Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN GERONTIK TENTANG

ARTHRITIS GOUT

A. Konsep Dasar Lanjut Usia


1. Definisi Lansia
Lansia dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur
kehidupan manusia. Menurut UU No. 13 /Tahun 1998 tentang
kesejahteraan Lansia disebutkan bahwa lansia adalah seseorang yang telah
mencapai usia lebih dari 60 tahun (Abdul & Sandu, 2016).
Menurut Reimer et al (1999); Stanley and Beare (2007) dalam Yusuf
(2018), mendefinisikan lansia berdasarkan karakteristik sosial masyarakat
yang menganggap bahwa orang telah tua jika menunjukkan ciri fisik
seperti rambut beruban, kerutan kulit dan hilangnya gigi.
2. Klasifikasi Lansia
Depkes RI (2003) dalam Dewi (2014), mengklasifikasikan lansia dalam
kategori berikut :
a. Pralansia (prasenilis) seseorang yang berusia antara 45- 59 tahun
b. Lansia, seseorang berusia 60 tahun atau lebih
c. Lansia risiko tinggi, seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih /
seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan.
d. Lansia potensial, lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/
atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang / jasa.

e. Lansia tidak potensial, lansia yang tidak berdaya mencari nafkah


sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.
Sedangkan, klasifikasi lansia menurut WHO adalah sebagai berikut:
a. Elderly : 60-74 tahun
b. Old : 75 – 89 tahun
c. Very Old : >90 tahun
3. Karakterisitik Lansia
Menurut Dewi (2014), Lansia memiliki tiga karakteristik sebagai berikut :
a. Berusia lebih dari 60 tahun
b. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang, sehat dan samapi
sakit, dari kebutuhan berpsikososial hingga spiritual, serta dari kondisi
adaptif hingga kondisi maladaptif.
c. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi
4. Perubahan- perubahan yang terjadi pada usia lanjut

