Anda di halaman 1dari 11

Short Case

PTERYGIUM NASALIS GRADE II OS

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Kepaniteraan Klinik


di Bagian Ilmu Kesehatan Mata RSMH Palembang

Oleh:

Rafika Novianti, S.Ked

04084821820063

Pembimbing:
dr. H. Ibrahim, Sp.M, (K)

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA


RUMAH SAKIT DR. MOH. HOESIN PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2019
STATUS PASIEN

1. Identitas Pasien
Nama : Ny. MS
Umur : 41 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Pekerjaan : Pedagang
Alamat : Jln. Duku Ilir Timur I, Palembang
Tanggal Pemeriksaan : 20 Maret 2019

2. Anamnesis (Autoanamnesis pada tanggal 20 Maret 2019)


a. Keluhan Utama
Rasa mengganjal pada mata kiri sejak ±7 hari yang lalu
b. Riwayat Perjalanan Penyakit
Sejak ±1 tahun yang lalu pasien mengeluh mata kirinya seperti
ada yang mengganjal disertai adanya selaput yang tumbuh semakin
tebal pada tepi matanya. Terkadang pasien mengeluh mata menjadi
merah, gatal dan mudah berair saat terpapar sinar matahari, pasien
membeli obat tetes mata di warung untuk mengatasi keluhan tersebut.
Keluhan mata kabur (+), nyeri pada mata (-), kotoran mata (-), sulit
membuka dan menutup mata (-), seperti melihat asap (-), riwayat
trauma pada mata (-). Pasien belum pernah berobat sebelumnya.
Sejak ± 7 hari yang lalu pasien mengeluh mata kiri merah serta
ada rasa mengganjal seperti kelilipan yang semakin dirasakan. Pasien
juga mengeluh mata kabur (+), dan berair-air (+). Keluhan penurunan
tajam penglihatan pada mata disangkal. Keluhan lain seperti mata
nyeri (-), gatal (-), silau (-), rasa panas pada mata (-), kotoran mata (-),
sulit membuka dan menutup mata (-), Pasien juga mengaku sering
terpapar debu, iritan, dan sinar matahari (+) saat bekerja. Kemudian
pasien berobat ke Rumah Sakit Khusus Mata Masyarakat Palembang
untuk mengetahui tentang keluhannya.

c. Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat keluhan yang sama sebelumnya disangkal
 Riwayat memakai kacamata disangkal
 Riwayat trauma pada mata disangkal
 Riwayat alergi disangkal
 Riwayat Diabetes Melitus (-)
 Riwayat Hipertensi (-)
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga disangkal

3. Pemeriksaan Fisik
a. Status Generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80 kali/menit regular, isi dan tegangan cukup
Frekuensi napas : 20 kali/menit
Suhu : 36,6o C

b. Status Oftalmologikus

Okuli Dekstra Okuli Sinistra

Visus 6/7.5 ph 6/6 6/9 ph 6/7,5

Tekanan P=N+0 P=N+0


intraokular

KBM Ortoforia
GBM

Palpebra Tenang Tenang


Konjungtiva Tenang Tampak jaringan fibrovaskular
berbentuk segitiga dari arah
kantus medial dengan puncak
melewati limbus,
hiperemis (+)
Kornea Jernih Jernih
BMD Sedang Sedang
Iris Gambaran baik Gambaran baik
Pupil Bulat, Central, Refleks Bulat, Central, Refleks cahaya
Cahaya (+), diameter 3 mm (+), diameter 3 mm

Lensa Jernih Jernih


RF RFOD (+) RFOS (+)
Papil Bulat, batas tegas, warna Bulat, batas tegas, warna
merah normal, c/d ratio 0.3, merah normal, c/d ratio 0.3, a/v
a/v 2:3 2:3
Makula Refleks fovea (+) Refleks fovea (+)
Retina Kontur pembuluh darah Kontur pembuluh darah baik
baik

4. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan Slit lamp
5. Diagnosis banding
 Pterigium Nasalis Grade II OS
 Pinguekula
 Pseudopterigium
6. Diagnosis Kerja
Pterigium Nasalis Grade II OS

