Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Diabetes Melitus
1. Pengertian Diabetes Melitus
a. Kata Diabetes berasal dari bahasa Yunani, “diabainean” yang berarti curahan atau

pancuran air, dan Militus berasal dari bahasa latin “militus” yang berarti manis atau

gula atau madu. Dengan demikian, secara bahasa, defenisi dari diabetes melitus

adalah curahan cairan dari tubuh yang banyak mengandung gula. Cairan yang

dimaksud di sini adalah air seni yang berasa manis karena banyak mengandung gula

(Fitriana, dkk, 2016).


b. Diabetes Melitus didefenisikan sebagai suatu penyakit gangguan metabolisme

kronis yang ditandai dengan tingginya kadar gula dan disertai dengan gangguan

metabolisme karbohidrat, lipid, dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi

insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau defesiensi

produk insulin oleh sel beta langerhans kelenjar pankreas atau disebabkan oleh

kurang responsifnya sel tubuh terhadap insulin. Diabetes Melitus dikenal sebagai

silent killer karena sering tidak disadari oleh penderitanya dan saat diketahui sudah

terjadi komplikasi (Mardalena, 2017).


c. Diabetes Melitus merupakan penyakit metabolik yang disebabkan oleh interaksi

berbagai faktor: genetik, imonologik, lingkungan dan gaya hidup. Penyakit ini

ditandai denpgan hiperglisemia, suatu kondisi yang terjalin erat dengan kerusakan

pembuluh darah besar (makrovaskuler) maupun kecil (Mikrovaskuler), yang

berakhir sebagai kegagalan, kerusakan atau gangguan fungsi organ (Arisman, 2013).
d. Diabetes Melitus merupakan suatu penyakit degeneratif, yaitu penyakit akibat fungsi

atau struktur dari jaringan atau organ tubuh yang secara progresif menurun dari

waktu ke waktu karena usia atau pilihan gaya hidup (Noviyanti, 2015).
e. Diabetes Melitus merupakan penyakit gangguan metabolisme kronis yang ditandai

adanya peningkatan kadar glukosa dalam darah (Hiperglikemia), disebabkan karena

ketidakseimbangan antara supplai dan kebutuhan insulin. Insulin dalam tubuh

dibutuhkan untuk memfasilitasi masuknya glukosa dalam sel agar dapat digunakan

untuk metabolisme dan pertumbuhan sel. Berkurang atau tidak adanya insulin

menjadikan glukosa tertahan dalam darah dan menimbulkan peningkatan gula darah,

sementara sel menjadi kekurangan glukosa yang sangat dibutuhkan dalam

kelangsungan fungsi sel (Tarwoto, 2016).

2. Klasifikasi Diabetes Melitus


Ada jenis Diabetes Melitus diantaranya (Tandra, 2015);
a. Diabetes Tipe 1
Diabetes tipe 1 adalah diabetes dimana pankreas sebagai pabrik insulin tidak

dapat atau kurang mampu membuat insulin. Akibatnya insulin tubuh kurang atau

tidak ada sama sekali, gula akan menumpuk di dalam peredaran darah karena tidak

dapat diangkut ke dalam sel.


Penyakit ini biasanya timbul pada usia anak atau remaja, pada pria maupun

wanita. Gejalanya timbul mendadak dan bisa langsung berat, bahkan sampai koma

apabila tidak segera ditolong dengan suntikan insulin. Dari semua penderita diabetes,

5-10% merupakan tipe satu.


Di indonesia, statistik mengenai diabetes tipe 1 belum ada, diperkirahkan

hanya sekitar 2-3%, mungkin karena sebagian tidak terdiagnosis atau tidak diketahui.
b. Diabetes tipe 2
Diabetes tipe 2 merupakan jenis yang paling sering didapatkan. Biasanya

timbul pada usia di atas 40 tahun, namun bisa pula timbul pada usia lebih muda atau

sekitar 20 tahun. Sekitar 90-95% penderita diabetes adalah diabetes tipe 2.