Menurut Mubarak et all (2006), dalam Cindy (2016), Perubahan


yang terjadi pada lansia meliputi perubahan kondisi fisik, perubahan
kondisi mental, perubahan psikososial, perubahan kognitif dan perubahan
spiritual.
a. Perubahan kondisi fisik meliputi perubahan tingkat sel sampai ke
semua organ tubuh, diantaranya sistem pernafasan, pendengaran,
penglihatan, kardiovaskuler, sistem pengaturan tubuh, muskuloskeletal,
gastrointestinal, genitourinaria, endokrin dan integumen.
1) Keseluruhan
Berkurangnya tinggi badan dan berat badan, bertambahnya fat-to-
lean body mass ratio dan berkuranya cairan tubuh.
2) Sistem integumen
Kulit keriput akibat kehilangan jaringan lemak, kulit kering
dan kurang elastis karena menurunnya cairan dan hilangnya
jaringan adiposa, kulit pucat dan terdapat bintik-bintik hitam
akibat menurunnya aliran darah ke kulit dan menurunnya sel-sel
yang memproduksi pigmen, kuku pada jari tangan dan kaki
menjadi tebal dan rapuh, pada wanita usia > 60 tahun rambut
wajah meningkat, rambut menipis atau botak dan warna rambut
kelabu, kelenjar keringat berkurang jumlah dan fungsinya. Fungsi
kulit sebagai proteksi sudah menurun
3) Temperatur tubuh
Temperatur tubuh menurun akibat kecepatan metabolisme
yang menurun, keterbatasan reflek menggigil dan tidak dapat
memproduksi panas yang banyak diakibatkan oleh rendahnya
aktifitas otot.
4) Sistem muskular
Kecepatan dan kekuatan kontraksi otot skeletal berkurang,
pengecilan otot akibat menurunnya serabut otot, pada otot polos
tidak begitu terpengaruh.
5) Sistem kardiovaskuler
Katup jantung menebal dan menjadi kaku, kemampuan jantung
memompa darah menurun 1% per tahun. Berkurangnya cardiac
output, berkurangnya heart rate terhadap respon stres, kehilangan
elastisitas pembuluh darah, tekanan darah meningkat akibat
meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer, bertaTn. Sanjang
dan lekukan, arteria termasuk aorta, intima bertambah tebal,
fibrosis.
6) Sistem perkemihan
Ginjal mengecil, nephron menjadi atropi, aliran darah ke ginjal
menurun sampai 50 %, filtrasi glomerulus menurun sampai 50%,
fungsi tubulus berkurang akibatnya kurang mampu mempekatkan
urin, BJ urin menurun, proteinuria, BUN meningkat, ambang
ginjal terhadap glukosa meningkat, kapasitas kandung kemih
menurun 200 ml karena otot-otot yang melemah, frekuensi
berkemih meningkat, kandung kemih sulit dikosongkan pada pria
akibatnya retensi urin meningkat, pembesaran prostat (75% usia di
atas 65 tahun), bertambahnya glomeruli yang abnormal,
berkurangnya renal blood flow, berat ginjal menurun 39-50% dan
jumlah nephron menurun, kemampuan memekatkan atau
mengencerkan oleh ginjal menurun.
7) Sistem pernafasan
Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku,
menurunnya aktifitas cilia, berkurangnya elastisitas paru, alveoli
ukurannya melebar dari biasa dan jumlah berkurang, oksigen arteri
menurun menjadi 75 mmHg, berkurangnya maximal oxygen
uptake, berkurangnya reflek batuk.
8) Sistem gastrointestinal
Kehilangan gigi, indera pengecap menurun, esofagus melebar,
rasa lapar menurun, asam lambung menurun, waktu pengosongan
lambung menurun, peristaltik melemah sehingga dapat
mengakibatkan konstipasi, kemampuan absorbsi menurun,
produksi saliva menurun, produksi HCL dan pepsin menurun pada
lambung.
9) Rangka tubuh
Osteoartritis, hilangnya bone substance.
10) Sistem penglihatan
Korne lebih berbentuk sferis, sfingter pupil timbul sklerosis
dan hilangnya respon terhadap sinar, lensa menjadi keruh,
meningkatnya ambang pengamatan sinar (daya adaptasi terhadap
kegelapan lebih lambat, susah melihat cahaya gelap),
berkurangnya atau hilangnya daya akomodasi, menurunnya lapang
pandang (berkurangnya luas pandangan, berkurangnya sensitivitas
terhadap warna yaitu menurunnya daya membedakan warna hijau
