Anda di halaman 1dari 4

PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)

TATA LAKSANA KASUS REAKSI ANAFILAKTIK


UPT PUSKESMAS RAWAT INAP KEDATON

1. Pengertian Anafilaktik adalah reaksi hipersensitivitas generalisata atau sistemik yang


beronset cepat, serius, dan mengancam. Jika reaksi tersbut cukup hebat maka
dapat menimbulkan syok yang disebut sebagai syok anafilaktik.
Sebagian besar kasus yang serius anafilaktik adalah akibat pemberian antibiotik
seperti penisilin dan bahan zat radiologis.

2. Anamnesis Gambaran atau gejala klinik suatu reaksi anafilaksis berbeda-beda gradasinya
sesuai berat ringannya reaksi antigen-antibodi atau tingkat sensivitas seseorang,
namun pada tingkat yang berat berupa syok anafilaktik gejala yang menonjol
adalah gangguan sirkulasi dan gangguan respirasi. Pada dasarnya makin cepat
reaksi timbul makin berat keadaan penderita.
1. Gejala respirasi dapat dimulai berupa bersin, hidung tersumbat, atau batuk
saja yang kemudian segera diikuti sesak nafas.
2. Gejala pada kulit merupakan gejala klinik yang paling sering ditemukan
pada reaksi anafilaktik. Walaupun gejala ini tidak mematikan namun gejala
ini amat penting untuk diperhatikan sebab ini mungkin merupakan gejala
prodromal untuk timbulnya gejala yang lebih berat berupa gangguan nafas
dan gangguan sirkulasi. Oleh karena itu setiap gejala di kulit berupa gatal,
kemerahan maka harus diwaspadai.
3. Manifestasi dari gangguan gastrointestinal berupa kram perut, mual, muntah,
sampai diare yang juga dapat merupakan gejala prodromal untuk timbulnya
gejala gangguan nafas dan sirkulasi.

Faktor resiko :
Riwayat alergi.

3. Pemeriksaan 1. Pasien tampak sesak.


Fisik 2. Frekuensi nafas meningkat.
3. Sianosis karena oedem laring dan bronkospasme.
4. Hipotensi (menonjol pada syok anafilaktik).
5. Takikardi.
6. Oedem periorbital, mata berair.
7. Hiperemi konjungtiva.
8. Tanda prdromal pada kulit : urtikaria dan eritema.

4. Kriteria Menurut World Allergy Organization :


Diagnosis 1. Onset gejala akut (beberapa menit hingga beberapa jam) yang melibatkan
kulit, jaringan mukosa, atau keduanya (misal : urtikaria generalisata,pruritus
dengan kemerahan, pembengkakan bibir/lidah/uvula) dan sedikitnya salah
satu dari tanda berikut :
a. Gangguan respirasi (misal : sesak nafas, wheezing akibat bronkospasme,
stridor, penurunan arus puncak ekspirasi (APE), hipoksemia).
b. Penurunan tekanan darah atau gejala yang berkaitan dengan kegagalan
organ target (misal : hipotonia, kolaps vaskuler, sinkop, inkontinensia).
2. Dua atau lebih tanda berikut yang muncul segera (beberapa menit hingga
beberapa jam) setelah terpapar alergen yang mungkin (likely allergen) :
a. Keterlibatan jaringan mukosa dan kulit.
b. Gangguan respirasi.
c. Penurunan tekanan darah atau gejala yang berkaitan dengan kegagalan
organ terget.
d. Gejala gastrointestinal yang persisten (misal : nyeri kram abdomen,
PPK Reaksi Anafilaktik 1
muntah).
3. Penurunan tekanan darah segera (beberapa menit atau jam) setelah terpapar
alergen yang telah diketahui (known allergen) sesuai kriteria berikut :
a. Bayi dan anak : tekanan darah sistolik rendah (menurut umur) atau terjadi
penurunan > 30 % dari tekanan darah sistolik semula.
b. Dewasa : tekanan darah sistolik < 90 mmHg atau terjadi penurunan > 30
% dari tekanan darah sistolik semula.

5. Diagnosis Reaksi anafilaktik


Kerja ICD X : T78.2

6. Diagnosis 1. Beberapa kelainan menyerupai anafilaksis :


Banding a. Serangan asma akut.
b. Sinkop.
c. Gangguan cemas/serangan panik.
d. Urtikaria akut generalisata.
e. Aspirasi benda asing.
f. Kelainan kardiovaskuler akut (infark miokard, emboli paru).
g. Kelainan neurologis akut (kejang, stroke).
2. Sindrom flush.
a. Perimenopause.
b. Sindrom karsinoid.
c. Epilepsi otonomik.
d. Karsinoma tiroid meduler.
3. Sindrom pasca-prandial.
a. Scromboidosis.
Yaitu keracunan histamin dari ikan, misalnya tuna, yang disimpan pada
suhu tinggi.
b. Sindrom alergi makanan ber polen.
Umumnya buah atau sayur yang mengandung protein tanaman yang
bereaksi silang dengan alergen di udara.
c. Monosodium glutamat atau Chinese restaurant syndrome.
d. Sulfit.
e. Keracunan makanan.
4. Syok jenis lain.
a. Hipovolemik.
b. Kardiogenik.
c. Distributif.
d. Septik.
5. Kelainan non-organik.
a. Disfungsi pita suara.
b. Hiperventilasi.
c. Episode psikosomatis.
6. Peningkatan histamin endogen.
a. Mastositosis/kelainan klonal sel mast.
b. Leukemia basofilik.
7. Lainnya.
a. Angioedema non-alergik, misal : angioedema herediter tipe I, II, atau III,
angioedema terkait ACE inhibitor.
b. Systemic capillary leak syndrome.
c. Red man syndrome akibat vancomycin.
d. Respon paradoksikal pada feokromositoma.