7. Tatalaksana
- Informed consent
- KIE
- Menjelaskan kepada pasien untuk menghindari paparan sinar matahari,
debu, atau iritan berlebihan, dengan menggunakan kacamata pelindung,
terutama pada mata yang sehat (OD) dan mata kiri pada saat telah
dilakukan eksisi untuk mencegah rekurensi.
- Farmakologi
o Artificial tears (Cendo Lyteers (Kalium Chloride 0.8 g/ml +
Sodium Chloride 4.4 mg/mL)) 6x1 tetes per hari
- Non Farmakologi
o Pro eksisi pterygium OS

8. Prognosis
 Quo ad vitam : bonam
 Quo ad functionam : bonam
 Quo ad sanationam : dubia ad bonam

9. Lampiran
Gambar 1 dan 2. Mata Kanan dan Kiri Penderita

Gambar 3. Mata Kanan Penderita


Gambar 4. Mata Kiri Penderita

Gambar 5 dan 6. Pemeriksaan slitlamp pada mata kiri penderita


ANALISIS KASUS

Seorang perempuan usia 41 tahun, pekerjaan sebagai pedagang, mengeluh


sejak ±1 tahun yang lalu mata kirinya seperti ada yang mengganjal disertai adanya
selaput yang tumbuh semakin tebal pada tepi matanya. Terkadang pasien
mengeluh mata menjadi merah, gatal dan mudah berair saat terpapar sinar
matahari. Sejak ±7 hari yang lalu pasien mengeluh mata kiri merah serta ada rasa
mengganjal seperti kelilipan yang semakin dirasakan. Keluhan penurunan tajam
penglihatan disangkal. Pasien juga mengeluh mata sering berair-air.

Keluhan mata merah, nyeri, perih dan berair-air dapat terjadi karena iritasi
pada permukaan mata akibat terpapar oleh benda asing dari lingkungan seperti
asap, debu, atau angin kencang. Pada anamnesis diketahui bahwa pasien sering
terpapar debu dan sinar matahari karena pekerjaan pasien sebagai seorang
pedagang. Hal ini sesuai dengan salah satu faktor resiko dari pterigium. Beberapa
faktor resiko pterigium antara lain adalah paparan ultraviolet, mikro trauma kronis
pada mata, infeksi mikroba atau virus. Perasaan yang mengganjal bisa diakibatkan
adanya peradangan di palpebra, adneksa, ataupun segmen anterior. Pada pasien
tidak ditemukan adanya edema pada palpebra dan adneksa. Tidak ditemukan
adanya sekret yang berlebih. Pada pasien ditemukan adanya penebalan
konjungtiva bulbi hingga kornea dimana hal ini dapat mengakibatkan ada rasa
ganjalan pada mata saat berkedip.

Dari hasil pemeriksaan fisik mata kiri didapati jaringan fibrovaskular


berwarna putih sedikit hiperemis pada regio nasal berbentuk segitiga berjalan dari
kantus media dengan puncak melewati limbus kurang dari 2 mm melewati kornea
dan tidak melebihi pinggiran pupil mata. Pada pemeriksaan visus pasien pada
mata kanan 6/7,5 PH 6/6 dan kiri 6/9 PH 6/7,5, hal ini menunjukkan gangguan
penglihatan pada pasien disebabkan oleh gangguan refraksi bukan karena kelainan
organik. Derajat pertumbuhan pterigium ditentukan berdasarkan bagian kornea
yang tertutup oleh pertumbuhan pterigium, dan dapat dibagi menjadi 4 (Gradasi
klinis menurut Youngson):
Grade I : Jika pterigium hanya terbatas pada limbus kornea
Grade II : Jika pterigium sudah melewati limbus kornea tetapi tidak
lebih dari 2 mm melewati kornea
Grade III : Jika pterigium sudah melebihi derajat dua tetapi tidak melebihi
pinggiran pupil mata dalam keadaan cahaya normal (diameter pupil
sekitar 3-4 mm)
Grade IV : Jika pertumbuhan pterigium sudah melewati pupil sehingga
mengganggu penglihatan.
Sehingga pada kasus ini, pasien didiagnosis dengan pterigium nasal grade II
OS. Pertumbuhan jaringan pada konjungtiva bulbi bisa diakibatkan oleh suatu
penyakit akibat pinguekula, pseudopterigium, dan pterigium. Pinguekula dapat
disingkirkan karena dapat di tepis dari bentuk pingekuela yang bentuk puncak
segitiganya berada di nasal, berkebalikan dengan pterigium. Sedangkan
pseudopterigium dapat disingkirkan karena pasien tidak memiliki riwayat trauma
pada mata sebelumnya. Pterigium merupakan diagnosis yang tepat pada pasien ini
karena tampak penebalan pada konjungtiva bulbi dari arah nasal yang berbentuk
segitiga dengan bagian puncak pterigium melewati limbus kurang dari 2 mm
melewati kornea dan belum mencapai pinggiran pupil mata pasien. Gambaran
klinis ini merupakan gambaran khas dari Pterigium, yang pertumbuhannya
biasanya dari arah nasal (paling sering) dan dari arah temporal dengan apex atau
puncaknya tumbuh ke arah sentral (ke arah kornea).
Patofisiologi pada kasus ini diduga merupakan fenomena iritatif akibat
sinar ultraviolet, pengeringan dan lingkungan dengan angin yang banyak. Faktor
lain yang menyebabkan pertumbuhan pterigium antara lain uap kimia, asap, debu
dan benda-benda lain yang terbang masuk kedalam. Beberapa studi juga
menunjukkan adanya predisposisi genetik. Faktor lingkungan yang mungkin dapat
menyebabkan pertumbuhan pterigium pada kasus ini berkaitan dengan pekerjaan
pasien sehari-hari, yaitu berjualan ditoko, dimana kontak dengan sinar ultraviolet,
debu, dan kekeringan ini akan mengakibatkan terjadinya penebalan dan
pertumbuhan konjungtiva bulbi yang menjalar ke kornea.
Pterigium pada kasus ini terjadi unilateral, akan tetapi tidak menutup
kemungkinan pterigium dapat mengenai kedua mata karena mempunyai
kemungkinan yang sama untuk kontak dengan sinar ultraviolet, debu dan
kekeringan. Pterigium terdapat pada regio nasal, yang menurut literatur dijelaskan
bahwa semua kotoran pada konjungtiva akan menuju ke bagian nasal, kemudian
melalui pungtum lakrimalis dialirkan ke meatus nasi inferior. Selain itu, daerah
nasal konjungtiva juga relatif mendapat sinar ultraviolet yang lebih
banyak dibandingkan dengan bagian konjungtiva yang lain, karena di samping
kontak langsung, bagian nasal konjungtiva juga mendapat sinar ultra violet secara
tidak langsung akibat pantulan dari hidung, karena itu pada bagian nasal
konjungtiva lebih sering didapatkan pterigium dibandingkan dengan bagian
temporal.
Prognosis quo ad vitam pada mata kiri pasien ini adalah bonam karena
pterigium tidak mengancam nyawa. Prognosis quo ad functionam pada mata kiri
pasien ini adalah bonam karena belum mengenai aksis visual (belum mencapai
pupil). Prognosis quo ad sanationam pada mata kiri pasien ini adalah dubia ad
bonam dikarenakan menurut literatur apabila dilakukan eksisi pterigium dengan
autograft konjungtiva yang dapat menurunkan angka kekambuhan sebesar 50%
jika dibandingkan dengan teknik bare sclera yang tingkat rekurensinya tinggi.
Diharapkan agar penderita sedapat mungkin menghindari faktor pencetus
timbulnya pterigium seperti sinar matahari, angin dan debu serta rajin merawat
dan menjaga kebersihan kedua mata. Oleh karena itu dianjurkan untuk selalu
memakai kacamata pelindung atau topi pelindung bila keluar rumah.

DAFTAR PUSTAKA
1. American Academy of Ophtahlmology. 2016. Pterygium. Jilid 8. Hal. 252,
293. San Fransisco; American Academy of Opthalmology
2. Ilyas, HS. 2015. Penuntun Ilmu Penyakit Mata, Edisi V. Hal. 116. Jakarta;
Balai Penerbit FKUI
3. Aminlari, Singh, dan Liang. 2018. Management of Pterygium.
https://www.aao.org/eyenet/article/management-of-pterygium-2, diakses pada
5 April 2018
4. Youngson, RM. 1972. Recurrence of Pterygium after Excision. Volume 56. p.
120-124. http://bjo.bmj.com/content/bjophthalmol/56/2/120.full.pdf, diakses
pada 5 April 2018
5. Caldwell, Hirst, dan Woodward. 2015. Pterygium.
http://eyewiki.aao.org/Pterygium, diakses apda 6 April 2018.
6. Fischer et al. 2017. Pterygium. https://emedicine.
medscape.com/article/ 1192527-overview#a2 , diakses pada 5 April
2018

Anda mungkin juga menyukai