atau biru pada skala dan depth perception).
11) Sistem pendengaran
Presbiakusis atau penurunan pendengaran pada lansia,
membran timpani menjadi atropi menyebabkan otoklerosis,
penumpukan serumen sehingga mengeras karena meningkatnya
keratin, perubahan degeneratif osikel, bertambahnya obstruksi
tuba eustachii, berkurangnya persepsi nada tinggi.
12) Sistem syaraf
Berkurangnya berat otak sekitar 10-20%, berkurangnya sel
kortikol, reaksi menjadi lambat, kurang sensitiv terhadap sentuhan,
berkurangnya aktifitas sel T, hantaran neuron motorik melemah,
kemunduran fungsi saraf otonom.
13) Sistem endokrin
Produksi hampir semua hormon menurun, berkurangnya
ATCH, TSH, FSH dan LH, menurunnya aktivitas tiroid akibatnya
basal metabolisme menurun, menurunnya produksi aldosteron,
menurunnya sekresi hormon gonads yaitu progesteron, estrogen
dan aldosteron. Bertambahnya insulin, norefinefrin, parathormon.
14) Sistem reproduksi
Selaput lendir vagina menurun atau kering, menciutnya ovarie
dan uterus, atropi payudara, testis masih dapat memproduksi,
meskipun adanya penurunan berangsur-angsur dan dorongan seks
menetap sampai di atas usia 70 tahun, asal kondisi kesehatan baik,
penghentian produksi ovum pada saat menopause.
15) Daya pengecap dan pembauan
Menurunnya kemampuan untuk melakukan pengecapan dan
pembauan, sensitivitas terhadap empat rasa menurun yaitu gula,
garam, mentega, asam, setelah usia 50 tahun.
b. Perubahan kondisi mental
Pada umumnya usia lanjut mengalami penurunan fungsi kognitif
dan psikomotor. Dari segi mental emosional sering muncul perasaan
pesimis, timbulnya perasaan tidak aman dan cemas, adanya kekacauan
mental akut, merasa terancam akan timbulnya suatu penyakit atau
takut diterlantarkan karena tidak berguna lagi. Faktor yang
mempengaruhi perubahan kondisi mental yaitu:
1) Perubahan fisik, terutama organ perasa
2) Kesehatan umum
3) Tingkat pendidikan
4) Keturunan (hereditas)
5) Lingkungan
6) Gangguan syaraf panca indera
7) Gangguan konsep diri akibat kehilangan jabatan
8) Kehilangan hubungan dengan teman dan famili
9) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap
gambaran diri, perubahan konsep diri.
c. Perubahan psikososial
Pada saat ini orang yang telah menjalani kehidupannya dengan
bekerja mendadak diharapkan untuk menyesuaikan dirinya dengan
masa pensiun. Bila ia cukup beruntung dan bijaksana, mempersiapkan
diri untuk pensiun dengan menciptakan minat untuk memanfaatkan
waktu, sehingga masa pensiun memberikan kesempatan untuk
menikmati sisa hidupnya. Tetapi banyak pekerja pensiun berarti
terputus dari lingkungan dan teman-teman yang akrab dan disingkirkan
untuk duduk-duduk di rumah. Perubahan psikososial yang lain adalah
merasakan atau sadar akan kematian, kesepian akibat pengasingan diri
lingkungan sosial, kehilangan hubungan dengan teman dan keluarga,
hilangnya kekuatan dan ketegangan fisik, perubahan konsep diri dan
kematian pasangan hidup.
d. Perubahan kognitif
Perubahan fungsi kognitif di antaranya adalah:
1) Kemunduran umumnya terjadi pada tugas-tugas yang
membutuhkan kecepatan dan tugas tugas yang memerlukan
memori jangka pendek.
2) Kemampuan intelektual tidak mengalami kemunduran.
3) Kemampuan verbal dalam bidang vokabular (kosakata) akan
menetap bila tidak ada penyakit.
e. Perubahan spiritual
1) Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya.
2) Lanjut usia makin matur dalam kehidupan keagamaannya, hal ini
terlihat dalam berfikir dan bertindak dalam sehari-hari.
Perkembangan spiritual pada usia 70 tahun menurut Fowler:
universalizing, perkembangan yang dicapai pada tingkat ini adalah
berfikir dan bertindak dengan cara memberikan contoh cara mencintai
dan keadilan.
B. Konsep Dasar Medis Arthritis Gout
1. Definisi
Artritis gout merupakan asam yang berbentuk kristal-kristal yang

