Palu - Bab 3
Palu - Bab 3
(INTERIM REPORT)
Lokasi dari kegiatan detail desain embung ini tersebar di 2 (dua) lokasi dengan
perincian gambaran umum masing-masing lokasi seperti berikut :
Embung Parigimpuu
Direncanakan terletak pada cekungan alam dan memiliki alur sungai dengan
aliran debit air yang kontinyu, secara administratif terletak di :
Desa : Parigimpuu,
Kecamatan : Parigi Barat,
Kabupaten : Parigi Moutong
Embung Petapa
Direncanakan terletak pada cekungan alam dan memiliki alur sungai dengan
aliran debit kontinyu, walaupun kecil. Secara administratif terletak di :
Desa : Petapa,
Sarana dan prasarana yang ada untuk mencapai kedua lokasi rencana embung
tersebut dapat dilalui oleh kendaraan roda 4 maupun kendaraan roda 2. Lokasi
ini dapat dicapai dari kota Palu dengan melewati jalan yang sudah beraspal,
diselingi sebagian kecil jalan yang masih berupa jalan tanah, terutama setelah
mendekati lokasi pekerjaan. Waktu tempuh dan kesampaian ke lokasi masing-
masing embung sebagai berikut :
Embung Parigimpuu
Melalui jalan Trans Sulawesi ke arah Kabupaten Parigi Moutong dapat ditem–
puh dalam waktu 2 jam, kemudian dilanjutkan ke Desa Parigimpuu melalui
jalan ke desa yang sudah berupa jalan aspal sejauh 4 km dengan waktu tempuh
sekitar 20 menit. Sedangkan untuk sampai ke lokasi rencana embung dapat
dicapai melewati jalan setapak/jalan tanah dengan jarak 300 m dan hanya
dapat dicapai dengan berjalan kaki.
Embung Petapa
Melalui jalan Trans Sulawesi ke arah Kabupaten Parigi Moutong dapat ditem–
puh dalam waktu 2 jam, kemudian dilanjutkan ke Desa Petapa melalui jalan
ke desa yang sudah beraspal sejauh 5 km. Untuk sampai ke lokasi rencana
embung dapat dicapai melewati jalan setapak/jalan tanah dengan jarak 500 m
dengan berjalan kaki.
Embung Parigimpuu
Secara visual site rencana tampungan embung tersebut cukup ideal untuk
digunakan sebagai embung, dimana pada rencana site embung terlihat adanya
tebing kiri dan kanan rencana genangan dengan bentang antara 65 – 80 m,
kondisi rencana tampungan mempunyai lereng yang terjal menutup ke arah
hulu dengan kapasitas tampungan sekitar 100.000 – 150.000 m3 dan ketinggian
dam 8 - 10 m. Di tengah-tengah cekungan tersebut terdapat alur alam yang
secara kontinyu mengalirkan air sekitar 2 – 100 lt/dt saat musim kemarau. Di
bagian hilir terdapat hamparan lahan pertanian berupa ladang dan sebagian
besar persawahan seluas 20 - 25 Ha di kanan dan kiri sungai.
Embung Petapa
Secara visual site rencana tampungan embung tersebut cukup ideal untuk
digunakan sebagai embung, dimana pada rencana site embung terlihat adanya
tebing kiri dan kanan rencana genangan dengan bentang antara 140 – 160 m,
kondisi rencana tampungan mempunyai lereng yang terjal menutup ke arah
hulu dengan kapasitas tampungan sekitar 100.000 – 150.000 m3 dan ketinggian
dam 8 - 10 m. Di tengah-tengah cekungan tersebut terdapat alur alam yang
secara kontinyu mengalirkan air sekitar 2 – 25 lt/dt di saat musim kemarau. Di
bagian hilir terdapat hamparan lahan pertanian berupa ladang dan sebagian
besar persawahan seluas 15 - 20 Ha di kanan dan kiri sungai.
Secara umum topografi daerah studi berupa dataran dengan sedikit berge–
lombang. Sebagian besar telah dimanfaatkan sebagai lahan pertanian penduduk
sisanya berupa hutan dengan tumbuhan belukar dan hutan ringan. Dari daerah
perbukitan tersebut umumnya terdapat sungai kecil (intermiten) berasal dan
menghilir ke arah laut secara paralel dengan arah utara - selatan (garis pantai
berada di selatan wilayah studi).
Sebagai titik referensi digunakan titik referensi lokal dengan pengikatan pada
konstruksi yang ada di sekitar rencana embung. Untuk rencana embung
Parigimpuu dan Embung Petapa diambil dari dekzerk jalan, dengan ketinggian
hasil interpolasi peta rupa bumi.
