A. Tindakan Medik
Tindakan medik adalah suatu tindakan seharusnya hanya boleh dilakukan oleh
para tenaga medis, karena tindakan itu ditujukan terutama bagi pasien yang
mengalami gangguan kesehatan. Suatu tindakan medik adalah keputusan etik karena
alternatif yang ada. Keputusan etik harus memenuhi tiga syarat, yaitu bahwa
keputusan tersebut harus benar sesuai ketentuan yang berlaku, baik tujuan dan
akibatnya, dan keputusan tersebut harus tepat sesuai dengan konteks serta situasi dan
harus66:
65
http://handarsubhandi.blogspot.com/2014/09/pengertian-tindakan-medik.html, diakses tanggal 14 April
2015.
66
Ibid.
29
Setiap tindakan medis harus dapat dipertanggungjawabkan, baik secara etik maupun
67
http://www.dentaluniverseindonesia.com/home/62-persetujuan-tindakan-medik.html, diakses pada
tanggal 14 April 2015.
68
Ibid.
bertentangan dengan :
Agar seorang dokter tidak dipandang melakukan praktik yang buruk menurut Danny
Wiradharma, maka setiap tindakan medis yang dilakukan harus memenuhi tiga
syarat70:
hidup yang sehat. Pasal 47 Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
69
Ngesti Lestari, ”Masalah Malpraktek Etik Dalam Praktek Dokter ”, Kumpulan Makalah Seminar
tentang Etika dan Hukum Kedokteran diselenggarakan oleh RSUD Dr. Saiful Anwar , Malang, 2001.
70
Ibid. hal. 87-88.
yang dilaksanakan atas dasar hubungan individual antara dokter dengan pasien yang
upaya pelayanan kesehatan individu yang dikenal dengan pelayanan kedokteran dan
individu terdapat hubungan antara pasien dengan tenaga kesehatan (dokter) dan
sarana kesehatan (rumah sakit). Hubungan yang timbul antara pasien, dokter dan
rumah sakit diatur oleh kaidah-kaidah tentang kedokteran (bagian dari kesehatan)
baik hukum maupun non hukum (antara lain: moral termasuk etika, kesopanan,
71
Nourma Yunita Padmasari, Perlindungan Hukum Pasien Dalam Perjanjian Terapeutik Pada RSIA
Sakina Idaman, (Yogyakarta: Skripsi UII, 2011).
72
Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
73
Wila Chandrawila Supriadi, Hukum Kesehatan, (Bandung: Mandar Maju, 2001), halaman 35.
hubungan medis, hubungan hukum, hubungan non hukum, hubungan ekonomi dan
hubungan sosial. Dalam hubungan antara dokter dan pasien tersebut terjadi transaksi
Hubungan dokter dan pasien adalah hubungan antara manusia dan manusia. Dalam
hubungan ini mungkin timbul pertentangan antara dokter dan pasien, karena masing-
pelayanan kesehatan, unsur hubungan antara dokter dan pasien menjadi sangat
penting.
Hubungan antara dokter dan pasien yang baik hanya dapat dicapai apabila
sempurna akan terbentuk dengan kesadaran bahwa hak akan pelayanan kesehatan
merupakan hasil kontrak antara kedokteran dan masyarakat serta antara dokter dan
yang dibutuhkan.
karena pasien tidak termasuk dalam bagian dari produksi. Sifat konsumeristik dari
74
Pitono Soeparto,dkk, Etik dan Hukum di Bidang Kesehatan, Edisi Kedua, (Surabaya: Airlangga
University Press, 2006), halaman 23.
pasien harus mengeluarkan biaya yang cukup tinggi untuk upaya kesehatannya75.
