Anda di halaman 1dari 25

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Prolapsus uteri adalah turunnya uterus dari tempat yang biasa oleh karena
kelemahan otot atau fascia yang dalam keadaan normal menyokongnya. Atau
turunnya uterus melalui dasar panggul atau hiatus genitalis.
Prolaps uteri biasanya disertai dengan prolaps vagina. Maka, jika likakukan
pembedahan untuk prolapsus uteri, prolapsus vagina perlu ditangani pula. Ada
kemungkinan terdapat prolapsus vagina yang membutuhkan pembedahan, padahal
tidak ada prolaps uteri, atau sebaliknya. Indikasi untuk melakukan operasi pada
prolaps vagina ialah adanya keluhan.
Indikasi untuk melakukan operasi pada prolapsus uteri tergantung dari
beberapa faktor, seperti umur penderita, keinginannya untuk masih mendapatkan
anak atau untuk mempertahankan uterus, tingkat prolapsus, dan adanya keluhan.
Histerektomi merupakan suatu tindakan penanganan untuk mengatasi
kelainan atau gangguan organ atau fungsi reproduksi yang terjadi pada wanita.
Dengan demikian, tindakan ini merupakan keputusan akhir dari penanganan
kelainan atau gangguan berdasarkan hasil pemeriksaan dokter.
Namun, tindakan ini sangat berpengaruh terhadap sistem reproduksi wanita.
Diangkatnya rahim, tidak atau dengan saluran telur atau indung telur akan
mengakibatkan perubahan pada sistem reproduksi wanita, seperti tidak bisa
hamil, haid, dan perubahan hormon.
Pada beberapa kasus dan biasanya pada kasus dengan penyulit perdarahan
obstetric yang parah, tindakan histerektomi pascapartum mungkin dapat
menyelamatkan nyawa. Operasi dapat dilakukan dengan laparotomi setelah
pelahiran pervaginam, atau dilakukan bersamaan dengan sesar (disebut
histerektomi sesar).
Sebagian besar histerektomi paripartum dilakukan untuk menghentikan
perdarahan akibat atonia uterus yang tak teratasi, perdarahan segmen bawah
uterus yang berkaitan dengan insisi sesar atau implantasi plasenta, laserasi

1
pembuluh besar uterus, mioma besar, dysplasia serviks yang parah, dan karsinoma
insitu. Gangguan implantasi plasenta, termasuk plasenta previa dan berbagai
plasenta akreta yang sering berkaitan dengan sesar berulang, sekarang menjadi
indikasi tersering untuk histerektomi saesar.
Pengahambat utama histerektomi sesarea adalah kehawatiran akan
peningkatan pengeluaran darah dan kemungkinan kerusakan kerusakan saluran
kemih. Factor utama komplikasi tampaknya adalah apakah operasi dilakukan
secara elektif atau darurat. Morbiditas yang berkaitan dengan histerektomi darurat
secara substantive meningkat. Pengeluaran darah pada umumnya banyak dan hal
ini berkaitan dengan indikasi operasi. Jika dilakukan atas indikasi perdarahan,
pengeluaran darah hampir slalu besar. Memang, lebih dari 90 persen wanita yang
menjalani histerektomi pasca partum darurat membutuhkan tranfusi.

2
BAB II
PEMBAHASAN

1. HISTEREKTOMI
A. DEFINISI
Istilah histerektomi berasal dari bahasa latin histeria yang berarti
kandungan, rahim, atau uterus, dan ectomi yang berarti memotong, jadi
histerektomi adalah suatu prosedur pembedahan mengangkat rahim yang
dilakukan oleh ahli kandungan.
Histerektomi obstetrik adalah pengangkatan rahim atas indikasi
obstetrik. Histerektomi adalah suatu prosedur operatif dimana seluruh organ
dari uterus diangkat. Histerektomi merupakan suatu prosedur non obstetrik
untuk wanita di negara Amerika Serikat.
Histerektomi adalah bedah pengangkatan rahim (uterus) yang
sangat umum dilakukan. namun organ-organ lain seperti ovarium, saluran
tuba dan serviks sangat sering dihapus sebagai bagian dari operasi.
Histeroktomi merupakan suatu tindakan penanganan untuk
mengatasi kelainan atau gangguan organ atau fungsi reproduksi yang terjadi
pada wanita. Dengan demikian, tindakan ini merupakan keputusan akhir
dari penanganan kelainan atau gangguan berdasarkan hasil pemeriksaan
dokter. Namun tindakan ini sangat berpengaruh terhadap system reproduksi
wanita. Diangkatnya rahim, tidak atau dengan saluran telur atau indung telur
akan mengakibatkan perubahan pada system reproduksi wanita, seperti tidak
bisa hamil, haid dan perubahan hormone.
Histerektomi adalah operasi pengangkatan kandungan
(rahim,uterus) pada seorang wanita, sehingga setelah menjalani ini dia tidak
bisa lagi hamil dan mempunyai anak. Histerektomi biasanya disarankan
oleh dokter untuk dilakukan karena berbagai alasan. Alasan utamanya
dilakukan histerektomi adalah kanker mulut rahim atau kanker rahim.

3
B. JENIS-JENIS
1. Histerektomi parsial (subtotal)
Pada histerektomi jenis ini, rahimn diangkat, tetapi mulut rahim
(serviks) tetap dibiarkan. Oleh karena itu, penderita masih dapat terkena
kanker mulut rahim sehingga masih perlu pemeriksaan pap smear
(pemeriksaan leher rahim) secara rutin.