merupakan hasil akhir dari metabolisme purin (bentuk turunan

nukleoprotein), yaitu salah satu komponen asam nukleat yang terdapat

pada inti sel tubuh (La Ode, 2016).


Artritis gout adalah penyakit yang sering ditemukan dan tersebar di

seluruh dunia.Artritis gout atau dikenal juga sebagai artritis pirai,

merupakan kelompok penyakit heterogen sebagai akibat deposisi kristal

monosodium urat pada jaringan atau akibat supersaturasi asam urat di

dalam cairan ekstraseluler. Gangguan metabolisme yang mendasarkan

artritis gout adalah hiperurisemia yangdidefinisikan sebagai peninggian

kadar urat lebih dari 7,0ml/dl untuk pria dan 6,0 ml/dl untuk wanita (La

Ode, 2016).
Sedangkan definisi lain, artritis gout merupakan penyakit metabolik

yang sering menyerang pria dewasa dan wanita posmenopause. Hal ini

diakibatkan oleh meningkatnya kadar asam urat dalam darah

(hiperurisemia) mempunyai ciri khas berupa episode artritis gout akut dan

kronis (Schumacher dan Chen, 2008 dalam La Ode, 2016).

2. Etiologi

Menurut Ode 2016, etiologi dari artritis gout meliputi usia, jenis

kelamin, riwayat medikasi, obesitas, konsumsi purin dan

alkohol.Pertambahan usia merupakan faktor resiko penting pada pria dan

wanita. Hal ini kemungkinan disebabkan banyak faktor, seperti

peningkatan kadar asam urat serum (penyebab yang paling sering adalah
karena adanya penurunan fungsi ginjal), peningkatan pemakaian obat

diuretik, dan obat lain yang dapat meningkatkan kadar asam urat serum.

Penggunaan obat diuretik merupakan faktor resiko yang signifikan

untuk perkembangan artritis gout. Obat di uretik dapat menyebabkan

peningkatan reabsorpsi asam urat dalam ginjal, sehingga menyebabkan

hiperurisemia. Dosis rendah aspirin, umumnya diresepkan untuk

kardioprotektif, juga meningkatkan kadar asam urat sedikit pada pasien

usia lanjut. Hiperurisemia juga terdeteksi pada pasien yang memakai

pirazinamid, etambutol, dan niasin. Obesitas dan indeks massa tubuh

berkontribusi secara signifikan dengan resiko artritis gout.Obesitas

berkaitan dengan terjadinya resistensi insulin. Insulin diduga

meningkatkan reabsorpsi asam urat pada ginjal melalui urate anion

exchanger transporter-1 (URAT1) atau melalui sodium dependent anion

cotransporter pada brush border yang terletak pada membran ginjal bagian

tubulus proksimal. Dengan adanya resistensi insulin akan mengakibatkan

gangguan pada proses fosforilasi oksidatif sehingga kadar adenosin tubuh

meningkat. Peningkatan konsentrasi adenosin mengakibatkan terjadinya

retensi sodium, asam urat dan air oleh ginjal. Konsumsi tinggi alkohol dan

diet kaya daging serta makanan laut (terutama kerang dan beberapa ikan

laut lain) meningkatkan resiko artritis gout.

Sayuran yang banyak mengandung purin, yang sebelumnya

dieliminasi dalam diet rendah purin, tidak ditemukan memiliki hubungan

terjadinya hiperurisemia dan tidak meningkatkan resiko artritis gout.


Mekanisme biologi yang menjelaskan hubungan antara konsumsi alkohol

dengan resiko terjadinya serangan gout yakni, alkohol dapat mempercepat

proses pemecahan adenosin trifosfat dan produksi asam urat. Metabolisme

etanol menjadi acetyl CoA menjadi adenin nukleotida meningkatkan

terbentuknya adenosin monofosfat yang merupakan prekursor pembentuk

asam urat. Alkohol juga dapat meningkatkan asam laktat pada darah yang

menghambat eksresi asam urat. Alasan lain yang menjelaskan hubungan

alkohol dengan artritis gout adalah alkohol memiliki kandungan purin

yang tinggi sehingga mengakibatkan over produksi asam urat dalam tubuh.

Asam urat merupakan produk akhir dari metabolism purin. Dalam keadaan

normalnya, 90% dari hasil metabolit nukleotida adenine, guanine, dan

hipoxantin akan digunakan kembali sehingga akan terbentuk kembali

masingmasing menjadi adenosine monophosphate (AMP), inosine

monophosphate (IMP), dan guanine monophosphate (GMP) oleh adenine

phosphoribosyl transferase (APRT) dan hipoxantin guanine

phosphoribosyl transferase (HGPRT). Hanya sisanya yang akan diubah

menjadi xantin dan selanjutnya akan diubah menjadi asam urat oleh enzim

xantin oksidase (La Ode, 2016).