Pasien juga berhak atas keselamatan, keamanan, kenyamanan terhadap pelayanan jasa
kesehatan yang diterima. Dengan hak tersebut maka konsumen akan terlindungi dari
praktik profesi yang mengancam keselamatan dan kesehatan76. Hak pasien adalah
sakit sebagai upaya perbaikan intern rumah sakit dalam pelayanan atau kepada
Pola hubungan paternalistic antara dokter dan pasien identik dengan pola
hubungan vertical dimana kedudukan atau posisi antara pemberi jasa pelayanan
kesehatan dan penerima jasa pelayanan kesehatan tidak sederajat77. Hubungan ini
Pelayanan merupakan suatu aktivitas atau serangkaian alat yang bersifat tidak
kasat mata (tidak dapat diraba), yang terjadi akibat interaksi antara konsumen dengan
karyawan atau hal-hal lain yang disediakan oleh perusahaan pemberi pelayanan yang
75
Anny Isfandyarie, Tanggung Jawab Hukum dan Sanksi bagi Dokter, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2006),
halaman 20.
76
http://www.freewebs.com/pencegahanperspektifpasien/implikasihukum.html, diakses pada tanggal 2
Maret 2015.
77
Anny Isfandyarie, Op.Cit, halaman 389.
bentuk rawat jalan, rawat inap, kunjungan rumah oleh petugas kesehatan ataupun
bentuk kegiatan lain dari pemanfaatan pelayanan tersebut yang didasarkan pada
Pelayanan kesehatan merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk
secara keseluruhan. Lavey dan Loomba mengatakan bahwa yang dimaksud dengan
pelayanan kesehatan adalah setiap upaya baik yang diselenggarakan sendiri atau
78
Digilib.usu.ac.id/chapterII, diakses pada tanggal 10 Maret 2015.
79
Hendrojono Soewono, Batas Pertanggungjawaban Hukum Malpraktek Dokter Dalam Transaksi
Terapeutik, (Surabaya: Srikandi, 2005), halaman 100.
80
Rio Christiawan, Aspek Hukum Kesehatan Dalam Upaya Medis Transpalansi Organ Tubuh,
(Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2003), halaman 1.
mempunyai bagian atau porsi yang besar. Namun karena keterbatasan sumber daya
pemerintah, maka potensi masyarakat perlu digali dan diikutsertakan dalam upaya
masyarakat, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta, antara lain82:
kepada pasien. Tindakan medik ini dapat berupa penegakkan diagnosis dengan benar
sesuai dengan prosedur, pemberian terapi, melakukan tindakan medik sesuai dengan
81
Soekidjo Notoatmodjo, Ilmu Kesehatan Masyarakat (Prinsip-Prinsip Dasar), (Jakarta: PT.Asdi
Mahasatya, 2003).
82
http://rifdahjuniartihasmi.blogspot.com, diakses pada tanggal 18 Maret 2015.
83
http://wiwiwijayanti.blogspot.com, diakses pada tanggal 18 Maret 2015.
atau tidak tepat/layak (unlawful atau improper), misalnya melakukan tindakan medik
tanpa indikasi yang memadai, pilihan tindakan medik tersebut sudah improper.
Misfeasance berarti melakukan pilihan tindakan medik yang tepat tetapi dilaksanakan
kelalaian yang sejalan dengan bentuk-bentuk error (mistakes, slips and lapses),
namun pada kelalaian dalam bentuk khususnya adanya kerugian, sedangkan error
Kelalaian medik adalah salah satu bentuk dari tindakan medik, sekaligus
merupakan bentuk tindakan medik yang paling sering terjadi85. Pada dasarnya
kelalaian terjadi apabila seseorang dengan tidak sengaja, melakukan sesuatu (komisi)
yang seharusnya tidak dilakukan atau tidak melakukan sesuatu (omisi) yang
seharusnya dilakukan oleh orang lain yang memiliki kualifikasi yang sama pada suatu
84
http://www.hukor.depkes.go.id/?art=20.html, diakses tanggal 15 April 2015.
85
Ibid.
86
Digilib.usu.ac.id/chapterII, diakses pada tanggal 18 Maret 2015.
87
http://rifdahjuniartihasmi.blogspot.com, diakses pada tanggal 18 Maret 2015.
profesi tenaga yang bekerja di rumah sakit yang bersangkutan88. Dalam dunia medis
yang semakin berkembang, peranan rumah sakit sangat penting menunjang kesehatan
dari masyarakat. Maju mundurnya rumah sakit akan sangat ditentukan oleh
keberhasilan dari pihak-pihak yang bekerja di rumah sakit, dalam hal ini dokter,
perawat dan orang-orang yang berada ditempat tersebut. Dari pihak rumah sakit
berkembang.
Orang yang sedang sakit (pasien) yang tidak dapat menyembuhkan penyakit
yang dideritanya, tidak ada pilihan lain selain meminta pertolongan dari orang yang
88
Titik Triwulan Tutik dan Shita Febriana, Perlindungan Hukum Bagi Pasien, (Jakarta: Prestasi Pustaka
Publisher, 2010), halaman 1.
melakukan apa yang dikenal dengan upaya kesehatan dan objek dari upaya kesehatan
menular90.
jangkauan wilayah sesuai dengan tingkat kemajuan wilayah dalam hal transportasi,
manajemen organisasi dan peningkatan peran serta masyarakat. Adapun upaya untuk
ke desa-desa.
wilayah kerja.
89
Wila Chandrawila Supriadi, Loc.Cit.
90
Ibid.
Ruang lingkup hukum pidana mencakup tiga ketentuan yaitu tindak pidana,
umum memasukkan rumusan asas legalitas di dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP yaitu
“tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam
Pasal 346, 347, 348, 349, 359, 360 dan 386 KUHP yang berkaitan di bidang
medis aturan pemidanaannya yaitu pidana penjara, kurungan dan denda, sedangkan
Pasal 347:
1. Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan
seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara
paling lama dua belas tahun.
2. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut diancam dengan
pidana penjara paling lama lima belas tahun
Pasal 348:
1. Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan
seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara
paling lama lima tahun enam bulan.
2. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan
pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 349:
Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan
berdasarkan pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah
satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang
ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut
hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.
Pasal 359:
Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain
mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana
kurungan paling lama satu tahun.
Pasal 360:
1. Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain
mendapat luka-luka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima
tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.
2. Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain
luka-luka sedemikian rupa sehingga timhul penyakit atau halangan
menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian selama waktu tertentu,
diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana
kurungan paling lama enam bulan atau pidana denda paling tinggi empat
ribu lima ratus rupiah.
dilakukan dengan sengaja atau kelalaian, maka setiap tindakan tindakan medik yang
diatur dalam pasal- pasal KUHP ini yang berkaitan dengan sengaja atau kelalaian
Pidana diatur dalam Bab X Pasal 75 sampai dengan Pasal 80 undang-undang ini
pemidanaan yang dikenakan adalah pidana penjara, pidana kurungan dan denda,
Pasal 75:
1. Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik
kedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 29 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3
(tiga) tahun atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta
rupiah).
2. Setiap dokter atau dokter gigi warga negara asing yang dengan sengaja
melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi
sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) dipidana dengan
Pasal 76:
Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik
kedokteran tanpa memiliki surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 36 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda
paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 77:
Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan identitas berupa gelar atau
bentuk lain yang menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yang
bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda
registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi dan/atau surat izin
praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (1) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak
Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
Pasal 78:
Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan alat, metode atau cara lain
dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan
seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah
memiliki surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi
atau surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (2)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling
banyak Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
Pasal 79:
Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda
paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), setiap dokter atau
dokter gigi yang :
a. dengan sengaja tidak memasang papan nama sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 41 ayat (1);
b. dengan sengaja tidak membuat rekam medis sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 46 ayat (1); atau
c. dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 51 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, atau huruf e.
terdapat dua kategori tindakan yang dapat disebut sebagai tindak pidana yaitu
dilakukan oleh dokter atau dokter gigi dan perbuatan yang berkaitan dengan
pelaksanaan praktik kedokteran yang dilakukan selain dokter atau dokter gigi.
Ruang lingkup hukum pidana mencakup tiga ketentuan yaitu tindak pidana,
undang-undang ini diatur dalam Bab XX Pasal 190 sampai dengan Pasal 201 yang
Pasal 190:
1. Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan yang
melakukan praktik atau pekerjaan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang
dengan sengaja tidak memberikan pertolongan pertama terhadap pasien
yang dalam keadaan gawat darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32
ayat (2) atau Pasal 85 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama
2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta
rupiah).
2. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan
terjadinya kecacatan atau kematian, pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan
dan/atau tenaga kesehatan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling
Pasal 191:
Setiap orang yang tanpa izin melakukan praktik pelayanan kesehatan
tradisional yang menggunakan alat dan teknologi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 60 ayat (1) sehingga mengakibatkan kerugian harta benda, luka
berat atau kematian dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun
dan denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 192:
Setiap orang yang dengan sengaja memperjualbelikan organ atau jaringan
tubuh dengan dalih apa pun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (3)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda
paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 193:
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan bedah plastik dan rekonstruksi
untuk tujuan mengubah identitas seseorang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 69 diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan
denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)
Pasal 194:
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 195:
Setiap orang yang dengan sengaja memperjualbelikan darah dengan dalih
apapun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 Ayat (3) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 196:
Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan
farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/atau
persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah).
Pasal 197:
Pasal 198:
Setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukan
praktik kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 dipidana dengan
pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 200:
Setiap orang yang dengan sengaja menghalangi program pemberian air susu
ibu eksklusif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 128 ayat (2) dipidana
penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah)
Pasal 201:
1. Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 190 ayat (1),
Pasal 191, Pasal 192, Pasal 196, Pasal 197, Pasal 198, Pasal 199, dan Pasal
200 dilakukan oleh korporasi, selain pidana penjara dan denda terhadap
pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa
pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 190 ayat (1), Pasal 191, Pasal 192,
Pasal 196 , Pasal 197, Pasal 198, Pasal 199, dan Pasal 200.
2. Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), korporasi dapat
dijatuhi pidana tambahan berupa:
a. pencabutan izin usaha; dan/atau
b. pencabutan status badan hukum.
perbuatan yang dikategorikan sebagai tindak pidana adalah perbuatan yang dilakukan
dengan kesalahan berupa perbuatan dengan kesengajaan atau kelalaian, atas izin
Ruang lingkup hukum pidana mencakup tiga ketentuan yaitu tindak pidana,
Pasal 62:
Setiap orang yang dengan sengaja menyelenggarakan Rumah Sakit tidak
memiliki izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp.
5.000.000.000,00- (lima milyar rupiah).
Pasal 63:
1. Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 dilakukan
oleh korporasi, selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya,
pidana yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda
dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 62.
2. Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), korporasi dapat
dijatuhi pidana tambahan berupa:
a. pencabutan izin usaha; dan/atau
b. pencabutan status badan hukum.
perbuatan yang dikategorikan sebagai tindak pidana adalah terhadap hal izin
yang mempunyai keahlian di bidang medis atau kedokteran yang dianggap memiliki
merupakan orang sakit yang awam akan penyakit yang dideritanya dan
mempercayakan dirinya untuk diobati dan disembuhkan oleh dokter92. Dokter dan
bagi pasien.
1. Tindak Pidana
Istilah untuk menyatakan suatu perbuatan yang dilarang oleh aturan pidana
yaitu tindak pidana, delik (delict) atau strafbaarfeit. Dari keempat istilah tersebut,
istilah “tindak pidana” merupakan istilah yang banyak digunakan dalam perundang-
undangan di Indonesia.
undang-undang yang apabila dilakukan atau diabaikan, maka orang yang melakukan
atau mengabaikan itu diancam dengan pidana93. Dalam tindak pidana terdapat unsur
perbuatan seseorang karena pada dasarnya yang dpat melakukan tindak pidana adalah
orang (natuurlijke person). Selain subjek hukum sebagai unsur tindak pidana masih
terdapat satu unsur lagi yaitu perbuatan. Perbuatan yang dapat dikenal hukuman
pidana tentu saja perbuatan yang melawan hukum yaitu perbuatan yang memenuhi
dapat berupa berbuat atau tidak berbuat. Sifat perbuatan itu selain melawan hukum
91
Soerjono Soekanto, Aspek Hukum dan Etika Kedokteran, (jakarta: Grafiti Pers, 1983).