2. Histerektomi total
Pada histerektomi ini, rahim dan mulut rahim diangkat secara
keseluruhan. Keuntungan dilakukan histerektomi total adalah ikut
diangkatnya serviks yang menjadi sumber terjadinya karsinoma dan
prekanker. Akan tetapi, histerektomi total lebih sulit daripada
histerektomi supraservikal karena insiden komplikasinya yang lebih
besar.
Operasi dapat dilakukan dengan tetap meninggalkan atau
mengeluarkan ovarium pada satu atau keduanya. Pada penyakit,
kemungkinan dilakukannya ooforektomi unilateral atau bilateral harus
didiskusikan dengan pasien. Sering kali, pada penyakit ganas, tidak ada
pilihan lain, kecuali mengeluarkan tuba dan ovarium karena sudah sering
terjadi mikrometastase.
Berbeda dengan histerektomi sebagian, pada histerektomi total
seluruh bagian rahim termasuk mulut rahim (serviks) diangkat. Selain itu,
terkadang histerektomi total juga disertai dengan pengangkatan beberapa
organ reproduksi lainnya secara bersamaan. Misalnya, jika organ yang
diangkat itu adalah kedua saluran telur (tuba falopii) maka tindakan itu
disebut salpingo. Jika organ yang diangkat adalah kedua ovarium atau
indung telur maka tindakan itu disebut oophor. Jadi, yang disebut
histerektomi bilateral salpingo-oophorektomi adalah pengangkatan rahim
bersama kedua saluran telur dan kedua indung telur. Pada tindakan
histerektomi ini, terkadang juga dilakukan tindakan pengangkatan bagian
atas vagina dan beberapa simpul (nodus) dari saluran kelenjar getah

4
bening, atau yang disebut sebagai histerektomi radikal (radical
hysterectomy).
Ada banyak gangguan yang dapat menyebabkan diputuskannya
tindakan histerektomi. Terutama untuk keselamatan nyawa ibu, seperti
pendarahan hebat yang disebabkan oleh adanya miom atau persalinan,
kanker rahim atau mulut rahim, kanker indung telur, dan kanker saluran
telur (falopi). Selain itu, beberapa gangguan atau kelainan reproduksi
yang sangat mengganggu kualitas hidup wanita, seperti miom atau
endometriosis dapat menyebabkan dokter mengambil pilihan
dilakukannya histerektomi.

3. Histerektomi dan salfingo-ooforektomi bilateral


Histerektomi ini mengangkat uterus, mulut rahim, kedua tuba
falopii, dan kedua ovarium. Pengangkatan ovarium menyebabkan
keadaan penderita seperti menopause meskipun usianya masih muda.

4. Histerektomi radikal
Histerektomi ini mengangkat bagian atas vagina, jaringan dan
kelenjar limfe disekitar kandungan. Operasi ini biasanya dilakukan pada
beberapa jenis kanker tertentu untuk bisa menyelamatkan nyawa
penderita.

Histerektomi dapat dilakukan melalui 3 macam cara, yaitu


abdominal, vaginal dan laparoskopik. Pilihan ini bergantung pada jenis
histerektomi yang akan dilakukan, jenis penyakit yang mendasari, dan
berbagai pertimbangan lainnya. Histerektomi abdominal tetap merupakan
pilihan jika uterus tidak dapat dikeluarkan dengan metode lain.
Histerektomi vaginal awalnya hanya dilakukan untuk prolaps uteri tetapi
saat ini juga dikerjakan pada kelainan menstruasi dengan ukuran uterus
yang relatif normal. Histerektomi vaginal memiliki resiko invasive yang
lebih rendah dibandingkan histerektomi abdominal. Pada histerektomi

5
laparoskopik, ada bagian operasi yang dilakukan secara laparoskopi
(garry, 1998). 5,6,7

C. TEHNIK OPERASI HISTEREKTOMI


Pilihan teknik pembedahan tergantung pada indikasi pengangkatan
uterus, ukuran uterus, lebarnya vagina, dan juga kondisi pendukung
lainnya. Lesi prekanker dari serviks, uterus, dan kanker ovarium
biasanya dilakukan histerektomi abdominal, sedangkan pada leimioma
uteri, dilakukan histerektomi abdominal jika ukuran tumor tidak
memungkinkan diangkat melalui histerektomi vaginal.
1. Histerektomi abdominal
Ini merupakan suatu tipe Histerektomi yang sangat dan sering
dilakukan. Selama histerektomi abdominalis totalis, dokter-dokter
sering mengangkat uterus bersama servik sekaligus. Parut yang
dihasilkan dapat berbentuk horizontal atau vertikal, tergantung dari
alasan prosedur tersebut dilakukan dan ukuran atau luasnya area yang
ingin di terapi. Karsinoma ovarium dan uterus, endometriosis, dan
mioma uteri yang besar dapat dilakukan histerektomi jenis ini. Selain
itu histerektomi jenis ini dapat dilakukan pada kasus-kasus nyeri
panggul, setelah melalui suatu pemeriksaan serta evaluasi penyebab
dari nyeri tersebut, serta kegagalan terapi secara medikamentosa.
Setelah dilakukan prosedur ini wanita tidak dapat mengandung seorang

6
anak. Maka dari itu metode ini tidak dilakukan pada wanita usia
reproduksi, kecuali pada kondisi-kondisi yang sangat serius seperti
karsinoma. Histerektomi abdominal totalis memperbolehkan operator
mengevaluasi seluruh kavum abdomen serta panggul, dimana sangat
berguna pada wanita-wanita dengan karsinoma atau penyebab yang
tidak jelas.