3. Patofisiologi

Histopatologis dari tofus menunjukkan granuloma dikelilingi oleh

butir kristal monosodium urat (MSU). Reaksi inflamasi di sekeliling


kristal terutama terdiri dari sel mononuklir dan sel giant. Erosi kartilago

dan korteks tulang terjadi di sekitar tofus. Kapsul fibrosa biasanya

prominen di sekeliling tofus. Kristal dalam tofus berbentuk jarum (needle

shape) dan sering membentuk kelompok kecil secara radier. Komponen

lain yang penting dalam tofus adalah lipid glikosaminoglikan dan plasma

protein. Pada artritis gout akut cairan sendi juga mengandung Kristal

monosodium urat monohidrat pada 95% kasus. Pada cairan aspirasi dari

sendi yang diambil segera pada saat inflamasi akut akan ditemukan banyak

kristal di dalam lekosit. Hal ini disebabkan karena terjadi proses

fagositosis.

Monosodium urat akan membentuk kristal ketika konsentrasinya

dalam plasma berlebih, sekitar 7,0 mg/dl. Kadar monosodium urat pada

plasma bukanlah satu-satunya faktor yang mendorong terjadinya

pembentukan kristal. Hal ini terbukti pada beberapa penderita

hiperurisemia tidakmenunjukkan gejala untuk waktu yang lama sebelum

serangan artritis gout yang pertama kali. Faktor-faktor yang mendorong

terjadinya serangan artritis gout pada penderita hiperurisemia belum

diketahui pasti.

Diduga kelarutan asam urat dipengaruhi pH, suhu, dan ikatan antara

asam urat dan protein plasma. Kristal monosodium urat yang menumpuk

akan berinteraksi dengan fagosit melalui dua mekanisme. Mekanisme

pertama adalah dengan cara mengaktifkan sel-sel melalui rute

konvensional yakni opsonisasi dan fagositosis serta mengeluarkan


mediator inflamasi. Mekanisme kedua adalah Kristal monosodium urat

berinteraksi langsung dengan membran lipid dan proteinmelalui membran

sel dan glikoprotein pada fagosit. Interaksi ini mengaktivasi beberapa jalur

transduksi seperti protein G, fosfolipase C dan D, Srctyrosine-kinase,

ERK1/ERK2, c-Jun N-terminal kinase, danp38 mitogen-activated protein

kinase. Proses diatas akan menginduksi pengeluaran interleukin (IL) pada

sel monosit yang merupakan faktor penentu terjadinya akumulasi

neutrophil (Sutanto, 2016).

4. Manifestasi Klinik

Gambaran klinik artritis gout terdiri dari artritis gout asimptomatik,

artritis gout akut, interkritikal gout, dan gout menahun dengan tofus. Nilai

normal asam urat serum pada pria adalah 5,1 ± 1,0 mg/dl, dan pada wanita

adalah 4,0 ± 1,0 mg/dl. Nilai-nilai ini meningkat sampai 9-10 mg/ dl pada

seseorang dengan artritis gout (Sutanto, 2016). Pada tahap pertama

hiperurisemiabersifat asimptomatik, kondisi ini dapat terjadi untuk

beberapa lama dan ditandai dengan penumpukan asam urat pada jaringan

yang sifatnya silent. Tingkatan hiperurisemia berkolerasi dengan

terjadinya serangan artritis gout pada tahap kedua (Sutanto, 2016). Radang

sendi pada stadium ini sangat akut dan yang timbul sangat cepat dalam

waktu singkat. Pasien tidur tanpa ada gejala apa-apa. Pada saat bangun

pagi terasa sakit yang hebat dan tidak dapat berjalan.

Biasanya bersifat monoartikuler dengan keluhan utama berupa nyeri,

bengkak, terasa hangat, merah dengan gejala sistemik berupa demam,


menggigil dan merasa lelah. Serangan artritis gout akut terjadi ditandai

dengan nyeri pada sendi yang berat dan biasanya bersifat monoartikular.