EMBUNG PARIGIMPUU
No. BM/CP X Y Z
BM-01 17950.6339 9.909.97.199 148.8
BM-02 179.598.491 9.910.065.556 149.8
BM-03 181.377.397 9.909.819.980 80.01
BM-04 180.882.392 9.910.892.823 79.91
BM-05 180.427.054 9.911.895.967 63.42
BM-06 180.123.030 9.910.463.243 110.1
BM-07 180.460.523 9.90949.352 102.1
BM-08 178.935.118 9.910.434.149 180.5
BM-09 179.394.851 9.910.308.153 143.7
BM-10 182.086.065 9.910.109.832 48.45
CP-01 179.534.704 9.910.001.414 144.515
CP-02 179.588.746 9.910.055.885 144.822
CP-03 181.330.913 9.909.806.649 80.832
CP-04 180.813.859 9.910.861.775 81.993
CP-05 180.750.738 9.911.138.443 79.427
CP-06 180.383.536 9.912.015.952 60.717
CP-07 180.557.503 9.912.097.765 55.402
CP-08 178.932.827 9.910.477.512 182.321
CP-09 179.402.165 9.910.388.378 154.115
CP-10 182.115.879 9.910.108.301 49.881
CP-11 181.190.281 9.910.403.992 80.162
EMBUNG PETAPA
No. BM/CP X Y Z
BM-01 179.743.633 9.913.82.248 29.23
BM-02 179.544.881 9.913.215.440 28
B. Pekerjaan Laboratorium :
Pekerjaan pengujian laboratorium yang dilakukan dimaksudkan untuk
mendapatkan parameter tanah (Index Properties dan Engineering Properties)
dari contoh tanah yang diambil di lapangan antara lain :
Undisturbed sample (22 sample)
Disturbed Sample (10 Sample)
1. Pemetaan Geologi
- Umum
Pemetaan geologi akan dilaksanakan dalam rangka untuk membuat peta
geologi masing-masing lokasi Embung.
Peta geologi akan memperlihatkan semua keadaan geologi di daerah proyek
yang meliputi tipe batuan, tanah penutup, tampakan-tampakan geologis
seperti kekar, daerah geser, sesar, pecahan, jurus dan kemiringan lapisan.
- Prosedur Pelaksanaan
- Prosedur Pelaksanaan
Pengambilan contoh inti pada formasi lunak dilakukan dengan tabung
penginti tunggal tanpa sirkulasi air pembilas, sedang pada formasi
batuan yang keras digunakan tabung penginti ganda dengan memakai
sirkulasi air pembilas.
Pemboran inti dilakukan dengan diameter lubang bor minimal 54,7 mm.
Jika selama pemboran terjadi keruntuhan, maka akan diikuti
pemasangan pipa casing diameter 75,7 mm dan atau yang lebih besar
lagi.
Core recovery contoh inti tanah diusahakan 100%, sedangkan slime
yang keluar dari sirkulasi air pembilas tidak dihitung sebagai core
recovery.
Contoh inti yang terambil dimasukkan dalam kotak kayu (core box),
dilengkapi pula dengan tutup. Setiap kotak kayu terbagi dalam 5 (lima)
Harga "N" didefinisikan sebagai jumlah pukulan dengan palu seberat 63,5
kg yang jatuh bebas dari ketinggian 75 cm, untuk memasukkan alat
pengambil contoh sedalam 30 cm ke dalam tanah.
* Prosedur Pelaksanaan
Prosedur pelaksanaan akan mengikuti prosedur yang dibakukan dalam
ASTM D 1586 - 84.
+ Alat pengambil contoh (split spoon sampler) akan dipasang pada setang
bor.
Alat pengambil contoh diturunkan sampai kedalaman yang akan diuji
dan topi lindung, pipa pemandu dipasang pada bagian atas setang bor.
+ Palu dijatuhkan pada topi pelindung sampai alat pengambil contoh
masuk sedalam 15 cm kedalam tanah sebagai pancangan posisi awal
(seating drive). Tinggi jatuh palu akan dibuat 75 cm.
+ Setelah itu pancangan uji (testing drive) dimulai. Jumlah pukulan
(tinggi jatuh 75 cm dan berat palu 63,5 kg) dan kedalaman penetrasi
untuk tiap pukulan akan diukur dan dicatat.
Pengujian akan diteruskan sampai alat pengambil contoh masuk
sedalam 30 cm, atau sampai jumlah pukulan mencapai 50 kali, jika
kedalaman penetrasi masih belum belum mencapai 30 cm.
+ Pada pancangan posisi awal, jika jumlah pukulan yang dijatuhkan
lebih dari 8 kali untuk penetrasi 5 cm pertama, maka pancangan posisi
awal ini akan diteruskan sampai jumlah pukulan mencapai 50 kali.
+ Setelah pengujian selesai, alat pengambil contoh akan dikeluarkan dari
lubang dan dibuka, dan contoh akan segera dibungkus plastik dengan
* Maksud
Test pit atau sumur uji akan dibuat pada lokasi sumber bahan timbunan
(borrow area) dengan maksud untuk memperoleh gambaran yang lebih
jelas mengenai jenis dan tebalnya lapisan, hingga dapat untuk menghitung
volume bahan yang tersedia.
* Peralatan yang Digunakan
Peralatan utama yang akan digunakan adalah peralatan untuk penggalian
seperti cangkul, sekop, ganco dan linggis; pita ukur dan peralatan geologi
seperti kompas dan palu geologi; serta peralatan untuk pengambilan contoh
tanah.
* Prosedur Pelaksanaan
Galian Test Pit (sumur uji) akan dilaksanakan untuk menentukan
pembagian lapisan tanah dan mengambil contoh tanah untuk pengujian
laboratorium.
+ Penggalian sumuran uji akan dibuat dengan ukuran 2,0 m x 2,0 m dan
dengan kedalaman 3 m.
+ Bahan yang dikeluarkan dari galian akan dikumpulkan di sekitar
sumuran uji untuk mengetahui jenis bahan pada kedalaman tertentu.
+ Agar pengambilan contoh dan klasifikasi tanah dapat dilakukan dengan
baik, maka dasar dari sumuran uji akan dibuat horisontal.
+ Bila dinding galian mudah runtuh hingga menyulitkan dalam
pekerjaan penggalian, maka akan dipasang dinding penahan dari papan.
+ Jika kedalaman spesifikasi tidak tercapai, maka penggalian akan dihen–
tikan bila telah dijumpai lapisan keras dan diperkirakan benar-benar
keras di sekeliling lokasi tersebut, atau bila dijumpai rembesan air tanah
yang cukup besar yang sulit diatasi dengan peralatan pompa sederhana
di lapangan.
5. Bor Tangan
Pelaksanaan pemboran tangan dimaksudkan untuk pengambilan contoh tanah
dalam lapisan dangkal (kurang dari 10 m), untuk mendapatkan keterangan
mengenai jenis tanah, sifat-sifat fisis dan kondisi tanah. Sebelum pemboran
dilaksanakan perlu diketahui beberapa hal antara lain :
a) Letak kritik pemboran
b) Kedalaman pemboran yang diharapkan
c) Jenis contoh yang dikehendaki
d) Macam bor yang akan digunakan
Pengambilan contoh tanah tidak terganggu (undisturbed samples) diperlukan
tabung contoh tanah ukuran 6,8 cm panjang 40 cm. Untuk memudahkan
pemeriksaan di laboratorium, minimum 60% dari tabung harus terisi tanah.
Pelaksanaan pengeboran harus sesuai dengan standar pelaksanaan yang lazim
dan disetujui pengawas pekerjaan
Titik BH – 2
Pada Titik BT – 2
Pada Titik BT – 4
Tabel 3.4. Struktur Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Daerah Studi Tahun 2010
No Desa Jenis Kelamin Total
Struktur penduduk menurut agama di daerah studi pada tahun 2010 terlihat bahwa
99,70 % penduduk beragama Islam, sedangkan untuk agama lainnya, seperti
Khatolik sebesar 0,15 % dan Protestan sebesar 0,15 %. Untuk lebih jelasnya
mengenai struktur penduduk menurut agama dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.5. Struktur Penduduk Menurut Agama di Daerah Studi Tahun 2010
Kristen Kristen
No Desa Islam Hindu Budha Jumlah
Katolik Protestan
Kec. Parigi Barat
1 Jonokalora 6.744 4 21 - - 6.769
Kec. Parigi Tengah 1.997 17 - - - 2.014
2 Petapa
Jumlah 8.741 21 21 - - 8.783
Sumber : Kebupaten Dalam Angka, 2010
Fasilitas Pendidikan
Hingga tahun 2010 ini daerah studi telah memiliki beberapa fasilitas pendidikan
untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini :
n
Kec. Parigi Barat
1 Jonokalora 2 - - 21 20 1 5
Kec. Parigi Tengah - - - - - 1 -
2 Petapa 1 1 1 19 8 1 2
Jumlah 3 1 1 40 28 3 7
Sumber : Kabupaten Dalam Angka, 2010
Jumlah - - - 2 9
Sumber : Kabupaten Dalam Angka, 2010
Fasilitas Peribadatan
Penduduk daerah studi mayoritas memeluk agama Islam sehingga terlihat bahwa
jumlah sarana peribadatan untuk agama Islam paling banyak. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.9. Jumlah Tempat Ibadah Menurut Agama di Daerah Studi Tahun 2010
Langgar/ Gereja Pura Wihara Jumlah
No Desa Mesjid
Mushola
Kec. Parigi Barat
1 Jonokalora 12 7 1 - - 20
Kec. Parigi Tengah
2 Petapa 11 2 1 - - 14
Jumlah 23 9 2 - - 34
Sumber : Kabupaten Dalam Angka, 2010
a. Pasar
Jenis fasilitas perdagangan yang ada di daerah studi adalah jenis pasar musiman
yaitu pasar dengan bangunan non permanen yang hanya berlangsung 1 kali
dalam semingu.
b. Koperasi
Perkoperasian di daerah studi belum berkembang, hal ini bisa dilihat dari
jumlah koperasi yang minim sekali, hanya 1 buah koperasi yang ada di daerah
studi yaitu koperasi simpan pinjam yang terdapat di Desa Parigimpuu.
Tabel 3.10. Jenis dan Jumlah Fasilitas Ekonomi di Daerah Studi Tahun 2010
Warun Ruma KU Koperas
Pasar Toko Kios Bank
No Desa g h D i
Maka
Simpan
n
Pinjam
Kec. Parigi Barat
1 Jonokalora 1 6 16 - - - - 1
Kec. Parigi Tengah
2 Petapa 1 2 11 - - - - -
Jumlah 2 8 27 - - - - 1
Sumber : Kabupaten Dalam Angka, 2010
Komunikasi
Fasilitas komunikasi merupakan suatu sarana yang memegang peranan penting
sekali untuk mempercepat perhubungan disamping prasarana transportasi yang ada.
produksi ke daerah konsumen dapat berjalan dengan lancar dan baik apabila
ditunjang dengan sarana/prasarana perhubungan yang tersedia seperti jalan,
jembatan, sarana angkutan yang memadai, hingga pendistribusian barang dan jasa
berjalan dengan baik, yang pengaruhnya cukup besar terutama masalah kestabilan
harga dan volume perdagangan cenderung meningkat. Dampak positif lainnya yang
dapat dicapai adalah terbukanya daerah-daerah terisolir sehingga mobilitas
penduduk meningkat.
Dilihat dari kondisi fisiknya, jalan di daerah studi terdiri dari jalan tanah, berbatu
dan beraspal. Jalan tanah dan berbatu banyak ditemukan terutama pada jalan
lokal/lingkungan, sedangkan jalan beraspal sebagian besar merupakan jalan utama
kabupaten (arteri/kolektor). Lebar jalan di Daerah studi berkisar antara 6 - 10
meter.
permasalahan mulai timbul, penduduk harus mengambil air untuk rumah tangga
sampai ke sungai yang cukup jauh letaknya dan itupun dengan kualitas yang tidak
memadai. Belum lagi antisipasi terhadap pertumbuhan jumlah penduduk dan
aktivitas ekonomi desa-desa tersebut, semakin tinggi tingkat pertumbuhan
penduduk dan tingkat perekonomi-annya, maka semakin tinggi pula kebutuhan
pemenuhan air bakunya. Hal seperti ini apabila tidak segera diantisipasi akan selalu
terulang setiap tahunnya
Selain itu minat masyarakat dalam usaha tani terkendala oleh penyediaan air untuk
jaringan irigasi yang belum terpenuhi, pada umumnya daerah-daerah layanan
embung juga belum memiliki sarana irigasi teknis, ada beberapa upaya irigasi desa,
tetapi kurang memadai. Penyediaan air menjadi kendala disebabkan sumber air
yang kurang handal, sedangkan curah hujan meskipun frekuensinya cukup rapat
tapi intensitasnya kurang sehingga intensitas tanam berkisar 100 – 130 % sulit
untuk ditingkatkan, usaha pemanfaatan air permukaan untuk kebutuhan irigasi
memanfaatkan sungai-sungai kecil (intermiten) dengan pengambilan langsung
(bendung) nampaknya kurang handal untuk menjamin pasokan air untuk
meningkatkan intensitas tanam.
Besarnya potensi lahan baik itu untuk tanaman padi maupun polowijo akan sulit
untuk diwujudkan jika tidak ditunjang dengan prasarana pengairan yang memadai
dan handal, mengingat penduduk setempat yang pada umumnya adalah petani
kondisi ini dapat menimbulkan frustrasi diantara mereka karena budidaya pertanian
merupakan tumpuan mereka untuk peningkatan taraf hidup dan kesejahteraannya,
terutama untuk lokasi-lokasi embung yang terletak jauh dari kota-kota atau pusat
kegiatan ekonomi.