Pada diabetes tipe 2, pankreas masih bisa membuat insulin, tetapi kualitas

insulinya buruk sehingga tidak dapat berfungsi dengan baik sehingga menyebabkan

glukosa dalam darah meningkat. Pasien demikian biasanya tidak perlu tambahan

suntikan insulin dalam pengobatanya, tapi perlu obat tablet yang bekerja untuk

memperbaiki fungsi insulin, memperbaiki glukosa, memperbaiki pengolahan gula di

hati, dan sebagainya.


c. Diabetes Pada Kehamilan
Diabetes yang terjadi pada saat hamil disebut diabetes tipe gestasi (gestasional

diabetes). Keadaan ini terjadi karena pembentukan beberapa hormon pada wanita

hamil yang menyebabkan resistensi insulin.


d. Diabetes lain
Ada pula diabetes yang tidak termasuk kelompok diatas,yaitu diabetes yang

terjadi sekunder atau akibat penyakit lain, yang menggangu produksi insulin, atau

memengaruhi kerja insulin. Contoh: radang pankreas (pankreatitis), gangguan

kelenjar adrenal (hipofisis), penggunaan hormon kortikosteroid, pemakaian

beberapa obat anti hipertensi atau anti kolestrol, malnutrisi, dan juga infeksi.
1. Faktor Umum Terjadinya Diabetes Melitus
Diabetes melitus terjadi karena beberapa faktor penyebab. Secara umum, ada

faktor yang diyakini dapat menimbulkan resiko penyakit Diabetes Melitus yang harus

mendapatkan perhatian serius untuk bisa terhindar dari penyakit yang bisa dibilang

sangat mematikan. Faktor tersebut adalah sebagai berikut (Fitriana, dkk, 2016);

a. Faktor Genetik
Faktor keturunan atau genetik memiliki konstribusi yang tidak dapat dianggap

remeh untuk seseorang penyakit diabetes. Penyakit diabetes karena faktor genetik
sangatlah sulit. Agar seseorang dapat terhindar dari penyakit Diabetes Melitus

karena genetik perlu memperbaiki pola hidup dan pola makan.


b. Obesitas atau Kegemukan
Kegemukan dapat menyebabkan tubuh seseorang mengalami resistensi

terhadap hormon insulin. Sel tubuh mengalami persaingan ketat dengan jaringan

lemak untuk menyerang insulin. Akibatnya organ pankreas akan dipacu dengan

keras memproduksi insulin dalam jumlah yang banyak sehingga membuat organ ini

menjadi kelelahan dan akhirnya rusak.


c. Usia Lanjut
Seseorang dengan usia yang sudah tua akan mengalami kecenderungan organ

tubuhnya mulai melemah. Begitu pola dengan kepekaan terhadap insulin. Bahkan

wanita yang sudah mengalami menopause mempunyai kecederungan untuk lebih

tidak peka terhadap hormon insulin. Sehingga dapat berpotensi terserang penyakit

diabetes.
d. Kurangnya Aktifitas Fisik
Kurangnya aktifitas fisik menjadi faktor cukup besar untuk seseorang

mengalami kegemukan dan melemahkan kerja organ vital seperti jantung, liver,

ginjal, dan juga penkreas. Dengan demikian kurangnya aktifitas fisik juga dapat

memicu terjadinya diabetes.


e. Merokok
Asap rokok ternyata tak hanya menimbulkan efek negatif terhadap kesehatan

pernafasan, tetapi juga menimbulkan resiko seseorang mudah terserang penyakit

Diabetes Melitus.
f. Mengonsumsi Makanan Berkolestrol Tinggi
Makanan berkolestrol tinggi diyakini memberi konstribusi yang cukup besar

untuk seseorang mudah terserang penyakit Diabetes Melitus. Orang yang

mengomsumsi kolestrol lebih dari 300mg per hari akan meningkatkan resiko

terserang penyakit tersebut.