Pada 50% serangan pertama terjadi pada metatarsophalangeal1 (MTP-1)

yang biasa disebut dengan podagra. Semakin lama serangan mungkin

bersifat poliartikular dan menyerang ankles, knee, wrist, dan sendi-sendi

pada tangan. Serangan akut ini di lukiskan sebagai sembuh beberapa hari

sampai beberapa minggu, bila tidak terobati, rekuren yang multipel,

interval antara serangan singkat dan dapat mengenai beberapa sendi

(Sutanto, 2016).

Ketika serangan artritis gout terjadi eritema yang luas di sekitar area

sendi yang terkena dapat terjadi. Meskipun serangan bersifat sangat nyeri

biasanya dapat sembuh sendiri dan hanya beberapa hari. Setelah serangan

terdapat interval waktu yang sifatnya asimptomatik dan disebut juga

stadium interkritikal (La Ode, 2016). Pencetus serangan akut antara lain

berupa trauma lokal, diet tinggi purin, kelelahan fisik, stres, tindakan

operasi,Radang sendi pada stadium ini sangat akut dan yang timbul sangat

cepat dalam waktu singkat. Pasien tidur tanpa ada gejala apa-apa. Pada

saat bangun pagi terasa sakit yang hebat dan tidak dapat berjalan. Biasanya

bersifat monoartikuler dengan keluhan utama berupa nyeri, bengkak,

terasa hangat, merah dengan gejala sistemik berupa demam, menggigil dan

merasa lelah (La Ode, 2016). Serangan artritis gout akut terjadi ditandai

dengan nyeri pada sendi yang berat dan biasanya bersifat monoartikular.

5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium darah merupakan pada pemeriksaan

laboratorium didapat kadar asam urat yang tinggi dalam darah (>6mg%).

Kadar asam urat normal dalam serum pada pria 3,0-7,0mg/dl. Pemeriksaan

kadar asam urat ini akan lebih tepatlagi bila dilakukan dengan cara

enzimatik. Kadang-kadang didapatkan leukosit ringan dan LED meninggi

sedikit kadar asam uratdalam urin juga sering tinggi (500mg% liter per24

jam). Pemeriksaan cairan tofi, juga penting untuk menegakkan diagnosis,

cairan tofi adalah cairan berwarna putih seperti susu dan kental sekali

sehingga sukar di aspirasi, diagnosis dapat dipastikan bila ditemukan

gambaran kristal asam urat (bentuk lidi) pada pemeriksaan mikroskopik

(Sutanto, 2016).

6. Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan pada penderita artritis gout adalah untuk

mengurangi rasa nyeri, mempertahankan fungsi sendi dan mencegah

terjadinya kelumpuhan. Terapi yang diberikan harus dipertimbangkan

sesuai dengan berat ringannya artrtitis gout (Sutanto, 2016). Pengobatan

artritis gout bergantung pada tahap penyakitnya. Hiperurisemia

asiptomatik biasanya tidak membutuhkan pengobatan. Serangan akut

artritis gout diobati dengan obat-obatan antiinflamasi nonsteroid atau

kolkisin. Obat-obat ini diberikan dalam dosis tinggi atau dosis penuh

untuk mengurangi peradangan akut sendi (Sutanto, 2016). Beberapa

lifestyle yang dianjurkan antara lain menurunkan berat badan,


mengkonsumsi makanan sehat, olahraga, menghindari merokok, dan

konsumsi air yang cukup.