2. Histerektomi vaginal
Prosedur ini dilakukan dengan cara mengangkat uterus melalui
vagina. Vaginal histerektomi ini merupakan suatu metode yang cocok
hanya pada kondisi-kondisi seperti prolaps uteri, hiperplasi
endometrium, atau displasia servikal. Kondisi ini dapat dilakukan
apabila uterus tidak terlalu besar, dan tidak membutuhkan suatu
prosedur evaluasi operatif yang luas. Wanita diposisikan dengan kedua
kaki terangkat pada meja litotomi. wanita yang belum pernah
mempunyai anak mungkin tidak mempunyai kanalis vaginalis yang
cukup lebar, sehingga tidak cocok dilakukan prosedur ini. Jika wanita
tersebut mempunyai uterus yang sangat besar, ia tidak dapat
mengangkat kakinya pada meja litotomi dalam waktu yang lama atau
alasan lain mengapa hal tersebut terjadi, dokter-dokter biasanya
mengusulkan histerektomi secara abdominalis. Secara keseluruhan
histerektomi vaginal secara laparaskopi lebih mahal dan mempunyai
komplikasi yang sangat tinggi dibanding histerektomi secara
abdominal.
Histerektomi vaginal dilakukan melalui irisan kecil pada bagian
atas vagina. Melalui irisan tersebut, uterus (dan mulut rahim)
dipisahkan dari jaringan dan pembuluh darah di sekitarnya kemudian
dikeluarkan melalui vagina. Prosedur ini biasanya digunakan pada
prolapsus uteri. Kelebihan tindakan ini adalah kesembuhan lebih cepat,
sedikit nyeri, dan tidak ada jaringan parut yang tampak.

7
3. Histerektomi laparoskopi
Teknik ini ada dua macam yaitu histeroktomi vagina yang
dibantu laparoskop (laparoscopically assisted vaginal hysterectomy,
LAVH) dan histerektomi supraservikal laparoskopi (laparoscopic
supracervical hysterectomy, LSH). LAVH mirip dengan histerektomi
vagnal, hanya saja dibantu oleh laparoskop yang dimasukkan melalui
irisan kecil di perut untuk melihat uterus dan jaringan sekitarnya serta
untuk membebaskan uterus dari jaringan sekitarnya. LSH tidak
menggunakan irisan pada bagian atas vagina, tetapi hanya irisan pada
perut. Melalui irisan tersebut laparoskop dimasukkan. Uterus kemudian
dipotong-potong menjadi bagian kecil agar dapat keluar melalui lubang
laparoskop. Kedua teknik ini hanya menimbulkan sedikit nyeri,
pemulihan yang lebih cepat, serta sedikit jaringan parut.
Tindakan pengangkatan rahim menggunakan laparoskopi
dilakukan menggunakan anestesi (pembiusan) umum atau total. Waktu
yang diperlukan bervariasi tergantung beratnya penyakit, berkisar
antara 40 menit hingga tiga jam. Pada kasus keganasan stadium awal,
tindakan histerektomi radikal dapat pula dilakukan menggunakan
laparoskopi. Untuk ini diperlukan waktu operasi yang relatif lebih lama.
Apabila dilakukan histerektomi subtotal, maka jaringan rahim
dikeluarkan menggunakan alat khusus yang disebut morcellator
sehingga dapat dikeluarkan melalui llubang 10 mm.Apabila dilakukan
histerektomi total, maka jaringan rahim dikeluarkan melalui vagina,
kemudian vagina dijahit kembali. Operasi dilakukan umumnya
menggunkan empat lubang kecil berukuran 5‐ 10 mm, satu di pusar dan
tiga di perut bagian bawah.

D. EFEK SAMPING & KOMPLIKASI


1. Efek Samping
Efek samping yang utama dari histerektomi adalah bahwa seorang
wanita dapat memasuki masa menopause yang disebabkan oleh suatu

8
operasi, walaupun ovariumnya masih tersisa utuh. Sejak suplai darah ke
ovarium berkurang setelah operasi, efek samping yang lain dari
histerektomi yaitu akan terjadi penurunan fungsi dari ovarium,
termasuk produksi progesterone.

Efek samping Histerektomi yang terlihat :


a. Perdarahan intraoperatif
Biasanya tidak terlalu jelas, dan ahli bedah ginekologis sering kali
kurang dalam memperkirakan darah yang hilang (underestimate).
Hal tesebut dapat terjadi, misalnya, karena pembuluh darah
mengalami retraksi ke luar dari lapangan operasi dan ikatannya
lepas
b. Kerusakan pada kandung kemih
Paling sering terjadi karena langkah awal yang memerlukan diseksi
untuk memisahkan kandung kemih dari serviks anterior tidak
dilakukan pada bidang avaskular yang tepat.
c. Kerusakan ureter
Jarang dikenali selama histerektomi vaginal walaupun ureter sering
kali berada dalam resiko kerusakan. Kerusakan biasanya dapat
dihindari dengan menentukan letak ureter berjalan dan menjauhi
tempat tersebut.
d. Kerusakan usus
Dapat terjadi jika loop usus menempel pada kavum douglas,
menempel pada uterus atau adneksa. Walaupun jarang, komplikasi
yang serius ini dapat diketahui dari terciumnya bau feses atau
melihat material fekal yang cair pada lapangan operasi.
Pentalaksanaan memerlukan laparotomi untuk perbaikan atau
kolostomi
e. Penyempitan vagina yang luas
Disebabkan oleh pemotongan mukosa vagina yang berlebihan.
Lebih baik keliru meninggalkan mukosa vagina terlalu banyak

9
daripada terlalu sedikit. Komplikasi ini memerlukan insisi lateral
dan packing atau stinit vaginal, mirip dengan rekonstruksi vagina.

2. Komplikasi
a. Hemoragik
Keadaan hilangnya cairan dari pembuluh darah yang biasanya
terjadi dengan cepat dan dalam jumlah yang banyak. Keadaan ini
diklasifikasikan dalam sejumlah cara yaitu, berdasarkan tipe
pembuluh darah arterial, venus atau kapiler, berdasarkan waktu
sejak dilakukan pembedahan atau terjadi cidera primer, dalam
waktu 24 jam ketika tekanan darah naik reaksioner, sekitar 7-10
hari sesudah kejadian dengan disertai sepsis sekunder, perdarahan
bisa interna dan eksterna.
b. Thrombosis vena
Komplikasi hosterektomi radikal yang lebih jarang terjadi tetapi
membahayakan jiwa adalah thrombosis vena dalam dengan emboli
paru-paru, insiden emboli paru-paru mungkin dapat dikurangi
dengan penggunaan ambulasi dini, bersama-sama dengan heparin
subkutan profilaksis dosis rendah pada saat pembedahan dan
sebelum mobilisasi sesudah pembedahan yang memadai.
c. Infeksi
Infeksi oleh karena adanya mikroorganisme pathogen,
antitoksinnya didalam darah atau jaringan lain membentuk pus.
d. Pembentukan fistula
Saluran abnormal yang menghubungkan 2 organ atau
menghubungkan 1 organ dengan bagian luar. Komplikasi yang
paling berbahaya dari histerektomi radikal adalah fistula atau
striktura ureter. Keadaan ini sekarang telah jarang terjadi, karena
ahli bedah menghindari pelepasan ureter yang luas dari peritoneum
parietal, yang dulu bisa dilakukan. Drainase penyedotan pada ruang

10
retroperineal juga digunakan secara umum yang membantu
meminimalkan infeksi.

2. PROLAPS UTERI
A. DEFINISI
Prolaps uteri adalah turunnya uterus dari posisi anatomis yang normal
berupa penonjolan ke vagina keluar maupun penekanan dinding vagina. Hal
tersebut dikarenakan dukungan yang tidak adekuat dari ligamentum kardinal,
uterosakral serta struktur penyangga pelvis mengalami kerusakan dan kadang-
kadang organ pelvis yang lain juga ikut turun.

B. EPIDEMIOLOGI
Prolapsus organ pelvis (POP) masih menjadi masalah kesehatan pada
wanita yang mengenai wanita hingga 40% usia di atas 50 tahun. Prolapsus uteri
merupakan salah satu jenis prolapsus organ pelvis (genitalia) dan menjadi
kasus nomor dua tersering setelah cystouretrochele (bladder and urethral
prolapse).
Prolapsus organ pelvis (POP) merupakan masalah yang sering dialami
dengan prevalensi 41-50% dari keseluruhan perempuan di atas usia 40 tahun
dan akan meningkat seiring dengan bertambahnya usia harapan hidup seorang
perempuan. Insidensi bedah untuk POP yaitu 15-49 kasus per 10.000
perempuan per tahun.
Pada studi Women’s Health Initiative (Amerika), 41 % wanita usia 50-
79 tahun mengalami Prolapsus Organ Pelvis (POP), diantaranya 34%
mengalami cystocele, 19% mengalami rectocele dan 14% mengalami prolapsus
uteri. Prolapsus terjadi di Amerika sebanyak 52% setelah wanita melahirkan
anak pertama, sedangkan di Indonesia prolapsus terjadi sebanyak 3,4-56,4%
pada wanita yang telah melahirkan. Data Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
menunjukkan setiap tahun ada 47-67 kasus prolapsus, dan sebanyak 260 kasus
pada tahun 2005-2010 yang mendapat tindakan operasi.

11
C. ETIOLOGI & FAKTOR RESIKO
Penyebab prolapsus organ panggul belum diketahui secara pasti, namun
secara hipotetik penyebab utamanya adalah persalinan pervaginam dengan bayi
aterm. Pada studi epidemiologi menunjukkan bahwa faktor risiko utama
penyebab prolapsus uteri adalah persalinan pervaginam dan penuaan. Para
peneliti menyetujui bahwa etiologi prolapsus organ panggul adalah
multifaktorial dan berkembang secara bertahap dalam rentang waktu tahun.
Terdapat berbagai macam faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya
prolapsus dan dikelompokkan menjadi faktor obstetri dan faktor non-obstetri.

Tabel 1. Faktor risiko prolapsus


Faktor obstetri Faktor non-obstetri

1) Paritas 1) Genetik
2) Persalinan pervaginam 2) Usia
3) Perpanjangan kala 2 3) Menopause
persalinan (> 2 jam) 4) Peningkatan BMI
4) Makrosomia (berat badan (obesitas)
lahir ≥ 4000 gram) 5) Peningkatan tekanan
5) Persalinan dengan tindakan intraabdomen
(riwayat persalinan dengan 6) Kelainan jaringan ikat
forsep atau ekstraksi vakum) 7) Merokok

1. Faktor Obstetri
a. Proses persalinan dan paritas
Prolapsus uteri terjadi paling sering pada wanita multipara sebagai
akibat progresif yang bertahap dari cedera melahirkan pada fascia
endopelvik (dan kondensasi, ligamentum uteroskral dan kardinal) dan
laserasi otot, terutama otot-otot levator dan perineal body (perineum).
Persalinan pervaginam merupakan faktor risiko utama terjadinya
prolapsus organ genital. Pada penelitian tentang levator ani dan fascia
menunjukkan bukti bahwa kerusakan mekanik dan saraf terjadi pada

12
perempuan dengan prolapsus dibandingkan perempuan tidak prolapsus,
dan hal tersebut terjadi akibat proses melahirkan

b. Faktor obstetri lainnya


Penggunaan forsep, vakum, dan episiotomi, disebutkan sebagai
faktor risiko potensial dalam terjadinya prolaps organ panggul.
Penggunaan forsep secara langsung terlibat dalam terjadinya cedera dasar
panggul, yaitu dalam kaitannya dengan terjadinya laserasi sfingter anal.
Luka yang dapat ditimbulkan pada ibu berkaitan dengan penggunaan
forsep berkisar dari ekstensi sederhana sampai ruptur uterus atau kandung
kemih. Fascia pelvis, ligamentum-ligamentum dan otot-otot dapat menjadi
lemah akibat peregangan yang berlebihan selama kehamilan, persalinan
dan persalinan pervaginam yang sulit, terutama dengan penggunaan forsep
dan vakum ekstraksi.

2. Faktor Non-Obstetri
a. Genetik
Dua persen prolapsus simptomatik terjadi pada perempuan
nulipara. Perempuan nulipara dapat menderita prolapsus dan diduga
merupakan peran dari faktor genetik. Bila seorang perempuan dengan ibu
atau saudaranya menderita prolapsus, maka risiko relatif untuk menderita
prolapsus meningkat dibandingkan jika ibu atau saudara perempuan tidak
memiliki riwayat prolapsus.

b. Usia
Bertambahnya usia akan menyebabkan berkurangnya kolagen dan
terjadi kelemahan fascia dan jaringan penyangga. Hal ini terjadi terutama
pada periode post-menopause sebagai konsekuensi akibat berkurangnya
hormon estrogen.

13
c. Menopause
Pada usia 40 tahun fungsi ovarium mulai menurun, produksi
hormon berkurang dan berangsur hilang, yang berakibat perubahan
fisiologik. Menopause terjadi rata-rata pada usia 50-52 tahun. Hubungan
dengan terjadinya prolaps organ panggul adalah, di kulit terdapat banyak
reseptor estrogen yang dipengaruhi oleh kadar estrogen dan androgen.
Estrogen mempengaruhi kulit dengan meningkatkan sintesis hidroksiprolin
dan prolin sebagai penyusun jaringan kolagen. Ketika menopause, terjadi
penurunan kadar estrogen sehingga mempengaruhi jaringan kolagen,
berkurangnya jaringan kolagen menyebabkan kelemahan pada otot-otot
dasar panggul.
Saraf pada serviks merupakan saraf otonom, sebagian besar serabut
saraf cholinesterase yang terdiri dari serabut saraf adrenergik dan
kolinergik, jumlah serabut kolinergik lebih sedikit. Sebagian besar serabut
ini menghilang setelah menopause.

d. Peningkatan BMI (obesitas)


Obesitas menyebabkan memberikan beban tambahan pada otot-otot
pendukung panggul, sehingga terjadi kelemahan otot-otot dasar panggul.
Pada studi Women’s Health Initiative (WHI), kelebihan berat badan (BMI
25 – 30 kg/m2) dikaitkan dengan peningkatan kejadian prolapsus dari 31-
39%, dan obesitas (BMI > 30 kg/m2) meningkat 40-75%.

e. Peningkatan tekanan intra abdomen


Tekanan intra abdomen yang meningkat karena batuk-batuk kronis
(bronkitis kronis dan asma), asites, mengangkat beban berat berulang-
ulang, dan konstipasi diduga menjadi faktor risiko terjadinya prolapsus.
Seperti halnya obesitas (peningkatan indeks massa tubuh) batuk yang
berlebihan dapat meningkatkan tekanan intraabdomen (rongga perut) dan
secara progresif dapat menyebabkan kelemahan otot-otot panggul.

14
f. Kelainan jaringan ikat
Wanita dengan kelainan jaringan ikat lebih untuk mungkin untuk
mengalami prolapsus. Pada studi histologi menunjukkan bahwa pada
wanita dengan prolapsus, terjadi penurunan rasio kolagen tipe I terhadap
kolagen tipe III dan IV. Kelemahan bawaan (kongenital) pada fasia
penyangga pelvis mungkin penyebab prolapsus uteri seperti yang kadang-
kadang ditunjukkan pada nulipara.

g. Merokok
Merokok juga dikaitkan dalam pengembangan prolapsus. Senyawa
kimia yang dihirup dalam tembakau dipercaya dapat menyebabkan
perubahan jaringan yang diduga berperan dalam terjadi prolapsus.

D. PATOFISIOLOGI
Penyangga organ panggul merupakan interaksi yang kompleks antara
otot-otot dasar panggul, jaringan ikat dasar panggul, dan dinding vagina.
Interaksi tersebut memberikan dukungan dan mempertahankan fungsi
fisiologis organ-organ panggul. Apabila otot levator ani memiliki kekuatan
normal dan vagina memiliki kedalaman yang adekuat, bagian atas vagina
terletak dalam posisi yang hampir horisontal ketika perempuan dalam posisi
berdiri.
Posisi tersebut membentuk sebuah “flap-valve” (tutup katup) yang
merupakan efek dari bagian atas vagina yang menekan levator plate selama
terjadi peningkatan tekanan intra abdomen. Teori tersebut mengatakan bahwa
ketika otot levator ani kehilangan kekuatan, vagina jatuh dari posisi horisontal
menjadi semi vertikal sehingga menyebabkan melebar atau terbukanya hiatus
genital dan menjadi predisposisi prolapsus organ panggul. Dukungan yang
tidak adekuat dari otot levator ani dan fascia organ panggul yang mengalami
peregangan menyebabkan terjadi kegagalan dalam menyangga organ panggul.
Mekanisme terjadinya prolapsus uteri disebabkan oleh kerusakan pada
struktur penyangga uterus dan vagina, termasuk ligamentum uterosakral,

15
komplek ligamentum kardinal dan jaringan ikat membran urogenital. Faktor
obstetri, dan non-obstetri yang telah disebutkan di awal diduga terlibat dalam
terjadinya kerusakan struktur penyangga tersebut sehingga terjadi kegagalan
dalam menyangga uterus dan organ-organ panggul lainnya.

Gambar 1. Patofisiologi prolapsus

E. KLASIFIKASI
Untuk mengklasifikasikan POP telah dikembangkan beberapa sistem.
Untuk keperluan praktik klinis, sistem Baden-Walker telah digunakan secara
luas, sementara sistem Pelvic Organ Prolapse Quantification (POP-Q) mulai
banyak digunakan untuk keperluan praktik klinik dan penelitian. Baden-
Walker cukup adekuat digunakan dalam praktik klinik selama penurunan atau
protrusi dari semua kompartemen panggul (anterior, apikal, dan posterior)
diperiksa.

16
Tabel. Stadium sistem Pelvic Organ Prolapse Quantification (POP-Q)
Stadium 0 Tidak terlihat adanya prolaps.
Stadium I Bagian yang paling distal dari prolaps > 1cm di atas himen
Stadium II Bagian yang paling distal dari prolaps ≤ 1cm di bagian
proksimal atau distal terhadap himen
Stadium III Bagian yang paling distal dari prolaps >1cm di bagian bawah
himen, namun tidak lebih dari 2 cm dibandingkan dengan
panjang vagina secara keseluruhan
Stadium IV Eversi vagina komplit sampai dengan hampir komplit. Bagian
yang paling distal dari prolaps mengalami protrusi sampai
(TVL -2) cm

Gambar 3. Stadium prolaps uterus

Tabel. Stadium Sistem Baden-Walker


Stage 0 Tidak ada prolaps
Stage 1 Penurunan sampai dengan setengah jarak (halfway) menuju
himen
Stage 2 Turun sampai dengan himen
Stage 3 Turun setengah jarak (halfway) melewati himen
Stage 4 Penurunan maksimum untuk tiap lokasi

17
Prolaps Uteri
Prolapsus uteri adalah turunnya uterus dari tempat yang biasa oleh
karena kelemahan otot atau fascia yang dalam keadaan normal
menyokongnya. Atau turunnya uterus melalui dasar panggul atau hiatus
genitalis. Derajat prolapsus uteri:
• Desensus uteri, uterus turun tetapi serviks masih didalam vagina
• Prolapsus uteri tingkat 1, uterus turun paling rendah sampai introitus
vagina
• Prolapsus uteri tingkat 2, uterus sebagian keluar dari vagina
• Prolapsus uteri tingkat 3 atau prosidensia uteri, uterus keluar seluruhnya
dari vagina disertai dengan inversio vagina.

F. PENEGAKAN DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Gejala yang ditimbulkan oleh POP terdiri atas gejala vagina,
berkemih, buang air besar (BAB), dan seksual.

Tabel. Gejala prolaps


Vagina
 Adanya perasaan penonjolan dan penurunan organ panggul
 Rasa berat dan tekanan di daerah vagina
Saluran kencing
 Inkontinensia urin
 Sering kencing
 Tidak bisa menahan kencing
 Kelemahan dan pemanjangan aliran kencing
 Rasa tidak tuntas saat kencing
 Retensio urin
Saluran pencernaan
 Inkontinensia flatus dan feses yang lembek atau cair

18
 Rasa tidak tuntas saat BAB
 Peneranan selama BAB
 Sensasi obstruksi selama defekasi
Seksual
 Dispareunia

Beberapa hal yang menjadi catatan untuk gejala POP adalah:


a. Gejala benjolan dipengaruhi oleh gravitasi sehingga makin berat pada
posisi berdiri.
b. Semakin lama, benjolan akan terasa semakin menonjol terutama setelah
adanya aktifitas fisik berat jangka panjang seperti mengangkat benda
berat atau berdiri.
c. Derajat prolaps tidak berhubungan dengan gejala urgensi, frekuensi atau
inkontinensia urin.
d. Pada studi yang menilai korelasi antara gejala dengan lokasi dan derajat
prolaps, ditemukan bahwa korelasi antara gejala BAB dan prolaps
posterior lebih kuat dibandingkan korelasi antara gejala berkemih dengan
prolaps anterior.
e. Gejala seperti rasa tekanan, ketidaknyamanan, benjolan yang terlihat dan
gangguan seksual tidak spesifik untuk kompartemen tertentu
f. Klinisi perlu memberikan pertanyaan secara spesifik, karena
kebanyakan pasien tidak akan secara sukarela memberikan informasi
mengenai gejala yang dirasakannya.