2. Etiologi Diabetes Melitus
a. DM tipe I
Diabetes yang tergantung insulin ditandai dengan penghancuran sel beta

pankreas yang disebabkan oleh;


1) Faktor genetik penderita tidak mewarisi diabetes tipe itu sendiri, tetapi mewarisi

suatu presdiposisi atau kecederungan genetik kearah terjadinya diabetes tipe I.


2) Faktor imonologi (autoimun).
3) Faktor lingkungan: virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun

yang menimbulkan estruksi beta.

b. DM tipe II
Disebabkan oleh kegagalan relative sel beta dan resistensi insulin. Faktor

resiko yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes tipe II: usia, obesitas,

riwayat dan keluarga.


Sudoyo Aru, 2008 (Nurarif, dkk, 2015) menyatakan bahwa hasil pemeriksaan

glukosa darah 2 jam pasca pembedahan dibagi menjadi 3 yaitu:


1) <140 mg/dl → normal
2) 140-< 200 mg/dl → toleransi glukosa terganggu.
3) ≥ 200 mg/dl → diabetes.
3. Manifestasi Klinis
Adapun tanda dan gejala dari penderita diabetes melitus yaitu (Tarwoto, 2016);
a. Sering kencing/miksi (Poliuria)
Adanya hiperglikemia menyebabkan sebagian glukosa dikeluarkan oleh ginjal

bersama urine karena keterbatasan kemampuan filtrasi ginjal dan kemampuan

reabsorpsi dari tubulus ginjal. Untuk mempermudah pengeluaran glukosa maka

diperlukan banyak air, sehingga frekuensi miksi menjadi meningkat.

b. Meningkatnya rasa haus (Polidipsia)


Banyaknya miksi menyebabkan tubuh kekurangan cairan (dehidrasi), hal ini

merangsang pusat haus yang mengakibatkan peningkatan rasa haus.


c. Meningkatnya rasa lapar (Polipagia)
Meningkatnya katabolisme, pemecahan glikogen untuk energi berkurang,

keadaan ini menstimulasi pusat lapar.


d. Penurunan berat badan
Penurunan berat badan disebabkan karena banyaknya kehilangan cairan,

glikogen dan cadangan trigliserida serta massa otot.


e. Kelainan pada mata, penglihatan kabur
Pada kondisi kronis, keadaan hiperglikemia menyebabkan aliran darah

menjadi lambat, sirkulasi ke vaskuler tidak lancar, termasuk pada mata yang dapat

merusak retina serta kekeruhan pada lensa.


f. Kulit gatal
Infeksi kulit, gatal disekitar penis dan vagina. Peningkatan glukosa darah

mengakibatkan penumpukan gula pada kulit sehingga menjadi gatal, jamur dan

bakteri mudah menyerang kulit.

g. Ketonuria
Ketika glukosa tidak lagi digunakan untuk energi, maka digunakan asam

lemak untuk energi, asam lemak akan dipecah menjadi keton yang kemudian berada

pada darah dan dikeluarkan melalui ginjal.


h. Kelemahan dan keletihan
Kurangnya cadangan energi, adanya kelaparan sel, kehilangan potassium

menjadi akibat pasien mudah lelah dan letih.


i. Terkadang tanpa gejala
Pada keadaan tertentu, tubuh sudah dapat beradaptasi dengan peningkatan

glukosa darah.
4. Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat berkembang pada diabetes baik yang bersifat

akut maupun kronik yaitu;


a. Komplikasi akut
Suzzane C. Smeltzer, 2002 (Rumohorbo, 2014) Menyatakan bahwa ada tiga

komplikasi akut pada diabetes melitus yang penting dan berhubungan dengan

gangguan keseimbangan kadar glukosa darah jangka pendek yaitu;


1) Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah suatu kondisi yang menunjukan kadar glukosa

dalam darah rendah. Kadar glukosa darah turun dibawah 50 mg/dl. Pada

penyandang diabetes, keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian insulin dan

preparat oral yang berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit atau karena

aktifitas fisik yang berat dan berlebih. Gejala hipoglikemia dapat dikelompokkan

ke dalam dua kategori yaitu gejala adrenergik dan gejala sistem saraf pusat.

