaksud di sini adalah air seni yang berasa manis karena banyak mengandung gula
kronis yang ditandai dengan tingginya kadar gula dan disertai dengan gangguan
insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau defesiensi
produk insulin oleh sel beta langerhans kelenjar pankreas atau disebabkan oleh
kurang responsifnya sel tubuh terhadap insulin. Diabetes Melitus dikenal sebagai
silent killer karena sering tidak disadari oleh penderitanya dan saat diketahui sudah
berbagai faktor: genetik, imonologik, lingkungan dan gaya hidup. Penyakit ini
ditandai denpgan hiperglisemia, suatu kondisi yang terjalin erat dengan kerusakan
berakhir sebagai kegagalan, kerusakan atau gangguan fungsi organ (Arisman, 2013).
d. Diabetes Melitus merupakan suatu penyakit degeneratif, yaitu penyakit akibat fungsi
atau struktur dari jaringan atau organ tubuh yang secara progresif menurun dari
waktu ke waktu karena usia atau pilihan gaya hidup (Noviyanti, 2015).
e. Diabetes Melitus merupakan penyakit gangguan metabolisme kronis yang ditandai
dibutuhkan untuk memfasilitasi masuknya glukosa dalam sel agar dapat digunakan
untuk metabolisme dan pertumbuhan sel. Berkurang atau tidak adanya insulin
menjadikan glukosa tertahan dalam darah dan menimbulkan peningkatan gula darah,
dapat atau kurang mampu membuat insulin. Akibatnya insulin tubuh kurang atau
tidak ada sama sekali, gula akan menumpuk di dalam peredaran darah karena tidak
wanita. Gejalanya timbul mendadak dan bisa langsung berat, bahkan sampai koma
apabila tidak segera ditolong dengan suntikan insulin. Dari semua penderita diabetes,
hanya sekitar 2-3%, mungkin karena sebagian tidak terdiagnosis atau tidak diketahui.
b. Diabetes tipe 2
Diabetes tipe 2 merupakan jenis yang paling sering didapatkan. Biasanya
timbul pada usia di atas 40 tahun, namun bisa pula timbul pada usia lebih muda atau
insulinya buruk sehingga tidak dapat berfungsi dengan baik sehingga menyebabkan
glukosa dalam darah meningkat. Pasien demikian biasanya tidak perlu tambahan
suntikan insulin dalam pengobatanya, tapi perlu obat tablet yang bekerja untuk
diabetes). Keadaan ini terjadi karena pembentukan beberapa hormon pada wanita
terjadi sekunder atau akibat penyakit lain, yang menggangu produksi insulin, atau
beberapa obat anti hipertensi atau anti kolestrol, malnutrisi, dan juga infeksi.
1. Faktor Umum Terjadinya Diabetes Melitus
Diabetes melitus terjadi karena beberapa faktor penyebab. Secara umum, ada
faktor yang diyakini dapat menimbulkan resiko penyakit Diabetes Melitus yang harus
mendapatkan perhatian serius untuk bisa terhindar dari penyakit yang bisa dibilang
sangat mematikan. Faktor tersebut adalah sebagai berikut (Fitriana, dkk, 2016);
a. Faktor Genetik
Faktor keturunan atau genetik memiliki konstribusi yang tidak dapat dianggap
remeh untuk seseorang penyakit diabetes. Penyakit diabetes karena faktor genetik
sangatlah sulit. Agar seseorang dapat terhindar dari penyakit Diabetes Melitus
terhadap hormon insulin. Sel tubuh mengalami persaingan ketat dengan jaringan
lemak untuk menyerang insulin. Akibatnya organ pankreas akan dipacu dengan
keras memproduksi insulin dalam jumlah yang banyak sehingga membuat organ ini
tubuhnya mulai melemah. Begitu pola dengan kepekaan terhadap insulin. Bahkan
tidak peka terhadap hormon insulin. Sehingga dapat berpotensi terserang penyakit
diabetes.
d. Kurangnya Aktifitas Fisik
Kurangnya aktifitas fisik menjadi faktor cukup besar untuk seseorang
mengalami kegemukan dan melemahkan kerja organ vital seperti jantung, liver,
ginjal, dan juga penkreas. Dengan demikian kurangnya aktifitas fisik juga dapat
Diabetes Melitus.
