Kasus 1
Kasus 1
A. SKENARIO
Dari pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital dalam batas normal, tidak
ada nyeri ketok sudut kostovertebra. Dokter menyarankan untuk melakukan
pemeriksaan urinalisis, banyak minum, dan jangan menahan untuk berkemih.
B. KLARIFIKASI MASALAH
1. Disuria : BAK terasa sakit karena adanya inflamasi pada uretra.
2. Polakisuria : Persaan kurang puas saat mengeluarkan urine kurang lebih
500 ml, lebih sering.
3. Pemeriksaan urinalisis : Pemeriksaan menggunakan sample urine untuk
mengetahui adanya kelainan (fisik, kimiawi, mikroskopik).
D. ANALISIS MASALAH
1. Makroskopis ; ginjal, ureter, vesika urinaria, uretra.
o Ginjal : kiri lebih tinggi dari ginjal kanan, ginjal kiri berhubungan
dengan lien, gaster, jejunum, pankreas. Sedangkan ginjal kanan
berhubungan dengan hepar, jejunum, duodenum pars desendens.
2
Mikroskopis ;
Kortek : badan malpigi dibagi dua yaitu glomerolus dan kapsula
bowman. Di kapsula bowman terdapat lapisan parietal dan lapisan
viseral, diantara ke dua lapisan tersebut ada ruang kapsula.
Glomerolus : Polus vaskurel aa.aferent.
Polus urinaria TKP (kumpulan arteri yang terdiri
dari epitel gepeng yang berpori (berfenestrata)).
Medulla : TKP Epitel kuboid berlapis dan mikrovilli, lumennya
berkelok-kelok tidak rata.
Ansa henle Epitel selapis kuboid rendah tanpa silia
TKD Epitel kuboid selapis dengan mikrovilli, lumennya rata dan
terlihat jelas.
2. Filtrasi : penyaringan glomerolus = protein.
3. Bila nyeri pada traktus urinarius banyak berbagai macam kemungkinan
yaitu bisa sumbatan batu dan bisa juga infeksi.
3
E. SISTEMATIKA MASALAH
TRAKTUS
URINARIUS
F. SASARAN BELAJAR
1. Makros-mikros traktus urinarius
2. Proses pembentukan urine
3. Proses miksi
4. Peran hormon dalam pembentukan urine
5. Keseimbangan asam basa
G. PENJELASAN
1. Mikroskopis Traktus Urinarius
a. Ginjal
Terbungkus dalam kapsul atau simpai jaringan lemak dan
simpai jaringan ikat kolagen. Organ ini terdiri dari korteks dan
medula.Yang khas bagian korteks mempunyai korpus malpighi,
sedangkan bagian medula hanya terdiri dari saluran saja
4
NEPHRON
4. Duktus koligens
Medula ginjal
b. Kaliks
o Mempunyai lapisan mukosa dengan epitel transisional dengan 2-3
lapis sel.
o Lapisan otot terdiri dari 2 lapis
c. Ureter
1. Membrana mukosa
2. Tunika muskularis
3. Tunika adventisia
-Tunika muskularis 2/3 bagian atas terdiri dari 2 lapisan yaitu sebelah
dalam longitudinal dan sebelah luar sirkular
-Pengaliran urin di ureter karena gaya berat urin sedimen dan gerakan
peristaltik
d. Vesika urinaria
-Dinding vesika urinaria sama dengan dinding ureter, tetapi lebih tebal
-Membran mukosa terdiri dari epitel transisional terdiri dari 4-5 lapis
sel (dalam keadaan kosong), dalam keadaan penuh menjadi 2-3 lapis
-Tunika propria terdiri dari jaringan ikat kolagen dan beberapa secara
elastis, makin mendekati otot secara elastis makin banyak dan jaringan
ikatnya makin longgar, sehingga lapisan ini dianggap lapisan
submukosa
-Lapisan tengah merupakan lapisan paling tebal terdiri dari sel-sel otot
yang jalannya sirkuler
e. Uretra
-Fungsi pada laki-laki sebagai saluran urine dan saluran semen (cairan
isi sperma), sedangkan pada wanita hanya sebagai saluran urin saja
Pada saat vesica urinary terisi penuh dan timbul keinginan untuk
berkemih, dimulailah fase pengosongan, timbul stimulasi sistem
parasimpatik yang berasal dari NILCLMS S2-4 dan di bawa oleh N.
eregentes, menyebabkan kontraksi otot m. detrusor vesicae. Selain itu
terjadi inhibisi sistem simpatis yang menyebabkan relaksasi spinchter
urethra interna. Miksi kemudian terjadi jika terdapat relaksasi spinchter
urethra externa akibat penurunan aktivitas serabut saraf somatik yg
dibawa oleh N. pudendus dan tekanan intra vesical melebihih tekanan
intraurethra.