Hipoglikemia dapat dikelompokkan menjadi ringan, sedang dan berat.

Hipoglikemia ringan didiagnosis ketika kadar glukosa darah 50 mg/dl yang akan

merangsang sistem saraf simpatis di mana terjadi perangsangan adrenalin

sehingga menimbulkan gejala seperti tremor, takhikardia, palpitasi, kegelisahan

dan rasa lapar.


2) Diabetes Ketoasidosis
Diabetes ketoasidosis disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak

cukup jumlah insulin yang nyata. Keadaan ini mengakibatkan gangguan

metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Ada tiga gambaran klinik pada

ketoasidosis yaitu terjadinya dehidrasi, kehilangan elektrolit dan asidosis.


3) Syndrom Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik (SHHNK)
Merupakan keadaan yang didominasi oleh hiperosmolaritas dan

hiperglikemia yang disertai perubahan tingkat kesadaran (sense of Awareness).

Keadaan hiperglikemia persisten menyebabkan diuresis osmotik sehingga terjadi

kehilangan cairan dan elektrolit.

b. Komplikasi Kronik
Menurut Suzzane C. Smeltzer, 2002 (Rumohorbo, 2014) Komplikasi kronik

diabetes dapat menyerang semua sistem organ tubuh. Kerusakan organ tubuh

disebabkan oleh menurunnya sirkulasi darah ke organ akibat kerusakan pada


pembuluh darah. Kategori komplikasi kronik diabetes yang lazim digunakan adalah

penyakit makrovaskuler, mikrovaskuler, dan neurologis.


1) Komplikasi Makrovaskuler
Perubahan pembuluh darah besar akibat aterosklerotik menimbulkan

masalah yang serius pada diabetes. Aterosklerotik yang terbaik sangat beragam

tergantung pada lokasi pembuluh darah yang terkena, derajat sumbatan yang

ditimbulkan dan lamanya sumbatan yang terjadi.


2) Komplikasi Mikrovaskuler
a) Retinopati Diabetikum
Disebabkan oleh perubahan dalam pembuluh darah kecil pada

retina mata, retina mengandung banyak sekali pembuluh darah kecil

seperti arteriol, venula dan kapiler. Retinopati diabetik dapat

mengakibatkan kebutaan.
b) Nefropati Diabetikum
Bila kadar glukosa darah meninggi maka mekanisme filtrasi ginjal

akan mengalami stres yang mengakibatkan kerusakan pada membrane

filtrasi sehingga terjadi kebocoran protein darah ke dalam urin. Kondisi

ini mengakibatkan tekanan dalam pembuluh darah ginjal meningkat.


c) Neuropati Diabetikum
Hiperglikemia juga merupakan faktor utama terjadinya neuropat

diabetikum. Terdapat 2 tipe neuroptik diabetik yang paling sering di

jumpai yaitu polineuropati sensorik dan neuropati otonom.


5. Pemeriksaan Diagnostik
Untuk menentukan penyakit DM, disamping dikaji tanda dan gejala yang dialami

pasien juga yang penting adalah dilakukan test diagnostik diantarannya (Tarwoto, 2016);
a. Pemeriksaan Gula Darah Puasa atau Fasting Blood Sugar (FBS)
1) Tujuan:
Menentukan jumlah glukosa darah pada saat puasa.
2) Pembatasan:
Tidak makan selama 12 jam sebelum test biasanya jam 08.00 pagi sampai

jam 20.00, minum boleh.