7. Pemeriksaan -
Penunjang

PPK Reaksi Anafilaktik 2


8. Tatalaksana 1. Posisi trandelenburg atau berbaring dengan kedua tungkai diangkat
(diganjal dengan kursi) akan membantu menaikkan venous return sehingga
tekanan darah ikut meningkat.
2. Pemberian oksigen 3-5 liter/menit harus dilakukan, pada keadaan yang
sangat ekstrim tindakan trakeostomi atau krikotiroidektomi perlu
dipertimbangkan.
3. Pemasangan infus, cairan plasma expander (Dextran) merupakan pilihan
utama guna dapat mengisi volume intravaskuler secepatnya. Jika cairan
tersebut tak tersedia, Ringer Laktat (RL) atau NaCl fisiologis dapat dipakai
sebagai cairan pengganti. Pemberian cairan infus sebaiknya dipertahankan
sampai tekanan darah kembali optimal dan stabil.
4. Adrenalin 0,3 – 0,5 ml dari larutan 1 : 1000 diberikan secara intramuskuler
yang dapat diulangi 5 – 10 menit. Dosis ulangan umumnya diperlukan,
mengingat lama kerja adrenalin cukup singkat. Jika respon pemberian secara
intramuskuler kurang efektif, dapat diberi secara intravenous setelah 0,1 –
0,2 ml adrenalin dilarutkan dalam spuit 10 ml dengan NaCl fisiologis,
diberikan perlahan-lahan. Pemberian subkutan sebaiknya dihindari pada
syok anafilaktik karena efeknya lambat bahkan mungkin tidak ada akibat
vasokonstriksi pada kulit, sehingga absorbsi obat tidak terjadi.
5. Aminofilin, dapat diberikan dengan sangat hati-hati apabila bronkospasme
belum hilang dengan pemberian adrenalin, 250 mg aminofilin diberikan
perlahan-lahan selama 10 menit intravena. Dapat dilanjutkan 250 mg lagi
melalui drip infus bila dianggap perlu.
6. Antihistamin dan kortikosteroid merupakan pilihan kedua setelah adrenalin.
Kedua obat tersebut kurang manfaatnya pada tingkat syok anafilaktik, dapat
diberikan setelah gejala klinik mulai membaik guna mencegah komplikasi
selanjutnya berupa serum sickness atau prolonged effect. Antihistamin yang
biasa digunakan adalah difenhidramin HCl 5-20 mg IV dan untuk golongan
kortikosteroid dapat digunakan deksametason 5-10 mg IV atau hidrokortison
100-250 mg IV.
7. Resusitasi kardio pulmoner (RKP), seandainya terjadi henti jantung (cardiac
arrest) maka prosedur resusitasi kardio pulmoner segera harus dilakukan
sesuai dengan falsafah ABC dan seterusnya. Mengingat kemungkinan
terjadinya henti jantung pada suatu syok anafilaktik selalu ada, maka
sewajarnya di setiap ruang praktek seorang dokter tersedia selain obat-
obatan emergency, perangkat infus dan cairannya juga perangkat resusitasi
untuk memudahkan tindakan secepatnya.

9. Edukasi Keluarga perlu diberitahukan mengenai penyuntikan apapun bentuknya


terutama obat-obat yang telah dilaporkan bersifat antigen (serum, penisilin,
anestesi lokal, dll) harus selalu waspada untuk timbulnya reaksi anafilaktik.
Penderita yang tergolong resiko tinggi (ada riwayat asma, rinitis, eksim, atau
penyakit alergi lainnya) harus lebih diwaspadai lagi. Jangan mencoba
menyuntikkan obat yang sama bila sebelumnya pernah ada riwayat alergi
betapapun kecilnya. Sebaiknya mengganti dengan preparat lain yang lebih
aman.

10. Prognosis Tergantung dari kecepatan diagnosa dan pengelolaannya karena itu umumnya
adalah dubia ad bonam.

11. Tingkat IV
Evidence

12. Tingkat C
Rekomendasi

PPK Reaksi Anafilaktik 3


13. Penelaah UGD, Poli Umum, KIA, KB
Kritis

14. Indikator Kriteria rujukan :


Kegawatan pasien ditangani, apabila dengan penanganan yang dilakukan tidak
terdapat perbaikan, maka pasien dirujuk ke layanan sekunder.

15. Kepustakaan 1. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


HK.02.02/MENKES/514/2015 tentang Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter
di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama.

PPK Reaksi Anafilaktik 4

Anda mungkin juga menyukai