92
Soerjono Soekanto, Segi-Segi Hukum Hak dan Kewajiban Pasien, (Bandung: Cv.Mandar Maju, 1990).
93
R. Soesilo, Pokok-Pokok Hukum Pidana Peraturan Umum dan Delik-Delik Khusus, (Bogor:
Politeia,1979), halaman 9.
terlaksananya tata dalam pergaulan dalam masyarakat yang dianggap baik dan adil.
Menurut Roeslan Saleh perbuatan pidana adalah perbuatan yang anti sosial94.
Perbuatan seseorang dikatakan sebagai tindak pidana apabila perbuatan tersebut telah
Asas yang menentukan bahwa tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam
dikenal dengan asas legalitas. Dua fungsi asas legalitas yaitu fungsi instrument yang
berarti tidak ada perbuatan pidana yang tidak dituntut dan fungsi melindungi yang
oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa
pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar aturan tersebut. Dalam pidatonya
Moeljatno mengatakan bahwa tindak pidana atau perbuatan pidana sebagai perbuatan
94
Roeslan Saleh, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana (Dua Pengertian Dasar dalam
Hukum Pidana), (Jakarta:Aksara Baru, 1985), halaman 13.
95
Nyoman Serikat Putra Jaya, Pemberlakuan Hukum Pidana Secara Retroaktif Sebagai Penyeimbang
Asas Legalitas dan Asas Keadilan (Suatu Pergeseran Paradigma dalam Ilmu Hukum Pidana),
(Semarang:Universitas Diponegoro, 2004), halaman 22.
96
Moeljatno, Perbuatan Pidana dan Pertanggungan Jawab Dalam Hukum Pidana, Pidato diucapkan pada
upacara peringatan Dies Natalis ke VI Universitas Gajah Mada, di Sitihinggil Yogyakarta pada tanggal 19
Desember 1955, halaman 17.
pidana,
b. Larangan ditujukan kepada perbuatan yaitu suatu keadaan atau kejadian yang
c. Antara larangan dan ancaman pidana ada hubungan yang erat, oleh karena antara
kejadian dan orang yang menimbulkan kejadian itu ada hubungan erat. Kejadian
tidak dapat dilarang jika yang menimbulkan bukan orang, dan orang tidak dapat
a. Perbuatan manusia (positif atau negatif, berbuat atau tidak berbuat atau
membiarkan)
c. Melawan hukum
Simons juga menyebutkan adanya unsur obyektif dan unsur subyektif dari tindak
pidana, yakni97:
a. unsur obyektif; perbuatan orang, akibat yang kelihatan dari perbuatan itu,
dan mungkin ada keadaan tertentu yang menyertai perbuatan itu seperti
dalam Pasal 281 KUHP sifat “openbaar” atau “dimuka umum”.
b. unsur subyektif; orang yang mampu bertanggungjawab, adanya kesalahan
(dollus atau culpa). Perbuatan harus dilakukan dengan kesalahan.
97
http://minsatu.blogspot.com/2011/02/tindak-pidana-delik.html, diakses pada tanggal 15 April 2015.
98
Ibid.
Tindak pidana dalam tindakan medik dapat terjadi karena beberapa faktor,
yaitu99:
merupakan kesalahan pengambilan tindakan medis yang dilakukan oleh tenaga medis
profesional maupun tenaga medis amatir baik secara disengaja atau tidak disengaja
99
Anny Isfandyarie, Malpraktek dan Resiko Medik, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2005).
a. Adanya kegagalan tenaga medis untuk melakukan tata laksana sesuai standar
d. Adanya cidera yang merupakan akibat salah satu dari ketiga faktor tersebut.
Tidak semua kegagalan medis adalah akibat kelalaian atau kesalahan medis.
Suatu peristiwa buruk yang tidak dapat diduga sebelumnya (unforeseeable) yang
terjadi saat dilakukan tindakan medis yang sesuai standar tetapi mengakibatkan cidera
pada pasien tidak termasuk dalam pengertian kelalaian atau kesalahan medis.
b. Hasil dari suatu resiko yang tak dapat dihindari, yaitu resiko yang tak dapat
tindakan yang dilakukan adalah satu-satunya cara terapi. Resiko tersebut harus
100
Danny Wiradharma, Penuntun Kuliah Kedokteran dan Hukum Kesehatan, (Jakarta:Egc, 1999).
101
Safitri Hariyani, Sengketa Medik, Alternatif Penyelesaian Antara Dokter Dengan Pasien, (Jakarta:
Diadit Media,2005), halaman 48.
Dari keempat faktor tersebut yang dapat dikategorikan sebagai suatu tindak
pidana tindakan medik adalah kegagalan medis akibat kelalaian (culpa) dan
suatu perjalanan alami penyakit dan resiko yang tidak dapat diketahui sebelumnya
bukanlah suatu tindak pidana tindakan medik, sedangkan kegagalan medis yang
Kelalaian atau culpa dapat juga dibagi dalam tiga tingkatan, yaitu103:
a. Culpa lata: sangat tidak berhati-hati, kesalahan serius, sembrono (gross fault or
neglect);
102
Masruchin Rubai, Mengenal Pidana dan Pemidanaan di Indonesia, (Malang: IKIP,1997).
103
Ibid.
culpa levis dan culpa levissima yang tidak dapat dikenakan hukum pidana maka
ditampung dalam hukum perdata. Penyebab lain kegagalan medis, yaitu kesengajaan,
ketentuan disiplin profesi, hukum administrasi serta hukum pidana dan perdata seperti
lain104.
dilaksanakan;
d. Direct causatin yaitu adanya hubungan langsung antara kecideraan atau kerugian
104
Hermien Koeswadji Hadijati, Hukum Kedokteran, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1998).
105
Sofyan Dahlan, Hukum Kesehatan dan Rambu-Rambu Bagi Profesi Dokter, (Semarang: Badan
Penerbit Undip, 1999), halaman 63.
yang timbul sebagai akibat adanya kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan oleh
baik tenaga medis maupun pasien harus mengetahui mengenai malpraktik atau tindak
tersebut. Kesadaran pasien akan menimbulkan efek baik yaitu pengawasan tenaga
b. Mampu bertanggungjawab
dokter adalah kelalaian akibat. Oleh karena itu yang dipidana adalah penyebab dari
timbulnya akibat, misalnya tindakan dokter yang mengakibatkan cacat atau matinya
pidana sebagai akibat, harus terlebih dahulu dicari keadaan-keadaan yang merupakan
sebab terjadinya peristiwa pidana itu. Disamping itu harus dilihat apakah perawatan
yang diberikan kepada pasien merupakan suatu kesengajaan untuk tidak memberikan
106
Ngesti Lestari, Masalah Malpratek Etik Dalam Praktek Dokter, Kumpulan Makalah Seminar tentang
Etika dan Hukum Kedokteran diselenggarakan oleh RSUD Dr.Saiful Anwar, Malang, 2001.
107
Veronika Komalawati, Hukum dan Etika dalam Praktik Dokter, (Jakarta:Sinar Harapan, 1989).
membutuhkannya108.
Tindakan medik yang terjadi antara dokter dan pasien dapat dikategorikan
tindak pidana jika perbuatan/tindakan medik tersebut memenuhi unsur tindak pidana
menurut hukum pidana tertulis. Beberapa tindakan dokter yang dikategorikan sebagai
memberi atau menjual obat palsu, melakukan praktik tanpa adanya izin praktik.
kealpaan termasuk malpraktik tetapi di dalam malpraktik tidak selalu harus terdapat
108
Leden Marpaung, Asas-Teori- Praktik Hukum Pidana, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), halaman 22.
109
http://zofyanthespiritoflife.blogspot.com/2014/01/malpraktik-medical-error-dan.html, diakses tanggal
15 April 2015.
merupakan perbuatan tercela. Kedua, dilakukan dengan sikap batin yang salah
kesengajaan adalah:
sebagai ahli