3) Prosedur:
Darah diambil dari vena dan kirim ke laboratorium.
4) Hasil:
Normal: 80-120 mg/100 ml serum.
Abnormal: 140 mg/100 ml atau lebih.
b. Pemeriksaan Gula Darah Postprandial
1) Tujuan:
Menentukan gula darah setelah makan.
2) Pembatasan:
Tidak ada.
3) Prosedur:
Pasien diberi makan sekitar 100gr karbohidrat, 2 jam kemudian diambil

darah venanya.
4) Hasil:
Normal: kurang dari 120 mg/100 ml serum.
Abnormal: lebih dari 200 mg/100 ml atau lebih, indikasi DM.
c. Pemeriksaan Toleransi Glukosa Oral/Oral Glukosa tolerance test (TTGO)
1) Tujuan:
Menentukan toleransi terhadap respon pemberian glukosa.
2) Pembatasan:
Pasien tidak makan 12 jam sebelum test dan selama test, boleh minum

air putih, tidak merokok, minum kopi atau teh selama pemeriksaan (untuk

mengukur respon tubuh terhadap karbohidrat), sedikit aktifitas, kurangi stres

(keadaan banyak aktifitas dan stres


menstimulasi epinephrine dan kortisol dan berpengaruh terhadap

peningkatan gula darah melalui peningkatan glukoneogenesis).


3) Prosedur:
Pasien diberi makanan tinggi karbohidrat selama tiga hari sebelum test,

kemudian puasa selama 12 jam, ambil darah puasa dan urine untuk

pemeriksaan. Berikan 100 gr glukosa ditambah juice lemon melalui mulut,

periksa darah dan urine ½, 1,2,3,4 dan 5 jam setelah pemberian glukosa.
4) Hasil:
Normal: puncaknya jam pertama setelah pemberian 140 mg/dl dan kembali

normal 2 atau 3 jam kemudian.


Abnormal: peningkatan glukosa pada jam pertama tidak kembali setelah 2

atau 3 jam, urine positif glukosa.


d. Pemeriksaan Glukosa Urine
Pemeriksaan ini kurang akurat karena hasil pemeriksaan ini banyak

dipengaruhi oleh berbagai hal misalnya karena obat-obatan seperti aspirin, vitamin

C dan beberapa antibiotik, adanya kelainan ginjal dan pada lansia dimana ambang

ginjal meningkat. Adanya glukosuria menunjukkan bahwa ambang ginjal terhadap

glukosa terganggu.

e. Pemeriksaan Ketone Urine


Badan ketone merupakan produk sampingan proses pemecahan lemak, dan

senyawa ini akan menumpuk pada darah dan urine. Jumlah keton yang besar pada

urine akan mengubah pereaksi pada strip menjadi keunguan. Adanya ketonuria

menunjukkan adanya ketoasidosis.


f. Pemeriksaan kolestrol dan kadar serum trigliserida, dapat meningkat karena

ketidakadekuatan kontrol glikemik.


g. Pemeriksaan Hemoglobin glikat (HbA1c)
Pemeriksaan lain untuk memantau rerata kadar glukosa darah adalah

glykosylatet hemoglobin (HbA1c). Test ini mengukur prosentasi glukosa yang

melekat pada hemoglobin. Pemeriksaan ini menujukkan kadar glukosa darah rerata

selama 120 hari sebelumnya, sesuai dengan usia eritrosit. HbA1c digunakan untuk

mengkaji kontrol glukosa jangka panjang sehingga dapat memprediksi risiko

komplikasi. Hasil HbA1c tidak berubah karena pengaruh kebiasaan makan sehari

sebelum test. Pemeriksaan HbA1c dilakukan untuk diagnosis dan pada interval

tertentu untuk megevaluasi penatalaksanaan DM, di rekomendasikan dilakukan 2

kali dalam setahun bagi pasien DM. Kadar yang di rekomendasikan oleh American

Diabetes Association (ADA) adalah <7% (Tarwoto, 2016).