1. Aldesteron :
2. Angiotensin II
- Meningkatkan reabsorpsi Na dan air.
- Hormon yang paling kuat untuk penahanan Na paling kuat dalam
tubuh.
- Membantu mengembalikan tekanan darah dan Volume ekstra sel
menjadi normal dengan meningkatkan reabsorpsi Na dan air.
- Dan tubulus ginjal,melalui tiga efek utama :
Angiotensia II merangsang sekresi aldosteron yang kemudian
meningkatkan reabsorpsi Na.
Angiotensin II mengkontriksikan arteriol eferen, mempunyai dua
efek.
Angiotensin II secara langsung merangsang reabsorpsi Na ditubulus
proksimal, ansa henle, tubulus distal, dan tubulus koligens.
14
daripada HCO3- yang difiltrasi, akan terjadi kehilangan asam dari cairan
ekstra sel. Sebaliknya, bila lebih banyak HCO3- yang difiltrasi daripada
H+ yang disekresikan, akan terjadi kehilangan basa.
Setiap hari tubuh menghasilkan sekitar 80 mili ekuivalen asam
non-volatil, terutama dari metabolisme protein. Asam-asam ini disebut
non-volatil karena asam tersebut bukan H2CO3 dan, oleh karena itu, tidak
dapat diekskresikan oleh paru. Mekanisme primer untuk mengeluarkan
asam ini dari tubuh adalah melalui ekskresi ginjal. Ginjal juga harus
mencegah kehilangan bikarbonat dalam urin, suatu tugas yang secara
kuantitatif lebih penting daripada ekskresi asam non-volatil. Setiap hari
ginjal memfiltrasi sekitar 4320 miliekuivalen bikarbonat (180 L/hari x 24
mEq/L), dan dalam kondisi normal, hampir semuanya direabsorpsi dari
tubulus, sehingga mempertahankan sistem dapar utama cairan ekstrasel.
Reabsorpsi bikarbonat dan ekskresi H+ dicapai melalui proses sekresi H+
oleh tubulus. Karena HCO3- harus bereaksi dengan satu H+ yang
disekresikan untuk membentuk H2CO3 sebelum dapat direabsorpsi, 4320
miliekuivalen H+ harus disekresikan setiap hari hanya untuk
mereabsorpsi bikarbonat yang difiltrasi. Kemudian penambahan 80
miliekuivalen H+ harus disekresikan untuk menghilangkan asam non-
volatil yang diproduksi oleh tubuh setiap hari, sehingga total 4400
miliekuivalen H+ disekresikan ke dalam cairan tubulus setiap harinya.
Bila terdapat pengurangan konsentrasi H+ cairan ekstrasel
(alkalosis), ginjal gagal mereabsorpsi semua bikarbonat yang difiltrasi,
sehingga meningkatkan ekskresi bikarbonat. Karena HCO3- normalnya
mendapar hidrogen dalam cairan ekstrasel, kehilangan bikarbonat ini
sama dengan penambahan satu H+ ke dalam cairan ekstrasel. Oleh karena
itu, pada alkalosis, pengeluaran HCO3- akan meningkatkan konsentrasi
H+ cairan ekstrasel kembali menuju normal.
Pada asidosis, ginjal tidak mengekskresikan bikarbonat ke dalam
urin tetapi mereabsorpsi semua bikarbonat yang difiltrasi dan
menghasilkan bikarbonat baru, yang ditambahkan kembali ke cairan
ekstrasel. Hal ini mengurangi konsentrasi H+ cairan ekstrasel kembali
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Campbell, N.A; Reece, J.B; dan Mitchell, L.G. 2004. Biologi Edisi Kelima
Jilid III. Jakarta: Erlangga.
2. Eroschenko, V.P. 2003. Atlas Histologi di Fiore dengan Korelasi
Fungsional Edisi 9. Jakarta : EGC.
3. Guyton, A.C dan hall, J.E. 2008. Buku Ajar Fisiologi kedokteran Edisi 11.
Jakarta: EGC.
4. Murray, R.K; Granner, D.K; Mayes, P.A; dan Rodwell, V.W. 2009.
Biokimia Harper Edisi 27. Jakarta: EGC.
5. Moore, Keith L. 2003. Anatomi Klinik Dasar. Hipokrates : Jakarta.