2. Pemeriksaan Fisik
a. Pasien dalam posisi terlentang pada meja ginekologi dengan posisi
litotomi.
b. Pemeriksaan ginekologi umum untuk menilai kondisi patologis lain.
c. Inspeksi vulva dan vagina, untuk menilai:

19
 Erosi atau ulserasi pada epitel vagina.
 Ulkus yang dicurigai sebagai kanker harus dibiopsi segera, ulkus yang
bukan kanker diobservasi dan dibiopsi bila tidak ada reaksi pada
terapi.
 Perlu diperiksa ada tidaknya prolaps uteri dan penting untuk
mengetahui derajat prolaps uteri dengan inspeksi terlebih dahulu
sebelum dimasukkan inspekulum.
d. Manuver Valsava.
 Derajat maksimum penurunan organ panggul dapat dilihat dengan
melakukan pemeriksaan fisik sambil meminta pasien melakukan
manuver Valsava.
 Setiap kompartemen termasuk uretra proksimal, dinding anterior
vagina, serviks, apeks, cul-de-sac, dinding posterior vagina, dan
perineum perlu dievaluasi secara sistematis dan terpisah.
 Apabila tidak terlihat, pasien dapat diminta untuk mengedan pada
posisi berdiri di atas meja periksa.
 Tes valsava dan cough stress testing (uji stres) dapat dilakukan untuk
menentukan risiko inkontinensia tipe stres pasca operasi prolaps.
e. Dapat juga dilakukan pemeriksaan vagina dengan jari untuk mengetahui
kontraksi dan kekuatan otot levator ani
f. Pemeriksaan rektovagina untuk memastikan adanya rektokel yang
menyertai prolaps uteri.

3. Pemeriksaan Penunjang
a. Urin residu pasca berkemih
 Kemampuan pengosongan kandung kemih perlu dinilai dengan
mengukur volume berkemih pada saat pasien merasakan kandung
kemih yang penuh, kemudian diikuti dengan pengukuran volume urin
residu pasca berkemih dengan kateterisasi atau ultrasonografi.
b. Skrining infeksi saluran kemih
c. Pemeriksaan urodinamik, apabila dianggap perlu.

20
d. Pemeriksaan Ultrasonografi
 Ultrasonografi dasar panggul dinilai sebagai modalitas yang relatif
mudah dikerjakan, cost-effective, banyak tersedia dan memberikan
informasi real-time.
 Pencitraan akan membuat klinisi lebih mudah dalam memeriksa
pasien secara klinis.
 Pada pasien POP ditemukan hubungan yang bermakna antara
persalinan, dimensi hiatus levator, avulsi levator ani dengan risiko
terjadinya prolaps. Namun belum ditemukan manfaat secara klinis
penggunaan pencitraan dasar panggul.

G. PENATALAKSANAAN
Terapi Non-Bedah
Penanganan pada prolaps organ pelvis dengan perubahan gaya
hidup dan latihan fisik berupa latihan otot dasar panggul. Hal ini dapat
digunakan untuk kasus prolaps ringan hingga sedang. Tujuan dari terapi
konservatif ini adalah mencegah prolaps menjadi semakin parah,
mengurangi keparahan dari gejala, meningkatkan kekuatan dari otot pelvis,
mencegah atau menunda terapi dengan pembedahan. Intervensi gaya hidup
mencakup peningkatan kadar serat makanan, penurunan berat badan dan
mengurangi kegiatan yang dapat meningkatkan tekanan intraabdominal.
Pemasangan alat pesarium lebih dipilih oleh banyak orang dengan
alasan untuk menghindari pembedahan. Ring pessarium dan Gelhorn
pesarium adalah pessarium yang paling sering digunakan.

Terapi Bedah
Tujuan utama dari terapi bedah adalah untuk meringankan gejala
yang mungkin disebabkan oleh prolaps. Kebanyakkan kasus terapi bedah
berfungsi untuk mengembalikan anatomi vagina menjadi normal kembali
sehingga aktivitas seksual dapat kembali seperti semula. Pada rektokel dan
entrokel operasi yang dilakukan adalah kolpoperineoplastik. Prolaps uteri

21
tergantung dari beberapa faktor, seperti umur penderita, masih berkeinginan
mempunyai anak atau mempertahankan uterus, tingkat prolaps, dan adanya
keluhan. Ventrofiksasi dilakukan pada perempuan yang tergolong masih
muda dan menginginkan anak. Operasi menurut prandare adalah untuk
membuat uterus ventrofiksasi.
Prolaps uteri biasanya disertai dengan prolaps vagina. Maka, jika
likakukan pembedahan untuk prolapsus uteri, prolapsus vagina perlu
ditangani pula. Ada kemungkinan terdapat prolapsus vagina yang
membutuhkan pembedahan, padahal tidak ada prolaps uteri, atau
sebaliknya. Indikasi untuk melakukan operasi pada prolaps vagina ialah
adanya keluhan.
Prolapsus uteri
Indikasi untuk melakukan operasi pada prolapsus uteri tergantung
dari beberapa faktor, seperti umur penderita, keinginannya untuk masih
mendapatkan anak atau untuk mempertahankan uterus, tingkat prolapsus,
dan adanya keluhan.

Macam-macam Operasi:
1. Ventrofiksasi
Pada golongan wanita yangmasih muda dan masih ingin
mempunyai anak, dilakukan operasi untuk membuat uterus ventrofiksasi
dengan cara memendekkan ligamentum rotundum atau mengikat
ligamentum rotundum ke dinding perut atau dengan cara operasi Purandare.
2. Operasi Manchester
Pada operasi ini biasanya dilakukan amputasi serviks uteri, dan
penjahitan ligamentum kardinale yang telah dipotong, di muka serviks;
dilakukan pula kolporafia anterior dan kolpoperioplastik. Amputasi serviks
dilakukan untuk memperpendek serviks yang memanjang (elongasi colli).
Tindakan ini dapat menyebabkan infertilitas, abortus, partus prematur, dan
distosia servikalis pada persalinan. Bagian yang terpenting dari operasi
Manchester adalah penjahitan ligamentum kardinale di depan serviks karena

22
dengan tindakan ini ligamentum kardinale diperpendek, sehingga uterus
akan terletak dalam posisi anteversifleksi, dan turunnya uterus dapat
dicegah.
3. Histerektomi vaginal
Operasi ini tepat untuk dilakukan pada prolaps uteri tingkat lanjut,
dan pada wanita menopause. Keuntungannya adalah pada saat yang sama
dapat dilakukan operasi vagina lainnya (seperti anterior dan posterior
kolporafi dan perbaikan enterokel), tanpa memerlukan insisi di tempat lain
maupun reposisi pasien. Saat pelaksanaan operasi, harus diperhatikan dalam
menutup cul-de-sac dengan menggunakan kuldoplasti McCall dan
merekatkan fasia endopelvik dan ligamen uterosakral pada rongga vagina
sehingga dapat memberikan suport tambahan. Setelah uterus diangkat,
puncak vagina digantungkan pada ligamentum rotundum kanan kiri, atas
pada ligamentum infundibulo pelvikum, kemudian operasi akan dilanjutkan
dengan kolporafi anterior dan kolpoperineorafi untuk mencegah prolaps
vagina di kemudian hari.
4. Kolpokleisis (Operasi Neugebauer-Le Fort)
Pada waku obat-obatan serta pemberian anestesi dan perawatan
pra/pasca operasi belum baik untuk wanita tua yang secara seksual tidak
aktif, dapat dilakukan operasi sederhana dengan menjahitkan dinding vagina
depan dengan dinding belakang, sehingga lumen vagina tertutup dan uterus
letaknya di atas vagina. Akan tetapi, operasi ini tidak memperbaiki sistokel
dan rektokelnya sehingga dapat menimbulkan inkontinensia urine. Obstipasi
serta keluhan prolaps lainnya juga tidak hilang.

23
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Prolaps uteri adalah turunnya uterus dari posisi anatomis yang normal
berupa penonjolan ke vagina keluar maupun penekanan dinding vagina. Hal
tersebut dikarenakan dukungan yang tidak adekuat dari ligamentum kardinal,
uterosakral serta struktur penyangga pelvis mengalami kerusakan dan kadang-
kadang organ pelvis yang lain juga ikut turun.
Prolaps uteri biasanya disertai dengan prolaps vagina. Maka, jika
likakukan pembedahan untuk prolapsus uteri, prolapsus vagina perlu ditangani
pula. Ada kemungkinan terdapat prolapsus vagina yang membutuhkan
pembedahan, padahal tidak ada prolaps uteri, atau sebaliknya. Indikasi untuk
melakukan operasi pada prolaps vagina ialah adanya keluhan.
Indikasi untuk melakukan operasi pada prolapsus uteri tergantung dari
beberapa faktor, seperti umur penderita, keinginannya untuk masih
mendapatkan anak atau untuk mempertahankan uterus, tingkat prolapsus, dan
adanya keluhan.
Vaginal histerektomi ini merupakan suatu metode yang cocok hanya
pada kondisi-kondisi seperti prolaps uteri, hiperplasi endometrium, atau
displasia servikal.
Histerektomi vaginal dilakukan melalui irisan kecil pada bagian atas
vagina. Melalui irisan tersebut, uterus (dan mulut rahim) dipisahkan dari
jaringan dan pembuluh darah di sekitarnya kemudian dikeluarkan melalui
vagina. Prosedur ini biasanya digunakan pada prolapsus uteri. Kelebihan
tindakan ini adalah kesembuhan lebih cepat, sedikit nyeri, dan tidak ada
jaringan parut yang tampak.

24
DAFTAR PUSTAKA

Cunningham F.G., 2012. Obstetri Williams. Cetakan 23, Jakarta: EGC

Irwanto EG. 2009. Diagnosis Prolaps Organ Pelvis yang berkunjung ke Poliklinik
Ginekologi RSUP Dr. M. Djamil Padang, PIT

Junizaf. 2012. Prolapsus Alat Genitalia. Dalam : Junizaf. Ed. Buku Ajar
Ginekologi

Sarwono. 2013. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono


Prawihardjo

25

Anda mungkin juga menyukai