f. Mengonsumsi Makanan Berkolestrol Tinggi
Makanan berkolestrol tinggi diyakini memberi konstribusi yang cukup besar
mengomsumsi kolestrol lebih dari 300mg per hari akan meningkatkan resiko
b. DM tipe II
Disebabkan oleh kegagalan relative sel beta dan resistensi insulin. Faktor
resiko yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes tipe II: usia, obesitas,
menjadi lambat, sirkulasi ke vaskuler tidak lancar, termasuk pada mata yang dapat
mengakibatkan penumpukan gula pada kulit sehingga menjadi gatal, jamur dan
g. Ketonuria
Ketika glukosa tidak lagi digunakan untuk energi, maka digunakan asam
lemak untuk energi, asam lemak akan dipecah menjadi keton yang kemudian berada
glukosa darah.
4. Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat berkembang pada diabetes baik yang bersifat
komplikasi akut pada diabetes melitus yang penting dan berhubungan dengan
dalam darah rendah. Kadar glukosa darah turun dibawah 50 mg/dl. Pada
penyandang diabetes, keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian insulin dan
preparat oral yang berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit atau karena
aktifitas fisik yang berat dan berlebih. Gejala hipoglikemia dapat dikelompokkan
ke dalam dua kategori yaitu gejala adrenergik dan gejala sistem saraf pusat.
Hipoglikemia ringan didiagnosis ketika kadar glukosa darah 50 mg/dl yang akan
metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Ada tiga gambaran klinik pada
b. Komplikasi Kronik
Menurut Suzzane C. Smeltzer, 2002 (Rumohorbo, 2014) Komplikasi kronik
diabetes dapat menyerang semua sistem organ tubuh. Kerusakan organ tubuh
masalah yang serius pada diabetes. Aterosklerotik yang terbaik sangat beragam
tergantung pada lokasi pembuluh darah yang terkena, derajat sumbatan yang
mengakibatkan kebutaan.
b) Nefropati Diabetikum
Bila kadar glukosa darah meninggi maka mekanisme filtrasi ginjal
pasien juga yang penting adalah dilakukan test diagnostik diantarannya (Tarwoto, 2016);
a. Pemeriksaan Gula Darah Puasa atau Fasting Blood Sugar (FBS)
1) Tujuan:
Menentukan jumlah glukosa darah pada saat puasa.
2) Pembatasan:
Tidak makan selama 12 jam sebelum test biasanya jam 08.00 pagi sampai
darah venanya.
4) Hasil:
Normal: kurang dari 120 mg/100 ml serum.
Abnormal: lebih dari 200 mg/100 ml atau lebih, indikasi DM.
c. Pemeriksaan Toleransi Glukosa Oral/Oral Glukosa tolerance test (TTGO)
1) Tujuan:
Menentukan toleransi terhadap respon pemberian glukosa.
2) Pembatasan:
Pasien tidak makan 12 jam sebelum test dan selama test, boleh minum
air putih, tidak merokok, minum kopi atau teh selama pemeriksaan (untuk
kemudian puasa selama 12 jam, ambil darah puasa dan urine untuk
periksa darah dan urine ½, 1,2,3,4 dan 5 jam setelah pemberian glukosa.
4) Hasil:
Normal: puncaknya jam pertama setelah pemberian 140 mg/dl dan kembali
dipengaruhi oleh berbagai hal misalnya karena obat-obatan seperti aspirin, vitamin
C dan beberapa antibiotik, adanya kelainan ginjal dan pada lansia dimana ambang
glukosa terganggu.
senyawa ini akan menumpuk pada darah dan urine. Jumlah keton yang besar pada
urine akan mengubah pereaksi pada strip menjadi keunguan. Adanya ketonuria
melekat pada hemoglobin. Pemeriksaan ini menujukkan kadar glukosa darah rerata
selama 120 hari sebelumnya, sesuai dengan usia eritrosit. HbA1c digunakan untuk
komplikasi. Hasil HbA1c tidak berubah karena pengaruh kebiasaan makan sehari
sebelum test. Pemeriksaan HbA1c dilakukan untuk diagnosis dan pada interval
kali dalam setahun bagi pasien DM. Kadar yang di rekomendasikan oleh American
6. Penatalaksanaan
Menurut Wijaya (2013) adapun penatalaksanaan yang dapat dilakukan oleh
lain).
d) DM dengan kehamilan atau DM gastasional yang tidak terkendali dalam
pola makan.
e) DM tidak berhasil di kelola dengan obat hipoglikemik oral dengan dosis
dari dosis rendah, lalu dinaikkan perlahan, sedikit demi sedikit sesuai
mengontrol kadar gula darah agar tetap stabil. Adapun tahap pencegahannya, yaitu
sebagai berikut;
a. Pencegahan Primer
Pencegahan primer merupakan upaya yang dilakukan terhadap orang yang
termasuk kelompok berisiko tinggi, yakni orang yang belum menderita Diabetes
Melitus, tetapi berpotensi untuk menderita penyakit tersebut. Dalam hal ini,
penyuluhan memiliki peran yang sangat penting untuk upaya pencegahan primer.
Idealnya, sejak masa prasekolah hendaknya telah ditanamkan pengertian
mengenai pentingnya kesehatan dengan cara kegiatan jasmani teratur, pola dan
jenis makanan yang sehat, menjaga badan agar tidak terlalu gemuk, dan resiko
sekunder yang dilakukan dengan menggunakan tes urin, kadar gula darah
berat badan hingga mencapai berat badan ideal. Untuk itu, perlu dibantu
Diabetes Melitus. Makanan yang masuk ke dalam tubuh harus diatur dan
dibagi secara merata sepanjang hari. Perlakuan ini harus dilakukan secara
badan.
c. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier merupakan upaya menanggulangi penyakit diabetes
gangguan dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut. Salah satu
menetap. Sebagai contoh, Aspirin dosis rendah (80-325 mg/hari) dapat diberikan
makroangiopati.
DAFTAR PUSTAKA
Amir,M.J.S., Wungouw, H., & Pangeman, D. (2015). Kadar Glukosa Darah Sewaktu Pada
Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Puskesmas Bahu Kota Manado. Jurnal e-Biomedik.
Vol.3, No.1.
Arifin, & Damayanti, S. (2015). Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kepatuhan Diet
Diabetes Melitus Tipe 2 Di Poli Penyakit Dalam RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoroklaten.
Jurnal Keperawatan Respati. Vol.2, No.2.
Arisman, MB. (2013). Obesitas, Diabetes mellitus & Dislipidemia. Jakarta: Buku Kedokteran
EGC.
Baequny, A., Harnany, S.A., & Rumimper, E. (2015). The Effect of High-Calorie Diet Towards
The Increase of Blood Sugar Levels in Patients With Type 2 Diabetes Mellitus. Jurnal
Riset Kesehatan. Vol. 4, No. 1.
Damayanti, S. (2015). Diabetes Melitus & Penatalaksanaan Keperawatan. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Dinas Kesehatan Kota Makassar (2016). Profil Kesehatan Kota Makassar 2015. Makassar:
Pemerintah Kesehatan Kota Makassar.
Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan. (2015). Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan
2014. Makassar: Pemerintah Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan.
Dewi, K.R. (2014). Diabetes Bukan Untuk Ditakuti. Jakarta: Fmedia.
Donsu Tine, D.J (2016). Metodologi Penelitian Keperawatan. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
Fathurochman, I., & Fadhilah, M. (2016). Gambaran Tingkat Risiko Dan Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Risiko Diabetes Melitus Tipe 2 di Buarang, Serpong. Jurnal
Kedokteran Yarsi.
Fauzi, I. (2014). Buku Pintar Deteksi Dini Gejala & Pengobatan Asam Urat, Diabetes, dan
Hipertensi. Yogyakarta: Araska.
Fitriana, R., & Rachmawati, S. (2016). Cara Ampuh Tumpas Diabetes. Yogyakarta: Medika.
Haskas, Y. (2017). Determinan Perilaku Pengendalian Diabetes Melitus Di Wilayah Kota
Makassar. Global Health Science. Vol. 2, No. 2.
Haskas, Y. (2017). Pengaruh Niat Penderita Terhadap Perilaku Pengendalian Diabetes Melitus
Di Kota Makassar. Global Health Science. Vol. 2, No. 4.
Hidayat, A. (2014). Metode Penelitian Keperawatan Dan Teknik Analisis Data. Jakarta: Salemba
Medika..
Jauhariah, D., & Prasetyaningrum, I.Y. (2016). Sembuh Dari Diabetes Tanpa Obat. Jakarta:
Fmedia.
Jelantik, G.M.I., & Haryati, E. (2014). Hubungan Faktor Risiko Umur, Jenis Kelamin,
Kegemukan dan Hipertensi dengan Kejadian Diabetes Mellitus Tipe II Di Wilayah Kerja
Puskesmas Mataram. Jurnal Media Ilmiah39.Vol 8, No 1.
Kementerian kesehatan RI. (2014). Pusat Data Dan Informasi Kementerian Kesehatan RI
Situasi Dan Analisis Diabetes. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Mardalena. (2017). Dasar-Dasar Ilmu Gizi Dalam Keperawatan. Yogyakarta: Pustaka Baru
Press.
Muzakkir. (2016). Perilaku Hidup Kurang Sehat Memicu Diabetes Melitus. Makassar: PT. Isam
Cahaya Indonesia.
Najarkolaei et al. (2017). Determinants of Lifestyle Behavior in Iranian Adults with Prediabetes:
Applying the Theory of Planned Behavior. Archives of Iranian Medicine. Vol.20, No. 4.
Nurarif, H.A., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA. Jilid satu. Yogyakarta: Mediaction.
Nursalam. (2016). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Notoadmodjo, S. (2014). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Noviyanti. (2015). Cara Cepat Usir Diabetes. Yogyakarta: Notebook.
Mayulu, N., Pangemananan, D., & Betteng R. (2014). Analisis Faktor Resiko Penyebab
Terjadinya Diabetes Melitus Tipe 2 Pada Wanita Usia Produktif Di Puskesmas Wawonasa. Jurnal
e-Biomedik. Vol.2, No.1.
Pakar Gizi Indonesia. (2017). Ilmu Gizi Teori Dan Aplikasi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Puteri, D., Aini, N., & Masruroh , L.N. (2016). Analisis FaktorYang Mempengaruhi Kepatuhan
Klien Pada Penatalaksanaan Diabetes Melitus Di Puskesmas Dinoyo Malang. Skripsi:
Universitas Muhammadiyah Malang.
Prihaningtyas, A.N. (2013). Hidup Manis Dengan Diabetes Panduan Lengkap Berkawan
Dengan Diabetes. Yogyakarta: Media Pressindo.
Priyoto. (2014). Teori Sikap & Perilaku Dalam Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika.
Rumahorbo, H. (2014).Mencegah Diabetes Melitus Dengan Perubahan Gaya Hidup. Bogor: In
Media.
Saryono & Anggraeni, D.M. (2013). Metodelogi Penelitan Kualitatif Dan Kuantitatif Dalam
Bidang Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika.
Sugiono. (2013) Metode Penelitian Kuantitatif kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sutanto, T. (2013). Diabetes Deteksi, Pencegahan, Pengobatan. Yogyakarta: Buku Pintar.
Soelistijo, A.S, dkk. (2015). Konsesus Pengelolaan Dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 Di
Indonesia. Jakarta: PB Perkeni.
Tandra, H. (2015). Diabetes Bisa Sembuh – Petunjuk Praktis Mengalahkan dan Menyembuhkan
Diabetes. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Tarwoto. (2016). Keperawatan Bedah Gangguan Sistem Endokrin. Jakarta: CV. Trans Info
Media.
Wahyuni , S., & Alkaff, N.R. (2013). Diabetes Melitus Pada Perempuan Usia Reproduksi Di
Indonesia Tahun 2007. Jurnal Kesehatan Reproduksi. Vol 3, No 1.
Wijaya, S.A., & Putri, M.Y. (2013). Keperawatan Medikal Bedah. Jilid dua Yogyakarta: Nuha
Medika.