Modifikasi diet pada penderita obesitas diusahakan untuk mencapai

indeks masa tubuh yang ideal, namun diet yang terlalu ketat dan diet tinggi

protein atau rendah karbohidrat (diet atkins) sebaiknya dihindari. Pada

penderita artritis gout dengan riwayat batu saluran kemih disarankan untuk

mengkonsumsi 2 liter air tiap harinya dan menghindari kondisi

kekurangan cairan. Untuk latihan fisik penderita artritis gout sebaiknya

berupa latihan fisik yang ringan, karena dikhawatirkan akan menimbulkan

trauma pada sendi (Sutanto, 2016). Tujuan terapi serangan artritis gout

akut adalah menghilangkan gejala, sendi yang sakit harus diistirahatkan

dan terapi obat dilaksanakan secepat mungkin untuk menjamin respon

yang cepat dan sempurna. Ada tiga pilihan obat untuk artritis gout akut,

yaitu NSAID, kolkisin, kortikosteroid, dan memiliki keuntungan dan

kerugian. Pemilihan untuk penderita tetentu tergantung pada beberapa

faktor, termasuk waktu onset dari serangan yang berhubungan dengan

terapi awal, kontraindikasi terhadap obat karena adanya penyakit lain,

efikasi serta resiko potensial.NSAID biasanya lebih dapat ditolerir

dibanding kolkhisin dan lebih mempunyai efek yang dapat diprediksi.

C. Konsep Dasar Keperawatan

1. Pengkajian
Pengumpulan data klien, baik subjektif maupun objektif melalui

anamnesis riwayat kesehatan dahulu, sekarang, riwayat penyakit keuarga,

pola makan, aktivitas, pemeriksaan fisik melalui tekhnik inspeksi,

auskultasi dan palpasi (Stanley,Mickey.2007 dalam Sutanto 2016)

a. Anamnesis : Identitas ( Meliputi nama,tempat tanggal lahir, jenis

kelamin, alamat, agama, status perkawinan.

b. Riwayat penyakit sekarang : Pengumulan data dilakukan sejak

munculnya keluhan dan secara umum mencakup awal gejala dan

bagaimana gejala tersebut berkembang. Penting ditanyakan berapa

lama pemakaian obat analgesic, allopurinol.

c. Riwayat penyakit dahulu : Pada pengkajian ini, ditemukan

kemungkinan penyebab yang mendukung terjadinya gout (misalnya

penyakit gagal ginjal kronis, leukemia, hiperparatiroidisme). Masalah

lain yang perlu ditanyakan adalah pernakah klien dirawat dengan

maslah yang sama. Kaji adanya pemakaian alkohol yang berlebihan,

penggunaan obat diuretic.

d. Riwayat penyakit keluarga : Kaji adanya keluarga dari generasi

terdahulu yang mempunyai keluhan yang sama dengan klien karena

klien gout dipengaruhi oleh faktor genetic.

e. Aktivitas dulu dan sekarang : Seseorang yang tak pernah berolahraga

atau diikutsertakan dalam aktivitas mungkin memiliki kesukaran dalam


memulai suatu program latihan di usia lanjut, terutama jika aktivitas

tersebut sulit atau menyakitkan.

f. Pola nutrisi

Menggambarkan masukan nutrisi, nafsu makan, pola makan, kesulitan

menelan dan mual muntah.

g. Pola eliminasi

Menjelaskan pola fungsi ekskresi,defekasi, ada tidaknya masalah

defekasi.

h. Personal Hygine

Berbagai kesulitan melaksanakan aktivitas pribadi, ketergantungan.

i. Neurosensori

Kebas / kesemutan tangan dan kaki, hilang sensasi jari tangan,

pembengkakan pada sendi.

2. Diagnosa Keperawatan

a. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis (mis. Inflamasi, iskemia,

neoplasma)

b. Gangguan mobilitas fisik b.d kekakuan sendi

c. Ketidakpatuhan b.d lingkungan tidak terapeutik, kurang motivasi

d. Manajemen kesehatan tidak efektif b.d ketidakefektifan pola perawatan

kesehatan keluarga

3. Intervensi
a. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis (mis. Inflamasi, iskemia,

neoplasma

SLKI :
- Tingkat Nyeri
SKALA : 1. Meningkat, 2. Cukup meningkat, 3. Sedang, 4. cukup
menurun, 5. Menurun
INDIKATOR :
1) Meringis
2) Kesulitan tidur