6. Penatalaksanaan
Menurut Wijaya (2013) adapun penatalaksanaan yang dapat dilakukan oleh

penderita diabetes melitus baik penatalaksanaan jangka panjang: mencegah komplikasi

maupun jangka pendek: menghilangkan keluhan/gejala yaitu;


a. Diet
Perhimpunan Diabetes Amerika dan persatuan Dietetik Amerika

Merekomendasi 50-60% kalori yang berasal dari:


1) Karbohidrat 60-70%
2) Protein 12-20%
3) Lemak 20-30%
b. Obat hipoglikemik oral (OHO)
1) Sulfonilurea: obat golongan sulfonylurea bekerja dengan cara:
a) Menstimulasi penglepasan insulin yang tersimpan
b) Menurunkan ambang sekresi insulin
c) Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat ransangan glukosa.
2) Biguanid: menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak sampai di bawah normal.
3) Inhibitor a glukosidase: menghambat kerja enzim a glukosidase di dalam

saluran cerna: sehingga menurunkan penyerapan glukosa dan menurnkan

hiperglikemia pasca prandial.


4) Insulin sensiting agent: thoazahdine diones meningkatkan sensitivitas insulin,

sehingga bisa mengatasi masalah resistensi insulin tanpa menyebabkan

hipoglikemia, tetapi obat ini belum beredar di Indonesia.


5) Insulin
Indikasi gangguan;
a) DM dengan berat badan menurun cepat.
b) Ketoasidosis asidosis laktat dengan koma hiperosmolar.
c) DM yang mengalami stress berat (infeksi sistemik, operasi berat dan lain-

lain).
d) DM dengan kehamilan atau DM gastasional yang tidak terkendali dalam

pola makan.
e) DM tidak berhasil di kelola dengan obat hipoglikemik oral dengan dosis

maksimal (kontradiksi dengan obat tersebut). Insulin oral/suntikan dimulai

dari dosis rendah, lalu dinaikkan perlahan, sedikit demi sedikit sesuai

dengan hasil pemeriksaan gula darah pasien.


c. Latihan
Latihan dengan cara melawan tahanan dapat menambah laju

metabolisme istirahat, dapat menurunkan BB, stres dan menyegarkan tubuh.

7. Tahap Pencegahan Diabetes


Menurut Fitriana, dkk (2016) cara mencegah penyakit ini adalah dengan

mengontrol kadar gula darah agar tetap stabil. Adapun tahap pencegahannya, yaitu

sebagai berikut;
a. Pencegahan Primer
Pencegahan primer merupakan upaya yang dilakukan terhadap orang yang

termasuk kelompok berisiko tinggi, yakni orang yang belum menderita Diabetes

Melitus, tetapi berpotensi untuk menderita penyakit tersebut. Dalam hal ini,

penyuluhan memiliki peran yang sangat penting untuk upaya pencegahan primer.
Idealnya, sejak masa prasekolah hendaknya telah ditanamkan pengertian

mengenai pentingnya kesehatan dengan cara kegiatan jasmani teratur, pola dan

jenis makanan yang sehat, menjaga badan agar tidak terlalu gemuk, dan resiko

merokok bagi kesehatan.


b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder merupakan upaya mencegah atau menghambat

timbulnya gangguan pada pasien yang telah menderita Diabetes Melitus.

Pencegahan sekunder dapat dilakukan beberapa cara, diantaranya;


1) Skrinning
Skrinning merupakan salah satu pencegahan Diabetes Militus secara

sekunder yang dilakukan dengan menggunakan tes urin, kadar gula darah

puasa, dan GIT. Skrinning direkomendasikan untuk orang tertentu seperti:


a) Mereka yang mempunyai keluarga diabetes
b) Mereka dengan kadar glukosa abnormal pada saat hamil
c) Mereka yang mempunyai gangguan vaskuler
d) Mereka yang gemuk.
2) Pengobatan
Pengobatan Diabetes Melitus merupakan alternatif utama yang

dilakukan terhadap penderita penyakit tesebut. Pengobatan penyakit ini


bergantung kepada pengobatan diet dan pengobatan bila diperlukan. Apabila

penderita dapat disembuhkan tanpa obat, maka cukup dengan menurunkan

berat badan hingga mencapai berat badan ideal. Untuk itu, perlu dibantu

dengan diet dan bergerak badan.


3) Diet
Diet merupakan perlakuan tata laksana yang penting dari semua tipe

Diabetes Melitus. Makanan yang masuk ke dalam tubuh harus diatur dan

dibagi secara merata sepanjang hari. Perlakuan ini harus dilakukan secara

konsisten dari hari ke hari. Kegiatan ini sangat berpengaruh terhadap

kegemukan, dimana kegemukan memiliki hubungan dengan resistensi insulin

dan hiperglikemia. Toleransi glukosa sering membaik dengan penurunan berat

badan.
c. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier merupakan upaya menanggulangi penyakit diabetes

yang ditujukan pada kelompok penyandang diabetes yang telah mengalami

gangguan dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut. Salah satu

bentuk pencegahan tersier yaitu dengan rehabilitasi penderita diebetes. Upaya

rehabilitasi pada penderita harus dilakukan sedini mungkin, sebelum kecacatan

menetap. Sebagai contoh, Aspirin dosis rendah (80-325 mg/hari) dapat diberikan

secara rutin kepada penderita diabetes yang sudah mempunyai gangguan

makroangiopati.
DAFTAR PUSTAKA

Amir,M.J.S., Wungouw, H., & Pangeman, D. (2015). Kadar Glukosa Darah Sewaktu Pada
Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Puskesmas Bahu Kota Manado. Jurnal e-Biomedik.
Vol.3, No.1.
Arifin, & Damayanti, S. (2015). Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kepatuhan Diet
Diabetes Melitus Tipe 2 Di Poli Penyakit Dalam RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoroklaten.
Jurnal Keperawatan Respati. Vol.2, No.2.
Arisman, MB. (2013). Obesitas, Diabetes mellitus & Dislipidemia. Jakarta: Buku Kedokteran
EGC.
Baequny, A., Harnany, S.A., & Rumimper, E. (2015). The Effect of High-Calorie Diet Towards
The Increase of Blood Sugar Levels in Patients With Type 2 Diabetes Mellitus. Jurnal
Riset Kesehatan. Vol. 4, No. 1.
Damayanti, S. (2015). Diabetes Melitus & Penatalaksanaan Keperawatan. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Dinas Kesehatan Kota Makassar (2016). Profil Kesehatan Kota Makassar 2015. Makassar:
Pemerintah Kesehatan Kota Makassar.
Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan. (2015). Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan
2014. Makassar: Pemerintah Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan.
Dewi, K.R. (2014). Diabetes Bukan Untuk Ditakuti. Jakarta: Fmedia.
Donsu Tine, D.J (2016). Metodologi Penelitian Keperawatan. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
Fathurochman, I., & Fadhilah, M. (2016). Gambaran Tingkat Risiko Dan Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Risiko Diabetes Melitus Tipe 2 di Buarang, Serpong. Jurnal
Kedokteran Yarsi.
Fauzi, I. (2014). Buku Pintar Deteksi Dini Gejala & Pengobatan Asam Urat, Diabetes, dan
Hipertensi. Yogyakarta: Araska.
Fitriana, R., & Rachmawati, S. (2016). Cara Ampuh Tumpas Diabetes. Yogyakarta: Medika.
Haskas, Y. (2017). Determinan Perilaku Pengendalian Diabetes Melitus Di Wilayah Kota
Makassar. Global Health Science. Vol. 2, No. 2.
Haskas, Y. (2017). Pengaruh Niat Penderita Terhadap Perilaku Pengendalian Diabetes Melitus
Di Kota Makassar. Global Health Science. Vol. 2, No. 4.
Hidayat, A. (2014). Metode Penelitian Keperawatan Dan Teknik Analisis Data. Jakarta: Salemba
Medika..
Jauhariah, D., & Prasetyaningrum, I.Y. (2016). Sembuh Dari Diabetes Tanpa Obat. Jakarta:
Fmedia.
Jelantik, G.M.I., & Haryati, E. (2014). Hubungan Faktor Risiko Umur, Jenis Kelamin,
Kegemukan dan Hipertensi dengan Kejadian Diabetes Mellitus Tipe II Di Wilayah Kerja
Puskesmas Mataram. Jurnal Media Ilmiah39.Vol 8, No 1.
Kementerian kesehatan RI. (2014). Pusat Data Dan Informasi Kementerian Kesehatan RI
Situasi Dan Analisis Diabetes. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Mardalena. (2017). Dasar-Dasar Ilmu Gizi Dalam Keperawatan. Yogyakarta: Pustaka Baru
Press.
Muzakkir. (2016). Perilaku Hidup Kurang Sehat Memicu Diabetes Melitus. Makassar: PT. Isam
Cahaya Indonesia.
Najarkolaei et al. (2017). Determinants of Lifestyle Behavior in Iranian Adults with Prediabetes:
Applying the Theory of Planned Behavior. Archives of Iranian Medicine. Vol.20, No. 4.
Nurarif, H.A., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA. Jilid satu. Yogyakarta: Mediaction.
Nursalam. (2016). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Notoadmodjo, S. (2014). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Noviyanti. (2015). Cara Cepat Usir Diabetes. Yogyakarta: Notebook.
Mayulu, N., Pangemananan, D., & Betteng R. (2014). Analisis Faktor Resiko Penyebab
Terjadinya Diabetes Melitus Tipe 2 Pada Wanita Usia Produktif Di Puskesmas Wawonasa. Jurnal
e-Biomedik. Vol.2, No.1.
Pakar Gizi Indonesia. (2017). Ilmu Gizi Teori Dan Aplikasi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Puteri, D., Aini, N., & Masruroh , L.N. (2016). Analisis FaktorYang Mempengaruhi Kepatuhan
Klien Pada Penatalaksanaan Diabetes Melitus Di Puskesmas Dinoyo Malang. Skripsi:
Universitas Muhammadiyah Malang.
Prihaningtyas, A.N. (2013). Hidup Manis Dengan Diabetes Panduan Lengkap Berkawan
Dengan Diabetes. Yogyakarta: Media Pressindo.
Priyoto. (2014). Teori Sikap & Perilaku Dalam Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika.
Rumahorbo, H. (2014).Mencegah Diabetes Melitus Dengan Perubahan Gaya Hidup. Bogor: In
Media.
Saryono & Anggraeni, D.M. (2013). Metodelogi Penelitan Kualitatif Dan Kuantitatif Dalam
Bidang Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika.
Sugiono. (2013) Metode Penelitian Kuantitatif kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sutanto, T. (2013). Diabetes Deteksi, Pencegahan, Pengobatan. Yogyakarta: Buku Pintar.
Soelistijo, A.S, dkk. (2015). Konsesus Pengelolaan Dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 Di
Indonesia. Jakarta: PB Perkeni.

Tandra, H. (2015). Diabetes Bisa Sembuh – Petunjuk Praktis Mengalahkan dan Menyembuhkan
Diabetes. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Tarwoto. (2016). Keperawatan Bedah Gangguan Sistem Endokrin. Jakarta: CV. Trans Info
Media.
Wahyuni , S., & Alkaff, N.R. (2013). Diabetes Melitus Pada Perempuan Usia Reproduksi Di
Indonesia Tahun 2007. Jurnal Kesehatan Reproduksi. Vol 3, No 1.
Wijaya, S.A., & Putri, M.Y. (2013). Keperawatan Medikal Bedah. Jilid dua Yogyakarta: Nuha
Medika.

Anda mungkin juga menyukai