INTERVENSI :
Manajemen Nyeri
1) Lakukan pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi lokasi,
karakteristik, frekuensi, kualitas
2) Identifikasi skala nyeri
3) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
4) Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
5) Fasilitasi istrahat dan tidur
6) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
7) Jelaskan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri

b. Gangguan mobilitas fisik b.d kekakuan sendi

SLKI :
- Ambulasi
SKALA: 1. Meningkat, 2. Cukup meningkat, 3. Sedang, 4. cukup
menurun, 5. Menurun

INDIKATOR
- Nyeri
- Kecemasan
- Kaku sendi
INTERVENSI :
Dukungan mobilitasi
1) Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
2) Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
3) Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi

4) Fasilitasi melakukan pergerakan , jika perlu


Pengaturan Posisi
5) Motivasi melakukan ROM aktif atau pasif
c. Ketidakpatuhan b.d lingkungan tidak terapeutik, kurang motivasi
SLKI :
- Tingkat Kepatuhan
INDIKATOR :
- Verbalisasi kemauan mematuhi program perawatan atau pengobatan
- Verbalisasi mengikuti anjuran
SKALA : 1. menurun, 2. Cukup menurun, 3. Sedang, 4. Cukup
meningkat, 5. Meningkat
INTERVENSI :
Dukungan kepatuhan program pengobatan
1) Identifikasi kepatuhan menjalani program pengobatan
2) Diskusikan hal-hal yang dapat mendukung atau menghambat
berjalannya program pengobatan
3) Libatkan keluarga untuk mendukung program pengobatan yang
dijalani
Promosi Kesadaran Diri
4) Diskusikan dampak penyakit pada konsep diri
5) Ajarkan cara membuat prioritas hidup

d. Manajemen kesehatan tidak efektif b.d ketidakefektifan pola perawatan


kesehatan keluarga
SLKI :
- Manajemen Kesehatan
INDIKATOR :
1) Menerapkan program perawatan
2) Aktivitas hidup sehari-hari efektif memenuhi tujuan kesehatan
SKALA : 1. menurun, 2. Cukup menurun, 3. Sedang, 4. Cukup
meningkat, 5. Meningkat
INTERVENSI:
Edukasi Kesehatan
1) Jelaskan faktor risiko yang dapat mempengaruhi kesehatan
2) Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
Dukungan Keluarga Merencanakan Perawatan
3) Identifikasi tindakan yang dapat dilakukan keluarga
4) Ciptakan perubahan lingkungan rumah secara optimal
5) Ajarkan cara perawatan yang bisa dilakukan keluarga

DAFTAR PUSTAKA
Dewi Sofia Rhosma., (2014) “Buku Ajar Keperawatan Gerontik “ ed 1, Cet 1,
Yogyakarta:

Abdul Muhith & Sandu Siyoto., (2016) “Pendidikan Keperawatan Gerontik “


ed1, Cet 1, Yogyakarta :

Cindy, (2018),Asuhan Keperawatan Gerontik Pada Lansia Ny. K Dengan


Hipertensi Wisma A Bpstw Yogyakartaunit Budhi Luhur, Yogyakarta

La Ode, S. 2016. Asuhan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta : Nuha Medika.

Nurjannah Intansari, (2017), Nursing Outcomes Classification (NOC) Edisi


Bahasa Indonesia Edisi 6, Jakarta

Nurjannah Intansari, (2017), Nursing Intervention Classification (NIC) Edisi


Bahasa Indonesia Edisi 6, Jakarta

Sutanto, T. 2016. Asam Urat Deteksi, Pencegahan, Pengobatan. Yogyakarta :


Buku Pintar.

Persatuan Perawat Nasional Indonesia (2016), Standar Diagnosis Keperawatan


Indonesia (SDKI) Edisi I, Jakarta

Persatuan Perawat Nasional Indonesia(2017) , Standar Intervensi Keperawatan


Indonesia (SIKI) Edisi II, Jakarta

Persatuan Perawat Nasional Indonesia (2019), Standar luaran Keperawatan


Indonesia (SLKI) Edisi I, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai